BUDIDAYA TANAMAN KAYU ALBASIAH (Albizzia Falcataria) DENGAN SISTEM TUMPANGSARI DI DESA JADIMULYA KECAMATAN LANGKAPLANCAR KABUPATEN PANGANDARAN (SUATU KAJIAN GEOGRAFIS)
Siti Fadjarajani 1 (
[email protected]) Irfan Hilmi (
[email protected]) Program Studi Pendidikan Geografi FKIP Universitas Siliwangi Tasikmalaya ABSTRACT Irpan Hilmi. 2014. The Cultivation of Albasilah Wood (Albizzia Falcataria) by Using the Intercropping System in Jadimulya Village Langkaplancar Sub-district Pangandaran Regency (A Geography Study). Geography Education Department of the Faculty of Educational Sciences and Teachers’ Training Siliwangi University Tasikmalaya. The background of this research begins from the topography of Jadimulya village as the right place to cultivate the albasilah wood by the society. Jadimulya village often cultivates the albasilah wood especially for those who have large area. The problems of this research are (1) What are the geographical factors that support the cultivation of albasilah wood by using the intercropping system in Jadimulya village Langkaplancar sub-district Pangandaran regency? (2) What are the geographical factors that obstruct the cultivation of albasilah wood by using the intercropping syste m in Jadimulya village Langkaplancar sub-district Pangandaran regency? The hypothesis of this research are (1) The geographical factors that support the cultivation of albasilah wood by using the intercropping system in Jadimulya village are: physical factors (topography, type of soil, rainfall), human resources, the prospect of albasilah wood, land, and seed. (2) The geographical factors that obstruct the cultivation of albasilah wood are accessibility (road and marketing target) and pests. The method used in this research is descriptive quantitative method. The technique of collecting the data has been done through literary study, observation, and interview. The sample in this research are taken as many 10% or 38 respondents of 380 KK of population. The research result shows that the geographical factors that support the cultivation of albasilah wood by using the intercropping system in Jadimulya village are: physical factors (topography, type of soil, rainfall), human resources, the prospect of albasilah wood, land, and seed. The geographical factors that obstruct the cultivation of albasilah wood are accessibility (road and marketing target), and pests. The conclusion is that the physical factors (topography, type of soil, rainfall) in Jadimulya village Langkaplancar sub-district Pangandaran Regency support the cultivation of the albasilah wood by using the intercropping system and the factors that obstruct it are accessibility (road and marketing target) and pests. It is suggested to the next researchers to conduct the more intensive research and the other variables that have not been discussed in this thesis. Key words: Cultivation, Intercropping
1
A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dalam enam tahun terakhir populasi tanaman albasiah mengalami peningkatan yang sangat baik, dan menjadi primadona baru dalam dunia perkayuan. Dikarenakan pertumbuhannya cepat, masa tebang lebih pendek, budidayanya lebih mudah, dapat ditanam diberbagai kondisi tanah, kayunya cenderung lebih lurus, produktivitasnya tinggi, serta multi manfaat. Kayu albasiah banyak digunakan untuk tiang bangunan rumah, papan peti kemas, peti kas, perabotan rumah tangga, pagar, tangkai dan kotak korek api, pulp, kertas, serta ranting dari kayu albasiah dapat di jadikan kayu bakar dan daunnya digunakan sebagai makanan ternak oleh masyarakat sekitar. Tidak seperti budidaya kayu keras lainnya, budidaya albasiah itu cepat panen. Ini artinya cepat mendatangkan keuntungan. Hanya perlu waktu lima (5) tahun untuk bisa memanen. Bahkan, menikmati albasiah bisa dimulai pada tahun ketiga (penjarangan tahap pertama, saat itu kita memanen 20% dari pohon tertananam) dan tahun keempat (penjarangan tahap kedua di mana kita memanen sebanyak 20%). Melakukan budidaya albasiah tidak perlu di lahan yang strategis (di pinggir jalan), atau lahan teknis (produktivitas tinggi, air melimpah), lahan yang kering, jauh dari jalan, atau perbukitan. Dengan begitu, budidaya albasiah bisa dilakukan dengan harga lahan yang murah. Karena karakteristik albasiah memang tidak perlu air banyak dan makin curam lokasi tanam makin baik. Secara tofografis Desa Jadimulya sangat cocok untuk budidaya tanaman kayu albasiah dan tanaman kapulaga, letaknya yang berada di ketinggian 400 meter dpl (diatas permukaan laut) serta tofografinya sebagian besar merupakan daerah perbukitan dengan kemiringan 90% landai, 2% dataran, dan 8% curam. Desa Jadimulya termasuk wilayah kecamatan Langkaplancar, Kabupaten Pangandaran.
2
Oleh karena itu Masyarakat
Desa Jadimulya banyak yang
melakukan budidaya albasiah terutama yang memiliki lahan. Karena kayu albasiah memiliki nilai jual yang sangat menjanjikan sebagai sumber investasi di masa depan. Selain tanaman albasiah, masyarakat Desa Jadimulya juga menanam tanaman kapulaga dengan sistem tumpangsari. Tanaman ini sebenarnya telah lama dikenal masyarakat tetapi belum dibudidayakan dengan sungguh-sungguh. Tanaman kapulaga dari tahun ketahun semakin berkembang sebagai bahan baku yang diusahakan secara monokultur atau sebagai tanaman sela diantara tanaman, perkebunan lainnya seperti karet, kelapa sawit, durian, mangga dan lain- lain. Curah hujan yang terlalu tinggi berpengaruh buruk sehingga tangkai
bunganya
pendek
dan
bunga
banyak
yang
busuk.
Musim kemarau yang panjang mengakibatkan pembentukan anakan sedikit, sehingga bunga yang dihasilkan berkurang. Pada daerah dengan rata-rata curah hujan 2.500 per tahun diperlukan 136 hari hujan per tahun dengan bulan kering tidak lebih dari 3 bulan, bulan basah 8 bln dan bulan lembab 1,5 bulan. Suhu rata-rata yang dikehendaki berkisar antara 20300 C, sedangkan di dataran rendah dengan pohon pelindung yang cukup rimbun suhunya 23-300 C. Intensitas cahaya yang baik untuk pertumbuhan kapulaga berkisar 30-70 persen. Kapulaga atau dalam bahasa setempat di sebut dengan kapol. Di Desa jadimulya tanaman kapulaga menjadi tanaman tumpangsari dan banyak di budidayakan oleh masyarakat karena perawatan yang mudah dan mudah berbuah. Biasanya masyarakat menanamnya dengan cara memotong dari rumpun yang memiliki tunas dan setelah 2-3 tahun kapulaga sudah bisa berbuah. Kapulaga berbuah sepanjang tahun dan panennya tidak menentu. Setelah panen biasanya kapulaga di kumpulkan dan di jemur sapai kering sebelum akirnya dijual. Masyarakat biasa menjual ke pasar Banjarsari dengan menggunakan angkutan pedesaan. Dan hasil panen tersebut masyarakat biasa membawa minimal 2 karung
3
dengan harga per Kg mencapai Rp. 60.000. Kapulaga sebagai tanaman tumpangsari menjadi komoditas yang sangat menguntungkan dan prosfek kedepanya yang bagus. 2. Tujuan Tujuan dalam penelitian ini adalah: a. Untuk Mengetahui faktorfaktor geografi yang mendukung masyarakat melakukan budidaya tanaman albasiah (albizzia falcataria) dengan sistem tumpangsari di Desa Jadimulya Kecamatan Langkaplancar Kabupaten Pangandaran. b. Untuk Mengetahui faktor- faktor geografi yang menghambat budidaya tanaman albasiah (albizzia falcataria) dengan sistem tumpangsari di Desa Jadimulya Kecamatan Langkaplancar Kabupaten Pangandaran. 3. Metode Penelitian Metode penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Berdasarkan metode ini, pengkajian yang dilakukan dipusatkan pada persoalan yang terjadi pada masa sekarang yang aktual. Menurut Surachmad, (1982 :139) “metode deskriptif analisis tertuju pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang denga n jalan mengumpulkan data, menyusun, dan mengklasifikasikannya, menganalisis serta menginterprestasikan”. Dalam penelitian ini penulis mengambil metode penelitian deskriptif kuantitatif dengan tujuan untuk mengetahui tentang faktorfaktor geografi yang berpengaruh terhadap budidaya albasiah dengan sistem tumpangsari di Desa Jadimulya. Adapaun sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah masyarakat setempat sebanyak Sampel sebanyak 10% atau 38 responden dari populasi sebanyak 380 KK, termasuk 1 sampel Kepala Desa.
4
B. PEMBAHASAN 1.
Faktor-faktor Geografi Yang Mendukung Budidaya Tanaman Albasiah Menurut Hanum (2008:1), budidaya merupakan usaha yang memberikan hasil. Sedangkan menurut kamus Besar Bahasa Indonesia budidaya adalah kegiatan terencana pemeliharaan sumberdaya hayati yang dilakukan pada suatu areal lahan untuk diambil manfaat atau hasil panennya. Menurut Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 41/Permentan/ot. 140/9/2009 tentang Kriteria Teknis Kawasan Peruntukan Pertanian bahwa yang dimaksud dengan sistem budidaya tanaman adalah sistem pengembangan dan pemanfaatan sumberdaya alam nabati melalui usaha manusia yang dengan modal, teknologi dan sumberdaya lainnya menghasilkan barang guna memenuhi kebutuhan manusia secara lebih baik. Berdasarkan hasil observasi dan studi literatur tentang faktorfaktor geografi yang mendukung dalam budidaya tanaman albasiah, berikut ini hasil data yang diperoleh sebagai berikut: a.
Faktor fisik (Topografi/kemiringan, jenis tanah, dan curah hujan) Topografi sebagian besar
Desa
Jadimulya
merupakan dataran
Kecamatan
Langkaplancar
dan perbukitan dengan
kemiringan 90% landai, 2% dataran, dan 8 curam serta berada pada ketinggian 0 – 400 meter diatas permukaan air laut (dpl). Jenis tanah di Desa Jadimulya memiliki jenis tanah yang cocok dengan syarat tumbuh kembang tanaman albasiah. dengan kemasaman tanah sekitar pH 6-7. Albasiah termasuk jenis tanaman tropis, demikian pula kondisi negara indonesia yang beriklim tropis sehingga cocok pula untuk membudidayakan albasiah khususnya di Desa Jadimulya Kecamatan Langkaplancar.
5
Berdasarkan data monografi Desa Jadimulya tahun 2013 keadaan suhu rata-rata suhu Desa Jadimulya adalah 24 0 , sehingga sangat mendukung untuk budidaya tanaman kayu albasiah. Curah hujan rata-rata di wilayah Desa Jadimulya tercatat sekitar 2.500 mm per tahun. Dengan demikian curah hujan di wilayah ini sesuai dengan persyaratan tumbuh albasiah. Tanaman albasiah membutuhkan kelembaban sekitar 50% 75%. Kesesuaian kelembaban di desa jadimulya dengan kondisi pra syarat budidaya albasiah memungkinkan dapat tumbuh dengan baik. Dapat disimpulkan faktor fisik Desa Jadimulya berupa Topografi/kemiringan, jenis tanah, iklim, curah hujan, suhu, dan kelembaban merupakan faktor- faktor yang mendukung budidaya tanaman kayu albasih di Desa Jadimulya Kecamatan Langkaplancar Kabupaten Pangandaran. b.
Sumberdaya manusia Dari data hasil penelitian dapat diketahui bahwa hampir seluruh responden yaitu sebanyak 65,79% mengetahui tatacara budidaya tanaman kayu albasiah dan sebanyak 28,95% responden cukup mengetahui. Hal ini berarti sumberdaya manusia di Desa Jadimulya juga mendukung untuk budidaya tanaman kayu albasiah.
c.
Prospek tanaman kayu albasiah Saat ini tanaman kayu albasiah di Desa Jadimulya menjadi tanaman yang banyak dibudidayakan karena masa tebangnya yang relatif singkat sekitar 5-7 tahun, berbeda dengan jati yang masa tebangnya mencapai 25-35 tahun. Dari data hasil penelitian dapat dilihat bahwa tanggapan atau respon dari responden terhadap tanaman kayu albasiah sangat positif dan menganggap prospeknya bagus sebanyak 71,05% dan 28,95% responden mengatakan cukup bagus.
6
d.
Luas lahan Dari data penelitian dapat dilihat bahwa luas lahan yang dimiliki oleh petani di Desa Jadimulya cukup memadai. Sebanyak 52,63% responden memiliki luas lahan sebanyak lebih dari 700 bata. Dengan demikian produksi tanaman kayu albasiah secara otomatis akan cukup memadai pula sebagai pengaruh dari luas lahan yang dimiliki oleh petani di
Desa
Jadimulya Kecamatan
Langkaplancar Kabupaten Pangandaran. Status lahan yang dikuasai oleh petani albasiah di Desa Jadimulya juga relatif besar yaitu sebesar 81,57%. Hal ini akan sangat berpengaruh terhadap tingkat produksi lahan untuk budidaya tanaman kayu albasiah. e.
Bibit Dari data penelitian dapat diketahui bahwa responden tidak kesulitan mendapat bibit, karena mereka membeli bibit siap tanam dari penjual yang biasa dipasarkan pada saat menjelang musim penghujan.
2.
Faktor-faktor Geografi Yang Menghambat Budidaya Tanaman Albasiah Berdasarkan hasil observasi dan studi literatur tentang faktorfaktor geografi yang menghambat dalam budidaya tanaman albasiah, berikut ini hasil data yang diperoleh. a.
Aksesibilitas Aksesibilitas menurut Nasution. M.N. (2008:97), menyatakan tentang kemudahan orang dalam menggunakan suatu sarana transfortasi tertentu dan bisa berupa fungsi dari jarak maupun waktu. Suatu sistem transfortasi sebaiknya bisa diakses dari berbagai tempat dan pada setiap saat untuk mendorong orang menggunakan dengan mudah. Aksesibilitas dalam hal ini adalah tentang jarak, waktu tempuh dan kondisi jalan.
7
Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa petani mengalami kesulitan dalam menjual hasil panennya yang disebabkan karena masalah transportasi, kondisi jalan yang sangat buruk, dan daerah pemasaran yang lokasinya jauh dari Desa Jadimulya Kecamatan langkaplancar. Atas pertimbangan tersebut sebagian besar responden lebih memilih menjual hasil panennya kepada pemborong atau tengkulak sehingga kadangkala harga yang ditawarkan
lebih
rendah dibandingkan dengan
harga pasar
sesungguhnya b.
Hama Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden mengetahui hama yang sering menyerang tanaman albasiah, hama tersebut dikenal oleh responden dengan nama olanolan, ongret, dan tumor kayu. Responden mengatakan hama tersebut sangat mengganggu tanaman kayu albasiah tersebut.
3.
Tumpangsari Kapulaga Pada Budidaya Tanaman Kayu Albasiah Tumpangsari merupakan pola tanam polikultur dengan menanam lebih dari satu jenis tanaman pada suatu hamparan lahan dalam periode waktu tanam yang sama (Syiful Anwar, 2012). Kapulaga menurut ( Hidayat, 2013: 1) adalah sejenis buah yang sering digunakan sebagai rempah (bumbu) untuk masakan tertentu dan juga untuk campuran jamu. Morfologi Terna yang kuat menahun, dan berbau aromatis pada berbagai bagiannya. Tumbuh mencapai tinggi 2 meter, dengan rimpang yang tumbuh menjalar di bawah tanah, agak bulat gilig, gemang 1-2 cm, putih kekuningan, tertutupi sisik kelopak tak berambutberwarna coklat kemerahan. Penyebaran dan Ekologi A.compactum adalah tumbuhan asli dan endemik di wilayah perbukitan di Jawa bagian barat. Kini ditanam dan mungkin meliar di 8
berbagai tempat. A. compactum terutama dihasilkan secara komersial dari Jawa Barat dan Sumatra bagian selatan. Tanaman ini cocok tumbuh di wilayah dengan kelembaban yang tinggi, curah hujan antara 2.500-4000 mm per tahun, suhu tahunan kurang lebih (23-28 0 C), dan banyak hari hujan (sekurang-kurangnya 136 hari dalam setahun). Kapulaga juga menghendaki tempat yang setengah ternaungi, pada tanah-tanah yang terdrainase dengan baik, pH 5-6,8 dan memiliki kandungan bahan organik yang cukup tinggi. Di Desa jadimulya tanaman kapulaga
menjadi tanaman
tumpangsari dan banyak di budidayakan oleh masyarakat karena perawatan yang mudah dan mempunyai masa yang cukup singkat untuk berbuah. Kapulaga dalam bahasa setempat lebih dikenal dengan sebutan kapol. Menurut responden kapulaga yang banyak dijadikan tanaman tumpangsari dalam budidaya tanaman kayu albasih di Desa Jadimulya disebut Kapulaga jenis Dompo. Biasanya masyarakat menanamnya dengan cara memotong dari rumpun yang memiliki tunas dan setelah 2-3 tahun kapulaga sudah bisa berbuah. Kapulaga berbuah sepanjang tahun dan panennya tidak menentu. Dalam satu tahun bisa panen lebih dari dua kali, dengan harga jual yang lumayan tinggi. Sehingga kapulaga dapat menjadi tanaman tumpangsari yang menjadi komoditas sangat menguntungkan dan mempunyai prospek kedepan yang yang bagus. Tentunya penerapan sistem tumpangsari khususnya kapulaga terhadap budidaya tanaman kayu albasiah ini sangat menguntungkan petani.
Terlebih petani dapat mendapatkan dua
keuntungan sekaligus yaitu sambil menunggu tanaman inti tumbuh besar bisa menikmati hasil panen tanaman pembantu tersebut.
9
C. SIMPULAN DAN SARAN 1.
Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis pengolahan data dalam Bab sebelumnya tentang Budidaya Tanaman Kayu Albasiah (Albizzia Falcataria) Dengan Sistem Tumpangsari di Desa Jadimulya Kecamatan Langkaplancar Kabupaten Pangandaran (Suatu Kajian Geografis), maka dapat ditarik kesimpulan beserta saran sebagai berikut: 1.
Faktor-faktor geografi yang mendukung budidaya tanaman kayu albasiah dengan sistem tumpangsari di Desa Jadimulya adalah : faktor fisik ( topografi/kemiringan, jenis tanah, curah hujan), sumber daya manusia, prospek tanaman kayu albasiah, lahan, dan bibit.
2.
Faktor-faktor geografi yang menghambat budidaya tanaman kayu albasiah dengan sistem tumpangsari di Desa Jadimulya yaitu aksesibilitas ( kandisi jalan, dan lokasi pemasaran), dan hama.
2.
Saran Berdasarkan simpulan di atas, penulis menyampaikan saran dalam menanggapi hasil penelitian sebagai berikut ini: a.
Para petani perlu mengembangkan teknik budidaya tanaman kayu albasiah, supaya menghasilkan produk yang berkualitas tinggi.
b.
Petani seharusnya melakukan pembibitan sendiri dibandingkan dengan membeli bibit siap tanam, supaya mengurangi biaya yang harus dikeluarkan dan dapat meningkatkan kualitas bibit yang digunakan untuk budidaya tanaman kayu albasiah tersebut.
c.
Kepada pemerintahan Desa diharapkan dapat
meningkatkan
aksesibilitas berupa kondisi jalan dan sarana transportasi, supaya memudahkan petani dalam hal penjualan hasil panen. d.
Dalam upaya melindungi petani dari kerugian akibat banyaknya pemborong yang memberikan penawaran dibawah harga pasar, maka perlu dibentuk kelompok usaha tani agar hasil panen lebih optimal.
e.
Perlu diadakanya penyuluhan atau sosialisasi oleh dinas-dinas terkait mengenai penanganan hama dan penyakit yang biasa menyerang
10
tanaman kayu albasiah yang efektif dan efisien, tanpa harus mengganggu kestabilan lingkungan sekitar. DAFTAR PUSTAKA Anwar, Syiful. (2012). Pola Tanam Tumpangsari. Agroekoteknologi. Litbang Deptan Hanum, Chairani. (2008). Teknik Budidaya Tanaman Jilid 1,2,3. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta. Hidayat, Taufik. (2013). Membongkar Selaksa Khasiat Kapulaga. Yogyakarta: Pustaka Baru Press Laelasari dan Nunung. (2011). Budidaya Tanaman. Bandung : Yrama Widya Nasution, M.N. (2008). Manajemen Transfortasi (Edisike 3). Jakarta: Ghalia Indonesia Peraturan Menteri Pertanian Nomor. (2009). Kriteria Teknis Kawasan Peruntukan Pertanian Nomor: 41/PERMENTAN/OT. 140/9/2009. Menteri Pertanian Republik Indonesia.Tidak dipublikasi. 17 Hal. Surachmat, Winarno. (1982). Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung: Tarsito Sumarsana, Uum. (2010). Budidaya Tanaman Kayu Sengon (albazzia falcataria) dalam Kaitannya dengan Pendapatan Petani di Desa Ciheras Kecamatan Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya. Skripsi Geografi FKIP Unsil : Tidak diterbitkan.
11