BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai implementasi kebijakan peningkatan kapabilitas APIP pada Pemerintah daerah di wilayah DIY dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1) Proses Implementasi Kebijakan Berdasarkan hasil penelitian ini, tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam proses implementasi kebijakan yang dilaksanakan antara APIP kelompok level 2-infrastuktur dan level 2 dengan catatan perbaikan. Tahapan-tahapan implementasi pada enam APIP di wilayah DIY, pada dua kelompok APIP diatas, belum melibatkan seluruh PFA dan PFP2UPD sebagai pelaksana kebijakan, baik pada kegiatan sosialisasi dan bimbingan teknis maupun perbaikan key performance area (KPA) sesuai tahapan dalam IACM . Perbedaan level yang dicapai lebih disebabkan karena proses implementasi yang tidak berjalan dengan serentak, serta
perubahan metode
assessment
yang
peningkatan
kapabilitas
APIP
digunakan.
Evaluator dalam hal ini BPKP, menggunakan pedoman penilaian yang ditetapkan pada tahun 2011 yang mengacu pada pedoman IACM yang dikeluarkan oleh IIA tahun 2009, dan pada tahun 2013 pedoman tersebut direvisi sehingga penyimpulan level kapabilitas suatu APIP secara keseluruhan, menjadi lebih diperlonggar. Dalam proses validasi bukti-bukti capaian elemen-elemen IACM, salah satu
118
119
yang dilaksanakan adalah menilai kepatuhan standar kualitas Kertas Kerja Audit (KKA). Pemilihan sampling bukti yang dilakukan oleh tim assessment dari BPKP diserahkan kepada APIP yang bersangkutan dan sekaligus diberi kesempatan untuk melakukan perbaikan. Namun perbaikan yang dilakukan pada 6 (enam) APIP berdasarkan hasil wawancara tidak menyeluruh dan belum semuanya berlanjut pada proses
kegiatan
APIP
secara berkelanjutan.
Berdasarkan temuan penelitian ini maka dapat dikatakan tidak terdapat perbedaan signifikan dalam kualitas tata kelola ditinjau dari level kapabilitas antara APIP yang telah dinyatakan dalam level 2infrastructure secara penuh
dengan APIP yang dinyatakan masih
dalam level 2 dengan catatan perbaikan. Proses validasi yang dilaksanakan selain tidak menggunakan teknik sampling yang memadai, juga proses perbaikan yang dilaksanakan oleh APIP belum menyeluruh dan berkelanjutan, sehingga hasil assessment belum benar-benar mencerminkan proses tata kelola secara menyeluruh pada APIP di wilayah DIY.
Berdasarkan hasil observasi, juga
dijumpai adanya anggapan “yang penting naik ke level 2 terlebih dahulu” sehingga pembangunan fondasi menuju higher level (level 3, 4 dan 5) belum diupayakan optimal.
120
2) Faktor-faktor yang mendukung peningkatan kapabilitas APIP di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta : a.
Enam APIP di wilayah DIY menyatakan telah terdapat arahan yang jelas dari pimpinan APIP dan Kepala Daerah dalam peningkatan Kapabilitas APIP.
b.
Komitmen yang bagus pada level pimpinan APIP mendukung capaian kapabilitas level 2 –infrastruktur, hal ini terutama terlihat menonjol pada Inspektorat A, B dan C yang masuk dalam kelompok APIP level 2-infrastruktur.
c.
Terdapat komunikasi dan koordinasi yang baik antara APIP pada pemerintah daerah selaku pelaksana kebijakan dengan fasilitator BPKP selaku pembina JFA dan APIP.
3) Faktor-faktor yang menghambat peningkatan kapabilitas APIP di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta : a.
Pemahaman mengenai Peningkatan kapabilitas APIP pada level pelaksana, yaitu PFA dan P2UPD masih belum merata, sehingga berpengaruh terhadap sikap/kesadaran
pelaksana dalam
mengimplementasikan peningkatan kapabilitas APIP baik pada kelompok APIP level 2-infrastucture maupun pada kelompok APIP level 2 dengan catatan perbaikan. b.
Belum terdapat sharing knowledge secara mandiri oleh masingmasing APIP terkait peningkatan kapabilitasnya. Pembentukan Satgas Peningkatan Kapabilitas APIP yang belum dilaksanakan oleh masing-masing APIP di wilayah DIY, menyebabkan
121
terkendalanya
proses
transfer
of
knowledge
mengenai
kapabilitas APIP dalam internal APIP yang bersangkutan. c.
Pedoman peningkatan kapabilitas APIP bagi para pelaksana relatif sulit untuk dipahami karena lebih banyak menggunakan istilah dalam bahasa asing.
d.
Dukungan anggaran untuk seluruh APIP di wilayah DIY masih relatif kecil, kurang dari 1% dari Belanja dalam APBD masingmasing daerah, sebagaimana diamanahkan oleh Menteri Dalam Negeri.
Keterbatasan
anggaran
menyebabkan
kebutuhan
pengembangan kompetensi dan fasilitas sarana prasarana belum cukup memadai. e.
Jumlah SDM teknis pengawasan APIP pada Pemerintah daerah di DIY masih jauh dari standar kebutuhan minimal yang harusnya dimiliki oleh masing-masing APIP. Dari sisi kompetensi, para pelaksana juga merasa belum dibekali dengan cukup memadai.
f.
Kewenangan yang diberikan kepada APIP di wilayah DIY dalam melaksanakan pengawasan internal di daerah belum bisa dijalankan dengan optimal. Kedudukan APIP yang berada satu rumpun dengan SKPD lain, dan berada dibawah sekretaris daerah menyebabkan belum optimalnya kewenangan
APIP
dalam melaksanakan pengawasan karena faktor independensi organisasi. Disamping itu, juga terdapat hambatan independensi individu karena faktor kedekatan/kekeluargaan dalam lingkup
122
pemerintah
daerah,
sehingga
efektifitas
pelaksanakan
kewenangan pengawasan pada APIP di wilayah DIY sangat tergantung pada komitmen pimpinan daerah masing-masing. g.
Terdapat fragmentasi birokrasi pada level pelaksana, dengan adanya dua
fungsi pengawasan daerah yaitu PFA dan
PFP2UPD.
Penugasan
yang
kompetensi yang sama, namun
sama
dengan
kebutuhan
hingga saat ini penerapan
standar mutu dan penilaian kinerja berbeda antara dua jabatan tersebut berpengaruh terhadap etos kerja dan komitmen peningkatan kapabilitas APIP pada level pelaksana. Hal ini sangat
memungkinkan
berpotensi
mempengaruhi
pengembangan kapabilitas APIP secara berkelanjutan
untuk
menuju level 3, 4 dan 5 (higher level).
6.2
Saran Berdasarkan hasil penelitian diatas, guna meningkatkan kapabilitas
APIP secara berkelanjutan di wilayah DIY menuju higher level (level 3integrated dan seterusnya) sehingga mampu mencapai tujuan kebijakan menuju good local governance , maka perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: a.
Pimpinan APIP seharusnya lebih melibatkan pelaksana kebijakan tingkat PFA/PFP2UPD dalam implementasi kebijakan peningkatan kapabilitas APIP agar partisipasi dan kesadaran masing-masing pelaksana lebih merata. Untuk lebih melibatkan PFA/PFP2UPD akan
123
lebih efektif jika dibentuk satgas peningkatan Kapabilitas APIP, dengan memilih personil-personil yang memiliki kompetensi lebih dibanding yang lain serta memiliki komitmen untuk maju. Satgas ini kedepan berfungsi sebagai change agent yang akan membantu manajemen menumbuhkan mind set dan culture set di lingkungan APIP sesuai dengan indikator pencapaian level kapabilitas APIP menuju level yang lebih tinggi. b.
BPKP perlu merumuskan metode pendampingan yang lebih tepat agar dapat mengelola faktor disposisi para pelaksana kebijakan pada APIP di wilayah DIY agar lebih menyadari akan pentingnya kapabilitas APIP. Selanjutnya, BPKP selaku perumus kebijakan, perlu merevisi ulang pedoman peningkatan kapabilitas APIP yang ada saat ini agar lebih mudah dipahami oleh pelaksana kebijakan.
c.
Pemerintah perlu menetapkan reward system dalam pengembangan kapabilitas APIP, sebagai stimulan agar APIP lebih bersemangat dalam meningkatkan kapabilitasnya.
d.
Pemerintah perlu menetapkan kebijakan yang jelas agar pemerintah daerah berkomitmen untuk meningkatkan porsi anggaran pengawasan pada APIP pemerintah daerah, terutama anggaran untuk peningkatan kompetensi dan menjaga independensi pengawasan agar lebih efektif dalam mencegah tindak pidana korupsi di lingkungan pemerintah daerah.
e.
Untuk lebih meningkatkan efektifitas pengawasan, agar mampu memenuhi capaian standar kapabilitas serta independensi dan
124
obyektivitas pada APIP, perlu ditetapkan persyaratan yang lebih tegas dalam menetapkan jabatan pimpinan dan pejabat struktural dalam lembaga APIP. Persyaratan tersebut antara lain meliputi pimpinan dan pejabat struktural tidak memiliki hubungan kekeluargaan dengan pejabat di lingkungan pemda yang bersangkutan.
Hal yang tidak
kalah penting untuk meningkatan efektifitas APIP pada pemerintah daerah adalah perlu dilakukan repositioning lembaga APIP setingkat dengan eselon Sekretaris Daerah. f.
BPKP selaku pembina JFA dan APIP serta Kementrian Dalam Negeri selaku pembina JFP2UPD perlu berkoordinasi terkait dengan sinergi penugasan dan penetapan kompetensi yang spesifik antara JFP2UPD dan JFA. Saat ini telah dibentuk Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI), yang dibentuk berdasarkan amanah PP 60 Tahun 2008. Keterlibatan PFA dan PFP2UPD dalam AAIPI akan membantu meningkatkan sinergitas penyelenggaraan pengawasan di daerah dan peningkatan kapabilitas APIP pada pemerintah daerah.
g.
Perlu
penguatan
peraturan
perundangan
terkait
peningkatan
kapabilitas APIP, misal dengan surat keputusan bersama antara Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Kementrian Dalam Negeri untuk lebih mengintensifkan implementasi peningkatan kapabilitas APIP, baik dari sisi kelembagaan maupun SDM aparatur pengawasan yang ada pada Pemerintah Daerah. Target peningkatan kapabilitas APIP juga perlu ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) maupun dalam
125
perencanaan tahunan masing-masing pemerintah daerah, dengan demikian diharapkan komitmen pimpinan daerah dan DPRD dalam mengefektifkan fungsi APIP akan lebih kuat.