BABl
PENDAHULUAN 1.1
Latar .Belakang Masalah Keselamatan pelayaran merupakan hal yang sangat penting dan
menduduki posisi sentral dalam segala aspek di dunia pelayaran. Aspek yang melekat pada keselamatan pelayaran meliputi karakteristik sikap, nilai, dan aktivitas mengenai pentingnya terpenuhinya persyaratan keselamatan dan keamanan yang menyangkut angkutan di perairan dan kepelabuhanan. Pengabaian atas keselamatan pelayaran cenderung meningkatkan biaya ekonomi dan lingkungan seperti penurunan produksi, timbul biaya medis, terjadi polusi dan penggunaan energi yang tidak efisien. Rendahnya keselamatan pelayaran ini dapat di aklnbatkan oleh lemahnya manajemen sumber daya manusia (pendidikan, kompetensi, kondisi kerja, jam kerja) dan manajemen proses (prosedur, sistem keselamatan). Keselamatan merupakan bagian integral pada manajemen perusahaan pelayaran secara umum untuk mendukung kondisi kerja diatas kapal yang lebih baik. Manajemen tidak banya mengaitkan kapal dengan produktifitasnya saja, namun perlu meningkatkan pengawasan terbadap kelayakan kapal dan kondisi kerja diatas kapal secara memadai. Nakboda memegang peran penting dalam keselamatan di laut, Ia menentukan dimana, kapan, bagaimana dan berapa lama kapal menempuh waktu pelayaran. Serta bagaimana mengontrol setiap kegiatan diatas kapal yang juga tergantung pada temperamen, komitmen, dan pengalaman nakhoda dan awak
1
kapal. Beberapa hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan keselamatan pelayaran, meliputi : (1) Pencatatan kecelakaan pada kapal niaga, dimana penyebab kecelakaan perlu dianalisis untuk identifikasi dan implementasi pencegahannya; dan (2) Pendidikan dan pelatihan tentang keselamatan yang diharapkan mengurangi tingkat kecelakaan, seiring dengan perkembangan konstruksi kapal serta kondisi keija diatas kapal. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terbesar di dunia, hal ini berpengaruh langsung terhadap penggunaan moda transportasi laut guna menghubungkan satu pulau dengan pulau yang lainnya secara aman dan memenuhi standarisasi keselamatan maritime, namun dalam prakteknya angka kecelakaan di laut Indonesia masih relative tinggi. Berdasarkan Laporan Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) dalam Kajian Analisis Trend Kecelakaan Transportasi Laut Tahun 2003 - 2008 disebutkan bahwa jumlah kecelakaan kapal pelayaran di Indonesia cukup memprihatinkan, terutama selama periode 2003-2008, dengan terjadinya 691 kasus kecelakaan. Pada tahun 2003 tercatat 71 peristiwa kecelakaan, tahun 2004: 79 kecelakaan, 2005: 125 kecelakaan, 2006: 119 kecelakaan, 2007: 159 kecelakaan dan pada tahun 2008 teijadi 138 kasus kecelakaan, rata-rata kenaikan selama 6 tahun terakhir adalah 17%. Jenis kecelakaan yang teijadi rata-rata selama 6 tahun (2003-2008) adalah tenggelam (37%), kandas (13%), tubrukan (15%), kebakaran (18%) dan jenis kecelakaan lainnya (17%). Sedangkan penyebab kecelakaan kapal adalah 37% human error, 23% kesalahan teknis, 38% karena kondisi alam dan 2% untuk penyebab lainnya
2
Sverre (1989) berpendapat bahwa ..... a high risk of loss of life or
injury has been accepted as a part of the shipping safety. A seaman life should and had to be dangerous.... Hal tersebut mengindikasikan bahwa awak kapal rentan terbadap teJjadinya kecelakaan dilaut, hal tersebut dapat diantisipasi dengan meningkatkan kompetensi awak kapal, memahami kondisi kapal, memahami informasi cuaca, bernavigasi dan mengoperasian alat lashing secara prosedural dan menyediakan perlengkapan keselamatan yang lebih baik. Hampir tidak mungkin untuk menghilangkan sama sekali kecelakaan di kapal, namun harus ada pendekatan sistem untuk mengurangi kecelakaan dan menggunakan prosedur serta per1engkapan untuk meningkatkan keselamatan pelayaran. Kasus kecelakaan ini yang mendasari International Maritime
Organization (JMO) sebagai organisasi dunia yang menaungi bidang maritime mengeluarkan peraturan berupa International Safoty Management Code dengan resolusi A 741(18) yang diterbitkan dalam edisi terakhir (Nov 1993) International
Management Code for the Safe Operation ofShips and Pollution Prevention yang dikenal sebagai ISM-Code, dan mulai diperlakukan sejak 1 Juli 1998, Sistem Manajemen ISM-Code wajib diaplikasikan secara "mandatory" di negara-negara yang meratifikasi SOLAS. Pelaksanaan ISM-Code di Indonesia didasarkan atas keputusan Dirjen Perla No PY 67/1/9-96 tanggal12 juli 1996. ISM-Code mengbendaki adanya komitmen dari manajemen tingkat ptmeak sampai pelaksanaan, baik di darat maupun di kapal. Pemberlakuan ISMCode, diharapkan keselamatan kapal akan lebih dijamin. Pemenuhan ISM-Code mengacu kepada 16 elemen yang terdiri dari elemen mnum, kebijakan
3
keselamatan dan perlindungan lingkungan; tanggung jawab dan wewenang perusahaan; petugas yang ditunjuk di darat; tanggung jawab dan wewenang nahkoda; sumber daya dan tenaga kelja; pengembangan rencana pengopersian kapal;
kesiapan
menghadapi
keadaan
darurat;
pelaporan
dan
analisis
ketidaksesuaian, kecelakaan dan kejadian berbahaya; pemeliharaan kapal dan perlengkapan; verifikasi, tinjauan, dan evaluasi perusahaan; sertifikasi, verifikasi, dan pengawasan. Didalam menjamin keselamatan kapal, unsur manusia mempunyai peran yang sangat besar di dalam menjalankan fungsi manajemen keselamatan kapal, terdapat tiga kelompok unsur manusia yang berperan dalam manajemen keselamatan kapal, yaitu pengusaha (operator) kapal, nakhoda, dan pengawas kapal. Ketiga kelompok inilah yang membuat keputusan layak tidaknya kapal berlayar. Hasil penelitian (Nurwahida, PPs-Unhas 2003) dalam penelitian persepsi pengambil keputusan terhadap implementasi ISM Code terhadap 100 responden di wilayah pelabuhan Makassar yang terdiri dari operator (25 orang), nakhoda (52 orang), dan pengawai (23 orang). Ditemukan bahwa semakin tinggi pendidikan populasi, semakin baik persepsi mereka terhadap keselamatan kapal. Temyata terdapat hubungan positif antara persepsi pemahaman terhadap keselamatan kapal berkorelasi dengan pendidikan, pelatihan dan penghasilan. Hal lain yang terungkap adalah persepsi para pengambil keputusan dan tingkat implementasi standar keselamatan kapal pada kapal-kapal pelayaran rakyat didominasi pada tingkatan kategori sedang, bahkan cenderung rendah dan masih sedikit pada kategori tinggi. Hasil-hasil ini mendukung penelitian dan data-
4
data yang menjadi latar belakang penelitiannya bahwa penyebab utama kecelakaan kapal disebabkan oleh faktor kesalahan manusia. Untuk: maksud memperkecil resiko kecelakaan kapal, yang diakibatkan oleh kesalahan manusia dalam rangka menghindari korban jiwa dan harta benda, serta perlindungan lingkungan laut, maka sistem manajemen keselamatan kapal-kapal pelayaran rakyat perlu dibina dan dikembangkan dengan menjalankan fungsi-fungsi manajemen (perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, pengawasan, dan evaluasi)
berdasarkan
pada
peraturan
Manajemen
Keselamatan
Kapal
lntemasional. Didalam Undang Undang Republik Indonesia No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran disebutkan bahwa pelaut sebagai awak kapal merupakan sumber daya manusia yang memegang peranan sangat strategis dan dominan di dalam suatu perusahaan pelayaran. Hal ini dikarenakan pelaut sebagai perencana, pelaksana dan juga sebagai pengawas dalam tugas dan tanggung jawab disuatu armada perusahaan pelayaran. Dimana dalam Pasal 5 ayat 6, disebutkan bahwa : " Mewujudkan sumber daya manusia yang betjiwa bahari, profesional, dan mampu mengikuti perkembangan kebutuhan penyelenggaraan pelayaran " dan Memenuhi perlindungan lingkungan maritim dengan upaya pencegahan dan penanggu]an pencemaran yang bersumber dari kegiatan angkutan di perairan, kepelabuhan, serta keselamatan dan keamanan. Berdasarkan Konvensi International STCW (Standard Trainning
Certification Watchkeeping for Seafarer) Code'78 Amendment'95 Annex I menyatakan bahwa kompetensi dan kriteria tenaga ketja pelaut yang akan beketja di atas kapal harus memiliki Sertifikasi Pelatihan (Trainning) yang Standar.
5
Berdasarkan 045/U/2002 atau
Keputusan
Menteri
Pendidikan
Nasional
Nomor
Nomor 232/U/2000 menjelaskan bahwa seorang yang
berkompeten harus dapat memenuhi beberapa persyaratan, yaitu : 1.
Landasan kemampuan pengembangan kepribadian.
2.
Kemampuan penguasaan ilmu dan ketrampilan ( Know how dan know why )
3.
Kemampuan berkarya (Know to do ).
4.
Kemampuan menyikapi dan berprilaku dalam berkarya sehingga dapat mandiri dan mengambil dan mengambil keputusan secara bertanggung jawab ( Capable to do ).
5.
Dapat hidup bermasyarakat dengan bekerja sama, saling menghormati dan menghargai nilai - nilai pluralisme dan kedamaian (Able to live together ). Sehingga akhirnya dapat di formulasikan bahwa awak kapal yang
kompeten di harapkan memiliki : 1.
Kecerdasan pola berfikir.
2.
Keterampilan pola bertindak.
3.
Kedewasaan pola bersikap.
4.
Kematanganjiwa.
5.
Keberanian mengambil keputusan secara tepat waktu dan tepat sasaran.
6.
Rasa percaya diri dan bertanggungjawab. Dalam upaya peningkatan kompetensi awak kapal, terutama dalam
kaitan keselamatan pelayaran maka dituntut adanya peningkatan kualitas teknis dalam impelmentasi International Safety Management Code di atas kapal. Dimana awak kapal harus memiliki dedikasi yang tinggi dalam menjalankan perannya
6
diatas kapal. Upaya ini haruslah di laksanakan dalam suatu proses yang berkesinambungan, yang menyangkut berbagai aspek seperti pendidikan kepelautan dan pelatihan diatas kapal yang akan membentuk kompetensi awak kapal.
Tingkat pendidikan merupakan aspek yang penting dalam suatu pengawakan kapal, hal ini dikarenakan tingkat pendidikan memberikan jenjang karir jabatan dalam kepangkatan diatas kapal. "kualifikasi peketja yang dibutuhkan untuk
Sudarsono menyebutkan
memangku suatu jabatan, seperti
pendidikan, pengalaman, ketrampilan yang hams dimiliki" (Sudarsono, 2001: 74). Dalam konteks pengawakan awak kapal dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seorang awak kapal maka dimungkinkan yang bersangkutan akan dapat menduduki jabatan yang tinggi serta mengawaki kapal dengan Gross
Tonnage I GT (usuran isi kapal) yang lebih besar bagi departemen deck dan Horse Power I HP (daya kuda) yang lebih besar bagi departemen mesin. Pengalaman adalah barang apa yang telah dirasai, diketahui, dikeijakan
dan
sebagainya.
Keija
adalah kegiatan
melakukan
sesuatu
(Poerwadarminta, 1984: 425). Pengalaman keija adalah proses pembentukan atau keterampilan tentang metode suatu peke.rjaan bagi pegawai karena keterlibatan pegawai tersebut dalam pelaksanaan tugas peketjaannya. (Manulang, 1984 : 15). Pendapat lain mengatakan : pengalaman ketja adalah sebagai suatu ukuran tentang lama waktu atau masa keijanya yang telah ditempuh seseorang dalammemahami tugas -
tugas suatu pekerjaan dan telah melaksanakannya dengan baik
7
(Ranupandojo, 1984 : 71). Yang dimaksud pengalaman kerja kepelautan dalam penelitian ini yaitu pengetahuan atau keterampilan yang telah diketahui dan dikuasai oleh seseorang awak kapal sebagai akibat perbuatan atau pekerjaan yang telah dilakukan di kapal sebelumnya selama beberapa waktu tertentu. Oleh karena itu faktor pengalaman merupakan pertimbangan tersendiri bagi perusahaan dalam proses recruitment awak kapal untuk mendukung kinerja diatas kapal yang bebasis pada keselamatan pelayaran. Dimana masa kerja yang cukup lama juga akan membentuk pola sitem kerja bagi awak kapal dalam bekerja dibidang yang sama. Dengan adanya pengalaman kerja dari awak kapal dipandang mampu melaksanakan pekerjaan atau cepat menyesuaikan dengan pekerjaannya, sekaligus tanggung jawab yang telah diberikan padanya. Dengan kata lain semakin berpengalaman seseorang maka yang bersangkutan dapat menyelesaikan
tugas yang sama secara efektif dan efesien. Namun pada kenyataannya antara tingkat pendidikan dan pengalaman kerja tidak bejalan beriring dalam membentuk kinerja awak kapal guna penciptaan keselamatan pelayaran. Secara regulasi faktor pendidikan lebih menentukan dari pada pengalaman sehingga dalam suatu kondisi hal tersebut menjadi dilema bagi perusahaan pelayaran. Hal tersebut yang membuat PT. Aiken Lines harus benarbenar cermat dalam menentukan sistem pengawakan yang berbasis pada kompetensi. Disisi regulasi hams menempatkan awak kapal yang sudah memiliki standard pendidikan yang sesuai dengan KM 70 tahun 1998 tentang Pengawakan Kapal Niaga, namun disisi yang lain harus menempatkan awak kapa1 yang
8
mempunyai pengalaman kerja. dedikasi serta loyalitas terhadap perusahaan sebingga pencapaian kinerja tinggi dan berbasis pada keselamatan pelayaran dapat tercapai secara optimal. Berdasarkan pemikiran dan fakta empiris yang telah disampaikan tersebut, maka penelitian ini akan melakukan kajian secara mendalam tentang Pengaruh Pendidikan Kepelautan dan Pengalaman Kerja Terlladap Keselamatan Pelayaran dengan Implementasi ISM Code sebagai variable intervening di PT. Aiken Lines Surabaya.
1.2
Perumusan MasaJah Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka masalah dapat
dirumuskan berupa pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut : a. Apakah pendidikan kepelautan berpengaruh secara signifikan terhadap implementasi ISM Code ? b. Apakah
pengalaman
ketja
berpengaruh
secara
signifikan
terhadap
implementasi ISM Code ? c. Apakah implementasi ISM Code berpengaruh secara signifikan terhadap keselamatan pelayaran ? d. Apakah pendidikan kepelautan berpengaruh secara signifikan terhadap keselamatan pelayaran ? e. Apakah
pengalaman
kerja
berpengaruh
keselamatan pelayaran ?
9
secara
signi:fikan
terhadap
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh data dati
informasi tentang hubungan anatara pendidikan kepelautan dan pengalaman kerja terhadap keselamatan pelayaran dengan penerapan ISM Code sebagai variable
intervening. Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui : a. Pengaruh pendidikan kepelautan terhadap implementasi ISM Code. b. Pengaruh pengalaman kerja terhadap implementasi ISM Code. c. Pengaruh implementasi ISM Code terhadap keselamatan pelayaran. d. Pengaruh pendidikan kepelautan terhadap keselamatan pelayaran. e. Pengaruh pengalaman kerja terhadap keselamatan pelayaran.
1.4
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan baik secara
teoritis maupun praktis sebagai berikut. 1.4.1
Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam aspek teoritis (keilmuan) yaitu bagi perkembangan Ilmu Manajemen khususnya dalam bidang Sumber Daya Manusia, melalui pendekatan serta metode-metode yang digunakan terutama dalam upaya menggali pendekatan barn dalam aspek tingkat pendidikan kepelautan dan pengalaman keija terhadap keselamatan pelayaran dengan implementasi ISM Code sebagai variable intervening.
10
1.4.2 Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan juga dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengambilan keputusan manajemen PT. Aiken Lines guna pengembangan sumber daya manusia yang bertindak sebagai awak kapal agar memiliki kompetensi yang berbasis pada keselamatan pelayaran melalui peningkatan pendidikan kepelautan dan pengalaman kerja.
1.5
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini dilakukan pada awak kapal yang bekerja
sebagai karyawan laut yang tersebar di 20 armada I kapal milik PT. Aiken Lines Surabaya. Awak kapal tersebut dibagi atas tingkatan jabatan yang kapal meliputi : pimpinan kapal/nakhoda, perwira deck, perwira mesin, rating deck dan rating mesin sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan No. 70 Tahun 1998. Penelitian ini dilakukan pada rentang waktu bulan Juli sampai dengan Oktober tahun 2011.
11