BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari bulan Januari sarnpai Agustus 2001. Pengambilan contoh tumbuhan berdasarkan informasi dari literatur dan herbarium dilakukan
sepanjang aliran sungai antara lain : Ciapus, Cisadane, Ciliwung,
Cinangneng dan Cikundul. Identifikasi jenis, pengamatan spora, anatomi, dan sitologi dilakukan di Herbarium Bogoriense.
Bahan dan Metode Bahan penelitian yang digunakan meliputi lebih kurang 60 spesimen herbarium yang tersimpan di Herbarium Bogoriense dan 30 hasil koleksi hidup dari lapangan. Ekologi dan Distribusi : Pengamatan dilakukan terhadap kondisi lingkungan tempat hidup tumbuhan paku reofit, bentuk hidup, distribusi jenis, lokasi dan ketinggiail tempat. Morfologi : Pengamatan morfologi dilakukan terhadap spesimen kering di herbarium dan pengamatan langsung pada koleksi hidup yang ada di lapangan. Karakter morfologi yang diamati meliputi bentuk sisik, rambut, tangkai daun, helaian daun, anak daun dan akar. Untuk pengamatan terhadap sisik, sisik pada rimpang dirontokltan dengan larutan deterjen pekat di dalarn air supaya sisik tidak robek. Setelah dicuci dengan air sisik diletakkan di atas gelas objek dengan media gliserin dan ditutup dengal gelas penutup serta diamati dengan menggunakan mikroskop.
Palinologi : Pengamatan dilakukan terhadap bentuk dan ukuran spora. Spora direndam di dalam alkohol 96% dan dipindahkan pada objek gelas dengan media gliserin untuk diamati di bawah mikroskop cahaya. Anatomi
: Pengamatan anatomi dilakukan terhadap tangkai daun dan
helaian daun, berasal dari sayatan melintang tangkai daun, sayatan melintang dan paradermal daun. Daun yang diamati adalah daun dewasa steril. Karakter anatomi yang diamati
adalah bentuk,
ukuran, kerapatan stomata, bentuk penampang
lintang tangkai daun dan penampang lintang daun. Tangkai daun Pembuatan
sayatan
melintang
tangkai
daun
dilakukan
dengall
menyayatnya dengan mikrotom beku. Sayatan diwarnai dengan Methyl green. Preparat diamari di bawah mikroskop cahaya dengan media gliserin.
Pembuatan sayatan melintang daun dilakukan dengan metode parafin (preparat permanen) dengan menggunakan pewarnaan Safranin dan Fast Green. Pembuatan preparat sayatan paradermal dimulai dengan menyayat lapisall epidermis dari daun segar dengan bantuan silet atau pinset. Sayatan diwarnai dengan Methyl Green dan dengan media gliserin preparat diamati di bawah miltroskop cahaya. Sitologi
: Pengamatan sitologi dilakukan terhadap akar tumbuhan paku
reofit yang ditanam di Kebun Raya Bogor dan Herbarium Bogoriense. Pembuatan preparat didasarkan pada 30 koleksi hidup. Pembuatan preparat sitologi mengikuti Darnaedi (1992) yang dimodifikasi dari Manton (1950).
Ujung akar yang aktif dicuci dengan air kemudian dimasukkan ke dalam botol tidak tembus cahaya yang berisi 0,8 hydroxyquinolin, disimpan selama 3-5 jam pada suhu 20°C. Kemudian akar dicuci dengan air bersih, tudung akar dibuang kemudian dimasukkan ke dalam asam asetat 45% selama 10 menit. Akar diangkat dan dimasukkan ke dalam campuran asam asetat 45% dan HCI I N perbandingan 1 : 3 pada suhu 60°C. Dibiarkan selama 2-3 menit (tergantung besarnya akar), kemudian diangkat dan dimasukkan ke dalam orcein yang sudah disiapkan dan dibiarkan beberapa detik. Akar dipindahkan pada gelas preparat yang berisi orcein. Ujung akar dipotong sepanjang 1-2 mm. Orcein dimasukkan lagi secukupnya dan gelas penutup dipasang dan kemudian dipukul-pukul halus dengan pensil berkaret dan dipanaskan sedikit. Setelah preparat tersebut ditekan halus dan dipanaskan lagi sedikit, maka preparat siap diperiksa.
HASIL DAN PEMBAHASAN
EKOLOGI DAN DISTRIBUSI Berdasarkan hasil penelitian dan koleltsi di lapangan diketahui bahwa jellis tulnbuhan paku reofit yang umum terdapat di beberapa sungai Jawa Barat adalah reofit darat (rheophytic landplants) yaitu 5 jenis dan hanya satu jellis yang merupaltan reofit hidrofit (rheophytic hydrophytic). Menurut Van Steenis ( 1981) berdasarkan bentuk lnorfologi vegetatif yang berkembang sesuai dengan habitatnya, reofit dibagi menjadi tiga kelo~npokutama yaitu : reofit hidrofit, reofit alltara dail reofit darat. Jenis reofit darat seluruh atau sebagian dari bagian tunlbuhan ini tenggelanl atau berada di bawah permukaan air pada waktu sungai melimpah (banjir) dan kebanyakan ditemukan berbeiltuk herba atau semak serta lllemiliki akar serabut yang kkuat menempel pada batu-batuan dan t a ~ ~ aliat h yang terdapat di pinggir-pinggir sungai (Gambar 1). Jenis ini antara lain : Trigonospora
calcarata, Deparia contuens, Cephalonzanes javanicunz
var. javanicum,
Cephalomanes javanicunz var. sumatranunz, Lindsaea cultrata, Asplenizlnz
Gambar 1. Habitat reofit
unilaterale sedangkan reofit hidrofit adalah : Microsorium pteropus yang ditemukan di aliran sungai atau selalu terkena arus. Tumbuhan reofit secara taksonomi tidak saling berhubungan satu sama lain tetapi menunjdckan adaptasi dan spesialisasi yang sama terhadap tipe ekologi yang terbatas tersebut. Tumbuhan lain yang ditemukan di tempat tumbuhan paku reofit ini antara lain Furtadoa sumatraensis. Menurut Van Steenis (1981) ada beberapa relung ekologi reofit, diantaranya : air terjun kecil Cjeram), jurang, dasar sungai berbatu, batu-batuan, kerikil, pasir dan habitat riparian.Tetapi diantara bentuk-bentuk relung ekologi tersebut terdapat bentuk antara misalnya : jurang dengan dasar berbatu, batubatuan dimana dasar sungai juga berpasir dan berkerikil. Tumbuhan paku reofit di beberapa sungai Jawa Barat umumnya menempati atau terdapat pada bentuk antara dari relung ekologi ini. Microsorium pteropus ditemukan pada relung sungai yang berbatu-batu besar dan betu kerikil, jenis ini tumbuh diatas batubatuan yang besar tersebut. Jenis tumbuhan paku reofit lainnya ditemukan pada bentuk relung ekologi riparian habitat. Relung ini merupakan bagian dari sungai yang setelah hujan deras akan digenangi oleh aliran air yang melimpah dan di Malaya, relung ini sangat umum. Tumbuhan paku reofit yang terdapat di riparian habitat, umumnya tergolong tumbuhan paku reofit darat dan memiliki sistem perakaran yang luas untuk melekat. Tumbuhan paku reofit yang ditemukan umumnya terdapat di ketinggian 500-1000 m dpl yaitu di enam lokasi dan ketinggian 1000-1450 m dpl yaitu satu lokasi, serta tidak ditemukan diatas 1450 m dpl (Tabel 1). Menurut Van Steenis
(1981) sebagian besar reofit ditemukan di dataran rendah dan jumlah reofit
10
Tabel 1.Keterdapatan jenis tumbuhan paku reofit di beberapa sungai di Jawa Barat
S. Lontar f220 m Jasinga S. Cidurian +I00 rn
berkurang dengan bertambahnya ketinggian serta diatas ketinggian 2000 m dpl reofit praktis tidak ditemukan. Disamping itu persebaran dari tumbuhan paku reofit tidak merata di berbagai wilayah geografi. Menurut Kato (1984) tumbuhan paku reofit ini berasal dari jenis-jenis yang tnmbuh di darat dimana Deparia merupakan contoh yang sangat umum. Pada penelitian di lapangan tidak ditemukan reofit di bawah ketinggian 500 m dpl, berdasarkan penelitian di lapangan ha1 tersebut mungkin disebabkan karena di bawah ketinggian ini, sungai-sungai tersebut digunakan oleh penduduk untuk keperluan sehari-hari sehingga habitat tumbuhan reofit ini menjadi terganggu. Menurut Van Steenis (1981) reofit sulit ditemukan di lokasi yang sudah bercampur atau tercemar tetapi kebanyakan ditemukan di daerah yang masih bersih dan bebas dari pencemaran. Sungai-sungai seringkali mengalami banjir setelah hujan tetapi tidak diseluruh sungai terdapat aliran yang deras, sehingga tumbuhan paku reofit juga tidak ditemukan di daerah tersebut (Gambar 2). Ketinggian air pada waktu banjir pada masing-masing sungai juga berbeda, biasanya 2-5 meter. Substrat tumbuhan paku reofit yang umum ditemukan adalah batu-batuan dan tanah liat. Menurut Van Steenis (1981) sama halnya dengan Angiospermae, sejumlah tumbuhan paku reofit ditemukan tidak tetap di habitat reofit misalnya :
Thelypteris, jika ha1 ini terjadi pada sebagian jenis maka mereka disebut fakultatif reofit. Dalam penelitian juga ditemukan Asplenium unilaterale yang merupakan fakultatif reofit yaitu sejumlah jenis tumbuhan yang tidak merupakan reofit sesungguhnya tetapi terdapat di dasar sungai dan di darat.
Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian
MORFOLOGI Tumbuhan paku reofit di beberapa sungai di Jawa Barat secara umum menunjukkan bentuk habit yang hampir sama, yaitu berupa herba dan semak, daun kecil, akar yang keras dan kuat menempel pada substrat serta anak daun sederhana kecuali pada Microsorium pteropus yang tidak memiliki pina darl hanya terdiri dari helaian daun. Helaian daun berbentuk oblong-lanset, permukaan licin, tekstur daun yang agak tebal terdapat pada Cephalomanes. Tangkai daun umumnya memiliki bentuk yang bulat panjang, kokoh, keras dan lentur. Bentuk morfologi ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Van Steenis (1981) yaitu bentuk morfologi tumbuhan paku reofit kecil, tangkai daun keras dan lentur, bentuk daun kecil dan biasanya ditemukan sisa-sisa sampah atau tanah pada daun tersebut yang melekat pada waktu banjir. Bentuk sisik pada tumbuhan paku reofit ini umumnya berbentuk oblonglanset yang terdapat pada : Trigonospora calcarata, Deparia conjuens, ~Izcrosorium pteropus (Gambar 3), sedangkan pada Aspleniunz unilaterale, Llndsaea cultrata, Cephalomanes javanicum var. javanicum dan Ceplzalonzanes lavanicurlz var. surnatranum sisik tidak ditemukan tetapi tangkai daun ditutupi
oleh ranlbut yang berbentuk linier. Menurut Holttum (1940) karakter sisik ini penting untuk mempelajari dan mengetahui batasan jenis. Pada tingkat varietas bentuk rambut ini sulit untuk dibedakan seperti pada C.javanicum var. javanicunl dan C.javanicum var szlnztranum (Ganlbar 4). Sisik urnumnya berwarna coklat kekuningan sampai hitam. Struktur sisik terdiri atas sel panjang dengan dinding sel yang tebalnya hampir sama. Pinggir
Gambar 3. Sisik pada bagia~i bawah tangkai claun a. Mio.o.\uriuri~ j.'lerojms, b.Trigor7os[~ornctrlccrrtrla, c. De[~trriCIcor?flzier7s. Bar = 20 1-1"
Ciambar 4.
lpacia hagian b;~c\.ah
liambul j
~
/
~
~
/
i
c
I
i;~ligl
\titi.. i i i ~. s i ~ i i i ( i l i ~ ( ~ ~ i i ih. i ~ . / , i i i i l . s ~ i ~ ~ c ii . i i l / i ~ c i i l i .
C.
i ~ r i i l o l c ~ ~ ~ c i ti. l c ~ . ~ i ~ ~ ~ / i i i l r ~ j i i i ' ir ioi i ~i ~ ~~ i~i i ~i i \'at.. . ~
j ( i i ~ ~ i i i i c i i i i il3:ii. . .r
20 pi11
sisik ulnunlnya rata dan pinggir yang bergigi dite~nukanpada Trigonospora calcarata yang kadang-kadang juga ditemukan pinggir yang me~nilikikelenjar.
PALINOLOGI U~numnyabentuk spora yang ditemukan pada tumbuhan paku reofit ini adalah anisopolar, dimana pada bidang ekuatorial terbagi menjadi bentuk yang tidak sama. Bentuk spora yang monolete, bilateral si~netri ditemukan pada Deparia confluens, Microsorium pteropus dan Asplenium unilaterale, sedangkan bentuk trilete terdapat padaa Trigonospora calcarata dan Cephalonzunes javanicurn. Bentuk trilete, radio simetri terdapat pada Lindsaea cultrata.Ulturan masing-masing spora bervariasi antara 17,2 pm sampai 43 prn pada bidang polar dan 25,8 pm sanpai 62,35 pm pada bidang ekuatorial. Diantara tu~nbuhanpaku reofit tersebut ukuran spora paling kecil terdapat pada Microsoriurn pteropus dan yang paling besar terdapat pada Lindsaea clrllrata. Perrnukaan
luar masing-
masing spora juga bervariasi. Bentuk permukaan yang licin (psilate) ditemukan pada spora Aspleniurn unilaterale, Lindasaea cultrata, Trigonospora calcarata, Cephalomanes juvanicunz. Per~nultaanspora yang berdur~(echinate) ditemultan pada spora Microsoriurnpteropus dan Deparia confluens (Gambar 5).
Gambar 5. Bentuk spora paku reofit a. Trigonospora calcarata, b. Cephalontaes ,javaniclmt var. sumatrmiim, c. Microsorirun pieropzts, d . Aspleniz~mzmilaterale, e. Lindsaea czrltmia, f. Deparia co??fltiens, g. Cephalomanes javanicum var. ~javanicum.Bar = 20 pm
ANATOMI Tangkai daun Studi anatomi dan morfologi tangkai daun dapat digunakan sebagai metoda yang bermanfaat dalam menyelesaikan masalah taksono~nipaltu-pakuan. Secara umum struktur anatomi tangkai daun sana dengan rizome. Memiliki lapisan epidermis yang memanjang secara longitudinal, kortek endoderinis dan stele. Endodermis terlihat mengelilingi masing-masing berkas pembuluh dan stele. Berkas pembuluh berbentuk konsentris, amphikibral. Struktur ini terdiri atas rangkaian berkas pembuluh xilem yang dikelilingi oleh phloem. Istila11 meristele seringkali digunakan untuk menggambarkan rangkaian konsentris berkas peinbuluh (Foster dan Gifford, 1959). Menurut Bower (1923) salah satu parameter yang paling penting dalam pengelompolcan paku-pakuan adalah tipe stele. Hal ini disebabkan karena stele merupakan struktur yang paling permanen dan sering ditemukan pada fosil paku-pakuan sehingga dapat digunalcan sebagai dasar peinbanding antara paltu primitif dan paku modern. Bentuk berkas pembuluh pada tumbuhan paltu reoiit adalah bentulc \ 1, X dail V pada penampang lintang. Bentuk "\ /" terdapat pada Deparia confluens,
Trlgonospora calcarata dan Lindsaea cultrata yang masing-masingnya terdiri atas dua meristele sedangkan bentuk "V" ditemultan pada Cephalonzane.,
javanicum var javanzcunz, Cephalomanes javanicunt var. sumatranunz dan Microsorium pteropus. Bentuk berkas pembuluh seperti huruf " X ditemultail pada Asplerzium unilaterale, bentuk ini disebabkan karena berkas pembuluh bersatu di bagian tengah (Gambar 6). Menurut Ngatinem (1999) bentuk berkas
Gambar 6. Penampang lintang tangkai daun dekat helaian daun a. Trigonosporn cnlcnmfn, b. Depnrin cotifl~iens,~. L~nd~nen ciiltvatn, d . Asplerzilrm ~rnilnternle,e. Microsorizirn pieroplrs f Cephnlonines jniuniczrm vat. .vtmafr.nnrrm, , g. Cephaloninriesj~~unicuin var..lavanicitm. Bar = 100 pm
pe~llbuluhtangkai daun menunjukkan tipe-tipe yang bervariasi dan sangat spesifik tergantung pada jenis, sehingga pada Diplazium dapat digunalcan untuk pembatasan jenis. Lapisan epidermis terdiri atas satu sampai dua lapis sel yang berbentuk bujur sangkar sampai persegi panjang dan tebal. Lapisan kortek endodermis terdiri atas jaringall kolenkim yang berdinding tebal dan mengandung lignin. Hal tersebut dapat dipahami karena tangkai daun dengan sel epidermis yang tebal sangat diperlukan untuk menghadapi aliran air dan arus yang kuat pada waktu banjir. Menurut Van Sleenis (1981) bentuk yang kuat dan kaku dari tangkai daun tumbuhan paku reofit mungkin disebabkan struktur bagian dalam (misalnya mikrofibril) atau komposisi kandungan sel yang berbeda-beda walaupun struktur anatomi turnbuhan ini secara keseluruhan sama dengan struktur anatomi tumbuhan yang terdapat di darat yang jenisnya sama. Disamping itu proporsi serat dan ketebalan dinding sel juga mempengaruhi kekuatan tangkai daun ini.
Daun Dilihat dari penampang melintang, struktur anatomi daun pada tumbuhan paku reofit sama seperti struktur anatomi daun pada tumbuhan paku yang bukan reofit yaitu terdiri atas selapis jaringan epidermis dan jaringan mesofil. Bentuk sel pada jaringan epidermis seperti bujursangkar sampai persegi panjang. Jaringall mesofil terdiri atas satu lapis jaringan palisade dan beberapa lapis jaringan sponge yang hanya berkembang sedikit atau tidak berkembang sama sekali (Gambar 7) Pada Microsorium pteropus dan Lindsaea cultrata, jaringan ~nesofilhanya terspesialisasi menjadi jaringan sponge, sedangkan pada Cephalonzanes jaringan
Gambar 7. Penampang melintang daun paku reofit a. Pigonospora calcarata, b. Deparia conjlrens, c. Cephalomanes~jnvanict~m var. ,javmicunz, d. Cephalomaesjavanic~in~ var. sumatranunl, e. Microsorizrm pteropzrs f LinaIvnea cz~ltmta,, g. Asplenizrm ~rnilaterale.Bar = 12,5 p
pada daun sama sekali tidak terdiferensiasi. Ruang antar sel pada jaringan mesofil umumnya kecil tetapi menjadi lebih besar pada bagian bawah. Bentuk jaringall daun yang tidak terdiferensiasi pada Cephalomanes disebabkan karena tidak adanya pembelahan sel apek secara periklinal (Bower, 1923). Menurut Kato dan Imaichi (1992) pada reofit terdapat hubungan yang erat antara morfologl dan anatomi daun, misalnya bentuk daun yang kecil dan perkembangan sel mesofil yang lambat terutanla jaringan palisade sehingga menghasilkan ruang antar sel yang sedikit. Struktur anatomi daun tumbuhan paku reofit secara umum tidak berbeda dengan struktur anatomi tumbuhan paku yang bukan merupakan reofit, kecuali ruang antar sel yang lebih kecil pada tumbuhan paku reofit. Menurut Hiyama et
a1 (1992) sebagian besar tumbuhan paku reofit di daerah tropis memiliki bentuk anatomi yang sama dengan tumbuhan paku di darat. Struktur anatomi daun yang tidak begitu berbeda dengan tumbuhan paku di darat mungkin disebabkan karena tumbuhan paku reofit diturunkan dan berasal dari jenis-jenis tumbuhan paku di darat yang jenisnya sama. Bentuk stomata tnasing-masing tumbuhan paku reofil juga berbeda Pada jenis Cephalonzanes javanicum tidak ditemukan stomata pada penampang paradermal daun. Menurut Holttum (1966) pada beberapa paku-pakuan terdapat anak-anak tulang daun palsu dimana garisnya terdapat sepanjang permukaan sel yang kadang-kadang di permultaan daun tersebut stomata sama sekal~tidak ditemukan misalnya pada
: Angiopleris,
Trichornanes. Iwatsuki (1980)
menyatakan ada tidaknya stomata, tidak perlu tergantung pada habitat. Mesk~pun
Gambar 8. Stomata paku reofit a. Deparia coi?flzren,s,b. 'lrigmzosporn cnlcnuaia, c. Liizdsnen czrllmln, d . Asplenium unilntemle var. xrrnn~rnirum, e. Mic~osouiumpteroplrs, f. Cephnlonznes jn~~nt~iclinz. Bar = 20pm
stomata umumnya terdapat pada daun tetapi kadang-kadang juga terdapat pada epidermis di bagian permukaan lain tumbuhan yang bersentuhan dengan udara. Pada lembaran daun yang tebal umumnya stomata terdapat di sepanjang anak tulang daun (Sen & De,1992) (Gambar 9). Stomata umunya ditenlukan di bagian abaksial atau di permukaan bawah daun. Bentuk dan tipe stomata ini antara lain : pseudopolocytic, polocytic dan copolocytic. Ukuran dan kerapatana stomata pada masing-masing jenis juga bervariasi. Panjang stomata berkisar antara 29,04 pm sampai 68,s pm, lebar berkisar antara 15,05 pm sampai 36,3 pm. Diantara tumbuhan paku reofit tersebut indeks stomata paling besar ditemukan pada
Deparia confluens yaitu 34% sedangkan indeks stomata paling kecil ditemultan pada Asplenium unilaterale yaitu 14%. Hal ini mungkin disebabkan karena
Asplenium unilatemle merupakan jenis fakultatif reofit yang memiliki hubungan lebih dekat dengan jenis tumbuhan paku di darat, sedangkan Deparia confluens merupakan tumbuhan paltu reofit yang sesungguhnya dan memiliki ciri anatomi antara lain indeks sto~natanyayang bernilai tinggi. Menurut Kato dan Imaichi (1992) frekuensi stomata yang tinggi adalah ciri khas dari karakter anatomi daun tumbuhan paku reofit.
SITOLOGI Dari hasil penelitian pada kromosom somatik tunlbuhan paku reofit menunjukkan bahwa jumlah kromosom pada tiga jenis yaitu : Trigono.s11oru
calcarata, Microsorium pteropus dan Cephalomanes javanicum sama yaitu n = 36 dan 211= 72, tetapi berasal dari marga yang berbeda. Menurut Stace (1980) pentingnya jumlah kromosom sebagai karakter taksonoini disebablcan karena ia
merupakan salah satu tanda paling konstan, karena semua individu dalam satu jenis, biasanya mempunyai jurnlah kromosom yang sama, walaupun ada beberapa pengecualian. Berdasarkan analisa sitologi pada jenis Deparia conjluens yang ditemukan di dua lokasi yang berbeda, terdapat dua bentuk tingkat ploidi yaitu triploid (3x) 2n = 120 dan tetraploid (4x) 2n
=
160. Bentuk triploid ditemukan di sungai
Cinangneng sedangkan bentuk tetraploid ditemukan di sungai Ciapus. Menurut Kato (1984) jumlah kromosom dasar Deparia adalah 40 dan jarang yang 41. Penelitian jumlah kromosom Deparia baru terbatas pada jenis Deparia okubuana 2n
=
120 (3x) dan Deparia petersenii 2n
=
160 (4x1 yang terdapat di Jepang
(Nakato et.al, 1995) sehingga untuk jenis Deparia conzuens adalah penelitian terbaru yang didapatkan di Indonesia terutama daerah Jawa Barat. Menurut Manton (1955) dalam Darnaedi et. al (1989) informasi sitologi dari jenis-jenis tumbuhan paku yang terdapat di Asia Tenggara serta pusat distribusi jenis tersebut masih sangat kurang kecuali untuk daerah Malay Peninsula. Berdasarkan bentuk habit kedua tumbuhan di dua lokasi tersebut tidak berbeda sehingga dapat diasumsikan bahwa tumbuhan ini memiliki hubungan autoploid. Menurut Walker (1984) data sitologi dari banyak tempat di dunia menunjukkan bahwa terdapatnya poliploid pada tumbuhan paku-pakuan lokal tergantung pada geografi, ekologi dan kondisi iklim. Jumlah kromosom yang merupakan kelipatan jumlah kromosom dasar dan terdapatnya bentuk tingkat ploidi yang berbeda-beda menunjukkau bahwa kemungkinan Deparia pada awalnya berasal dari darat dan kemudian mengalami evolusi serta dalam perkembangannya kemudian menghasilkan jenis yang
terspesialisasi di lingkungan reofit ini. Hal tersebut dicirikan dengan terdapatnya bermacam tingkat ploidi yang berbeda. Menurut Kato (1984) tu~nbuhanpaku reofit berasal dari jenis-jenis yang tumbuh di darat dirnana Deparia merupakan contoh yang sangat umum. Pada Trigonospora calcarata dari keseluruhan individu yang diteliti yang berasal dari tiga lokasi yaitu : Bodogol, sungai Ciapus dan sungai Cinangneng ditemukan bentuk diploid yaitu 2n
=
72 sedangkan jumlah kromosom dasarnya
adalah n = 36. Hal ini menunjukkan kemungkinan bahwa jenis ini memiliki nenelc moyang yang berasal atau terdapat di darat sehingga bentuk diploid ini hanya ditemukan di habitat reofit. Menurut Holttum (1982) Trigonospora yang terdapat di Malaya umumnya merupakan bentuk diploid. Pada Microsorium pteropus juga ditemukan bentuk diploid yaitu 2n = 72, sedangkan pada Cephalornanes javanium tidak ditemukan bentuk diploid tetapi hanya terdapat individu dengan kromosom n
=
36. Pada Cephalomanes ha1 ini
menggambarkan bahwa jenis tersebut sejak awalnya rnerupakan reofit yang sesungguhnya dan dicirikan dengan individu yang ditemukan memiliki ju~nlah luomosom dasar yang sama. Menurut Iwatsuki (1985) Cephalornanes rnerupakan reofit yang sesungguhnya baik dalam bentuk maupun habitat.
Gambar 9. Kromosom paku reofit a. Depnrin coiz$zlens 2n = 120, b. Depnrin co~Eflz~er~s 2n = 160, c. Trigonosporn cnlcnrnfn2n = 72 d. Microsoritrm pteropzts 2n = 72, e. C. jnvnnictlm var. jnvanicz/m n = 36, f C. juvanicum var. srrmntunizunt n = 36
TAKSONOMI
Kunci identifikasi tumbuhan paku reofit di Jatva Barat 1. a. Rizome panjang menjalar ................................... 2 b. Rizome pendek tegak .......................................
3
2. a. Anak daun sederhana ........................................ 4 b. Tidak ada anak dam ....................................... Microsoriunz
3. a. Sori bulat terdapat pada median anak tulang daun ..... Trigonospora b. Sori tubular terdapat pada ujung anak daun ............Cephalomanes 4. a. Anak daun berlobus-lobus .................................. 5
b. Anak daun tidak berlobus-lobus, pinggir pina
..
berger~g~ ..................................................
Aspleniunz
5. a. Anak daun berlobus dalam.Lobus dasar pada sisi acroscopic bercuping .................................................... Deparia b. Anak daun berlobus dangkal .............................. Lindsaea 1. Trigorzosporn calcnrntn (Bl.)Holtt.
Trigonospora calcarata (Bl.) Holttum, Reindwardtia 8 (1974) 506 Aspidium calcaratum B1. Enum.Pl. Jav. (1828) 159 ; Racib. F1. Btzg 1 (1898) 170 - Thelypteris calcarata
(BI.) Ching. Bull. Fan. Mem. Inst. Biol. Bot. 6 (1936) 288.
Type : Blume, Java (L).
Riiome pendek, tegak, muncul lembaran-lembaran daun dan akar tebal yang berwarna hitam. Tangltai daun kokoh, panjang sampai 15 cm, diameter 0,2 cm, coklat kehitaman, ditutupi oleh sisik kecoklatan. Sisik terdapat pada bagian bawah, kuning kecoklatan, oblong, ujung meruncing, panjang 1-2 mm, lebar
lmm, tebal dengan pinggir bergigi. Helaian daun benvarna hijau pada waktu hidup, panjang sampai I5 cm, lebar 5 cm. Anak daun sederhana, oval dengan ujung membulat, anak daun 15-20 pasang, sesil, berhadapaan pada bagian bawah dan berangsur-angsur menjadi berselingan menuju bagian atas. Anak daun bagian paling ujung tereduksi, ujung meruncing, berlobus dalam, pinggir rata. Anak daun bagian bawah paling besar panjang sampai 3 cm, lebar 1 cm, oblong-oval, ujung meruncing-membulat, dasar terpotong sampai sedikit miring, pinggir daun berlobus-lobus menuju tulang daun. Lobus sampai 8 pasang, oblong-lanset, panjang 0,4 cm, lebar 0,2 mm, falcatus, sedikit miring, ujung sedikit meruncingmembulat. Tulang daun sedikit muncul di bagian atas da11 bawah, rata di bagian atas bulat di bagian bawah. Anak tulang daun sampai 5 pasang, mencapai pinggir, pada lobus terminal anak daun seringkali bercabang satu. Sori sampai 6 pasang, terdapat pada tiap lobus, median pada anak tulang daun, coklat, bulat, diameter sampai 0,l cm. SPORA : trilete, simetri bilateral, an isopolar, psilate. I? : 32 (39) 43 pm, P : 28 (31) 36
+ 4,41
+ 3 5 9 pm.
ANATOMI : Potongan melintang tangkai daun dekat helaian daun, bentuk berkas pembuluh sepe~fihuruf "\ /", stele terdiri alas dua bagian. Stomata tipe pseudopolocytic dan polocytic. Panjang 29 (34) 39 rt 1,79 pm, lebar 17 (22) 26
+
4,53 pm. Indek stomata 30%. KROMOSOM : n = 36 (Holttum, 1982), 2n
=
72 (LON cn,, cnb, cl,, clb,
clc) DISTRIBUSI : India kecuali daerah Utara, Burma sampai Kwantu~lgdan Selatan sampai Malesia (Holttum, 1966).
Malesia : Malaya daerah utara, Sumatra Utara, Sumatra Selatan dan Jawa, Sulawesi Utara, sekitar 8 jenis dan belum seluruhnya dideskripsikan. Jawa : Batu Raden, Gunung Slamet (Banyutnas), G. Salak (C. Luhur, C. Nangka). EKOLOGI : Tumbuh pada batu-batuan di dasar sungai atau di pinggirpinggir sungai yang mengalir deras. Terdapat pada ketinggian
+ 500-1000 n~dpl.
SPESIMEN YANG DIPERIKSA : LON 1 , 2 , 9 , 10 ; W.F. Winckel 1707B ; BJ A 0 6141 ; DR. Posthumus 4050 ; Buwalda 3622, M.A. Donk P 11 ; A.G.L
Adelbert 306 ; Dr. C.G.G.J Van Steenis 11513, 10448. CATATAN : Tumbuhan paku reofit yang khusus untuk daerah Malaya memiliki bentuk diploid dengan kromosom 2n
=
72. Menurut Holttum (1982)
Tvigonospora di Malaya adalah bentuk diploid.
2. Depnrin coizjluens (Kunze) M. Kato. Deparia confluens (Kunze) M . Kato. Journ. Fac. Sci of Tokyo; 111 : 13 ; 375-429 - Aspleniunz confluens Kunze, Bot. Zeit. 6 : 174, 1848. Tipe : Java, Banyuwangi, Zollinger 2925 (isotype BO).
Rizome panjang menjalar, diameter sampai 0,5 cm,secara random bercabang, ditutupi oleh sisik. Tangkai daun lunak dan lemah, panjang salnpai 12 cm, coklat kehitaman, diameter 0,2 cm, bawah bulat, atas berlekuk-leltuk, ditutupi ole11 sisik. Sisik warna kekuning-kuningan, bentuk oblong dengall ujung meruncing, panjang 4 mm, lebar 1-2 mm, pinggir rata. Helaian daun berwarna hijau, lanset, panjang sampai 18 cm, lebar sanpai 4 cm. Anak daun sederhana dengan ujung meruncing-caudatus, sekitar 15 pasang, sesil, berhadapa~l pada bagian bawah dan berangsur-angsur menjadi berselingan lnenuju bagian atas. Anak daun paling besar panjang sampai 3 cm, lebar sampai 1,5 cnl, oblong-lanset,
ujullg meruncing, dasar cuneatus, pinggir anak daun berlobus dalam sampai tulang daun pada anak daun bagian bawah, dalam lobus sampai 3 mm,bergerigl pada pasangan anak daun bagian ujung. Lobus oblong, panjang sampai 0,5 cm, lebar 0,3 cm, sedikit miring, ujung sedikit meruncing, anak daun bagian bawah pada lobus bagian dasar bertelinga di bagian acroscopic dan cuneatus menyempit di bagian sisi basiscopic. Tulang daun jelas di bagian atas dan bawah, membulat di bagian bawab, berlekuk-lekuk di bagian atas. Anak tulang daun jelas pada bagian atas dan bawah sampai daerah pinggir daun. Tangkai, tulang daun dan anak tulang daun ditutupi oleh rambut-rambut halus. Sori terdapat mendekati bagian tengah anak tulang daun, linear, terdapat diantara lobus, satu atau seringkali dua, panjang sampai 4 mm, lebar sampai
1,s mm,
indusia berwarna
coltlat padawaktu kering. SPORA : monolete, simetri bilateral, anisopolar, echinate. E : 39 (40) 43 f 1,79 pm, P : 21 (26) 30
+ 3 3 3 pm.
ANATOMI : Potongan melintang tangkai daun dekat helaian daun, bentuk berkas pembuluh seperti huruf "\ /", stele terdiri alas dua bagian. Stoinata tipe copolocytic, pseudopolocytic dan polocytic. Panjang 36 (40) 43 f.2,76 pm, lebar 27 (29) 36 f 3,97 pm. Indek stomata 34%. KROMOSOM : 11 = 40 (Kato, 1984) 2n = 120, 160 (LON cn,, cnb, cl,, clb, clc, cld) DISTRIBUSI : Philipina, Borneo, Jawa, Bali, Sumbawa, Ternate, Celebes, Fiji, Samoa, Tahiti. Jawa : G. Salak (C. Luhur dan C. Nangka).
EKOLOGI : Ditemukan pada batu-batuan dan tanah berhumus di pinggir sungai yang ternaungi. Di Malaya seringkali terdapat pada batu-batuan atau tanah kosong dekat aliran air. Terdapat pada ketinggian _+ 500-800 rn dpl. SPESIMEN YANG DIPERIKSA : LON 3, 4, 11 ; BO-0030334; BO0030335; BO-0030336. CATATAN : Tumbuhan paku reofit yang umum terdapat di Indonesia. Di Jawa Barat memiliki dua bentuk tingkat ploidi, yaitu triploid (3x) 2n
=
120 dan
tetraploid (4x) 2n = 160. 3. Cepltalomanesj a v a ~ ~ i c ~(Blune) rm V.d.B. Cephalomanes javanicum (Blurne) v.d.B Hymen. Jav. 30. t 22, 1861 ;
Copel., Phil. J. Sci 67 : 67, 1938 ; H. Ito, Fil. Jap 111. P1. 480, 1944; Ching, F1. Reip. Pop. Sin. 2 : 189, pl. 14. f. 1-4, 1959 ; Tagawa & k. Iwatsuki., F1. Thil. 3 : 96, 1979.
-
Trichomanes javanicum Blume, Enurn. P1.Jav. 224, 1828; Bedd.,
Ferns. Br. Ind.Pl. 180, 1866 ; Yabe, Bot. Mag. Tokyo 19 : 34, 1905 ; Phil. J. Sci. 51 : 246. pl. 52. f. 1, 1933. Tipe : Java, BIume (L) Cephalomanes sumatranunz (v.A.v.R) Copel., Phil. J. Sci. 67 : 67, 1938.
Ching, F1. Reip. Pop. Sin 2 ; 188, 1959. Tipe : Sumatra, Burck 87 (BO). Kunci Identifikasi Varietas
1. a.
Sori menempati pinggir bagian acroscopic anak daun dan tidak terdapat di bagian basiscopic anak daun ..................... C. javanicun? var. javanicum.
b. Sori menempati bagian ujung dari anak daun, berukurana sampai 0,5 cm
..... .....................................C.javanicum var. sumatranurn
Cephalornancsjavarzicum Blume var. javanicum Rizome tegak, muncul akar-aka yang tebal dan berwarna hitam. Tangkai daun kokoh, panjang sampai 5 cm, diameter 1 mm, coklat kehitaman, ditutupi oleh sisik berwarna gelap. Sisik bentuk linier, hitam kemerahan, pinggir rata, panjang 1-2 mm, lebar 0,25-0,5 mm. Helaian daun berwarna hijau tua pada waktu hidup, panjang sampai 15 cm, lebar 4 cm. Anak daun sederhana, oblong dengan ujung meruncing, anak daun sampai 25 pasang, sesil, berselingan, daun bagian atas tereduksi menjadi berkurang panjangnya, oblong dengan dasar cuneatus yang miring, ujung meruncing, pinggir d a m seringkali bergigi pada ujung dari masing-masing anak tulang daun. Anak tulang daun banyak, jelas di bagian atas dan bawah, pendek, miring dan satu atau dua menggarpu. Tulang daun tidak jelas. Sori 1-4 seringkali terdapat pada anak daun bagian atas, terdapat pada bagian acroscopic anak tulang daun dan tidak terdapat pada bagian bassiscopic, menempati sinus, di bawah garis pinggir anak daun. Indusia tubular dengan mulut terpotong, tekstur tebal, tangkai dari sori yang tua panjangnya nlenonjol sampai 3 mm. SPORA : trilete, radio simetri , an isopolar, psilate. E : 32 (37) 43
?c
4,95
p n , P : 24 (27) 32 k 2,65 p111.
ANATOMI : Potongan melintang tangkai daun dekat helaian daun, bentuk berkas pembuluh seperti huruf "V", stele terdiri atas dua bagian. Stomata tidak ditemukan pada daun. Menurut Holttum (1966) pada beberapa paltu-pakuan terdapat anak tulang daun palsu dimana garisnya sepanjang permukaan sel yang kurang lebih dan kadang-kadang tanpa atau tidak punya stomata sama sekali nlisalnya pada : Trichomanes.
KROMOSOM : n = 36 (LON cia, cib) DISTRIBUSI : Burma bagian selatan dan bagian timur sepanja~g Malaysia. Malaya dan Borneo, Sumatra. Jawa : Pasuruan, Jawa Barat ( Citiis, Lido, C. Nangka). EKOLOGI : Seringkali tumbuh di dekat sungai di hutan sepanjang daratan rendah. Tumbuh pada batu-batu di pinggir dasar sungai atau pada tumpukantu~npukantanah atau teresterial di hutan dekat sungai. Terdapat pada ketinggian 600-800 111 dpl. SPESIMEN YANG DIPERIKSA : LON 22,23,24, A.G.L Adelbert 510 ; M.A. Donk 8, 19, P 302 ; R. C. Bakhuizen v. d. B. 797,4197; P. Buwalda 2704 ; C. A. Backer 22942 ; DR. Posthumus 13
Cepltalonznrrzesjavanicum Blume var. sun~atranum
Rizome tegak, muncul akar-akar tebal dan berwarna hitam. Tangltai daun kokoh, panjang sampai 3 cm, diameter 0,l cm, coklat kehitaman, ditutupi oleh rambut berwarna gelap. Sisik bentuk linier, hitam, pinggir rata, ujung runcing, panjang 1-2 mm, lebar 0,25-0,5 mm. Helaian daun berwarna hijau pada waktu hidup, panjang sampai 9 cm, lebar sampai 3 cm. Anak daun sederhana, oblong dengan ujung meruncing, anak daun sampai 15 pasang, sesil, berselingan, daun bagian atas tereduksi menjadi tangkai-tangkai sori. Anak daun paling besar panjang sampai 2 cm, lebar 0,5 cm pinggir seringkali bergigi dengan 1 salnpai 3 lobus, dasar cuneatus yang miring. Analt tulang daun jelas di bagian atas dan bawah. Anak daun seringkali fertil secara keseluruhan di bagian bawah dengall beberapa sori yang besar pada bagian ujung tangkai helaian daun. Indusia tubular
dengan mulut terpotong, terdapat pada garis pada pinggir anak daun, tangkai sori yang tua panjangnya sarnpai 0,5 cm. SPORA : trilete, radio simetri , an isopolar, psilate. E : 26 (34) 43 ri- 6,79 pm, P : 21 (22) 26 5-2,45 pin. ANATOMI : Potongan melintang tangkai daun dekat helaian daun, bentuk berkas pembuluh seperti huruf "V", stele terdiri atas dua bagian. Stomata tidak ditemukan pada kedua permukaan daun. KROMOSOM : n = 36 (LON cn,, cnb, cn,) DISTRIBUSI : Sumatra, Borneo dan Jawa. Jawa : Jawa Barat ( C. Luhur, C. Nangka, C. Ngumpet, C. Cigarnea, C. seribu) Jasinga. EKOLOGI : Tumbuh diatas tmah dan diatas batu-batuan di pinggir sungai. Terdapat pada ketinggan 500-1000 m dpl. SPESIMEN YANG DIPERIKSA : LON 5,6,7, 8 ; R. C. Bakhuizen 7737 ; C.G.G.J Van Steenis 2731,11199
CATATAN : Secara keseluruhan sub genus Cephalomanes ini merupakan reofit yang sesungguhnya baik dalam bentuk maupun habitat.
4. Lindcnea culirata (WILLD) Sw. Lindsaea cultrata (WILLD) Swartz. Syn. Fil(1806) 119 ; Kramer, Blumea 15 (1968) ; 565. Tipe : coll? Malabaria (B. Willdenow).
Lindsaea nitens Blume, En. P1. Jav (1828) 217 - Schizoloma nitens (Blume) Bedd. Fern. Ind. E d 2. corr. (1873). Tipe Blume s.n Java (L) Rizome pendek, menjalar, diameter 0,2 cm, bagian yang muda ditutupi
oleh rambut seperti sisik. Tangkai daun berpencar-pencar, panjang sampai 15 cm, diameter 0,2 cm, merah kecoklatan, mengkilap, bulat di bagim bawah,
berlekuk-lekuk di bagian atas. Sisik berwarna merah kecoklatan, linier, panjang 1-2 mm, lebar 0,25-0,5mm, pinggir rata. Helaian daun linier-lanset, panjang sampai 10 cm, anak daun sederhana, warna hijau kekuningan, licin di bagian bawah dan atas, tekstur berair, tipis tapi kuat. Analc daun sampai 20 pasang, berselingan, anak daun bagian atas secara berangsur-angsur tereduksi, bagian ujung menjadi sangat kecil. Anak daun bagian bawah paling besar, panjang sampai 1,5 cm, lebar sampai 0,5 cm, bentuk hampir triangular, ujung runcing, dasar terpotong, sejajar dengan tangkai helaian daun, pinggir bagian bawah licin, pinggir bagian atas berlobus dangkal, lobus seringkali 3 sampai 4. Anak tulang daun tidak jelas di bagian atas dan bawah. Sori terdapat sepanjang pinggir masing-masing lobus. SPORA : monolete, radio simetri , an isopolar, psilate. E : 56 (59) 62 f 2,43 pm, P : 34 (39) 43 f 3,S5 pm. ANATOMI : Potongan melintang tangkai daun dekat helaian daun, bentuk berkas pembuluh seperti huruf '4 /", stele terdiri alas dua bagian. Stomata tipe copolocytic dan pseudopolocytic. Panjang 39 (46) 53
+ 5,25 pm, lebar 17 (20) 24
f 2,76 pm. Indelc stomata 1S%. ROMOSOM : n = 153, 150 (Manickam dan Irudayaraj, 1991) DISTRIBUSI : India Selatan, Ceylon, Thailand Selatan, Jepang dan Australia. Malesia : Malay Peninsula, Singapura, kepulauan Riau, kepulauan di laut Cina Selatan, Sumatra, Kepulauan Mentawai, Banglca, Borneo, Celebes, Philipina, kepulauan Solomon (Holttum, 1966). Jawa : Pasuruan, Jawa Barat (C. seribu).
EKOLOGI : Terdapat di permukaan tanah dan batu-batuan berlu~nutdi pinggir sungai. Tumbuhan ini seringkali di bawah permukaan aliran air pada waktu banjir (Holttum, 1966). Terdapat pada ketinggan 5 800 m dpl. SPESIMEN YANG DIPERIKSA : LON IS, 25 ; C. A. Backer & 0 . Postl~umus506 ; C. A. Backer 9993 ; C.G.G.J. Van Steenis 4082. CATATAN : Menurut Holttum (1966) seringkali terdapat di bawah allran air pada waktu banjir bersamaan dengan Athyriurn macrocarpurn. 5. Microsoririr?zpteropus (Blume) Copel
Micvosoriunl pteropus (Blume) Copel Univ. Calif. Publ. Bot 16 : 112 (1929).
-
Backer & Psth, Varenfl Java (1939) 224. Kaulina pteropus B. Nayar,
Taxon 13 (1964) 67. - Colysispteropus Bosman Leiden. Bot. Ser 14 (1991) 112. Lectotipe : Blume s.11(L). Java. Rizome panjang, menjalar, bulat, diameter 0,5 cm, ditutupi ole11 sisikyang rapat. Sisik lanset, coklat kekuningan, panjang 2-2,5 mm, lebar 1-1,5 mm, ujung runcing-meruncing, pinggir rata. Tangkai daun kokoh, panjang sampai 3 cm, diameter 2 mm, hijau tua, ditutupi rambut-ranbut halus. Heiaian daun sederhana, oblong-lanset, teltstur tipis, panjang sampai 10 cln, lebar sarnpai 4 cm,ujung meruncing, pinggir rata. Anak tulang daun jelas di bagian atas dan bawah, bulat di bagian bawah, datar di bagian atas. Anak tulang daun utama me~nbentuksudut yang luas terhadap garis pinggir, bergabung untuk membentulc dua ranglaian areole yang lebih besar sepanjang garis tengah dan areole yang lebih kecil sepanjang pinggir, terlihat sampai tiga perempat bagian melluju pinggir, melnbentuk rangkaian dari areoleh utanla yang berbentuk oblong, anak tulang daun yang lebih kecil me~nbentukbanyak areole dalam areole utama. Sori Itecil,
bulat terdapat diantara bagian tengah dan pinggir anak tuIang dam, satu per areole yang besar. SPORA : monolete, bilateral simetri , an isopolar. E : 26 (37) 43 f 7,06 pm, P : 17 (26) 30
+ 5,48 pm.
ANATOMI : Potongan melintang tangkai daun dekat helaian daun, bentuk berkas pembuluh seperti huruf "V", stele terdiri atas dua bagian. Stomata tipe polocytic dan copolocytic. Panjang 41 (43) 45
+ 1,79 pm, lebar 15 (20) 26 f 4,13
bm. Indek stomata 21%. KROMOSOM : 2n = 72 (LON cn,, crib) DISTRIBUSI : India, Cina Selatan, Malaysia, Jepang dan Taiwan. Malesia : Sumatra, Peninsular Malaysia, Lesser Sunda Island, Borneo, Philipina,
Halmahera, New Guinea. Jawa : Wonoswobo, Jember, Jawa Barat (C. Nangka, C. Luhur, Cikaniki). EKOLOGI : Sepanjang aliran air, seringkali di bawah permukaan air, tumbuh di dasar atau di pinggir sungai dan pada musim hujan terdapat di bawah permukaan air. Ditemukan juga di batu-batuan pinggir sungai di hutan. Terdapat pada ketinggian 5 500-700 m dpl. SPESIMEN YANG DIPERlKSA : LON 12, ; C. A. Backer 22959 C.A. Backer & 0. Posthumus 602 ;Br. J. A 0 61 12a, 11057. CATATAN : Tumbuhan paku reofit di daerah Jawa Barat yang merupakan reofit hidrofit (Rheophytic hidrophytic).
6 . Aspleninnz tcnilaterale Lam. Asplenium unilaterale Lamk. Ency. 2 : 305. 1768. Tipe : Mauritius
Aspleniunz ob.rcissum Blume. Enum. P1. Jav. 2 : 182. 1826 non WILLD 1810Nec Raddi 1819. Tipe: java Aspleniuntporphyrocaulon Blume, Enum.Pl. Jav 2 : 182. 1828. Tipe : Java
Aspleniunt erythrocaulon Blume, Enum.PI.Java. 2 : 183. 1828. Tipe : Java. Rizome panjang, menjalar, diameter 0,5 cm, ditutupi oleh rambut di
seluruh bagian. Sisik bentuk linier, coklat gelap-ltekuningan, ujung meruncing, pinggir rata, panjang 2-5 mm, lebar 0,25-0,5 mm. Tangkai daun kokoh, panjang sampai 4 cm, hitarn, licin, mengkilap, bulat di bagian atas, berlekuk-lekuk di bagian bawah. Helaian daun oblong-lanset, panjang sampai 15 cm, lebar sampai 4 cm, anak daun sederhana, tekstur tipis, dasar terpotong, ujung meruncing, anak daun sampai 20 pasang, berhadapan atau berselingan, panjang sarnpai 2 cm, lebar sampai 1 cm, bentuk trpezium, tangkai pendek, dasar acroscopic terpotong duatiga bagian dari dasar basiscopic, pinggir bagian bawah rata, bagian atas bergigi. Anak daun paling bawah sama terhadap yang di atasnya atau yang di bawah
lebih kecil, anak d a m bagian ujung berkurang ukuran secara jelas. Anak tulang daun jelas ti~nbulpada permukaan atas dan bawah, sebagian menggarpu. jarang
yang sederhana, mencapai bagian pinggir. Sori terdiri atas 3-4, terdapat pada bagian tengah anak daun. Iildusia berwarna coltlat pada waktu kering. SPORA : monolete, bilateral simetri , an isopolar. E : 26 (33) 43 i- 1,79
ANATOMI : Potongan melintang tangkai daun dekat helaian daun, bentuk berkas pembuluh seperti huruf
"X",stele terdiri atas dua bagian. Stomata Lipe
polocytic dan copolocytic. Panjang 49 (59) 69 k 7,28 pm, lebar 19 (23) 30 i- 4,13 p111. Indek stomata 14%
ROMOSOM : n = 40,76 2n = 152 (Manickam dan Irudayaraj, 1991) DISTRIBUSI : Iafrika timur sampai Pasifik, India Utara, China dan Jepang. Jawa : Pekalongan, Pasuruan, G. Lawu, Jawa Barat (C. Cibeureum, Lido, Citiis). EKOLOGI : Tertentu , tumbuh dekat aliran air. Jenis ini terdistribusi sangat luas dan melimpah di Malaya. Tumbuh pada atau dekat batu-batuan (pinggir sungai atau batu kapur) di tempat terlindung yang basah. Terdapat pada ketinggian 600- 1000 m dpl. SPESIMEN YANG DIPERIKSA : LON 20, 21 ; C. A. Backer 5991, 16011 ; M.L.A. Bruggeman 410, DR. Posthumus 1575 ; W. Meijer 56 ; J.J. Afriastini 555. CATATAN : Tumbuhan paku reofit ini merupakan fakultatif reofit yang kadang-kadang juga ditemukan di darat.