DAMPAK PROGRAM PENDIDIKAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL WARGA BELAJAR DI KELURAHAN KAYU MERAH KECAMATAN LIMBOTO KABUPATEN GORONTALO
JURNAL
OLEH MELIEN S. HASAN NIM. 121 410 014
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH 2014
DAMPAK PROGRAM PENDIDIKAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL WARGA BELAJAR DI KELURAHAN KAYU MERAH KECAMATAN LIMBOTO KABUPATEN GORONTALO
Melien S. Hasan Yakob Napu Misran Rahman Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Fakultas Ilmu Pendidikan UNG ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak program pendidikan keaksaraan fungsional terhadap kehidupan sosial ekonomi warga belajar di Kelurahan Kayu Merah Kecamatan Limboto Kabupaten Gorontalo. Penelitan ini merupakan penelitian yang menggunakan metode kualitatif. Teknik pengumpulan data dalam bentuk observasi, dokumentasi, dan teknik wawancara. Sedangkan teknik analisis data menggunakan analisis data kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dampak program pendidikan Keaksaraan Fungsional terhadap kehidupan sosial ekonomi warga belajar di Kelurahan Kayu Merah adalah : 1) perubahan orientasi hidup yang lebih fungsional, 2) meningkatnya kebermaknaan diri dalam kehidupan diri sendiri, keluarga dan lingkungan masyarakat, 3) kesadaran untuk menyekolahkan anak, 4) perubahan ekonomi dan penghidupan yang layak, 5) perubahan pengetahuan tentang hak-hak dasar hidup dan kehidupan dalam berkeluarga, bermasyarakat, dan berbangsa. Melihat ada juga warga belajar yang tidak memiliki dampak dari program KF, maka direkomondasikan: 1) Program KF sebaiknya menyediakan tutor yang berdedikasi tinggi, memiliki keahlian tertentu yang dapat ditularkan kepada warga belajar, dan memiliki kemampuan mengajar yang baik, 2) pembelajaran keterampilan yang diberikan diharapkan terkait langsung dengan mata pencaharian, peluang usaha, lapangan pekerjaan, dan pendapatan, 3) campur tangan Dinas Pendidikan diperlukan dimana Dinas Pendidikan di daerah ini mau bekerjasama dengan instansi lain, seperti Dinas Perdagangan atau menggandeng pengusaha tingkat lokal untuk diajak bekerjasama dalam penyaluran hasil keterampilan warga belajar. Hal ini akan memudahkan warga belajar dari segi modal usaha dan kejelasan penyaluran hasil keterampilan. Kata Kunci : Program KF, Kehidupan Sosial, Warga Belajar.
PENDAHULUAN Lahirnya upaya pemerintah tersebut, telah membawa tantangan tersendiri bagi pengelola/penyelenggara pendidikan Keaksaraan Fungsional untuk dapat mencapai tujuan penyelenggaraan yang maksimal, terutama adalah bagaimana mengupayakan kemampuan, pemahaman dan penyesuaian diri guna mengatasi kondisi hidup dan pekerjaannya. Lebih luas Keaksaraan Fungsional berusaha
untuk membangun masyarakat, melalui perubahan pada level individu dan masyarakat, dengan adanya persamaan (equity), kesempatan dan pemahaman global (Jalal,F.Et.al, 2005:19). Berdasarkan tujuan pembelajaran inilah maka sangat penting bagi warga belajar agar keikut sertaannya dalam program KF memiliki dampak positif bagi kehidupan sosialnya. Artinya, dampak tersebut berpusat pada bagaimana cara warga belajar menggunakan keterampilan keaksarannya dalam kehidupan seharihari. Warga belajar tidak hanya membaca informasi tetapi menerapkannya dan mengambil keuntungan untuk meningkatkan kualitas kehidupan, secara material maupun secara fisik. Kompetensi seseorang yang selama ini tebelenggu karena buta aksara, diharapkan dengan melek aksara kompetensi tersebut akan tumbuh dan berkembang dan nantinya akan menjadi suatu kekuatan untuk melakukan perubahan dalam rangka perbaikan kualitas hidup di tengah-tengah masyarakat. Oleh sebab itu, dalam pelaksanaannya agar program Keaksaraan Fungsional bisa berjalan dengan baik, harus ada tolok ukur atau evaluasi yang bisa mengawal jalannya program pemberantan Buta Aksara. Secara umum, sekurang-kurangnya ada lima indikator dampak yang diharapkan dari program pendidikan KF pada kehidupan sosial warga belajar, antara lain: 1) berkurangnya jumlah penduduk miskin, 2) berkembangnya usaha peningkatan pendapatan yang dilakukan oleh penduduk dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia, 3) meningkatnya kepedulian masyarakat terhadaap upaya peningkatan kesejahteraan keluarga miskin dilingkungannya, 4) meningkatnya kemandirian kelompok yang ditandai dengan makin berkembangnya usaha produktif anggota dan kelompok lain dalam masyarakat, 5) meningkatnya kapasitas masyarakat dan pemerataan pendapatan yang ditandai oleh peningkatan pendapatan keluarga yang mampu memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan sosial dasarnya (Kusmiadi.A, 2007:114). Sementara itu secara individual, bahwa tolak ukur keberhasilan program Keaksaraan Fungsional pada kehidupan seseorang adalah : 1) mampu memahami informasi melalui tulisan, 2) memiliki keterampilan yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari, 3) memiliki mata pencaharian untuk menambah penghasilan, 4) perubahan sikap hidup kreatif dan produktif, 5) senang dan giat belajar, 6) kesadaran untuk menyekolahkan anak, 7) kesadaran terhadap hukum dan pelestarian lingkungan (Sihombing,2000:169). Atas dasar persepsi inilah, penulis berkeinginan untuk melakukan penelitian lapangan. Penelitian ini dilaksanakan di kelurahan Kayu Merah Kecamatan Limboto. Dari pengamatan awal yang peneliti lakukan pada bulan September 2012, terhadap beberapa warga belajar yang telah melek aksara dan memiliki SUKMA, menunjukan hasil yang positif bagi perubahan kualitas hidup, baik pola pikir maupun pola sikap. Hal itu nampak pada perubahan kehidupan sosial dan ekonomi warga belajar selang beberapa bulan setelah mendapatkan SUKMA. Perubahan tersebut dapat dilihat dari beberapa indikator diantaranya: 1) perubahan orientasi hidup yang lebih fungsional, 2) meningkatnya kebermaknaan diri dalam kehidupan diri sendiri, keluarga dan lingkungan masyarakat, 3) kesadaran untuk menyekolahkan anak, 4) perubahan ekonomi dan
penghidupan yang layak, 5) perubahan pengetahuan tentang hak-hak dasar hidup dan kehidupan dalam berkeluarga, bermasyarakat, dan berbangsa. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti ingin mengetahui secara mendalam bagaimana dampak proram pendidikan Keaksaraan Fungsionl terhadap kehidupan sosial warga belajar di kelurahan Kayu Merah. Penelitian ini penting dilakukan dengan alasan: 1) mengoptimalkan peran Keaksaraan Fungsional, penting bagi kualitas hidup warga belajar, 2) dampak positif dari program Keaksaraan Fungsional akan menarik minat warga penyandang buta aksara lainnya, 3) melek aksara bukan tujuan akhir, maka dipandang perlu intensifikasi program pemberantasan buta aksara. Untuk memudahkan penelitian, peneliti memformulasikan judul: “Dampak Pendidikan Keaksaraan Fungsional Terhadap Kehidupan Sosial Warga Belajar di Kelurahan Kayu Merah Kecamatan Limboto Kabupaten Gorontalo”.
TINJAUAN PUSTAKA Keaksaraan fungsional terdiri dari dua unsur kata, yaitu keaksaraan dan fungsional. Keaksaraan secara sederhana diartikan sebagai kemampuan untuk membaca, menulis, dan menghitung. Fungsional berkaitan erat dengan fungsi dan tujuan dilakukannya pembelajaran di dalam pendidikan keaksaraan, serta adanya jaminan keterampilan benar-benar bermakna dan bermanfaat untuk meningkatkan mutu kehidupan. Fungsional juga bermakna warga belajar dapat memanfaatkan hasil belajarnya untuk memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan keaksaraan yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari (Jalal, F. Et.al, 2005:17) Keaksaraan fungsional (functional literacy) secara sederhana diartikan sebagai kemampuan untuk membaca dan menulis. Namun menurut Marzuki M. (2010;14) bahwa “Keaksaraan didefinisikan secara luas sebagai pengetahuan dasar dan keterampilan yang diperlukan oleh semua di dalam dunia yang berubah cepat dan merupakan hak asasi manusia”. Di dalam setiap masyarakat, keaksaraan merupakan keterampilan yang diperlukan pada dirinya dan salah satu fondasi bagi keterampilan-keterampilan hidup yang lain. Di samping itu, “Keaksaraan merupakan katalisator untuk berperan serta dalam kegiatan-kegiatan sosial, kebudayaan, politik, ekonomi dan pemberdayaan masyarakat, serta merupakan sarana untuk belajar sepanjang hayat” (Kusnadi,2005:77). Keaksaraan adalah katalisator untuk berperan serta dalam kegiatan sosial, kebudayaan, politik dan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat, serta merupakan arena untuk belajar sepanjang hayat. Keaksaraan Fungsional menekankan pada suatu kemampuan untuk dapat mengatasi suatu kondisi baru yang tercipta oleh lingkungan masyarakat, agar warga belajar dapat memiliki kemampuan fungsional yaitu berfungsi bagi diri sendiri dan masyarakatnya. Tujuan keaksaraan fungsional adalah bagaimana mengupayakan kemampuan, pemahaman dan penyesuaian diri guna mengatasi kondisi hidup dan pekerjaannya. Lebih luas Keaksaraan Fungsional berusaha untuk membangun masysarakat, melalui perubahan pada level individu dan masyarakat, dengan adanya persamaan (equity), kesempatan dan pemahaman global (Jalal,F.Et.al,2005:19).
Menurut Depdiknas (2006) dalam Sulton (2008:44), untuk menyelenggarakan program Keaksaraan Fungsional dibutuhkan delapan prinsip utama pemahaman penyelenggaraan program ini, yaitu: 1. Konteks lokal, program dikembangkan berdasarkan konteks lokal yang mengacu pada konteks sosial lokal dan kebutuhan khusus pada setiap warga belajar danmasyarakat sekitar. 2. Desain lokal, merupakan rancangan kegiatan belajar yang dirancang oleh tutor dan warga belajar berdasarkan minat, kebutuhan, masalah, kenyataan, dan potensi atau sumber-sumber setempat. 3. Proses partisipatif adalah perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi penyelenggaraan program Keaksaraan Fungsional harus dilakukan berdasarkan strategi partisipatif. 4. Fungsionalisasi hasil belajar, hasil belajar diharapkan warga belajar dapat memfungsikan keaksaraannya untuk menganalisasi dan memecahkan masalah keaksaraan yang dihadapi warga belajar. 5. Kesadaran, proses pembelajaran keaksaraan hendaknya dapat meningkatkan kesadaran dan kepedulian warga belajar terhadap keadaan dan permasalahan lingkungan untuk melakukan aktivitas kehidupannya. 6. Fleksibilitas, program Keaksaraan Fungsional harus fleksibel, agar memungkinkan untuk dimodifikasi sehingga responsif terhadap minat dan kebutuhan belajar serta kondisi lingkungan warga belajar yang berubah dari waktu ke waktu. 7. Keanekaragaman, hendaknya bervariasi dilihat dari segi materi, metode, maupun strategi pembelajaran sehingga mampu memenuhi minat dan kebutuhan belajar warga belajar di setiap daerah yang berbeda-beda. 8. Kesesuaian hubungan belajar, dimulai dari hal-hal yang telah diketahui dan dapat dilakukan oleh warga belajar, sehingga pengalaman, kemampuan, minat dan kebutuhan belajar menjadi dasar dalam menjalin hubungan yang harmonis dan dinamis antara turor dan warga belajar. Keberhasilan program Keaksaraan Fungsional menjadi cara terwujudnya pemberdayaan khususnya bagi penduduk buta aksara. Hasil belajar program KF dilakukan melalui mekanisme yang disesuaikan dengan SKK (Standar Kompetensi Keaksaraan). Warga belajar yang diperbolehkan mengikuti penilaian hasil belajar adalah mereka yang aktif mengikuti proses pembelajaran secara sistematis dan kontinu. Warga belajar juga berhak mendapatkan Surat Keterangan Melek Aksara (SUKMA), sebagai bukti bahwa mereka telah melek aksara. Dampak secara sederhana bisa diartikan sebagai pengaruh atau akibat. Dalam setiap pelaksanaan suatu program atau suatu keputusan biasanya mempunyai dampak tersendiri, baik itu dampak positif maupun dampak negatif. Dampak juga bisa merupakan proses lanjutan dari sebuah pelaksanaan keputusan. Seorang pemimpin yang handal sudah selayaknya bisa memprediksi jenis dampak yang akan terjadi atas sebuah keputusan yang akan diambil. Menurut Ali. M, (2003: 233), pengertian dampak adalah “Benturan, pengaruh yang mendatangkan akibat baik positif maupun negative”. Pengaruh disini merupakan daya yang ada dan timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut
membentuk watak, kepercayaan, atau perbuatan seseorang. Dalam hal ini pengaruh merupakan suatu keadaan dimana ada hubungan timbal balik atau hubungan sebab akibat antara apa yang mempengaruhi dengan apa yang dipengaruhi. Pengertian dampak dalam penelitian ini adalah pengaruh atau akibat yang ditimbulkan dari pelaksanaan program Keaksaraan Fungsional terhadap kehidupan warga belajar. Sosial berarti masyarakat. Kehidupan sosial berarti kehidupan masyarakat. Mengingat kehidupan masyarakat adalah sistem, maka kehidupan sosial dikenal juga dengan istilah sistem sosial. Berbicara tentang sistem sosial, maka kita berbicara tentang unsur-unsur yang membentuk kehidupan sosial. Paling tidak dalam sebuah sistem sosial harus ada individu-individu yang berkumpul bersama dalam satu wilayah tertentu dan ada norma/aturan yang mengatur hubungan di antara individu-individu itu (Ahmadi, Abu. 2003:9). Kehidupan sosial suatu masyarakat merupakan suatu hasil perpaduan antara kegiatan sekelompok manusia dengan lingkungannya. Hasil dari perpaduan itu ialah suatu wujud atau kenampakan di muka bumi yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografi, sosial, politik, ekonomi, dan kultural yang saling berinteraksi antar unsur tersebut (Basrowi, 2005:19) Lebih Lanjut Basrowi, (2005:20-21) mengemukakan bahwa hubungan antara manusia yang satu dengan yang lain sangat diperlukan, dikarenakan manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri atau masih membutuhkan bantuan dari pihak lain. Lingkungan yang pertama kali akan di temuai oleh individu adalah lingkungan keluarga, karena lingkungan keluarga merupan suatu aspek bagi individu untuk dapat mengembangkan kemampuan atau kapasitasnya. Jika tidak adanya individu, maka keluarga dan masyarakat pun tidak akan tercipta. Begitu pula dengan individu, tidak akan bisa berjalan sendiri jika tidak adanya keluarga dan masyarakat, karena dengan adanya keluarga dan masyarakat, masing-masing individu dapat mengekspresikan segala hal yang berhubungan dengan sosial. Aspek individu, keluarga, masyarakat dan kebudayaan adalah aspek-aspek sosial yang tidak bisa dipisahkan. Kedudukan dan fungsi suatu keluarga dalam kehidupan manusia sangatlah penting dan fundamental, keluarga pada hakekatnya merupakan wadah pembentukan masing-masing anggotanya, terutama anak-anak yang masih berada dalam bimbingan tanggung jawab orang tuanya. Namun dalam perjalanannya kehidupan sosial dalam keluarga sering terbentur masalah kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan. Penekanan terhadap obyek-obyek tersebut dikarenakan masalah kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan, adalah persoalan abadi, yang ada di setiap tempat dan kurun waktu (Suharto, Edi.2008: Online). Dalam konteks kesadaran, kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan biasanya merujuk pada kesadaran fatalistik dan menyerah pada “takdir”. Suatu kondisi diyakini sebagai pemberian Tuhan yang harus diterima, dan perubahan atas nasib yang dialaminya hanya mungkin dilakukan oleh Tuhan. Kesadaran fatalistik bersifat pasif dan pasrah serta mengabaikan kerja keras. Meskipun persoalan kemiskinan bisa saja disebabkan oleh banyak factor, seperti struktur dan fungsi struktur yang tidak berjalan, akan tetapi itu semua
mengisyaratkan pada faktor manusianya. Struktur jelas buatan manusia dan dijalankan oleh manusia pula. Jadi, persoalan kemiskinan yang bertumpu pada struktur dan fungsi sistem jelas mengindikasikan problem kesadaran manusianya. Dengan demikian, agenda terbesar pendidikan nasional adalah bagaimana merombak kesadaran masyarakat Indonesia agar menjadi kritis.
TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak program pendidikan keaksaraan fungsional terhadap kehidupan sosial ekonomi warga belajar di Kelurahan Kayu Merah Kecamatan Limboto Kabupaten Gorontalo. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Kayu Merah dengan fokus penelitian warga belajar yang pernah mengikuti pendidikan KF yang ada di PKBM Al Magfirah Kelurahan Kayu Merah. Penelitian ini didesain secara kualitatif yang bersifat interpretatif, yaitu akan mendeskripsikan fenomena yang berkaitan dengan dampak program pendidikan keaksaraan fungsional terhadap kehidupan sosial ekonomi warga belajar di Kelurahan Kayu Merah Kecamatan Limboto Kabupaten Gorontalo. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa program pendidikan Keaksaraan Fungsional telah berdampak postitif bagi kehidupan sosial warga belajar yang ada di kelurahan Kayu Merah. Sebagian besar peserta didik merasa terbantu dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapi saat ini. Hal tersebut dikarenakan bahwa program KF berorientasi pada penyelesaian masalah yang dihadapi masa kini dan mempersiapkan kemampuan untuk masa yang akan datang. Secara keseluruhan dampak program KF yang diselenggarakan di Kelurahan Kayu Merah yang terungkap dalam penelitian ini adalah mampu meningkatkan kualitas kehidupan warga belajar seperti: 1. Perubahan orientasi hidup yang lebih fungsional. 2. Meningkatnya kebermaknaan diri dalam kehidupan diri sendiri, keluarga dan lingkungan masyarakat. 3. Kesadaran untuk menyekolahkan anak 4. Peningkatan ekonomi, dan 5. Perubahan pengetahuan tentang hak-hak dasar hidup dan kehidupan dalam berkeluarga, bermasyarakat, dan berbangsa. Dari beberapa warga belajar yang yang memperoleh manfaat dari program KF, juga diperoleh data tentang tidak berhasilnya warga belajar dalam memperbaiki kualitas kehidupannya setelah mengikuti program Keaksaraan Fungsional karena beberapa alsan diantaranya: tidak adanya modal untuk memulai usaha, tidak mengerti produknya harus dijual kepada siapa, dan sibuknya
pekerjaan domestik yang menyebabkan mereka tidak memiliki banyak waktu untuk memulai usaha. Untuk itu perlu mendapat perhatian dan pengkajian secara komprehenship tentang hambatan atau kendala warga belajar dalam memanfaatkan keterampilan yang dimiliki, baik menyangkut modal usaha, pemasaran hasil usaha, pemberian motivasi wirausaha dan lain sebagainya. Yaitu dengan mengupayakan terobosan baru untuk melakukan kemitraan dengan pemerintah, dunia usaha, dunia industri atau departemen terkait yang dapat membantu memberikan modal usaha ataupun dalam pemasaran hasil usaha. Sehingga kendala-kendala yang dihadapi warga belajar dapat diminimalisir. Namun demikian faktor apapun yang mempengaruhi keberhasilan warga belajar dalam meningkatkan kebermaknaan kehidupannya, semuanya akan kembali kepada totalitas dari warga belajar itu sendiri sebagai manusia dengan berbagai macam dimensinya. Karena setiap warga belajar memiliki karakteristik dan pengalaman hidup yang berbeda-beda. Selain faktor-faktor seperti yang dikemukakan diatas, menurut peneliti bahwa faktor yang paling menentukan yang ada pada diri warga belajar dalam meningkatkan kebermaknaan kehidupannya adalah faktor motivasi dan konsep diri. Motivasi warga belajar adalah kemauan dari dalam diri warga belajar untuk mau berubah dalam menatap masa depan yang lebih baik. Sedangkan konsep diri merupakan keyakinan, pandangan atau penilaian seseorang terhadap dirinya bahwa dirinya mampu untuk berubah. DAFTAR RUJUKAN Abdul Rachman Shaleh, 2006. Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa, Jakarta: Raja Grafindo Persada. Ahmadi , Abu. 2003. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta : Rineka Cipta Ali, Muhammad, 2003, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Moderen, Jakarta: Pustaka Amani. Aminullah. 2007. Akan Berhasilkah Pemberantasan Buta Huruf di Indonesia? BPPLSP Regional V: Bandung. Basrowi, 2005, Pengantar Sosiologi. Bogor: Ghalia Indonesia Coombs,P dan Manzoor A. (1984). Memerangi Kemiskinsn di Pedesaan Melalui Pendidikan Non Formal, Jakarta: Rajawali. Depdiknas, 2006. Standar Kompetensi Keberaksaraan, (Jakarta: Direktorat Pendidikan Masyarakat). Depdiknas, 2012, Jumlah dan Persentase Buta huruf, Depdiknas-RI, Online. Dapat diunduh dari: www. depdiknas.go.id. Diakses 22 Desember 2012
Depdiknas,2010. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakar-ta: Balai Pustaka, Edisi ke-3. Djalal, Fasli & Nina Sardjunani. 2006. Peningkatan Keaksaraan yang Lebih Baik Untuk Indonesia.Http://harian-global.com/news.php?item. 253 25.10 Diakses 12 September 2012 Inpres RI No.5 Tahun 2006, Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara. (GNP-PWB/PBA). Jalal, F. Et.al,2005. Pendidikan Keaksaraan: Filosofi, Strategi dan Implementasi. Jakarta: Dirjen PLS Kurniawan, Khaerudin.2005. Percepatan Pemberantasan Buta Aksara Http: //www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0905/10/0801.htm. Diakses 22 Desember 2012. Kusnaidi, dkk, (2003). Keaksaraan Fungsional di Indonesia. Jakarta: Mustika Aksara Kusnadi, dkk, 2005, Pendidikan Keaksaraan Filosofi, Strategi, Implementasi, Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah Direktorat Pendidikan Masyarakat, Jakarta Kusmiadi.A,2007. Model Pengelolaan Pembelajaran Pasca Keaksaraan melalui Penguatan Pendidikan Kecakapan Hidup bagi Upaya Keberdayaan Perempuan Pedesaan: Studi Pemberdayaan Perempuan Pedesaan di Kampung Cibago, Kecamatan Cisalak, Kabupaten Subang.[Hasil Penelitian]. P2PNFI Regional II. Semarang. Marzuki M. 2010. Keaksaraan Fungsional: Latar Belakang dan Pengertian. Universitas Negeri Malang Moleong, Lexy, 2001. Metodologi Rosdakarya
Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
-----------------,2003, Metode Penelitian Kualitatif, dari http://silabus.upi.edu. index. php?link=detail&code-OR603 Diakses tanggal 29 September 2012 -----------------,1991. Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Nasution, Zalkarimein, Teknologi Komunikasi Dalam Perspektif. Jakarta: Fakultas Ekonomi UI. 1996 Pustaka
Saidah. 2001. Pendidikan Non Formal dengan Program Keaksaraan Fungsional (PKF). Studi Pendidikan Luar Sekolah. Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan. Universitas Negeri Jakarta: Jakarta Sihombing U, Gutama. 1999. Profil PKBM di Indonesia pada Masyarakat Perintisan. PD. Mahkota: Jakarta Sudjana, HD (2004). Pendidikan non formal. Bandung : Falah Production Sulton L.2008. Keberhasilan Program Keaksaraan Fungsional : Studi Kasus PKBM Damai Mekar, Bogor. (Skripsi di Internet). (diunduh tanggal 2 Agustus 2012). Suharto, Edi. 2008. Pekerjaan Sosial dan Paradigma Baru Kemiskinan. http://www. policy. hu/suharto/modul_a/makindo_24.htm. Diakses 7 April 2013 Tuloli, Jassin, 2002, Metode penelitian Kualitatif dan Aplikasinya pendekatan terhadap ilmu-ilmu sosial) Gorontalo.
(suatu
82 UNESCO.2007. Laporan Global PUS 2007: Keaksaraan Bagi Kehidupan. (internet). (diunduh tanggal 2 September 2012). Dapat diunduh dari : Http//unesdc. unesco.org/ images/0014/0014427IND.pdf. Diunduh 12 Pebruari 2013. Universitas
Negeri Gorontalo,2010. Gorontalo:UNG
Pedoman
Penulisan
Karya
Ilmiah.