Bedded by The Boss oleh
Lynda Chance ®LoveReads 1|R a tu- b uk u.bl ogs p ot.com
Sinopsis:
Renee Guillot, seorang ibu tunggal, adalah seorang pekerja keras yang berusaha untuk membiayai putrinya kuliah di perguruan tinggi. Ketika Renee mendapat pekerjaan baru dengan gaji dan fasilitas yang lebih baik, satu-satunya kekhawatirnya hanyalah kurangnya jaminan tentang pekerjaannya.
Sedikitpun ia tak tahu bahwa ia akan bekerja untuk pria dominan dan posesif. Tiba-tiba, ia terjerumus ke dalam dunia penuh godaan, nafsu dan bahaya.
Robert, sang boss pemilik perusahaan konstruksi tempat di mana Renee bekerja sangatlah tertarik padanya. Dia adalah tipe seorang yang sangat menuntut dan posesif. Terjadi pembangunan tensi yang akhirnya mengarah ke keintiman Robert dan Renee.
®LoveReads
2|R a tu- b uk u.bl ogs p ot.com
Bab 1
Renee Guillot menyeimbangkankan sepatu hak tinggi di kursi dan satu lutut konter ketika meraih ke atas dan mencari di dalam kabinet teratas mencari sebuah kotak folder manila. Ia mencengkeram telepon nirkabel di satu tangan sementara ia berusaha meraih ke atas dengan tangannya yang lain. Otot betisnya menegang dan menegang pada saat sepatunya melayang diatas bangku sehingga ia berdiri dengan ujung kakinya.
Begitu masa percobaan sembilan puluh harinya selesai, ia bersumpah hal pertama yang akan dilakukannya adalah mereorganisasi ulang seluruh kantor. Sistem filenya kuno, proses ordernya jadul, dan system penyimpanan benar-benar konyol. Mrs. Argenot benar-benar baik hati, tetapi ia sudah tambah tua. “Turun dari kursi sialan itu sebelum kau membunuh dirimu sendiri.” Renee mendengar hardikan dan mencengkeram pintu lemari kabinet. Syarafnya langsung menegang ketika ia mengenali suara itu. Ia bahkan tidak tahu kalau pria itu ada di kota, meninggalkan gedung itu. Sial! pria itu seharusnya ada di New Orleans minggu ini.
Ada kegalakan dalam perintahnya dan Renee memutuskan untuk melawannya lebih jauh. Ia meletakkan box itu dan menurunkan kakinya yang lain dengan hati-hati ke kursi. Hebat. Sekarang ia 3|R a tu- b uk u.bl ogs p ot.com
berdiri miring dengan pantat di udara dan tepat di hadapan pria itu. Ia melanjutkan dan turun dari bangku seanggun yang dapat dilakukannya dengan hak setinggi 4 inchi, tetapi ia hanya menggunakannya karena pria itu tidak seharusnya ada di Baton Rouge minggu ini.
Robert Thibodeaux mengontrol emosi yang mencengkeramnya dengan kejam. Renee Guillot adalah sebuah kesalahan serius dan ia telah menyadarinya ketika pertama kali ia melihatnya lima minggu yang lalu. Pengaruh kesempurnaan penampilan Renee sudah cukup berefek buruk, namun kesederhanaan yang keluar dari tubuhnya memiliki efek provokatif pada Robert yang tidak dibiarkannya terlihat. Renee seksi, tak perlu diragukan lagi. Seksi yang tidak memberi Robert kelonggaran, siang maupun malam.
Ketika Renee pelan-pelan berbalik menghadapnya, ia memperingatkan dirinya sendiri agar tidak membiarkan pria itu menyerangnya. Pria itu sama seperti Pria lainnya. Sama seperti bos yang lainnya. Ia benar benar menolak memikirkan betapa tampak terkejutnya pria itu. Pria itu tidak punya pengaruh apapun padanya. Sama sekali tidak. Ia tidak akan mengizinkannya.
Renee baru saja akan bicara ketika telepon yang dipegangnya berdering. Terima kasih Tuhan. Renee butuh sesuatu untuk mengalihkan perhatiannya selama beberapa saat sembari mencoba 4|R a tu- b uk u.bl ogs p ot.com
mendapatkan kembali penguasaan dirinya. Ia menekan tombol bicara dan mengangkat telepon ke telinganya. “Thibodeaux Construction. Ini Renee.” “Ini Jane Thibodeaux. Aku ingin bicara dengan suamiku, please.” Suara di ujung sambungan terdengar terengah dan tidak mengandung aksen Louisiana. Renee tahu ia bicara dengan logat wilayah East Coast bagian utara yang renyah. Renee memaksakan nada ceria dalam suaranya. “Tolong tunggu sebentar, Mrs. Thibodeaux. Aku akan menyambungkan Anda dengannya.”
Renee memandang bosnya yang berdiri diam memperhatikannya dengan wajah tak suka. Ia berdeham dan melihat ke arahnya. “Istri Anda mau bicara dengan Anda.” Ia menyodorkan telepon itu kearah Robert.
Wajah Robert menjadi gelap karena jengkel. Ia menyilangkan tangannya di depan dada dan tidak bergerak untuk mengangkat telepon. “Mantan istriku. Aku sekarang tidak menikah. Aku sudah 5 tahun tidak menikah.” Kata-katanya menuduh sekaligus mengancam. Renee tiba-tiba mendengar raungan di telinganya dan ia mulai gemetar. Ia dilanda perasaan antara lega dan sedih.
5|R a tu- b uk u.bl ogs p ot.com
Pelan-pelan Renee memandang lelaki itu dan terperangkap dengan cepat dalam pengaruh kuat tatapannya. Renee tersentak. Mata Pria itu menahannya. Satu detik, dua detik, tiga detik, empat….
Renee menurunkan bulu matanya karena ketegangan yang terus mencengkeramnya. Akan ada akibat karena mengetahui informasi ini. Pesawat telepon itu diambil dari tangan Renee. Renee merasa histeria lembut mulai mencakar tenggorokannya. Ia bersandar pada lemari perbekalan. Suara Robert yang dalam menimbulkan pusaran emosi baginya. “Apa yang kau inginkan, Jane?” Suaranya tajam, bernada tidak sabar. Matanya masih menahan Renee, menyusuri tubuhnya dari atas ke bawah. “Kau akan mendapatkan cek sialanmu di awal bulan, dan bukan sehari sebelumnya. Kalau kau punya masalah dengan itu, hubungi pengacaramu.” Ia memutus telepon.
Robert mengembalikan perhatian kepada sekretaris barunya. Renee berdiri mematung di depan lemari penyimpanan dan sepertinya ia mungkin merasa terbelah dua. “Kau pikir aku menikah.” Itu pernyataan. “Mengapa?”
Renee kaget karena merasa sangat bingung. Kegelisahannya meregang hingga mengancam akan pecah. Ia mencoba menyusun sebuah jawaban. “Ketika Anda merekrut saya, Mrs. Argenot bilang-” 6|R a tu- b uk u.bl ogs p ot.com
Ia memotong perkataannya. “Mari luruskan permasalahannya. Aku tidak merekrutmu. Mrs. Argenot yang merekrutmu.”
Renee memperhatikan Robert dengan ragu bercampur takut. Apa maksudnya? Kenapa ada perbedaan? “O-okay. Ketika d-dia merekutku, ia menjelaskan soal panggilan-panggilan teleponmu. Yang mana yang penting, dan yang mana yang ti-tidak.” Ia menjawab terburu-buru. “Dia bilang Anda selalu ingin tahu ketika Mrs. Thibodeaux menelepon.” “Yah. Aku lebih suka berada selangkah di depan si wanita jalang serakah itu.” Selagi Robert menjawab, tiba-tiba ada pemahaman yang datang padanya.
Cara Renee memperlakukannya Jumat malam lalu ketika Robert tidak sengaja bertemu dengannya di Ninth Street Wine Grotto. Pertemuan itu menyisakan kegelisahan. Robert telah mengambil terlalu banyak, dan perdebatan sengit yang selalu ditahannya ketika ada wanita itu terlanjur lepas.
Ia ingat dorongan perasaan beruntung sewaktu menemukan wanita itu sendirian di bar di mana Renee menunggu temannya datang. Rambut selembut sutranya ketika ia meraih dan mengibaskannya. Ketegangan di wajah Renee ketika Robert membelikan dia minuman.
7|R a tu- b uk u.bl ogs p ot.com
Dan tuduhan di matanya hanya sebelum Renee melompat dan lari darinya. Seolah Robert lebih rendah dari kotoran. Manusia yang keberadaannya tercela. Seolah Robert pernah tidur dengan ibunya. Atau membuatnya melihat ia masturbasi di kamar mandi pria. Atau seperti ia telah….menikah. Brengsek.
Dua hal sudah jelas bagi Robert. Renee tidak bisa terus bekerja untuknya, dan ia harus berhubungan seks dengannya.
Robert harus membuat Renee pergi. Membuatnya keluar dari perusahaannya. Dan ketika hal itu terjadi, Renee akan menjadi bintang di tempat tidurnya.
Robert mempertimbangkan cara-cara agar tujuannya tercapai. Situasi ini bisa meledak menjadi bencana besar jika ia tidak hati-hati. Ia bisa saja dengan mudah memutuskan ikatan kerjannya. Renee setidaknya masih punya lebih dari delapan minggu dari masa percobaan sembilan puluh harinya. Robert bisa saja bilang bahwa hal itu tidak berhasil dan akan jadi seperti itu. Robert punya hak sebagai bosnya.
Namun Robert ingin hal itu merupakan keputusan wanita itu. Hal itu akan membuat perjalanan ke tempat tidurnya menjadi lebih mudah. Bayangan bagaimana Renee akan terlihat, telanjang, dengan rambut pirang yang terurai di sekelilingnya ketika Renee datang padanya. Memakai heels yang menyatakan ayo-tiduri-aku (CFM) dan tak ada 8|R a tu- b uk u.bl ogs p ot.com
yang lain. Darah mengalir deras di antara kedua pahanya. Brengsek. Robert sudah berada dalam kondisi siap siaga selama lima minggu.
Apa yang dipikirkan Mrs. Argenot? Robert tak akan pernah merekrut seseorang seperti wanita itu. Sial, takkan pernah dalam sejuta tahun. Robert berpikir dirinya adalah seorang yang adil dan bos yang bertanggung jawab. Tapi Ya Tuhan, dia bukan orang suci. Bertemu Renee di kantor yang sama, harus kerja bersebelahan, dan tidak akan pernah menyentuhnya karena Renee tidak akan pernah kerja dalam jangka waktu lama untuknya. Jangka waktu pendek membunuhnya.
Wanita ini OK, tak ada keraguan untuk itu. Tingginya lima kaki, lebih lima atau enam inchi dan ia selalu memakai heels CFM itu. CFM itu membuat Renee lebih tinggi ke level yang sangat baik. Renee langsing dan kencang, dan bayangan otot betisnya masih terpahat jelas di kepalanya selama beberapa saat. Rambutnya pirang dan panjang sampai dibawah punggung, dan wajahnya bisa menghentikan lalu lintas. Renee merupakan seorang Femme Fatale. Seorang siren. Seorang wanita penggoda, seorang penyihir. Perutnya mengencang, dan tidak mungkin ia mendekatinya dengan hidupnya sebelum tinta pada perjanjiannya kering. Robert akan mengacaukan Renee, yang jadi pertanyaannya adalah kapan.
®LoveReads
9|R a tu- b uk u.bl ogs p ot.com
Seminggu kemudian, Renee pikir ia akan gila. Lima minggu pertama pekerjaan ini sudah buruk, tetapi minggu terakhir menjadi lebih parah. Bosnya berkelanjutan menyiksanya. Robert bilang padanya bahwa ia terlambat pada waktu ia tidak terlambat. Robert komplain bahwa pekerjaannya tidak rapi, padahal ia tahu pekerjaannya tanpa cela.
Jika Renee tidak benar-benar butuh uang lebih dan keuntungan lainnya, ia pasti sudah keluar dari pekerjaannya dan kembali ke pekerjaan lamanya. Mereka masih membutuhkannya. Bos lamanya memanggil seperti mesin jam tiap Senin pagi untuk memeriksanya dan memastikan bahwa pekerjaan lamanya masih miliknya jika Renee menginginkannya.
Pekerjaan lamanya adalah jaring penyelamat dalam situasi yang serba tidak pasti. Segala sesuatu disini berubah jadi sangat buruk di hari Senin padahal ia sesungguhnya sudah member petunjuk pada bos lamanya bahwa hal itu tidak akan berlaku. Mungkin sangat tidak adil untuk tetap membuat mereka berharap, tetapi pertama-tama seorang wanita harus memikirkan dirinya sendiri.
Tuhan tahu Renee tidak punya siapa-siapa yang menjaganya. Putrinya, Brittany, berada pada tahun pertamanya di LSU. Kuliah itu mahal. Terima kasih Tuhan, anaknya cerdas dan memenangkan sebuah penghargaan TOP dari pemerintah negara bagian untuk biaya sekolahnya. Namun biaya hidup dan asrama bena-benar 10 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
membunuhnya!! Brittany menginginkan pengalaman penuh sebagai mahasiswa dan hal itu termasuk tinggal di kampus. Renee ingin anaknya mengalami itu karena anaknya memang patut mendapatkannya sebagai balasan atas kerja kerasnya, dan Renee tidak ingin anaknya ketinggalan sesuatu yang dulu tidak pernah didapatkannya.
Hamil dan memiliki anak perempuan sebelum usia dua puluh tahun sudah sulit, dan tunjangan anak yang tidak seberapa yang ia terima dari mantan suaminya benar-benar tidak rutin. Tunjangan itu telah habis pada saat Brittany lulus SMA. Mereka harus mandiri sekarang.
Renee mendengar suara klik pintu dan melihat wajah Robert Thibodeaux yang mengancam. Akibat yang timbul pada inderanya tidak lebih mengganggu daripada ketika hari pertama ia bertemu dengannya.
Rasakan itu. Setidaknya, ia pikir tidak ada penghalang berupa seorang istri diantara mereka. Sekarang Renee tahu lebih baik. Ia merasa ia berjalan di sekitar satu tong dinamit.
Ia berdiri di ambang pintu ruangannya, memegang cangkir kopi di tangannya. “Bagaimana kau menyebut ini?” kata-katanya penuh angkara.
11 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Kopi?” Inilah percakapan yang mereka lakukan selama seminggu terakhir. Pertanyan pertanyan tajam. Ragu-ragu, jawaban penuh respek. wanita itu mengendalikan situasi dengan caranya. Empatpuluh-delapan hari lagi. Ia akan mengalahkannya. Tetapi Tuhan, jika ia benar-benar melalui waktu sembilan puluh harinya, inikah pekerjaan untuk hidupnya kelak? Berjalan menyamping dari Robert, mencoba mengabaikan fakta bahwa Robert ingin tidur dengannya? Jika ia sebelumnya tidak terlalu yakin, malam di Ninth Street Wine Grotto telah menegaskan faktanya. Robert menginginkannya. Namun sikap arogannya selalu di atas. Apakah ia selalu bersikap brengsek? Atau apakah itu cuma dirinya? Renee tidak pernah dengar ia menjadi seseorang yang kurang respek pada Mrs. Argenot. Memangnya ia sedang menceburkan dirinya ke dalam apa? Berjuang untuk nafsu? Memusuhinya? “Sudah berapa lama kau tinggal di Louisiana?” pertanyaan pedasnya keluar lagi dan memukulnya.
Akan menuju mana ini? “Seluruh hidupku.” Ia tidak bisa menekan getaran kecil ketika tekanannya mencengkeramnya. “Kau benar benar belum memahami bahwa aku suka kopi yang kuat. Yang ini berasa seperti air.” Robert berjalan ke dalam kamar mandi 12 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
pribadinya dan Renee mengamati lewat pintu yang terbuka sewaktu Robert menuangkan cairan kopi itu ke wastafel. Robert meninggalkan cangkir itu disana dan berbalik dan kembali ke tempat Renee.
Robert meletakkan kedua tangannya di meja dan bersandar di depannya. Ukuran tubuhnya dimaksudkan untuk mengintimidasi. “Aku tahu ini akan sulit untukmu, tetapi bisakah kau belajar bagaimana membuat secangkir kopi yang pantas?” “Y-ya, sir. Aku a-akan mencobanya lagi.” Robert begitu dekat sehingga Renee dapat mencium campuran aroma jantan seorang pria dan agresivitas yang menguar dalam gelombang yang tak terlihat. Apa yang salah dengannya hingga ia tertarik pada Robert. Robert adalah seorang pria brengsek. pria brengsek yang tampan. Mata Renee menelusurinya. Pria enam kaki empat inchi penuh testosteron yang menggelegak berdiri di hadapannya. Robert jarang memakai setelan bisnis, ia lebih suka memakai jeans dan kemeja lengan pendek yang kasual. Bagian belakang kemejanya menggantung di bawah ikat pinggang dengan gaya yang tak rapi. Robert terlihat dan kelihatan sebagaimana seharusnya lelaki yang dikenalnya. Seorang pekerja kerah-biru dengan intelegensia yang cerdik dan sebuah indera bisnis tajam yang telah mengambil resiko dan kaya. Renee tahu kisah itu. Mrs. Argenot bangga padanya seolah-olah Robert adalah putranya sendiri.
13 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Mata Renee melanjutkan merekam wajah tampan Robert. Rambutnya hitam dan gelap, dan perlu di potong. Seutas rambut tebal yang jatuh menutupi dahinya tidak mengurangi kesan maskulinnya. Mereka hanya menyinari wajah yang menarik dengan intensitas. Sebuah wajah yang menggambarkan kekuasaan dan kekejaman yang melekat. Hidungnya didominasi oleh sosok maskulinnya yang mencolok. Mulutnya penuh, lekuk ganda menghiasi bibirnya. Renee mendorong kursinya ke belakang satu inchi namun tetap duduk dan mengamatinya penuh gejolak. “Apa yang kau tunggu? Izin?” Robert meneriaki Renee.
Tubuh Renee tersentak sebagai akibat dari suara Robert yang mengoyak inderanya. Empat-puluh-delapan-hari lagi. Renee berdiri dan melangkah miring menjauhinya ke rah meja kopi. Robert berbalik dan mengikuti Renee dan berdiri menonton, tangannya bertolak pinggang. Tangan Renee bergetar ketika membuat kopi secara otomatis. Reneeberdiri dengan punggung menghadap Robert ketika mesin kopinya meneteskan kopi.
Robert melihat ketegangan dalam garis ramping punggung Renee dan tangannya tidak sengaja terkepal. Ia harus menghentikan dirinya dari dirinya sendiri agar tak meraih dan menyentuh wanita itu. Sudah seperti ini hampir setiap jam dari demi tuhan empat-puluh-dua hari selama Renee bekerja untuknya. 14 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Hidupnya hingga empat-puluh dua-hari yang lalu sangat mulus, dan dalam sekejap terbalik. Robert bekerja keras membangun perumahan dan gedung perkantoran, dan ia menghasilkaan banyak uang dari hal itu. Robert tinggal sendiri, sebagaimana ia menyukainya, dan selalu ada wanita di belakangnya sesuai kebutuhan.
Sialnya, Robert dengan terpaksa menyingkirkan wanita yang sedang dikencaninya ketika wanita itu mulai meminta kebutuhan-kebutuhan yang mustahil dapat dipenuhinya. Yang makin membuat situasinya makin parah, karena ia tidak memiliki penyaluran untuk semua testosterone sialan yang terbagun di dalam dirinya.
Dan Renee Guilot lebih dari kuat daripada kebanyakan wanita. Robert membayangkan berhubungan seks dengannya dari setiap sisi.
Renee merasakan mata Robert di punggungnya seperti sentuhan fisik. Tangan Renee gemetar sewaktu ia menuangkan kopi dari karafe ke dalam cangkir yang bersih. Getaran di dalam tubuhnya mengkhianati dirinya hingga membuatnya kesal lebih dari apapun. Pelan-pelan Renee berbalik dan memandangnya dan menyerahkan cangkir kopi pada Robert, kegugupannya meningkat dan cairan kopi yang panas tumpah ke tangannya. Renee menjerit kesakitan dan kopi yang dipegangnya mulai bergoyang dalam genggamannya. “Sial.” 15 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Robert meraih dan mengambil cangkir kopi dari Renee dan meletakkannya di meja. Membalikkan tubuh Renee, Robert meraih dan menyalakan air dingin dan mengambil tangan Renee dan menahannya dibawah pancuran air dingin.
Renee seperti diserang dari segala pejuru. Tangannya terbakar karena cairan panas, dan Robert menempelnya dari belakang, tangannya melingkar sepenuhnya disekitar tubuh Renee saat tangan Robert memegangi tangannya dibawah aliran air dingin.
Ia mulai gemetar lebih keras lagi. “Ya Tuhan, tenanglah. Kau baik-baik saja. Tidak mungkin lukanya separah itu.” Robert menyelipkan satu tangannya disekitar pinggang Renee dan menarik Renee ke arahnya. Hal itu tidak membantu dan getaran di tubuh Renee tetap berlanjut. Nafsu menghantam Robert seketika itu juga ketika ia menghirup wangi Renee dan merasakan tubuh Renee menghangat dan lembut berlawanan dengannya. Bayangan Renee di tempat tidurnya menyerang inderanya. Pegangannya pada Renee semakin mengencang.
Robert kembali sadar ketika ia merasa Renee mulai menarik diri. Rene mematikan air dan melangkah mundur darinya. Ia mengambil serbet untuk menenangkan syarafnya dan mengeringkan tangannya yang basah. Ia berbalik menghadap Robert dan menegakkan bahunya. 16 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Renee menyerahkan kopinya. “Cobalah.” Ia menghela napas dalamdalam dan menyilangkan tangannya dengan protektif di depan tubuhnya.
Robert mengambil cangkir kopinya, menyesap dan menggerutu. “Lebih baik. Aku tahu kau bisa belajar.” Robert memandangnya dengan tajam dan berjalan kembali ke kantornya.
Renee pelan-pelan menghembuskan nafas yang sudah ditahannya.
Kopi itu adalah kopi yang sama seperti yang pertama kali dibuatnya.
®LoveReads
17 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Bab 2
Selasa sore, Mrs. Argenot berjalan keluar dari kantor Robert dengan tangan penuh. “Aku akan pergi ke kantor pengadilan, Renee. Aku harus memasukkan formulir ini untuk mendapatkan berkas izin, dan mengambil salinan peta datar untuk jemaah gereja La Fourche. Setelah itu, aku akan ada di kantor penilai wilayah. Kau akan menjaga kantor selama sisa hari ini.” “Tak Masalah. Siang ini tak banyak janji temu kecuali dengan Cameron Industrial Supplies. Yang lainnya adalah bisnis seperti biasa. Hati-hati diluar sana.”
Renee benar benar menyukai wanita yang lebih tua itu. Mrs. Argenot mengutamakan bisnis dengan balutan keibuan diluarnya. Menyenangkan sekali bekerja dengannya hari demi hari.
Mrs. Argenot berhenti sebentar dalam perjalannya ke pintu dengan pandangan penuh perhitungan. “Oh, James Cameron yang itu! Kau belum pernah bertemu dengannya, kan? Perusahaan ini telah membangun 2 gudang miliknya. Konsultasi ini cuma formalitas saja. Kita akan mendapatkan tendernya.” Ia memelankan suaranya. “Ia seorang pria yang baik, Renee. Ia single, sayang. Ia membayar 18 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
tagihannya dalam tiga puluh hari. Dan juga sangat tampan. Kau harus mengatakan padaku apa yang kau pikirkan tentangnya besok.” Mrs. Argenot memberinya senyum penuh konspirasi dan berlalu dari kantor.
®LoveReads
Pada pukul tiga sore, Renee mengalihkan pandangannya dari kertaskertas kerja di mejanya kepada pria yang masuk dari luar. Ia langsung paham apa maksud Mrs. Argenot. pria itu tinggi, besar dan amat sangat tampan, meskipun agak muda. Ia punya rambut coklat dengan lapisan keemasan. Renee langsung menekan perbandingannya ke dalam tempat gelap sekuat baja dalam pikirannya dan fokus pada pekerjaannya. “Anda pasti Mr. Cameron.” Renee memberi James Cameron senyum teramah miliknya. “Dan kau pasti sekretaris baru yang terus diocehkan terus menerus oleh Mrs. Argenot.” Ia berjalan menyeberangi ruangan dan mengulurkan tangannya ke arah Renee.
Renee mendengar bunyi klik pelan di belakangnya ketika ia berdiri dan berjabat tangan dengan James Cameron. “Ya. Saya Renee Guillot.” 19 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Renee menahan senyumnya ketika James Cameron terus memegang tangannya. “Tolong panggil aku James. Kita akan sering bertemu. Karena sekarang aku sudah bertemu denganmu, kupikir aku tidak akan menghabiskan waktuku dengan mencari tender-tender lainnya.” Renee merasa James mempererat jabatan tangannya. Jika otaknya belum terpikat dengan Robert Thibodeaux, Renee tahu ia akan menikmati sentuhan tangan James. James memutuskan kontak matanya dengan Renee saat mendengar suara yang datang dari seberang ruangan.
Robert berdiri dan memandang tidak suka pada kami di depan pintu kantornya. Renee merasakan efek provokatif Robert padanya setiap kali Renee berada dalam jarak pandangnya. Robert mengamati keduanya. Ketegangan mencengkeram Renee. Akhirnya Robert bicara. “Cameron. Senang bertemu denganmu. Kalau kau bisa melepaskan tangan sekretarisku untuk sementara waktu, kita bisa mengurus masalah bisnis.”
Pelan pelan James melepaskan tangan Renee dan mengikuti Robert ke dalam kantornya.
®LoveReads
20 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Hampir dua jam kemudian, Renee sedang membersihkan mejanya ketika kedua pria itu keluar dari pertemuannya. Mereka berjabat tangan dan James Cameron melihat kearahnya, mengangguk, dan meninggalkan gedung.
Robert berdiri dengan tangannya menyilang, melotot ke arah Renee. Detak jantung Rene berpacu ketika Robert mendatanginya. Robert menyeberang ke belakang meja tempat Renee duduk dan meletakkan tangannya di kedua lengan kursi Renee dan memenjara dia pada posisinya. Nafas Renee menggila. Matanya terpaku pada Robert. “Jangan bermain-main dengan klienku lagi.” Kata-katanya tajam, penuh penekanan.
Renee menarik nafas dan mulai menggelengkan kepalanya untuk menyangkal. Empat-puluh-tujuh-hari-lagi. “Aku tidak—“ “Bohong. Aku melihatmu. Aku tidak butuh bantuanmu untuk melancarkan bisnisku. Cukup kau kerjakan pekerjaanmu dan simpan senyum kecil manismu itu untuk dirimu sendiri.” Pegangan tangannya mengencang di kursi hingga memutih. Kemarahan memancar dari Robert. Robert Terlalu marah pada Rene untuk mendengarkan alasannya. Renee mengangguk menyetujui.
®LoveReads 21 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Robert berdiri di bawah pancuran air dingin dan mencoba menahan emosi liar yang menghampirinya. Harinya sudah dekat. Cameron brengsek itu melihat Renee seolah-olah ia mengira-ngira Renee di tempat tidurnya. Senyum balasan Renee pada Cameron. Dan nafsu serta posesi yang mengalir dalam tubuh Robert ketika Renee duduk dengan sangat kaku di lengannya.
Robert adalah bom waktu yang berdetik dan menunggu untuk meledak. Ia butuh seorang wanita di ranjangnya. Butuh seorang wanita malam ini.
Tapi hanya satu yang bisa. Dan ia belum bisa memilikinya.
Penantiannya akan membuatnya tergelincir dan melakukan sesuatu yang bodoh.
Dengan sumpah serapah yang mengalir dengan ganas, ia menyalakan air panas dan ia mengarahkan tangannya penuh sabun ke bawah dan melakukan apa yang harus dia lakukan, jadi ia akan punya kendali yang cukup untuk menghadapi Renee keesokan harinya.
®LoveReads
22 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Bab 3
Sisa minggu itu berlalu dengan lambat. Jumat pagi, ia menanyakan pada dirinya sendiri terus menerus kenapa ia melanjutkan hidup dalam ketegangan ini. Pekerjaan ini memberinya gaji yang bagus dan beberapa keuntungan, namun tidak menghalangi antara Renee dan keinginannya. Terutama setelah percakapan yang dilakukannya dengan putrinya malam sebelumnya.
Ia sedang meringkuk menonton sebuah film lama mencoba menjauhkan pikirannya dari bayangan Robert Thibodeaux yang begitu mengancam ketika handphonenya berdering. Foto putrinya berkedip, dan ringtone khusus berbunyi memenuhi udara. “Hey, sayang. Apa kabarmu?” “Ma. Coba tebak?” Brittany berhenti sementara sebelum melanjutkan dengan suara meninggi. “Aku berhasil mendapatkan posisi R.A!!” katanya dengan nada antusias.
Renee tidak tahu apa artinya, tapi dapat mengetahui bahwa itu mungkin sesuatu yang bagus. “Hebat, sayang. Apa itu R.A?” Brittany menjawab dalam kalimat yang terburu-buru. “Resident Advisor (Penasehat Asrama). Aku terlalu muda untuk dapat 23 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
menduduki jabatan itu karena aku masih ada di tahun kedua. Tapi aku pasti mengesankan mereka karena aku tidak perlu datang lagi untuk wawancara kedua. Mrs. Cobb, wanita yang bertanggungjawab di asrama, membaca C.V dan formulir aplikasiku dan mempekerjakanku saat itu juga.” “Mempekerjakanmu untuk apa? Apa itu Penasehat Asrama?” Renee bahagia untuk anaknya, tetapi ia tidak ingin anaknya terbebani dengan pekerjaan. Brittany harus tetap memiliki nilai bagus, jadi uang beasiswanya tidak akan di cabut. “Artinya aku akan tetap tinggal di asrama freshmen (mahasiswa tingkat pertama) tahun depan, dan jadi seperti kakak bagi mahasiswa baru. Mahasiswa baru akan mendatangiku kalau mereka punya masalah, atau hanya bertanya saja dan aku akan membantu mereka. Tentu saja, aku harus melaporkan penggunaan alcohol, narkoba atau sesuatu yang seperti itu, tapi kupikir tugasku takkan terlalu banyak karena aku belum pernah menemui masalah seperti itu tahun ini. Well, bukan di asrama mahasiswa baru.” “Dan mereka akan membayarmu?” Tanya Renee. “Well, tidak juga. Aku cuma boleh tinggal—secara gratis. Yang harus Mama lakukan hanyalah membayar biaya makananku tahun depan. Dan kuharap setiap tahunnya setelah itu.” 24 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Renee merasa sebuah simpul yang menekan dengan sangat kuat telah terangkat dan digantikan dengan kelegaan. “Kau serius? Kita tidak harus membayar uang asrama? Dan kau tidak harus kerja sampingan apapun? Kau hanya wajib tinggal disana dan menjawab pertanyanpertanyaan?” “Yeah, Ma. Pada dasarnya memang seperti itu. Sebelumnya aku tidak mau bilang apa-apa padamu ketika aku melamar posisi itu karena aku tidak mau membuatmu berharap terlalu banyak. Tapi sekarang kita bisa merayakannya. Hore!!”
Renee memikirkan kembali percakapannya dengan Brittany kemarin malam dan masih tetap merasa takjub akan perasaan lega yang dirasakannya. Beban keuangan untuk kuliah Brittany hampir sama sekali hilang sekarang. Ia merasa beruntung memiliki seorang anak gadis yang pintar dan bertanggung jawab. Dan sekarang ia bebas keluar dari pekerjaannya dan meninggalkan kantor yang memicu histeria ini. Jadi kenapa ia tetap disini? Itu membawanya pada pilihan yang harus ia ambil saat ini. Ia bisa keluar dari pekerjaan ini atau…atau ia bisa berhenti menghindar dari Robert dan membiarkan Robert menangkapnya. Tiba-tiba banyak bayangan yang memicu keingintahuan Renee. Robert benar-benar pria terseksi dalam hidup Renee. Robert telah menjadi objek yang dikagumi bagi Renee sejak pertama kali Renee 25 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
bertemu pandang dengannya. Tidak diragukan lagi, Robert menginginkannya. Renee tidak bodoh. Renee tahu tanda-tandanya. Robert seperti banteng dengan kain merah di depan wajahnya. Berapa banyak yang harus dilakukannya untuk mendorong Robert melewati batas? Bisakah Renee melakukannya dengan begitu halus hingga Robert tidak menyadari apa yang menyerangnya?
Renee menggigit bibirnya dan berharap apakah ia harus mencobanya.
®LoveReads
Renee mendapatkan kesempatannya sore itu ketika Robert keluar dari kantornya, mencari berkas yang sedang dikerjakan Renee. Renee memulai godaannya dengan baik, tetapi berhenti di tengah jalan karena terlalu pengecut.
Menyerahkan berkas-berkasnya pada Robert, Renee mendorong kursinya menjauh dari meja untuk memancing mata Robert pada kakinya ketika Renee pelan-pelan menyilangkannya. Dengan gerakan halus, Renee meraih ke bawah ke pahanya dengan tangan gemetar dan meluruskan kerutan yang tak kelihatan. Selagi pandangan Robert mengikutinya, Renee merendahkan tangannya ke pergelangan kakinya dan menariknya kembali ke atas ke pahanya lagi, kali ini sampai di bawah roknya dan menariknya beberapa inchi di atas lututnya sebelum mencoba berusaha menutupi kakinya. 26 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Renee mengangkat wajahnya kearah Robert dan membeku. Pandangan mata Robert terpaku padanya, cuping hidungnya mengembang dan rona merah merayapi tulang pipinya.
Robert merasakan tendangan di perutnya tepat di tempat sasaran yang Renee incar. Dampak dari gerakan Renee memukulnya. Mata Renee menahannya selama dua detik dan kemudian menjauh. Tetapi tidak cukup cepat. Permainan baru saja berubah. Nafsu langsung melanda diri Robert. Ia meraih dan mengambil pulpen yang dipegang Renee di jarinya. Robert melihat Renee tersentak dan berusaha menyembunyikannya. “Kau pikir kau mungkin bisa menang dariku, sayang?”
Renee merasakan getar ketakutan merayapi tulang belakangnya. Ia tidak berharap Robert akan seketika menanggapi. Ia belum siap untuk ini. Ia menggertakkan giginya dan mencoba menggertak. “Aku tidak mengerti apa maksudmu.” “Benarkah? Kau makhluk kecil yang sempurna, tapi jangan pernah berpikir kau berharap bisa mempengaruhiku dalam waktu singkat.” Robert meraih dagu Renee diantara jari-jarinya dan mengangkat wajah Renee. “Percayalah padaku. Kau takkan bisa mengatasi akibatnya.” Robert berbalik dan membanting pintu kantornya.
®LoveReads 27 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Bab 4
Malam minggu, Robert duduk di bar di Ninth Street Wine Grotto dan sedang minum bir keduanya. Ia menolak untuk bertanya-tanya pada dirinya sendiri akan pilihan lokasinya. Pertemuannya dengan Renee dua minggu yang lalu merupakan kebetulan. Hal itu tidak akan terjadi lagi. Perasaan frustasi mencengkeramnya. Robert harus mendorong Renee keluar. Ia butuh Renee yang telanjang. Di bawahnya. Di atasnya. Berlutut di bawahnya.
Bayangan wajah Renee ketika mantan istrinya yang jalang meneleponnya menghiasi otaknya. Pandangan matanya ketika Renee menyadari ia tidak menikah. Takut. Lega. Bingung.
Renee tidak kebal atas dirinya. Tidak sama sekali.
Apa yang telah mendorongnya melakukan sandiwara kecil dengan menggoda Robert seperti yang ia tunjukkan kemarin? Apa yang ada di kepala cantiknya itu? Ada yang berubah dengannya. Robert berniat mencari tahu apa itu.
Robert tahu Renee menginginkannya. Mungkin tidak sebanyak Robert menginginnya, tetapi Renee penasaran pada Robert. Penasaran bagaimana jadinya kalau Renee bersamanya. Robert bisa menciumnya. Keingintahuan. Keingintahuan itulah yang akan 28 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
memberinya pembukaan yang dibutuhkannya. Robert harus membuat hal itu terjadi. Fakta bahwa Renee tak akan dapat mempertahankan pekerjaannya memang menyedihkan. Robert tahu ia adalah seorang bajingan kejam, tapi ia akan menemukan caranya. Dan tidak lama lagi, ia akan mengatur kepingan-kepingan itu menjadi tindakan.
®LoveReads
Senin siang, Renee sedang berada di ruang arsip mencari diantara cetak-biru yang berdebu ketika ia mendengar pintu terbanting.
Tubuhnya tersentak dan jalinan perasaan panik dan gembira meluncur di sepanjang tulang belakangnya ketika ia melihat Robert bersandar di pintu tertutup. "Apa yang kau lakukan disini?" suaranya mengoyak Renee.
"Mrs. Argenot membutuhkan cetakan proyek Belle Chase." Syaraf Renee menegang namun untungnya suaranya tidak bergetar.
Robert berdiri, lengannya menyilang, memandanginya. Ya Tuhan, Robert tampan. Renee mengingat postur Robert satu demi satu. Rambut Robert gelap dengan helai abu-abu yang menghiasinya. Mata coklat yang indah dengan alis tajam. Bibirnya penuh dan kulitnya gelap, dengan warna kehitaman. Hidungnya terlalu besar dan sedikit tidak simetris, sepertinya hidungnya pernah patah. Hal itu 29 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
membuatnya terlihat maskulin, wajah jantan yang mencolok. Jantung Renee berdetak lebih kencang.
"Aku mau kau keluar dari pekerjaan ini. Ini tidak akan berhasil." Itu adalah perintah.
Renee terkejut dan ia tidak siap. Renee mencoba mengulur waktu. "Kenapa?" Suaranya lembut.
"Kenapa? Kau bercanda?" Robert mendorong, menutup pintu dan melangkah seperti seekor predator ke arah Renee.
Renee menjatuhkan kertas-kertas di tangannya dan melangkah mundur satu langkah. Ia mengangkat satu tangan rampingnya untuk menjauhkan Robert. Hal itu cukup untuk menahannya sebentar.
"Jadi kau akan menyerahkan surat pengunduran dirimu?"
Kekecewaan dan panah kesakitan meluncur ke dalam dirinya. "Apa kau memecatku?"
"Tidak. Aku ingin kau mengundurkan diri." Garis bibirnya menipis.
"Aku tidak mau mengundurkan diri." Lebih daripada apapun Renee mulai ingin tahu kemana hal ini akan berlanjut. 30 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
"Sialan, Renee. Berhentilah bersikap keras kepala. Kau tahu ini akan berakhir buruk untukmu." Suara Robert berubah tajam.
Renee menganggkat dagunya dan menyerang balik, menantang Robert. "Mungkin itulah yang akan berakhir buruk untukmu. Mungkin kau takut padaku."
Robert tertawa. "Hebat telah mencobanya, sayang. Hal itu tidak akan terjadi. Ini akan berakhir di satu tempat dan hanya satu tempat saja."
Renee menggoyang kepalanya ke depan dan belakang. Rambutnya bergerak berkilau di sekitar punggungnya. "Aku tidak akan mengundurkan diri. Apa kau akan memecatku?"
"Tidak. Kau yang akan mengundurkan diri." Kata-katanya tidak berubah, tidak dapat dibantah.
Renee terus menggelengkan kepalanya.
Mata Robert menyipit memandang Renee. "Mungkin kau mau sebuah contoh? Sebuah demonstrasi akan apa yang dapat kau harapkan kalau kau tidak menyerah?" Robert mulai melangkah ke arah Renee lagi.
Renee melihat Robert seolah-olah ia kerasukan. Ia mundur sampai menabrak dinding. Robert mengikuti. Mata Renee membesar ketika 31 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Robert berhenti di depannya. Robert meraih dan meremas rambut Renee dan melilitkannya di sekitar tangannya. Jantung Renee berdentam di dadanya dan nafasnya berubah keras.
"Kau sudah berjuang dengan baik. Kau adalah lawan yang pantas. Tapi coba tebak, sayang. Skakmat." Bibir Robert menutupi Bibirnya.
Panas menyentak ke dalam tubuhnya. Sekalipun Renee sudah mengharapkan hal itu, ia masih terkejut pada intensitasnya. Robert menekankan dirinya pada Renee dan Renee hanya bisa bersandar di tembok selagi lidah Robert menggali makin dalam, bersamaan dengan itu Robert mendorong tubuh bawahnya pada Renee. Robert mendominasinya, lidahnya mendorong masuk dan menarik keluar, menirukan gerakan bersenggama. Pegangan Robert di rambut Renee mengencang, tubuhnya menyerbu tubuh Renee sepenuhnya.
Renee merasa linglung dan tersesat seraya berpegangan pada Robert ketika Robert menciumnya, tangannya mencengkeram Renee, menekannya padanya. Tangan Robert bergerak ke lehernya, mengelilinginya dan menyentuhnya, lalu meluncur ke pinggangnya dan mencengkeram Renee dalam pegangan yang tak dapat dikompromikan.
Pada saat bersamaan keterkejutannya hilang dan kenikmatan yang intens mengalir di pembuluh darah Renee. Jadi inilah. Inilah yang 32 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
sesungguhnya. Robert menciumnya. Ya Tuhan, akhirnya. Ia meraih ke atas dan mengalungkan tangannya di seputar pundak Robert, ke atas untuk menyusupkan jemarinya di rambut Robert. Robert beraroma nikmat. Panas gairah menguar darinya. Renee memeluk Robert lebih erat.
Apakah pekerjaannya sebanding dengan ini? Tidak, sama sekali tidak. Renee tidak mau menyerah. Ia harus tahu apa yang akan terjadi jika mereka bersama.
Robert mengangkat kepalanya dan memandang ke dalam mata Renee. "Katakanlah. Katakan, Robert aku mengundurkan diri," perintahnya, suaranya serak.
Renee menggelengkan kepalanya pelan dalam gerakan tidak ketika jari-jarinya mengusap kepala Robert. Robert meluncurkan tangannya dari lekukan pinggang Renee ke wajahnya. Ia menangkup tulang pipi Renee dengan tangan kuatnya. "Aku tidak bisa tidur denganmu ketika kau bekerja untukku." Kata-katanya dalam dan rendah, nada menuntutnya adalah mutlak.
Renee menghirup udara dan mengamati Robert dalam keheningan. Okay. Sekarang sudah jelas semuanya. Robert melanjutkan, "kalau saja kita bertemu di tempat lain, hal ini pasti tidak jadi masalah. Kau tahu itu. Aku tahu itu." Katanya lembut. "Kau bertarung melawan 33 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
sesuatu yang tak dapat dihindari." Tangannya menangkap pergelangan tangan Renee dan menahannya di tembok selagi bibirnya mencium pipi Renee dan merambat ke telinganya.
Renee merasakan sentakan aliran listrik kedalam syarafnya ketika ia merasakan Robert mencium rambutnya. Robert memegang kedua pergelangan tangan Renee dengan satu tangannya yang kuat dan tangannya yang lain menyentuh leher Renee.
Pikiran Renee pecah berkeping-keping. Oh, Tuhan, godaan ini tidak mungkin dilawannya. Ia mati rasa. Renee terlalu bernafsu dan setengah tergila-gila pada Robert sejak pertama kali bertemu dengannya.
Robert merasakan detakan jantung Renee yang menggila. Tubuh Renee bergetar untuknya. Ia melihat mata Renee bergejolak panas ketika Robert menekankan tangannya di leher Renee sewaktu Renee terengah-engah. Robert membandingkan kekuatannya dengan kelembutan Renee. Ya Tuhan, Renee luar biasa. Robert harus berada di dalam Renee, dan secepatnya. Sialan, ia sudah terobsesi pada Renee!!
Pemahaman itu dengan telak memukul Robert. Ia melonggarkan cengkeramannya dan meletakkan kembali tangannya di pinggang Renee. Dengan posesif Robert meremas pinggang Renee dan berkata, 34 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
"Pikirkan hal itu."
Robert berjalan keluar pintu dan Renee bersandar di dinding, mencoba menyatukan pikirannya yang kacau-balau dengan putus asa agar dapat berfungsi kembali.
®LoveReads
"Jenny, Robert tidak menikah." Renee kembali bersandar di tempat tidurnya, handphone di telinganya, dan mengangkat kedua kakinya ke udara dan memperhatikan cat kuku baru di kakinya. Mengingat semua kekacauan di kantor, ia merasa luar biasa hebat.
Ia memutar kakinya satu putaran, kemudian kakinya yang satunya lagi, memeriksa warna baru sewaktu ia menunggu reaksi temannya yang akan segera muncul.
"Apa?" Jenny mencicit dengan keras. Renee menjauhkan telepon dari telinganya sewaktu temannya melanjutkan. "Tidak menikah? WTF? Kau bercanda? Gimana kejadiannya? Apa dia bohong?"
Renee tersenyum mendengar bahasa gaul Jenny. Oh, rasanya keren karena punya anak remaja. Anak-anak itu membuatmu merasa muda. Musik terbaru, bahasa gaul up-to-date, dan tentu saja, cat kuku warna cherry hitam yang luar biasa. Ia memfokuskan dirinya kembali ke 35 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
percakapan. "Tidak, dia tidak bohong. Aku hanya mengasumsikan wanita yang menelepon setiap saat dan bilang ia istrinya adalah beneran istrinya, bukan mantannya. Ia bercerai." Renee berhenti sebentar. "Dan dia ingin aku mengundurkan diri dari pekerjaanku." Renee berhenti lagi. "Jadi dia bisa berhubungan seks denganku."
Renee buru-buru menjauhkan gagang telepon dari telinganya lagi.
"Apa? Kau pasti bercanda, kan?" Tanya Jenny. "Apa dia bilang begitu? Apa dia pernah dengar istilah pelecehan seksual? Pria itu pasti berpikir bahwa dia adalah karunia Tuhan. Apa yang akan kau lakukan?"
"Well, aku memang cukup yakin dia ingin aku mengundurkan diri. Kurasa ia berpikir kalau itu bukanlah pelecehan seksual. Sepertinya dia baik, Jen. Kau tak mungkin menganggap itu pelecehan kalau itu sama-sama mau, ya kan? Kau, diantara semua orang tahu berapa lama aku sangat tertarik padanya. Kurasa dia menyadarinya."
"Yeah, tapi Renee, pekerjaanmu? Kau harus punya pekerjaan. Apaapaan? Apa dia pikir kau makmur secara independen, atau apa?" temannya berkata dengan berang.
"Aku tahu, Jen. Kurasa dia tidak sedang berpikir dengan kepala besarnya. Rasanya menawan hati hanya dengan melihatnya, sedetik 36 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
dia mengontrol, sedetik kemudian dia kehilangan kontrolnya. Ketika ia menciumku hari ini—"
"Aaaaaapaaaaaaa? Dia menciummu? Di kantor? Ya Tuhan. Apa yang kau lakukan? Apa itu nikmat?"
"Yeah, memang nikmat. Benar benar nikmat. Seperti yang telah kuperkirakan."
"Apa yang akan kau lakukan?"
"Aku tak tahu. Kurasa, ikuti saja permainannya. Kau tahu aku bisa mendapatkan kembali pekerjaan lamaku kalau memang kuperlukan. Aku hanya tak mau semuanya jadi terlalu mudah. Ia sangat arogan. Ia berharap bisa memakai semua caranya di segala bidang. Aku tak tahu." Renee mendesah. "Cukup soal dia. Gimana kabarmu sejauh ini? Gimana dengan Richard?"
"Mengontrol seperti biasanya. Posesif. Cemburuan. Manja. Luar biasa di tempat tidur. Hot. Tidak seperti semua pengalamanku. Aku kecanduan olehnya." Jenny tertawa.
Renee tersenyum. "Keren. Kau berhak jadi agak sedikit liar. Masih berpikir dia seorang gangster?"
37 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Jenny menjawab. "Aku tak punya petunjuk. Sialan, dia benar-benar kaya dan aku tak dapat menebak dari mana asal uangnya."
"Well, kurasa masing-masing dari kita punya urusan yang harus dibereskan."
®LoveReads
Hari selanjutnya hujan dan gelap dan Renee sedang duduk di kursinya ketika telepon internal kantor berdering. Ia mengangkat telepon itu dan Robert membentak. "Masuk ke sini. Aku mau bicara denganmu."
Robert memutus telepon.
Robert memperhatikan Renee meluncur ke dalam kantornya setelah mengetuk pelan. Renee berdiri dan Robert melihat data-datanya. Yeah, permainannya sudah pasti telah berubah. Kaki yang panjang dan jenjang menghantamnya. Rok pendek. Pinggang ramping. Rambut panjang.
Ini sudah waktunya. Brengsek. Ini sudah berlalu.
"Tutup pintunya."
®LoveReads 38 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Bab 5
Robert bersandar di kursinya dan menyilangkan tangannya di belakang kepalanya. Renee menutup pintu dan berbalik menghadapnya, tetapi tidak bergerak mendekat. Renee tidak mengatakan apapun. Dia berdiri di sana, menunggu dengan tenang. Dengan ketenangan yang membuat Robert bertambah gila.
Renee memperhatikan dengan terpesona selagi ekspresi Robert makin bertambah kejam. Suara Robert terdengar agak jauh. "Aku mau kau mengundurkan diri dari pekerjaanmu."
Renee menarik lurus punggungnya, berdiri tegak dan menjawab dengan sebuah kata sederhana. "Tidak."
Robert merubah taktik dengan segera. "Kemarilah."
Renee merasa terkejut hingga merasakan rona merah di wajahnya. Ia membiarkan tawa agak histeris keluar dan menggelengkan kepalanya. "Tidak."
"Renee, kemarilah, sayang." Robert menepuk permukaan mengkilap mejanya.
39 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Ya Tuhan, apa yang akan dilakukan Robert jika ia benar-benar datang ke sana? Renee tergoda mencari tahu. Keinginan tersembunyi momen itu mendorongnya dan Renee menyadarinya. Renee melangkah dua langkah ke depan meja Robert, lalu ia berhenti. "Tidak."
Robert mengerang ketika Renee berhenti. "Aku mulai lelah mendengar kata tidak dari bibir indahmu. Cari kata-kata lain."
Robert berdiri.
Renee melangkah mundur.
Robert menyeberangi ruangan hingga ia berdiri di depan Renee. Ia meraih dan mengunci pintu.
Syaraf Renee menegang ketika grendel kunci menutup dan ia mencoba mengontrol nafasnya. Robert sangat besar. Robert punya bahu selebar New Orleans Saint. Renee tahu Robert terbiasa mengerjakan pekerjaan fisik yang keras untuk menghidupinya hingga ia mengambil kesempatan dan membuka perusahaan konstruksinya sendiri. Hal itu sudah terbayar. Di lihat dari standar manapun ia kaya, tapi ia masih punya tubuh berotot seorang buruh pekerja fisik.
Renee menginginkan hal ini hingga hal itu hampir menelannya. Tapi taruhannya sudah berubah. Bukan pekerjaannya lagi yang dijadikan 40 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
taruhan. Pekerjaan akan datang dan pergi. Sudah berapa lama sejak ia terakhir kali merasakan perasaan seperti ini mengenai seorang pria? Apakah ia pernah merasa seperti ini? Jika ia membiarkan Robert menangkapnya sekarang, segalanya akan berakhir. Robert akan memanfaatkannya, mengeluarkan Renee dari sistemnya, dan hal itu akan berlangsung seperti itu. Renee menginginkan lebih. Ia tidak bisa membiarkan Robert tahu pengaruhnya pada Renee, ia tidak bisa menyerahkannya dengan mudah pada Robert.
Nafas Renee terengah ketika Robert meraih dan mengunci rambutnya di tangannya. Robert melilitkan rambut Renee di tangannya hingga Robert menyentuh kepala Renee. Ia bersandar dan mendaratkan sebuah ciuman di bibir Renee. Punggung Renee bersandar di pintu.
Robert menjauhkan bibirnya. "katakan ya, Renee."
Renee menggelengkan kepalanya. "Tidak."
Robert mengacuhkan Renee. "Rok ini cukup pendek, sayang." Tangan Robert meluncur ke bawah dan mengencang di sekitar keliman rok Rene. "Apa kau memakainya untukku?"
Renee berdiri kaku penuh antisipasi dalam genggaman Robert. Otaknya meleleh. Robert telah mendominasi Renee sebelumnya di ruang arsip, mengguncang Renee dengan kekuatan serta intensitasnya. 41 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Hari ini godaannya berubah. Kelembutan terdengar dalam suaranya. Sikapnya sama galaknya seperti sebelumnya, gerakannya posesif dan meyakinkan, namun suaranya lembut. Perubahan pribadinya mengancam keseimbangannya.
Mata Robert berubah menjadi coklat tua sewaktu menatap Renee. Ini sudah cukup baik hingga Renee pikir ia akan mati. Renee menelan ludah ketika ia merasakan tangan Robert perlahan-lahan menarik roknya ke atas pahanya. Renee tahu jika ia melihat ke bawah, celana dalamnya akan kelihatan.
Mata Renee mulai sayu dan menutup. Genggaman tangan Robert di rambut Renee mengencang. "Tidak, tidak, tidak. Biarkan matamu terbuka untukku."
Dengan berani Renee membuka matanya.
"Bagus. Kau punya mata yang indah. Sekarang. Kita punya negosiasi yang harus kita bereskan." Robert merendahkan kepalanya dan menghisap bibir bawah Renee. Mata Renee menutup lagi.
Renee merintih dan merasakan celana dalamnya basah. Ia berpegangan pada Robert ketika Robert menghisap dan menjilat bibir bawahnya. Robert menekankan kejantanannya pada Renee dan Renee merasakan ereksi Robert yang keras. Renee semakin sulit bernafas. 42 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Robert mengangkat kepalanya. Renee membuka matanya dan matanya terpaku pada Robert. "Gadis baik." Suaranya dalam. "Okay. Kau tidak mau mengundurkan diri dari pekerjaanmu. Aku akan membiarkanmu menang sekarang. Tetapi kau akan harus memberiku balasan."
Renee tersentak di tangan Robert. Robert mengontrol gerakan Renee. "Sh….sh…aku ingin memastikan kau mengerti kemana hal ini akan berlanjut."
Renee berpegangan erat-erat dengan diam di tangan Robert.
Suara Robert mendesak. "Anggukkan kepalamu kalau kau paham."
Kepala Renee tersentak ke atas dan ke bawah, hanya sekali.
"Bagus. Tentu saja, aku harus membuktikannya." Tangan Robert berpindah dari ujung lipatan rok Renee ke gundukan feminin di antara paha Renee. Robert mengirimkan panas melalui celana dalamnya. Mata Renee menutup sewaktu mulut Robert turun padanya.
Robert merasakan semua kelembutan Renee di sekitarnya dan berpikir kepalanya akan meledak. Ya Tuhan, ia ingin menyetubuhi Renee sejak lama. Ia tak tahu bahwa ia sudah menguasainya. Untuk yang pertama kalinya dengan Renee, seks di kantor bukanlah yang ia 43 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
inginkan. Bahkan, seks di kantor adalah yang sedang ia usahakan untuk ia coba hindari. Ia harus mengendalikan hal ini. Tapi ia harus menyentuh Renee. Sekarang.
Tubuh Renee sangat liat selagi ia berdiri terperangkap diantara pintu dan tubuh besar Robert. Serbuan lidah Robert di mulutnya dan tangan Robert di antara kakinya membius Renee. Renee mulai mendorong Robert dengan erangan frustasi.
Dengan kasar Robert menyingkirkan celana dalam Renee dan menemukan lipatan femininnya. Lidah dan bibir Robert memulai menghisap dengan lembut selagi jari tangannya yang besar dan kasar mendorong ke dalam miliknya. Detak jantung Renee bertambah cepat selagi panas membanjiri mereka dan jari Robert meluncur ke dalam dirinya.
Otot milik Renee menjepit jari Robert dengan serakah dan ia merintih terengah-engah. Renee menghentikan ciuman untuk menghirup oksigen ke paru-parunya. Robert membiarkan dia menghirup udara dan langsung menciumnya lagi. Serangan gencar itu benar-benar brutal secara fisik. Robert meneguk dari mulut Renee dan tidak menunjukkan ia akan memberi Renee kelonggaran. Tangan Robert mendorong Renee, jari tangan Robert membuat Rene tak berdaya di lengannya sewaktu Robert menusuk jari ke dalamnya ketika Renee hampir mengalami orgasme. 44 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Robert mengangkat kepalanya dan memandang Renee, berpegangan di lengannya. Renee menyeimbangkan dirinya sewaktu Robert menggeram padanya. "Kau akan memberikan padaku apa yang kuinginkan. Ini hanyalah permulaan."
Renee mengenali kesombongan dan sikap arogan pada suara Robert sewaktu Robert merendahkan bibirnya ke bibir Renee. Hal itu masih belum cukup untuk tetap menjaganya terbang menuju tepian. Tubuh Renee menegang sewaktu orgasme yang intens menelannya.
Ia bersandar di pintu, perasaannya berkabur dan detak jantungnya tak terterkendali, saat ia mencoba untuk berdiri.
Deringan telepon menyentak Renee kembali kepada realitas.
Deringan telepon itu menginterupsi keheningan di sekitar mereka dan tidak mau berhenti. Robert memindahkan tangannya dari Renee sewaktu dengan selembut mungkin dan memantapkan Renee di pintu. Ia berjalan ke mejanya dan mengangkat teleponnya. "Thibodeaux."
Renee mencoba mengontrol gelembung-gelembung histeris yang mengancam naik ke permukaan sewaktu ia membereskan pakaiannya. Renee melihat Robert berbalik menghadapinya sembari mendengarkan orang yang meneleponnya. Ekspresi yang tak tergambarkan bermunculan di wajahnya hingga dengan cepat berubah 45 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
menjadi pertentangan. Renee terganggu dan sedih sewaktu Robert tetap mendengarkan dalam keheningan dan menatapnya dengan tatapan menyala-nyala penuh amarah.
Dan kemudian semuanya terlepas. Kemarahannya naik ke permukaan. "Tidak. Sialan, Cameron, dia sekretarisku. Kau tak boleh punya nomor teleponnya." Robert berhenti mendengarkan sewaktu Renee menatap terkejut dalam diam sewaktu ia menyadari percakapan Robert adalah tentang dirinya. "Bukan urusanmu ia menikah atau tidak. Menjauhlah darinya. Jangan telepon dia. Jangan datang kemari. Faktanya, aku yang akan membawa cetak birunya padamu kalau sudah siap." Robert membanting telepon.
Robert memberengut marah. Renee mengenali kemarahan yang tak ada habis-habisnya meningkat dan memandar dari Robert. Mata Robert tidak terlihat bimbang selagi ia melangkah kearah Renee lagi. Renee merasa akan pingsan sewaktu ia menyadari Robert akan datang lagi padanya. Dengan hanya beberapa detik waktu yang dimilikinya, ia membuka kunci pintu, berbalik dan lari.
®LoveReads
46 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Bab 6
Renee meninggalkan kantor tepat pada pukul lima dan langsung menyetir menuju apotik terdekat. Dia tidak minum pil kontrasepsi karena ia tidak sedang dalam hubungan dengan laki-laki saat ini. Ia tidak punya alat kontrasepsi apapun di rumahnya dan tidak mempercayai dirinya sendiri bahwa ia tidak membutuhkannya.
Ia menolak untuk hamil. Banyak hal bisa terjadi, tapi ia akan merasa terkutuk jika salah satu hal itu adalah hamil.
Pada pukul 5.45 sore ia menaiki tangga ke kondominium lantai duanya dan bertatapan dengan wajah Robert Thibodeaux, bersandar di depan pintunya, ia bersedekap.
Perasaan terkejut dan senang menjerit dalam pembuluh darahnya. Dengan susah payah Renee mengumpulkan keberaniannya sebelum bicara. “Kau tidak membuang-buang waktu, bukan?” Renee mengusir Robert dengan bahunya sewaktu ia memasukkan kunci ke pintu. “Aku menghabiskan 7 minggu dengan sia-sia.” Robert meletakkan tangannya di pintu dan mendorongnya sewaktu kunci terbuka. Robert mengikuti Renee masuk ke dalam, membalikkan tubuhnya dan mengunci kembali pintunya.
47 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Renee bergerak ke dapur mungil dan meletakkan kertas belanja dari apotik dan tasnya. Renee mengamati Robert melihat-lihat kondominiumnya. Renee tahu apa yang akan dilihatnya. Renee bersumpah ia tidak akan meminta maaf atas perbedaan sudut pandang mereka, dan lalu memutuskan ia akan melakukannya. “Aku tahu ini tidak besar. Tapi ini milikku. Milikku dan Brittany.
Kami telah tinggal disini selama 15 tahun. Aku membeli tempat ini ketika masih baru, jadi meskipun tempat ini kecil, tempat ini bersih dan tempat ini milikku.” “Hey. Jangan membela diri. Aku tidak melihat sesuatu yang salah dengan tempat ini. Aku pernah tinggal di tempat yang jauh lebih buruk. Itu sudah bertahun-tahun yang lalu, tapi percayalah, tempat ini adalah sebuah mansion dibandingkan beberapa tempat yang pernah kutinggali.” Robert bergerak menjauhi pintu depan ke dalam area ruang tamu kecil dan melihat-lihat. “Faktanya, tempat ini menyenangkan.”
Renee melihat tempat tinggalnya melalui pengamatan Robert. Sekalipun mungil, kondominiumnya eklektik dan mencerminkan dirinya. Ia telah dengan mendekorasi tempat itu selama 15 tahun terakhir jika ia punya uang. Ketika mereka pindah ke tempat ini, Brittany baru menginjak usia empat tahun, dan tidak membutuhkan kamar ekstra. Pindah ke tempatnya sendiri jauh lebih penting 48 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
dibandingkan ukuran tempat ini. Menilik ke belakang, masa kecil dan masa remaja Brittany sudah cukup keras, tetapi mereka satu tim, satu unit, dan mereka memecahkan masalah mereka bersama-sama.
Pintu depan berhubungan langsung dengan ruang tamu mungil dan di pisahkan oleh dinding dimana terletak ruang makan. Masing-masing ruangan terhubung ke dapur kecil. Kamar tidur dan kamar mandi berada di sebelah kiri aula kecil. Dapurnya memiliki bar kecil dengan 2 tempat duduk bar, dan karena ruang makan tidak lagi penting, Renee memasang gorden besar berwarna krem dan emas di ruangan itu untuk member privasi di seberang tempat masuknya.
Sebuah tempat tidur ada di dalamnya, begitu juga sebuah meja kecil dan kursi. Ada bantal-bantal berwarna dan tirainya member efek dramatis, dan temannya selalu bilang kalau kondominiumnya seolaholah keluar dari majalah home décor. Hal itu membuatnya merasa nyaman, karena hampir segala sesuatu di kondominium itu berasal dari toko loak, atau dijahitnya sendiri. Sebelum Brittany pergi kuliah, biasanya Renee tidur di kamar darurat. Namun sewaktu ia masih muda, Renee sering memberikan kamarnya pada Brittany sewaktu teman Brittany menginap dan mengadakan pesta piama. Pengaturan itu berhasil untuk mereka.
Renee memandang Robert yang telah duduk di sofa. Ia bersedekap dan membelalak ke arah Robert. 49 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Anggap rumah sendiri.”
Robert tersenyum padanya, pelan dan menjengkelkan. Robert menepuk sofa di sebelahnya dan mengangkat alisnya. “Tidak bisa. Aku tak tahu kenapa kau pikir kau punya hak untuk datang kemari, tapi aku mau mandi. Aku teraniaya di kantor hari ini. Tolong kunci pintu waktu kau keluar.” Renee berbalik dan lenyap ke dalam satu-satunya kamar mandi di dalam kondominium itu.
Satu jam kemudian, setelah mandi air panas yang lama, Renee berdoa Robert sudah akan pergi ketika Renee membuka pintu kamar. Untuk jaga-jaga, ia memakai celana pendek dan t-shirt alih-alih jubah mandi besar yang nyaman yang ingin dipakainya.
Ia berhenti dengan tiba-tiba ketika ia melihat ke arah sofa. Robert tertidur lelap, telentang. Satu kaki di sofa, kaki yang lainnya yang memakai sepatu bot di lantai dengan satu lengannya terentang di dahinya. Renee menangkap nafas Robert selagi mengamatinya. Robert kelihatan berbeda. Tidak terlalu menakutkan. Tidak terlalu jahat. Benar-benar seksi. Renee bimbang sesaat. Apa yang harus ia lakukan terhadap Robert?
Renee memutuskan untuk mengabaikan Robert dan mengerjakan keperluannya. Sebentar lagi jam tujuh dan ia lapar. Sayangnya, Renee 50 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
tahu Robert juga pasti lapar. Ia memutuskan untuk memasak cukup untuk berdua, dan jika Robert tidak memakannya, Renee akan meletakkan makanan itu ke kulkas untuk besok malam.
Pelan-pelan Robert bangun karena desisan panci dan sesuatu yang dimasak. Ia berbaring diam sewaktu menyesuaikan diri dengan suasana baru. Bau makanannya enak dan ia membuka satu matanya untuk melihat Renee bergerak dengan rajin di dapur kecil itu.
Wajahnya bersih dari make-up, dan dengan t-shirt peach kecil dan celana pendek, ia terlihat berusia 20an, padahal Robert tahu Renee berusia 38.
Bau dan suara dari kesibukan rumah menggugahnya. Ia belum benarbenar memikirkan soal apa yang diharapkannya sewaktu ia datang kemari dari kantor hari ini, tapi ini bukanlah yang diharapkannya. Satu-satunya persepsi tentang Renee adalah apa yang dilihatnya di kantor, dan satu kali di Wine Bar. Saat itu Renee berpakaian untuk kepentingan kontak social dengan make-up dan rambut tanpa cela. Robert belum pernah melihat Renee di luar itu, dan apa yang dialaminya saat ini membuatnya bingung.
Robert mengamati Renee rumahnya sendiri. Renee bergerak dengan gerakan ekonomis yang menandakan ia memahami dapur itu dengan baik. Robert tahu anak Renee sedang kuliah, dan Renee terlihat sepeti 51 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
ibu muda tanpa anak gadis. Rumah ini cocok untuknya, sama seperti pakaian yang dipakainya. Dan bagi seorang pria yang makan fast food berlebihan, apapun yang dibuat Renee baunya luar biasa.
Renee melihat gerakan Robert melalui sudut matanya. Tangannya bergetar pelan sewaktu Robert berdiri dan meregang dan menuju dapur. Ia menarik bangku bar dan duduk.
Renee mematikan kompor tempatnya memasak sop dan berbalik menghadap Robert. “Kupikira aku sudah bilang padamu agar kau pergi.” Robert mengabaikan komentar Renee. “Baunya enak. Apa itu?”
Renee bersedekap dan melotot menatap Robert. Ketika pandangan Robert jatuh ke dadanya dimana t-shirt mungilnya mengetat, Renee merasa tersipu mulai dari leher sampai wajahnya. Ia jauh dari nyaman dengan keadaan ini. “Makanan.” Robert mengabaikan nada permusuhan itu dan tersenyum. “Ya, terima kasih, aku mau.”
Renee memutar matanya dan berbalik untuk menyendok sop ke mangkuk dan meletakkan sandwich di piring. Ia menyiapkan 52 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
minuman dan menempatkan semuanya di tempat yang sesuai. Renee duduk dan mengambil peralatan makannya. Ia menatap Robert yang duduk di sebelahnya dan bilang, “Silakan.”
Robert menunggu hingga Renee memakan suapan pertamanya dan kemudian Robert mengambil sendoknya. Warna dan bau yang menguar dari makanan itu membuat air liurnya menetes. Robert bahkan tak tahu Renee bisa memasak, tapi hal itu tidak mengejutkannya. Mie yang lezat dengan sesuatu yang ia ingat di masa kecilnya muncul dari sopnya. Dua sandwich yang berwarna coklat sempurna dan terbagi empat mengelilingi mangkuk. Sebuah potongan apel memisahkan masing-masing sandwich dalam penataan kuliner yang berwarna. Robert makan makanan di piring besar dengan mantap.
Ia menatap balik dan mengamati Renee menyuapkan makanan dari porsi yang lebih kecil yang disediakannya bagi dirinya sendiri. Makanan yang dimasaknya enak dan mengenyangkan.
Sudah ¾ piring yang dihabiskannya sebelum ia sadar ia minum air es dan makan mie ramen yang dicampur dengan sop ayam kalengan dan sandwich keju bakar. Ia tidak memikirkan makanan itu karena merasa terlalu terlena dengan keberadaan Renee yang duduk disebelahnya. Ia sudah kenyang, dan benaknya sudah melompat ke hal-hal lainnya. Seperti tekanan seksual yang menguar di antara mereka. 53 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Renee memaksakan gigitan berikutnya dan tahu ia tidak akan bisa makan lagi. Kegelisahannya meningkat. Ia turun dari bangku bar dan mengambil piring kosong Robert dan meletakkan ke mesin cuci piring. Ia membungkus sisa makanan di piringnya yang hampir tak disentuhnya dengan plastik dan menyimpannya di kulkas.
Robert mengamati Renee dari tempatnya duduk. Tidak butuh lebih dari 5 menit untuk membersihkan dapur kecil itu. Renee sudah hampir tak punya sesuatu untuk dilakukan, dan kemudian Robert akan menyambar kesempatannya. Mengenai hal itu, tentu saja Renee tidak meragukannya sama sekali. Renee memutuskan bahwa ia tidak akan berdalih atas tindakannya. Ia harus mencari kesibukan lain. Renee belum siap dan tidak bisa membiarkan dirinya dipojokkan oleh Robert. Renee menatap ke arah kaki telanjangnya.
Robert baru akan turun dari kursi bar dan berjalan ke tempat Renee ketika ia melihat Renee berlutut dan mengambil kaos kaki dan sepatu tenis dari sebuah keranjang anyam. Dengan bersyukur Renee menunduk ke lantai dan memasang kaos kaki dan sepatu itu ke kakinya, lalu berjalan ke pintu. Renee menatap balik pada Robert. “Aku mau cari udara segar sebelum terlalu malam. Sampai jumpa besok.” Berapa banyak lagi petunjuk yang harus Renee berikan pada Robert? 54 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Robert mengamati Renee yang berdiri di pintu depan. Renee kelihatan seperti angin kuat yang bisa membagi dirinya sendiri jadi dua. Buku jarinya memutih di tempat dimana ia memegang pegangan pintu. Renee memaksakan diri agar ia berdiri tegak dan sebuah getaran kecil menyiksa tubuhnya. Ia berada di ujung tanduk.
Robert tahu ia bisa memaksa Renee, tetapi sesuatu tentang waktu yang baru saja berlalu membentuk gerutuan di pikirannya. Tak perlu dipertanyakan lagi kalau Renee adalah rasa gatal yang harus digaruknya, tapi menunggu akan menambah dimensi godaan dari situasi tersebut. Robert tak pernah menunggu selama ini demi wanita manapun sebelumnya, namun ia tahu entah bagaimana bahwa pengekangan ini akan menghasilkan sesuatu yang berharga. Bayangan akan Renee yang telanjang dan menyerah padanya menyalakan nafsunya, dan pengejaran serta kemenangan mutlak merupakan hadiah bagi Robert.
Robert memiliki otak analitis, dan hal itu tidak mengecewakannya. Robert akan membiarkan Renee berpikir bahwa Renee memiliki kontrol atas situasi ini saat ini, jadi hal itu akan membuatnya menyerah pada Robert dengan lebih baik lagi, nantinya.
Renee mengamati Robert meninggalkan bar dan melangkah ke arahnya. Dalam beberapa detik, Robert sudah berada di hadapan Renee. Nafas Renee tersangkut di tenggorokannya ketika tangan 55 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Robert bergerak ke dagunya. Robert mengangkat wajah Renee dan matanya menjerat mata Renee. Pengaruhnya serasa sengatan listrik. Perut Renee menegang dan lututnya gemetar dengan lemas. Tidak pernah, tidak akan pernah, Renee bertemu dengan seseorang yang membuatnya merasa seperti ini. Bahkan mendekati perasaan seperti ini pun belum pernah.
Renee selalu berada dalam posisi memegang kendali. Selalu ada pria yang mengejarnya. Ia berganti dari satu hubungan romantis ke hubungan romantis lainnya, tidak pernah membiarkan seorang pria pun terlalu dekat dengannya. Tidak pernah sejak pria yang dengan kejam menghamili dan meninggalkannya. Renee menegakkan tubuhnya.
Tangan Robert yang lain terangkat dan jemarinya menyisir rambut Renee dan memegang kepala Renee. Renee tidak bisa menekan getaran kecil ditubuhnya. ada tatapan menuduh di mata yang mengikatnya, dan Renee tak tahu mengapa. Renee ingin Robert pergi malam ini, jauh darinya, jadi Renee bisa berpikir. Jadi Renee bisa bernafas. Sikap dominan Robert membingungkan bagi kedamaian hati Renee. Stabilitas Renee terguncang. Robert menjepit dagu Renee lebih keras lagi. “Sekali lagi, kau akan lolos. Tapi pahami aku ketika kubilang padamu hal itu tidak akan berlanjut terus. Kau akan menyerah dan hal itu tak akan lama lagi.” 56 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Robert merasakan efek provokatif mata Renee terhadapnya. Kelembutan tubuh Renee sangat dekat dengannya. Kemaluannya membengkak dan mendesak celananya. Tangan Robert mengencang tidak dengan sukarela pada Renee. Mata Renee melebar menatap Robert. Robert melihat penderitaan dalam mata Renee yang bulat membesar saat ia menatap mata itu dipenuhi air mata, setengah detik sebelum Renee menurunkan bulu mata dan menutup matanya.
Rasa posesif dan kemarahan menghantam perutnya. Ini jadi tak bisa ditoleransi lagi. Renee mulai membuatnya terpesona dan hal itu tidak bisa dibiarkan. Tidak boleh dibiarkan. Robert perlu membersihkan Renee dari pikirannya, dan secepatnya.
Jalan terbaik untuk mengusir rangsangan itu adalah dengan menghilangkan dirinya sendiri keluar dari jangkauan Renee.
Robert melepaskan pegangannya pada Renee dan pergi.
®LoveReads
57 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Bab 7
Rabu pagi, Renee duduk di meja kerjanya dan mencoba berkonsentarasi pada pekerjaannya. Robert berada di luar kota bertemu dengan kontraktor baru yang disewanya, dan karena Mrs. Argenot mulai bekerja dengan waktu yang lebih pendek, ketenangan di kantor seharusnya membuatnya lebih mudah untuk berkonsentarasi. Itu adalah perjuangan yang ia coba untuk ia menangkan.
Ia tidak punya banyak pengalaman dengan plat maps (peta suatu kota, atau bagian/subdivisi yang menunjukkan lokasi dan batas-batas tanah milik pribadi), namun organisasi dan matematika dasar adalah nilai tambah baginya, dan angka-angka yang ia lihat tidaklah sesuai. Ia memperhatikan angka-angka itu untuk yang ketiga kalinya. Pasti ada suatu kesalahan.
Pada pukul sebelas, Robert masuk dan memberikan tatapan padanya sebelum mengunci dirinya sendiri di kantornya.
Renee berusaha menenangkan kegupannya sebelum ia menemui Robert. Renee mengumpulkan kertas-kertas dan berdiri. Ia menutup matanya dan menghitung hingga sepuluh, lalu berjalan ke pintu kantor Robert dan mengetuk pintunya.
58 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Robert menggeram, Renee masuk.
Robet menatap Renee dan mata mereka bertabrakan dalam ketertarikan yang intens. Ya Tuhan, Robert benar. Renee tidak bisa terus bekerja di sini.
Renee buru-buru bicara. "Aku m-mau menunjukkan sesuatu padamu."
Ketika Robert tidak mengatakan apapun, atau memberi indikasi apapun terhadap apa yang dikatakannya, Renee meninggalkan ambang pintu dan menuju meja Robert. Dengan perlahan Renee berjalan memutar hingga ia berdiri di sebelah kursi tempat Robert duduk.
Robert menegang ketika Renee mendekat dan berharap trik penyihir apa yang Renee coba mainkan. Ia memperhatikan pakaian sederhana yang dipakai Renee dan mempertanyakan dari mana sumbernya.
Ketika Robert melihat apa yang diletakkan Renee dihadapannya, ia mencoba mengumpulkan kembali pikirannya. Robert mengalihkan lagi otaknya ke mode bisnis. Namun hal itu tidaklah mudah dengan adanya wangi Renee di hidungnya.
Renee mulai dengan minta maaf untuk kurangnya pengalaman di bidang itu. "Aku minta maaf. Aku masih baru soal hal ini. Aku t-tak 59 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
tahu apa yang kutemukan. Tapi kupikir mungkin ini penting. Mungkin kau tidak paham ini. Mungkin kau tahu dan itu bukanlah apa-apa." Renee melantur. Ia berhenti, menghirup nafas dalam dan menempatkan sebuah jari yang dimanikur di sebuah kolom. "ke-enam belas nomor akun sepertinya berurut secara sequensial." Jari Renee bergerak sedikit. "Nomor-nomornya identitas properti kebanyakan dalam urutan numerik. Tapi li-lihat ini?" Renee menunjuk dan mata tajam Robert mengikuti.
"Ketika nomor halaman dibalik, urutannya berubah." Renee meringkas permasalahan. "Kupikir properti itu ti-tidak berada di La Fourche Parish."
Robert terpana. Dari semua bukti yang ada, mungkin Renee benar. Robert tidak bisa menerima kesalahan yang hampir mereka buat. Yang hampir dia buat. Robert tidak menyadarinya. Mrs. Argenot tidak menyadarinya.
Tapi, Ya Tuhan, komisi penetapan wilayah akan mengetahuinya. Hal ini mungkin menyelamatkan dirinya dari 3 minggu larangan pemerintah dan sakit kepala. Robert melihat pada tempat dimana Renee telah melangkah menjauh dari mejanya dan membuat dirinya seperti patung. Segi baru karakter Renee terbentang di hadapannya dan membenturnya. Sebuah pemahaman baru terhadap Renee yang sebelumnya tidak pernah dia pedulikan. 60 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Robert membersihkan tenggorokannya. "Kerja bagus, Renee. Aku terkesan. Bagaimana kau menemukannya?"
Renee sudah mulai bergerak ke pintu. "Aku tak tahu. Aku suka angkaangka. Mereka menyenangkan." Renee membuka pintu dan berhenti sebentar.
"Menyenangkan?" Robert tercengang.
"Angka-angka itu selalu melakukan apa yang seharusnya mereka lakukan. Mereka selalu konsisten." Renee berhenti. "Engkau selalu bisa percaya pada angka."
Robert mengamati pintu yang tertutup di belakang Renee dan menurunkan dahi ke tangannya.
®LoveReads
Dua hari yang menekan berlalu dengan lambat ketika dengan susah payanh Robert mencoba meninggalkan Renee seorang diri. Ia mulai memperhatikan hasil kerja dan konsistensi Renee. Hasilnya bagus.
Robert belum pernah memikirkan mengenai hal itu sebelumnya. Ia sudah terlalu terobsesi dengan memecatnya dan tidur dengannya hingga etika kerja Renee tidak diketahuinya. 61 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Namun standar kerja Renee tinggi. Detail kerjanya tak tercela. Mereka sudah berganti 5 orang berusaha mencari kandidat yang cocok untuk pekerjaan ini. Seseorang yang pintar. Seseorang yang mandiri.
Renee adalah jenis sekretaris yang akan dibutuhkannya ketika Mrs. Argenot benar-benar pensiun.
Brengsek.
Selangkah lagi untuk membawa dirinya bertambah gila.
®LoveReads
62 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Bab 8
Makanan mereka tiba dalam suasana tegang dari pernyataan yang meledak-ledak itu. Robert enggan bergerak melepaskan pegangannya supaya pelayan bisa menempatkan makanan di depan mereka. Gerakannya kasar sambil terus mengawasi Renee. Renee melihat lubang hidungnya melebar dan tatapan seksual yang mengancam di matanya dan tahu dia dalam kesulitan.
Renee harus berhati-hati tentang berapa banyak anggur yang akan ia minum. Dia mengangkat matanya dan meminta pelayan untuk segelas air. Dia melihat kembali ke Robert dan menarik napas dalam. Mereka saling mengamati dalam tatapan permusuhan dan diam sampai pelayan pergi.
Robert melihat emosi di mata Renee yang tidak bisa dia sembunyikan. Dia panik, tubuhnya gemetar. Itu hanya menambah daya tariknya. Kecantikannya mengelilingi Robert, menggoda inderanya. Matanya lebar, wajahnya berwarna gading pucat, kecuali bibirnya, yang merah muda dalam dan gelap. Dia cantik. Dan Robert menginginkannya.
Penantian sudah berakhir. Kata-kata Robert singkat, memerintah. "Makanlah makananmu."
®LoveReads 63 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Setelah makan malam, Renee mendapati dirinya digiring dengan efisien ke dalam mobil, melengkung masuk dan berkendara menyusuri jalan tol dalam kecepatan sebelum dia bahkan menyadari ke arah mana mereka pergi. Kupu-kupu di perutnya bergejolak.
"Kita mau kemana?"
Stress dalam suaranya menghantui. Robert meraih dan menjalin tangannya dengan tangan Renee. Dia meremasnya sedikit dan terus mengemudi.
"R-Robert, aku ingin pulang sekarang, please." Suara Renee bergetar.
"Semuanya bersenang-senang. Kita hanya jalan-jalan. Ini malam yang indah. Lihatlah bulan di luar jendela." Suaranya halus, menenangkan, dan menggoda.
Renee terdiam dan perjalanan berlanjut. Dia ingin Robert membawanya pulang, tapi ia tahu bahwa itu tidak akan terjadi kecuali dia melepaskan teriakan dan ledakan amarah. Dia tidak ingin melakukan itu. Itu terlalu memalukan untuk dipikirkan. Dan ada alasan lain dia tidak melakukannya. Renee benar-benar ingin bersamanya. Dia benar-benar tidak memiliki kemauan atau keinginan untuk melawannya lagi. Dia berjuang melawan dirinya sendiri lebih dari melawan Robert. 64 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Beberapa menit kemudian, ia masuk ke sebuah gerbang, sebuah pemukiman yang terjaga keamanannya di pinggiran kota dan merayap menurunkan kecepatan mobilnya. Dia menekan tombol di dasbor dan pintu garasi rumah batu bata yang besar mulai terbuka.
Syaraf Renee langsung menegang. "Robert-"
Robert memotongnya. "Tidak ada yang akan terjadi jika kau tidak menginginkannya." katanya sambil melirik ke arah Renee. "Atau itukah yang kau takutkan?Takut kau menginginkan hal itu terjadi?" Dia berbalik berfokus memasukkan mobil ke garasi.
Renee tidak menjawab. Mesin dimatikan dan dia menunggu Robert untuk membukakan pintu. Dia mengantar Renee masuk ke rumahnya melalui pintu belakang dan Renee menemukan dirinya berada di dapur besar yang bersih. Dekorasinya bergaya Tuscan, dengan banyak besi tempa hitam dan lantai berbatu dan backsplash (fungsinya melindungi dapur dari cipratan dan noda serta memperindah tampilan dapur). Warna bersahaja dan cerah dalam biru gelap dan hijau mendominasi skema warnanya. Indah, dan setiap wanita yang suka memasak akan senang dengan ruangan itu. Tidak terkecuali Renee, tapi tidak punya waktu untuk mengamatinya saat tangan Robert mendarat di punggungnya dan membimbingnya menuju ruang tamu. Robert menyalakan saklar lampu, yang menciptakan cahaya yang lembut, tenang. Tangannya turun dari punggung Renee dan melilitkan 65 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
jemari Renee saat Robert menghadap ke wajahnya dan mulai berjalan mundur, menarik Renee ke arah sofa sementara matanya menatap mata Renee.
Renee merasakan semuanya sampai ke jari-jari kakinya. Dia tidak punya kekuatan untuk mencoba menghentikan Robert, dan membuat keputusan sadar untuk mengikuti langkahnya.
"Apa kau tahu berapa hari, Renee?" Suaranya rendah dan serak saat ia duduk di sofa dan menarik Renee duduk di sampingnya.
"B-berapa hari, a-apanya?" Renee mencoba untuk mengontrol gemetarnya, tapi benar-benar sadar akan fakta bahwa dia tidak pernah menginginkan pria lain dalam hidupnya sebanyak dia menginginkan yang satu ini.
"Berapa hari aku menginginkanmu. Berapa hari kau telah membuatku gila." Tangannya menyusupi rambut Renee dan mengangkat wajahnya. "Sudah lima puluh tiga hari. Aku menyerah, Sayang. Aku menyerah." Mulutnya turun ke bibirnya, bibirnya kuat dan membelai.
Perasaan nikmat dari keinginan yang tak tertahankan menguasainya, dan Renee secara paksa menutup pikirannya atas apa pun yang akan mengambil perasaan itu pergi. Ini adalah semua yang akan dia pikirkan sekarang. Renee tahu benar sudah lima puluh tiga hari sejak 66 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
mereka bertemu, dan kesadaran bahwa Robert juga tahu, untuk alasan apa pun, hanya memperparah emosi yang meluncur dalam dirinya. Renee telah berada di tebing curam selama itu, dan akan membiarkannya pergi. Robert ingin kontrol, Renee ingin dia untuk mengambilnya.
Mulutnya terbuka lebih penuh di bawah mulut Robert. Robert mengangkat dagu dan meneguknya, mengambil ciuman mendalam yang menyiksa mereka berdua. Sikap menciumnya itu memabukkan, meninggalkan Renee bagai di ujung sebuah pisau. Robert akan menciumnya lembut, berbisik lirih menyentuh daging, kemudian menenggelamkan lidahnya masuk dan melahapnya seperti dia membutuhkan mulut Renee untuk bertahan hidup. Dan kemudian mulai lagi. Jari-jarinya menyebar di seluruh rambut Renee, ia memeluknya menawannya dalam pelukan sementara bibirnya menyentuh bibir Renee ringan, lembut, napas mereka yang keras dan sulit.
Menatap melalui kabut gairahnya, Renee memahami bahwa Robert berusaha untuk perlahan, berusaha untuk mempertahankan kontrol. Gambaran provokatif Robert Thibodeaux yang di luar kendali menari di benaknya. Gambaran itu dengan tegas membuatnya kecanduan. Renee ingin itu suatu hari nanti. Tidak pernah terlintas dalam benaknya untuk menjadi takut bahwa Robert akan menyakitinya. Dia terlalu patuh menuruti perintah tubuhnya sendiri untuk itu. 67 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Renee terbangun dari lamunannya sendiri ketika Robert melingkarkan lengannya di bawah lututnya dan berdiri dalam satu gerakan halus. Robert tidak merasa terhuyung-huyung karena berat badan Renee, jauh dari itu. Dia memiliki fisik seorang gelandang football, kekuatan baja dari seorang atlet, dan itu memungkinkannya untuk mengangkat tubuh Renee tanpa memperlihatkan tenaga sedikitpun.
Robert segera berbalik dan berjalan menyusuri lorong gelap.
Otak Renee kacau karena pusing dari kecepatan gerakannya dan mencengkeram Robert di sekitar leher dan memejamkan mata di dadanya untuk mengurangi rasa berputar-putar di kepalanya. Tibatiba rasa pusing yang ringan meninggalkannya dan kelembutan nikmat memenuhi indranya.
Aroma tubuhnya memenuhi Renee. Renee mengambil napas dalam dan mantap saat Robert bergerak tanpa ragu menyusuri koridor gelap. Aroma maskulin mengisi hidung Renee, dia tidak ingin jauh-jauh dari Robert.
Robert membuka lebar pintu dengan bahunya, dan menutup dengan punggungnya, membawa Renee ke tempat tidur besar dan menjatuhkannya di lutut di ujung tempat tidur. Aliran cahaya redup datang dari cahaya bulan melalui jendela.
68 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Tangan Robert bergerak ke kancing blus Renee dan dengan cepat membukanya. Mendorong kemeja dari bahunya dan melepas sepenuhnya. Bra putihnya bersinar di ruang gelap. Napasnya menjadi tidak teratur saat ia melepas branya dan menariknya dari lengan Renee.
Robert tidak membuang-buang waktu, tangannya bergerak ke kancing celana Renee, menjentikkannya dan meluncur membuka ritsletingnya. Mendorongnya turun dari pinggulnya, menarik celana dalamnya jatuh bersamaan. Tangannya yang tegas dan yakin dan ia menekan pantat Renee saat ia menanggalkan pakaian dari tubuh Renee, melepas sepatu hak tingginya.
Renee telanjang di atas tempat tidurnya. Dia bergetar saat geraman rendah bergemuruh dari dada Robert. Robert berjuang melalui kabut hitam dari nafsu murni saat matanya jatuh pada sosok telanjang Renee. Ya Tuhan. Akhirnya. Apa ia pernah menunggu selama ini untuk seorang wanita? Persetan, tidak. Wanita jatuh ke dalam pelukannya, jatuh ke tempat tidurnya, dan kemudian ingin tinggal di sana.
Tidak demikian halnya dengan Renee. Dia telah melawan dari hari pertama. Tapi itu sudah berakhir. Perburuan. Pengunduran. Dan akhirnya penangkapan. Sekarang ia akan mengambil langkah terakhir untuk menundukkannya. 69 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Mata Robert menyipit dan ia mengulurkan tangan dan menggenggam pergelangan kaki Renee di tangannya. Menekuk lututnya dan mendorong kakinya, Robert berlutut di antara kedua pahanya. Renee tidak bisa menjauh darinya dengan posisi seperti itu. Robert sudah cukup membiarkan dia menjauh. Sekarang dia hanya merasakan kebutuhan untuk dikuasai. Untuk di dominasi.
Robert mendongak menatap gundukan licin tanpa rambut di antara paha Renee. Sebuah kecemburuan yang gelap menguasainya. Perasaan teritorial yang tidak bisa ia kendalikan. "Kau mencukur ini untuk siapa?" Robert menurunkan tubuhnya terhadap Renee dan mengambil segenggam rambut pirangnya yang lembut. "Jika kau punya akal kau akan mengatakan padaku kau melakukan itu untukku." Kata-katanya kasar, parau.
Renee terengah-engah, matanya melebar. Tubuh Robert besar, mengintimidasi, bahkan dengan pakaian yang menempel. Renee menuruti sarannya sebab itu memang benar. "K-kau.. Untukmu."
Robert mengulurkan tangannya turun di antara tubuh mereka. Menelusurinya ke tenggorokan, turun di antara payudaranya, ke vee di antara kedua kakinya. Dia Mendorong jarinya yang kasar, tumpul ke dalam kelembutannya yang basah. "Jawaban yang bagus, Sayang." Kata-katanya terpotong, "Karena ini adalah milikku."
70 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Ia memutar-mutar jarinya di dalam diri Renee, dan mendekatkan bibirnya ke payudaranya. Bibirnya mengepit puting merah muda, yang sudah mengeras dengan gairah.
Serangan ganda dari mulut dan tangannya membawa Renee ke dalam keadaan kebutuhan dan gairah murni dalam hitungan detik. Dia mendorong melawan jari Robert dan membawa tangannya ke bagian belakang kepala Robert dan mencengkeramnya ke payudaranya, indranya sepenuhnya dibanjiri sensasi. Renee bergelimang dalam pelukannya, semakin dekat dengan orgasme.
Robert merasa otot internal Renee mencengkeram jarinya, dan ia tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Dia didorong oleh perasaan yang tidak bisa ia jelaskan. Tidak ingin memikirkannya. Robert mengangkat tubuhnya, dan mulai melucuti pakaiannya.
Dalam hitungan detik, ia telanjang dan meraih ke dalam laci untuk mengambil pengaman. Dia merobek bungkusnya dan menyelipkannya dan kembali di antara kedua kaki Renee. Mengikat pergelangan tangan Renee dengan tangannya yang besar dan menariknya ke atas kepalanya, memenjarakan dirinya.
Dia mulai memasukinya dengan segera. "Aku ingin perlahan-lahan." Dia berkata seperti itu seakan-akan itu adalah kesalahan Renee bahwa ia tidak bisa perlahan. 71 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Robert menusuk dengan dorongan pendek dan mengeluarkan katakata dari bibirnya saat ia menggoyang di dalam Renee. "Aku. Ingin. Melakukannya. Dengan. Lembut." Napasnya mendesis keluar saat ia menusuk dirinya sepenuhnya.
Renee pening di bawah serbuan dan keterbatasan gerak karena tangan Robert pada dirinya. Ia mengeluarkan sebuah rengekan kecil saat Robert menarik pinggulnya kembali lalu mendorong ke dalam dirinya lagi dengan brutal, sekali, dua kali, dan kemudian tiga kali.
Tubuhnya mengejang di bawah lecutan Robert dan suaranya kasar di telinganya saat Renee berkata, "Kalau begitu lakukan dengan lembut. Se-semuanya baik-baik saja."
Napas dan kata-kata Renee yang lembut membasuh Robert. Menenangkan kebuasan dalam darah Robert dan ketidaksabarannya didinginkan saat berada di dalam diri Renee. Memiliki Renee di bawahnya. Dia merasakan kedamaian dan mengambil napas menenangkan saat ia membiarkan rasa, aroma Renee menghanyutkannya. Gerakannya melambat, dan Robert dengan malas meraih dan mulai bermain dengan klitorisnya.
Renee merasakan raungan di telinganya saat gairah menusuknya sekali lagi. Kemaluannya besar dan keras di dalam diri Renee, meregangkannya dengan setiap dorongan saat ia meluncur keluar dan 72 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
kemudian masuk kembali ke dalam. Tangan Robert di klitorisnya menggodanya, dan pemahaman yang fantastis bahwa ia bercinta dengan Robert menginvasi indranya. Itu terlalu banyak untuk ditahan, dan tubuh Renee mulai mencengkeram saat Renee mencapai puncaknya.
Robert merasakannya saat orgasme mengambil kendali atas tubuh Renee. Itu menyengatnya dan memancingnya agar mendorong lebih keras ke dalam Renee. Lebih keras, lebih cepat, sampai gelombang intensitas mengalahkannya dan menarik pikirannya jauh dari tubuhnya sambil mendorong ke dalam Renee dan bendungan terbelah dan Robert meledak dalam ekstasi.
Momen setelah itu dipenuhi dengan napas yang tidak beraturan, napas Robert dan Renee. Ketika Robert telah bisa menarik pikirannya menjauh dari euforia atas pencapaiannya, ia meraih kepala Renee dengan kedua tangan dan menenggelamkan jari-jarinya sampai ke kulit kepalanya. Matanya menyipit karena ia merasa dirinya mulai bangkit kembali.
Mata Renee terbuka karena tatapan tajam Robert dan pengetahuan yang tidak dapat dipercaya bahwa Robert tidak perlu waktu lama sebelum dia bisa bangkit kembali. Renee mulai menarik diri dari tubuh Robert, bergerak mundur dari penguasaannya.
73 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Tangan Robert sesaat menegang, dan kemudian ia dengan lembut mulai menarik diri dari Renee. Lalu berbalik menuju kamar mandi dan saat ia pergi, Renee mengayunkan kakinya ke lantai dan mulai mencari pakaiannya. Ia melihat bra-nya dalam ruangan yang gelap, tapi di atas segalanya, ia merasakan kebutuhan yang mendesak untuk memakai celana dalamnya. Setelah menemukannya, ia segera menariknya ke pinggulnya dan mulai mengambil bra ketika dia mendengar suara Robert seperti cambuk.
"Kau tidak akan membutuhkan itu."
Renee berputar menghadap wajah Robert, tangannya menutupi payudaranya.
Kesadaran atas apa yang baru saja terjadi adalah mengerikan. Dia benar-benar berhubungan seks dengan bosnya. Dalam sembilan puluh hari masa percobaannya. Dan ia benar-benar membanjiri diri Renee dengan tekanan ke dalamnya. Robert sudah mendapatkan apa yang dia inginkan malam ini. Tapi tidak lagi. Renee menghela napas, dan setiap lekuk dalam tubuhnya menyatakan penolakannya. Hanya karena Renee bersikap mudah satu kali, tidak berarti ia akan bertindak mudah lagi.
Dia tidak mau repot-repot berdebat dengan Robert, hanya membungkuk dan memungut sisa pakaiannya. 74 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Robert bersandar ke dinding, melipat tangannya di dada dan mengawasinya. Raut wajah Renee menyatakan pembangkangan dan penolakan, dan Robert dengan cepat membuat keputusan strategis untuk mundur. Sama sekali tidak ada keraguan dalam pikirannya bahwa ia akan menjadi pemenang utama dalam permainan di antara mereka, tapi untuk sampai ke titik itu, ia harus membiarkan Renee berpikir dia punya kesempatan. Tapi sebenarnya Renee tidak punya.
"Aku menebak ini berarti kau tidak akan menghabiskan malam denganku?" Tanyanya.
Renee mendongak dari kancing yang sedang dia sematkan dicelananya. "Aku ingin pulang." Suaranya tegas tapi memiliki cukup pertanyaan di dalamnya untuk menenangkan Robert.
Robert mengambil celana jinsnya dari lantai dan mulai berpakaian. "Aku akan mengantarmu."
®LoveReads
Sabtu malam, Renee sudah pulang dari toko kelontong selama sekitar satu jam ketika bel pintu berbunyi. Dia membeku saat ketegangan saraf menghantam tubuhnya. Itu pasti dia. Renee punya perasaan yang tidak bisa ia tekan. Dia menuju ke pintu dan melihat keluar melalui lubang intip. Syok sejenak mengesampingkan kekecewaannya. 75 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
James Cameron berdiri di depan pintu rumahnya. Renee membuka lebar pintunya hingga cukup untuk berbicara dengannya, tapi tidak cukup lebar untuk mengundangnya masuk. "Halo."
Wajah James menyeringai kekanak-kanakan. "Halo, juga." Dia santai bersandar di kusen pintu. "Terkejut melihatku?"
Renee tersenyum. "Ya. Apa yang kau lakukan di sini?"
James mengangkat satu alis. "Bagaimana menurutmu? Kau wanita yang sulit untuk ditemui."
"Aku belum mendapatkan bantuan dari atasanmu yang brengsek. Dan apa kau tahu berapa banyak Guillot di dalam buku?"
Renee tertawa. "Banyak, kukira. Apa Robert memberimu masalah?"
"Yeah, aku sudah menelepon lima kali dan ia malah lebih marah setiap aku telepon. Kemarin dia mengancam untuk tidak menyelesaikan proyekku. Dan apa kau tahu berapa banyak aku membayarnya? Ya Tuhan, dia sangat menginginkanmu." James berhenti dan melihat kaki telanjang Renee dalan celana pendek yang ia pakai. "Dan sekarang untuk pertanyaan 64.000 dolar. Apa dia memiliki hak untuk menjadi cemburu? atau maukah kau makan malam denganku malam ini?" 76 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Renee tertegun oleh keterusterangannya. Dan kesal pada dirinya sendiri karena tidak merasa setidaknya sedikit senang. James Cameron benar-benar tampan. Dan cukup kaya bahwa ia pasti memiliki para wanita yang menggedor-gedor pintu rumahnya.
Dan tidak ada apa-apa.
Renee tidak merasakan suatu apapun. Sesuatu kecuali sensasi rahasia bahwa James pikir Robert cemburu. Dan dia sangat menginginkan Renee. Benarkah dia cemburu? Itu suatu pemikiran yang menggoda.
Dia berfokus kembali pada tamunya. "Itu dua pertanyaan. Kau bilang satu."
James tersenyum. "Kau hanya harus menjawab salah satunya, aku hanya perlu tahu yang satu itu."
"Aku benar-benar tidak tahu harus berkata apa, kupikir itu agak terlalu dini untuk mengatakan Robert cemburu. Lima kali? Kau bicara dengannya lima kali tentangku? Dan dia marah? Sungguh?" Pintu dibuka sedikit lebih lebar.
James merengut. "Kau mungkin tidak menyadarinya, tapi kau baru saja menjawab pertanyaanku." Dia mengulurkan tangan dan melarikan jari-jarinya di pipi Renee. 77 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
"Sayang sekali. Kau benar-benar seksi dan kita bisa menikmati waktu menyenangkan bersama-sama."
Sebuah suara dalam dan marah menerobos dari belakang James. "Cameron, jauhkan tangan sialanmu darinya."
Mata James menyala dengan tantangan dan dia memberikan Renee satu seringai terakhirnya seolah-olah dia hendak menikmati konfrontasi dan menjauhkan tangannya dari wajah Renee. James mengangkat tangannya menunjukkan bahwa ia bukan ancaman dan berbalik menghadapi Robert Thibodeaux yang marah.
"Ya Tuhan, man, tenang. Dia menolakku. Dimana tombol off mu, Dude?"
Kedua laki-laki itu mengukur satu sama lain dan meskipun James mundur dari Renee, ia membuat satu komentar terakhir untuk membalas. "Dengar sobat, dia tidak menginginkan aku, tapi dia sangat yakin dia tidak menginginkanmu. Wanita ini mati-matian menjaga statusnya sebagai single. Aku pergi." James menatap Renee sekali lagi.
"Kau akan baik-baik saja dengan King Kong, di sini?" Renee terlalu ngeri untuk bicara. Dia mengangguk sekali dan memperhatikan James pergi, menghindar dari jangkauan Robert. 78 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Renee segera sadar pada keadaannya dan mulai membanting pintunya. Tangan besar dan kaki bersepatu boot menghentikan Renee. Pintu terdorong terbuka. Renee melangkah mundur. "Keluar dari rumahku."
"Tidak akan terjadi, sayang." Robert menutup dan mengunci pintu dan bersandar. Robert santai dengan angkuhnya di sana, terus mengawasinya. Renee berusaha untuk tidak sesak napas saat rentetan gambaran dari beberapa minggu terakhir berkelebat di pikarannya.
Robert, menyodorkan campuran minuman padanya dan melilitkan di jari-jarinya di rambut Renee. Renee, bertopang di pintu kantor Robert saat orgasme menghanyutkannya. Dan tadi malam, tangannya mengepal di rambutnya sambil mendorong masuk ke dalam dirinya.
Dan itu saat dia bersikap lembut. Dia tidak terlihat lembut sekarang. Renee mundur satu langkah lagi.
"Dia tidak bisa melindungimu dariku." Suaranya dalam, parau. "Tidak ada seorangpun yang bisa melindungimu dariku."
Renee bergerak ke belakang bar dan ke dapur untuk menjaga sedikit ruang di antara mereka. Renee menghela napas. "Apa aku b-butuh pperlindungan darimu?"
79 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Renee tidak menerima jawaban apapun. Dia menyelipkan rambutnya ke belakang telinganya dan melihat jari-jarinya gemetar. Dia benarbenar kacau.
Robert mendorong pintu dan mengambil dua langkah ke arahnya tapi berhenti ketika Renee mengeluarkan rengekan. Dia menatap Renee dari atas ke bawah kemudian menyuarakan pikirannya. "Ada satu hal yang harus kita luruskan sebelum ini berjalan lebih jauh."
Mata Renee yang besar terpaku padanya tapi tidak menanggapi. Robert berusaha menguasai diri dan untuk mengontrol nada suaranya, tapi suaranya masih bergetar dengan kecemburuan dan ketegangan seksual yang ditekan. "Kau tidak boleh bertemu Cameron. Kau mengerti itu? Tidak ada makan siang, tidak ada kencan makan malam, tidak ada apa-apa. Aku bahkan tidak ingin memergokimu bicara dengannya di kantor. Mengerti?"
Renee menggerakkan kepalanya sedikit menandakan tidak setuju. Robert mulai berjalan mendekati Renee lagi. "Tidak?" Suaranya sebuah geraman. "Tidak? kau tidak mengerti, atau kau berpikir kau akan keluar dengan dia?"
Renee mengangkat satu tangannya yang ramping untuk menghentikannya. Renee hampir saja kehilangan kontrol emosinya karena Robert mendekatinya. "Hentikan!" 80 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Ketika dia berteriak, Robert berhenti di tengah jalan. Hanya bangku bar berdiri di antara mereka. Renee mengambil napas dalam-dalam dan mencoba untuk merangkai kata-kata. "Aku ingin tahu mengapa kau pikir kau dapat mengatakan padaku apa yang harus kulakukan? Siapa yang akan aku kencani? Kau bosku, bukan penjagaku."
Mata Robert menyipit menjadi satu garis. "Ini tidak ada hubungannya dengan aku menjadi bosmu dan kau tahu itu. Ini adalah tentangmu dan aku dan tadi malam. Kau ingat semalam kan, sayang?" Suaranya seperti kerikil, kecemburuannya muncul ke permukaan. "Kau ingat saat aku mendorong dalam dirimu dan kau membanjiri milikku dengan cairanmu. Brengsek, aku ingat. Itu kau dan aku dan tidak ada orang lain. Tidak ada orang lain. Kau ingin bukti?
Kau ingin aku ke sana dan membuktikannya padamu? Tantang aku. Ayolah. Sekarang juga. Tantang aku untuk membuktikannya." Robert menunggu tangan mungilnya diangkat ke udara untuk menghentikannya.
Renee menahan napas dan menatap pada pria gila yang marah berdiri begitu dekat dengannya. Tiba-tiba sebuah dengungan masuk melewati darahnya dan mencapai otaknya. Apa yang akan Robert lakukan? Kata-kata itu mengalir lembut. "Aku menantangmu."
®LoveReads 81 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Bab 9
Robert langsung menatap kearahnya sebelum kata-katanya menembus kabut tebal perasaan cemburu yang menerkamnya. Seketika itu juga dia bergerak kearahnya.
Dia melangkah memutari meja dan pada detik berikutnya sudah berada dihadapannya. Mengulurkan tangannya dan meraih Renee lalu mendorong punggungnya kebelakang. Dia menahannya dengan satu tangan sementara yang lain meraih keatas dan mencengkeram rambutnya lalu menarik wajahnya ke arahnya.
Matanya seakan mabuk penuh gairah saat ia mengaitkan mulutnya ke mulut Renee. Ciuman yang kasar, posesif, tanpa kompromi. Robert menahan tubuh Renee sambil mulutnya melahap mulut Renee.
Renee semakin menempelkan tubuhnya ke cengkeraman Robert saat sensasi melanda dirinya. Perasaan ganda menyelimuti dirinya. Perasaan bahagia membanjirinya, karena dia sepenuhnya mengenali hasrat Robert. Dan dia merasa sakit, karena dia tahu dia tak akan berhasil mempertahankannya. Robert mengganggunya dan tidak ada pria lain sebelum dia yang melakukannya, dan Renee berpikir dia tidak memiliki apapun yang dibutuhkan untuk menjerat seorang pria se intens Robert Thibodeaux. Tapi itu tidak akan menghentikannya untuk menikmati pengalaman ini. Momen ini adalah sekali dalam 82 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
seumur hidup, untuk merasakan gairah seperti ini. Dan dia sudah cukup dewasa, dan wanita seutuhnya, untuk mewujudkan hal ini.
Robert mengalami cengkeraman gairahnya yang paling intens yang pernah dia alami. Tubuhnya seakan berpikir untuk dirinya sendiri. Dia hampir tidak menyadari kalau ia tidak punya kendali. Dia hanya tak ingin melukai hati Renee. Dia hanya ingin melihatnya telanjang, sekarang. Tapi ia tidak ingin melukai hatinya. Kata-kata itu seperti mantra di dalam benaknya.
Dia melepaskan tangan Renee dan menarik bajunya keatas dan mendorongnya keatas kepalanya lalu melepaskannya. Hal ini dilakukan dengan sangat cepat. Tidak bisa dilakukan dengan pelanpelan. Tapi dia ingin menyentuh seluruh tubuh Renee. Melihat semua tubuhnya. Dia menjangkau diantara tubuhnya dan Renee lalu melepas kaitan bra-nya yang ada di depan. Payudara langsung Renee tumpah ketangannya. Robert mengerang dan menundukkan kepalanya lalu menarik puting merah muda yang sudah keras ke dalam mulutnya.
Renee dibanjiri oleh hasrat yang begitu cepat, dia merasa seperti akan tenggelam. Mulut Robert bergerak menghisap payudaranya, membuatnya basah diantara kakinya. Cairan panas tumpah diantara pangkal pahanya dan Renee mendorong tubuhnya kearah dia. Dia memegang kepala Robert di dadanya.
83 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Hal ini tidak cukup bagi Robert dan ia mengangkat tubuh Reneeke dalam pelukannya dan membawanya ke kamar tidur. Dia membaringkannya di tempat tidur dan menarik kemejanya ke atas kepalanya. Dia menarik napasnya saat menatap Renee terbaring di sana, kakinya tergeletak terpisah dan kepalanya bersandar pada sikunya, dadanya terengah-engah.
Ya Tuhan, Robert nyaris ejakulasi di dalam celananya.
Dia berdiri di kaki ranjang dan mengulurkan tangannya lalu meraih kaki Renee. Dia menarik kearahnya dan memegang celana pendek Renee lalu menariknya keluar, kemudian menyeret celana dalamnya ke bawah pada saat yang sama.
Tiba-tiba gerakan ini membuat Renee cemas dan dia segera menggerakkan tubuhnya kembali ke atas, menjauh dari Robert. Dadanya terengah-engah dari gerakannya yang tiba-tiba dan juga karena gairahnya. Dia berbaring di sana, telanjang, kecuali masih ada bra yang sudah terbuka, sambil menatap Robert.
Robert mengambil kesempatan itu untuk melepaskan seluruh pakaiannya. Dia terus menatap ke arah Renee, tatapannya berpindah dari rambut pirangnya yang begitu menakjubkan, lalu turun kebagian tubuh mungilnya yang sempurna, kuku kakinya dicat. Ereksinya semakin mengeras dan membesar hingga terasa sakit. 84 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Renee memejamkan matanya saat melihat dia telanjang dengan sempurna. Seluruh tubuh Robert berukuran besar.
Robert menempatkan salah satu lututnya di tempat tidur dan mulai melakukan sesuatu pada Renee.
Renee benar-benar tersentak saat mengetahui hal itu sekarang. "Aku tidak memakai kontrasepsi." Dia mengamati garis miring merah terbentuk ditulang pipi Robert, dan berpikir sejenak bahwa Robert tidak mungkin akan berhenti. Dia menatap Renee penuh dengan rasa kesal. "Please. Disana. Ada di dalam laci itu." Renee memberi isyarat dengan tangannya kearah laci kecil di bawah kotak perhiasannya.
Dia memutar ke tempat yang di tunjuk Renee dan kembali lagi kepadanya beberapa saat kemudian, lalu dia menyelubungi miliknya. Dengan segera Robert bergerak kembali kearahnya, menyambar kakinya lagi dan mendorongnya terpisah. Dia berdiri sejenak, menatap di antara kedua kaki Renee yang terbuka, dengan satu lutut di atas tempat tidur dan miliknya yang sudah membesar itu berdenyut di antaranya.
Renee mulai terengah-engah. Ketika Robert tidak bergerak, dia tersipu hingga merah padam dan memindahkan satu tangannya untuk menutupi dirinya sendiri dari tatapan Robert. Robert mendongak beralih menatap mata Renee. Ketegangan memantul di antara mereka. 85 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Lengannya kekar dan ototnya keras. Wajahnya seperti mengancam, karena keyakinannya itu, pengejarannya seakan tercapai. Tangannya mencengkeram pergelangan kaki Renee. "Lepaskan. Ini milikku. Biarkan aku melihat." Suaranya parau sedikit mengeram, dan Renee cenderung tidak ingin membantah kata-kata Robert.
Renee meresponnya dengan memindahkan tangannya lalu menutupi matanya sehingga ia tidak akan melihat Robert saat melihat dirinya ke arah sana. Rasanya terlalu intim. Sesuatu yang sangat intim. Robert memintanya hal yang begitu intim padanya. Menuntutnya.
Robert bergerak di atas tempat tidur. Dia mendorong pergelangan kaki Renee ke atas, dan menekuk lututnya, seperti yang diinginkan Robert. Renee tertegun dan sangat terangsang dengan posisi Robert yang siap memasuki dirinya.
Dia menggerakkan kakinya yang kuat di antara paha Renee dan menggunakannya untuk menahan kaki Renee agar terbuka lebih lebar lalu dia mengulurkan satu tangannya dan menyelipkan jarinya ke dalam dirinya. Renee tersentak dan cairan panas membasahi seluruh jari Robert. "Ini milikku." Dia memainkan jari-jarinya di dalam diri Renee sambil mengawasi. Dalam hitungan detik, Renee langsung menegang dan mengangkat tubuhnya agar semakin dekat. Ia sudah mengalami orgasme seperti ini sebelumnya bersama Robert. Dia ingin merasakannya lagi. 86 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Seharusnya ini tidak boleh terjadi. Tepat ketika ia merasa seperti ada gelombang yang hampir mengantarkannya ke sana, Robert melepaskan tangannya. Untuk pertama kalinya, Renee menurunkan tangannya yang menutupi matanya dan menatap ke arah Robert.
Perhatian Robert telah berpindah ke klit Renee. Dia mulai membelainya di sana. "Kau begitu cantik. Sangat cantik." Robert memperhatikan tangannya saat dia memainkan milik Renee.
Renee terpesona oleh kejujuran dan kelembutan dari suaranya. Hal ini sudah cukup untuk mengirimnya kejalan menuju orgasme lagi.
Tapi dia melepaskan tangannya lagi. Renee terengah-engah. "Please."
Robert mengulurkan tangannya dan membelai dengan lembut ke puting yang berwarna merah muda itu. "Oke, Sayang."
Dia turun ke bawah dengan menyangga kedua tangannya yang kuat lalu membuka lebar-lebar kaki Renee. Tatapannya berpindah kearah Renee tepat sebelum ia mendorong kepalanya di antara kedua kaki Renee dan mulai menyapukan lidahnya. Seakan ada aliran listrik memukul dirinya. Lidah Robert ada di antara pangkal pahanya, mengikisnya. Bergerak keatas-kebawah, terus berulang-ulang. Mulutnya mengunci clit Renee dan dia mulai mengisapnya sambil menyelipkan dua jari di dalam dirinya. Robert menggunakan mulut 87 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
dan jari-jarinya pada diri Renee tanpa berhenti, menuntut orgasme dari dirinya. Renee tahu momen ini yang membuat dia kehilangan pikirannya ketika ia seakan mengambang di udara sebelum dilemparkan kedalam sebuah orgasme yang sangatlah erotis dibandingkan apapun yang pernah dia kenal.
Robert terus mendorong kedalam dirinya dengan mulut dan jarinya sampai otot internal Renee melonggar. Renee mereda dari ketinggian yang diberikan Robert dan kesopanan kembali berperan padanya. Dia memejamkan matanya dari tatapan Robert dan mencoba untuk menggerakkan kakinya merapat.
Robert tak peduli. Dia mendorong kaki Renee berbuka dengan satu gerakan halus dan bergerak naik diatas tubuhnya. Robert memposisikan dirinya di diantara pangkal pahanya dan mengangkat salah satu kaki Renee di atas lengannya. Dia terkesiap saat Robert membuka tubuh Renee sepenuhnya dihadapannya.
"Buka matamu, Renee." Dia mendorong miliknya ke arah celahnya yang basah.
Mata Renee langsung terbuka. Dia terpesona dengan apa yang dilihatnya. Wajah Robert yang arogan, memancarkan rasa posesif saat dia menempatkan miliknya di gerbang masuk tubuhnya. Tatapannya mengeras. Gairah primitif terpampang diwajahnya. Dia sedikit 88 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
menghujam dan pelan-pelan mendorong ke dalam tubuh Renee. Ia mengeram dan mengangkat kaki Renee untuk menyesuaikan posisinya untuk mengakomodir dirinya agar lebih nyaman. Dia meluncur masuk satu inci lagi kedalam dan Renee memejamkan matanya.
Robert melihat mata Renee terpejam tapi dia terlalu jauh melayang untuk menuntut perhatiannya. Tubuhnya benar-benar terpisah dari pikirannya dan ia mulai melakukan dorongan pelan, mendorongkan dirinya kedalam. Milik Renee terasa begitu basah dan lembut meyelimutinya. Dan mencengkeram dirinya. Ya Tuhan, dia begitu sempit. Dia mendorong masuk seluruh miliknya dan menikmati setiap detiknya saat dia mengisi diri Renee sepenuhnya. Milik Renee begitu lembut dan basah menyelubunginya. Otak Robert seakan dibius dan ia mulai bergerak ke dalam dirinya lagi. Dia mengulurkan tangannya ke bawah dan mengangkat pantat Renee keatas agar dirinya lebih dalam lagi. Kenikmatan yang begitu intens. Dia mencoba untuk melakukannya dengan perlahan tapi kontrolnya telah hilang. Dia mendorong Renee begitu keras. Robert berpikir mungkin dia mendapatkan kembali kontrolnya namun kemudian tangan Renee yang lembut memeluk bahunya dan aroma femininnya masuk ke dalam hidungnya.
Robert seakan melayang ke atas dan melewati batas jurang saat ia ejakulasi di dalam diri Renee. 89 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Robert memeluk Renee sementara detak jantung mereka perlahanlahan kembali normal. Otak Robert mulai terurai dan pikirannya kembali tersusun. Sial. Dia tidak bisa percaya apa yang baru saja terjadi. Ya Tuhan, jika Renee tidak menghentikannya dan meminta untuk menggunakan kondom, ia tidak akan memikirkan tentang hal itu. Dan itu belum pernah terjadi pada Robert sebelumnya. Belum pernah.
Sekali lagi dia merasa terganggu saat ia melepas pengaman dari dirinya. Maksudnya itu bukan karena dia tidak sabar pada penundaannya. Sialan, bukan karena itu. Rasanya ini jauh lebih buruk. Itu adalah perasaan kesal karena ada sesuatu yang menghalangi diantara mereka. Sesuatu yang memisahkan dirinya dengan Renee.
Dia tidak ingin sesuatu menghentikannya untuk memiliki dan mendapatkan Renne.
Pikiran Robert melayang ke peristiwa tadi. Pada awalnya dia tidak punya rencananya. Dia hanya ingin bertemu dengan Renee. Dia hanya ingin menghabiskan waktu berdua dengannya. Dan kenyataan ini yang membuatnya begitu kesal.
Kemudian ia mendatangi rumahnya dan melihat si brengsek Cameron melakukan pendekatan padanya dan ia benar-benar kehilangan kesadarannya. Menjadi sangat marah. Hanya seperti itu, 90 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
kecerdasannya meninggalkan akal sehatnya dan testosteron-nya yang mengambil alih. Rencananya sudah kacau. Sial, dia tidak punya suatu rencana. situasi ini membutuhkan perencanaan yang tepat dan yang berkaitan dengan strategi. Dan ia memutuskan sesuatu sambil berjalan tanpa perencanaan sama sekali. Sial, dia bahkan tidak tahu apa yang ia inginkan lagi. Dia masih ingin tidur dengan Renee. Bahkan lebih dari itu, sekarang ia tahu bagaimana rasanya saat bagian tubuh Renee yang indah menyelubungi dirinya dengan ketat serta kelembutannya ketika mencengkeram miliknya.
Namun, dia tak tahu kemana langkah ini akan berakhir. Dalam beberapa hari terakhir ia merasa benar-benar egois karena ia berusaha menyuruh Renee mengundurkan diri dari pekerjaannya. Itu benarbenar apa yang dia inginkan, dan ia tak pernah memperhatikan kebutuhan Renee atau kehidupannya. Dan sekarang dia bahkan tidak yakin dia ingin Renee mengundurkan diri. Tidak bisakah dia memiliki semuanya? Tidak bisakah dia memiliki dia di tempat tidur dan di kantornya? Asalkan Renne bersedia, apa ada aturan yang mengatakan bahwa Robert tidak bisa memiliki semuanya? Dan tidak diragukan lagi Renee sangat kompeten pada pekerjaannya. Dia jelas membutuhkannya. Dia membutuhkan uang.
Gambaran kondominium kecil ini muncul dalam pikirannya. Ia telah berbagi kamar tidur satu-satunya ini dengan putrinya selama lima belas tahun. Belum yang lain-lain. Dia teringat kembali waktu 91 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
kemarin malam saat Renee membungkus sisa-sisa makanan dan menempatkannya di dalam lemari es. Ya Tuhan, apakah Renee menyimpan mie ramen untuk nanti?
Perutnya mengepal. Kemauan Renee yang begitu keras, begitu cantik. Terlalu cantik untuk mengkhawatirkan begitu banyak tentang uang.
Sebuah gambaran mantan istrinya datang merasuki pikirannya. Wanita jalang yang tamak dan serakah yang belum pernah mengenal kerja keras seharipun dalam hidupnya. Dia selalu menuntut lebih, sesuatu yang lebih baik, yang paling baru. Rumah, pakaian, mobil. Dia telah membuat hidup Robert menjadi sengsara sejak hari pertama ia telah memasangkan cincin di jarinya. Dan dia telah memerasnya sejak saat itu. Pengacara mantan istrinya telah memerasnya, dan benar-benar memerasnya habis-habisan, meskipun mereka tidak memiliki anak selama pernikahannya.
Renee bukanlah wanita seperti itu. Dia membaca CV-nya dimana dia sebelumnya sudah pernah bekerja selama sepuluh tahun di sana. Dia tidak tergantung pada seorang pria, dan tidak pernah terjadi. Jika ada, mungkin hanya ayah dari anaknya yang berkewajiban memberinya untuk anaknya. Dia sudah banyak melakukan sesuatu,dan semua itu hanya dengan pendidikan SMA. Dia sudah dibebani dengan seorang anak sejak awal, tapi semua itu hanya membuat Renee lebih kuat. Dia sudah membeli sebuah rumah untuk mereka berdua di sini, dan 92 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
selanjutnya dia sudah melakukannya tanpa ada bantuan, dan hanya dengan uang yang sangat sedikit.
Dia tidak terobsesi mencari seorang pria untuk merawatnya, meskipun dia cukup cantik yang mana dia bisa dengan mudah mewujudkan hal itu. Itu sangat jelas. James Cameron mengatakan bahwa Renne sudah menolaknya, dan si brengsek itu mungkin memiliki lebih banyak uang dari pada dirinya. Tidak, dengan semua bukti ini, Renee benar-benar seorang wanita mandiri, dan dia menyukai jalan seperti itu. Robert mengagumi Renee untuk itu. Menghormati apapun tentang dia. Karena pengalamannya, gambaran tentang wanita mandiri begitu memabukkan. Tapi kemudian, gambaran evokatif Renee yang bergantung pada dirinya muncul dalam pikirannya. Gagasan tentang Renee sepenuhnya menjadi tergantung pada dirinya terasa sangat menarik. Sudah pernah terpikirkan mengenai gagasan halus Renee yang membutuhkan gaji yang diberikan Robert kepadanya mulai mendesak. Gambaran erotis untuk memiliki Renee dalam kekuasaannya, kontrolnya, diam-diam menyerang pikirannya. Dia tidak tahu apa yang dia inginkan. Kecuali padanya.
Dia menginginkan Renee.
®LoveReads
93 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Bab 10
Renee masih berbaring di bawahnya dan mencoba untuk tidak membiarkan rasa takut menyerang inderanya. Ia tidak bisa berpurapura menjadi korban di sini, atau menangis karena pemerkosaan, karena sudah jelas bagi Robert, bahwa mereka sudah melakukannya bersama sepanjang proses. Seratus persen, bersama dengannya.
Ya Tuhan, Renee bahkan tidak bisa menyalahkan Robert atas semua ini. Sejak hari pertama, Renee sudah tergila-gila. pria itu begitu menarik, begitu memikat, pria yang begitu maskulin. Ia melakukan sesuatu padanya, menekan sesuatu kedalam dirinya, dan ia tidak bisa mengontrolnya. Renee sudah bersumpah pada dirinya sendiri, bahwa ia tidak akan membuat hal ini mudah bagi pria itu, dan disinilah ia, telanjang dibawahnya lagi.
Kenyataan itu mengguncang dirinya. Ia mulai mendorong tubuh Robert sebagai upaya melepaskan dirinya sendiri. Ia butuh ruang. Ruang untuk berpikir. Kebingungan mencengkram dirinya, dan ia mendorong lebih keras lagi tubuh itu.
Robert merasa sikap Renne berubah, dari tenang kemudian mendorong panik tubuhnya. "Hei, diamlah sebentar. Kau sudah memberiku kesulitan membuatku harus memakai kondom ini, aku tahu kau tak ingin ada kecelakaan di sini," 94 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Renne menegang. "Apa maksudnya itu?"
Robert merasa dirinya mulai membesar lagi karena gerakan wanita itu. "Bukan apa-apa. Bukan sesuatu yang buruk. Tapi diamlah." Perlahan-lahan ia menarik diri darinya, menarik kondom itu keluar bersamanya. Ia memutar tubuh besarnya, dan meraih tisu dari meja samping tempat tidur, dan melepaskannya. "Selesai. Senang sekarang?" pertanyaan singkat Robert mengikis perasaannya. Renee tersentak menjauh darinya.
"Ya. Bagus," ia menarik ujung selimut keatas tubuhnya, menutupi tubuh telanjangnya dari pandangan Robert.
Robert memandangnya dengan tatapan gelap yang sulit dipahami. "Kau membuang-buang waktumu. Aku sudah melihat semuanya," suaranya datar, tanpa emosi.
Sebuah ketegangan yang baru menyerang tubuhnya ketika Robert terus mengawasinya. Kupu-kupu dalam perutnya beterbangan ketika Robert mengulurkan tangannya dan mencengkram selimut diantara payudaranya, dan menariknya. Renee memegangnya erat-erat.
"Lepaskan," Robert bisa saja dengan mudah menarik selimut itu darinya, tapi ia ingin Renee sendiri yang menyerah, dan melepaskannya. 95 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Renee menggelengkan kepalanya dan terus bertahan.
"Renee. Sweetheart. Kau tidak berpikir bahwa keadaan ini bisa ditarik mundur, kan?" ia melepaskan cengkramannya dan menyentuh tulang selangkanya yang terbuka. Jarinya bergerak maju mundur. "Ini sudah terjadi. Dan ini akan terus terjadi. Kau harus memahami hal itu." tangannya bergerak kebelakang lehernya dan membawa mulut Renee untuk bertemu miliknya sendiri.
Ia menciumnya dengan lembut, begitu tak terduga. Begitu berbeda dengan apa yang sudah ia tunjukan pada Renee malam tadi. Pikiran Renee melayang ketika Robert menyentuhnya. Sebuah kelemahan yang berbahaya menyerang sistemnya. Matanya tertutup dan tubuhnya bergetar ketika ia merasa tegukan ringan tersedot dari mulutnya. Bibirnya bergerak ke pipi Renee, naik ke dahinya, kemudian ketelinganya.
Nafasnya tersenggal. Perlahan-lahan tangannya melepaskan cengkramannya pada selimut itu, dan bergerak melingkari kepala Robert.
Robert tahu saat ini Renee sudah menyerahkan dirinya, dan darahnya mengalir deras ke pangkal pahanya, mengeraskan miliknya sepenuhnya lagi. Matanya terbuka, dan mulutnya bergerak turun kepayudaranya, Renee masih memakai bra berendanya yang 96 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
menggiurkan, dan kilatan nafsu yang murni menghantamnya. Robert meletakan kepalanya di payudara Renee, dan menghisap putingnya dengan mulutnya. Ia menusukan lidahnya. Rasa manis tubuhnya menjalar ke kepala Robert seperti wiski. Ia memindahkan mulutnya ke payudara Renee yang penuh dan lembut dan mulai menghisap, bemaksud untuk memberi tanda kepemilikan pada dirinya. Ia terus menerus menghisap dengan kuat sampai tubuh Renee mulai bergetar dibawahnya.
Tanpa melepaskan Ambrosia (makanan dewa mitologi Yunani) dari mulutnya, ia mulai bergerak ke antara paha wanita itu dan mendorong kakinya terbuka.
Renee tersadar dari gairah yang mencengkramnya ketika ia merasa Robert mulai mendorong masuk ke dalam dirinya. Dengan panik ia berusaha menjauh darinya. Ia benar-benar merasa panik ketika Robert mencengkram kedua pergelangan tangannya dan menempatkannya diatas kepalanya sendiri. Renee membuka matanya, dan menatap wajah maskulinnya tampan yang begitu panas. Bibirnya ditarik menempel kegiginya, dan setetes keringat menetes dari tulang pipinya. Kekuatan terpancar dari dirinya. Renee harus menerobos sifat dominasinya. "Berhenti. Robert. Berhenti."
Robert tidak menunjukan tanda-tanda kalau ia mendengarnya, atau akan berhenti dan Renee mulai melawan. Ia menarik pergelangan 97 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
tangannya dan memperketat tubuhnya melawan Robert. "Berhenti. Ambil kondom. Ya Tuhan. Robert. Berhenti." Ia meneriakan katakata terakhirnya.
Robert tersadar dari kabut nafsunya dan cukup untuk memahami katakatanya. Amarah sekali lagi merobek dirinya dan ia kesal pada kebutuhannya untuk menahan diri. Ia sepenuhnya tersentak dalam kesadaran oleh tubuh kaku dibawahnya, dan wajahnya benar-benar berpaling. Robert melepaskan tubuhnya dari Renee, dan berdiri di samping ranjang.
Sialan! Dia telah melakukan hal itu lagi. Merasakannya lagi. Kebutuhan untuk melakukan tanpa kondom dengannya adalah sebuah hal yang tidak bisa dikuasainya. Begitu mendasar. Bodoh. Apa yang salah dengan dirinya? Ia tidak pernah bercinta tanpa pelindung. Bahkan ia menolak untuk berpikir tentang hal itu. Dan sekarang, disinilah ia, merasa putus asa untuk merasakan ketelanjangan Renee. Robert ingin telanjang di dalam dirinya, terhadap dirinya.
Robert menunduk, menatap sosok Renee yang berbaring tak berdaya, tangannya bergerak untuk menutupi wajahnya. Mata Robert menatap tubuhnya. Lebam berwarna ungu yang gelap menutupi payudara kanannya. Robert merasakan tendangan pada perutnya ketika ia melihat kerusakan yang telah ia lakukan padanya. Dan mengapa ia melakukannya. Robert hanya ingin memberi tanda padanya. 98 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Mengecap sebagai miliknya. Menidurinya tanpa pelindung. Pemikiran itu seharusnya menenangkannya, namun nyatanya tidak. hal itu hanya menambah provokasi pada dirinya.
Ia berbalik dan memasangkan kondom yang lain, kembali mengikuti keinginan Renee. Tapi tidak akan lama lagi. Waktunya akan tiba.
®LoveReads
Lima minggu telah berlalu.
Renee terlempar kedalam pusaran pola aktivitas yang terdiri dari hubungan pekerjaan dan seksual. Ia tidak bisa melawan Robert tentang hal ini, karena sesungguhnya ia sendiri tidak bisa melawan dirinya sendiri.
Hari-harinya dihabiskan untuk mempelajari hal-hal kecil dari pekerjaan yang dipindahtugaskan oleh Mrs.Argenot padanya. sebagian besar malamnya dihabiskan di rumah Robert.
Minggu pertama adalah minggu yang terjal. Membuatnya menggunakan kondom selalu menjadi pertengkaran sengit diantara mereka. Alasannya adalah bahwa ia bersih, begitu pula dirinya, jadi mengapa harus menggunakannya? Robert hanya akan terdiam murung ketika Renee mengungkit tentang kehamilan, dan Renee memiliki 99 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
perasaan tidak enak, bahwa sebenarnya Robert tidak peduli jika ia hamil atau tidak. Akhirnya, selama pertikaian sengit tentang menggunakan kondom itu, Renee menemukan alasannya. Ini sesederhana alasan mengapa terjadi banyak sekali kehamilan yang tidak direncanakan di dunia ini. Robert tidak ingin memakainya. Ia ingin merasakan seluruh tubuhnya. Itu tidak ada hubungannya dengan pro kontra dari alat kontrasepsi. Ini semua lebih mendasar dari pada hal itu. lebih primitif. Sisi kebinatangan. Robert membenci apapun yang memisahkan mereka.
Setelah perdebatan yang sangat mengerikan, akhirnya Renee pergi ke dokter dan meminum pil. Ia tidak pernah bermasalah dengan meminum pil sebelumnya, dan jika memang mereka berniat untuk menjalin sebuah hubungan, ia pikir ini adalah jalan terbaik. Tapi Renee tidak suka menggunakan istilah berhubungan atau istilah lain dengannya. Jadi ia tidak menggunakannya. Ia hanya meminum pil, dan ketika ia aman, ia mengatakan kepadanya.
Hubungan mereka mulai membaik sejak saat itu. Seks yang fantastik, dan Renee masih mengingat saat pertama kali Robert mendorong masuk kedalam dirinya tanpa penghalang apapun. Saat itu sangat hingar bingar, gila, dan cepat.
Dan, Ya Tuhan, semuanya semakin terasa lebih baik dan lebih baik lagi. 100 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Pil KB itu sudah menenangkan Robert, atau lebih tepatnya, ketidakharusannya menggunakan kondom sudah menenangkannya. Memang tidak menenangkannya secara keseluruhan, tapi setidaknya sebagian darinya. Ia menjadi lebih santai, dan menikmati setiap aspek dari permainan cinta mereka.
Robert juga tidak pernah mengungkit lagi agar Renee berhenti dari pekerjaannya. Renee tidak beranggapan bahwa Robert lupa akan hal itu, tapi itu bukanlah prioritasnya lagi. Kebutuhan seksualnya sudah terpenuhi, dan hari-hari di kantornya menjadi lebih stabil.
Sampai suatu hari James Cameron berjalan ke kantornya. "Hai Cantik," senyuman dan keangkuhannya tentu akan menjadi sebuah ekstasi untuk seorang wanita beruntung suatu hari nanti, tapi dia bukan wanita itu.
Renee balas tersenyum. " Hai, bagaimana kabarmu James?" ia mendekati mejanya, membungkuk dan melepaskan senyum yang menawannya memancar.
"Hampa tanpa dirimu, sweetheart." Ia mengedipkan matanya pada Renee.
"Benarkah. Apakah kau pikir kata-kata itu akan berhasil?" senyumannya menular, dan Renee balas tersenyum kearahnya. 101 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
"Kau akan terkejut, Renee. Walaupun Thebodeaux mengalahkanku kali ini, katakan saja bahwa aku tidak datang di saat yang tepat. Bahkan, aku sudah terpikat pada wanita bartender kecil—"
Tiba-tiba pintu terbanting dengan kasar dan Robert masuk ke dalam ruangan. Renee mendongkak dan melihat kerutan mengancam muncul di wajahnya. Robert berjalan diantara mereka. ia membanting folder manila kepada James dan berkata. "Itu dokumen yang kau perlukan. Sekarang keluar."
James tertawa. "Demi Tuhan, Thibodeaux. Bagaimana kau bisa terus ada dalam bisnis ini jika kau selalu memperlakukan klienmu seperti kau memperlakukanku?"
Robert berusaha untuk mengendalikan dirinya ketika James terus mencacinya. "Kau sangat beruntung karena aku adalah orang yang sangat santai, atau mungkin aku sudah lama tidak memakai jasamu sejak dulu. kenapa kau tidak meniikahinya saja, sehingga kau bisa mengendalikan kecenderungan sifat membunuhmu? Mungkin dengan begitu kau tidak akan merasa takut seseorang akan mencurinya darimu. Ikatlah ia bersamamu, man," James melirik folder itu dan mengangguk puas dengan apa yang ia lihat disana. kemudian ia memandang Renee. "Semoga beruntung dengan yang satu ini. Aku akan menemuimu sekitar enam minggu lagi," ia berbalik dan meninggalkan gedung itu. 102 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Renee menatap Robert. Ia mengawasinya dengan ekspresi tertegun di wajahnya. Akhirnya ia berkata. "Aku harus melakukan hal itu,"
Renee merasa jantungnya menyumbat tenggorokannya ketika ia menatap Robert. Ia mendengar batuk kecil dari lorong dan mereka berdua berbalik untuk melihat wajah Mrs. Argenot yang tersenyum mengatakan, "Ya, sayang, mengapa kau tidak menikahinya? Itulah mengapa aku menyewanya untukmu. Sungguh sulit menemukan wanita yang tepat untukmu. Aku harap kau menghargai seluruh kerja kerasku anak muda."
Wajah Robert perlahan berubah dari frustasi menjadi ekspresi puas. Ia tersenyum ketika menjawab pernyataan sekretaris lamanya. "Ya, Ma’am. Akan kulakukan."
®LoveReads
103 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Epilog
Tiga minggu kemudian, Renee dan Robert tengah duduk-duduk di sofa, tangannya memeluk tubuh wanita itu. jari-jari mereka bertautan, dan Robert memasangkan cincin perkawinan, berlian tunggal dua karat di jemarinya.
Suaranya terdengar serak ketika bicara. "Aku masih tidak percaya dia bisa punya rencana seperti ini,"
Renee tertawa. "Dia menyayangimu Robert. Kau sudah seperti anaknya, dan ia sudah mengurusmu dalam waktu yang lama,"
"Ya, aku tahu. Tapi merencanakan plot terhadapku di dalam kantorku sendiri—"
Renee berbalik kedalam pelukannya. "Rencana plot terhadapmu?" suara Renee begitu lembut, masuk kedalam aliran darahnya dengan irama yang menenangkan. "Dia hanya merencanakannya untukmu. Bukankah itu semua berjalan lancar? tidakkah kau senang jika aku mengurusmu dirumah dan juga di kantor?"
"Ya, aku menyukainya." Kepuasan terdengar dari suaranya, dan tangannya menariknya lebih dekat. "Aku sangat menyukainya."
104 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Renee tersenyum dengan senyuman yang mampu menenangkan jiwanya. "Itu bagus karena aku akhirnya bisa melewati hari kesembilan puluhku. Aku menang." Suaranya penuh humor dan kebahagiaan. "Kau tidak bisa memecatku sekarang."
"Tidak akan pernah terjadi, aku mencintaimu, sayang."
Renee mendesah kecil penuh kepuasan. "Aku juga mencintaimu."
-END-
E-Book by Ratu-buku.blogspot.com
105 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m