Dampak Penyimpangan Curah Hujan Terhadap Pendapatan Petani Tembakau Di Kabupaten Temanggung Nur Aliyah1, Sobirin2, Tuty Handayani2 1
Mahasiswi Departemen Geografi, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424 2 Dosen Departemen Geografi, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424 Email:
[email protected]
Abstrak Tembakau temanggung merupakan tembakau musim kemarau (Voor Oogst) yang tidak membutuhkan curah hujan ketika panen. Penyimpangan curah hujan ketika musim kemarau dapat menggagalkan panen, yang berpengaruh terhadap pendapatan petani. Penggunaan metode deskriptif dan analisis pola keruangan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan daerah yang mengalami penyimpangan curah hujan dengan pendapatan petani tembakau. Penyimpangan curah hujan tahun 2010 diolah dari data curah hujan dasarian yang di bandingkan dengan curah hujan rata-rata dasarian tahun 1981 - 2008, yang dijadikan dasar untuk menentukan lokasi survei. Survei lapang dilakukan di 16 titik di lima kecamatan yaitu Tretep, Ngadirejo, Bulu, Tlogomulyo dan Tembarak dengan teknik purposive sampling. Hasil analisis menunjukkan penyimpangan curah hujan paling tinggi sebesar 207% terjadi di lahan berketinggian > 1.000 mdpl. Penyimpangan curah hujan menyebabkan produksi tembakau berkurang sebanyak 20,7% dengan penurunan kualitas sebesar 52,17%. Pendapatan petani rata-rata berkurang sebanyak 51,89%. Berkurangnya pendapatan petani terlihat dengan berkurangnya barang investasi yang dibeli seperti kendaraan bermotor, ternak dan emas.
Deviation Impact of Rainfall on Tobacco Farmers' Income in Temanggung Abstract Temanggung tobbaco is tobbaco dry season (Voor Oogst) which doesn’t require rainfall when the crop. Deviation of rainfall during the dry season can thwart harvesting, affecting the income of farmers. The use of descriptive and spatial pattern analysis in this study aims to determine the relationship areas experiencing rainfall irregularities with tobacco farmers' income. In 2010 the rainfall deviation calculated from rainfall data dasarian that in comparison with an average rainfall dasarian 1981 - 2008, which is used as the basis for determining the location of the survey. Field survey conducted in 16 points in five Kecamatan namely Tretep, Ngadirejo, Fur, Tlogomulyo and Tembarak by purposive sampling technique. The analysis showed the highest rainfall deviation of 207% occurred in Tretep. Deviation of rainfall led to the production of tobacco decreased by 20.7% with a decrease of 52.17% quality. The average farmer's income decreased by 51.89%. Reduced farmers' income looks to reduced investments purchased goods such as motor vehicles, livestock and gold. Keywords : Deviation rainfall,decrease harvest tobbaco, tobbaco farmer’s income,Temanggung, Voor Oogst
Pendahuluan Kabupaten temanggung merupakan sentra tembakau lauk di Pulau Jawa dimana sebagaian penduduknya menggantungkan hidupnya pada tanaman tembakau. Tembakau temanggung merupakan tembakau musim kemarau (voor Oogst). Petani hanya mengandalkan curah hujan untuk mengairi lahan tembakaunya. Tembakau tersebut membutuhkan air
Dampak Penyimpangan ..., Nur Aliyah, FMIPA UI, 2013
secukupnya sekitar 100mm perbulan selama 3 bulan pertumbuhannya. Namun pada saat panen tidak dikendaki hujan sama sekali agar dihasilkan mutu tembakau yang baik. (Purlani dan Rachman, 2000). Tanaman tembakau sangat sensitif terhadap curah hujan, baik respon terhadap kualitas dan kuantitas tembakau. Penurunan kuantitas dan kualitas tembakau tentunya membuat hasil panen menurun. Penurunan hasil panen akibat penyimpangan curah hujan menyebabkan pendapatan petani tembakau menjadi tidak stabil dan secara tidak langsung juga bergantung dengan curah hujan. Untuk mengetahui hubungannya maka dilakukan penelitian ini untuk membuktikan adanya dampak penyimpang curah hujan terhadap pendapatan petani tembakau di Kabupaten Temanggung. Adapun pertanyaan penelitian dalam penelitian ini sebagai berikut: a) Bagaimana penyimpangan curah hujan dasarian pada musim kemarau tahun 2010 di Kabupaten Temanggung? b) Bagaimana hubungan penyimpangan curah hujan tersebut terhadap hasil panen tembakau? c) Bagaimana hubungan hasil panen tembakau dengan pendapatan petani tembakau? Tujuan Penelitian a) Menentukan persebaran penyimpangan curah hujan pada tahun 2010. b) Mengetahui hubungan daerah yang mengalami penyimpangan curah hujan dengan hasil panen tembakau c) Mengetahui hubungan hasil panen tembakau dengan pendapatan petani. d) Mengetahui hubungan pendapatan dengan perubahan daya beli petani. Batasan Penelitian 1. Daerah kajian adalah 5 kecamatan di kabupaten Temanggung yaitu Tembarak, Bulu, Tlogomulyo, Ngadirejo dan Tretep dengan unit analisis ketinggian wilayah < 1000 mdpl dan > 1000 mdpl. 2. Penyimpangan curah hujan adalah kejadian hujan diatas normal rata-rata curah hujan ketika musim kemarau sebesar 115% atau intensitas hujan ≥ 50mm/dasarian (BMKG). 3. Masa panen tembakau adalah bulan Juli hingga bulan Oktober. 4. Dalam menentukan kejadian penyimpangan curah hujan digunakan rata-rata dasarian bulan Juli hingga bulan Oktober dari tahun 1981 hingga tahun 2008. 5. Dasarian 1 adalah dasarian pertama di bulan Juli dan seterusnya hingga Dasarian 12 yang merupakan dasarian terakhir di Bulan Oktober.
Dampak Penyimpangan ..., Nur Aliyah, FMIPA UI, 2013
6. Masa tanam tembakau adalah bulan Maret hingga bulan Mei. 7. Pasca panen adalah waktu sesudah panen hingga waktu tanam berikutnya, kurang lebih 4 hingga 6 bulan tergantung jenis tembakau dan wilayah penanamannya. 8. Petani tembakau adalah petani yang menanam tembakau selama 5 tahun terakhir dan kebutuhan hidupnya minimal 80% berasal dari hasil tanam tembakau. 9. Petani disini berbeda dengan buruh tani. Petani adalah seseorang yang memperoleh penghasilan dengan mengolah tanah baik milik sendiri atau orang lain dan mempunyai hak untuk menjual hasil tani dari tanah yang diolahnya. Sedangkan buruh tani memperoleh penghasilan dari hasil menjual tenaganya untuk mengolah tanah dan tidak memiliki hak untuk menjual hasil taninya. 10. Kepemilikan lahan yang dimaksud adalah petani tembakau menggarap lahan sendiri atau milik orang lain (sewa). 11. Pendapatan adalah yang didapat petani yang berasal dari penanaman tembakau pada lahan pertaniannya dalam sekali tanam untuk satu tahun. 12. Daya beli dalam penelitian ini adalah kemampuan petani tembakau membayar suatu barang untuk memnuhi kebutuhan hidup sehari-hari pasca panen baik untuk konsumsi maupun investasi seperti pembelian sepeda motor, perhiasan emas atau hewan ternak. Tinjauan Teoritis a) Penyimpangan Curah Hujan Curah hujan adalah air hujan yang diukur dari ketinggian air dari tempat yang datar dengan ukuran millimeter (mm). Curah hujan satu millimeter sama dengan air hujan sebanyak satu liter yang ditampung ditempat datar seluas satu meter persegi. Curah hujan di wilayah Indonesia didominasi oleh adanya pengaruh beberapa fenomena, antara lain sistem Monsun Asia-Australia, El-Nino, sirkulasi Timur-Barat (Walker Circulation) dan sirkulasi Utara-Selatan (Hadley Circulation) serta beberapa sirkulasi karena pengaruh local (McBride, 2002 dalam Hermawan, E.2007). Curah hujan dapat dikelompokkan dalam 3 bagian (BMKG, 2011), yaitu 1. curah hujan di atas normal (AN), apabila curah hujan lebih dari 115 persen dari ratarata curah hujan, 2. curah hujan normal (N), apabila nilai curah hujan antara 85 – 115 persen dari ratarata, dan 3. curah hujan di bawah normal (BN), apabila curah hujan kurang dari 85 persen dari rata-rata curah hujan.
Dampak Penyimpangan ..., Nur Aliyah, FMIPA UI, 2013
Penyimpangan curah hujan tentunya memiliki berbagai macam faktor penyebab diantaranya adalah dari perubahan iklim yang utamanya disebabkan oleh el nino dan la nina. Menurut penelitian Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi seperti yang diungkapkan oleh Effendy (2001) dampak dari fenomena La nina menyebabkan meningkatnya jumlah curah hujan tahunan sekitar 50 mm dari curah hujan rata-rata normal, dimana saat bulan Desember, Januari dan Februari curah hujan meningkat sangat nyata. Irianto, dkk (2000) mengatakan bahwa pada saat fenomena La-Nina terjadi di Pulau Jawa curah hujan meningkat sampai 140%, sedangkan di Pulau Sumatra dan Kalimantan peningkatannya mencapai 120%. Boer (2003) juga mengatakan bahwa La-Nina berpengaruh nyata terhadap peningkatan jumlah curah hujan pada musim kemarau dari pada jumlah hujan pada saat musim hujan. b) Karakteristik Tembakau Temanggung Tembakau temanggung merupakan tembakau voor oogst, tanaman yang ditanam di akhir musim penghujan dan di panen pada musim kemarau. Tembakau akan tumbuh dengan baik jika kondisi lingkungan dan fenologi tumbuhan baik. Produksi tembakau temanggung bervariasi 582 - 820 kg/ha, namun pada wilayah tertentu terjadi peningkatan produksi namun tidak diikuti dengan peningkatan mutu (Djumali, 2008). Kondisi lingkungan yang paling mempengaruhi produksi dan mutu adalah tanah, iklim dan pemeraman pasca panen. c) Penerimaan dan Pendapatan Penerimaan dibidang pertanian adalah produksi yang dinyatakan dalam betuk uang tunai sebelum dikurangi dengan biaya pegeluaran selama kegiatan usaha tani tersebut (Daniel, 2002). Menurut Mosher (1991), pendapatan merupakan produksi yang dinyatakan dalam bentuk uang setelah dikurang biaya yang dikeluarkan selama kegiatan usaha tani. Menurut Soekarwati (1995), pendapatan dibedakan atas dua pengertian yaitu: a. Pendapatan kotor usahatani merupakan nilai produksi usahatani dikalikan harga dalam jangka waktu tertentu baik yang jual maupun yang dikonsumsi sendiri, digunakan untuk pembayaran dan simpanan. b. Pendapatan bersih usahatani merupakan selisih antara pendapatan kotor dengan usahatani dengan pengeluaran total usahatani. Dalam penelitian ini pendapatan yang akan dibahas adalah pendapatan bersih petani tembakau dalam satu kali masa masa tanam tembakau dalam satu tahun.
Dampak Penyimpangan ..., Nur Aliyah, FMIPA UI, 2013
- Pendapatan perorangan yg siap dibelanjakan.
- konsumsi (sandang, pangan, papan,pendidikan, transportasi,dll)
Mata rantai Pendapatan Investasi Konsumsi
Deposito bank
- Tabungan - tabungan
Pendapatan aktivitas Penimbunan kas
Gambar 1. Arus pendapatan yang siap di belanjakan
Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu mengenai “Dampak Penyimpangan Curah Hujan terhadap Kondisi Ekonomi Petani Tembakau”. Tabel 1. Penelitian Terdahulu Nama / Tahun Bambang Wahyu Sudarmaji / 1988 (Skripsi Geografi UI)
Judul Pengaruh Iklim terhadap Produktivitas dan Mutu Tanaman Tembakau di Lereng Gunung Sundoro-Sumbing, Jateng
Variabel - Curah hujan
Ihsanudin / 2010
Risiko Usahatani Tembakau di Kabupaten Magelang
- Pendapatan - Biaya Produksi - Harga jual tembakau
Widiyanto / 2009 (Tesis IPB)
Strategi Nafkah Rumahtangga Petani Tembakau di Lereng Gunung Sumbing
- Modal alami - Modal fisik - Modal SDM - Modal sosial - Modal Finansial
Elda Nurnasari dan Djumali (2009)
Pengaruh ketinggian tempat terhadap produksi dan mutu tembakau (desa trilir, desa wonotirto, desa sunggingsari (880mdpl))
-elevasi -temperatur -curah hujan -jumlah hari hujan -kelempaban
Kesimpulan Tembakau tumbuh baik jika menerima hujan aprilseptember sebesar 600800mm. Dimana masa penanaman 150-300mm perbulan dan masa pemetikan 50-100mm perbulan Risiko biaya, produksi, harga dan pendapatan usahatani tembakau jenis Temanggung lebih tinggi dibandingkan jenis muntilan karena tingginya curah hujan, keadaan lahan dan harga jual rendah Munculnya bentuk-bentuk perilaku manipulatif, misalnya: “impor” tembakau, manipulasi kualitas tembakau ketika hasil panen kurang maksimal. Produksi rajangan kering tertinggi (28,3 g/tanaman) diperoleh dari tembakau yang ditanam di Desa Wonotirto(1245mdpl) sedangkan kadar nikotin tertinggi (6,24%) diperoleh Desa Tlilir (1395).
Dampak Penyimpangan ..., Nur Aliyah, FMIPA UI, 2013
Metode Penelitian Penelitian dilakukan di Kabupaten Temanggung untuk meneliti bagaimana pengaruh penyimpangan curah hujan terhadap pendapatan petani tembakau. Pertama yang dilakukan adalah dengan membuat distribusi hujan pada tahun 2009 maupun tahun 2010 untuk melihat perbedaannya. Kemudian diklasifikasi perbedaan tersebut merupakan penyimpangan curah hujan atau tidak. Data curah hujan yang digunakan adalah curah hujan dasarian tahun 1981 hingga tahun 2010. Data curah hujan didapatkan dari BMKG Semarang. Data curah hujan tahun 1981 hingga tahun 2008 digunakan sebagai acuan kejadian penyimpangan curah hujan. Penelitian ini menggunakan pendekatan ekologis. Penelitian dilakukan dengan wawancara mendalam kepada petani maupun perangkat desa untuk memperoleh informasi kebiasaan petani dalam menghabiskan pendapatannya saat musim panen baik dan tidak baik. Metode pemilihan sampel adalah dengan purposive sampling. Peneliti melakukan survei pertama tanggal 21-23 November 2012 untuk mendapatkan informasi mengenai petani tembakau dari staff pemerintahan setempat seperti BAPPEDA dan Kantor Kecamatan. Sehingga diputuskan jumlah informan yang dijadikan sampel sebanyak 16 yang tersebar di lima Kecamatan penelitian 8 informan berada pada ketinggian < 1.000 mdpl dan 8 informan berada pada ketinggian > 1.000 mdpl. Survei kedua dilakukan pada tanggal 12-17 Januari 2013 untuk mendapatkan informasi langsung dari petani tembakau yang telah ditentukan saat survei pertama.
Gambar 2. Persebaran informan yang dijadikan sampel
Dampak Penyimpangan ..., Nur Aliyah, FMIPA UI, 2013
Kemudian hasil wawancara dihubungkan dengan penyimpangan curah hujan. Dalam melakukan analisis digunakan analisis deksriptif keruangan. Hasil dan Pembahasan a) Penyimpangan Curah Hujan Dalam pengolahan data curah hujan, digunakan data curah hujan dari 15 stasiun yang tersebar di Kabupaten Temanggung. Berikut adalah rata-rata curah hujan dari 15 stasiun.
Gambar 3. Grafik curah hujan Kabupaten Temanggung
Pada Gambar 3 terlihat bahwa curah hujan tahun 2010 berada diatas rata-rata periode 19812008. Sedangkan tahun 2009 sebagai pembanding berada jauh dibawah rata-rata, sehingga menjadi tahun terbaik untuk tembakau. Berikut adalah peta distribusi curah hujan tahun 2010
Gambar 4. Distribusi hujan di Kabupaten Temanggung tahun 2010 per dasarian
Dampak Penyimpangan ..., Nur Aliyah, FMIPA UI, 2013
Berdasarkan Tabel 2. penyimpangan curah hujan lebih tinggi pada ketinggian > 1.000 mdpl. Hal ini dikarenakan bentuk medan (ketinggian dan lereng) yang berbeda antara ketinggian < 1.000 mdpl dengan ketinggian > 1.000 mdpl sehingga yang diatas menerima curah hujan lebih banyak terlebih karena pengaruh Gunung Sumbing, Sindoro dan Prau. Tabel 2. Penyimpangan curah hujan menurut ketinggian berdasarkan waktu panen
Ketinggian > 1000 mdpl
Ketinggian < 1000 mdpl
Informan 2 4 8 9 11 12 13 16 1 3 5 6 7 10 14 15
Ketinggian (mdpl) 860 910 700 830 850 700 700 700 1.200 1.100 1.250 1.150 1.250 1.050 1.300 1.100
Persentase penyimpangan CH 69,49 198,31 159,20 165,03 153,15 153,15 153,15 197,20 281,12 281,12 192,00 192,00 192,00 165,03 177,30 177,30
Rata-rata penyimpangan CH (%)
156,08
207,23
Sumber: Survei lapang dan pengolahan data tahun 2013 b) Karakteristik Petani Tembakau Berdasarkan data statistik Kecamatan dalam Angka tahun 2010, sebanyak 44,5% dari jumlah petani di lima kecamatan penelitian merupakan petani tembakau. Karakteristik petani tembakau tentunya akan berbeda antara satu dan yang lainnya, dimana karakteristik petani akan mempengaruhi petani dalam hal managemen keuangannya ketika terjadi kegagalan panen. Karakteristik petani dalam memanagemen uangnya akan dipengaruhi oleh faktor sosial kebudayaan, kepemilikan lahan, luas lahan, dan jumlah tenaga kerja yang dimiliki. Untuk mempermudah dalam pembahasan maka petani akan dibagi profilnya berdasarkan aset tanah yang disesuaikan dengan hasil survei. Tabel 3. Profil petani berdasarkan aset tanah yang digarap
Luas lahan (ha)
Kategori petani 0,10 – 0,25 0,26 – 1,00 > 1,00
Kepemilikan lahan Sendiri Sewa A1 A4 A2 A5 A3 A6
Sumber: Pengolahan data tahun 2013 Karakteristik petani yang menjadi informan tidak ada yang memenuhi kategori A5 dan A6. Hal ini dikarenakan harga sewa lahan yang cukup tinggi untuk petani tembakau yaitu sebesar
Dampak Penyimpangan ..., Nur Aliyah, FMIPA UI, 2013
± Rp. 2.400.000,- per hektar untuk lahan sawah dan ± Rp. 10.700.000,- per hektar untuk lahan tegalan yang berada pada ketinggian > 1.000 mdpl (Survei lapang tahun 2013). c) Hubungan Penyimpangan Curah Hujan Dengan Hasil Panen Berdasarkan Tabel 2. penyimpangan curah hujan paling tinggi berada di ketinggian > 1.000 mdpl, dimana ketinggian merupakan faktor utama penyebab tingginya curah hujan pada ketingggian tersebut. Hujan membuat hasil panen menjadi berkurang bobotnya dikarenakan banyak daun tembakau yang harus di buang akibat daun yang membusuk. Petani pada tahun 2010 tidak ada yang tidak mengalami gagal panen. Hujan ketika panen menyebabkan bobot tanaman berkurang sebanyak 25-40%. Petani tembakau biasa menghasilkan tembakau dalam satu hektar sebanyak 30 keranjang menjadi 25 keranjang ketika terjadi hujan saat panen. Keranjang merupakan satuan petani untuk menjual kepada tengkulak yang memiliki kapasitas 30-40 kg. Namun tidak semua petani mengisi dengan penuh hingga 40 kg, petani yang berada di Kecamatan Tretep baik pada ketinggian < 1.000 mdpl maupun > 1.000 mdpl biasanya satu keranjang diisi tembakau seberat 30 kg.
Informan
Kategori
Tabel 4. Produksi petani tembakau di Kabupaten Temanggung Persentase Penyimpangan hujan (%)
2 8 13 4 16 6 10 11 12 1 3 15 5 7 14 9
A4 A4 A4 A2 A2 A2 A2 A1 A1 A1 A1 A1 A3 A3 A3 A3
69,49 159,20 153,15 198,31 197,20 192,00 165,03 153,15 153,15 281,12 281,12 177,30 192,00 192,00 177,30 165,03
Produksi thn 2009 (kg)
Produksi thn 2010 (kg)
Persentase penurunan produksi (%)
180 160 220 900 720 900 1000 1100 200 400 120 120 2250 1800 2000 1100
150 120 180 800 630 720 800 820 160 280 100 100 1665 1400 1500 820
16,67 25,00 18,18 11,11 12,50 20,00 20,00 25,45 20,00 30,00 16,67 16,67 26,00 22,22 25,00 25,45
Rata-rata penurunan (%) 16,67 21,59 11,81 20,00 22,73 20,00
24,41 25,45
Ketinggian < 1.000 mdpl
keterangan
Ketinggian > 1.000 mdpl
Sumber: Survei lapang dan pengolahan data 2013 Berdasarkan Tabel 4. diatas yang mengalami penurunan produksi paling rendah sebesar 11,81% adalah petani pada kategori A2 yang berada pada ketingggian < 1.000 mdpl dengan penyimpangan curah hujan yang tinggi. Sedangkan yang mengalami penurunan
Dampak Penyimpangan ..., Nur Aliyah, FMIPA UI, 2013
produksi paling tinggi adalah petani kategori A3 yang berada pada ketinggian < 1.000 mdpl maupun yang > 1.000 mdpl dengan penyimpangan curah hujan yang tinggi. Kualitas tembakau di Kabupaten Temanggung sendiri memiliki persebaran yang unik, dimana semakin ke arah selatan Kabuten Temanggung (G. Sumbing) kualitas semakin baik, dan kualitas tembakau semakin meningkat lagi seiring ketinggian tempat budidaya tanaman tembakau. Sehingga tembakau kualitas paling baik ada di ketinggian > 1000 mdpl dan berada diselatan Kabupaten Temanggung tepatnya Kecamatan Tlogomulyo atas. Sedangkan tembakau kualitas paling rendah berada pada Temanggung bagian utara yang berada pada ketinggian < 1000 mdpl atau tepatnya pada Kecamatan Tretep bawah. Selain itu jenis tanah juga mempengaruhi kualitas dimana pada ketinggian < 1.000 mdpl jenis tanahnya adalah latosol coklat yang tidak terlalu baik untuk tembakau. Sedangkan pada ketinggian > 1.000 mdpl jenis tanahnya adalah andosol, regosol dan litosol yang baik untuk tembakau. Sama halnya dengan produksi, kualitas tembakau pun dengan adanya hujan juga menjadi berkurang kualitasnya. Hujan berpengaruh besar dalam penurunan kualitas yang dihasilkan. Hujan mengurangi kadar nikotin dalam daun sehingga ketebalan daun berkurang dan berpengaruh banyak terhadap berkurangnya produksi. Kualitas tembakau yang menurun akibat hujan juga disebabkan saat proses tembakau setelah di petik seperti proses penjemuran tembakau dan pemeraman. Tembakau setelah dipetik harus dijemur selama 2-3 hari, namun adanya hujan menyebabkan waktu penjemuran jadi lebih lama dan membuat tembakau menjadi sedikit berjamur. Dalam proses pemeraman petani sudah bisa memperkirakan mutu yang akan dihasilkan oleh daun tembakau. Untuk tembakau dengan mutu rendah diperam hanya 2-3 hari hanya untuk menghilangkan warna pada daun. Sedangkan untuk mutu yang diperkirakan tinggi akan diperam lebih lama, biasanya hingga 7 hari agar kadar gula dalam tembakau berkurang. Dan ketika pemeraman diharuskan dalam keadaan kedap udara, hujan menyebabkan udara menjadi lebih lembab sehingga proses perubahan hijau pada daun tidak sempurna dan kadang menyebabkan tanaman menjadi busuk dan berjamur (lihat Gambar 5). Tembakau seperti Gambar 5. masih laku dijual dengan harga yang sangat rendah karena nantinya bisa dipilah kembali untuk di campur oleh para tengkulak . Namun banyak petani yang memilih tidak menjualnya karena pemilahan harus dilakukan petani sedangkan harga yang diberikan sangat rendah. Berkurangnya kualitas dan kuantitas tembakau terjadi di seluruh wilayah, baik pada ketinggian < 1000 mdpl maupun yang ketinggiannya > 1000 mdpl.
Dampak Penyimpangan ..., Nur Aliyah, FMIPA UI, 2013
Gambar 5. Tembakau yang busuk berjamur akibat hujan saat panen (sumber: dokumentasi pribadi, 2013)
Informan
Kategori
Tabel 5. Kualitas tembakau berdasarkan harga jual tahun 2009 dan 2010 Persentase Penyimpangan hujan (%)
2 8 13 4 16 6 10 11 12 1 3 15 5 7 14 9
A4 A4 A4 A2 A2 A2 A2 A1 A1 A1 A1 A1 A3 A3 A3 A3
69,49 159,20 153,15 198,31 197,20 192,00 165,03 153,15 153,15 281,12 281,12 177,30 192,00 192,00 177,30 165,03
Harga tembakau thn 2009 (.000 Rupiah) 75 50 65 60 100 50 50 70 65 55 50 120 50 50 110 50
Harga tembakau 2010 (.000 Rupiah)
Persentase penurunan harga (%)
Rata-rata penurunan (%)
50 25 30 30 50 25 25 30 30 20 20 50 25 25 50 25
33,33 50,00 53,85 50,00 50,00 50,00 50,00 57,14 53,85 63,64 60,00 58,33 50,00 50,00 54,55 50,00
33,33 51,92 50,00 50,00 55,49 60,07
51,52 50,00
Ketinggian < 1.000 mdpl
keterangan
Ketinggian > 1.000 mdpl
Sumber: Survei lapang dan pengolahan data 2013 Berdasarkan Tabel 5. Penurunan harga paling rendah dimiliki oleh hasil tanaman petani kategori A4 yang berada pada ketinggian < 1.000 mdpl sebesar 33,33% dengan curah hujan yang rendah. Begitupula dengan penurunan yang paling tinggi, terjadi pada ketinggian > 1.000 mdpl oleh petani kategori A1 dengan penyimpangan curah hujan paling tinggi. Harga tembakau ditentukan oleh grader berdasarkan kualitasnya dengan tingkatan kualitas grade A hingga grade K. Sehingga penurunan harga tembakau yang dimiliki petani mengindikasikan bahwa terjadi penurunan kualitas tembakau ketika tahun 2010.
Dampak Penyimpangan ..., Nur Aliyah, FMIPA UI, 2013
d) Hubungan Hasil Panen dengan Pendapatan Petani Penurunan jumlah produksi dan kualitas tembakau terjadi diseluruh wilayah Kabupaten Temanggung, baik pada petani berlahan di ketinggian < 1000 mdpl maupun di ketinggian > 1000 mdpl. Baik kualitas maupun kuantitas memiliki hubungan yang negatif dengan besaran penyimpangan curah hujan. Kualitas yang menurun membuat harga tembakau juga menurun. Harga tembakau ditentukan oleh para grader dengan prediksi berdasarkan cuaca ketika tanam dan tiba waktu panen. Sehingga ketika terjadi penyimpangan curah hujan seperti pada tahun 1998, 2005 dan tahun 2010 para grader telah memprediksi harga berdasarkan intensitas curah hujan ketika tanam. Penurunan harga tembakau akan menyebabkan pendapatan petani berkurang seiring jumlah produksi tembakau yang juga berkurang. Ketika terjadi penyimpangan curah hujan ada yang tidak biasa pada proses produksi tembakau. Kualitas tembakau yang rendah dan kandungan gula yang sedikit pada tembakau di ketinggian < 1000 mdpl membuat petani sedikit bertindak curang. Petani melakukan impor tembakau dari daerah lain untuk mencampurnya dengan tembakau yang di produksinya. Hal ini dilakukan untuk mencegah berat tembakau berkurang banyak. Sehingga kerugian petani bisa sedikit dikurangi. Tembakau di impor dari wilayah Wonosobo karena memiliki kedekatan kualitas dengan harga yang lebih murah yaitu sekitar Rp. 2.000,- hingga Rp. 4.000,-.
D
Kualitas C dan Kualitas D
Kualitas F (Srintil)
Gambar 6. Kualitas tembakau temanggung (sumber: dokumentasi pribadi, 2013)
Pencampuran banyak umumnya dilakukan pada petani kategori A1 dan A4, yang hanya memiliki mutu A hingga C. Hal ini dikarenakan lahan yang sempit dan kualitas yang buruk bisa memperburuk pendapatannya ketika terjadi hujan saat panen. Ketika gagal, petani melakukan pencampuran lebih banyak. Pencampuran banyak dilakukan pada petani A2 pada ketinggian < 1.000 mdpl di Tretep, karena kualitas tembakau rendah dan sangat mendekati
Dampak Penyimpangan ..., Nur Aliyah, FMIPA UI, 2013
kualitas tembakau luar Temanggung. Hal demikian juga dilakukan pada petani disemua kategori, hanya saja dilakukan dengan jumlah yang sedikit dan hanya ketika petani mengalami gagal panen. Namun ada pengecualian tersendiri pada petani kategori A1 dan A2 yaitu pada petani yang berada pada Kecamatan Tlogomulyo. Petani kategori tersebut di Tlogomulyo khususnya di desa legoksari tidak melakukan pencampuran tembakau baik ketika cuaca baik maupun tidak baik. Desa ini terkenal dengan tembakau “srintil”. Ada kebijakan sendiri dari desa tersebut untuk menutup desanya ketika dilakukan panen tembakau, hal ini dilakukan agar tidak ada tembakau impor yang masuk dan menjaga kualitas tembakaunya. Selain menjaga kualitas, hal ini dilakukan untuk menjaga kepercayaan grader tembakau. Kualitas tinggi yang dimiliki oleh petani di ketinggian > 1.000 mdpl ini tentunya juga menjadikan petani tersebut memiliki penghasilan tertinggi. Namun ketika terjadi penyimpangan curah hujan saat panen, petani khusus di Tlogomulyo juga mengalami penurunan pendapatan yang cukup signifikan meskipun dalam rantai penjualan petani langsung menjual kepada tengkulak besar (juragan). Hal ini karena kuantitas tembakau pada daerah ini sudah sedikit dikurangi lagi dengan tembakau yang busuk akibat hujan. Petani
Tengkulak
Tengkulak besar (juragan)
Grader
Pabrik
Gambar 7. Mata rantai penjualan tembakau di Kabupaten Temanggung
Berikut adalah pendapatan petani ketika hujan normal maupun menyimpang.
Informan
Kategori
Tabel 6. Pendapatan petani ketika hujan normal dan menyimpang
Penyimpangan (%)
2 8 13 4 16 6 10 11 12 1 3 15 5 7 14
A4 A4 A4 A2 A2 A2 A2 A1 A1 A1 A1 A1 A3 A3 A3
69,49 159,20 153,15 198,31 197,20 192,00 165,03 153,15 153,15 281,12 281,12 177,30 192,00 192,00 177,30
Pendapatan normal (.000 rupiah)
Pendapatan gagal (.000 rupiah)
Persentase penurunan (%)
Rata-rata penurunan (%)
8.500 4.660 17.400 54.125 68.640 45.950 48.250 17.500 18.100 17.705 2.690 17.120 111.125 79.000 301.000
6.350 1.000 9.000 23.750 23.280 23.000 22.500 10.300 11.500 8.300 1.600 4.700 51.680 43.000 100.000
25,29 78,54 48,27 56,12 66,08 49,95 53,37 41,14 36,46 53,12 40,52 72,55 53,49 45,57 66,78
25,29
Dampak Penyimpangan ..., Nur Aliyah, FMIPA UI, 2013
63,41 61,10 51,66 38,80 59,68
55,28
(Lanjutan Tabel 6) 9
A3
165,03
55.675
31.750
42,97
42,97
Ketinggian < 1.000 mdpl keterangan Sumber: Survei lapang dan pengolahan data tahun 2013
Ketinggian > 1.000 mdpl
Berdasarkan Tabel 6. penurunan pendapatan paling tinggi sebesar 78,54% oleh petani kategori A4 yang berada pada ketinggian > 1.000 mdpl dengan penyimpangan curah hujan yang tinggi. Sedangkan penurunan pendapatan paling rendah dialami petani kategori A4 yang curah hujan relatif rendah pada ketinggian < 1.000 mdpl. Penyimpangan curah hujan yang tinggi membuat penurunan pendapatan pada ketinggian < 1.000 mdpl maupun > 1.000 mdpl juga tinggi. Selain itu petani yang pada kategori A4 juga tinggi penurunan pendapatannya karena harus melunasi sewa lahan yang digarapnya. Dapat disimpulkan bahwa pendapatan petani tembakau di seluruh wilayah Kabupaten Temanggung mengalami kerugian yang cukup besar. Petani memperoleh penghasilan dari hasil tanah yang diolahnya yaitu oleh hasil tembakau. Hasil pertanian tembakau tentunya tidak bisa dirasakan oleh petani setiap bulannya, minimal tiga bulan baru akan ada hasil, mengingat petani tembakau ditemanggung memiliki sistem tumpangsari atau tumpang gilir. Meskipun demikian penghasilan utama petani tetap hanya satu kali dalam setahun mengingat tembakau yang tumbuh hanya satu musim dan hanya bisa satu kali tanam. Dengan mendapatkan penghasilan utama satu tahun sekali, tentu petani harus mampu memanajemen keuangannya agar kebutuhan rumah tangga sehari-hari dapat terpenuhi dan cukup untuk modal tanam selanjutnya. Pendapatan digunakan petani dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Besar kecilnya pendapatan mempengaruhi banyaknya barang yang dibeli oleh petani. Pendapatan yang dikeluarkan atau siap dibelanjakan umumnya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan investasi baik untuk investasi masa depan maupun modal (Sicat, 1991). Petani tembakau dalam membelanjakan uangnya lebih konsumtif dibandingkan dengan petani lain seperti petani padi, cabe dan lainnya. Hal ini dikarenakan hasil penjualan tembakau terbilang fantastis dalam setahun tidak seperti padi, dimana tembakau dalam satu kg rata-rata seharga Rp. 50.000,- sedangkan padi dalam satu kg hanya Rp.5.000,-. Namun setelah masa paceklik barang konsumtif dijual lagi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dari hasil penjualan tembakau umumnya mereka gunakan untuk membeli pupuk, membayar hutang, dan kebutuhan rumah tangga sehari-hari. Sementara pada golongan
Dampak Penyimpangan ..., Nur Aliyah, FMIPA UI, 2013
masyarakat dengan luas
lahan 0,25-0,5 ha dan >0,5 ha sebagian hasilnya ditabung dalam bentuk tabanas dan membeli emas (Widianto, 2009). Banyak sales dealer kendaraan bermotor yang berdatangan kerumah petani selain tengkulak yang akan membeli tembakau petani. Hanya petani tembakau yang mendapat perlakuan demikian karena petani tembakau memandang kendaraan bermotor sebagai suatu investasi yang bernilai terutama bagi petani yang berada pada lereng gunung dan sarana transportasi umum terbatas dengan penghasilan jauh diatas rata-rata petani pada umumnya. Kendaraan bermotor memiliki fungsi ekonomis dan sosial yang tinggi bagi petani tembakau. Pertama untuk transportasi dan investasi petani dimasa depan maupun saat ini untuk mengangkut hasil panen. Kedua untuk menunjukkan status sosial petani dalam masyarakat, dimana petani tembakau menganggap semakin banyak kendaraan maka semakin kaya dan terpandang petani tersebut. Tabel 7. Alasan memiliki kendaraan lebih dari satu Informan
Jumlah Kendaraan (buah)
2 4 5 7 8 9 10 13 14 15 16
2 2 7 3 2 3 2 2 9 2 2
Alasan Transportasi anak Kendaraan kedua selain ke ladang Transportasi dan tabungan Transportasi anak Transportasi anak dan tabungan Transportasi anak Kendaraan kedua selain ke ladang Kendaraan kedua selain ke ladang Transportasi dan tabungan Kendaraan kedua selain ke ladang Kendaraan kedua selain ke ladang
Sumber: Survei Lapang 2013 Terdapatnya rumah tangga petani yang memiliki lebih dari satu kendaraan bermotor roda dua menunjukkan petani tembakau cukup konsumtif untuk belanja kendaraan bermotor. Perilaku konsumtif petani akan kendaraan bermotor juga didasari oleh keinginan anak atau keluarga. Perilaku demikian menguntungkan para penjual kendaraan bermotor baik dalam kondisi baru maupun bekas, sebab penjual kendaraan bermotor ketika musim panen tembakau tiba bisa meningkat 500% dalam satu hari khususnya untuk kendaraan bermotor roda dua. Pendapatan petani yang tinggi ketika panen tembakau tidak hanya terlihat dengan kendaraaan bermotor yang di beli oleh petani tetapi juga terlihat dari hewan ternak yang dibeli. Hewan ternak di beli petani sebagai simpanan dan modal produksi. Pada petani di ketinggian < 1.000 mdpl yang penghasilannya relatif rendah dibandingkan petani di ketinggian > 1.000 mdpl memilih tidak menimbun kekayaan dengan kendaraan bermotor namun dengan hewan ternak. Hal ini dilakukan pada petani di ketinggian < 1.000 mdpl karena
Dampak Penyimpangan ..., Nur Aliyah, FMIPA UI, 2013
lahan pertaniannya sawah dan petani pasti menanam padi. Sehingga hewan ternak digunakan untuk menggarap dan menambah pupuk kandang. Selain di ketinggian < 1.000 mdpl, pembelian hewan ternak juga terjadi pada petani di ketinggian > 1.000 mdpl. Namun petani kategori tersebut membeli hewan ternak umumnya dikarenakan tidak mampu membeli kendaraan bermotor sehingga investasinya dialihkan ke hewan ternak, tidak seperti petani pada umumnya di ketinggian > 1000 mdpl yang invenstasi dalam bentuk kendaraan bermotor. Tabel 8. Manfaat memiliki hewan ternak Informan 7 10 16
Alasan dan manfaat memiliki hewan ternak Tabungan pendidikan anak, pupuk Mengisi waktu luang, tabungan dan konsumsi serta pupuk Hobi anak, pupuk, dan tabungan
Sumber: Survei Lapang 2013 Petani pada ketinggian > 1.000 mdpl khususnya kategori A2 dalam melakukan pembelian terhadap barang investasti terjadi pergantian dimana ketika pendapatan rendah maka petani lebih memilih membeli ternak dibandingkan kendaraan bermotor dan terjadi sebaliknya ketika petani memiliki pendapatan yang rendah. Sehingga dapat disimpulkan petani akan melakukan invetasi pada kedua barang yaitu kendaraan bermotor dan hewan ternak jika memiliki kendaraan banyak petani hanya memiliki sedikit hewan ternak dan berlaku sebaliknya. Meskipun terjadi pergantian jenis barang yang dibeli untuk konsumsi investasi berdasarkan besaran pendapatan petani. Namun petani umumnya memprioritaskan membeli kendaraan bermotor untuk pilihan invetasi utama. Pada Tabel 9. terlihat bahwa pada tahun 2009 petani mampu membeli kendaraan bermotor terutama petani pada ketinggian > 1.000 mdpl. Sedangkan pada tahun 2010 petani tidak ada yang menginvestasikan uangnya pada kendaraan bermotor, sebaliknya petani mencairkan investasinya. Hal tersebut dilakukan petani untuk menutupi modal pada tahun 2010 dan kebutuhan sehari-hari akibat pendapatan yang menurun. Perilaku petani yang demikian dapat disimpulkan bahwa pendapatan petani pada tahun 2010 ketika terjadi penyimpangan curah hujan menurun.
Informan
Tabel 9. Bentuk investasi petani tembakau Persentase penyimpangan ch (%)
Produksi (kg)
Pendapatan
2 8 13 4 9 11
69 159 153 198 159 153
150 120 180 800 820 200
6.350 1.000 9.000 23.750 31.750 10.300
Kendaraan dibeli 2009 (buah)
Kendaraan di jual (buah)
1
1
1
Dampak Penyimpangan ..., Nur Aliyah, FMIPA UI, 2013
1 1 1 1
Barang dijual Emas
√
Ternak
(Lanjutan Tabel 9) 12 16 1 3 5 6 7 10 14 15
153 177 69 69 198 198 198 159 177 177
160 630 160 100 1.665 720 1.400 800 1.500 100
Ketinggian < 1.000 mdpl
11.500 23.280 8.300 1.600 51.680 23.000 43.000 22.500 100.000 4.700 keterangan
1 1 1 1 5 1 1 1 6 1
1 1 1 1 1
√
√
√ √ √
Ketinggian > 1.000 mdpl
Sumber: Survei lapang 2013 Untuk mengetahui lebih jelas persebaran penurunan pendapatan petani bisa dilihat Gambar 8. berikut.
Gambar 8. Dampak penyimpangan curah hujan terhadap pendapatan petani tembakau di Kabupaten Temanggung
Kesimpulan a) Penyimpangan curah hujan terjadi di seluruh wilayah Kabupaten Temanggung ketika panen tembakau sedang berlangsung tahun 2010. Penyimpangan curah hujan pada ketinggian < 1.000 mdpl lebih rendah dibandingkan pada ketinggian > 1.000 mdpl yaitu sebesar 156,08% sedangkan pada ketinggian > 1.000 mdpl 207,23%.
Dampak Penyimpangan ..., Nur Aliyah, FMIPA UI, 2013
b) Hasil panen tembakau sangat sensitif dengan penyimpangan curah hujan, dengan kata lain ketahanan tembakau terhadap peyimpangan curah hujan rendah. Hal ini terlihat dengan adanya penurunan produksi maupun kualitas tembakau. Penurunan produksi paling tinggi dialami petani pemilik dengan lahan yang luas pada di seluruh wilayah ketinggian dengan rata-rata penyimpangan curah hujan 181,58%. Penurunan kualitas paling tinggi dialami petani kategori pemilik berlahan sempit sebesar 61,82% pada ketinggian > 1.000 mdpl dengan penyimpangan curah hujan paling tinggi sebesar 281,12%. c) Penurunan pendapatan paling rendah dialami petani penggarap berlahan sempit di ketinggian < 1.000 mdpl karena penyimpangan curah hujan tidak terlalu tinggi yaitu 69,49%. Sedangkan penurunan pendapatan paling tinggi dialami petani penggarap berlahan sempit di ketinggian < 1.000 mdpl dengan penyimpangan yang tinggi sebesar 156,18%. Pada petani yang lahan garapannya sendiri pendapatan petani linier dengan penurunan hasil panen terutama kualitas seperti yang dialami petani pemilik berlahan sempit di ketinggian > 1.000 mdpl. Berkurangnya pendapatan terlihat dari berkurangnya pengeluaran untuk barang investasi seperti kendaraan bermotor, ternak dan emas. Daftar Referensi Aldrian, Edvin dan Yudha Setiawan. 2008. “Spatio Temporal Climatic Change of Rainfall in East Java, Indonesia”. International Journal of Climatology Volume 28: 435-448. Wiley InterScience. Aukley, G. 1983. Teori makro ekonomi. Terjemahan Paul Sihothan. Universitas Indonesia, Jakarta BMKG. 2011. Perubahan
Iklim
dan
Dampaknya
Di
Indonesia. URL:
www.bmkg.go.id [24/02/ 2013]. Boer, R. 2003. Penyimpangan Iklim Di Indonesia. Makalah Seminar Nasional Ilmu Tanah. KMIT Jurusan Tanah Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta BPS. 2011. Temanggung dalam Angka tahun 2011 Daniel, M. 2004. Pengantar ekonomi pertanian. Jakarta . PT. Bumi Aksara. Dirjen Perkebunan. 2012. Pedoman Teknis Penanganan Pascapanen Tembakau. Direktorat Pascapanen dan Peminaan Usaha, Dirjen Perkebunan; Kementerian Pertanian. Ditjenbun. 2009. Koleksi: Komoditi Tanaman Tembakau. URL: http://ditjenbun.deptan.go.id/
Dampak Penyimpangan ..., Nur Aliyah, FMIPA UI, 2013
Djumali. 2007. Tembakau Temanggung Dan Faktor Yang Mempengaruhinya. Balittas: Malang. Djumali. 2008. Produksi Dan Mutu Tembaku Temanggung Beserta Sebarannya Di Daerah Tradisional. Balittas: Malang. Effendy, S. 2001. Urgensi Prediksi Cuaca Dan Iklim Di Bursa Komoditas Unggulan Pertanian. Makalah Falsafah Sains Program Pasca Sarjana/S3. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Elda Nurnasari dan Djumali. “Pengaruh Ketinggian terhadap produksi dan mutu tembakau temanggung”. Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri 2(2), Oktober 2010:45-59 ISSN: 2085-6717 Golledge, Reginald dan Stimson, Robert. (1992). Spatial Behavior: A Geographic Prespecive. London: The Guilford Press. Irianto, G., L.I. Amin, E. Surmaini. 2000. Keragaman Iklim Sebagai Peluang Diversifikasi. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor. McBride(2002) dalam Hermawan, dan Lestari S. 2007. “Analisis Variabilitas Curah Hujan di Sumatera Barat dan Selatan Dikaitkan dengan Kejadian Dipole Mode”. Sains Dirgantara, Vol. 4, No 2, Juni 2007. Mosher, A.T. 1991. Mengerakkan dan membangun pertanian. dinas pendidikan Departemen Pertanian CV Yusa Guna, Jakarta. Purlani, E. dan A. Rachman. 2000. “Budidaya Tembakau Temanggung”. Monograf Balittas No. 5. pp. 19-31. Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, Malang. Sandy, I Made. 1985. Geografi Regional Republik Indonesia. Jurusan Geografi FMIPA UI: Depok. Setiadi, Nugroho. 2008. Perilaku Konsumen: Konsep dan Implikasi untuk Strategi dan Penelitian Pemasaran. Kencana: Jakarta. Sicat dan Arndt. 1991. Ilmu Ekonomi untuk Konteks Indonesia. LP3ES: Jakarta Soedarsono, H. 1995. Pengantar ekonomi mikro. LP3ES, Jakarta, Soekarwati Dkk. 1994. Ilmu usahatani dan penelitian untuk pengembangan petani kecil. Jakarta: UI Press. Soekarwati. 1995. Analisis usaha. Jakarta: UI Press. Suprapto, Suriani. 1996. Insiden dan Faktor Resiko Green Tobacco Sickness (GTS) Pada Petani Pemetik Daun Tembakau di Desa Bansari Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung Jawa Tengah. Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia. Tika, Pabundu. 2005. Metodologi Penelitian Geografi. Bumi Aksara; Jakarta.
Dampak Penyimpangan ..., Nur Aliyah, FMIPA UI, 2013
Tirtosastro, S., 2000. Panen dan pengolahan tembakau rajangan temanggung. Dalam Tembakau Temanggung. p. 71-86. Monograf Balittas No. 5, Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat, Malang. Tirtosastro, Samsuri dan A.S Murdiyati. “Kandungan Kimia Tembakau dan Rokok”. Buletin Tanaman Tembakau, serat dan Minyak Industri 2(1), April 2010:33-43 ISSN: 20856717. Balittas Malang. Tso, TC. 1999. “Seed to smoke. In Tobacco : Production, Chemistry, and Technology”. Eds DL. David and MT. Nielsen. p. 1-31. Blackwell Sci. Ltd., Malden, USA. Widiyanto. 2009. Strategi Nafkah Rumahtangga Petani Tembakau di Lereng Gunung Sumbing. Sekolah Pasca Sarjana IPB; Bogor. Yunus, Hadi Sabari. 2010. Metodologi Penelitian Wilayah Kontemporer. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
Dampak Penyimpangan ..., Nur Aliyah, FMIPA UI, 2013