BAB V PEMBAHASAN
Pembahasan penelitian ini meliputi hasil analisis univariat yaitu pengetahuan ibu nifas terhadap senam nifas dengan praktik senam nifas. Analisis bivariat yaitu hubungan antara pengetahuan dengan praktik senam nifas di Puskesmas Gajahan. A. Analisis Univariat 1. Karakteristik Responden Berdasarkan tabel 4.1 tentang usia responden diketahui bahwa sebagian besar responden berusia 20-35 tahun sebanyak 29 responden (96,7%). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian ibu nifas masuk dalam usia reproduksi sehat, yang sesuai dengan teori dari (Depkes RI, 2011) yang mengatakan usia reproduksi sehat adalah yang berusia 20–35 tahun. Menurut Mubarak (2011) umur responden dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang karena semakin cukup umur seseorang maka pola pikir akan semakin matang dan tingkat pengetahuan semakin baik. Dengan demikian responden juga akan semakin mudah memahami pengetahuan tentang senam nifas. Umur yang reproduktif tidak bisa menjamin akan pola pikir yang semakin matang dan tingkat pengetahuan yang tinggi. Tingkat pengetahuan seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh umur saja, namun masih banyak faktor yang mempengaruhi seperti pendidikan, pekerjaan, ekonomi, dan sosial budaya (Notoadmojo, 2010).
40
41
Berdasarkan tabel 4.2 tentang pendidikan diketahui bahwa sebagian besar responden berpendidikan
menengah (SMP-SMA)
sebanyak 23 responden (76,7%). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin mudah dalam menerima informasi dan pada akhirnya semakin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Hasil ini sesuai dengan teori Hurlock (2006) dan Santrock (2011) yang menyatakan bahwa pendidikan dan pengalaman orang tua akan menunjang sikap dalam berperilaku pada kehidupan sehari-hari. Hal ini sesuai dengan penelitian yan dilakukan oleh Nur (2011) dengan judul “Hubungan Pengetahuan Ibu tentang Senam Hamil dengan Minat Ibu Mengikuti Senam Hamil di Desa Keplak Sari Peterongan Jombang” dengan hasil menyatakan bahwa Pendidikan salah satu aspek yang berperan dalam meningkatkan kecerdasan dan pola berpikir. Pendidikan menengah merupakan pendidikan yang diberikan dengan kemampuan pola berpikir lebih baik dan lebih mudah menangkap atau menerima informasi bila dibandingkan dengan pendidikan dasar, selain itu pendidikan seseorang juga berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam memahami dan menelaah suatu informasi. Oleh karena itu, pendidikan sangat mempengaruhi pengetahuan seseorang dimana semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi pula pengetahuan dan pola pikirnya. Pendidikan seseorang juga berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam memahami dan menelaah suatu informasi.
42
Berdasarkan tabel 4.3 tentang pekerjaan menunjukkan bahwa sebagian responden bekerja sebanyak 19 responden (63,3%). Sebagian besar responden bekerja sebagai karyawan swasta. Menurut Irmayanti (2007) pekerjaan dan jenis pekerjaan seseorang sangat berhubungan dengan pergaulan sosial sehingga sangat memungkinkan bagi individu untuk berinteraksi dan memperoleh informasi yang luas. Lingkungan
pekerjaan berpengaruh
terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut (Budiman dan Riyanto, 2013). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nara (2013) yang berjudul “ Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu Nifas di BPM Ruji Aminah Pojoksari Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang” yang menyatakan Pekerjaan merupakan kegiatan utama yang dilakukan untuk mencari nafkah Lingkungan pekerjaan dapat digunakan sebagai sarana dalam mendapatkan informasi yaitu dengan bertukar pikir dengan tetangganya. Oleh karena itu status pekerjaan mempengaruhi pengetahuan seseorang tentang senam nifas. 2. Pengetahuan Ibu Nifas tentang Senam Nifas Berdasarkan
tabel
4.4
didapatkan
hasil
penelitian
yang
menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan baik tentang senam nifas sebanyak 8 responden (26,7%), yang mempunyai pengetahuan cukup sebanyak 18 responden (60,0%) sedangkan yang mempunyai pengetahuan cukup 4 responden (13,3%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian responden mempunyai pengetahuan yang cukup tentang senam nifas.
43
Berdasarkan tabel 4.5 hasil penelitian dapat diketahui bahwa pengetahuan ibu nifas tentang senam nifas di wilayah kerja puskesmas gajahan dalam kategori cukup. Ibu nifas yang berpengetahuan baik karena ibu sudah mengerti tentang pengertian senam nifas, tujuan, manfaat dan beberapa senam nifas. Ibu nifas yang berpengetahuan cukup karena ibu telah mengerti tentang pengertian serta tujuan serta mengerti tentang manfaat serta macam-macam tentang senam nifas. Ibu nifas yang memiliki pengetahuan kurang tentang senam nifas bisa dipengaruhi oleh beberapa hal, kurangnya minat dan rasa ingin tahu ibu nifas terhadap senam nifas. Apabila semakin besar rasa ingin tahu seseorang, maka makin cepat seseorang mencari tahu hal yang ingin diketahuinya tersebut dan sebaliknya semakin sedikit rasa ingin tahu seseorang, maka tidak ada keinginan untuk mencaritahu hal yang baru Ratna (2015). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Astri (2014) dengan judul “Gambaran Pengetahuan Ibu Nifas tentang Senam Nifas di RSUD Karanganyar” yang telah dilakukan pada 32 responden menunjukkan hasil tingkat pengetahuan ibu nifas tentang senam nifas di RSUD Karanganyar tahun 2014 terdapat 3 responden (9,4%) dengan pengetahuan baik, 24 responden (75%) berpengetahuan cukup, dan 5 responden (15,6%) berpengetahuan kurang. Dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan ibu nifas tentang senam nifas di RSUD Karanganyar mayoritas berpengetahuan cukup, karena kemungkinan dipemgaruhi oleh faktor pengalaman, disini masih banyak ibu yang baru melahirkan
44
pertama kali, sehingga pengalaman setelah melakukan senam nifas serta belum mendapatkan penyuluhan tentang senam nifas. Ibu nifas yang telah mendapatkan informasi dari tenaga kesehatan maupun dari media massa cetak atau elektronik, tetapi tidak pernah melakukan senam nifas akan menjadi informasi yang sekilas saja. Kurang aktifnya peran serta ibu nifas di masyarakat juga dapat mempengaruhi wawasan mengenai senam nifas, dengan kurangnya bertukar pengalaman dan pikiran kapada masyarakat atau ibu nifas yang lain. Bertukar pengalaman akan menambah wawasan seseorang (Notoadmojo, 2012). 3. Praktik Senam Nifas Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan bahwa responden yang melakukan senam nifas dengan baik sejumlah 24 responden (80%), sedangkan cukup 3 responden (10%) dan kurang 3 responden (10%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden melakukan senam nifas dengan baik. Praktik merupakan tindakan nyata dari adanya suatu respon (Notoatmodjo, 2012). Sikap dapat terwujud dalam tindakan nyata apabila tersedia fasilitas atau sarana dan prasarana. Tanpa adanya fasilitas, suatu sikap tidak dapat terwujud dalam tindakan nyata (Notoatmodjo, 2005). Faktor-Faktor yang mempengaruhi praktik menurut Notoatmodjo (2010) yaitu faktor prediposisi meliputi tingkat pendidikan, status ekonomi, pendidikan kesehatan, dan hubungan sosial, faktor pendukung
45
meliputi fasilitas kesehatan masyarakat dan fasilitas kesehatan kesehatan, faktor penguat meliputi petugas kesehatan dan tokoh masyarakat. Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan (Wawan dan dewi, 2011). Berdasarkan penelitian diketahui bahwa dari 30 responden sebagian berpendidikan menengah yaitu sejumlah 23 responden (76,7%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ratna (2015) dengan judul “Hubungan Postpartum Blues dan Efikasi Diri dengan Pelaksanaan Senam Nifas di Polindes Tunas Bunda Desa Menddelen Kecamatan Lenteng” mengatakan bahwa tingkat pendidikan responden menimbulkan dorongan untuk memperoleh informasi dan berbuat sesuatu yang dapat mempertahankan status sehat dengan mempercepat pemulihan selama nifas melalui senam nifas. Sebaliknya responden yang berpendidikan rendah kemungkinan akan enggan untuk mencari, mendapatkan maupun melakukan sesuatu yang baru sehingga akan beranggapan bahwa senam nifas tidak bermanfaat untuk kesehatan masa nifas. Berdasarkan tabel 4.5 hasil penelitian dapat diketahui bahwa praktik senam nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Gajahan dalam kategori baik. Ibu nifas yang melakukan praktik senam nifas dengan baik karena sudah mendapatkan penyuluhan tentang senam nifas dan pernah diajarkan
46
senam nifas oleh tenaga kesehatan. Sedangkan ibu nifas yang mempunyai praktik senam nifas kurang dikarenakan responden kurang informasi, dan belum pernah mendapatakan penyuluhan tentang senam nifas sebelumnya (Nor, 2012). B. Analisis Bivariat Berdasarkan tabel 4.6 hasil uji statistik dengan menggunakan uji somers’d menunjukkan nilai p = 0,022 (p<0,05) membuktikan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan praktik senam nifas. Nilai korelasi r = 0,444 menunjukkan korelasi positif dengan kekuatan korelasi yang sedang. Hasil dari penelitian pengetahuan dan praktik senam nifas responden menunjukkan variabilitas yang cukup. Hal ini dipengaruhi oleh faktor usia,tingkat pendidikan dan pekerjaan responden yang berbeda-beda. Sebagian besar responden berumur 20-35 hal ini menunjukkan bahwa sebagian ibu nifas masuk dalam usia reproduksi sehat, yang sesuai dengan teori dari (Depkes RI, 2011) yang mengatakan usia reproduksi sehat adalah yang berusia 20 – 35 tahun. Umur mempunyai peran penting dalam memperoleh pengetahuan karena
daya ingat seseorang dipengaruhi oleh umur. Menurut pendapat
Mubarak (2011) dan Notoatmodjo (2012) Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperoleh akan semakin membaik. . Pendidikan responden sebagian besar menengah (SMP-SMA) dimana lulusan ini dinilai mudah menerima informasi. Pekerjaan responden merupakan
47
karkateristik ekonomi yang didasarkan pada kajian sosiodemografi. responden dengan status pekerjaan sektor non formal lebih sulit mempertahankan dan mengembangkan perilaku sehat akibat kondisi penuh tekanan. Pengabaian kesehatan membentuk rutinitas ketidakmampuan responden menyelesaikan masalah
kesehatan
selama
nifas
dengan
ketidakmampuan
responden
melakukan senam nifas (Widyastuti, 2005). Sebagian besar pekerjaan responden adalah karyawan swasta yang dapat bertukar informasi dengan rekan kerjanya mengenai senam nifas, sedangkan ibu yang tidak bekerja menyebabkan ibu nifas tidak dapat bertukar informasi tentang senam nifas dengan rekan kerja atau atasan yang mempunyai pengetahuan berbeda tentang senam nifas. Ibu nifas yang bekerja akan mempunyai banyak kesempatan untuk mengembangkan pemahamannya tentang senam nifas. Orang akan berperilaku dan cara menimbang pengalaman sebelumnya (Notoatmodjo, 2003). Hal ini sejalan dengan teori yang di sebutkan oleh Notoadmojo (2010) Pengetahuan adalah kebiasaan, keahlian, ketrampilan pemahaman atau pengertian yang diperoleh dari pengalaman,latihan atau melalui proses belajar, dari pengalaman penelitian telah terbukti bahwa perilaku seseorang yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Senam nifas merupakan aktualisasi dari konsep menjadi perilaku sehat yang dilakukan oleh responden selama nifas. Sebagai bentuk perilaku, senam nifas harus dapat menjadi kebiasaan yang merepresentasikan aktifitas harian
48
responden selama nifas. Senam nifas tidak hanya berfungsi untuk kesehatan reproduksi responden tetapi juga untuk estetika atau keindahan bentuk tubuh ideal responden. Fungsi kesehatan senam nifas untuk mengembalikan kondisi kesehatan, mempercepat penyembuhan, mencegah timbulnya komplikasi pada responden. Sedangkan fungsi estetika untuk memulihkan dan memperbaiki regangan pada otot-otot setelah kehamilan, terutama pada otot-otot bagian punggung dan dasar panggul responden (Widiantati dan Proverawati, 2010). Senam nifas dapat dipengaruhi oleh pengetahuan dan perilaku, menurut Green (2000), dalam notoadmodjo (2003) perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu faktor pendukung, faktor penguat, faktor prediposisi terwujud dalam pengetahuan dana perilaku. Kesimpulannya bahwa untuk membentuk perilaku baru diperlukan pengetahuan terlebih dahulu. Pada penelitian ini di dapatkan hasil bahwa 18% responden mempunyai pengetahuan yang cukup dan 24% responden mempunyai praktik yang baik. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yuliasari (2010) dengan judul “Hubungan Pengetauan dan Sikap dengan Pelaksanaan Senam Hamil” penelitian ini menyebutkan bahwa terdapat hubungan anatara pengetahuan dengan pelaksanaan senam hamil, ibu yang mempunyai pengetahuan tinggi cenderung melakukan senam hamil dengan nilai significancy p=0,037. C. Keterbatasan Penelitian Adapun keterbatasan dalam penelitian ini adalah penggunaan desain penelitian cross sectional yang tidak dapat memantau apakah ibu nifas melakukan senam nifas setiap harinya karena pengamatan hanya dilakukan
49
satu kali saja. Selain itu peneliti tidak dapat mengendalikan faktor luar yang mempengaruhi pengetahuan dan praktik seperti sosial budaya dan status ekonomi.