BASE ISOLATOR TRADISIONAL PADA FONDASI SOKO GURU Prasetya Adi Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Janabadra, Yogyakarta Jl. Tentara Rakyat Mataram 55-57 Yogyakarta 55231 Telp/Fax (0274) 543676 Email:
[email protected]
ABSTRAK Pendopo adalah salah satu bentuk bangunan tradisional Jawa. Struktur pendopo asli terbuat dari kayu. Bagian-bagian umum dari pendopo adalah soko guru, soko penanggap dan soko penitih. Soko guru adalah soko yang menyangga bagian tengah pendopo. Soko guru ini umumnya berjumlah 4 buah, namun ada juga yang berjumlah 6 buah. Soko guru menyangga balok tumpang sari yang berupa susunan balok berjumlah 3 buah dan 5 buah. Soko guru disangga oleh umpak. Pemodelan dilakukan pada struktur soko guru Bangsal Kepatihan Yogyakarta. Analisis menggunakan program SAP2000 secara 3 dimensi. Beban gempa diambil dari spektrum gempa wilayah 3 dengan asumsi tanah sedang. Massa yang didukung struktur soko guru didapat dari berat atap keseluruhan pendopo. Hasil yang dianalisis adalah momen dan geser yang terjadi pada soko guru sebagai akibat kondisi tumpuan yang berbeda. Soko guru merupakan penahan utama gaya lateral pada struktur pendopo. Kelonggaran purus terhadap umpak dapat dianggap sebagai dukungan pegas, dimanfaatkan untuk mengurangi gaya gempa yang diterima soko guru. Dinding lubang purus pada umpak harus mampu menahan geser dari soko guru. Kata kunci : pendopo, soko guru, dukungan pegas
1.
PENDAHULUAN
Pendopo adalah salah satu jenis bangunan tradisional Jawa. Struktur bangunan pendopo seluruhnya terbuat dari kayu kecuali bagian umpak atau fondasi yang menggunakan batu kali sejenis yang dipergunakan sebagai material candi. Sistem sambungan kayu menggunakan lubang, purus, takikan serta pasak. Seiring dengan perkembangan, banyak penutup atap pendopo yang diganti menggunakan bahan berat seperti genteng beton, genteng keramik dan sebagainya. Penggantian ini mempunyai konsekuensi yaitu peningkatan beban sendiri yang akan menambah beban struktur dan meningkatnya beban gempa yang akan diterima. Efek dari penggantian tersebut dapat dirasakan langsung berupa kegagalan struktur, atau jangka panjang berupa lendutan yang berlebihan. Efek lain yang lebih berbahaya adalah jika terjadi gempa. Rumah merupakan manifestasi dari kesatuan makrokosmos dan mikrokosmos serta pandangan hidup masyarakat Jawa. Pembagian ruangan pada bangunan Jawa didasarkan atas klasifikasi simbolik yang diantaranya berdasarkan dua dua kategori yang berlawanan atau saling melengkapi yang oleh Tjahjono dalam Agung (2008) disebut sebagai dualitas (duality). Selain itu ada pemusatan (sentralitas) dalam tata ruang bangunan. Bangunan Tradisional Jawa menurut Dakung dalam Agung (2008) dibedakan menjadi lima klasifikasi menurut bentuk atapnya, yaitu: atap Panggang Pe, atap Kampung, atap Limasan,. Atap Joglo dan atap Tajug. Dari klasifikasi tersebut terdapat hirarki kesempurnaan atau keutamaan dilihat dari kompleksitas strukturnya, teknik pengerjaannya, jumlah material bangunan, biaya serta tenaga yang digunakan. Menurut Tjahjono dalam Agung (2008) perbedaan bentuk pada rumah Jawa menunjukkan status sosial, sedangkan persamaan dalam susunan ruang menandakan adanya pandangan hidup yang diwujudkan melalui aturan-aturan dalam kehidupan rumah tangga. Beban gempa statik ekivalen adalah beban statik yang dianggap seolah-olah bekerja pada struktur secara aktif, beban tersebut baru muncul jika ada percepatan tanah akibat beban gempa. Berdasarkan SNI 03–1762–2002 (1) ditetapkan untuk bangunan yang masuk kategori beraturan direkomendasikan untuk menggunakan analisis beban gempa statik ekivalen. Cara statik ekivalen adalah cara analisis statik 3 demensi (3D) linier pada struktur bangunan yang beraturan yang dianggap berperilaku sebagai struktur 2 demensi (2D). Keteraturan tersebut akan berakibat jika bangunan digetarkan, pada salah satu sumbu utamanya akan dominan gerak translasi ragam getar pertama saja sedangkan ragam getar ke-2 akan dominan dalam gerak translasi pada arah sumbu utama yang lain. Struktur 3D pada bangunan yang masuk kategori beraturan akan berperilaku sebagai struktur 2D dalam masing-masing arah sumbu utamanya. Perbedaan tingkat ragam getar pada kedua arah sumbu menyebabkan respon dinamik struktur hanya ditentukan oleh ragam getar pertama dimana bekerja gaya geser dasar gempa terbesar, dan dapat ditampilkan sebagai akibat dari beban gempa statik ekivalen. Jika beban geser dasar gempa bekerja tidak sejajar salah satu sumbu utama, maka perilaku 3D diantisipasi dengan memasukkan beban gempa dasar penuh pada sumbu yang ditinjau dan 30% pada sumbu yang tegak lurus.
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
S-39
Struktur
Bangunan Pendopo Joglo dengan bentuk bangunan yang sederhana dapat dikelompokkan dalam bangunan dengan kategori beraturan seperti terdapat dalam ketentuan dalam pasal 4.2.1 SNI 03 – 1762 – 2002. Langkah selanjutnya dilakukan analisis respon bangunan berdasarkan analisis beban statik ekivalen dengan meninjau struktur secara 2D pada satu arah sumbu utama. Gaya gempa menggeser pondasi dengan percepatan tertentu, dan bangunan merespon getaran tersebut berdasarkan sifat strukturnya. Berat massa mengakibatkan bekerjanya gaya inersia yang arahnya berlawanan dengan arah datangnya gaya gempa, kekakuan struktur mengakibatkan timbulnya gaya pegas dan kecepatan mengakibatkan terjadi gaya redam. Peredaman adalah mekanisme yang menguntungkan bagi struktur bangunan. Peredaman elastik dihasilkan oleh sifat lentur-elastik struktur, sedangkan peredaman plastis dihasilkan oleh sifat daktail struktur. Konsep analisis beban statik ekivalen didasarkan pada filosofi perencanan struktur yaitu : 1. 2.
Bangunan tidak rusak sama sekali terhadap getaran gempa kecil Boleh rusak terhadap getaran gempa besar tapi tidak roboh
SNI 03 – 1762 – 2002 menetapkan gempa rencana dengan periode ulang 500 tahun dan umur bangunan 50 tahun, maka resiko terjadinya gempa rencana adalah 10%. Pada suatu tingkat daktilitas tertentu struktur akan melakukan pelelehan (pembentukan sendi plastis) pertama apabila terjadi beban yang melampaui kekuatan elastiknya akibat pengaruh gempa rencana. Struktur yang berperilaku elastik akan memikul beban seluruh gempa rencana ekivalen Vc, sedangkan struktur yang berperilaku daktail akan melakukan pelelehan pertama pada saat beban sebesar Vy = Vc / µ beban gempa rencana. Semakin daktail sebuah struktur maka reduksi beban gempa semakin besar. SNI 03 – 1762 – 2002 menetapkan bahwa untuk struktur yang daktail penuh µ = 5,3, sedangkan struktur yang berperilaku elastik penuh µ = 1. Struktur bangunan direncanakan terhadap beban gempa nominal statik ekivalen Vn. Vn ini lebih kecil dari Vy karena direduksi dengan faktor kuat lebih f1. Faktor kuat lebih ini diberikan karena dalam kenyataannya selalu terjadi kekuatan unsur-unsur struktur yang berlebihan karena jumlah tulangan atau profil yang terpasang lebih besar dari yang diperlukan. Rumus beban geser dasar nominal statik ekivalen (Vn): Vn = (C1.I. Wt / R) . Wt Beban geser dasar kemudian didistribusikan menjadi beban gempa nominal statik ekivalen (F) pada seluruh tinggi bangunan dengan persamaan : Fi = (Wi.zi / Σ Wi.Zi) .Vn Komponen fondasi pada pendopo adalah umpak. Komponen kolom pada pendopo terdiri dari Soko Guru, Soko Penanggap dan Soko Penitih sedangkan komponen balok adalah molo, tumpang sari sunduk, kili dan blandar. Beban horisontal pada struktur pendopo berasal dari beban angin dan beban gempa. Berbeda dengan beban vertikal yang dapat terdistribusi ke setiap kolom, beban horisontal hanya ditahan oleh sektor Soko Guru. Hal ini terjadi karena pada sambungan antara blandar dan Soko Penanggap atau blandar dan Soko Penitih bukan merupakan sambungan momen. Bagian sektor guru terdapat tumpang sari berupa susunan balok membentuk kerucut terbalik yang sangat kaku, balok sunduk dan kili yang disatukan dengan blandar oleh santen, sehingga struktur menjadi kaku.
Gambar 1. Sistem struktur balok tumpang sari Balok tumpangsari mempunyai kekuatan horisontal yang tinggi sehingga mampu menjadi tumpuan usuk. Pada bagian titik sudut mempunyai kekuatan yang lebih tinggi mampu mendukung jurai (dudur) dengan baik.
S-40
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
Struktur
Gambar 2. Perspektif balok tumpang sari Seperti telah disebutkan terdahulu bahwa stabilitas terhadap beban horisontal Pendopo Joglo berpusat pada sistem strukur area soko guru, namun perlu ditinjau akibat beban gempa. Peninjauan ini diperlukan karena bagian atas soko guru terdapat balok tumpangsari dengan berat yang cukup besar. Beban gempa juga dapat berasal dari sektor soko guru – soko penanggap serta bagian pringgitan, mengingat bagian ini terkait dengan soko guru dalam arah horisontal.
Gambar 3. Idealisasi struktur pendopo saat menerima beban gempa
Gambar 4. Sistem sambungan balok sunduk, balok kili dan kolom Sistem sambungan balok kili dan kolom menggunakan purus dan lubang. Secara teknis akan menguntungkan jika balok kili memiliki bentang yang lebih kecil, karena balok kili memiliki purus yang kecil (daripada sunduk). Balok kili ini juga berfungsi mengunci balok sunduk sehingga tidak tertarik keluar dari purus. Pengunci balok kili menggunakan penutup dan dipasangi pasak.
Gambar 5. Sistem sambungan balok tumpang sari Sambungan balok tumpangsari berupa sambungan sudut dengan takikan. Pada sambungan ini juga terdapat gimbal atau bagian kayu yang menjorok. Secara teknis gimbal ini berfungsi sebagai perluasan bidang geser. Sambungan kolom (Soko) dengan umpak umumnya menggunakan sambungan purus dan lubang. Purus dan lubang berfungsi menahan geser, tetapi tidak dapat digunakan untuk menahan momen. Sistem sambungan tersebut akan
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
S-41
Struktur
berperilaku sebagai sendi. Perilaku sendi tersebut menguntungkan bagi struktur umpak, karena umpak hanya akan menerima beban vertikal dan geser, sedangkan momen akan ditahan oleh sistem soko guru dan balok tumpangsari. Geser yang terjadi pada umpak dapat juga menimbulkan momen tetapi kecil karena ketinggian umpak yang relatif kecil.
Gambar 6. Sistem kolom dan umpak
Gambar 7. Sistem balok melintang dan balok pengerat Sambungan bagian ini menggunakan takikan, dengan takikan menghadap ke atas pada balok pengerat dan takikan menghadap ke bawah pada balok melintang.
2.
METODA PENELITIAN
Penelitian dilakukan dengan model bangunan Pendopo Bangsal Kepatihan Yogyakarta yang terletak di Jalan Malioboro. Penelitian dilakukan dengan cara pengukuran langsung pada bangunan eksisting meliputi pengukuran dimensi bangunan, dimensi komponen struktur dan beban yang ada, selanjutnya di analisis dengan bantuan perangkat lunak komputer untuk mengetahui gaya-gaya yang bekerja. Variasi jenis tumpuan yang digunakan adalah jepit, sendi dan dukungan spring atau pegas arah horisontal. Tumpuan jepit selain digunakan sebagai perbandingan juga sering terjadi di lapangan. Kondisi tersebut terjadi jika soko dipasang angkur yang cukup kuat bahkan ada yang menembus sampai ke bawah. Tumpuan sendi digunakan untuk memodelkan kondisi soko yang diletakkan di atas umpak dengan purus yang sangat presisi sehingga tidak dimungkinkan adanya gerakan horisontal. Kondisi pegas atau spring arah horisontal digunakan untuk memodelkan tumpuan soko dan umpak yang menggunakan purus namun longgar sehingga masih memungkinkan pergerakan arah horisontal.
Gambar 8. Sistem sambungan pada soko
S-42
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
Struktur
Gambar 9. Bagan alir penelitian
Gambar 10. Geometri struktur Pemodelan dilakukan dengan memasukkan semua elemen, tidak hanya sektor soko guru saja. Pemodelan ini dimaksudkan untuk memberikan beban horisontal jika terjadi akselerasi tanah akibat gempa. Struktur brunjung (atap di atas sektor soko guru) tidak dimasukkan dalam struktur namun dimasukkan sebagai beban yang ikut memberikan efek jika terjadi gempa. Variasi jenis tumpuan hanya dilakukan pada soko guru, mengingat struktur ini yang akan menahan gaya horisontal. Soko yang lain (penanggap dan penitih) tetap menggunakan tumpuan sendi karena soko ini hanya akan menyangga beban vertikal di atasnya. Sebagai perbandingan pemodelan spring digunakan 2 yaitu 1000 kN/m dan 2000 kN/m. semakin tinggi nilai spring, maka akan semakin kaku atau hanya mengijinkan pergeseran yang lebih kecil.
3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pemodelan diambil gaya geser dan momenpada soko guru. Hasil yang diambil adalah gaya maksimum yang terjadi. Keluaran program menunjukkan bahwa terjadi penurunan pada gaya geser secara berturut-turut dari jepit ke spring 2. Momen arah sumbu 2 juga menunjukkan penurunan secara berturut-turut
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
S-43
Struktur
400 350 300 250 200 150 100 50 0 Jepit
Sendi
Spring1
Spring2
Gambar 11. Gaya geser maksimum pada soko guru 1200 1000 800 600 400 200 0 Jepit
Sendi
Spring1
Spring2
Gambar 12. Momen maksimum pada soko guru Secara pemodelan menunjukkan bahwa lebih menguntungkan jika soko guru ditumpu oleh umpak dengan purus dan lubang yang longgar karena memungkinkan pergerakan arah horisontal saat terjadi gempa. Tidak dianjurkan untuk membuat tumpuan jepit pada soko guru karena akan menambah gaya yang diterima oleh soko. Pemodelan spring perlu diuji langsung di lapangan untuk memberikan nilai spring yang tepat. Pengujian dapat dilakukan dengan menghitung nilai gesekan antara soko dan umpak, yaitu dengan memberikan gaya geser horisontal pada sampel kayu dan batu andesit (bahan umpak) pada beban aksial sesuai gaya pada soko.
4.
KESIMPULAN
Pembahasan terdahulu dapat diambil kesimpulan : 1. 2. 3.
Sistem perletakan soko ke umpak pada bangunan tradisional Jawa dapat digunakan sebagai base isolation sederhana. Tidak dianjurkan untuk membuat tumpuan jepit pada soko bangunan pendopo. Semakin kecil nilai spring (diijinkan untuk bergeser horisontal lebi besar) maka gaya yang terjadi pada soko semakin kecil.
DAFTAR PUSTAKA Bisatya W. Maer, (2008), Respon Pendopo Joglo Yogyakarta Terhadap Getaran Gempa Bumi, Dimensi Teknik Arsitektur Vol. 36, No. 1, Juli 2008: 1 - 9 Departemen Pekerjaan Umum, (1987), Pedoman Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah Dan Gedung SKBI1.3.53.1987, Yayasan Lembaga Pendidikan Masalah Bangunan, Bandung. Departemen Pekerjaan Umum, (2002), Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung SNI – 1726 – 2002, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Permukiman, Bandung. Frick, H., (1994), Ilmu Konstruksi Bangunan, Kanisius, Yogyakarta Sardjono, Agung B, 1996, Rumah-rumah di Kota Lama Kudus, Tesis Program Pascasarjana UGM, Yogyakarta.
S-44
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
EFISIENSI PLAT LENGKUNG TERHADAP PLAT DATAR PADA BENTANG PENDEK Subiantoro 1 1
Program Studi Teknik Sipil, Universitas Janabadra Yogyakarta, Jl. Tentara Rakyat Mataram 55 – 57 Yogyakarta
ABSTRAK Di dalam dunia rekayasa Teknik Sipil, plat beton merupakan bahan dasar konstruksi yang biasa dipegunakan untuk menahan beban hidup, terutama pada konsstruksi beton bertulang. Hal ini dapat dimaklumi mengingat plat beton bertulang sangat tahan terhadap momen yang terjadi akibat beban hidup. Yang menjadi masalah bagaimana cara untuk mengefisiensian konstruksi tersebut, dan sejauh mana efisiensi dapat ditempuh. Untuk itu dibuat perban dingan antara plat beton datar dengan plat beton lengkung yang diilustrasikan sebagai plat pada sebuah saluran dengan bentang pendek. Perhitungan mekanika menggunakan Program SAP90 mengingat untuk input data lebih sederhana bila dibanding SAP2000. Dari hasil perhitungan mekanika, maka ternyata untuk plat beton lengkung tidak diperlukan adanya tulangan, sehingga dapat dilakukan efisiensi. Hal tersebut dapat terjadi karena momen dapat diminimalisir, bahkan dihilangkan. Sebagai contoh hitungan, diasumsikan sebuah saluran selebar 100 cm, yang dibebani beban lalu lintas (beban gandar sebesar 10 ton). Setelah dihitung sampai dengan biayanya, maka biaya untuk plat lengkung tidak lebih besar dari 1/3 biaya konstruksi plat datar. Dan pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa biaya plat lengkung jauh lebih efisien bila dibandingkan dengan plat datar. Kata kunci : plat beton, bentang pendek, plat beton lengkung
1.
LATAR BELAKANG
Umum Jembatan merupakan bangunan pelengkap yang amat penting bagi transportasi darat. Sebab jembatan merupakan bangunan penghubung jalan yang terpisah akibat adanya saluran, sungai, atau lembah. Jembatan atau penutup saluran dapat dibuat dari berbagai macam bahan antara lain : kayu, pasangan batu kali, pasangan batu bata, beton tanpa tulangan, beton bertulang, baja, dan lain-lainnya. Untuk bentang sungai yang lebar, biasanya konstruksi baja lebih disukai sebab disamping mempunyai efektifitas yang tinggi, juga memiliki efisiensi yang relatif cukup tinggi. Jadi tambah lebar bentang sungai, maka konstruksi baja lebih cocok untuk dipakai sebagai bahan jembatan. Untuk bentang yang pendek atau L ≤ 5 m, biasanya dapat dipakai bahan beton bertulang, atau menggunakan bahan beton tanpa tulangan yang dibuat lengkung.
Latar belakang masalah Pada jembatan dengan bentang yang sangat pendek sekitar satu meter dengan kedalaman yang kecil, para perencana lebih banyak mengandalkan jembatan dengan menggunakan bahan konstruksi beton bertulang, sebab konstruksi tersebut memiliki efektifitas yang tinggi. Ternyata dengan menggunakan plat beton bertulang seperti tampak pada Gambar 1, harga bangunan dirasakan cukup tinggi. Plat beton bertulang
kedalaman relatif kecil pas. batu kali
Gambar 1. Saluran bentang pendek dengan plat beton bertulang Akibat adanya momen, maka bagian plat akan mengalami tegangan yang biasa disebut tegangan lentur. Mmaks = 1/4 PL + 1/8 qL2
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
(1)
S-45
Struktur
P kN q kN/m
M
m aks
Gambar 2. Momen lentur akibat beban terpusat P dan beban terbagi rata q Bila plat dapat diasumsikan sebagai balok sederhana, maka akibat adanya beban terpusat P (kN) dan beban terbagi rata q ( kN/m) akan terjadi momen lentur yang besarnya sangat tergantung oleh besarnya beban dan bentang, seperti tampak pada Gambar 1.2. Semakin besar beban yang diderita oleh plat, maka momen lentur yang terjadi akan semakin besar. Ini berarti tebal plat beton serta tulangan yang dipakai pada plat semakin besar, yang berarti akan menambah biaya konstruksi. Agar supaya biaya konstruksi tidak terlalu tinggi, maka harus dilakukan usaha dengan cara merubah model dan bahannya dengan yang lain. Salah satu model yang paling cocok adalah dengan menggunakan plat lengkung yang terbuat dari beton dan biasa disebut sebagai Buis Beton.
b u is b e t o n s e t e n g a h lin g k a r a n
Gambar 3. Saluran dengan buis beton setengah lingkaran Tampak pada Gambar 3 saluran air dengan menggunakan buis beton setengah lingkaran yang ditumpu dengan fondasi dari bahan pasangan batu kali. Semakin besar jarak antara permukaan buis beton paling atas dengan permukaan tanah di atasnya, maka kapasitas dukung buis beton semakin besar atau tegangan pada buis beton yang terjadi akan semakin kecil.
Permasalahan Buis beton dibuat dari campuran semen, pasir, kerikil, dan air, dengan perbandingan campuran yang sangat bervariasi, dan di pasaran terdapat dua bentuk yaitu bentuk bulat penuh dan bentuk setengah lingkaran. Permasalahan yang sering terjadi di lapangan : Beban hidup yang membebani sangat berat (biasanya sampai dengan beban gandar 10 ton). Kedalaman saluran relatif kecil sehingga jarak antara buis beton dengan permukaan tanah sangat kecil. Akibatnya tegangan yang terjadi pada dinding buis beton sangat besar, sehingga dapat menyebabkan rusaknya buis beton. Mutu buis beton di pasaran sangat bervariasi, dan umumnya sangat rendah dan diperkirakan tidak akan lebih dari 5 Mpa atau 50 kg/cm2. Untuk menghitung tegangan plat lengkung secara manual sangatlah sulit.
2.
PEMBAHASAN
Landasan teori Teori dasar plat lengkung yang bertumpu pada tanah distandarkan dengan asumsi bahwa kondisi tanah adalah homogen isotropik. Solusi plat lengkung di sini menggunakan pendekatan dua dimensi mengingat ketebalan elemen pada arah tegak lurus bidang lengkung sangat tipis, sehingga perbedaan tegangan yang terjadi pada permukaan bidang luar dan bidang datar dapat dianggap nol. Persamaan kesetimbangan dasar untuk plat tipis memenuhi persamaan :
S-46
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
Struktur
d s x dc + + Px = 0 dx dy
(2)
d s y dc + + Py = 0 dy dx
(3)
dan
d
2
Îx
dy 2
+
d 2 Îy d 1 c = dx 2 dx dy
(4)
Perilaku plat datar Jika gaya yang cukup besar bekerja pada plat datar, maka akibatnya akan timbul tegangan pada setiap bagian dari elemen, dan untuk seterusnya akan terjadi defleksi akibat gaya tersebut. Apabila defleksi yang terjadi cukup kecil, maka solusi selanjutnya dapat diperhitungkan dengan mengasumsikan plat masih belum terjadi defleksi yang terjadi cukup besar, maka penyelesaian semakin rumit sehingga large deflection merupakan satu-satunya solusi dengan menggunakan persamaan non-linier dan penyelesaiannya sangat rumit.
Perilaku plat lengkung Pada plat lengkung (cembung) fenomena yang terjadi sangat berlainan dibandingkan dengan plat datar. Beberapa perilaku pada balok lengkung (cembung) dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
Pengaruh geometrik Pada kondisi yang ideal, yaitu kondisi semua gaya mempunyai besar yang sama dan arah gaya tegak lurus dengan bidang singgung plat, maka pengaruh lentur akan sama dengan nol, tegangan tarik juga sama dengan nol. Sehingga dapat diartikan semua momen dapat dianggap nol.
Tegangan Karena bentuk geometriknya yang spesifik, tegangan yang terjadi lebih didominasi oleh tegangan desak saja. Yang dituliskan sebagai :
és 11 ù s = êês 22 úú êës 12 úû Pengaruh kedalaman buis beton terhadap muka tanah Kedalaman ideal seperti pada item a di atas dapat didekati apabila pemasangan buis beton diletakkan cukup dalam sehingga jarak antara permukaan buis beton bagian atas dengan permukaan tanah cukup besar.
Pengaruh buckling (tekuk) Walaupun secara teoritis pengaruh momen lentur dapat diminimalisir, tapi perlu diwaspadai untuk plat yang memiliki ketebalan sangat kecil adanya bahaya tekuk yang disebabkan oleh terlalu besarnya tegangan desak pada plat.
Kenyataan di lapangan · · · ·
Jarak antara buis beton dengan permukaan tanah sangat dekat Gaya yang terjadi sangat besar Arah gaya tidak dapat diatur tegak lurus dengan bidang singgung plat. Gaya paling besar terjadi pada bagian paling atas dari buis beton karena jarak dengan beban paling dekat
Metode elemen Shell dalam SAP-90 Perhitungan mekanika menggunakan bantuan Program SAP-90 dengan menggunakan Metode Elemen Shell. Fungsi dari metode ini adalah untuk menghitung tegangan-tegangan yang terjadi pada plat datar ataupun lengkung yang memiliki ketebalan elemen relatif kecil.
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
S-47
Struktur
Ada tiga sistem elemen pada Metode Shell ini, yaitu: · · ·
Struktur Shell tiga dimensi Sistem membran meliputi dua dan tiga dimensi Sistem Plate-Bending meliputi dua dan tiga dimensi
Formulasi elemen dengan empat nodal merupakan kombinasi struktur membran dan plat. Struktur membran merupakan formulasi yang memberikan translasi pada arah kekakuan bidang dan kekakuan rotasi arah normal bidang elemen. Perilaku plate-bending memberikan komponen kekakuan rotasi dua arah di luar bidang plat, dan komponen kekakuan translasi dalam arah sumbu normal plat. Pada plate-bending tidak memberikan efek deformasi karena pengaruh geser. Beban elemen diberikan dapat berupa beban tekanan, suhu, dan beban gravitasi, dan untuk memudahkan penulisan data dapat dilakukan dengan generate.
Perhitungan plat datar Hitungan selebar 1 m Beban gandar = Beban roda = Save Faktor = Total load = Beban total = q =
10 ton 0.5 . 10 = 5 ton 150 % 1,5 . 5 = 7,5 ton 7,5 ton diratakan diseluruh permukaan plat 1 x 1 m2 7,5 ton/m
q = 7 ,5 t/ m
100 cm
M = 1/8 . 7,5 . 12 = 0,9375 tm = 93750 kg-cm
Dasar pemodelan plat lengkung Data Model Bahan beton dengan μ = 0,15 Plat lengkung setengah lingkaran Jari-jari plat 50 cm Diameter = 100 cm Tebal plat = 5 cm Konstanta pegas tanah untuk keamanan diabaikan Sistem Jaringan Jumlah jaringan = 5 x 12 (disesuaikan dengan ukuran di pasaran) Jumlah nodal total = 78 + 2 Jumlah nodal beban = 72 nodal Generate tipe Silindris Pembebanan Tiap nodal menerima beban 7500 kg : 72 = 104,1667 kg Beban pembulatan = 105 kg/nodal Arah beban vertikal Konstanta pegas untuk tanah diabaikan
Input data plat lengkung SALURAN SETENGAH LINGKARAN SYSTEM : 5 X 12 MESH OF ELEMENT IS USED L=1 JOINTS : USE CYLINDRICAL GENERATION ALONG CIRCUMFERENCE C RADIAL= 50 CM THICK = 5 CM LOAD = KG/NODAL
S-48
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
Struktur
79 Y=0
Z=0
X=0
.80 Y=0
Z=0
X=50
1
Y=50
Z=0
X=0
A=79,80,1,12,6,15
2
Y=50
Z=0
X=10
A=79,80,2,12,6,15
3
Y=50
Z=0
X=20
A=79,80,3,12,6,15
4
Y=50
Z=0
X=30
A=79,80,4,12,6,15
5
Y=50
Z=0
X=40
A=79,80,5,12,6,15
6
Y=50
Z=0
X=50
A=79,80,6,12,6,15
RESTRAINTS 1 6 1 R=1,1,1,0,1,1 73 78 1 R=1,1,1,0,1,1 SHELL NM=1 P=1 1 E=2E5 U=0.15 1 JQ=1,2,7,8
G=5,11 TH=5
67 JQ=67,68,73,74 G=5,1
TH=5
M=1 ETYPE=0 M=1
LOAD 7 72 1 L=1
F=0,0,-105
Hasil perhitungan plat lengkung Hasil perhitungan dengan menggunakan SAP-90 dengan metode elemen Shell (dapat dilihat pada lampiran) maka : σ11 maksimal desak sebesar 12,6 kg/cm2 σ11 maksimal tarik sebesar 3 kg/cm2 σ22 maksimal desak sebesar 84,2 kg/cm2 M22 maksimal sebesar 236 kgcm Atau senilai 236/93750 = 0,0025 dengan momen plat datar Untuk σ11 maksimal tarik sebesar 3 kg/cm2 dapat diabaikan mengingat konstruksi lengkung dikelilingi oleh tanah, sehingga defleksi ke arah luar kemungkinannya sangat kecil. Melihat hasil di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa dengan bentang saluran sebesar satu meter dapat dibuat konstruksi lengkung setengah lingkaran dengan beton mutu rendah fc’ = 15 Mpa setebal 5 cm dengan perkiraan perbandingan campuran 1 pc : 2 ps : 4 kr, tanpa harus menggunakan tulangn baja. Untuk memudahkan pelaksanaan, beton dapat dicor di atas buis beton. 30 Tebal Plat (cm ) 25 20 15 10 5 0
1
2
3
6 7 5 4 Lebar Saluran (m eter)
Gambar 4. Diagram hubungan tebal plat lengkung dengan lebar saluran SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
S-49
Struktur
Pada Gambar 4 diperlihatkan hubungan antara tebal plat lengkung dengan lebar saluran yang ada di lapangan.
Kajian ekonomi Untuk mengetahui sampai sejauh mana efisiensi yang diperoleh dengan membuat perbandingan biaya dua buah saluran dengan bentang satu meter, yang satu dengan menggunakan plat datar dengan bahan beton bertulang, sedang yang satunya menggunakan plat lengkung setebal 5 cm dengan bahan beton tidak bertulang yang diletakkan di atas buis beton. Pemberian buis beton sekedar untuk mempermudah pelaksanaan saja, sehingga tidak diperlukan lagi perancah dan acuan (begesting).
1 pc : 2 ps : 4 kr buis beton
(b)
(a)
Gambar 5. a. Saluran dengan penutup plat beton bertulang, b. Saluran dengan penutup beton tak bertulang di atas buis beton Volume sepanjang 1 m : Konstruksi tipe (a) : Fondasi = 0,5 . (0,3 + 0,4) . 0,8 . 1 . 2 = 0,56 m2 Plat = 0,15 . 1,2 . 1 = 0,18 m3 Konstruksi tipe (b) Fondasi = 0,5 . (0,3 + 0,4) . 0,3 . 1 . 2 = 0,21 m2 Plat = 0,1 . 2. π . 0,55 . 1 . 2 = 0,086 m3 Harga Satuan : Beton bertulang = Rp 3.000.000,- /m3 Beton tak bertulang = Rp 500.000,- /m3 Pasangan batu kali = Rp 250.000,- /m3 Buis beton ½ Ǿ 100 cm = Rp 50.000,- /biji
Biaya total: Konstruksi tipe datar (a) Plat = 0,18 . Rp 3.000.000,Fondasi = 0,56 . Rp 250.000,Harga total = Rp 540.000 + Rp 140.000
= = =
Konstruksi tipe lengkung (b) Plat lengkung = 0,086 . Rp 500.000 = = 0,245 . Rp 250.000,= Fondasi Buis beton = Rp 50.000,Harga total = Rp 43.000 + Rp 61.250 + Rp 50.000 =
Rp 540.000,Rp 140.000,Rp 680.000,Rp 43.000,Rp 61.250,Rp 154.250,-
Dari hitungan diatas dapat disimpulkan bahwa: Perbandingan biaya pembuatan konstruksi plat datar dengan plat lengkung adalah sebagai berikut Plat datar : plat lengkung = 4,41 : 1
3.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Dari uraian pembahasan di depan dapat diperoleh kesimpulan sebagai berilkut : Konstruksi plat datar dapat diganti menjadi plat lengkung Momen pada plat lengkung dapat diminimalisir. Pada kasus ini sebesar 0,0025 atau 0,25 %
S-50
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
Struktur
Biaya yang diperlukan untuk konstruksi plat lengkung lebih ekonomis, sekitar 23% biaya plat datar (untuk bentang 1 m). Volume aliran air pada plat lengkung lebih kecil bila dibandingkan dengan plat datar.
Saran Lebih dalam letak permukaan plat lengkung dari permukaan tanah, tegangan yang terjadi pada plat lengkung lebih kecil. Plat lengkung akan ideal apabila perbandingan antara kedalaman dibanding dengan lebar saluran besar Campuran dapat digunakan dengan perbandingan 1 pc : 2 ps : 4 kr yang dicor di atas buis beton dengan tujuan agar tidak terjadi tekuk akibat beban.
DAFTAR PUSTAKA Anonim. (1998). Analisis Struktur dengan SAP90. Andi Offset, Yogyakarta . Gajanan M Sabnis, Harry G Harris, Richard N White, M Saeed Mirza. (1991). Structural Modeling and Experimental Techniques. Prentice-Hall International Inc. London. Istimawan. (1994). Struktur Beton Bertulang PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
S-51
Struktur
S-52
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011