LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.03/MENHUT-V/2004 TANGGAL : 22 JULI 2004 BAGIAN KESEMBILAN PEDOMAN PEMBUATAN TANAMAN DENGAN SISTIM SILVIKULTUR INTENSIF GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Beberapa kegiatan telah dilaksanakan pada program GN RHL/Gerhan tahun 2003 yaitu reboisasi, pembuatan hutan rakyat, penanaman turus jalan dan pembuatan bangunan konservasi tanah. Disamping jenis kegiatan GN RHL/Gerhan tersebut dirasakan masih terdapat kegiatan rehabilitasi hutan yang perlu dilaksanakan sebagai kegiatan spesifik yaitu penanaman jenis tanaman unggulan kehutanan. Kegiatan tersebut merupakan terapan rakitan teknologi dan sistem silvikultur intensif yang telah tersedia dari berbagai jenis tamaman dimaksud. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya dibutuhkan kerjasama dari tenaga ahli yang ada pada Perguruan Tinggi dan atau Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Lokasi pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur intensif selanjutnya diharapkan sebagai areal show window, media penyuluhan, serta merupakan inti pengembangan komoditi tertentu untuk daerah sekitarnya. Pada akhirnya lokasi pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur intensif ini dapat dimanfaatkan sebagai tempat informasi tentang teknik pembuatan tanaman dan tempat informasi tentang pengembangan usaha dari jenis/komoditi spesifik tersebut. Penanaman jenis/komoditi unggulan yang dapat dikembangkan pada pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur intensif antara lain tanaman penghasil gaharu, tanaman obat, eboni, panggal buaya, rotan, bambu dan lainlain. Jenis tanaman tersebut selain sebagai tanaman rehabilitasi hutan dan lahan juga dikembangkan kearah unit usaha ekonomi masyarakat disekitar hutan. Oleh sebab itu dalam pemilihan komoditi harus mempertimbangkan faktor pasar disamping faktor kondisi agroklimat setempat, luas penanaman pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur intensif harus dalam luasan yang layak usaha atau harus menguntungkan secara finansial (profitable). Dalam pembangunan pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur intensif juga dilengkapi dengan pengembangan kelembagaan dan pemberdayaan kelompok tani, sehingga dari lokasi tersebut akan berkembang menjadi unit usaha di bidang kehutanan yang mandiri dan berkelanjutan. IX-1
B.
Tujuan Tujuan pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur intensif adalah: 1. Terbangunnya media dan sarana penyuluhan serta pusat informasi penanaman dan pengembangan jenis unggulan. 2. Meningkatnya produktivitas kawasan hutan dengan jenis-jenis unggulan 3. Meningkatnya kualitas lingkungan melalui percepatan rehabilitasi hutan dan lahan. 4. Tersedianya peluang kerja dan berusaha sehingga meningkatkan pendapatan masyarakat di dalam dan di sekitar hutan.
C.
Sasaran Sasaran pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur intensif dalam rangka Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan adalah terbangunnya unit-unit pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur intensif unggulan kehutanan di kawasan hutan produksi, hutan lindung, areal penggunaan lain ( APL) dan hutan/lahan milik.
D.
Pengertian 1. Pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur intensif adalah kegiatan pembuatan tanaman kehutanan jenis unggulan dan spesifik yang menghasilkan komoditas hasil hutan baik kayu maupun bukan kayu dilaksanakan di dalam maupun di luar kawasan hutan ; 2. Kelompok tani adalah kumpulan petani dalam suatu wadah organisasi yang tumbuh berdasarkan kebersamaan, keserasian, kesamaan profesi dan kepentingan dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang mereka kuasai dan berkepentingan untuk bekerjasama dalam rangka meningkatkan produktivitas usaha tani dan kesejahteraan anggotanya; 3. Sistem silvikultur adalah rangkaian kegiatan berencana mengenai pengelolaan hutan yang meliputi kegiatan persemaian, pemeliharaan, penebangan, peremajaan tegakan hutan guna menjamin kelestarian produksi kayu atau hasil hutan lainnya; 4. Hasil hutan bukan kayu adalah hasil hutan berupa benda-benda hayati dan naon-hayati berikuit turunannya selain kayu; 5. Pendampingan adalah upaya membantu para pelaksana dan/atau masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan, ketermapilan dan kelambagaan dalam rangka pemberdayaan masyarakat dengan cara mendampingkan pihak-pihak yang berkompeten.
IX-2
E.
Ruang lingkup Ruang lingkup pedoman pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur intensif meliputi perencanaan, pelaksanaan yang tediri dari persiapan, penyiapan kelembagaan, pembuatan bibit, penanaman, pemeliharaan tanaman, serta pembinaan dan pengendalian.
IX-3
BAB II PERENCANAN A.
Penyusunan Rencana Pengembangan Pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur intensif unggulan diharapkan menjadi inti dari rencana pengembangan komoditi tersebut untuk wilayah sekitarnya. Oleh sebab itu letak lokasi pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur intensif di dalam wilayah pengembangan tersebut. Rencana Pengembangan disusun berdasarkan potensi dan kondisi wilayah baik secara fisik, ekonomi, sosial dan budaya. Sehingga rencana pengembangan memuat sekurang-kurangnya sebagai berikut: 1. Kondisi umum wilayah pengembangan. 2. Rencana Pengembangan Tanaman Unggulan yang berisi jenis tanaman, potensi lokasi dan luas. 3. Rencana Pengembangan Usaha meliputi aspek pasca panen, pasar, sarana dan prasarana usaha.
B.
Penyusunan Rancangan Penyusunan rancangan dilaksanakan berdasarkan pada hasil konsultasi dan koordinasi dengan pihak terkait, orientasi lapangan, identifikasi fisik dan sosek, pengukuran dan pemetaan. Rancangan yang dimaksud disini adalah rancangan yang memuat rencana lokasi, rencana pembuatan tanaman, rencana pemeliharaan dalam jangka waktu tertentu (sesuai kebutuhan), dan rencana pengembangan kelembagaan. Rencana Pengembangan kelembagaan pendampingan, pengembangan usaha.
antara
lain
rencana
pelatihan,
Rancangan disusun oleh Tim yang dibentuk oleh Kepala Balai Pengelolaan DAS. Dalam penyusunannya dilakukan secara partisifatif serta mendapat supervisi dari tenaga ahli dari Perguruan Tinggi/ Balitbanghut/Balai Penelitian Kehutanan setempat. Penilaian rancangan oleh Kepala Seksi Program dan Balai Pengelolaan DAS serta pengesahan rancangan oleh Kepala Balai Pengelolaan DAS. C.
Tahapan Kegiatan Tahapan penyusunan rancangan pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur intensif unggulan sebagai berikut: 1. Pemilihan Lokasi Dalam menentukan lokasi pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur intensif kegiatan GN RHL/Gerhan harus mempertimbangkan aspek teknis dan aspek sosial ekonomi sebagai berikut : IX-4
a. Aspek teknis meliputi : 1) Lokasi penanaman pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur intensif dapat dilakukan pada kawasan hutan produksi berupa areal tidak produktif, hutan lindung, areal penggunaan lain (APL), lahan/hutan milik. 2) Khusus untuk tanaman rotan pada lokasi harus terdapat tanaman sebagai rambatan, sedangkan untuk jenis tanaman penghasil gaharu dibutuhkan adanya tanaman sebagai naungan. 3) Merupakan satu hamparan yang kompak dan tidak terpencar. 4) Luas lokasi pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur intensif disesuaikan dengan kelayakan usaha. b. Aspek sosial ekonomi meliputi : 1) Merupakan daerah yang tingkat pendapatan, pengetahuan dan keterampilan usahatani masyarakatnya masih rendah 2) Merupakan suatu daerah yang masyarakatnya sudah mengenal teknik penanaman dan pemanfaatan yang dapat dirasakan serta mempunyai keinginan untuk mengembangkan usaha rani. 3) Daerah yang mempunyai akses keterjangkauan pasar. 2. Pemilihan Jenis Tanaman Percontohan a. Pemilihan jenis tanaman percontohan diharapkan dapat diterima secara sosial oleh masyarakat (social acceptable). Disamping itu harus juga diperhatikan kesesuaian agroklimat, permintaan pasar dan prospek pengembangannya dalam luasan yang layak secara ekonomi. b. Jenis-jenis yang dapat dikembangkan tersebut dapat merupakan tanaman monokultur atau kombinasi dengan jenis tanaman kehutanan lainnya. 3. Pengembangan Kelembagaan Pengembangan kelembagaan petani diarahkan pada kelompok tani dan pengembangan kelembagaan usaha.
pengembangan
4. Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dibedakan menjadi dua data yaitu data primer dan data skunder. a. Data primer diperoleh melalui hasil wawancara dengan responden atau sumber data atau dengan mendatangi langsung obyek yang akan diambil datanya. b. Data sekunder dapat diperoleh melalui pencatatan data resmi (hasil laporan, penelitian dll.) Jenis data primer dan data sekunder yang dikumpulkan berupa data biofisik (data tanah, iklim, kondisi vegetasi, penutupan lahan, topografi lapangan, penggunaan lahan dan sarana dan prasarana) dan data sosial ekonomi
IX-5
(data kependudukan, mata pencaharian, tingkat pendidikan, ketersedian benih/bibit, dan kelembagaan masyarakat). 5. Analisis Data Data yang berhasil dikumpulkan baik data primer maupun data skunder dianalisis untuk menentukan kebutuhan bahan, biaya dan tenaga kerja yang dihitung berdasarkan standar yang berlaku di daerah untuk setiap jenis pekerjaan, alternatif jenis perlakuan sesuai dengan kondisi lahan. 6. Pembuatan Buku Rancangan a. Lokasi pembuatan tanaman, mencakup letak (Kabupaten/Kota) dan luas pembuatan tanaman (ha). b. Rincian kegiatan dan biaya untuk ; penyiapan lahan , penyediaan bibit , penataan batas, pembuatan lubang dan ajir, penanaman, pemeliharaan (tahun berjalan dan tahun I dan tahun II, dan seterusnya, pengadan sarana dan prasarana serta pengembangan kelembagaan). c. Peta rancangan, memuat : batas lokasi, batas blok, batas penggarapan , tata tanaman(pola tanam), , arah larikan dan jarak tanam). Peta situasi dibuat dengan skala 1: 10.000. d. Rencana jenis dan jumlah tanaman yang akan ditanam e. Rincian petani peserta dan luas penggarapan. f. Rencana pengembangan kelembagaan dan rekayasa sosial/jaringan kerja bersama masyarakat setempat. g. Kebutuhan bahan dan tenaga h. Jadwal Kegiatan C.
Hasil Kegiatan Hasil kegiatan perencanaan teknis adalah buku Rencana Pengembangan Tanaman Unggulan dan buku Rancangan Pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur intensif Unggulan yang telah dinilai dan disahkan oleh Kepala Balai Pengelolaan DAS.
IX-6
BAB III PELAKSANAAN A.
Persiapan 1.
Penyiapan Kelembagaan Bagi petani / masyarakat yang belum terbentuk kelompok tani, diarahkan untuk membentuk kelompok tani dengan pendampingan oleh Penyuluh Kehutanan Lapangan/ LSM. Kelompok tani diarahkan untuk mampu melaksanakan pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur intensif antara lain : a. Mengikuti sosialisasi, penyuluhan dan pelatihan b. Menyusun rencana kegiatan bersama-sama Penyuluh Kehutanan Lapangan dan LSM c. Meyiapkan lahan untuk lokasi kegiatan pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur intensif d. Menyelenggarakan pertemuan – pertemuan kelompok tani e. Menyiapkan administrasi kelompok tani f. Menyusun perangkat aturan atau kesepakatan internal kelompok tani
2.
Penataan Lokasi dan Areal Tanaman Penataan lokasi untuk areal pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur intensif, baik yang masih berupa hutan, semak belukar maupun bekas perladangan berpindah perlu ditata dengan baik sebelum dilakukan kegiatan penanaman. Sebelum melakukan penataan calon lokasi penanaman, maka perlu dilakukan survey secara cermat. Berdasarkan data dan informasi survey tersebut, ditentukan batas-batas dan letak areal yang akan ditanami, misalnya : calon lokasi penanaman, bagian yang tidak boleh dibuka, calon as jalan, calon lokasi gubuk kerja. Penataan areal tanaman dimaksud untuk mengatur tempat dan waktu. Areal tanaman dibagi dalam beberapa blok sesuai dengan pembagian kelompok. Adapun tahapannya adalah : a. Pemancangan tanda batas dan pengukuran lapangan, untuk menentukan luas serta letak yang pasti sehingga memudahkan perhitungan kebutuhan bibit. b. Penentuan arah larikan serta pemancangan ajir tanaman sejajar dengan garis tinggi (kontur). c. Pembuatan piringan tanaman di sekeliling ajir d. Pembuatan lubang tanaman yang ukurannya sesuai dengan keperluan untuk masing-masing jenis tanaman. e. Pembuatan gubuk kerja dan papan pengenal di lapangan
IX-7
B.
3.
Pembersihan Lokasi Calon lokasi penanaman yang telah ditata perlu dibersihkan. Pembersihan lokasi dilaksanakan berdasarkan batas –batas yang telah ditentukan pada saat penataan calon lokasi penanaman. Pembersihan lokasi dilakukan dengan menyingkirkan berbagai jenis tumbuhan pengganggu untuk menghindarkan terjadinya kompetisi hara.
4.
Pengolahan Tanah dan Pembuatan Lubang Tanaman Pengolahan tanah dilakukan terbatas pada jarak tertentu, yakni sekitar piringan tanaman saja dan disesuaikan dengan jenis tanaman dan panjang akar. Pengolahan tanah sebaiknya mulai dilakukan 1 (satu) minggu sebelum kegiatan penanaman dimulai dan jika memungkinkan diberi pupuk kandang (kompos/serasah).
5.
Pembuatan Gubuk Kerja Lokasi gubuk kerja diusahakan di tengah-tengah lokasi penanaman dan ditepi jalan. Luas gubuk kerja dapat disesuaikan dengan luas areal penanaman.
Pembibitan Bibit yang dibutuhkan untuk pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur intensif unngulan dipenuhi melalui pembuatan persemaian, dengan prosedur sebagai berikut: 1. Pengadaan benih dan pembuatan persemaian a. Pengadaan biji / benih Biji/benih yang digunakan adalah biji/benih yang berkualitas baik dan diketahui asal usulnya sesuai dengan jenis tanaman percontohan yang direncanakan. Berdasarkan asalnya, bibit/benih dibedakan menjadi dua, yaitu bibit yang berasal biji dan yang berasal perbanyak vegetatif. b. Pembutanan persemaian Lokasi persemaian harus datar, dekat dengan sumber air, subur, gembur, dekat dengan lokasi penanaman. Pembuatan persemaian dimulai dari kegiatan pembersihan lapangan, yaitu pembabatan rumput, alang-alang dan semak. Pohon yang besar sebaiknya tidak ditebang jika tidak terlalu mengganggu karena dapat digunakan untuk pelindung atau peneduh. Bedengan harus dibuat memanjang arah utara selatan. Diantara bedengan harus disisakan tanah untuk membuat jalan dan solokan dengan ukuran dan lebar 50 100 cm. 2.
Penaburan biji Penaburan biji di bedengan atau persemaian dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu : a. Biji-biji ditabur secara merata pada permukaan bedengan. IX-8
b. Biji-biji ditabur dalam larikan. c. Biji-biji ditabur langsung pada kantong plastik (polybag) yang sudah diisi tanah.
C.
3.
Penyapihan bibit Penyaoihan dilakukan dengan memindahkan bibit dari bedengan penaburan ke dalam pot tunggal atau kantong plastik (polybag) atau pot ganda (pot tray) yang sebelumnya telah disi dengan media tanah atau gambut.
4.
Pemeliharaan bibit Pekerjaan pemeliharaan bibit dipersemaian yaitu : penyiraman, pemupukan, pembersihan gulma, penyulaman, pemberantasan hama dan penyakit.
Penanaman 1. Pemindahan Bibit Keadaan bibit saat sudah siap ditanam di lapangan sangat bervariasi. Sebagai pedoman, bibit siap untuk dipindahkan atau ditanam dilapangan adalah bibit yang memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Bibit tumbuh normal b. Batang lurus dan daun subur yang berwarna hijau c. Bibit tidak terserang oleh hama dan penyakit Setelah ditentukan oleh jumlah bibit yang dapat ditanam, bibit tersebut disiapkan untuk diangkut ke lapangan. Bibit yang akan diangkut dimasukkan dalam keranjang atau kotak yang dibuat secara khusus. Pada saat memasukan bibit ke dalam kotak atau keranjang, batang dan pucuk bibit tidak boleh berhimpitan karena dapat menyebabkan kerusakan. Pengangkutan bibit dari lokasi persemaian ke lapangan dianjurkan pada pagi hari atau sore. 2. Sistem Penanaman Penanaman dilakukan dengan cemplongan dan sistem jalur.
dua
cara
yakni
penanaman
sistem
Penanaman pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur intensif dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. Sistem Penanaman Murni Sistem penanaman murni adalah pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur intensif yang dilaksanakan dengan jenis tanaman kayukayuan. IX-9
b. Sistem Penanaman Campuran Sistem penanaman campuran adalah pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur intensif yang dilaksanakan dengan jenis tanaman kayu-kayuan minimal 70 % dan tanaman MPTS maksimal 30 %. 3. Teknik Penanaman Penanaman bibit yang berasal dari persemaian biji dan yang bersal dari anakan tidak berbeda. Lubang tanam dibuat disesuaikan dengan jenis tanaman percontohan dan pajang akar. Pengaturan jarak tanam dan jumlah bibit yang ditanam untuk setiap lubang tanam disesuaikan dengan jenis tanaman yang akan ditanam. Khusus untuk tanaman rotan harus disediakan pohon panjatnya, sedangkan tanaman penghasil gaharu terdapat pohon sebagai naungan. D. Pemeliharaan Pemeliharaan tanaman terdiri dari kegiatan pemeliharaan tahun berjalan, tahun ke-1 dan pemeliharaan tahun ke-2 dengan rincian sebagai berikut: 1. Pemeliharaan tahun berjalan dilakukan sekitar 1-2 bulan setelah kegiatan penanaman selesai. 2. Pemeliharaan tahun pertama dilakukan pada tanaman yang telah berumur 1 tahun dan dilaksanakan pada musim hujan. 3. Pemeliharaan tahun ke dua dilakukan pada tanaman yang berumur 2 tahun dilaksanakan pada awal musim hujan. Adapun jenis kegiatan pemeliharaan adalah: 1. Penyiangan dan Penyulaman Penyiangan dilakukan dengan cara pembersihan rumput-rumputan, tumbuhan bawah dan pemangkasan terhadap tajuk-tajuk pohon yang terlalu lebat dan mengganggu masuknya sinar matahari. Penyiangan areal tanam dilakukan secara rutin setiap 3 bulan sekali. Penyulaman dilakukan apabila tanaman percontohan tumbuh tidak normal, tidak tumbuh atau mati setelah ditanam. Bibit yang tumbuh tidak normal atau mati tersebut harus diganti dengan bibit yang baru agar jumlah tanaman yang ditanam tidak berkurang dan dapat tumbuh secara seragam.
2. Pemupukan Pemupukan tanaman dapat juga dilakukan terutama diareal yang kurang subur. Pupuk yang dapat digunakan untuk pemupukan adalah pupuk kandang atau pupuk buatan seperti NPK, KCL dan Fosfat. IX-10
3. Pengendalian Hama dan Penyakit Manajemen hama dan penyakit perlu dilakukan terutama jenis-jenis tanaman yang ditanam secara monokultur. Kegiatan yang bisa dilakukan dengan menggunakan insektisida, herbisida, predator dan peralatan lainnya. 4. Pengamanan Terhadap Kebakaran Kebakaran hutan adalah bahaya yang paling ditakuti oleh petani. Bahaya kebakaran umumnya terjadi pada mujsim kemarau. Untuk mencegah bahaya kebakaran perlu diciptakan sistem pengamanan oleh kelompok tani dan untuk mencegah menjalarnya api lebih luas lagi, maka di sekeliling areal pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur intensif dibuat sekat bakar. B. Organisasi Pelaksana 1. Penyelenggaraan pembuatan tanaman percontohan dalam rangka GN RHL/Gerhan adalah Balai Pengelolaan DAS. 2. Dalam pelaksanaannya Balai Pengelolaan DAS bekerjasama dengan Perguruan Tinggi/Badan Litbanghut / Balai Penelitian Kehutanan setempat. 3. Pelaksana pembuatan tanam, pemeliharaan dan perlindungan tanaman adalah kelompok tani masyarakat setempat. 4. Pendamping kelembagaan adalah Lembaga Swadaya Masyarakat 5. Pendamping teknis lapangan adalah penyuluh kehutanan lapangan. C. Hasil Kegiatan Terdapatnya suatu unit tanaman percontohan yang sehat pada suatu luasan tertentu sesuai dengan rancangan teknis yang telah ditetapkan dan dikelola oleh kelembagaan kelompok tani. D. Pengeloaan Tanaman Hasil pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur intensif berupa unit-unit tanaman dengan luasan tertentu yang dikelola oleh suatu kelembagaan kelompok tani untuk selanjutnya pada waktunya (setelah 3 tahun) diserah terimakan pembinaannya kepada Dinas Teknis yang menangani kehutanan di kabupaten yang bersangkutan.
IX-11
BAB IV PEMBINAAN DAN PENGENDALIAN A.
Pembinaan Jenis kegiatan pembinaan terdiri dari pembinaan teknis pembuatan tanaman percontohan dan pembinaan sosial kemasyarakatan kelompok tani peserta serta pembinaan kelembagaan. Pembinaan teknis dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal RLPS, Dinas Propinsi dan Dinas Kabupaten yang menangani kehutanan secara rutin dan berkala. Pembinaan teknis lapangan dilaksanakan oleh serta penyuluh kehutanan lapangan secara rutin sesuai dengan kebutuhan. Sedangkan pembinaan sosial kemasyarakatan oleh Kepala Desa, Camat dan Bupati serta pembinaan kelembagaan oleh pendamping dan instansi terkait lainnya.
B.
Pengendalian Kegiatan pengendalian dilakukan melalui pemantauan/monitoring, penilaian dan dituangkan dalam bentuk pelaporan yaitu laporan bulanan, semesteran dan tahunan. Mekanisme pelaporan dilaksanakan sesuai dengan Pedoman Pelaporan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan.
IX-12
BAB V PENUTUP
Petunjuk pelaksanaan ini merupakan arahan yang harus diacu dalam penyelenggaraan pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur intensif unngulan pada kegiatan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN RHL/Gerhan) yang memuat antara lain perencanaan, pelaksanaan penanaman, pemeliharaan, pengembangan kelembagaan, pengelolaan, pembinaan dan pengendalian. Diharapkan petunjuk pelaksanaan ini dapat dipedomani dengan sebaik-baiknya oleh semua pihak yang terkait guna kelancaran dan keberhasilan penyelengaraan pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur intensif.
MENTERI KEHUTANAN
MUHAMMAD PRAKOSA
IX-13