DEGRADASI EKSTRAK KASAR KULIT UDANG OLEH Mucor miehei MENJADI GLUKOSAMIN DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI UV-Vis (Skripsi)
Oleh
RUWAIDAH MULIANA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016
ABSTRAK
DEGRADASI EKSTRAK KASAR KULIT UDANG OLEH Mucor miehei MENJADI GLUKOSAMIN DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI UV-Vis
Oleh
Ruwaidah Muliana
Kitin merupakan suatu polimer tak larut yang tersusun dari residu β-1,4-N-asetilD-glukosamin (GlcNAc). Kitin dapat diisolasi dari kulit udang melalui dua tahapan proses, yaitu deproteinasi dan demineralisasi. Selanjutnya kitin hasil isolasi dapat didegradasi dengan enzim kitinase menjadi monomer-monomer dan oligomernya oleh Mucor miehei. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan rendemen maksimum dari ekstrak kulit udang yang sudah dihilangkan proteinnya dengan cara deproteinasi. Fermentasi selama 2 hari dengan waktu pengambilan sampel 8, 16, 24, 32, 40, dan 48 jam. Glukosamin dalam rendemen hasil fermentasi direaksikan menggunakan senyawa ninhidrin 0,8% dan buffer fosfat pH 6, akan membentuk Ruhemann purple (diketohidrindamin–diketohidrindiliden) bila dipanaskan pada temperatur 1000C. Absorbansi glukosamin dan ninhidrin diukur menggunakan spektrofotometri UV-Vis pada λ maks 567 nm. Hasil pengukuran diplotkan ke dalam persamaan regresi linear y = 0,0094x – 0,1238. Dari persamaan linear ini didapatkan hasilkan glukosamin tertinggi pada fermentasi 8 jam yaitu sebesar 2,431%. Kandungan mineral yang masih ada pada glukosamin seperti Mg2+ dan Na+ mengakibatkan aktivitas enzim kitinase menurun, oleh sebab itu rendemen yang dihasilkan sedikit.
Kata Kunci : demineralisasi, deproteinasi, D-gukosamin, kitin, Mucor miehei. dan spektrofotometri UV-Vis.
ABSTRACK
DEGRADATION SHRIMP SHELLS ROUGH EXTRACT BY Mucor miehei BE GLUCOSAMINE WITH SPECTROPHOTOMETRY UV-Vis METHOD
By
Ruwaidah Muliana
Chitin is an insoluble polymer which composed by β-1,4-N-asetil-D-glucosamine (GlcNAc) residues. Chitin can be isolated from shirmp shells through two processes, namely deproteinization and demineralization. Furthermore, chitin can be hidrolyzed as its monomers and oligomers by chitinase enzyme from Mucor miehei. The aim of this research is to obtain maximum yield from shrimp shells removed protein by deproteinization process. Fermentation during 2 days, with sampling every 8, 16, 24, 32, 40 and 48 hours. Glucosamine from fermentation reacted with 0.8% ninhydrin solution and phosphate buffer pH 6, resulting in a so called Ruhemann purple color (diketohydrindamine–diketohydrindylidene) when heated at a temperature of 1000C. Glucosamine and ninhydrin absorbance was measured using UV-Vis spectrophotometry a maximum absorbance at 567 nm. The measurement results were plotted in a linear regression equation y = 0,0094x - 0.1238. The highest glucosamine yields during 2 days fermentation at 8 hours is equal to 2,431%. Mineral still exist in glucosamine such as Mg2+ and Na+, to work on chitinase enzyme activity declined, therefore glucosamine yields gained slightly.
Keywords : demineralization, deproteinization, D-gucosamine, chitin, Mucor miehei, and spectrophotometry UV-Vis.
DEGRADASI EKSTRAK KASAR KULIT UDANG OLEH Mucor miehei MENJADI GLUKOSAMIN DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI UV-Vis
Oleh Ruwaidah Muliana Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA SAINS
Pada Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Palembang, Provinsi Sumatera Selatan pada tanggal 13 April 1994, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Muslim Rachman dan Ibu Zaitun. Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SD Pertiwi Teladan, Metro pada tahun 2006, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Metro selama 1 tahun kemudian melanjutkan di SMP Negeri 2 Bandar Lampung kelas VIII dan IX pada tahun 2008 dan 2009, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Sekolah Menengah Teknologi Industri (SMTI) Bandar Lampung jurusan kimia analis pada tahun 2012. Pengalaman organisasi selama SMA adalah anggota Karya Ilmiah Remaja (KIR) dan anggota Rohis pada tahun 2010. Tahun 2011 melakukan Praktek Kerja Lapangan di PTPN VII Unit Usaha Bekri, Lampung Tengah.
Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Lampung pada tahun 2012 melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN), dan merupakan salah satu penerima beasiswa PT. Sumber Indah Perkasa, Kecamatan Katibung,
Lampung Selatan, dan juga pernah mendapatkan beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) 2012/2013, 2014/2015 dan 2015/2016.
Selama menjadi mahasiswa pernah menjadi asisten prakitum Kimia Dasar Jurusan Agroteknologi 2014/2015, asisten pratikum Kimia Dalam Kehidupan Jurusan Kimia 2015/2016 serta asisten pratikum Biokimia Jurusan THP dan TEP 2015/2016. Pengalaman organisasi penulis menjadi anggota bidang Sains Dan Penalaran Ilmu Kimia (SPIK) 2013-2015, bendahara umum Rohani Islam (ROIS) FMIPA Universitas Lampung periode 2014/2015, dan bendahara departemen PSDM Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FMIPA Universitas Lampung periode 2015/2016. Pada tahun 2014 dan 2016 penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan dan Penelitian di Laboratorium Biokimia, Jurusan Kimia, Universitas Lampung. Penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik di Tiyuh Waysido, Kecamatan Tulang Bawang Udik, Kabupaten Tulang Bawang Barat.
PERSEMBAHAN
Puji Syukur kepada Allah SWT, atas segala karunia yang telah menganugerahkan nikmat iman dan islam, serta sholawat beriring salam untuk murabbi terbaik nabi Muhammad SAW. Dengan mengharap berkah dari Allah SWT, ku persembahkan karya ini sebagai tanda bakti, cinta dan kasihku kepada : Ibunda tercinta (Zaitun) dan ayahanda tercinta (Muslim Rachman) Yang telah bersabar dalam membesarkan dan mendidikku serta selalu medoakan, menguatkan dan mendukung segala langkahku dalam menuju kesuksesan. Kakak tersayang (Syafadan Muza Perdana) dan adik tersayang (Muthiah Sari) Yang telah menjadi penyemangat ku. Rasa hormatku kepada Ibu Dra Aspita Laila, M.S, Bapak Prof. Dr. John Hendri, M.S., dan Bapak Andi Setiawan, Ph.D. Dosen yang telah membimbingku selama mengerjakan penelitian dan tugas akhir.
Semua Bapak dan Ibu Guru yang telah memberikan ilmu, bimbingan dan selalu mengingatkan tentang pentingnya ilmu dalam kehidupan ini. Semua teman-temanku yang telah mengajarkan arti kebersamaan, kekeluargaan, cinta dan kebahagiaan. Serta Almamaterku Tercinta…
Dan katakanlah : “Bekerjalah kamu, maka Allah dan RasulNya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada Allah Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan. (QS. At-taubah : 105)
“Apabila manusia telah meninggal dunia maka terputuslah semua amalannya kecuali tiga amalan : shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shalih yang mendoakan dia.” (HR. Muslim)
Ilmu lebih utama daripada harta. Sebab ilmu warisan para nabi adapun harta adalah warisan Qorun, Firaun dan lainnya. Ilmu lebih utama dari harta karena ilmu itu menjaga kamu, kalau harta kamulah yang menjaganya. (Ali bin Abi Thalib )
SANWACANA
Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji dan syukur bagi Allah SWT tuhan semesta alam atas segala nikmat dan karunianya, serta rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Degradasi Ekstrak Kasar Kulit Udang Oleh Mucor miehei Menjadi Glukosamin Dengan Metode Spektrofotometri UV-Vis” sebagai syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sains pada Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu Dra. Aspita Laila, M.S. selaku pembimbing I atas segala bimbingan, motivasi, kesabaran, keikhlasan, dan ilmunya sehingga penelitian dan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Atas semua yang telah beliau berikan semoga Allah SWT memberikan keberkahan dan kemudahan kepada beliau. 2. Bapak Prof. Dr. John Hendri, M.S. selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan, keikhlasan, kesabaran, waktu, dan ilmu.
Semoga Allah SWT selalu memberikan keberkahan dan kemudahan kepada beliau. 3. Bapak Andi Setiawan, Ph.D selaku pembahas atas bimbingan, arahan, dan semua ilmu yang telah diberikan. Semoga Allah SWT selalu memberikan pertolongan dan membalas semua kebaikan. 4. Bapak Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M.T selaku ketua jurusan kimia FMIPA Unila. 5. Bapak Prof. Dr. Warsito, DEA. selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. 6. Ibu Dr. Noviany, M.Si. selaku pembimbing akademik atas bimbingan, nasehat, dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis. 7. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung atas seluruh ilmu yang telah diberikan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan dikampus, semoga ilmu yang diberikan dapat bermanfaat. 8. Seluruh staf administrasi Universitas Lampung dan Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universita Lampung 9. Bapak Muslim Rachman dan Ibu Zaitun atas segala cinta, kasih sayang, waktu, kesabaran, keikhlasan, dan ketulusan doa yang selalu beliau panjatkan. 10. Kakak dan Adikku atas motivasinya, semoga Allah memberikan kemudahan dan pertolongan disetiap jalanmu. 11. Guru-guruku yang telah memberikan ilmu, semangat, dan motivasinya. Semoga Allah bisa membalas semua kebaikan kalian semua.
12. Mbak Erlita, Maul, mbak Windi dan kak Jeje sebagai rekan kerja yang telah banyak bersabar dalam membantu menyelesaikan penelitian ini. 13. Mbak Noe atas saran, motivasi dan pembelajarannya. 14. Andi research group (Edi, Arya, Dela, Tri, Intan, Dewi dan Sofian) atas kerjasama, bantuan, motivasi, dan kebersamaannya. 15. Penghuni Laboratorium biokimia mbak putri, mbak ana, mbak april, mbak uswa, kak azies, pak john dan ibu john yang telah banyak membantu. 16. Sahabat hijrah jeje jean, elsa, yundadari dona, dan dedew. 17. Murni, ismi, upeh, encop, tri, arif, dan adi alay sebagai teman cerita. 18. Keluarga Kimia 2012 : Adi Setiawan, Aditian Sulung S, Agus Ardiansyah, Ajeng Wulandari, Ana Maria K, Apri Welda, Arif Nurhidayat, Arya Rifansyah, Atma Istanami, Ayu Imani, Ayu Setianungrum, Deborah Jovita, Derry Vardella, Dewi Aniatul Fatimah, Diani Iska M, Dwi Anggraini, Edi Suryadi, Eka Hurwaningsih, Elsa Zulha, Erlita Aisah, Febita Glysenda, Feby Rinaldo Pratama K, Fenti Visiamah, Ferdinand Haryanto S, Fifi Adriyanthi, Handri Sanjaya, Indah Wahyu P, Indri Yani Saney, Intan Mailani, Ismi Khomsiah, Jean Pitaloka, Jenny Jesica S, Khoirul Anwar, Maria Ulfa, Meta Fosfi B, Muhamad Rizal R, Murni Fitria, Nila Amalin N, Putri Ramadhona, Radius Uly Artha, Riandra Pratama Usman, Rifki Husnul Khuluk, Rizal Rio S, Rizki Putriyana, Ruliana Juni Anita, Ruwaidah Muliana, Siti Aisah, Siti Nur Halimah, Sukamto, Susy Isnaini Hasanah, Suwarda Dua Imatu Dela, Syathira Assegaf, Tazkiya Nurul, Tiand Reno, Tiara Dewi Astuti, Tiurma Debora S, Tri Marital, Ulfatun Nurun, Wiwin Esty Sawita, Yepi Triapriani, Yunsi’U Nasy’Ah, dan Zubaidi. Atas kebersamaan pertemanan,
persahabatan, dan kekeluargaannya. Semoga tali silaturahmi ini tetap ada sampai kapanpun. 19. Para pejuang pimpinan rois periode 2014/2015, dan pimpinan BEM periode 2015/2016, semoga selalu istiqomah. 20. Teman-teman SMK (asih, tika, isma, vina, yesi, puput, ayuda, ratna, zamal, radit, dan karel) dan SMP (fai, muti, ais, arika, christin, tia) atas semua motivasi dan dukungannya. 21. Teman KKN tiyuh Waysido, kecamatan Tulang Bawang Udik, anak abi (lina), dedek iyut, iin, ocha, abang ogut dan ihsan. 22. Keluarga besar Kimia 2011, 2013, 2014, dan 2015 atas kebersamaan dan persaudaraannya selama ini. 23. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang secara tulus dan ikhlas memberikan bantuan moril dan materil kepada penulis.
Bandar Lampung,
September 2016
Penulis
Ruwaidah Muliana
1
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL .......................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iv
I.
PENDAHULUAN A. Latar Belakang ............................................................................... 1 B. Tujuan …. ...................................................................................... 2 C. Manfaat . ........................................................................................ 3
II.
TINJAUAN PUSTAKA A. B. C. D. E.
F. G. H. I. J. K. L. III.
Udang ............................................................................................. 4 Mucor miehei ................................................................................. 5 Kitin ............................................................................................... 6 Kitosan ........................................................................................... 8 Ekstraksi Kitin ............................................................................... 9 1. Deproteinasi ............................................................................. 9 2. Demineralisasi .......................................................................... 10 Enzim ............................................................................................. 11 Kitinase .......................................................................................... 11 Kitindeasetilase .............................................................................. 14 N-asetilglukosamin ........................................................................ 15 Glukosamin .................................................................................... 16 Fermentasi Fase cair Sistem Tertutup (Batch) ............................... 17 Spektrofotometri UV-Vis............................................................... 19
METODOLOGI A. Waktu dan Tempat ......................................................................... 22 B. Alat dan Bahan ............................................................................... 22 C. Prosedur ......................................................................................... 23
iii
2. Isolasi Kitin .............................................................................. 23 D. Persiapan Isolat Mucor miehei ....................................................... 24 1. Pembuatan Potato Extract........................................................ 24 2. Media PDA (Potato Dextrose Agar) dan Pertumbuhan Mucor miehei pada Media PDA ......................................................... 24 3. Media PDL (Potato Dextrose Liquid) dan Pertumbuhan Mucor miehei pada Media PDL ............................................... 25 4. Larutan Buffer Sitrat pH 4 ....................................................... 25 5. Pembuatan Inokulum Mucor miehei ........................................ 26 6. Fermentasi Fase Cair Tertutup Pada Kulit Udang Tanpa Protein Dengan Mucor miehei ................................................. 26 E. Karakterisasi Glukosamin .............................................................. 27 1. Analisa Glukosamin dengan Spektrofotometer UV-Vis .......... 27
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN A. B. C. D.
V.
Pembuatan Kulit Udang Bebas Protein .......................................... 30 Peremajaan Mucor miehei .............................................................. 31 Fermentasi Fase cair Sistem Tertutup (Batch) ............................... 32 Spektrofotometri UV-Vis ............................................................... 33
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ................................................................................... 39 B. Saran .............................................................................................. 40
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 41 LAMPIRAN .................................................................................................... 46
4
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1. Absorbansi Deret Standar Glukosamin ................................................... 49 2. Absorbansi Sampel Hasil Fermentasi .................................................... 49 3. Kosentrasi Glukosamin Sebenarnya Dalam Hasil Fermentasi ............... 49 4. Kadar Glc Dalam Hasil Fermentasi ....................................................... 51
5
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Struktur kitin ........................................................................................... 7 2. Struktur Kitosan ...................................................................................... 9 3. Kerja Enzim Endokitinase dan Eksokitinase .......................................... 12 4. Reaksi pemutusan diasetilkitobiose, kitotriose dan kitotetraose dan menghasilkan monomer-monomer GIcNAc ........................................... 13 5. Jalur degradasi kitin secara enzimatik .................................................... 13 6. Struktur N-asetilglukosamin .................................................................. 16 7. Struktur D-glukosamin ............................................................................ 17 8. Skema Kerja Spektrofotometri UV-Vis... ............................................... 20 9. Kurva Standar Glukosamin ..................................................................... 33 10. Kurva Sampel Hasil Fermentasi ............................................................ 34 11. Persentase Rendemen Glukosamin Hasil Fermentasi ............................. 36 12. Warna biru α standar Glc, warna merah α sampel .................................. 37 13. Struktur pepton........................................................................................ 38 14. Filtrat hasil deproteinasi (a), filtrat deproteinasi direaksikan dengan CUSO4 (b) ............................................................................................... 47 15. Kulit udang bebas protein setelah dioven suhu 600C selama 6 jam........ 47
vi
16. Bentuk Spora Mucor ............................................................................... 47 17. Isolat Mucor murni (a) isolate Mucor terkontaminasi (b) ....................... 48 18. Fermentasi Kulit Udang Tanpa Protein .................................................. 48 19. Hasil Fermentasi 8, 16, 24 jam (a) Hasil Fermentasi 32, 40, 48 jam (b) 52 20. Perubahan Warna Ruhemann Purple ...................................................... 52 21. Perubahan warna pepton dan perubahan warna glukosamin .................. 52
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peluang bisnis di sektor ekspor non migas seperti ekspor udang merupakan bisnis yang cukup menjanjikan. Ditambah lagi dengan permintaan konsumen dari tahun ke tahun selalu meningkat. Menurut data dari Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan produksi udang terus meningkat dengan kenaikan rata-rata selama lima tahun terakhir sebesar 13,83% per tahun. Hal ini akan menimbulkan masalah yaitu banyaknya limbah yang dihasilkan dari kepala dan cangkang udang.
Pengolahan limbah udang di Indonesia hanya dimanfaatkan sebagai bahan baku utama pembuatan terasi dan kerupuk udang. Namun memanfaatkan limbah udang menjadi glukosamin dapat meningkatkan nilai jual yang lebih tinggi. Glukosamin merupakan monomer penyusun membentuk polimer kitin. Limbah kulit udang terdiri dari tiga komponen utama yaitu protein (25-44%), kalsium karbonat (45-50%), kitin (15-20%) (Fohcher, 2009). Kitin dapat didegradasi menjadi glukosamin dengan menggunakan mikroorganisme penghasil enzim kitinase dan enzim deasetilase yaitu jamur Mucor miehei.
2
Pembuatan glukosamin dari kitin dalam waktu fermentasi 7 hari dengan pengambilan sampel setiap satu hari menggunakan Mucor miehei didapatkan hasil optimum sebanyak 88% glukosamin pada hari ke empat dengan kemurnian sebesar 97,3% (Yolanda, 2014). Kemudian dilakukan penelitian fermentasi dengan Actinomycetes ANL-4 selama 4 jam dengan pengambilan sampel setiap 1 jam sekali, didapatkan hasil optimum sebanyak 69% glukosamin pada fermentasi 3 jam dengan kemurnian sebesar 99,7% (Robiah, 2015).
Berdasarkan referensi tersebut akan dilakukan penelitian yaitu melihat berapa lama waktu yang dibutuhkan enzim kitinase dan deasetilase tersebut mulai bekerja mendegradasi ekstrak kasar kulit udang menjadi glukosamin serta lama waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan jumlah optimum glukosamin. Pemetaan atau mapping akan dilakukan dengan waktu fermentasi selama 2 hari dalam pengambilan sampel setiap 1 hari (replikat 8, 16 dan 24 jam), dimana sampel yang digunakan adalah serbuk kulit udang yang telah dihilangkan kandungan proteinnya dengan cara menambahkan NaOH 20% (deproteinasi).
B. Tujuan
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah : 1. Mendapatkan rendemen glukosamin optimum pada fermentasi dalam waktu 2 hari.
3
2. Menentukan waktu optimum yang dibutuhkan enzim kitinase dalam bekerja mendegradasi ekstrak kasar kulit udang menjadi glukosamin. 3. Menentukan pengaruh proses demineralisasi terhadap glukosamin yang diperoleh. 4. Mengkarakterisasi glukosamin yang diperoleh dengan Spektrofotometer UV-Vis.
C. Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang potensi Mucor miehei dalam menghasilkan enzim kitinase, serta pemanfaatan limbah kulit udang deprotein sebagai bahan baku utama pembuatan glukosamin yang lebih menguntungkan baik dari segi ekonomi maupun lingkungan hidup.
1
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Udang Bagian udang yang dimanfaatkan sebagai pangan terutama adalah daging udang. Bagian udang yang tidak dikonsumsi manusia dapat menjadi limbah udang. Limbah udang berasal dari kulit, kepala dan ekor udang. Limbah kepala udang mencapai 35% -50% dari total berat udang. Di Indonesia sebagian limbah udang telah dimanfaatkan untuk pembuatan kerupuk udang, terasi, dan bahan pencampur pakan ternak. Pada negara maju seperti Amerika dan Jepang, limbah udang telah dimanfaatkan antara lain pada industri farmasi, biokimia, biomedikal, pangan, pertanian, dan kesehatan. Hal ini karena limbah udang dapat dimanfaatkan sebagai zat pembuat kitosan. Limbah udang memiliki potensi yang besar untuk diolah menjadi kitosan karena ketersediaan limbah udang sebagai bahan baku cukup besar dan mudah diperoleh (Widodo, 2006).
Produksi udang Indonesia rata-rata meningkat sebesar 7,4% pertahun. Pada tahun 2001 produksinya mencapai 633.681 ton. Jika diasumsikan laju produksi tetap, maka pada tahun 2004 potensi udang diperkirakan sebesar 785.025 ton. Dari jumlah itu, 60-70% menjadi limbah (bagian kulit, kepala dan ekor).
5
Melalui proses demineralisasi dan deproteinisasi dengan rendemen 20% akan dihasilkan kitin sebesar 157.005 ton. Pada proses deasetilasi kitin dengan rendemen 80% akan diperoleh kitosan sebesar 125.604 ton (Widodo, 2006).
Dengan demikian limbah udang sangat potensial untuk dimanfaatkan. Limbah kulit udang terdiri dari tiga komponen utama yaitu protein (25%-44%), kalsium karbonat (45%-50%), dan kitin (15%-20%) (Fohcher, 2009). Kitin mempunyai struktur yang sama walaupun berasal dari sumber yang berbeda, tetapi assosiasinya dengan protein dan kalsium karbonat berbeda kadarnya.
B. Mucor miehei Jamur adalah sekelompok organisme yang digabungkan dalam takson Kingdom Fungi berdasarkan sistem Whitaker. Kingdom fungi mempunyai ciri khas yaitu bersifat heterotrof yang mengabsorbsi nutrien dan memiliki kitin pada dinding selnya. Jamur benang atau kapang adalah golongan fungi yang membentuk lapisan jaringan miselium dan spora yang tampak. Miseliumnya terdiri dari filamen tubular yang tumbuh yaitu hifa (Singleton dan Sainsbury, 2006). Jamur dapat bersifat sapotrof yaitu dengan mendapatkan nutrisi dari organisme lain yang telah mati, ada juga yang bersifat parasit dengan mengisap nutrisi dari organisme lain yang hidup, atau dengan bersimbiosis mutualisme dengan satu organisme (Sadava, 2003).
Mucor adalah genus fungi yang berasal dari ordo Mucorales yang merupakan fungi tipikal saprotrop pada tanah dan serasah tumbuhan yang mampu
6
menghasilkan enzim kitindeasetilase pada substrat kitin atau kulit Crustaceae dan media cair yang mengandung nutrien yang diperlukan. Mucor berkembang biak secara aseksual dengan membentuk sporangium yang ditunjang oleh batang yang disebut sporangiofor. Hifa vegetatifnya bercabang-cabang, bersifat senositik dan tidak bersepta. Ciri khas pada Mucor adalah memiliki sporangium yang berkolom-kolom atau kolumela.
Mucor miehei sebagai salah satu anggota ordo Mucorales mempunyai talus yang berupa miselium yang lebat. Pembiakkan aseksual dilakukan dengan spora tak berflagel (Aplanospora). Aplanospora terbentuk dalam sporangium dan sporangium terletak pada ujung sporangiofor atau pada ujung cabangcabangnya. Pembiakkan seksual pada Mucorales berlangsung dengan bersatunya dua gametangium yang berinti banyak. Gametangium terbentuk pada ujung hifa atau ujung cabang hifa (Singleton dan Sainsbury, 2006).
C. Kitin
Kitin merupakan suatu polimer linier yang sebagian besar tersusun dari unitunit β-(1→4)-2-asetamida-2-deoksi-β-D-glukopiranosa dan sebagian dari β(1→4)-2-amino-2-deoksi-β-D-glukopiranosa (Kumirska et al., 2010). Kitin terdistribusi luas di lingkungan biosfer seperti pada kulit crustacea (kepiting, udang, dan lobster), ubur-ubur, komponen struktur eksternal insekta, dinding sel fungi (22-40%), alga, nematoda ataupun tumbuhan (Gohel et al., 2004). Rantai kitin antara satu dengan yang lainnya berasosiasi melalui ikatan hidrogen yang sangat kuat antara gugus N-H dari satu rantai dengan gugus
7
C=O dari rantai lain yang berdekatan. Ikatan hidrogen ini menyebabkan kitin tidak larut dalam air dan membentuk serabut (fibril) (Suryanto dan Yurnaliza, 2005).
Gambar 1. Struktur kitin (Murray et al., 2003)
Dalam hal kelarutan kitin berbeda dengan selulosa karena kitin merupakan senyawa yang stabil terhadap pereaksi kimia. Kitin bersifat hidrofobik, tidak larut dalam air, alkohol dan hampir semua pelarut organik. Kitin dapat larut dalam asam klorida, asam sulfat dan asam fosfat pekat. Aplikasi kitin yang utama adalah sebagai senyawa pengkelat logam dalam instalasi pengolahan air bersih atau limbah, kosmetik sebagai fungisida dan fungistatik penyembuh luka. Kitin bersifat biodegradable, biocompatible, citocompatible, dan mempunyai bioaktivitas serta daya adsorpsi yang ditentukan oleh sifat biologi dan fisikokimiawinya (Kumirska, et al., 2010).
Proses isolasi kitin biasanya terdiri dari demineralisasi, deproteinisasi dan pemutihan (bleaching). Dua tahap pertama dapat dilakukan dengan urutan yang sebaliknya atau saling dipertukarkan tergantung kepada pemisahan karotenida dan protein dan penggunaan kitin yang dihasilkan. Kitin yang
8
akan digunakan untuk absorben atau penjerat enzim harus didahului oleh didemineralisasi, karena pemisahan garam akan mengisi dan melindungi struktur materi kitin menjamin deasetilasi polisakarida pada penembahan alkali selama depeoteinisasi. Akan tetapi deprotenisasi harus dilakukan lebih dulu untuk memproses cangkang yang sebelumnya telah diekstraksi dengan minyak untuk memisahkan karotenoidnya (Synoweiecky and Al-Khateeb, 2003).
D. Kitosan
Kitosan disebut juga dengan β-1,4-2-amino-2-dioksi-D-glukosa. Senyawa ini memiliki bentuk seperti lembaran tipis dan berserat, berwarna putih atau kuning, tidak berbau, dan memiliki sifat tidak larut dalam air, sedikit larut dalam HCl, HNO3, dan H3PO4 serta tidak larut dalam H2SO4. Kitosan memiliki struktur yang mirip dengan kitin, hanya saja gugus asetilnya telah dihilangkan dengan menggunakan basa kuat. Adanya gugus amina dan hidroksil pada kitosan menjadikan sifatnya lebih aktif dan bersifat polikationik (Murray et al., 2003).
Di alam kitosan banyak terdapat pada dinding sel jamur, terutama pada ordo Mucorales, dimana sebagian besar penyusun komponen dinding selnya adalah kitosan dan pada Saccharomyces cerevisiae, kitosan merupakan penyusun utama pada askospora. Struktur kitosan dapat dilihat pada Gambar 2.
9
Gambar 2. Struktur Kitosan (Murray et al., 2003)
Dewasa ini, kitosan telah banyak digunakan dalam banyak bidang, dalam kosmetik, farmasi, tambahan makanan, dan pertanian (Kannan et al., 2010). Kitosan berfungsi menyerap zat racun, mencegah plak dan kerusakan gigi, membantu mengontrol tekanan darah, memebantu menjaga pengayaan kalsium (Ca) atau memperkuat tulang, dan bersifat anti tumor.
E. Ekstraksi Kitin Kulit udang mengandung protein (25-40 %), kalsium karbonat (45-50%), dan kitin (15-20%), namun besarnya kandungan tersebut bergantung pada jenis udangnya (Foucher et al., 2009). Ekstraksi kitin dari kulit udang dilakukan melalui dua tahapan proses yaitu penyisihan protein (deproteinasi) dan penyisihan kalsium karbonat (demineralisasi). Kedua tahapan proses dalam ekstraksi kitin tersebut dapat dilakukan secara kimia maupun biologi (Beaney et al., 2005). 1. Deproteinasi Protein yang terikat secara fisik dalam kulit udang dapat dihilangkan dengan perlakuan fisik seperti pengecilan ukuran dan pencucian dengan air. Adapun
10
protein yang terikat secara kovalen dapat dihilangkan dengan perlakuan kimia yaitu pelarutan dalam larutan basa kuat atau dengan perlakuan biologis (Synowiecki and Al-Khateeb, 2003). Namun, deproteinasi menggunakan basa kuat NaOH lebih sering digunakan karena lebih mudah dan efektif. NaOH mampu memperbesar volume partikel bahan (substrat), sehingga ikatan antar komponen menjadi renggang, juga mampu menghidrolisis gugus asetil pada kitin sehingga kitin akan mengalami deasetilasi dan berubah menjadi kitosan yang menyebabkan kadar kitin berkurang.
2. Demineralisasi Kulit udang mengandung mineral 30-35% (berat kering), komposisi yang utama adalah kalsium karbonat. Komponen mineral ini dapat dilarutkan dengan penambahan asam seperti asam klorida, asam sulfat, atau asam laktat (Synowiecki and Al-Khateeb, 2003). Demineralisasi optimum dapat diperoleh dengan ekstraksi menggunakan HCl 1,0 M yang diinkubasi pada suhu 75 0C selama 1 jam (Bahariah, 2005).
Proses demineralisasi sebaiknya dilakukan setelah proses ekstraksi protein karena penambahan larutan alkali pada proses sebelumnya akan memberikan efek penstabil pada kulit udang dan memaksimalkan produk dan kualitas protein yang dihasilkan. Kontaminasi protein pada cairan ekstrak mineral dapat terjadi apabila proses demineralisasi dilakukan sebelum proses deproteinasi (Angka dan Suhartono, 2000).
11
F. Enzim Enzim adalah golongan protein yang paling banyak terdapat dalam sel hidup, dan mempunyai fungsi penting sebagai biokatalisator reaksi biokimia yang secara kolektif membentuk metabolisme-perantara dari sel. Enzim dapat mempercepat reaksi dengan cara menurunkan energi bebas pengaktifan. Katalis bergabung dengan reaktan sedemikian rupa sehingga dihasilkan keadaan transisi yang mempunyai energi bebas pengaktifan yang lebih rendah dari pada keadaan transisi tanpa katalis. Setelah reaksi terbentuk, katalis dibebaskan kembali ke keadaan semula (Lehninger, 2005). Kelebihan enzim dibandingkan katalis biasa adalah (1) dapat meningkatkan produk lebih tinggi; (2) bekerja pada pH yang relatif netral dan suhu yang relatif rendah; dan (3) bersifat spesifik dan selektif terhadap substrat tertentu. Enzim telah banyak digunakan dalam bidang industri pangan, farmasi, dan industri kimia lainnya. Enzim dapat diisolasi dari hewan, tumbuha, dan mikroorganisme (Azmi, 2006).
G. Kitinase
Kitinase merupakan glikosil hidrolase yang mengkatalisis degradasi kitin. Enzim ini ditemukan dalam berbagai organisme, termasuk organisme yang tidak mengandung kitin dan mempunyai peran penting dalam fisiologi dan ekologi (Tomokazu et al., 2004). Suryanto et al., (2005) membagi kitinase dalam tiga tipe yaitu :
12
1. Endokitinase yaitu kitinase yang memotong secara acak ikatan β-1,4 bagian internal mikrofibril kitin. Produk akhir yang terbentuk bersifat mudah larut berupa oligomer pendek N-asetilglukosamin (GIcNAc) yang mempunyai berat molekul rendah seperti kitotetraose. 2. Eksokitinase dinamakan juga kitobiodase atau kitin 1,4-β-kitobiodase, yaitu enzim yang mengatalisis secara aktif pembebasan unit-unit diasetilkitobiose tanpa ada unit-unit monosakarida atau polisakarida yang dibentuk. Pemotongan hanya terjadi pada ujung non reduksi mikrofibril kitin dan tidak secara acak.
Gambar 3. Kerja Enzim Endokitinase dan Eksokitinase (Suryanto et al., 2005)
3. β-1,4-N-asetilglukosaminidase merupakan suatu kitinase yang bekerja pada pemutusan diasetilkitobiose, kitotriose dan kitotetraose dengan menghasilkan monomer-monomer GIcNAc.
13
Gambar 4. Reaksi pemutusan diasetilkitobiose, kitotriose dan kitotetraose dan menghasilkan monomer-monomer GIcNAc (Suryanto et al., 2005)
Gambar 5. Jalur degradasi kitin secara enzimatik (Gooday, 1994).
Enzim kitinase banyak dihasilkan oleh organisme seperti bakteri, fungi, khamir, tumbuhan, insekta, protozoa, manusia, dan hewan (Gohel et al., 2004). Kitinase oleh bakteri dihasilkan secara ekstraseluler dan digunakan untuk pengambilan nutrisi dan parasitisme (Patil et al., 2000). Kitinase pada fungi berperan dalam pengaturan fisiologis saat pembelahan sel, diferensiasi,
14
dan aktivitas mikoparasit. Khamir menggunakan kitinase untuk proses pembagian sel selama pertunasan dan untuk mekanisme perlawanan terhadap fungi lain. Tumbuhan menggunakan kitinase untuk mendegradasi dinding sel fungi patogen. Insekta menggunakan kitinase untuk perkembangannya (Gohel et al., 2004).
H. Kitindeasetilase Enzim kitin deasetilase terdapat bakteri laut, beberapa jamur dan beberapa serangga, yang mengkatalisis proses deasetilasi kitin, suatu biopolimer struktural yang ditemukan mikroorganisme laut, sel jamur dan dinding spora serta kutikula dan peritrofik matriks serangga (Zhao et al., 2010). Kitin deasetilase pertama kali ditemukan dari ekstrak jamur Mucor rouxii (Araki et al., 1975) dan lebih lanjut diketahui bahwa enzim tersebut dikaitkan dengan sintesis dinding sel dengan mengubah kitin menjadi kitosan.
Sampai saat ini sudah banyak dilakukan penelitian mengenai enzim kitin deasetilase. Penelitian ini pada umumnya bertujuan untuk mempelajari sifat-sifat yang dimiliki oleh enzim kitin deasetilase (Zhao et al., 2010), antara lain yaitu: 1. Masa Molekular Massa molekul untuk sebagian besar kitin deasetilase adalah dalam kisaran 25 sampai 80 kDa. 2. Suhu dan pH Optimum Menurut hasil yang dilaporkan, pH optimum untuk kitin deasetilase ekstraseluler adalah netral atau dalam kisaran basa 7-12, sementara sebagian
15
kitin deasetilase intraseluler yang nilai pH optimal berada dalam kisaran 4,56. Suhu optimal adalah 50-60 °C. 3. Substrat Spesifik Caufrier et al. (2003) menguji asetil xilan, peptidoglikan dan kitin sebagai substrat untuk kitin deasetilase dari M. rouxii dan asetil xilan esterase dari Streptomyces lividans. Semua enzim diuji untuk menentukan aktif tidaknya pada asetil xilan, peptidoglikan, dan kitin. Hasil menunjukkan bahwa enzim kitin deasetilase tidak aktif pada peptidoglikan tetapi aktif pada asetil xilan. Hal ini menjelaskan bahwa baik kitin deasetilase dan asetil xilan esterase memiliki domain katalitik yang sama.
I. N-asetilglukosamin N-asetilglukosamin adalah suatu bagian monosakarida dari glukosa. Secara kimia merupakan amida antara glukosamin dan asam asetat. Struktur molekulnya adalah C8H15NO6, massa molar 221,21 g/mol dan zat ini merupakan bagian penting dalam sistem biologi.
Gambar 6. Struktur N-asetilglukosamin N-asetilglukosamin (C6H13NO5) merupakan gula amino dan di negara maju telah diproduksi secara komersial mengingat manfaatnya di berbagai industri, seperti bidang kesehatan, farmasi, biokimia, bioteknologi, kosmetika,
16
biomedika, pangan, tekstil, kertas, dan lain-lain. Pemanfaatan tersebut didasarkan atas sifat-sifatnya yang dapat digunakan sebagai pengemulsi, koagulasi, pengkhelat, dan penebal emulsi. Berbeda dengan kitin, Nasetilglukosamin bersifat mudah larut dalam air, sedikit larut dalam metanol yang dipanaskan dan tidak larut dalam dietileter. N-asetilglukosamin sering ditemukan sebagai komponen utama pada rangka luar Crustacea, Arthropoda, dan cendawan (Horton, 2009).
J. Glukosamin Glukosamin (2-amino-2-deoxyglucose, chitosamin) adalah gula amino yang diperoleh dari proses hidrolisis kitin (Shantosh et al. 2007). Glukosamin pertama kali diidentifikasi oleh Dr. Georg Ledderhose pada tahun 1876, tetapi struktur stereokimia tidak sepenuhnya diketahui sampai ditemukan oleh Walter Haworth pada tahun 1939 (Horton et al, 2009). Glukosamin merupakan salah satu senyawa gula amino yang ditemukan secara luas pada tulang rawan dan memiliki peranan yang sangat penting untuk kesehatan dan kelenturan sendi (EFSA 2009).
Glukosamin (C6H13NO5) merupakan gula amino dan prekursor penting dalam sintesis biokimia dari protein glikosilasi dan lipid. Glukosamin ditemukan sebagai komponen utama dari rangka luar Crustacea, Arthropoda, dan cendawan. Glukosamin merupakan salah satu monosakarida yang banyak dijumpai. Dalam industri, glukosamin diproduksi dengan cara hidrolisis rangka luar Crustacea.
17
Gambar 7. Struktur D-glukosamin
Golongan hewan dan jamur tersebut tersusun atas kitin, dimana kitin merupakan prekusor kitosan, dan kitosan sendiri merupakan polimer dari glukosamin (Dglukosamin). Glukosamin dapat berfungsi sebagai pengemulsi, koagulasi, pengkhelat dan penebal emulsi (Anonim, 2007).
K. Fermentasi Fase cair Sistem Tertutup (Batch) Fermentasi merupakan proses dimana komponen-komponen kimiawi dihasilkan sebagai akibat adanya pertumbuhan maupun metabolisme mikroba yang mencakup proses aerob dan anaerob. Fermentasi dapat meningkatkan nilai gizi bahan yang berkualitas rendah sehingga berfungsi dalam pengawetan bahan dan merupakan suatu cara untuk menghilangkan zat antinutrisi atau racun yang terkandung dalam suatu bahan makanan. Fermentasi dapat dilakukan dengan metode kultur permukaan dan kultur terendam (submerged). Medium kultur permukaan dapat berupa medium padat maupun medium cair. Sedangkan kultur terendam dilakukan dalam media cair menggunakan bioreaktor yang dapat berupa labu yang diberi aerasi, labu yang digoyang dengan shaker atau fermentor.
18
Kondisi yang optimum untuk fermentasi tergantung pada jenis mikroorganisme yang digunakan. Pengendalian faktor-faktor fermentasi bertujuan untuk menciptakan kondisi yang optimum bagi pertumbuhan dan produksi metabolit yang diinginkan dari suatu mikroorganisme tertentu. Fermentasi medium cair lebih memungkinkan adanya pengendalian faktorfaktor fisik dan kimia yang mempengaruhi proses fermentasi seperti suhu, pH, dan kebutuhan oksigen (Ton et al.,2010).
Fermentasi medium cair dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu fermentasi tertutup (batch culture) dan fermentasi kontinyu (fed batch). Pada fermentasi tertutup, setelah inokulasi tidak dilakukan lagi penambahan medium kedalam fermentor, kecuali pemberian oksigen (udara steril), antibuih dan asam atau basa yang mengatur pH. Karena itu pada sistem tertutup ini, dengan sekian lamanya waktu fermentasi, laju pertumbuhan spesifik mikroorganisme semakin menurun sampai akhirnya pertumbuhan terhenti. Penurunan dan berhentinya pertumbuhan disebabkan karena dengan semakin bertambahnya waktu fermentasi nutrien-nutrien esensial dalam medium semakin berkurang atau terjadi akumulasi autotoksin yang mempengaruhi laju pertumbuhan atau kombinasi dari keduanya. Dengan demikian pada fermentasi tertutup jumlah sel pada fase stationer merupakan jumlah sel maksimum.
Keuntungan Fermentasi Fase Cair Sistem Tertutup (Batch) Dibandingkan dengan medium padat, medium cair memiliki beberapa kelebihan, yaitu (Weites et al.,2001):
19
a. Jenis dan konsentrasi komponen-komponen dapat diatur sesuai dengan yang diinginkan. b. Dapat memberikan kondisi yang optimum untuk pertumbuhan. c. Pemakaian medium lebih efisien.
L. Spektrofotometri UV-Vis Spektrofotometer terdiri atas spektrometer dan fotometer. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditranmisikan atau yang diabsorpsi. Spektrofotometer tersusun atas sumber spektrum yang kontinyu, monokromator, sel pengabsorpsi untuk larutan sampel atau blangko dan suatu alat untuk mengukur pebedaan absorpsi antara sampel dan blangko ataupun pembanding (Khopkar, 2002).
Spektroskopi UV-Vis melibatkan absorpsi radiasi elektromagnetik dari kisaran 200-800 nm dan kemudian eksitasi elektron ke tingkat energi lebih tinggi. Absorpsi cahaya ultraviolet/tampak oleh molekul organik terbatas hanya untuk beberapa gugus fungsi (kromofor) yang mengandung elektron valensi dari energi eksitasi yang rendah. Spektrum UV-Vis merupakan spektrum yang kompleks dan nampak seperti pita absorpsi berlanjut, hal ini dikarenakan gangguan yang besar dari transisi rotasi dan vibrasi pada transisi elektronik memberikan kombinasi garis yang tumpang tindih (overlapping) (Hunger and Weitkamp, 2001).
20
Gambar 8. Skema kerja spektrofotometri UV-Vis (Anonim, 2014)
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam analisis dengan spektrofotometri ultraviolet (Rohman, 2007), yaitu: 1. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum Panjang gelombang yang digunakn untuk analisis kuantitatif adalah panjang gelombang dimana terjadi absorbansi maksimum. Untuk memperoleh panjang gelombang serapan maksimum dapat diperoleh dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku dengan konsentrasi tertentu.
2. Pembuatan kurva kalibrasi Dilakukan dengan membuat seri larutan baku dalam berbagai konsentrasi kemudian asorbansi tiap konsentrasi di ukur lalu dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi. Kurva kalibrasi yang lurus menandakan bahwa hukum Lambert-Beer terpenuhi.
21
3. Pembacaan absorbansi sampel Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2 sampai 0,8 atau 15% sampai 70% jika dibaca sebagai transmitan. Hal ini disebabkan karena pada kisaran nilai absorbansi tersebut kesalahan fotometrik yang terjadi adalah paling minimal.
Spektrofotometer UV-Vis dapat melakukan penentuan terhadap sampel yang berupa larutan, gas, atau uap. Untuk sampel yang berupa larutan perlu diperhatikan pelarut yang dipakai (Mulja dan Suharman, 1995), antara lain: 1. Pelarut yang dipakai tidak mengandung sistem ikatan rangkap terkonjugasi pada struktur molekulnya dan tidak berwarna. 2. Tidak berinteraksi dengan molekul senyawa yang dianalisis. 3. Kemurniannya harus tinggi untuk analisis.
23
III. METODELOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada tanggal Maret 2016 hingga Juni 2016 di Laboratorium Biokimia, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.
B. Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan gelas, shaker, Heating Magnetic Strirer, pH meter, mikropipet, Laminar air flow, Inkubator Memmer-Germany/INCO2, centrifuge Hitachi/ CF 16 RX II, digital waterbath Wiggen Houser, autoclave, Frezeer, neraca digital Wiggen Houser, termometer, mortar, oven, Shaker Incubator, penangas air dan Spektofotometer UV-Vis.
Adapun bahan-bahan yang digunakan adalah standar Glukosamin WAKO Jepang, standar kitin produk WAKO Jepang, kentang, agar for microbiology, dekstrosa, laktosa, bakto pepton, amonium sulfat ((NH4)2SO4), urea, kalium hidrogen sulfat (KHSO4), besi (II) sulfat heptahidrat (FeSO4.7H2O),
23
Kalsium klorida (CaCl2.2H2O), seng (II) sulfat heptahidrat (ZnSO4.7H2O), asam sitrat, natrium sitrat, ninhidrin, natrium hidrogen fosfat (Na2HPO4.2H2O), natrium dihidrogen fosfat (NaH2PO4.2H2O), isolat Mucor miehei, NaOH, kertas saring, aquades, dan indikator universal.
C. Prosedur Penelitian
1. Persiapan Sampel Cangkang kulit udang dibersihkan, direbus dan dikeringkan, kemudian dihaluskan menggunakan blender kering hingga ukuran 10-40 mesh yang selanjutnya disebut sampel.
2. Isolasi Kitin Proses Isolasi kitin terdiri atas tiga tahap, yaitu: deproteinasi yang merupakan proses pemisahan protein dari sampel, demineralisasi yang merupakan proses pemisahan mineral, dan depigmentasi yang merupakan tahap pemutihan kitin. Depigmentasi ini bertujuan untuk menghilangkan zat warna (pigmen) yang terdapat pada sampel dari kitin. Untuk kerja praktik ini pembuatan kitin secara kimia hanya dilakukan sampai tahap deproteinasi.
a. Deproteinasi Sebanyak 100 gram sampel ditempatkan dalam bejana tahan asam dan basa yang dilengkapi pengaduk dan termometer, kemudian ditambahkan
24
1 L NaOH 20%. Setelah itu sampel diletakkan dalam penangas air dan didiamkan selama 1 jam pada suhu 90o C (Pareira, 2004). Setelah itu dilakukan penyaringan sehingga diperoleh residu dan filtrat. Filtrat diuji dengan CuSO4, protein dengan CuSO4 akan membentuk senyawa kompleks berwarna ungu untuk membuktikan bahwa protein berhasil dipisahkan dari kitin melalui deproteinasi. Residunya dicuci dengan akuades hingga pH netral yang diukur dengan indikator universal. Kemudian residu dikeringkan dalam oven pada suhu 60oC selama 24 jam, sehingga diperoleh kitin kering.
D. Persiapan Isolat Mucor miehei
1. Pembuatan Potato Extract Sebanyak 200 gram kentang dikupas kulitnya lalu dipotong seperti dadu dan direbus dalam 1000 mL akuades selama 1 jam setelah mendidih. Setelah kondisi tercapai, disaring dengan kertas saring sehingga diperoleh ekstrak kentang yang bening. Ekstrak kentang disimpan dalam botol reagen lalu disterilisasi dengan autoclave pada suhu 121˚C dan tekanan 1 atm selama 20 menit. Ekstrak kentang yang telah disterilisasi, didinginkan pada suhu kamar kemudian disimpan dalam lemari pendingin (kulkas) (DZMZ, 2013).
25
2. Media PDA (Potato Dextrose Agar) dan Pertumbuhan Mucor miehei pada Media PDA Sebanyak 100 mL potato extract ditambahkan 4 gram dekstrosa dan 3 gram agar dalam labu Erlenmeyer 250 mL lalu disterilisasikan dengan autoclave pada suhu 121˚C dan tekanan 1 atm selama 20 menit (DSMZ, 2013). Setelah itu media PDA ini di-UV selama 10 menit dalam Laminar Air Flow dan dituang ke dalam cawan petri. Strain jamur Mucor miehei ditumbuhkan kurang lebih selama 5 hari sampai spora jamur ini tumbuh (Alves et al., 2005).
3. Media PDL (Potato Dextrose Liquid) dan Pertumbuhan Mucor miehei pada Media PDL Sebanyak 100 mL potato extract ditambahkan 4 gram dekstrosa dalam labu Erlenmeyer 250 mL lalu disterilisasikan dengan autoclave pada suhu 121˚C dan tekanan 2 atm selama 20 menit. Setelah itu media PDL ini diUV selama 10 menit dalam Laminar Air Flow. Spora kultur 5 hari dipisahkan dan dimasukkan dalam media PDL dan diletakkan dalam shaker incubator dengan kecepatan 175 rpm pada suhu 30˚C selama ± 5 hari (Alves et al., 2005).
4. Larutan Buffer Sitrat pH 4 Sebanyak 0,96 gram asam sitrat dilarutkan dalam 50 mL akuades dalam labu takar 50 mL dan dikocok hingga homogen. Larutan ini merupakan larutan stok A. Kemudian dilarutkan sebanyak 0,65 gram natrium sitrat
26
dalam 25 mL akuades dalam labu volumetrik 25 mL dan dikocok hingga homogen. Larutan ini merupakan larutan stok B. Sebanyak 33 mL larutan stok A (asam sitrat 0,10 M) dan 17 mL larutan stok B (natrium sitrat 0,10 M) dilarutkan dalam 100 mL akuades dalam labu volumetrik 100 mL (Mardiana, 2002).
5. Pembuatan Media Inokulum Mucor miehei Substrat yang digunakan adalah kitin yang telah dicuci terlebih dahulu dengan 0,5% NaOH selama satu jam berdasarkan metode Gray et al. (1978). Selanjutnya kitin disaring, dibilas dengan akuades, dan dikeringkan dalam oven pada suhu 60˚C selama 24 jam. Sebanyak 0,1 gram substrat kitin dimasukan ke dalam 7 labu Erlenmeyer 100 mL, kemudian ditambahkan 0,01 gram laktosa; 0,03 gram bakto pepton; 0,14 gram amonium sulfat; 0,03 gram urea; 0,2 gram kalium dihidrogen sulfat; 0,03 gram besi (II) sulfat heptahidrat; 0,03 gram kalsium klorida; dan 0,029 gram seng (II) sulfat heptahidrat, serta dilarutkan dalam 10 mL buffer sitrat pH 4. Selanjutnya campuran diaduk sampai homogen lalu disterilisasi dalam autoclave pada suhu 121˚C dan tekanan 1 atm selama 20 menit. Kemudian media didinginkan pada suhu ruang dalam Laminar Air Flow. Sebanyak 1 mL kultur awal dari media PDL diinokulasikan ke dalam media ini dan difermentasi pada 30 ˚C dalam shaker-incubator dengan kecepatan 250 rpm selama 7 hari (Chahal et al., 2001).
27
6. Fermentasi Fase Cair Sistem Tertututp (Batch) Kulit Udang Bebas Protein dengan Mucor miehei Fermentasi batch dilakukan dengan menggunakan shaker incubator dengan sistem tertutup. Substrat yang digunakan adalah kulit udang tanpa protein. Sebanyak 1 g substrat kitin dimasukkan dalam Labu Duran 250 mL. Substrat kemudian direndam dengan larutan mineral garam sebagai media dan pH larutan dikondisikan pada 7,0 dengan menggunakan buffer fospat pH 7 kemudian media disterilisasi dengan autoclave pada 1 atm temperatur 1210C selama 20 menit. Kultur awal diinokulasikan dalam media kitin dengan perbandingan 1 : 1 (Tabel 2), lalu difermentasikan pada 30oC dengan shaking 250 rpm selama 2 hari dengan pengambilan glukosamin setiap 1 hari (replikat 8, 16 dan 24 jam) waktu fermentasi (Chahal et al, 1996).
Sejumlah hasil dari fermentasi batch dipanaskan dengan waterbatch pada suhu 70oC selama 45 menit. Kemudian dicampur dengan 5 mL air destilasi dengan membiarkan tabung pada rotary shaker selama 1 jam pada 200 rpm. Campuran disaring menggunakan kain katun dan filtrat disentrifugasi dengan kecepatan 13.000 rpm selama 20 menit pada suhu 40 C. Semua filtrat yang diperoleh dibekukan di dalam frezeer selama 24 jam, kemudian diliofilasi dengan menggunakan freezer dryer sampai terbentuk kristal glukosamin.
E. Karakterisasi Glukosamin
1. Analisis Glukosamin dengan Spektrofotometer UV-Vis
28
Sampel yang digunakan merupakan rendemen hasil fermentasi tiap selang waktu. Analisis dilakukan dengan senyawa ninhidrin dan buffer posfat.
a. Pembuatan larutan standar glukosamin Konsentrasi larutan glukosamin yang dibuat masing-masing adalah 50, 60, 70, 80, 90, 100, 110, 120, 130, 140, dan 150 mg/L. Mula-mula ditimbang 0,1 gram glukosamin standar, lalu dilarutkan dalam labu ukur 100 ml dengan akuades. Larutan standar induk ini kemudian diencerkan secara bertahap menjadi 50, 60, 70, 80, 90, 100, 110, 120, 130, 140, dan 150 mg/L dibuat dengan dipipet secara teliti 0,5; 0,6; 0,7; 0,8; 0,9; 1,0; 1,1; 1,2; 1,3; 1,4; dan 1,5 ml larutan standar 1000 mg/L, masing-masing diencerkan dengan pelarut akuades dalam labu takar 10 ml hingga tanda batas tera, lalu dihomogenkan. Kemudian masingmasing standar ini direaksikan dengan 0,5 ml ninhidrin 0,8% dan 0,5 ml buffer fosfat pH 6, lalu dipanaskan pada water bath suhu 1000C selama 30 menit. Perubahan warna ungu kompleks akan terjadi bila sampel mengandung glukosamin (Yunqi et al, 2005).
b. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Penentuan panjang gelombang maksimum untuk analisis dengan spektrofotometer UV-Vis dilakukan dengan menggunakan larutan standar glukosamin yang telah direaksikan dengan ninhidrin 0,8% dan buffer fosfat pH 6. Scanning panjang gelombang dilakukan dari panjang gelombang 400 nm sampai 600 nm.
29
c. Kalibrasi Sampel Glukosamin Hasil fermentasi glukosamin di ambil 4 ml sebagai sampel yang akan dianalisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Sampel ini dilarutkan dengan akuades dalam labu ukur 10 ml. Kemudian masingmasing sampel ini direaksikan dengan 0,5 ml ninhidrin 0,8% dan 0,5 ml buffer fosfat pH 6, lalu dipanaskan pada water bath suhu 1000C selama 30 menit. Absorbansi glukosamin dalam sampel dikalibrasikan dengan kurva standar glukosamin menggunakan persamaan regresi linear. Hasil yang diperoleh dikalikan dengan faktor pengenceran sehingga diperoleh konsentrasi glukosamin dalam hasil fermentasi.
39
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Fermentasi dalam 2 hari didapatkan rendemen maksimum sebesar 2,431 % dari 1 gram bobot kulit udang bebas protein awal. 2. Fermentasi selama 2 hari, waktu optimum dihasilkan glukosamin terbanyak yaitu pada 8 jam inkubasi. 3. Glukosamin yang didapatkan bewarna coklat dan berair (bersifat higrokopis) bila disimpan dalam keadaan tertutup selama 2 minggu, hal ini disebabkan masih terdapatnya mineral-mineral seperti Ca2+, Mg2+, dan Na+. 4. Scanning panjang gelombang glukosamin standar dan hasil fermentasi dengan spektrofotometer UV-Vis dilakukan pada rentang 450-600 nm didapatkan panjang gelombang maksimum yaitu sebesar 567 nm.
40
B. SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka pada penelitian selanjutnya disarankan untuk : 1. Menelusuri kinerja enzim kitinase dari Mucor miehei dalam mendegradasi kulit udang menjadi glukosamin. 2. Mengidentifikasi karakteristik morfologi dari isolat Mucor miehei dengan SEM (Scanning Electron Microscope). 3. Membandingkan karakterisasi menggunakan spektrofotometri UVVis antara pereaksi ninhidrin dengan pereaksi fenil isotiosianat (PITC). 4. Melakukan tahap demineralisasi tanpa tahap deproteinasi pada kulit udang.
42
DAFTAR PUSTAKA
Alves, Maria Helena, Galba M. De Campos-Takaki, Kaoru Okada, Ines Helena Ferreira Pessoa, and Adauto Ivo Milanez. 2005. Detection of extracellular protease in Mucor species. Rev Iberoam Micol. Vol. 22, pp. 114-117. Angka, S.L. dan M.T. Suhartono. 2000. Bioteknologi Hasil Laut. PKSPLIPB.Bogor. Anonim. 2007. Glukosamin Untuk Osteoartitis. http://www.halalguide.info. Diakses pada 10 Januari 2013. Anonim. 2014. Spektrofotometri UV-Vis. http://www.valdisreinaldo.blogspot.com. Diakses pada tanggal 21 Juni 2014. Araki, Y. and E. Ito. 1975. A pathway of chitosan formation in Mucor rouxii. Eur. J. Biochem. Vol 55, pp. 71–78. Azmi, J. 2006. Penentuan Kondisi Optimum Fermentasi Aspergillus oryzae Untuk Isolasi Enzim Amilase Pada Medium Pati Biji Nangka (Arthocarphus heterophilus Lmk). Jurnal Biogenesis. 2(2): 55-58. Bahariah. 2005. Pengaruh Konsentrasi NaOH dan Suhu pada Proses Deproteinasi Untuk Produksi Kitin dari Limbah Kulit Udang Putih (Penaeus merguensis). Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar. Beaney, P., J Lizardi-Mendoza, and M Healy. 2005. Comparison of Chitins Produced by Chemical and Bioprocessing Methods. J. Chem. Technol. Biotechnol. (80): 145-150. Caufrier, F., A. Martinou, C. Dupont, and V. Bouriotis. 2003. Carbohydrate esterase family 4 enzymes:Substrate specificity. Carbohydrate. Res.Vol 338, pp 687–692
42
Chahal, P. S., D. S. Chahal, and G. B. B. Lee. 2001. Production of Cellulose in Solid State Fermentation with Trichorderma reesi MCG 80 on Wheat Straw. Applied Biochemistry and Biotechnology. Vol. 57-58, pp. 433-441. Clark, K. 2007. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (HPLC). http://www.chem-istry.org. Diakses pada 28 Januari 2013. DSMZ. 2013. DSMZ: List of Media for Microorganisms. https://www.dsmz.de/catalogues/catalogue-microorganisms/culturetechnology/list-of-media-for-microorganisms.html. Diakses pada 1 Desember 2013. EFSA [European Food Safety Authority]. 2009. Scientific Opinion on the substantiation of a health claim related to glucosamine hydrochloride and reduced rate of cartilage degeneration and reduced risk of development of osteoarthritis pursuant. Parma, Italy. European Food Safety Authority, 7(10): 1358. Foucher, J.P., G.K. Westbrook, A. Boetius, S. Ceramicola, S. Dupre, J. Mascle, J. Mienert, O. Pfannkuche, C. Pierre, and D. Praeg. 2009. Structure and Drivers of Cold Seep Ecosystems. Oceanography, 22: 92-109. Gohel, V., P. Vyas, and H. S. Chhatpar. 2004. Activity staining method of chitinase on chitin agar plate through polyacrylamide gel electrophoresis. African Journal of Biotechnology. Vol. 4, pp. 87-90. Gooday, G.W., W.Y. Zhu, and R.W. O'Donnell. 1994. What are the roles of chitinases in the growing fungus. Microbiology Letters, 100(3): 387-391. Gray, P., N. Hendy, and W. Dunn. 1978. Digestion by Cellulolytic Enzymes of Alkali Pretreated Bagasse. J. Aust. Inst. Agric. Sci, pp. 210-212. Gritter, R.J., J.M. Bobbitt, and A.E. Schwarting. 1991. Intoduction to Chromatography. Halden Day Inc Oakland. USA. Harman, G.E., Crown K.H., Mitchel L., Ray M.B., Alexander D.P., Candy P., and Andrew T.. 1993. Chitinolitic Enzyme of Trichoderma hazianum: Purification of Chitobiosidase and Endochitinase Phytopathology, 2(83):313-318. Holker, U., M. Hofer, and J. Lenz. 2004. Biotechnological Advantages of Laboratory-Scale Solid State Fermentation with Fungi. Journal of Applied Microbiology and Biotechnology,64:175–186. Horton, D. and J.D. Wander. 2009. The Carbohydrates. Vol IB. Academic Press. New York.Hsu, C.P.S. 1994. Infrared Spectroscopy. Handbook of
43
Instrumental Techniques for Analytical Chemistry. Hualingan. Shanghai. Hlm. 123-126. Hunger, M. and J. Weitkamp. 2001. In situ IR, NMR, EPR, and UV/Vis Spectroscopy: Tool for New Insight into the Mechanisms of Heterogeneous Catalysis. Angew-Chem Int Ed Engl. Vol. 49, pp. 2954-2971. Kannan M., Nesakumari M., Rajarathinam K., Singh AJAR. 2010. Production and Characterization of Mushroom Chitosan Under Solid-State Fermentation Conditions. Adv Biol Res. Vol. 4(1), pp. 10-13. Khopkar, S. M. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. Penerbit Swadaya. Jakarta. Kumirska, J., M. X. Weinhold, J. Thoming, and P. Stepnowski. 2010. Biomedical activity of chitin/chitosan based materials influence of physicochemical properties apart from molecular weight and degree of acetylation. Polymers. Vol 3, pp. 1875-1901. Lee, J.P. and B.Y. Hwang, 2002. Diversity of Antifungal Actinomycetes in Various Vegetative Soils of Korea. Canadian Journal of Microbiology, 48(5): 407–17. Lehninger, A.L. 2005. Dasar-Dasar Biokimia. Erlangga. Jakarta. Hlm. 84-89. Mardiana. 2002. Studi Pendahuluan Kitosans Secara Fermentasi Menggunakan Mucor miehei pada Media Kitin dari Kulit Udang Windu (Penaeus monodon) (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. Mitchel, D., N. Krieger, and M. Berovic. 2006. Solid-State Fermentation Bioreactors. Springer-Verlag Berlin. Heidelberg. Mulja, M. dan Suharman. 1995. Analisis Instrumental. Airlangga University Press. Surabaya. Hlm.121-123. Murray, A.T. and P.T. Sandford. 2003. Chitin and Chitosan: Sources, Chemistry, Biochemistry, Physical Properties and Applications. Journal of Elsevier Applied Science, 12(6): 561. Noviendri, D., Fauzya, Y.N., Chasanah, E. 2008. Karateristik dan Sifat Kinetika Enzim Kitinase Dari Isolat Bakteri T5a1 Asal Terasi. Jurnal Pascapanen Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Vol 3, no 2. Pariera, B. M. 2004. Limbah Cangkang Udang menjadi Kitosan. http://www.chem-is-try.org. Diakses pada 24 Oktober 2013. Pandey, A., C. Soccoll, and D. Mitchell. 2000. New Developments in Solid-State Fermentation: I – Bioprocesses and Products. Journal of Process Biochemistry, 35: 1153–1169.
44
Patil, R.S., V. Ghormade, and M.V. Deshpande. 2000. Chitinolytic Enzymes: An Exploration. Journal of Enzyme and Microbial Technology, 26: 473-483. Poedjiadi, A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. UI Press. Jakarta. Hlm. 472. Pujaningsih, R. 2005. Teknologi Fermentasi dan Peningkatan Kualitas Pakan (Skripsi). Universitas Diponogoro. Semarang. Robiah Nur. 2015. Mapping Aktivitas Enzim Kitinase Dan Kitin Deasetilase Dari Isolat Actinomycetes ANL-4 Dalam Degradasi Kitin Selama 24 Jam Waktu Inkubasi (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis : Spektrofotometri UV dan Tampak (visibel). Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Sadava, Purves. 2003. Life The Science of Biology Seventh Edition, Taylor and Francis Group LLC. USA. Shantosh, S., and P.T. Mathew. 2007. Preparation of glucosamine and carboxymethylchitin from shrimp shell. Journal of Applied Polymer Science, 107: 280-285. Silverstein, R.M., G.C. Bassler, dan T.C. Morril. 1986. Penyelidikan Spektromerik Senyawa Organik. Edisi keempat. Alih bahasa A.J. Hartono dan Purba A.V. Erlangga. Jakarta. Hlm. 17-33. Singleton, Paul dan Diana Sainsbury. 2006. Dictionary of Microbiology and Molecular Biology Third Edition. John Wiley & Sons, Ltd. England. Suhartono, M.T. 1989. Enzim dan Bioteknologi. Antar Universitas Bioteknologi. IPB. Bogor. Suryanto, D. dan Yurnaliza. 2005. Eksplorasi Bakteri Kitinolitik : Keragaman Genetik Gen Penyandi Kitinase pada Berbagai Jenis Bakteri dan Pemanfaatannya. [http:repository.usu.ac.id] diakses pada 25 februari 2013 Syahmani dan A. Slohahuddin. 2009. Interaksi Cd (II) dengan Kitin dan Kitosan Isolat Limbah Kulit Udang. http://ptp2007.wordpress.compemanfaatankitosan. Diakses pada 25 Januari 2013. Synowiecki, J. and Al-Khateeb, N. A. 2003. Production, Properties, and Some New Applications of Chitin and its Derivatives. Critical Reviews in Food Science and Nutrition, 43, no. 2, 145-171. Tomokazu, K., S. Saito, S. Sato, K. Kanai, F. Fujii, N. Nikaidou, and W. Watanabe. 2004. Distribution and Phylogenetic Analysis of Family 19 Chitinases in Actinobacteria. Journal of American Society for Microbiology, 70(2) : 1135-1144.
45
Ton, N.M.N., M.D. Nguyen, T.T.H. Pham and V.V.M. Le. 2010. Influence of initial pH and sulfur dioxide content in must on wine fermentation by immobilized yeast in bacterial cellulose. International Food Research Journal, 6(3): 743-749. Weites, A.M., D.R. Gondim, and L.R.B. Gonçalves. 2001. Ethanol production by fermentation using immobilized cells of Saccharomyces cerevisiae in cashew apple bagasse. Journal of Biochemistry and Biotechnology, 1(8): 209–217. Widodo, A., Mardiah, dan Prasetyo, A., (2006), Potensi Kitosan Dari Sisa Udang Sebagai Koagulan Logam Berat Limbah Cair Industri Tekstil, Jurusan Teknik Kimia, Institut Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya. Yolanda, Chintia. 2014. Penetapan Waktu Inkubasi Optimum Degradasi Kitin Secara Enzimatik Oleh Mucor Miehei Dengan Metode Ultraviolet-Visible Spectrophotometry (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. Yunqi, W., Munnir, H., and Reza, F,. 2005. Development of a simple analytical methodology for determination of Glucosamine release from modified release matrix tablets. Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis, pp 263-269. Yurnaliza. 2002.Senyawa Kitin dan Kajian Aktivitas Enzim Mikrobial Pendegradasinya. (Skripsi). Universitas Sumatera Utara. Medan. Yuwono, Triwibowo. 2010. Biologi Molekular. Erlangga. Jakarta. Hlm 19. Zhao, Yong., Ro-Dong Taman, and Riccardo A. A. Muzzarelli. 2010. Chitin Deacetylases: Properties and Application. Marine Drugs. Vol 8, pp. 24-46.