IATMI 2006-TS-33 PROSIDING, Simposium Nasional & Kongres IX Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) 2006 Hotel The Ritz Carlton Jakarta, 15-17 November 2006
CASE STUDY : ANALISA RESERVOIR SANGATTA TERHADAP PENGARUH LUMPUR PEMBORAN OBM VS WBM Andry Halim Christyahya
ABSTRACT
PENDAHULUAN Lapangan Sangatta merupakan salah satu lapangan migas yang dikelola oleh DOH Kalimantan saat ini. Lapangan tersebut terletak di Kabupaten Kutai Timur yang berjarak 13 km dari pusat kota Sangatta, ibukota Kabupaten Kutai Timur atau berjarak 260 km dari kota Balikpapan melalui darat (dapat dilihat gambar dibawah ini).
SANGATTA
PERTAMINA HULU
U
SANGATTA S. SANGKIMAH S. BONTANG ATTAKA
SEMCO UNOCAL UNOCAL UNOCAL
SEMBERAH
SAMARINDA
BADAK
TUNU
TA V LF ICO IT N UNA UE LF
A SI AY L A M LAP. BUNYU
NILAM
LAP. SANGATTA
SANGA-2
EXSPAN
O VIC
MUTIARA
BALIKPAPAN
EXSPAN
SISI
TAMBORA
PAMAGUAN
MAHAKAM BLOCK
HANDIL BEKAPAI
TO
Lapangan Sangatta merupakan salah satu lapangan migas yang dioperasikan oleh Pertamina EP KTI yang terletak di sebelah utara dan berjarak + 260 km dari Balikpapan. Lapangan tersebut ditemukan oleh Muller & Ulrich tahun 1930, yang dilanjutkan dengan pemboran eksplorasi pertama dan menemukan minyak pada tahun 1936. Selanjutnya BPM melakukan pemboran pada tahun 1949 hingga tahun 1969. Pada tahun 1970 hingga 1975, Pertamina mulai aktif lagi melakukan pemboran, dan akhirnya sejak Maret 1976 lapangan tersebut mulai diproduksikan secara komersial dengan produksi awal + 3000 BOPD Jumlah sumur yang telah dibor hingga saat ini sudah lebih dari 160 sumur dimana sebagian besar dibor menggunakan Water Base Mud (Ligno Sulfonate dan KCl-Polymer) sedangkan Oil Base Mud mulai digunakan sejak tahun 2004. Salah satu alasa utama digunakannya lumpur kedua yang terakhir adalah masalah clay sensitivity di reservoir / formasi di Sangatta. Dari hasil analisa petrografi terlihat kehadiran kaolinit dan ilite-smektite yang selain mempengaruhi pembacaan log juga berpengaruh terhadap problem acid sensitivity serta menyebabkan clay swelling. Hal tersebut mempengaruhi keberhasilan pemboran yaitu dari segi operasionil maupun dan juga dari segi produksi Dalam paper ini akan dibahas mengenai aspek kaarakteristik reservoir dan pengaruh penggunaan lumpur pemboran.
NUBI NUBI
PECIKO PECIKO
SAMBOJA
LAP..TANJUNG BALIKPAPAN YAKIN
UNOCAL SEPINGGAN
Gb.1 Peta Situasi Letak Lapangan Sangatta di Kalimantan Timur Lapangan Sangatta secara geologi terletak di bagian Cekungan Kutai, berada diantara Delta Mahakam & Tinggian Mangkalihat dan merupakan kombinasi perangkap struktur dan stratigrafi. Sistim Delta Sangatta terbentuk bersamaan dengan proto Delta Mahakam dan diperkirakan mulai berlangsung sejak Miosen Awal. Sedimentasi Delta mencapai puncak perkembangan pada kala Miosen Akhir hingga Pliosen, dengan regresi di Cekungan Kutai yang diwakili oleh Formasi Pamaluan, Formasi Bebulu, Formasi Pulubalang dan Formasi Balikpapan (Sedimen fase di Sangatta). Lapangan Sangatta merupakan salah satu lapangan minyak yang dikembangkan sejak awal oleh Pertamina. Lapangan tersebut mulai dikembangkan oleh Pertamina sejak tahun 1973 dan mulai berproduksi pada medio Mei 1976 dengan produksi awal sebesar 3600 BOPD dengan 7 sumur produksi. Puncak produksi dicapai pada Februari 1979 dengan produksi sebesar 8220 BOPD dengan 41 sumur produksi. Kumulatif produksi Struktur Sangatta sampai dengan 31 Desember 2005 adalah sebesar MMSTB (68,48% dari Recoverable Reserve). Sedangkan produksi tahun 2005 mencapai 577 MSTB atau rata-rata 1581 BOPD dengan + 40
P R O D U K S I (B O P D )
sumur produksi. (Sejarah produksi Struktur Sangatta selengkapnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini. 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 0 1976 78
80
82
84
86
88
90
92
94
96
98
00
02
TAHUN
Gb.2 Profil Kinerja Produksi Struktur Sangatta PEMBORAN DAN LUMPUR PEMBORAN Seperti diketahui fungsi utama pemboran diantaranya adalah : • untuk mendinginkan mata bor (bit) dan melubrikasi gigi-gigi di mata bor pada saat pemboran. Seperti diketahui pada saat pemboran terjadi disipasi sebagian energi dari pemboran (WOB, RPM,dll) menjadi panas yang sampai di matabor yang harus diminimalisasi dengan lumpur bor sehingga memungkinkan matabor bekerja optimal. • Melubrikasi dan mendinginkan rangkaian bor. Seperti diketahui pada saat pemboran terjadi disipasi sebagian energi dari pemboran (WOB, RPM,dll) menjadi panas yang sampai di matabor yang harus diminimalisasi dengan lumpur bor sehingga memungkinkan matabor bekerja optimal. • Mengontrol tekanan formasi, • Mengangkat serpih bor (cutting) ke permukaan • Menjaga kestabilan lubang bor dan mencegah keguguran formasi yang bisa mengakibatkan terbentuknya rongga (caving). Pembentukan Mud Cake dapat membantu kestabilan dinding lubang bor. Selain itu perbedaan tekanan antara tekanan hidrostatis lumpur terhadap tekanan formasi/reservoir juga akan membantu dinding lubang bor tersebut. • Membantu mengoptimalkan pada saat pengambilan data saat logging. Dalam hal ini lumpur bor berfungsi untuk membantu agar didapatkan hasil pembacaan log yang sebaik mungkin. Adapun jenis lumpur diketahui, terdiri atas : 1. Water Base Mud 2. Oil Base Mud 3. Emulsion Mud Water Base Mud (WBM)
bor,
seperti
Komponen pada Water base Mud dapat dibagi atas : a) Air (yang merupakan fasa kontinu dan memiliki viskositas b) Fraksi reaktif yang berfungsi membentuk viskositas Plastis dan Yield Point. c) Inert fraction yang diperlukan untuk membuat berat (SG) lumpur yang diinginkan, seperti ; pasir, barit, limestone, chert, dan lain-lain d) Bahan kimia tambahan yang berfungsi untuk mengontrol sifat lumpur. Fraksi reaktif, biasanya terdiri dari clay. Clay (low gravity reactive solid) dtambahkan kedalam sistem WBM untuk membentuk viskositas dan Yield Point yang berfungsi untuk mengangkat cutting dan menjaga kondisi suspensi. Clay yang umum digunakan diantaranya : • bentonite clay, yang merupakan bagian dari montmorillonite (smectite) yang hanya digunakan dengan air (fresh water) tapi bukan saltwater. • Attapulgite, merupakan bagian dari palygorskite group yang bisa digunakan untuk menaikkan viskositas dan Yield Point di sistem fresh water maupun saltwater. Clay didefiniskan (API) sebagai Material sangat halus secara alamiah yang akan membentuk plasticity jika ditambahkan air (menjadi basah). Sumber utama Clay adalah dari debu volkanik. Karakteristik dari mineral clay yang memiliki struktur atom yang membentuk lapisan-lapisan atom. Terdapat tiga macam lapisan atom yang dapat terbentuk, yaitu : • Tetrahedral layer • Octahedral layer • Exchangeable layer Exchangeable layer akan menggabungkan antar clay. Kemampuan untuk merubah layer tersebut atau kemudahan bagi molekul air untuk masuk dan merubah struktur clay disebut Cation Exchange Capacity (CEC). Secara umum bentonite memiliki CEC 70-130 meq/100 gram dan attapulgite sebesar 5 – 99 meq/100 gram.
umum Gb-3 Bentuk Struktur Bentonite Clay Clay yang memiliki CEC tinggi akan dapat menyerap air yang cukup banyak kedalama exchangeable layer dan juga mengabsorb air kedalam permukaan luar dari tiap plate clay. Hal ini akan
meningkatkan viskositas dan YP. Selain itu akan mengakibatkan ekspansi (pembengkakan) struktur clay. Untuk Natrium Bentonite ekspansi tersebut mencapai 4 kali lipat (dari 9,8 Ao menjadi 40 Ao) sedangkan untuk Calcium Bentonite dapat mencapai 1,5 kali (dari 12,1 Ao menjadi 17 Ao). Attapulgite merupakan bagian dari clay yang agak berbeda dan berbentuk seperti needle like crystal. Attapulgite memiliki sifat viskositas dan Yield Strength yang bagus dan dapat berfungsi pada saltmud. Akan tetapi kelemahan dari jenis clay ini adalah memiliki sifat high water loss dan memberi sifat sealing yang jelek.
Pada saat ini dikenal beberapa macam jenis Lumpur WBM, diantaranya : Clear water Fresh Water dan saturated Brine dapat digunakan untuk pemboran formasi keras, kompak, dengan tekanan mendekati noraml (normal pressure gradient). Native mud Jenis lumpur ini dibuat dengan cara memompakan air kedalam lubang sumur selama pemboran dan akan berekasi dengan formasi yang mengandung clay atau shale sehingga terbentuk lumpur. Lumpur tersebut bersifat memiliki kandungan solid dan filter loss yang tinggi (filter cake tebal). Calcium mud Jenis lumpur tersebut sangat baik digunakan untuk formasi clay yang bersifat swelling (dan Clay Hydration). Selain itu sangat baik untuk pemboran gypsum dan Anhydrite. Kalsium yang ditambahkan pada suspensi air dan bentonite akan menggantikan Kation sodium pada Lempengan Clay. Secara umum dengan penambahan Kalsium akan menurunkan derajat hidrasi Clay (Clay Hydration) dan Clay Swelling. Sebagai gambaran jika kandungan Kalsium dalam sistem sebanyak 150 ppm akan menurunkan pemebentukan Clay Swelling sebanayk 50%. Jenis Calcium Mud yang dikenala adalah : Lime Mud, jika konsentrasi Kalsium terlarut maksimum 120 ppm, dan Gyp Mud, jika konsentrasi Kalsium terlarut maksimum 1200 ppm. Lignosulphonate mud Jenis lumpur ini digunakan jika : (1) memerlukan densitas lumpur (> 14 ppg atau SG > 1.68), (2) dipakai pada pemboran formasi dengan suhu tinggi (250 oF (121-149 oC), (3) Tolerans terhadap kandungan solid yang tinggi, (4) Kondisi Filter Loss Rendah. Jenis lumpur ini terdiri dari freshwater atau saltwater, bentonite, chrom atau ferrochrome lignosulphonate, caustic soda, CMC atau starch. Kekurangan jenis lumpur ini adalah dapat menyebabkan kerusakan formasi (permeability formasi).
Gb.-4 Clay Swelling Energy dan Betuk Susunan Clay
KCl / Polymer muds Jenis lumpur ini terdiri dari : freshwater atau seawater, KCl, Polymer, Polymer yang berfungsi menaikkan viskositas seperti jenis Xanthane, CMC atau starch, caustic soda atau caustic potash, dan pelumas, dan lain-lain. Jenis lumpur ini sangat baik digunakan untuk pemboran shale, karena dapat mencegah terjadinya clay swelling karena adanya KCl dan inhibitting polymer. Selain itu jenis lumpur ini juga baik digunakan untuk pemboran formasi pasir karena dapat mengurangi efek kerusakan formasi
(permeability damage) sebagaimana pada penggunaan lumpur fresh water. Selain itu lumpur ini bersifat low solid content sehingga memerlukan perlatan desander dan desilter yang baik dan efisien untuk membersihkan material / cutting yang berukuran halus. Keuntungan jenis lumpur ini adalah : shear thinning tinggi, yield strength tinggi, stabilitas lubang baik, hidrolika bagus sehingga mengurangi circulating pressure loss. Oil Base Mud (OBM) Jenis lumpur ini merupakan emulsi dari water in oil yang terdiri fasa kontinu (diesel oil atau crude oil atau saraline) dan fasa terdispersi (air) atau sering juga disebut Invert Emulsion. Air dan minyak diemulsikan dengan menggunakan emulsifier seperti soap dengan cara agitasi. Sabun terbuat dari ion monovalen seperti Sodium (Na+) atau ion divalen seperti kalsium (Ca2+) dan terdiri dari 2 buah ujung yaitu sodium end yang larut didalam air dan organic group end yang larut dalam air 9seperti terlihat pada gambar).
Gb5 Sifat Dari Emulsifier. Secara umum rasio oil/water yang tinggi akan meningkatkan resistansi terhadap kontaminasi dan meningkatkan kestabilan terhadap suhu. OBM lebih stabil terhadap suhu tinggi dibanding WBM. Jenis lumpur ini digunakan untuk pemboran formasi yang mempunyai masalah shale (clay swelling) dan dapat menurunkan torsi dan drag problem pada pemboran sumur miring. Selain itu OBM juga dapat mencegah kerusakan formasi (permeability damage) yang dapat terjadi pada WBM karena adanya mud filtrate yang masuk ke dalam formasi (sampai beberapa feet). Kelemahan OBM adalah : (1) masalah kontaminasi lingkungan (khususnya di offshore), (2) mudah terbakar, (3) drill-solid removal di OBM lebih sulit sehingga PV emulsi dapat meningkat, (4) masalah electric logging di OBM. SHALE DAN CLAY Shale merupakan batuan sedimen yang terbentuk dari pengendapan dan kompaksi dari sedimen selama periode geologi tertentu. Secara umum shale terdiri dari clay, silt, air, dan kuarsa dan feldspar dalam jumlah sedikit. Sedangkan bentuk shale sangat tergantung pada air yang dikandung didalamnya dan dapat berbentuk sangat kompak hingga
unconsolidated (biasa disebut lumpur atau clay shale). Dalam dunia pemboran dikenal dua macam clay yaitu unconsolidated shale (clay) dan compacted shale. Pada pemboran shale umumnya akan mengembang atau rontok (sloughing atau caving). Biasanya hole instability yang terjadi pada pemboran lapisan shale dikenal sebagai sloughing shale dan biasanya berkorelasi dengan kandungan montmorillonite (kandungan active clay) dan umur batuan. Darley mendapatkan bahwa derajat disperse akan mencapai 100% jika batuan shale mengandung 100% sodium montmorillonite dan akan mencapai 60% jika mengandung 100% calcium montmorillonite. Faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya sloughing shale adalah : (1) faktor mekanis, (2) faktor hidrasi, (3) faktor lainnya. Faktor mekanis umumnya terjadi akibat erosi yang bergantung pada tingkat turbulensi dan viskositas lumpur bor. Selain itu hal ini juga terjadi akibat tumbukan dan pergerakan horisontal disekitar lapisan shale tersebut. Faktor hidrasi terjadi akibat adanya : • shale hydration force, yang berhubungan dengan pelepasan kompaksi pada bagian shale. Dalam hal ini shale hydration force sebanding dengan matrix stress, dan • osmotic hydration, yang berhubungan dengan perbedaan salinitas antara lumpur bor dan air formasi didalam shale. Pada WBM permukaan shale berperan sebagai membran semi-permeable dan pada OBM yang berperan sebagai membran semi-permeable adalah film minyak dan lapisan emulsi sekitar butiran air. Proses osmotik tersebut dapat berupa adsorption (salinitas air formasi shale lebih besar dari lumpur bor) dan desorption (sebaliknya). Proses adsorption air lumpur bor oleh shale akan mengakibatkan terjadinya dispersion dan swelling. Dispersion terjadi ketika shale dipecah-pecahkan menjadi pertikelpertikel kecil yang masuk kedalam lumpur sebagai dril-solid. Sedangkan swelling terjadi akibat mengembangnya mineral silikat dalam shale dan jika tekanan akibat swelling mengakibatkan peningkatan stress disekitar lubang bor yang lebih besar dari yield strength dari shale, maka akan terjadi hole destabilization, dalam hal ini dapat berupa caving atau sloughing shale. Sedangkan faktor lainnya yang dapat mengakibatkan terjadinya sloughing shale adalah kemiringan lapisan shale, adanya brittle shale dan microfissures di shale, abnormal atau geopressured shale, dan lain-lain. Pencegahan Terjadinya Sloughing Shale Terjadinya sloughing shale adalah akibat adsorpsi air dari lumpur bor. Hal ini dapat diatasi
dengan merubah jenis dan komposisi kimia lumpur bor. Penggunaan OBM merupakan salah satu sarana untuk mengurangi efek tersebut. Hal ini akibat fasa minyak dalam OBM berperan sebagai membran yang mencegah kontak air dengan shale. Pemakaian lumpur potasium choride polymer (KCl/Polymer) juga dapat mengurangi terjadinya sloughing shale. Lumpur ini akan mencegah terjadinya swelling dengan cara mengganti ion Na+ dengan ion K+ sehingga membuat bonding lempeng clay menjadi meningkat. Selain itu efek dispersi dapat dikurangi karena polymer akan menempel pada ujung shale lainnya. Selain itu pencegahan terjadinya sloghing shale lainnya dengan meminimalisir lamanya lubang terbuka terutama pada bagian lubang dengan formasi shale, meminimalisir kemiringan lubang, dan mencegah terjadinya swabbing dan surging effects selama pemboran, serta mencegah terjadinya erosi akibat tingginya kecepatan aliran lumpur di lubang bor. Mineral Clay Mineral Clay terdiri dari hydrous aluminium phyllosilicates, yang berasosiasi dengan sejumlah unsur lainnya seperti iron, magnesium, alkali metals, alkaline earths and cation lainnya. Clay memiliki struktur yang mirip dengan Mika dan berbentuk flat hexagonal sheets. Mineral Clay umumnya dijumpai dalam bentuk butiran halus dari batuan sediment seperti shale, mudstone and siltstone and utiran halus batuan metamorphic slate and phyllite. Mineral Clay umumnya terdiri dari group : • Kaolinite group yang terdiri dari mineral kaolinite, dickite, halloysite and nacrite. o Pada beberapa sumber terdapat serpentinegroup (Bailey 1980). • Smectite group yang terdiri dari pyrophyllite, talc, vermiculite, sauconite, saponite, nontronite and montmorillonite. • Illite group yang termasuk didalamnya claymicas dan Illite (mineral yang umum ditemui). • Chlorite group
Gb.-6 Bentuk strutur dan Susunan Lempeng Clay
Gb.-7 Proses Bonding Pada Clay Seperti umumnya phyllosilicates, mineral clay dijumpai terdiri dari two-dimensional sheets dari molekul tetrahedra SiO4 and AlO4. Setiap tetrahedron akan mengikat 3 atom oksigen vertexnya dengan tetrahedral lainnya. Bagian tetrahedral umumnya memiliki komposisi kimia dalam bentuk (Al,Si)3O4. Didalam clays lempeng tetrahedral tersebut selalu bertautan dengan lempeng octahedral yang terdiri dari kation kecil seperti aluminium atau magnesium yang berkoordinasi dengan enam buah atom oksigen.. Clay dapat dikategorikan berdasarkan atas bagaimana bentuk lempeng tetrahedral and octahedral tersebut membentuk lapisan. Jika hanya ada satu tetrahedral and satu octahedral group untuk tiap lapisan, maka dikenal sebagai 1:1 clay. Bentuk lainnya adalah 2:1 clay, terdiri dari dua lempeng tetrahedral dan satu lempeng octahedral. Bergantung pada komposisi dari lempeng tetrahedral and octahedral sheets, maka lapisan tersebut bias memiliki muatan negative atau tidak bermuatan. Jika lapisan clay tersebut bermuatan, maka muatan ion tersebut dibuat seimbang dengan interlayer cations seperti Na+ or K+. Dalam hal ini tiap interlayer dapat mengandung air didalamnya. Jadi bentuk clay terdiiri dari lapisan yang disispi dengan interlayer. Clay dapat dikategorikan berdasarkan sifat-sifat fisiknya, seperti : • Mineral Clay cenderung membentuk kristal microscopic sampai sub microscopic. • Dapat mengabsorbsi air atau melepaskan air akibat perubahan kelembaban / humidity. • Jika mengabsorb air, maka clay akan mengembang dimana air akan mengisi ruang antar lapisan silikat tersebut. • Akibat kemampuan absorpsi air, maka DG clay sangat bervariasi dan akan menurun dengan meningkatnya kandungan air. • Hardness dari clay berkisar anatara 2 - 3 bahakan beberapa memiliki hardness 1 pada uji di lapangan. • Clays tend to form from weathering and secondary sedimentary processes with only a few examples of clays forming in primary igneous or metamorphic environments. • Clay umum ditemui bercampur denganclay lainnya dan kristal mikroskopis seperti karbonat, feldspar, mica and quartz.
Kaolinite group Kaolinite merupakan clay mineral dengan komposisi kimia Al2Si2O5(OH)4, yang terdiri dari lapisan silicate mineral, dengan satu lempeng tetrahedral yang terikat oleh atom oksigen dengan satu lapisan octahedral lainnya (alumina octahedra). Batuan yang kaya dengan kaolinite dikenal sebagai kaolin dan pertama kali dideskripsi sebagai mineral tahun 1867 yang ditemukan di Jari River, Brazil. Kaolinit mempunyai shrink-swell capacity yang rendah dan CEC / cation exchange capacity yang juga rendah (1-15 meq/100g.)
Smectite group Salah satu anggota Smectite group adalah Mineral Montmorillonit.
Gb.-10 Contoh Mineral Montmorillonit
Gb.-8 Mineral Kaolinit
Kaolinit
Gb.--9 Mineral Kaolinit Tabel-1 Komposisi Kaolinit (Aluminium Silicate Hydroxide). Umum Category Mineral Chemical Al2Si2O5(OH)4 formula Identifikasi White, sometimes red, blue or brown Colour tints from impurities Crystal system triclinic Cleavage perfect on {001} Mohs Scale 2 - 2.5 hardness Luster dull and earthy α 1.553 - 1.565, β 1.559 - 1.569, γ Refractive index 1.569 - 1.570 Specific gravity 2.16 - 2.68
Montmorillonit merupakan mineral phyllosilicate yang lunak yang berbentuk microscopic crystals, dan membentuk clay. Montmorillonit, merupakan anggota keluarga smectite yang terdiri dari komposisi 2:1 clay, yaitu memiliki 2 lempeng tetrahedral yang mengapit lempeng octahedral. Ukuran partikel tersebut berbentuk plate-shaped dengan diameter rata-rata sekitar 1 micrometer dan ketebalan partikel sangat kecil (sekitar ~ 1 nm). Montmorillonit merupakan komponen utama dari volcanic ash weathering product seperti bentonite. Kandungan air didalam montmorillonit bervariasi dan volumenya akan meningkat jika mengabsorb air. Secara kimia terdiri dari hydrated sodium calcium aluminium magnesium silicate hydroxide (Na,Ca)x(Al,Mg)2(Si4O10)(OH)2·nH2O. Sedangkan Potassium, besi, and kation lainnya umumnya sebagai substitute. Mineral ini digunakan dalam dunia pemboran sebagai komponen lumpur bor, yang akan membuat water slurry menjadi viscous dan membantu mendinginkan mata bor dan mengangkat cutting. Seperti mineral clay lainnya, montmorillonit akan swelling jika ditambahkan air kedalamnya. Akan tetapi beberapa jenis montmorillonit akan mengembang melebihi mineral clay lainnya. Besaran ekspansi tersebut karena adanya exchangeable cation yang terkandung dalam sampel. Kehadiran sodium yang merupakan exchangeable cation yang dominan akan mengakibatkan clay akan mengembang beberapa kali terhadap volume aslinya. Montmorillonit ditemukan tahun 1847 di lokasi Montmorillon, daerah perfektur Vienne, perancis. Selain itu dikenal juga sebagai Bentonit yang ditemukan oleh tahun 1890 oleh Fort Benton (Fort Benton Formation)di bagian timur Wyoming Rock Creek.
Illite group
Maquoketa shale, Gilead, Calhoun County, Illinois, USA. Link to MinDat.org Location Data. NameNamed in 1937 for the state of Illinois where the mineral was first described. Origin: Synonym: Gumbelite Hydromica Hydromuscovite Locality:
Illite merupakan mineral (mica) yang tidak mengembang dan meruapakan phyllosilicate atau lapisan silicate. Secara struktur illite hampir sama dengan muscovite atau sericite akan tetapai memiliki unsur silicon, magnesium, iron, dan air yang relatif lebih banyak dan relatif sedikit tetrahedral aluminium dan interlayer potassium. Formula kimia illite adalah (K,H3O)(Al,Mg,Fe)2(Si,Al)4O10[(OH)2,(H2O)], dan terdapat sejumlah ion substitution. Identifikasi mineral ini dilakukan dengan x-ray diffraction analysis, karena ukurannya yang sangat kecil. Illite terjadi akibat perubahan dari muscovite dan feldspar akibat weathering dan lingkungan hydrothermal. Illite pertama kali dideskripsi di Maquoketa shale di Calhoun County, Illinois, USA, pada tahun 1937, dan mengambil nama dari lokasi di Illinois. Illite juga dikenal sebagai hydromica atau hydromuscovite. Sedangkan Brammallite merupakan illite yang kaya akan sodium.
Illite Image Images:
Illite Comments: Wispy, authigenic illite crystals lining a pore space in sandstone. SEM image from a core sample. Location: Unknown. Scale: Picture size 33 µm. © OMNI Laboratories, Inc
Illite Crystallography Ratios:
Axiala:b:c =0.5768:1:1.1492
Cella = 5.18, b = 8.98, c = 10.32, Z = 2; beta = 101.83° Dimensions: V = 469.85 Den(Calc)= 2.75 CrystalMonoclinic - PrismaticH-M Symbol (2/m) Space Group: C 2/m System: X RayBy Intensity(I/I ): 4.43(1), 2.56(0.85), 3.66(0.4), o Diffraction: Physical Properties of Illite
Gb.-11 Struktur Illite / Mica Tabel-2 Komposisi Illite General Illite Information Chemical(K,H3O)(Al,Mg,Fe)2(Si,Al)4O10[(OH)2,(H2O)] Formula: Composition:
Molecular Weight = 389.34 gm Potassium 6.03 % K 7.26 % K2O Magnesium 1.87 % Mg 3.11 % MgO Aluminum 9.01 % Al 17.02 % Al2O3 Iron 1.43 % Fe 1.85 % FeO Silicon 25.25 % Si 54.01 % SiO2 Hydrogen 1.35 % H 12.03 % H2O Oxygen 55.06 % O 100.00 % 95.27 % = TOTAL OXIDE
EmpiricalK (H O) Al Mg Fe2+ Si O (OH) ·(H O) 0.6 3 0.4 1.3 0.3 0.1 3.5 10 2 2 Formula: Weathering or hydrothermal alteration of Environment:muscovite-phengite. Also authigenic alteration of K-spar or recrystallization of smectites in marine sediments. Group name for dioctahedral interlayerdeficient clays. IMANot Approved IMA 1998 Status:
Cleavage: [001] Perfect White. Color: Density: 2.6 - 2.9, Average = 2.75 Translucent Diaphaniety: Aggregates - Made of numerous individual Habit: crystals or clusters. Hardness:1-2 - Between Talc and Gypsum Luster: Earthy (Dull) Streak: white
Chlorite group chlorite merupakan salah satu group phyllosilicate minerals. Chlorites dapat dibagi atas 4 kategori berdasarkan sifat kimia, yaitu : • Clinochlore: (Mg5Al)(AlSi3)O10(OH)8 • Chamosite: (Fe5Al)(AlSi3)O10(OH)8 • Nimite: (Ni5Al)(AlSi3)O10(OH)8 • Pennantite: (Mn,Al)6(Si,Al)4O10(OH)8 Mineral chlorite group ditemukan pada suhu dan tekanan dalam range yang cukup besar.
Chlorite group
Gb.-12 Mineral Chlorite Tabel-3 Komposisi Chlorite General Category Mineral group Formula (Mg,Fe)3(Si,Al)4O10(OH)2·(Mg,Fe)3(OH)6 Identification Various shades of green; rarely yellow, red, Colour or white. Foliated masses, scaley aggregates, Habit disseminated flakes. System
Monoclinic 2/m; with some triclinic polymorphs. Perfect 001 Lamellar 2 - 2.5 Vitreous, pearly, dull 1.57 -1.67
Cleavage Fracture Hardness Luster RI Pleochroism Streak Pale green to grey SG 2.6-3.3 Other Folia flexible - not elastic
RE-ASSESMENT TERPADU STRUKTUR SANGATTA Sampai saat ini, sumur di Lapangan Sangatta berjumlah 180 sumur yang terdiri dari 12 sumur Eksplorasi di sekitar Area Sangatta dan 168 sumur di Lapangan Sangatta dan yang berproduksi sekitar 60 sumur. Perhitungan terakhir sisa cadangan di Lapangan Sangatta adalah 14 MMSTB, kenyataan ini menyadarkan kita bahwa daerah ini masih mempunyai potensi hidrokarbon yang cukup besar sehingga harus ditangani secara terintegrasi. Pada tahun 1997 dilakukan operasi Seismic 3D di Struktur Sangatta dan telah dilakukan evaluasi oleh ITB-Schlumberger, dengan hasil Struktur Sangatta dibagi atas : 14 group lapisan dengan 93 lapisan. Kemudian dilakukan pemboran sumur appraisal X128 dan X-130 dengan hasil air serta sumur infill X129 dengan hasil minyak. Permasalahan pada reservoir Sangatta berupa batupasir dengan penyebaran terbatas (limited reservoir) dan distribusi porositas secara lateral. Selain itu sering dijumpai kesulitan korelasi geologi berdasarkan kesamaan litologi (konvensional) sehingga belum menjawab permasalahan geologi di daerah ini secara mendasar. Bersamaan dengan studi G&G tersebut tim DOH Kalimantan juga mendapatkan bantuan dari Tim Asistensi Jasa Teknologi untuk Kajian GG&R Struktur Sangatta yang diketuai oleh Bpk. Irawan Iqbal (Oktober 2001 – Februari 2002). Dari analisa dan studi yang dilakukan terhadap hasil tersebut diatas, maka dihasilkan program pengembangan lapangan Sangatta dengan mengusulkan pemboran step out maupun infill yang berlangsung sejak 2002 hingga saat ini. PEMBORAN SANGATTA
PENGEMBANGAN STRUKTUR SANGATTA Rejuvenasi merupakan didefinisikan sebagai suatu proses untuk membuat sesuatu yang telah menua agar dapat menjadi lebih muda, lebih segar, dan lebih kuat. Dalam hal industri migas yang diperbaharui bukan hanya fasilitas dipermukaan saja, akan tetapi juga dengan melakukan studi ulang untuk kemungkinan mendapatkan cadangan atau temuan baru. Hal ini dilakukan di lapangan tua Sangatta dengan melakukan re-assesnebt terpadu yang dilaksanakan tahun 2002.
Pemboran Struktur Sangatta dimulai tahun 1976 dan ingá saat ini telah dibor sebanyak 168 sumur. Pada umumnya masalah utama yang dihadapi adala masalah clay swelling.. Sedangkan lumpur yang digunakan pada pemboran pada umumnya adalah WBM yaitu lignosulphonate, bentonite mud, emulsion mud. Sedangkan Lumpur KCl / Polymer dipakai pada sumur : X-06, 107-109,112-115, 118, 122, 135 - 138. Kemudian sejak tahun 2003, maka pemboran menggunakan OBM (mulai sumur X-139 dst) . Umumnya pada saat pemboran untuk Lumpur lingo, bentonite, dan Kcl-Polymer menggunakan SG=1,20 sampai 1,29 sedangkan untuk OBM umumnya dengan SG=1,14 sampai 1,22. ANALISA PETROGRAFI X-131 & X-134 Analisa terintegrasi Petrografi, SEM, dan XRD tersebut dilakukan oleh LEMIGAS. Analisa
terintegrasi dilakukan terhadap sampel SWC dari sumur : • X-131, diambil 10 perconto dari kedalaman 642 hingga 1121 m • X-134., diambil 10 perconto dari kedalaman 381 hingga 1133 m. Analisa petrografi secara rinci dilakukan dengan menggunakan mikroskop polarisasi untuk menentukan karakteristik batuan, meliputi : komposisi mineral, tekstur, porositas visual, dan proses diagenesa yang telah berlangsung termasuk klasifikasi jenis batuan. Seluruh aspek karakteristik batuan tersebut pada tahapan berikutnya digunakan untuk mengevaluasi sejauh mana pengaruhnya terhadap kualitas reservoir. Sedangkan analisa Scanning Electron Microscope (SEM) dilakukan untuk mengidentifikasi mineralmineral berukuran mikro yang berkembang didalam batuan dan karakteristik sistem pori terutama porositas mikro yang tak dapat diamati secara petrografi. Analisa difraksi Sinar-X (XRD) digunakan untuk mengetahui jumlah jenis mineral (termausk lempung) didalam batuan dalam % berat. Adapun jenis analisanya adalah dengan cara bulk dan fraksi halus (clay fraction) untuk mengetahui jenis mineral lempung yang lebih spesifik. SWC Pada Sumur X-131 Sepuluh perconto SWC dari sumur X-131 diambil pada kedalaman 642, 50, 685, 724, 725, 875, 979, 1045, 1106.5, dan 1121 m. Dari hasil pengamatan petrografi yang didukung dengan pengamatan mikroskop elektron (SEM) dan difraksi sinar-x (XRD) menunjukkan 8 perconto merupakan batupasir (sublitharenite dan sideritic sandstone)dan 2 perconto adalah shale (sandy shale dan sideritic silty shale). Batupasir yang ditemui berdasarkan perconto adalah sublitharenite (pada kedalaman 642, 683, 724, 875, 1045, 1106.5, dan 1121 m) dan sideritic Sandstone (kedalaman 650 m). Sedangkan sandy shale ditemui pada kedalaman 725 m serta sideritic Silty sand (kedalaman 979 m). Sementasi umumnya berupa kaolinit dengan sedikit illite, sedangkan mineral ubahan terdiri dari kaolinit, illite, kalsit, dan pirit. Batuopasir umumnya berukuran butir sangat halus sampai sedang dan kenotak antar butiran didominasi oleh tipe planar yang diikuti oleh tipe concavo convex dan beberapa perconto terdapat tipe mengambang. Proses diagenesa yang terjadi adalah proses kompaksi, sementasi, penggantian dan pelarutan. Porositas visual sangat rendah berikisar antara 2,0% – 5,0% terdiri dari porositas jenis antar butiran (1,0% - 3,5%) dan porositas sekunder hasil pelarutan (0,5% - 4,0%). Porositas mikro juga tampak pada
pengamatan dengan SEM dan terdapat dianatar kristal-kristal kaolinit dan didalam masadasar lempung detritus jenis illite. Secara umum hubungan antar pori-pori jelek. Komposisi batupasir umumnya didominasi oleh mineral kuarsa monokristalin (36.5% - 66%) diikuti fragmen batuan (8,25% - 15%), terdiri dari batuan sedimen dan kuarsa polikristalin serta sedikit feldspar (1% – 3%. Sedangkan tambahan adalah karbonan (1,5% - 10%) dan sedikit mineral berat. Masadasar (8,5% - 12%) dan umumnya hadir dalam bentuk lempung detritus dan masadasar semu. Berdasarkan pengamatan petrografi dan SEM, proses sementasi terjadi pada seluruh perconto batupasir. Jenis semen terdiri dari : • Silika (0,5%- 1%) berupa silika tumbuh (quartz overgrowth). Secara lokal, semen silika ini dapat mengurangi ukuran bahkan menutup leher pori (pore throat)., • lempung otijenik (berupa kaolinit dan illite). Kandungan kaolinit pada batupasir (5%-12%), dan pada shale (15%-16%). Illite dijumpai bersama-sama kaolinit diseluruh sampel dan terdapat pada batupasir (1%-3%) dan didalam shale (6%-8%). Mineral lempung jenis illitesmektit juga dijumpai di shale (4%-6%). • Pirit (0,5%-1 %), dan • siderit merupakan semen karbonat yang dijumpai pada sampel di 642, 683, 724, 1045, dan 1100 m dan hanya dijumpai secara lokal (0,5% -2%). Kandungan masing-masing semen tersebut umumnya relatif kecil dan sedikit berpengaruh terhadap kualitas reservoir, namun secara bersama-sama akan berpengaruh terhadap kualitas reservoir tersebut. Sumur tersebut ditajak pada tgl 8 Mei 2001dan dibor sampai kedalaman 1150 m dan lakukan CST 30 titik (5 gagal) serta diselesaikan 25 Juni 2001. Sumur tersebu menembus sebanyak + 10 lapisan prospek. Sebanyak 8 lapisan telah diproduksikan. Sumur tersebut dibor menggunakan lumpur Lignosulphonate, dengan SG = 1,27, Viskositas=53, PH=9, dan Fluid Loss=4,3 cc. SWC pada Sumur X-134 Sepuluh perconto SWC dari sumur X-134 diambil pada kedalaman 381, 472, 478.5, 520, 643, 713, 716, 890, 1122.5, dan 1133 m.. Dari hasil pengamatan petrografi yang didukung dengan pengamatan mikroskop elektron (SEM) dan difraksi sinar-x (XRD) menunjukkan 10 perconto merupakan batupasir berupa lithic greywacke (kedalaman 381 m) litheranite (472 m) dan 8 perconto adalah sublitheranite. Analisa terintegrasi petrografi, SEM, dan XRD menunjukkan komposisi batupasir umumnya didominasi oleh mineral kuarsa monokristalin (42,5% - 57,8%) diikuti fragmen batuan (11% – 19,5%), terdiri dari rijang dan kuarsa polikristalin serta sedikit
batulempung dan batuan metamorf derajat rendah. Dijumpai juga adanya feldspar (0,5% - 2,25%). Sedangkan mineral tambahan adalah karbonan (0,75% - 21,5%) dan sedikit mineral berat (0,25% 0,75%) dan mika hanya dijumpai dikedalamn 381 m dan 1122,5 m. Masadasar (1% - 20,5%) dan umumnya hadir dalam bentuk lempung detritus dan masadasar semu. Mineral otijenik yang berperan sebagai semen dan tumbuh mengisi ruang dianatar butiran dijumpai di batupasir berupa lempung otijenik (0,25% 2,75%) yang berupa kaolinit dan sedikit illite serta silika (0,75% - 2%) ditambah pirit (0,5% - 1%) dan siderit (0,5% yang hadir dikedalamam 1133 m), serta kalsit 0,5% dijumpai di 716 m). Sedangkan mineral otijenik yang dihasilkan dari proses penggantian butiran tidak stabil, material karbon dan masadasar didalam batupasir terdiri dari : • lempung otijenik (1,5% - 6,75%) terdiri dari kaolinit dan illite • karbonat, umumnya siderit (0,5% -4,25%), dolomit (0,25% - 1%) dan kalsit (0,5% - 1,5% dikedalaman 361, 600, 1133 m), dan • pirit (0,25% - 1,25%). Sementasi umumnya berupa kaolinit dengan sedikit illite, sedangkan mineral ubahan terdiri dari kaolinit, illite, kalsit, dan pirit. Batupasir umumnya berukuran butir sangat halus sampai sedang dan kenotak antar butiran didominasi oleh tipe planar yang diikuti oleh tipe concavo convex dan beberapa perconto terdapat tipe mengambang. Proses diagenesa yang terjadi adalah proses kompaksi, sementasi, penggantian dan pelarutan. Porositas visual sangat rendah berikisar antara 0,75% - 22,75% terdiri dari porositas jenis antar butiran dengan hubungan antar pori-pori sangat baik. Porositas sekunder hasil pelarutan (1,0% - 5,25%). Jenis porositas sekunder dengan nilai sedang (3,25% - 5,25%) sangat bermanfaat untuk meningkatkan hubungan antar pori-pori batupasir. Porositas mikro juga tampak pada pengamatan dengan SEM dan terdapat diantara kristal-kristal kaolinit dan didalam masadasar lempung detritus jenis illite. Secara umum hubungan antar pori-pori jelek. Berdasarkan pengamatan petrografi dan SEM, proses sementasi terjadi pada seluruh perconto batupasir. Jenis semen terdiri dari : • Silika (0,75%- 2%) berupa silika tumbuh (quartz overgrowth). Secara lokal, semen silika ini dapat mengurangi ukuran bahkan dapat menutup leher pori (pore throat)., • lempung otijenik (berupa kaolinit dan illite). Kandungan kaolinit pada batupasir (2%-16%). Illite dijumpai bersama-sama kaolinit diseluruh sampel sebagai semen dan terdapat pada batupasir (0%-4%). • Pirit (0,5%-1 %), dan
siderit dan kalsit merupakan semen karbonat yang masing-masing dijumpai pada sampel di 1133 dan 716 m dan hanya dijumpai secara lokal (0,5%). Kandungan masing-masing semen tersebut umumnya relatif kecil dan sedikit berpengaruh terhadap kualitas reservoir, namun secara bersama-sama akan berpengaruh terhadap kualitas reservoir tersebut. Sumur tersebut ditajak 19 September 2002 dan diselesaikan 13 Oktober 2002 dan dibor hingga mencapai kedalaman 1207 m dan menembus sebanyak 10 lapisan prospek dengan ketebalan 30 m. Dari hasil logging ditemui sebanyak 9 lapisan virgin. Sumur tersebut dibor menggunakan lumpur Lignosulphonate, dengan SG = 1,12, Viskositas=46, PH=10, dan Fluid Loss=3,9 cc. •
Evaluasi Secara Umum Dari core sampling / SWC yang dikirim ke Lemigas selanjutnya dianalisa secara terintegrasi secara petrografi , XRD dan SEM. Secara umum komposisi utama clay pada sampel adalah terdiri dari kaolinit dan ilit yang berfungsi sebagai semen dan sebagai masa dasar yang akan membentuk mikropori yang dapat menyimpan air formasi (irreducible water). Akibatnya perlu dilakukan koreksi perhitungan Sw pada analisa log resistivitas akibat pengaruh mikropori tersebut.
ANALISA PETROGRAFI SWC ST-131 DEPTH 1121 M BUTIR KUARSA
SEMEN ILIT TUMBUH DIANTARA BUTIRAN KUARSA DETRITUS
SEMEN ILIT DIANTARA BUTIR KUARSA
Gb.-13 Analisa Petrografi SWC X-131 Adanya / kehadiran siderit dan pirit akan meningkatkan nilai densitas bulk batupasir. Akibatnya pembacaan nilai porositas pada log densitas menjadi bias kearah pesimistis.
SIDERIT
ANALISA PETROGRAFI SWC ST-131 DEPTH 650 M MINERAL SIDERIT
pemilahan dari sedang sampai buruk, bahkan pada beberapa per conto batupasir cenderung baik. Struktur Sedimen yang terlihat pada per conto dari sumur X-131 dan X-134 tersebut adalah berupa laminasi dan cerat-cerat material karbon dan diikuti oleh jejak binatang (burrow) di beberapa per conto batuan. Berdasarkan indikator komposisi (terutama material karbon), tekstur dan struktur sedimennya, maka dapat diinterpretasikan bahwa batupasir dan shale yang dianalisa diendapkan pada lingkungan delta dengan kontrol energi rendah sampai sedang, dan kemungkinan didaerah transisi antara delta plain bagian bawah dengan delta front.
Gb.-14 Mineral Siderit Pada SWC X-131 Selain itu didapatkan kenyataan adanya potensi kerusakan formasi terjadi akibat sensitivitas batuan terhadap asam (acid sensitivity) dan adanya migrasi partikel halus kaolinit (fine migration). Masalah acid sensitivity disebabkan oleh hadirnya siderit dan pirit (dihampir seluruh perconto batuan yang dianalisa) yang bersifat sangat sensitif terhadap fluida asam, khususnya HF dan HCl yang umum digunakan dalam pekerjaan pengasaman sumur. Hasil reaksi kimia yang terjadi adalah endapan iron Hydroxide (Fe(OH)2) dan Calcium fluoride (CaF2) yang akan memblok dan menyumbat leher pori (pore throat). Akibatnya permeabilitas akan menurun secara mendadak disekitar lubang bor. Masalah lainnya adalah kehadiran mineral lempung otijenik jenis kaolinit dan ilit-smektit. Pada saat sumur diproduksikan dalam kondisi tekanan tinggi dapat terjadi terjadi migrasi material halus yang dapat mengakibatkan penyumbatan leher pori (pore throat) oleh kristal kaolinit disekitar lubang bor. Akibatnya akan terjadi penurunan permeabilitas disekitar lubang bor sehingga menghambat laju produksi sumur. Selain itu kehadiran illite-smectite (ada di per conto shale X-131 pada kedalaman 725 m dan 979 m) yang mempunyai sifat mengembang (clay swelling) bila bersentuhan dengan air tawar, maka dapat mengakibatkan masalah dipemboran seperti bit terjepit pada saat pemboran lapisan shale tersebut. Proses Sementasi Proses sementasi umumnya terjadi diseluruh per conto batupasir / reservoir (berdasarkan pengamatan petrografi dan SEM). Adapun jenis semen yang dijumpai adalah silika, lempung otijenik (kaolinit dan illite), siderit dan pirit. Kandungan masing-masing semen tersebut umumnya relatif kecil dan tidak tampak pengaruhnya terhadap penurunan kualitas reservoir, akan tetapi secara bersama-sama akan berpengaruh terhadap kualitas reservoir. Tekstur dan Struktur Sedimen Tekstur per conto batuan memperlihatkan ukuran butir pasir sangat halus sampai sedang dan derajat
Pelarutan Secara umum porositas visual dari porositas primer antar butiran dan porositas sekunder hasil proses pelarutan. Selain itu didapatkan juga porositas berukuran mikro yang terbentuk diantara kristalkristal kaolinit dan pelarutan masadasar.
ANALISA PETROGRAFI SWC SGT HUBUNGAN ANTAR BUTIR PLANAR TIPE CONCAVO-CONVEX
Gb.-15 Hubungan Antar Butir Planar Secara umum faktor utama yang menyebabkan penurunan nilai porositas visual dan membuat hubungan antarpori menjadi jelek adalah adanya proses-proses diagenesa seperti kompaksi, sementasi (kaolinit), dan penggantian (kaolinit, illite, dan siderit), serta tingginya kandungan masadasar didalam batupasir. ANALISA PETROGRAFI SWC ST-131 DEPTH 875 M POROSITAS SEKUNDER
POROSITAS SEKUNDER HASIL PELARUTAN
Gb.-16 Porositas Sekunder
Proses pelarutan di perconto batupasir X-131 dan sebagian per conto X-134 tidak cukup memberikan kontribusi baik terhadap nilai porositas visual maupun hubungan natar pori-pori, kecuali pada batupasir di kedaqlaman 472, 520, dan 643 m di X134. Porositas sekunder mencapai (3,25% - 5,25%) dan akan berperan dalam meningkatkan hubungan antara pori-porinya, sehingga kualitas reservoirnya akan menjadi baik. Ketiga perconto yang memiliki kualitas reservoir baik tersebut terdapat pada kedalaman 472 m, 520 m, dan 643 m di sumur X-134 dan mempunyai kandungan masadasar yang rendah (1.0 – 6.75%). .
Gb.-17 Log Sumur X-131
PEMBAHASAN Dari hasil pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa rendahnya kualitas reservoir batupasir disebabkan oleh proses diagenesa (kompaksi, sementasi, dan penggantian) dan tingginya kandungan masadasar. Sedangkan yang dapat meningkatkan kualitas reservoir batupasir adalah tingginya nilai porositas primer antar butiran dan rendahnya kandungan masadasar serta intensifnya proses pelarutan. Selain itu kandungan lempung otijenik jenis illit dan illite-smectite juga berpengaruh terhadap reservoir. Dari hasil logging pada kedalaman 642 m dan 650 m di sumur X-131 didapatkan bahwa dengan adanya lubang yang mengecil. Hal ini kemungkinan akibat terjadinya clay swelling diformasi tersebut. Selain itu kualitas pembacaan log resisitivitas tampak sedikit terpengaruh dan dari hasil uji produksi didapatkan hasil : 1. kedalaman 642,5 m : produksi minyak dengan KA=25%. Dari hasil foto SEM memperlihatkan batupasir berukuran sedang, terpilah buruk dan porositas rendah yang terdiri dari porositas primer dan sekunder. Pororsitas sekunder berupa porositas hasil pelarutan felspar dan fragmen batuan dan porositas mikro yang terbentuk diantara dinatar mineral lempung kaolinit. Hubungan antar pori umumnya buruk akibat adanya masadasar dan masadasar semu, semen, dan proses kompaksi yang ditndai kontak butiran tipe planar dan concave-convex. Mineral lempung terdiri dari kaolinit dan illite yang umumnya dijumpai sebagai semen, hasil ubahan felspar dan fragmen batuan dan sebagai lempung detritus.
Felspar
Illite
Gb.-18 Mineral Felspar dan Illite 2.
pada kedalaman 650 m.: produksi air dengan influks rendah (KA=100%). Dari hasil foto SEM memperlihatkan batupasir sideritan berukuran butir pasir halus, terpilah sedang dan porositas visual sanagat rendah yang terdiri dari porositas mikro yang terbentuk pada masadasar dan rekahan mikro. Proses diagenesa terdiri dari penggantian masadasar oleh dan butiran tidak stabil oleh siderit, kaolinit, dan illite. Ketiga mineral ini juga hadir sebagai semen, pelarutan pada masadasar dan butiran tidak stabil yang bersifat lokal dan kompaksi.
Adapun bila dibandingkan pada sumur dengan lumpur OBM, maka terlihat lubang bor jauh lebih stabil dibandingkan pemakaian WBM, seperti terlihat pada sumur X-154 dibawah ini. Hal ini karena sifat Oil yang akan melumasi air yang ada dalam sitem lumpur sehinga mencegah terjadinya hidrasi air dari formasi. Sehingga lubang menjadi stabil.
Illite
Gb.-22 Log X-154 KESIMPULAN
Gb.-19 Mineral Illite Pada Kedalaman 650 m Selain itu pengaruh jenis lumpur bor terhadap kualitas lubang bor dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Pada penggunaan lumpur lignosulfomate pada sumur SD-01 terlihat adanya pemebesaran lubang yang menunjukkan ketidakstabilan lubang bor.
Gb.-20 Log SD-01 Sedangkan pada pemakaian lumpur KClPolymer pada sumur X-114 terlihat lubang relatif stabil, seperti terlihat dibawah ini.
Gb.-21 Log X-114
Dari uraian diatas, maka dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu : 1. Rendahnya kualitas reservoir batupasir disebabkan oleh proses diagenesa (kompaksi, sementasi, dan penggantian) dan tingginya kandungan masadasar. 2. Sedangkan yang dapat meningkatkan kualitas reservoir batupasir adalah tingginya nilai porositas primer antar butiran dan rendahnya kandungan masadasar serta intensifnya proses pelarutan. 3. Kandungan lempung otijenik jenis illit dan illitesmectite juga berpengaruh terhadap reservoir. 4. Dari hasil logging pada kedalaman 642 m dan 650 m di sumur X-131 didapatkan bahwa dengan adanya lubang yang mengecil. Hal ini kemungkinan akibat terjadinya clay swelling diformasi tersebut. 5. Kualitas pembacaan log resisitivitas tampak sedikit terpengaruh dan dari hasil uji produksi didapatkan hasil :kedalaman 642,5 m : produksi minyak dengan KA=25%. Dari hasil foto SEM memperlihatkan batupasir berukuran sedang, terpilah buruk dan porositas rendah. Hubungan antar pori umumnya buruk. 6. Pada penggunaan lumpur lignosulfomate pada sumur SD-01 terlihat adanya pemebesaran lubang yang menunjukkan ketidakstabilan lubang bor. 7. Sedangkan pada pemakaian lumpur KClPolymer pada sumur X-114 terlihat lubang relatif stabil. 8. Adapun bila dibandingkan pada sumur dengan lumpur OBM, maka terlihat lubang bor jauh lebih stabil dibandingkan pemakaian WBM..
UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih terutama kepada Manajemen Pertamina baik di pusat maupun Manajemen EP Regiuon KTI atas kesempatan yang diberikan untuk mempublikasikan paper ini. DAFTAR PUSTAKA 1.
H. Rabia, 1985), “Oilwell Drilling Engineering : Priciples and Practice,”Graham & Trotman, Oxford, UK. 2. Andry Halim, “Rejuvenasi Lapangan Matured Sangatta Dengan Studi Komprehensif G G & R”, IATMI, 2003 3. Bambang W., dkk, “Studi Terintgrasi Petrografi, SEM, dan XRD Dari 20 Perconto SWC di Sumur X-131, dan X-134, Sangatta, Kalimantan Timur,” Pertamina dan Lemigas, Desember 2002.(unpublish). 4. Pertamina and Sojitz Corp.”CO2 EOR Project Of Sangatta Oil Field (Laboratory Tests),” Juli 2002 (unpublish) 5. Pertamina DOH Kalimantan, “Jasa Konsultasi Geologi dan Geofisika Dalam Rangka Reassesment Struktur Sangatta”, Badan Afi;liasi Teknologi Mineral, FTM, Univ. Trisakti, 2001. (unpublish). 6. Pertamina-Jasa Teknologi, Presentasi hasil Kajian GG&R Struktur Sangatta 2001, Februari 2002 (intern-unpublish). 7. Pertamina DOH Kal, “Perkiraan Cadangan per 01.01.2006)”, Balikpapan, 2006 (unpublish). 8. Miguel Arias, Dr. Kevin Gardner,”Surfactant Induced Permeability Changes in Clay-Sand Systems”. 9. David E Smith,”Modeling of Calcium Binding in Hydrated 2 : 1 Clay Minerals,” New Mexico State University, Las Craces, Juni 1999 10. Tim J. Tambach, et.al.,”A Molecular Mechanism of Hysteresis in Clay Swelling”, University of Amsterdam, 2004