BAB V PEMBAHASAN
A. Karakteristik Subjek Penelitian 1.
Jenis Kelamin Karakteristik responden jenis kelamin yang digunakan sebagai sampel penelitian adalah perempuan, sehingga data karakteristik jenis kelamin telah homogen. Hal ini menunjukan bahwa karakteristik responden tidak memberikan pengaruh terhadap kelelahan.
2.
Umur Pada penelitian responden memiliki rentan umur 18 - 45 tahun dan rata-rata umur responden adalah 30 tahun. Berdasarkan hasil uji statistik hubungan umur dengan kelelahan tidak terdapat hubungan yang signifikan, hal ini karena umur responden termasuk dalam umur produktif. Menurut Depkes RI (2011) menyatakan bahwa usia produktif yaitu antara 15 – 54 tahun. Pada usia meningkat akan diikuti dengan proses degenerasi dari organ, sehingga dalam hal ini kemampuan organ akan
menurun, dengan menurunnya kemampuan kemampuan organ
maka hal ini akan menyebabkan tenaga kerja akan semakin mudah mengalami kelelahan (Suma’mur, 2009). Pada usia sekitar 50 - 60 tahun kekuatan otot mulai menurun 15 - 25% (Setyowati dkk, 2014). Semua
48
49
responden penelitian memiliki umur antara 18- 45 tahun, sehingga faktor umur tidak mempengaruhi terjadinya kelelahan kerja. 3.
Masa Kerja Masa kerja responden antara 3 bulan - 4 tahun dengan rata-rata 2.3 tahun. Berdasarkan hasil uji statistik hubungan masa kerja dengan kelelahan kerja menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan. Masa kerja
erat
kaitannya dengan kemampuan beradaptasi antara
seorang pekerja dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya. Proses adaptasi
dapat memberikan efek positif yaitu dapat menurunkan
ketegangan dan peningkatan aktivitas atau performasi kerja, sedangkan efek negatifnya adalah batas ketahanan tubuh yang berlebihan akibat tekanan yang didapatkan pada proses kerja (Atiqoh dkk, 2014). Tidak adanya hubungan antara masa kerja dengan kelelahan kerja dikarenakan keadaan tersebut diimbangi oleh pengalaman yang ada maupun kematangan mental pekerja tersebut
(Maurits,
2010),
sehingga
disimpulkan masa kerja kerja tidak mempengaruhi terjadinya kelelahan kerja.
B. Tekanan Panas Hasil pengukuran tekanan panas rata-rata yang diterima oleh responden yaitu 31.66 oC dan dalam kategori tekanan panas sedang. Hasil pengukuran menunjukan tekanan panas yang diterima responden melebihi NAB Tekanan Panas menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
50
Transmigrasi
No.
Per.13/MEN/X/2011
tahun
2011.
Menurut
Sulistioningsih (2013), suhu lingkungan tempat kerja dapat mempunyai suhu tinggi dan suhu rendah. Suhu di tempat kerja dapat dipengaruhi dari mesin dan faktor lingkungan di tempat kerja. Sebagian besar responden menerima tekanan panas dipengaruhi beberapa faktor yaitu suhu panas yang bersumber dari mesin-mesin produksi seperti mesin dari proses mixing (pencampuran bahan), proses pemotongan lembaran plastik, proses pencetakan dan proses pengepakan. Faktor lingkungan kerja seperti ruangan kerja yang beratabkan asbes, minimnya ventilasi udara, serta ruangan yang sempit menyebabkan minimnya aliran udara dalam ruangan tersebut. Dapat disimpulkan bahwa responden bekerja pada lingkungan yang panas atau telah melebihi Nilai Ambang Batas dapat mengalami kelelahan.
C. Kelelahan Kerja Hasil pengukuran rata-rata kelelahan kerja responden yaitu 404.6 ml/det dan termasuk dalam kategori kelelahan ringan. Menurut Setyowati dkk
(2014) kelelahan kerja disebabkan oleh keadaan fisik lingkungan kerja jika tekanan panas melebihi 26,7 oC. Bekerja pada temperatur tinggi dan tingkat kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan gangguan pada tenaga kerja. Dapat menyebabkan kejang/kram pada tenaga kerja. Tenaga kerja dengan terpapar suhu tinggi dapat mengalami kelelahan (Simarmata, 2006).
51
D. Hubungan Tekanan Panas dengan Kelelahan Kerja Hasil pengukuran rata-rata tekanan panas yang ada yaitu 31,66 oC dan rata-rata kelelahan kerja yang dialami oleh responden adalah 404.6 ml/det yang berarti responden mengalami kelelahan kerja ringan. Suhu panas yang ada bersumber dari atab yang terbuat dari asbes, kurangnya ventilasi yang cukup, luas ruangan kerja yang sempit dan mesin-mesin yang dioperasikan, sehingga tenaga kerja mengeluhkan mudah merasa haus dan mudah mengantuk, dan mudah merasa lelah. Hasil uji statistik dengan uji Korelasi Pearson untuk hubungan tekanan panas dengan kelelahan pada responden diperoleh p value = 0,001. Karena nilai p < 0,005 maka hal ini menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara kedua variabel diatas. Diketahui nilai koefisien korelasi (r) = 0,929 menunjukkan nilai kekuatan korelasi berada diantara 0,8 s/d 1 yang berarti korelasi antara tekanan panas dengan kelelahan kerja adalah sangat kuat dengan arah korelasi + (positif) yang berarti bahwa apabila tekanan panas meningkat maka kelelahan kerja akan meningkat pula. Hal ini menunjukan bahwa tingkat kelelahan kerja responden sebesar 90% dipengaruhi oleh tekanan panas dan sisanya dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: umur dan masa kerja. Hasil ini sesuai dengan teori Maurits, (2010) yang menyatakan bahwa penyebab kelelahan kerja salah satunya yaitu lingkungan kerja yang tidak memadai dan tekanan panas dengan suhu > 26,70C dapat mempengaruhi kelelahan seseorang (Setyowati dkk, 2014) . Menurut Depkes RI (2009),
52
semakin tinggi panas pada lingkungan maka akan semakin besar pula pengaruhnya terhadap suhu tubuh dan sebaliknya semakin rendah suhu lingkungan akan berpengaruh pula pada suhu tubuh. Suhu lingkungan yang tinggi menyebabkan tubuh manusia mempunyai pengaturan suhu yang disentralisir pada dasar otak yang disebut hyphotalamus dengan bagian utama anterior yang mengatur pengeluaran suhu panas dari dalam tubuh (Mukono, 2008). Tekanan panas yang berlebihan merupakan beban tambahan yang harus diperhatikan. Beban tambahan berupa panas lingkungan dapat menyebabkan beban fisiologis pada manusia, misalnya kelelahan menjadi bertambah. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Sulistyorini (2014) yang menyatakan terdapat hubungan yang signifikan antara tekanan panas dengan kelelahan. Penelitian lain yang dilakukan Indrawati (2012) juga menunjukan hasil yang sangat signifikan antara tekanan panas dengan kelelahan dengan nilai p value yaitu 0,001.
E. Keterbatasan Penelitian Dalam penelitian ini ada beberapa keterbatasan dalam melaksanakan penelitian antara lain : 1.
Saat dilakukan pengukuran kelelahan kerja pada waktu penelitian, alat ukur reaction timer beberapa kali harus melakukan kalibrasi .
2.
Latar belakang responden yang berbeda-beda sehingga komunikasi yang dihasilkan kurang maksimal.