Jumal Keadilan Vol. 6, No.1, Tahun 2012
_ _ _ _ _ _ _ _ KAJIAN KHUSUS
_
Tim Redaksi:
KASUS MESUJI:
POTRET SENGKETA LABAN YANG TAK KUNJUNG USAI
B
erbagai sengketa pertanahan akan mendapat perhatian publik apabila sudah menim-bulkan korban di masyarakat. Kasus Mesuji tiba-tiba saja menyen-tak' dan menghebohkan publik karena berita yang sangat mengerikan ten-tang pemenggalan kepala manusia. Kenapa hams menghebohkan, padahal kasus tanah Mesuji sudah berlangsung begitu lama. lni budaya lama bangsa kita yang barn sadar ketikakorban sudah berjatuhan. Sengketa lahan ala kasus Mesuji ini teIjadi dimana-mana misalnya di Papua, Bima, Karawang dan berbagai F,t,,~kol,ro;d daerah lain. Dalam konflik seperti IllI Mesuji, Kabupaten Ogan Komering Ilir, seringkali ada dua versi dalam memanSumatera Selatan; peristiwa di Kabupaten dang persoalan kepemilikan tanah dan Mesuji, Lampung; dan peristiwa yang statusnya. Pemerintah seringkali berpeterjadi tidakjauh dari Kabupaten Mesuji. gangan pada status tanah negara dan izin Peristiwa di Kecamatan Mesuji, Kabupaten Ogan Komering !lir, Sumatera lokasi pengolahan kawasan hutan, sedangkan rakyat berpegang pada status Selatan terjadi pada tanggal 21 April tanah hak ulayat dan pertanian rakyat. 20 II. Dalam kasus di Kecamatan Mesuji, Tidak ketemunya persepsi mengenai Kabupaten Ogan Komering llir, Sumatera status kepemilikan tanah dan pengelolaan Selatan ini, konflik terjadi antara ini berpotensi konflik antara masyarakat masyarakat dengan PT Sumber Wangi dengan pengusaha yang mendapat izin Alam (PT SWA) sejak awal tahun 2000. lokasi dari Pemerintah. Dalam kasus itu terjadi pembunuhan dengan memenggal kepala yang Prahara Mesuji dilakukan oleh masyarakat karena dipicu Kasus Mesuji menurnt penyelidikan oleh terbunuhnya dua warga desa tersebut berbagai pihak termasuk Komnas HAM pada tanggal 21 April 20 II. J adi videoterdapat tiga kasus yang mengambil nama video keji yang beredar di media massa itu adalah peristiwa kekerasan di daerah mesuji yaitu Perisitiwa di Kecamatan 12
Kasus Mesuji: Potrel Sengketa Lahan Yang Tak Kunjung Usai (lim Redaksi)
ini. Dalam kasus di daerah ini ada tujuh orang yang tewas. Dua dari warga sipil, dan lima dari pihak PT SWA. Peristiwa kedua adalah akibat konflik yang teIjadi antara masyarakat dengan PT Silva Inhutani (PT SI). Konflik yang terjadi di daerah ini sudah lama berlangsung dari tahun 2009 sampai sekarang. Komnas HAM telah menangani kasus ini sejak 2009. Dalam kasus di daerah ini, tercatat sekitar 100 lebih warga desa yang ditangkap oleh pihak kepolisian. Menurut masyarakat, kampung mereka sudah ada sebelum ada klaim perusahaan atas !anah mereka. Konflik bermula dari Pemerintah menetapkan kawasan tersebut sebagai hutan negara yang dike lola oleh Perhutani. Hak Guna Usaha Perhutani kemudian dibeli oleh PT SI, dan konon HGU PT SI meluas mencapai 43 ribu hektar, sehingga termasuk kampung hunian warga. Disinilah konflik ini bermula. Pemerintah Daerah telah mengfasilitasi penyelesaian konflik dengan membentuk tim terpadu, yang terdiri dari polisi dan TNI untuk menertibkan warga sekitar. Saat penertiban itu, menurut warga masyarakat, teIjadi tekanan dan intimidasi dari aparat terhadap warga yang lahannya diambil secara tidak adil. Peristiwa ketiga terjadi di dekat Kabupaten Mesuji. Kasus ini terjadi karen a sengketa wilayah antara masyarakat dengan perusahaan PT Barat Selatan Makmur Invesindo (PT BSMI) yang lokasinya tak jauh dari Kabupaten Mesuji, Lampung. Awalnya, ketika PT Barat Selatan Makmur Investindo (BSMI) memperoleh izin lokasi seluas 10.000 Ha kebun Inti dan 7.000 Ha kebun plasma yang terletak di Desa Kagungan Dalam, Sri Tanjung dan Nipah Kuning, Kecamatan Mesuji dari Kantor Pertanahan Kabupaten Lampung Utara dan Bupati Lampung Utara. Lokasi tersebut temyata dianggap menyantroni
13
tanah rakyat dengan paksaan untuk menjual tanah dengan harga murah. Menurut catatan, dalam kasus di daerah ini teIjadi penembakan oleh Brimob dan Marinir yang telah mengakibatkan satu orang tewas dan lima warga dirawat karena mengalami luka tembak yang terjadi sekitar November 2011.
Derita dan Amukan Masyarakat Dalam konflik pertanahan, temyata masyarakat yang lebih banyak menderita selain tak berdaya juga buta hukum. Video pembunuhan terkait konflik lahan di Mesuji yang beredar luas di masyarakat adalah bukti penderitaan warga tanpa perlindungan negara. Gambar video tersebut mengerikan karena ada pemenggalan kepala manusia seperti binatang yang terjadi di Desa Sungai Sodong, Mesuji, Kabupaten Ogan Komering Hir, Sumatera Selatan. Pemenggalan kepala tersebut akibat amukan masyarakat terhadap 5 (lima) karyawan PT Sumber Wangi Alam (PT SWA). Menurut masyarakat, hal itu dilakukan karena sebelumnya ada dua orang warga kampung yang dibunuh oleh karyawan PT SWA. Ini bukti masyarakat ketika menderita bisa menjadi beringas. Korban konflik ini temyata terjadi karena adanya sengketa lahan antara masyarakat dengan pengusaha yang tak kunjung usai. Perusahaan PT SWA mengklaim tanahnya seluas 630 ha sementara masyarakat beranggapan tanah PT SWA hanya 298 ha. Dari kasus ini temyata bentrokan terjadi antara warga dengan orang-orang yang disewa perusahaan perkebunan kelapa sawit PT SWA. Bentrokan diawali penganiayaan serta pembunuhan terhadap dua warga Syafei dan Macan di Blok 19 kebun PT SWA. Mereka ditemukan dengan luka-Iuka mengenaskan, termasuk telinga yang dipotong dan leher tergorok. "Kami juga melihat adanya luka
Jumal Keadilan Vol. 6, No.1, Tahun 2012
tembak yang ciri-cirinya lubang masuk keeil dan lubang keluar besar seperti meledak. Kami mencurigai ada anggota kepolisian terlibat dan senjata yang digunakan adalah peluru yang bisa meledak setelah ditembakkan," kata tokoh masyarakat setempat, Chichan. Sekitar 200 warga dari enam desa yang masih berkerabat dengan dua korban itu kemudian marah dan menyerbu kompleks perumahan pegawai perkebunan. Warga juga merusak belasan rumah karyawan PT SWA, merusak truk-truk operasional, dan membakar satu sepeda motor. "Aksi sadis warga dipicu kemarahan dan terjadi secara spontim," ujar Chichan. Pembelaan Kepolisian Seperti biasa, ketika jatuhnya korban di berbagai peristiwa termasuk di Kasus Mesuji, kepolisian hanya bisa membela diri. Dalam kasus ini, Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo memberikan penjelasan terkait isu pembantaian masal 30 orang petani di Lampung oleh orang yang berseragam aparat. Menurut Kapolri, terdapat dua kejadian di wilayah Mesuji. Kejadian pertama di wilayah kecamatan Mesuji, Sumatera Selatan, pada tanggal 21 April 2011. Kejadian kedua di Kabupaten Mesuji, Lampung,
Folo· masihangar.wordpress.GOffI
terjadi tanggalll November2011. Kapolri menjelaskan, untuk kejadian di Mesuji (Sumsel), masalahnya berawal dari adanya sengketa lahan, yang sebelumnya sudah dimediasi oleh pemerintah daerah. Namun, pada 21 April 2011, terjadi pengeroyokan. "Sekarang sudah ada 6 tei'sangka yang sudah menjalani peradilan. Tinggal menunggu sidang," kata Kapolri. Adapun untuk kejadian di Mesuji (Lampung), itu juga disebabkan karena adanya sengketa lahan. Peristiwanya terjadi pada tanggal II November 20 II. Saat itu ada warga yang disandera oleh warga laiimya, Polisi lalu datang untuk mengevakuasi. Tapi, di tengah jalan Polisi dihadang. Polisi kemudian melakukan penembakan. Demikian laporan Kapolri. Keluhan Pengusaha Lain masyarakat lain pula dengan Pengusaha. Pengusaha Lampung menuntut kepastian hukum dari Pemerintah karena sejak mencuatnya kasus Mesuji ke permukaan, justru berdampak penurunan investasi. Pengusaha-pengusaha luar negeri sampai saat ini terus mempertanyakan perkembangan Mesuji dan stabilitas keamanan. Mereka tidak berani lagi menanamkan modalnya di Lampung. Hal ini diinformasikan oleh Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Lampung Yusuf Kohar, di Bandarlampung. la menyayangkan pihak perusahaan selalu jadi bagian yang dipersalahkan dalam setiap konflik. Padahal perusahaan juga mengalami kerugian besar akibat konflik tersebut. Bahkan, Yusuf juga mengeluhkan, nasib perlindungan hukum kepada pemerintah. "Kami ini juga kan rakyat, kalau masyarakat datang 14
Kasus Mesuji: Polret Sengketa Lahan Yang Tak Kunjung Usai (Tim Redaksi)
berbondong-bondong dengan membawa persenjataan, lantas apakah kami tidak punya hak untuk meminta perlindungan dari Pemerintah? Bukankah kami juga membayar pajak pada Pemerintah," uJarnya. Hal senada juga disampaikan Humas PI Silva Inhutani (PI SI), dua pekan terakhir aktivitas operasional perusahaan tersebut terganggu dengan adanya aksi warga yang menduduki lahan register 45 Mesuji, Lampung. "Kami dilarang membawa pekerja harian untuk mengelola lahan yang sudah diserahkan pemerintah kepada perusahaan," kata Humas PI Silva Inhutani, Fitri. Menurutnya, aksi menduduki kawasan register tersebut membuat 4.025 masyarakat yang menggarap perkebunan di areal itu tidak bisa bekerja dan secara otomatis berdampak kerugian baik bagi perusahaan maupun pekerja itu sendiri. "Sudah tidak terhitung berapa banyak kerugian yang kami alami, tapi yang jelas lahan yang sudah kami tanami sebanyak 32 ribu Ha, sekarang sudah banyak yang mati. Namun, kami belum menginventarisasi jumlah kerusakan tersebut, yang jelas setiap hari kerusakan bertambah," katanya. Selain itu, pihak perusahaan juga mengaku mendapat teguran dari pekerjanya, karena aktivitas pekerja cenderung berkurang. Atas dasar tersebut, pihaknya meminta Pemerintah segera melakukan penyelesaian terhadap konflik yang berlangsung demi kelancaran pertumbuhan perusahaan yang ada di Lampung. Kajian Hukum
Kasus-kasus yang terjadi di Mesuji adalah terkait dengan kepemilikan lahan, antara hak ulayat dengan tanah negara. Banyak pihak yang terlibat di dalam konflik terse but termasuk Pihak Pemerintah Daerah, Perhutani, perusahaan, masyarakat, Kantor Pertanahan, dan 15
kepolisian. Akar permasalahan konflik yang teIjadi dalam Kasus Mesuji dan juga sengketa lahan di berbagai daerah bisa saja terjadi karena berbagai faktor. Pertama, penetapan kawasan hutan negara tidak melibatkan partisipasi masyarakat sehingga banyak tanah pertanian rakyat bahkan kampung sekalipun termasuk dalam kawasan hutan yang ditetapkan oleh negara. Akibatnya timbul konflik dengan masyarakat. Lebih parah lagi kemudian apabila kawasan hutan tersebut kemudian diolah oleh swasta dengan pemberian izin lokasi perkebunan ataupun pertanian. Masyarakat merasa tidak pernah dilibatkan dalam pemberian izin lokasi bagi pengusaha termasuk di dalam perundingan untuk menentukan nilai harga tanah, pengukuran areal tanah, tujuan penggunaan tanah dan sebagainya. Akibatnya masyarakat merasa terabaikan dan tidak adi!. Kasus Mesuji ini contohnya masyarakat sarna sekali tidak terlibat di dalam perundingan. Kedua, keterlibatan BPN cq. Kantor Pertanahan sebagai lembaga negara yang berfungsi sebagai lembaga administratif di bidang pertanahan yang memiliki hak untuk menerbitkan HOD, tidak pemah memperhatikan aspek kesejarahan dan hanya memiliki satu perspektif yaitu dari perspektif perusahaan dan sarna sekali tidak memperhatikan aspirasi dari warga masyarakat. Hal ini dapat dibuktikan dengan terbitnya izin lokasi-izin lokasi yang tidak melibatkan masyarakat. Ketiga, Pemerintah Daerah yang tidak tuntas memberikan fasilitas antara warga masyarakat dengan Perusahaan untuk mencari solusi terbaik dari permasalahan ini, namtln pihak perusahaan tidak memiliki niat untuk bisa bersama-sama mencari solusi atas permasalahan ini. Dalam Kasus Mesuji, Pemkab Iulang Bawang sendiri melalui
Jumal Keadilan Vol. 6, No.1, Tahun 2012
surat No. 13011124/I.OIlTB/2007 telah memberi peringatan kepada PI. BSMI agar tidak melakukan pengelolaan lahan yang disengketakan warga Desa Sri Tanjung, Kagungan Dalam dan Nipah Kuning, serta meminta untuk melakukan pengukuran ulang sebagaimana yang dituntut oleh warga, namun kembali lagi hal ini tidak pernah digubris oleh pihak PT BSMI. Semestinya Pemerintah ikut mendorong penyelesaian pengukuran yang ada tetapi hal ini terus dibiarkan. Keempat, yang terakhir itu aparatur Penegak Hukum khususnya Kepolisian yang tidak cerdas menyelesaikan masalah. Dalam penyelesaian k
pengembangan sistem pengamanan swakarsa bisa membentuk sebuah sistem pengamanan swakarsa. Pada akhirnya pengamanan swakarsa ini justru menimbulkan permasalahan baru karena hanya berfungsi sebagai kepanjangan tangan dari pihak perusahaan dan banyak merugikan pihak masyaraht. Dalam tragedi Mesuji ini pengamanan pengamanan swakarsa diindikasikan melakukan tindakan pembantaian di luar batas perikemanusiaan dengan melakukan penyembelihan terhadap warga masyarakat.
Kesimpulan Dari seluruh penjelasan dan kajian di atas, dapat disimpulkan bahwa kasus Mesuji adalah satu dari sekian ribu kasus konflik pertanahan antara masyarakat dengan pengusaha yang melibatkan berbagai pihak termasuk Kantor Pertanahan (KPN), Kepolisian, Pengusaha dan Pemerintah Daerah yang tak pernah tuntas diselesaikan. Alat-alat negara seperti BPN/KPN, TNI dan Polri masih memiliki perspektif tunggal yaitu hanya dari perspektif pengusaha karena selalu menempatkan masyarakat pada posisi yang salah dan melanggar hukum sehingga banyak masyarakat yang menuntut hak atas kepemilikan tanah, justru dikriminalisasikan. Pendekatan penyelesaian konflik pertanahan yang terjadi di berbagai daerah perlu dikaji ulang dan kemudian dicari jalan keluarnya yang lebih adil dan bermartabat. Baik warga masyarakat maupun pengusaha adalah stakeholder yang sarna-sarna harus dibela dan dilindungi. Pemerintah Daerah harus lebih aktif dan bertanggung jawab atas penyelesaiari konflik yang ada. Tim Redaksi (Dikumpulkan dari berbagai sumber)
16