BAB IV SKENARIO OPTIMALISASI POTENSI PENDAPATAN ASLI DAERAH
4.1. Dinas Kelautan dan Perikanan 4.1.1. Potensi Penerimaan PAD Sektor Kelautan dan Perikanan A.
Unit Pelaksana Teknis Daerah Balai Pengembangan Teknologi Kelautan dan Perikanan (UPTD BPTKP) Perhitungan potensi penerimaan PAD yang berasal dari UPTD BPTKP didasarkan pada
beberapa asumsi menurut unit kerja. Untuk perhitungan penerimaan PAD di BAT Cangkringan, BAT Wonocatur, BAT Bejiharjo, BAT Sendangsari, BAP Samas, dan BAL Sundak digunakan dasar perhitungan potensi reproduksi per induk untuk masing-masing komoditas yang dikelola oleh masing-masing unit kerja. Jumlah potensi produksi benih didasarkan pada beberapa Standar Nasional Indonesi (SNI) terkait produksi benih seperti: (1) SNI No. 01- 6485.3 - 2000 terkait Produksi benih ikan gurame (Osphronemus goramy) kelas benih, (2) SNI : 01- 6484.2 - 2000 terkait Benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus), dan (3) Keputusan Dirjen Perikanan Budidaya KKP No. 1106/DPB.0/HK.150/XII/2006 tentang Standar Sarana, Fasilitas Fisik dan Operasional Balai Benih Ikan (BBI) dan Balai Benih Ikan Sentral (BBIS) Direktorat Jenderal Perikaan Budidaya KKP. Jumlah stok induk betina yang dimiliki oleh masing-masing unit kerja adalah sebagai berikut: UK BAT Cangkringan Jumlah induk betina yang dimiliki UK BAT Cangkringan pada tahun 2013 adalah sebanyak 1.959 ekor terdiri atas induk lele sebanyak 315 ekor, gurami sebanyak 32 ekor, tawes (70 ekor), nila merah (1.218 ekor), nila hitam (272 ekor), mas (52 ekor), patin (10 ekor), grass carp (22 ekor). UK BAT Wonocatur
173
Jumlah induk betina yang dimiliki UK BAT Wonocatur pada tahun 2013 adalah sebanyak 932 ekor yang terdiri atas induk lele (220 ekor), tawes (7 ekor), nila merah (380 ekor), nila hitam (283 ekor), dan ikan mas (42 ekor) UK BAT Bejiharjo Jumlah induk betina yang dimiliki UK BAT Bejiharjo pada tahun 2013 adalah sebanyak 676 ekor yang terdiri atas induk lele (114 ekor), tawes (7o ekor), nila merah (333 ekor), nila hitam (87 ekor), dan ikan mas (72 ekor) UK BAT Sendangsari Jumlah induk betina yang dimiliki UK BAT Sendangsari pada tahun 2013 adalah sebanyak 852 ekor yang terdiri atas induk lele (114 ekor), gurami (200 ekor), tawes (19 ekor), nila merah (275 ekor), nila hitam (215 ekor), dan ikan mas (28 ekor) UK BAP Samas Jumlah induk udang galah betina yang dimiliki UK BAP Samas pada tahun 2013 adalah sebanyak 3.417ekor UK BAL Sundak Jumlah induk bandeng betina yang dimiliki UK BAL Sundak pada tahun 2013 adalah sebanyak 42 ekor Untuk BAP Congot, estimasi potensi didasarkan pada analisis usaha pembesaran udang vanamei di lokasi BAP. Perhitungan secara detail usaha budidaya udang dilakukan terhadap satu unit tambak, dari dikonversi untuk 5 tambak yang dikelola. Estimasi potensi penerimaan sewa pasar ikan dan jasa laboratorium di BAT Cangkringan diasumsikan sama dengan realisasi pada tahun 2013, sedangkan hasil samping uji coba didasarkan pada penerimaan rata-rata selama periode 2008-2013. Potensi penerimaan total PAD dari pengelolaan optimal pada kondisi saat ini untuk UPTD BPTKP adalah sebesar Rp2.050.655.819 (Tabel 4.1). Berdasarkan nilai potensi tersebut, tingkat realisasi dari potensi baru sebesar 34,6% dari potensi PAD dari bidang usaha budidaya perikanan. Jika diasumsikan UPTD mampu mengelola 60% dari potensi yang ada, maka total nilai yang dapat diterima diperkirakan sebesar Rp1.230.573.491. Nilai 60% potensi penerimaan tersebut jika dibandingkan dengan realisasi penerimaan PAD pada tahun 2013 yang berjumlah Rp697.778.300, maka terdapat selisih sebesar Rp520.677.191 antara nilai potensi dengan realisasi penerimaan atau
174
dengan tingkat pemanfaatan (realisasi) sebesar 57,7% dari potensi yang ada. Potensi penerimaan terbesar berasal dari UK BAP Congot yaitu sebesar Rp720.000.000, diikuti UK BAT Cangkringan sebesar Rp513.209.086, UK BAT Sendangsari sebesar Rp295.951.181, dan UK BAT Wonocatur sebesar Rp139.860.104. Diantara unit penghasil tersebut, UK BAP Samas telah dikelola secara optimal dengan tingkat realisasi yang hampir sama dengan potensinya, yaitu dengan realisasi sebesar Rp136.806.667 (90,8% potensi PAD). Untuk hasil produksi berupa benih, potensi penerimaan dalam estmasi hanya memperhitungkan nilai produksi dengan tarif sesuai PERDA yang belaku saat ini. Nilai potensi akan berubah dan lebih tinggi jika harga per satuan produksi meningkat (perubahan Perda terkait retribusi mengalami revisi/perubahan). Bahasan berikut akan secara detail membahas masing-masing unit penghasil (UPTD dan Dinas). Contoh terhitungan terlampir pada laporan ini.
Tabel 4.1. Potensi Penerimaan PAD UPTD BPTKP No.
UPT / Satker
PAD (Rp)
(a)
(b)
A.
Perikanan Budidaya
709.896.300
1.
UK BAT 261.074.000 Cangkringan UK BAT 31.485.500 Wonocatur UK BAT Bejiharjo 41.609.500
Sumbangan (%) (c)
Potensi/tahun (Rp) (d)
Persen dari Potensi (%) (e = %d)
2.050.955.819
98,3
513.509.086
24,6
139.860.104
6,7
96,8
2. 3.
34,6
35,6
50,8
4,3
22,5 120.908.377
5,8
5,7 4. 5.
UK BAT Sendangsari UK BAP Samas
44.084.000
34,4 295.951.181
6,0 124.210.000
14,2 136.806.667
14,9 6,6
16,9 6.
UK BAP Congot
111.080.300
90,8 720.000.000
34,5
56.904.604
2,7
67.015.800
3,2
15,1 7.
UK BAL Sundak
30.075.000
15,4
4,1 8.
Hasil Samping Uji 66.278.000 Coba Sumber: Analisis Data, 2014
Realisasi Potensi (%) (f=b/d)%)
9,0
52,9 98,9
175
1.
Unit Kerja Budidaya Air Tawar (UK BAT) Cangkringan Potensi penerimaan PAD yang berasal dari UK BAT Cangkringan diperkirakan sebesar
Rp513.509.086. Jika dalam beberapa tahun ke depan, UK BAT Cangkringan mampu mengelola 60% dari potensi tersebut, diperkirakan potensi penerimaan sebesar Rp308.105.452. Jika nilai potensi penerimaan tersebut dibandingkan dengan realisasi penerimaan PAD pada tahun 2013 yang berjumlah Rp250.774.000, maka terdapat selisih sebesar Rp47.031.452 antara nilai potensi dengan realisasi penerimaan (pemanfaatan sebesar 84.7 dari potensi). Potensi penerimaan di UK BAT Cangkringan berasal dari komoditas lele dengan nilai sebesar Rp216.417.953 dimana nilai tersebut berasal dari potensi produksi benih sebanyak 15.120.000 ekor dan calon induk sebanyak 196 kg. Potensi penerimaan untuk komoditas nila merah adalah sebesar Rp87.596.806 (produksi benih: 2.932.200 ekor dan produksi calon induk: 244 kg), sedangkan potensi untuk komoditas gurami adalah sebesar Rp72.261.218 (produksi benih: 307.200 ekor dan produksi calon induk: 50 kg). Selain itu, penerimaan UK BAT Cangkringan termasuk biaya sewa pasar ikan sebesar Rp2.500.000 dan biaya pengujian di laboratorium BPTKP sebesar Rp7.800.000. Rincian mengenai potensi penerimaan PAD yang berasal dari UK BAT Cangkringan ditampilkan pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Potensi Penerimaan PAD UK BAT Cangkringan Jenis Ikan Lele Gurami Tawes Nila Merah Nila Hitam Mas Patin Grasscarp Jumlah*
Induk Betina (ekor) 315 32 70 1.218 272 52 10 22 1.959
Telur (butir)
Benih (ekor)
-
15.120.000 307.200 419.000 2.923.200 652.400 2.512.000 496.000 211.200 21.933.800
Calon induk (Kg)
Konsumsi (kg)
196 50 40 32 244 739 534 663 253 32 18 18 1.316 1.466 60% Potensi
Nilai (Rp) 216.417.953 63.817.915 72.261.218 87.596.806 28.790.515 34.324.678 503.209.086 301.925.451
Sumber: Analisis Data, 2014 Keterangan: * Jumlah belum termasuk potensi penerimaan biaya sewa pasar ikan sebesar Rp2.500.000 dan biaya pengujian di laboratorium BPTKP yang berada di UK BAT Cangkringan sebesar Rp7.800.000. 176
2.
Unit Kerja Budidaya Air Tawar (UK BAT) Wonocatur Potensi penerimaan PAD yang berasal dari UK BAT Wonocatur adalah sebesar
Rp83.916.062. Nilai tersebut berasal dari 60% potensi penerimaan secara keseluruhan yang berasal dari UK BAT Wonocatur yang berjumlah sebesar Rp139.860.104. Jika nilai 60% potensi penerimaan tersebut dibandingkan dengan realisasi penerimaan PAD pada tahun 2013 yang berjumlah Rp31.485.500, maka terdapat selisih sebesar Rp52.430.562 antara nilai potensi dengan realisasi penerimaan. Potensi penerimaan terbesar di UK BAT Wonocatur berasal dari komoditas lele dengan nilai sebesar Rp75.032.800 dimana nilai tersebut berasal dari potensi produksi benih sebanyak 10.568.000 ekor. Potensi penerimaan terbesar kedua berasal dari komoditas ikan mas yaitu sebesar Rp26.030.108 (produksi benih: 2.000.000 ekor dan produksi calon induk: 100 kg), diikuti potensi untuk komoditas nila hitam sebesar Rp22.993.211 (produksi benih: 680.000 ekor dan produksi calon induk: 595 kg). Rincian mengenai potensi penerimaan PAD yang berasal dari UK BAT Wonocatur ditampilkan pada Tabel 4.3. Tabel 4.3. Potensi Penerimaan PAD UK BAT Wonocatur Jenis Ikan
Induk Betina (ekor)
Telur (butir)
Benih (ekor)
Calon induk (Kg)
Konsumsi (kg)
Nilai (Rp)
Lele Tawes
220 7
-
10.568.000 344.000
33
-
75.032.800 3.951.747
Nila Merah
380
-
912.000
39
-
11.852.239
Nila Hitam Mas Jumlah
283 42 932
-
680.000 2.000.000 14.504.000
595 10 676 60% Potensi
22.993.211 26.030.108 139.860.104 83.916.062
Sumber: Analisis Data, 2014 3.
Unit Kerja Budidaya Air Tawar (UK BAT) Bejiharjo Potensi penerimaan PAD yang berasal dari UK BAT Bejiharjo secara keseluruhan
diperkirakan berjumlah sebesar Rp120.908.377. Jika UK BAT Bejiharjo mampu mengelola 60% potensi penerimaan tersebut diperkiran akan diperoleh potensi penerimaan sebesar Rp72.545.026. Jika nilai 60% potensi penerimaan tersebut dibandingkan dengan realisasi penerimaan PAD pada tahun 2013 yang berjumlah Rp41.609.500, maka terdapat selisih sebesar Rp30.935.526 antara nilai
177
potensi dengan realisasi penerimaan. Sehingga, terdapat peluang peningkatan target penerimaan di tahun-tahun mendatang di UK BAT Bejiharjo. Potensi penerimaan terbesar di UK BAT Bejiharjo berasal dari komoditas lele dengan nilai sebesar Rp50.700.477 dimana nilai tersebut berasal dari potensi produksi benih sebanyak 5.480.000 ekor, calon induk sebanyak 49 kg, dan ikan konsumsi sebanyak 1 kg. Potensi penerimaan terbesar kedua berasal dari komoditas ikan mas yaitu sebesar Rp30.240.805 (produksi benih: 3.440.000 ekor, produksi calon induk: 28 kg, dan ikan konsumsi: 1 kg), diikuti potensi untuk komoditas tawes sebesar Rp20.810.801 (produksi benih: 3.360.000 ekor, produksi calon induk: 8 kg, dan ikan konsumsi: 2 kg). Rincian mengenai potensi penerimaan PAD yang berasal dari UK BAT Bejiharjo ditampilkan pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4. Potensi Penerimaan PAD UK BAT Bejiharjo
Jenis Ikan Lele Tawes Nila Merah Nila Hitam Mas Jumlah
Induk Betina (ekor) 114 70 333 87 72 676
Telur (butir)
Benih (ekor)
-
5.480.000 3.360.000 800.000 208.000 3,.440.000 13.288.000
Calon induk (Kg)
Konsumsi (kg)
49 8 29 40 28 153
1 2 11 1 15 60% Potensi
Nilai (Rp) 50.700.477 20.810.801 14.586.179 4.570.116 30.240.805 120.908.377 72.545.026
Sumber: Analisis Data, 2014 4.
Unit Kerja Budidaya Air Tawar (UK BAT) Sendangsari Potensi penerimaan PAD yang berasal dari UK BAT Sendangsari adalah sebesar
Rp177.570.708, jika BAT mampu mengelola 60% dari potensi penerimaan yang berjumlah sebesar Rp295.570.708. Jika nilai 60% potensi penerimaan tersebut dibandingkan dengan realisasi penerimaan PAD pada tahun 2013 yang berjumlah Rp44.084.000, maka terdapat selisih sebesar Rp133.486.708 antara nilai potensi dengan realisasi penerimaan. Potensi penerimaan terbesar di UK BAT Sendangsari berasal dari komoditas lele dengan nilai sebesar Rp151.241.605 dimana nilai tersebut berasal dari potensi produksi benih sebanyak 5.480.000 ekor, calon induk sebanyak 100kg, dan ikan konsumsi sebanyak 27 kg. Potensi 178
penerimaan terbesar kedua berasal dari komoditas gurami yaitu sebesar Rp105.536.026 (produksi benih: 708.932 ekor, produksi calon induk: 180 kg, dan ikan konsumsi: 25 kg), diikuti potensi untuk komoditas ikan mas sebesar Rp15.637.632 (produksi benih: 1.352.000 ekor, produksi calon induk: 139 kg, dan ikan konsumsi: 25 kg). Rincian mengenai potensi penerimaan PAD yang berasal dari UK BAT Sendangsari ditampilkan pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5. Potensi Penerimaan PAD UK BAT Sendangsari Induk Betina (ekor) 114 200 19
1.211.068 -
Nila Merah
275
-
660.000
200
-
12.379.700
Nila Hitam Mas
215 28
-
516.000 1.352.000
25 139
11 25
5.951.864 15.637.632
Jumlah
852
1.211.068
9.644.932
645 88 60% Potensi
295.951.181 177.570.708
Jenis Ikan Lele Gurami Tawes
Telur (butir)
Benih Calon Konsumsi (ekor) induk (Kg) (kg) 5.480.000 100 27 708.932 180 25 928.000 1 -
Nilai (Rp) 151.241.605 105.536.026 5.204.354
Sumber: Analisis Data, 2014 5.
Unit Kerja Budidaya Air Payau (UK BAP) Samas Total potensi penerimaan PAD yang berasal dari UK BAP Samas diperikrakan sebesar
adalah sebesar Rp136.806.667. Jika nilai potensi penerimaan tersebut dibandingkan dengan realisasi penerimaan PAD pada tahun 2013 yang berjumlah Rp124.210.000, maka hanya terdapat selisih sebesar Rp12.596.667 antara nilai potensi dengan realisasi penerimaan. Komoditas yang dihasilkan dari UK BAP Samas adalah komoditas udang galah. Potensi penerimaan PAD sebesar Rp136.806.667 berasal dari produksi benih sebanyak 4.100.000 ekor, penjualan induk afkir sebanyak 68 kg, penjualan induk glondongan sebanyak 303 kg, dan udang galah konsumsi sebanyak 28 kg. Data potensi tersebut sesungguhnya telah mengambil hampir 90% potensi penerimaan, sehingga target penerimaan tahunan PAD dari UK BAP Samas hanya berkisar pada angka estimasi tersebut. Rincian mengenai potensi penerimaan PAD yang berasal dari UK BAP Samas ditampilkan pada Tabel 4.6.
179
Tabel 4.6. Potensi Penerimaan PAD UK BAP Samas Udang Galah Benih (ekor) Induk afkir (kg) Induk Glondongan (kg) Glondongan Konsumsi (kg) Jumlah Sumber: Analisis Data, 2014 6.
Jumlah 4.100.000 68 303 28
Nilai (Rp) 114.800.000 2.733.333 18.160.000 1.113.333 136.806.667
Unit Kerja Budidaya Air Payau (UK BAP) Congot Potensi penerimaan PAD yang berasal dari UK BAP Congot adalah sebesar
Rp720.000.ooo. Jika nilai potensi penerimaan tersebut dibandingkan dengan realisasi penerimaan PAD pada tahun 2013 yang berjumlah Rp111.080.300, maka terdapat selisih sebesar Rp 608.919.700 antara nilai potensi dengan realisasi penerimaan. Komoditas yang dihasilkan dari UK BAP Congot dalam perhitungan ini hanya komoditas udang vanamei. Potensi penerimaan PAD tersebut diperoleh dari total nilai penjualan per siklus per petak sebesar Rp48.000.000. Dengan asumsi jumlah petak tambak yang operasional untuk udang sebanyak 5 unit, maka jumlah penerimaan per siklus sebanyak Rp240.000.000. Dalam satu tahun secara rata-rata tambak berproduksi 3 siklus produksi, dengan demikian jumlah penerimaan per tahun dipekirakan sebesar Rp720.000.ooo. Hasil perhitungan ini dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan perhitungan jika menggunakan harga yang ditentukan oleh PERDA terkait retribusi jasa usaha. Sehingga dengan basis tarif PERDA, pada tahun ini sekurang-kurangnya tambak udang congot mampu memberikan kontribusi sebesar Rp360.000.000. Selain udang, tambak congot juga menghasilkan produksi bandeng. Berdasarkan pengalaman BAP Congot, 1 petak tambak (sekitar 2000 m2/petak) aktif untuk produksi bandeng dengan jumlah tebaran nener 40.000 ekor. Hasil produksi dari 3 siklus panen petak tersebut diperoleh sebesar 1.712 kg per tahun. Dengan harga sesuai ketentuan PERDA senilai Rp15.000 per kg, maka diperoleh penerimaan sebesar Rp25.755.000 per petak per tahun.
180
Tabel 4.7. Potensi Penerimaan PAD UK BAP Congot Berdasarkan kondisi Existing No Rincian 1. Luas tambak per petak 2. Rata-rata padat Tebar 3. Jumlah Tebar 4. Panen 5. Harga jual PERDA (Rp/kg) 6. Harga jual pasar (Rp/kg) 7. Total nilai penjualan a. Sesuai harga jual PERDA (5) b. Sesuai harga pasar (6) 8. Jumlah siklus produksi per tahun 9. Potensi penerimaan per siklus per petak per tahun a. Sesuai harga jual PERDA (a = 4*5*8) b. Sesuai harga pasar (b=4*6*8) 10. Jumlah petak tambak yang dikelola 9. Potensi penerimaan per tahun a. Sesuai harga jual PERDA (a = 4*5*10) b. Sesuai harga pasar (b=4*6*10) Sumber: Analisis Data, 2014 7.
Satuan m2/petak ekor/m2 ekor Kg Rp Rp Rp/siklus Rp/siklus Rp/siklus Siklus/tahun
Nilai 2.374 84 199.416 800 30.000 60.000 24.000.000 48.000.000 3
Rp/siklus/petak Rp/siklus/petak petak
72.000.000 144.000.000 5
Rp/tahun Rp/tahun
360.000.000 720.000.000
Unit Kerja Budidaya Air Laut (UK BAL) Sundak Potensi penerimaan PAD yang berasal dari UK BAL Sundak adalah sebesar Rp56.904.604.
Jika nilai potensi penerimaan tersebut dibandingkan dengan realisasi penerimaan PAD pada tahun 2013 yang berjumlah Rp30.075.000, maka terdapat selisih sebesar Rp26.829.604 antara nilai potensi dengan realisasi penerimaan. Komoditas yang dihasilkan dari UK BAP Samas adalah komoditas bandeng. Potensi penerimaan PAD sebesar Rp56.904.604 berasal dari produksi benih sebanyak 2.400.000 ekor dan penjualan induk afkir sebanyak 17 kg. UK BAL memiliki potensi untuk bekerjsasama dengan pembudidaya, termasuk dengan BAP Congot untuk menghasilkan PAD melalui penjualan benih, khususnya nener. Rincian mengenai potensi penerimaan PAD yang berasal dari UK BAP Samas ditampilkan pada Tabel 4.8.
181
Tabel 4.8. Potensi Penerimaan PAD UK BAL Sundak Bandeng Benih (ekor) Induk afkir (kg) Induk Glondongan (kg) Glondongan Konsumsi (kg) Jumlah Sumber: Analisis Data, 2014
B.
Jumlah 2.400.000 17 -
Nilai (Rp) 56.637.937 266.667 56.904.604
Unit Pelaksana Teknis Daerah Pelabuhan Perikanan Pantai (UPTD PPP) Sadeng dan LPPMHP Yogyakarta Potensi penerimaan PAD yang berasal dari UPTD PPP didasarkan pada beberapa asumsi
menurut jenis penerimaan. Penerimaan untuk izin usaha perikanan (SIPI) dihitung berdasarkan jumlah kapal yang menjadikan PPP Sadeng sebagai pangkalan utamanya. Jumlah kapal yang berukuran antara 11-30 GT sebanyak 28 unit yang terdiri atas 13 kapal gillnet berukuran 11-20 GT, 2 kapal gillnet berukuran 21-30 GT, dan 13 kapal purse seine berukuran 21-30 GT. Asumsi penerimaan SIUP didasarkan pada realisasi penerimaan pada tahun 2013. Potensi penerimaan sewa tempat terbuka, tempat tertutup, air bersih, surat keterangan asal ikan, dan pengujian di LPPMHP diasumsikan sama dengan realisasi tahun 2013. Asumsi yang digunakan untuk menghitung potensi penerimaan PAD dari retribusi jasa tambat dan labuh adalah sebagai berikut Kapal motor berukuran < 10 GT diasumsikan hanya melakukan trip harian sebanyak 20 kali trip per bulan (10 hari di pelabuhan). Kapal motor berukuran >10 GT diasumsikan hanya melakukan trip mingguan sebanyak 4 kali dengan labuh ke dermaga sebanyak 8 hari per bulan. Kapal motor pendatang yang masuk ke PPP Sadeng diasumsikan sebanyak 20 kapal per tahun dengan lama tambat 4 hari per bulan. Ukuran kapal motor pendatang yang masuk ke pelabuhan diasumsikan 10 GT per kapal. Potensi penerimaan PAD di UPTD PPP dan LPPMHP Yogyakarta adalah sebesar Rp35.863.500 (tabel 4.9). Jika nilai potensi penerimaan tersebut dibandingkan dengan realisasi penerimaan PAD pada tahun 2013 yang berjumlah Rp23.702.000, maka terdapat selisih sebesar Rp12.161.500 antara nilai potensi dengan realisasi penerimaan. 182
Tabel 4.9. Potensi Penerimaan PAD UPTD PPP dan LPPMHP Yogyakarta
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Jenis Penerimaan Realisasi PAD (Rp)* SIUP dan SIPI Kapal 1.900.000 Tambat Labuh 3.329.000 Sewa tempat terbuka/tertutup 3.500.000 Sewa kamar nelayan andun 2.500.000 Air bersih 2.500.000 PAS Masuk 1.500.000 SKA Ikan 2.500.000 Pengujian di LPPMHP 5.973.000 Jumlah 23.702.000 Keterangan: * Realisasi penerimaan PAD tahun 2013 Sumber: Analisis Data, 2014
C.
Potensi PAD (Rp) 4.000.000 13.390.500 3.500.000 2.500.000 2.500.000 1.500.000 2.500.000 5.973.000 35.863.500
Potensi Penerimaan PAD Dinas Kelautan dan Perikanan Potensi penerimaan PAD Dinas kelautan adalah sebesar Rp2.086.819.319 (tabel 4.10).
Tingkat realisasi pemanfaatn potensi tersebut saat ini sebesar Rp733.598.300 atau sebesar 35,2% potensi yang ada. Jika Dinas Kelautan dan Perikanan mampu mengelola 60% dari potensi tersebut dalam beberapa tahun ke depan, maka potensi penerimaan yang dapat diperoleh diperkirakan sebesar Rp1.252.091.591. Nilai 60% potensi penerimaan tersebut dibandingkan dengan realisasi penerimaan PAD pada tahun 2013 yang berjumlah Rp721.480.300, maka terdapat selisih sebesar Rp 518.493.291 antara nilai potensi dengan realisasi penerimaan. Pengelolaan secara professional UK BAP Congot akan memberikan potensi penerimaan yang besar. Perhitungan potensi tambak congot pada Tabel 4.7 sesungguhnya menggunakan data produksi dengan potensi yang lebih rendah dari potensi rata-rata tambak di sekitar area budidaya (rata-rata produktivitas tambak di sekitar lokasi produksi adalah 8,62 ton/ha/tahun, sedangkan UK BAP Congot hanya 3,37 ton/ha/tahun).
183
Tabel 4.10. Potensi Penerimaan PAD Dinas Kelautan dan Perikanan
No.
A. 1.
UPT / Satker (a) Perikanan Budidaya
(d)
Persen dari Potensi (%) (e = %d)
(f=b/d)%)
96,8 35,6 4,3 5,7 6,0 16,9 15,1 4,1 9,0
2.050.955.819 513.509.086 139.860.104 120.908.377 295.951.181 136.806.667 720.000.000 56.904.604 67.015.800
98,3 24,6 6,7 5,8 14,2 6,6 34,5 2,7 3,2
34,6 50,8 22,5 34,4 14,9 90,8 15,4 52,9 98,9
5.973.000
13.390.500 3.500.000
0,3 0,3 1,2 0,6 0,2
100,0 100,0 61,1 24,9 100,0
PAD (Rp)
Sumbangan (%)
Potensi/tahun (Rp)
(b)
(c)
709.896.300 261.074.000 31.485.500 41.609.500 44.084.000 124.210.000 111.080.300 30.075.000 66.278.000 5.973.000
Realisasi Potensi (%)
8.
UK BAT Cangkringan UK BAT Wonocatur UK BAT Bejiharjo UK BAT Sendangsari UK BAP Samas UK BAP Congot UK BAL Sundak Hasil Samping Uji Coba
B.
Laboratorium
1.
Pengujian di LPPMHP
5.973.000
C.
Perikanan Tangkap
15.829.000
1.
3.329.000 3.500.000 2.500.000
0,3
2.500.000
0,1
100,0
6.
Tambat Labuh Sewa tempat terbuka/tertutup Sewa kamar nelayan andun Air bersih PAS Masuk SKA Ikan
0,8 0,8 2,2 0,5 0,5
2.500.000 1.500.000 2.500.000
2.500.000 1.500.000 2.500.000
D.
Diskanlut
1.
SIUP dan SIPI Kapal
1.900.000
0,3 0,2 0,3 0,3 0,3
0,1 0,1 0,1 0,2 0,2
100,0 100,0 100,0 47,5 47,5
733.598.300
100,0
100,0
35,2
2. 3. 4. 5. 6. 7.
2. 3. 4. 5.
TOTAL (A+B+C)
1.900.000
5.973.000 25.890.500
4.000.000
4.000.000 2.086.819.319
Sumber: Analisis Data, 2014
4.1.2. Kendala dan Strategi Optimalisasi PAD Sektor Kelautan dan Perikanan Sumber penerimaan PAD perikanan berasal dari tiga sumber kegiatan pokok, yaitu: perikanan budidaya, perikanan tangkap dan pasca panen hasil perikanan. Perikanan budidaya menjadi penyumbang terbesar PAD sektor perikanan dan kelautan di DIY sampai saat ini. Perikanan budidaya menyumbang 97% PAD perikanan, disusul perikanan tangkap (2%), laboratorium (pasca panen hasil perikanan) (1%) (Gambar 4.1). 184
Gambar 4.1. Proporsi Penerimaan PAD masing-masing Kegiatan di Dinas Kelautan dan Perikanan DIY (dalam %) 15,829,000 2%
5,973,000 1,900,000 0% 1%
697,778,300 97%
A.
UPTD BPTKP
B.
UPTD PPP
C.
LPPMHP
D. Kantor Dinas
Sumber: Analisis Data, 2014 Masing-masing kegiatan perikanan memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai penghasil penerimaan PAD. Tabel 4.11 menyajikan data distribusi potensi dan unit-unit penghasil PAD yang potensial dikembangkan dan tantangan dalam pengelolaannya.
185
Tabel 4.11. Sumber-Sumber Potensial Penerimaan PAD Perikanan, Permasalahan dan Prasyarat Peningkatan PAD
UPT / Satker
PAD (Rp)
Sumbangan (%)
(a)
(b)
©
(d)
Persen dari Potensi (%) (e = %d)
709.896.300
96,8
2.050.955.819
98,3
A. Perikanan Budidaya (UPTD BPTKP)
Potensi (Rp)
Realisasi Potensi (%) (f=b/d)%)
34,6
Potensi dan kendala pengembangan
Perikanan budidaya, baik pembenihan maupun pembesaran ikan/udang masih terbuka untuk pengembangan dan tetap menjadi unit penghasil utama PAD. Data produksi benih dan induk saat ini, baru memanfaatakan setengah dari potensi yang ada. Produktivitas per induk dan produktivitas lahan juga masih perlu dioptimalkan. Kualitas hasil produksi (benih dan induk) masih perlu ditingkatkan. Kendala yang dihadapi antara lain: keterbatasan jumlah dan kualitas SDM, sarana produksi yang terbatas, dan kebijakan pelelangan untuk saprokan tertentu. Sistem pelelangan untuk pengadaan pakan dan induk menghambat perolehan sarana prasarana produksi yang berkualitas. Seluruh UK BAT mengelola komoditas yang cukup beragam sehingga kurang terspesialisasi. Kendala keterbatasan anggaran untuk pengelolaan kegiatan produksi juga sering muncul sehingga menekan produktivitas induk yang dikelola.
186
UPT / Satker
UK BAT Cangkringan
PAD (Rp)
261.074.000
UK BAT Wonocatur
31.485.500
UK BAT Bejiharjo
41.609.500
Sumbangan (%)
35,6
4,3
5,7
Potensi (Rp)
Persen dari Potensi (%)
Realisasi Potensi (%)
24,6
50,8
6,7
22,5
5,8
34,4
513.509.086
139.860.104
120.908.377
Potensi dan kendala pengembangan
Balai Benih Ikan Sentral (BBIS) dengan Luas lahan 7,5 Ha, dimanfaatkan untuk kolam 4,5 Ha, sehingga lahan masih dapat dioptimalkan untuk produksi benih dan calon induk. BBIS memiliki jumlah karyawan yang terbatas yaitu 12 orang yang terdiri atas 10 orang Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan 2 orang tenaga honorer (PTT) pada tahun 2013. Jumlah tersebut dengan kualifikasi yang beragam sehingga sering menjadi kendala pengembangan. Kendala keterbatasan anggaran untuk pengelolaan kegiatan produksi juga sering muncul. BBI memiliki lahan seluas 1,155 hektar, yang terdiri atas lahan untuk perkolaman 0,575 ha, lahan hatchery, gudang pupuk dan kapur serta bangunan kantor 0,192 ha dan untuk lain-lain 0,388 ha. Optimalisasi pemanfaatan lahan masih dapat dilakukan untuk meningkatkan peluang pemanfaatan potensi yang baru dimanfaatkan kurang dari 25%. Komoditas yang diusahakan juga terlalu beraram. Luas lahan yang dikelola seluas 1,8 Ha yang terdiri atas bangunan dan gedung kantor seluas 0,7 Ha dan kolam seluas 1,1 Ha. Tenaga kerja yang mengelola berjumlah 4 orang (hanya 1 orang PNS dan 3 orang tenaga honorer). Ketersedaian dan kualitas air yang baik menjadi faktor pembatas kegiatan produksi. Komoditas yang diusahakan 187
UPT / Satker
PAD (Rp)
Sumbangan (%)
Potensi (Rp)
Persen dari Potensi (%)
Realisasi Potensi (%)
Potensi dan kendala pengembangan
beragam dan tidak terfokus. Keterbatasan SDM pengelola memerlukan strategi penyediaan SDM untuk mendukung produksi.
UK BAT Sendangsari
UK BAP Samas
44.084.000
124.210,000
6,0
16,9
295.951.181 14,2
14,9
6,6
90,8
136.806.667
UK BAT Sendangsari memiliki areal seluas 2,5 Ha yang meliputi bangunan kolam seluas 1,7 Ha dan sisanya seluas 0,8 Ha digunakan untuk bangunan kantor, gudang, dan pekarangan. Masih terdapat lahan yang belum dimanfaatkan. Sebagian besar kolam berupa kolam tanah dan bocor. Sarana pengelolaan air (bak pengendapan) tidak berfungsi karena rusat. Supply air terbatas mengikuti pola tanam pada pertanian. Tenaga kerja pengelola berjumlah 6 orang. UK BAP Samas adalah satu-satunya balai benih penghasil udang galah di DIY, bahkan secara nasional menjadi salah sat sentra (rujukan). UK BAP Samas memiliki lahan seluas 5,5 Ha yang dikelola oleh 13 orang PNS (dengan sebaran tingkat pendidikan 3 orang S1, 2 orang D3, 2 orang SMA, dan 6 orang SMP). Serangan virus yang terjadi tahun 2012 telah mulai dapat dikelola, sehingga ke depan dapat memberikan sumbangan PAD yang sesuai target. Unit ini telah dikelola secara optimal. 188
UPT / Satker
PAD (Rp)
Sumbangan (%)
UK BAP Congot
111.080.300
15,1
Potensi (Rp)
Persen dari Potensi (%)
Realisasi Potensi (%)
34,5
15,4
720.000.000
Potensi dan kendala pengembangan
UK BAP Congot mempunyai lahan seluas 5,5 Ha dengan kolam seluas 1 Ha, yang dikelola 4 orang karyawan. Unit ini dapat menjadi sumber penghasilan utama PAD sektor perikanan. Produktivitas usaha saat ini masih rendah, dibandingkan potensinya. Untuk udang produktivitas hanya 3 ton/ha, sedangkan petambak di sekitar lokasi telah mencapai lebih dari 8 ton/ha (bahkan beberapa petambak dapat mencapai lebih dari 15 ton/ha). Permasalahan teknis yang dihadapi adalah sumber air payau yang terbatas. Tarif yang berlaku juga sangat rendah, sehingga tidak sesuai dengan harga jual komoditas yang dihasilkan (Tarif PERDA = Rp30.000/kg udang vanamei, padahal harga pasar secara rata-rata dapat melampaui Rp60.000/kg). Biaya produksi per kg udang juga masih tergolong tinggi, dibandingkan rata-rata di tingkat masyarakat (lebih dari Rp50.000/kg di UK BAP dan 189
UPT / Satker
PAD (Rp)
Sumbangan (%)
Potensi (Rp)
Persen dari Potensi (%)
Realisasi Potensi (%)
Potensi dan kendala pengembangan
dimasyarakat hanya kurang dari Rp30.000/kg). Berdasarkan data produksi/panen yang dilaporkan, jika dihitung sintasan (survival rate) udang sampai panen hanya kurang dari 30%, dan tergolong sangat rendah. Kendala SDM (jumlah dan kualitas) serta kendala teknis pengelolaan (salinitas dan oksigen terlarut rendah) masih dihadapi.
UK BAL Sundak
30.075.000
4,1
56.904.604 2,7
52,9
UK BAL Sundak berada di pantai Sundak, Kabupaten Gunungkidul, dengan lahan seluas 23.009 m2. Unit ini secara operasional dikelola oleh 5 orang terdiri dari satu orang pimpinan dan 4 orang petugas. UK BAL Sundak merupakan satu-satunya unit balai budidaya laut di DIY, tetapi kurang berkembang karena kegiatan budidaya laut dan payau belum cukup berkembang di DIY. Tahun-tahun terakhir budidaya payau berkembang pesat di pesisir DIY, terutama budidaya udang sehingga membuka peluang bagi UK ini untuk berkembang pesat memanfaatkan peluang tersebut. 190
PAD (Rp)
Sumbangan (%)
Hasil Samping Uji Coba
66.278.000
9,0
67.015.800
B. Perikanan Tangkap (UPTD PPP Sadeng)
15.829.000
2,2
25.890.500
Tambat Labuh
3.329.000
UPT / Satker
Sewa tempat terbuka/tertutup
3.500.000
0,5 0,5
Potensi (Rp)
Persen dari Potensi (%)
Realisasi Potensi (%)
3,2
98,9
1,2
61,1
0,6
24,9
0,2
100,0
Potensi dan kendala pengembangan
Dengan fasilitas sarana dan prasarana yang cukup memadai (TPI berlistrik dengan sumber PLN, air bersih tersedia cukup, sarana pokok dan sarana penunjang pelabuhan tersedia), PPP berpotensi menghasilkan PAD. PAD berasal dari pemanfaatan aset, jasa-jasa pelabuhan, dan kegiatan produksi seperti produksi es. UPTD PPP belum mampu memberikan kontribusi besar karena usaha perikanan tangkap baru pada tahap awal untuk perikanan lepas pantai. Kesadaran masyarakat pengguna PPP untuk membayar retribusi menjadi kendala optimalisasi penerimaan PAD. Investasi pada perikanan yang masih terbatas juga menjadi kendala.
13.390.500 3.500.000
191
UPT / Satker
Sewa kamar nelayan andun Air bersih PAS Masuk SKA Ikan C. Laboratorium (LPPMH)
PAD (Rp)
2.500.000 2.500.000 1.500.000 2.500.000 5.973.000
Pengujian di LPPMHP
5.973.000
D. Dislautkan
1.900.000
SIUP dan SIPI Kapal TOTAL (A+B+C+D)
Sumbangan (%)
0,3 0,3 0,2
Potensi (Rp)
Persen dari Potensi (%)
Realisasi Potensi (%)
0,1
100,0
0,1
100,0
0,1
100,0
0,1
100,0
0,3
100,0
0,3
100,0
0,2
47,5
0,2
47,5
100,0
35,2
Potensi dan kendala pengembangan
2.500.000 2.500.000 1.500.000
0,3
2.500.000
0,8
5.973.000
0,8
5.973.000
0,3
4.000.000
1.900.000
0,3
4.000.000
733.598.300
100,0
2.086.819.319
Mitra bisnis terbatas dan kesadaran masyarakat masih kurang untuk melakukan analisis pangan ikani. Investasi pada industry pengolahan ikan masih terbatas.
Kapal ikan belum teregistrasi dengan baik. Usaha budidaya yang berkembang pesat juga belum dikelola dengan sistem perizinan yang jelas. Investasi perikanan belum berkembang dengan baik
192
Perikanan budidaya masih akan menjadi sumber penerimaan utama PAD sektor kelautan dan perikanan DIY. Secara umum, UPTD BPTKP masih dapat meningkatkan pemanfaatan potensi aset untuk kegiatan produksi perikanan (yang secara potensial juga dapat menjadi sumber PAD). Potensi penerimana sektor ini cukup besar untuk terus dikembangkan baik melalui kegiatan produksi benih, calon induk, maupun ikan konsumsi. Kapasitas produksi benih dan induk saat ini masih belum secara optimal dilakukan dan secara rata-rata baru memanfaatakan setengah dari potensi yang ada. Produktivitas per induk dan produktivitas lahan juga masih dapat ditingkatkan karena pemanfaatannya masih belum optimal. Kualitas hasil produksi (benih dan induk) juga saat ini masih belum optimal. Beberapa kendala yang dihadapi secara umum antara lain: keterbatasan jumlah dan kualitas SDM, sarana produksi yang terbatas, dan adanya kebijakan makro yang secara potensial menghambat produksi ikan secara baik seperti sistem pelelangan untuk saprokan tertentu (induk dan pakan) yang menyebabkan perolehan induk/calon induk atau pakan yang kurang sesuai standar yang dibutuhkan. Tantangan lain adalah seluruh UK BAT saat ini mengelola komoditas yang beragam dan hampir sama jenisnya, sehingga kurang fokus (terspesialisasi). Disisi lain, sumberdaya manusia untuk mengelola ikan yang cukup beragam tersebut terbatas. Selain itu, sistem insentif yang minim dan kurang apreasi yang lebih baik atas capaian lebih dapat menurunkan etos kerja unit penghasil. Tarif yang diberlakukan pada PERDA saat ini juga jauh lebih rendah dari harga pasar, sehingga mengurangi potensi penerimaan PAD bidang perikanan dan kelautan. Secara spesifik, beberapa unit unit penghasil (UK BAT/BAP/BAL) menghadapi kendala, baik kendala teknis maupun non-teknis. Masalah teknis yang yang dihadapi antara lain permasalahan kualitas dan kuantitas air dikarenakan sumber air yang terbatas pada musim tertentu seperti dihadapi oleh UK BAT Sendangsari dan Bejiharjo serta UK BAP Congot; tidak adanya bak pengendapan untuk mengolah air masuk ataupun limbah seperti di UK BAT Sendangsari; dan kerusakan saluran air dan kolam (kolam bocor). Masalah non-teknis yang dihadapi berupa keterampilan tenaga teknis yang minim dan fasilitas yang kurang memadai. Jumlah SDM pengelola juga terbatas pada beberapa unit penghasil. Permasalahan spesifik juga dihadapi oleh UK BAL Sundak, yang menjadi satu-satunya unit balai budidaya laut di DIY. Kegiatan produksi yang menghasilkan PAD kurang berkembang karena kegiatan budidaya laut (dan payau) belum cukup berkembang di DIY, sehingga hasil produksi masih kurang diminati seperti hasil produksi nener (benih bandeng). 193
Potensi penghasil PAD yang secara signifikan dapat menjadi penyumbang terbesar kegiatan perikanan di DIY dapat diperoleh dari pengelolaan kegiatan produksi di UK BAP Congot. UK BAP Congot memiliki lahan seluas 5,5 Ha dan baru dimanfaatkan 1 Ha. Produktivitas usaha (tambak udang vanamei) saat ini masih rendah, yaitu hanya 3 ton/ha per tahun, sedangkan petambak di sekitar lokasi telah mencapai lebih dari 8 ton/ha (bahkan beberapa petambak dapat mencapai lebih dari 10 ton/ha). Permasalahan teknis yang dihadapi adalah sumber air payau yang terbatas, sehingga salinitas yang dibutuhkan udang kurang sesuai. Tarif yang berlaku untuk UK BAP ini juga sangat rendah, sehingga tidak sesuai dengan harga jual komoditas udang yang dihasilkan (Tarif PERDA = Rp30.000/kg udang vanamei, padahal harga pasar secara rata-rata dapat melampaui Rp60.000/kg). Biaya produksi per kg udang juga masih tergolong tinggi, dibandingkan rata-rata di tingkat masyarakat (lebih dari Rp50.000/kg di UK BAP dan dimasyarakat hanya kurang dari Rp30.000/kg). Untuk mengelola UK BAP ini juga hanya terdapat 4 orang karyawan. Berbeda dengan beberapa UK lainnya, UK BAP Samas telah dikelola pada tingkat sesuai potensinya. UK BAP ini merupakan satu-satunya balai benih penghasil udang galah di DIY, bahkan secara nasional menjadi salah satu sentra (rujukan) terkait dengan produksi benur udang galah. Serangan virus yang terjadi dalam tahun-tahun terakhir (terutama tahun 2012) telah mulai dapat dikelola, sehingga ke depan dapat memberikan sumbangan PAD yang sesuai target (atau potensi optimumnya). Untuk kegiatan perikanan tangkap, potensi penerimaan masih terbuka terutama terkait pengurusan perizinan, pemanfaatan fasilitas dan jasa dalam pelabuhan serta kegiatan produksi seperti pabrik es. Dengan fasilitas sarana dan prasarana yang cukup memadai (TPI berlistrik dengan sumber PLN, air bersih tersedia cukup, sarana pokok dan sarana penunjang pelabuhan tersedia), PPP berpotensi menghasilkan PAD. PPP Sadeng belum mampu memberikan kontribusi besar karena usaha perikanan tangkap baru pada tahap awal untuk perikanan lepas pantai, yang merupakan kegiatan yang dapat ditarik retribusi ooleh provinsi (terutama kapal di atas 10GT). Kesadaran masyarakat pengguna PPP untuk membayar retribusi juga menjadi kendala optimalisasi penerimaan PAD. Untuk laboratorium, penerimaan retribusi PAD di LPPMHP masih sangat terbatas karena mitra UPI (Unit Pengolahan Ikan) yang sangat terbatas jumlahnya dan kesadaran untuk menguji produk perikanan yang masih rendah. LPPMHP hanya akan memiliki PAD yang besar jika unit 194
pengolahan ikan yang melakukan uji laboratorium atas produknya, baik untuk kepentingan ekspor maupun perdagangan yang membutuhkan sertifikat berkembang. Jika UPI tidak berkembang, maka PAD LPPMHP akan tetap kecil. Secara ringkas sumber permasalahan dalam merealisasi potensi PAD melingkupi aspek teknis, sarana prasarana, SDM, dan kebijakan. Tabel 4.2 menyajikan informasi terkait prasyarat (kondisi) untuk optimalisasi penerimaan PAD sektor peirkanan dan kelautan. Beberapa aspek pada uraiaan tersebut secara ringkas meliputi aspek berikut: •
Perbaikan kebijakan tarif retribusi
•
Optimalisasi penggunaan lahan dan sarana prasarana seperti lahan yang belum digunakan untuk produksi
•
Perbaikan dan peningkatan sarana prasarana perikanan (kolam ikan, pelabuhan, laboratorium)
•
Registrasi kapal ikan
•
Pengembangan produksi es
•
Penyediaan broodstok
•
Peningkatan kualitas induk
•
Fasilitasi pemasaran produk
•
Peningkatan ketersedian dan kualitas SDM (pemulia ikan dibutuhkan)
•
Peningkatan iklim dan daya tarik investasi
•
Peninjauan kebali kebijakan (ex. pelelangan saprokan, seperti pakan ikan dan calon induk ikan)
•
Sistem penganggaran yang lebih memadai untuk kegiatan UPTD.
195
Tabel 4.12. Matrik Potensi Penerimaan dan Prasyarat Optimalisasi Potensi Penerimaan PAD Sektor Kelautan dan Perikanan No. A.
1.
UPT / Satker Perikanan Budidaya (BPTKP)
UK BAT Cangkringan
Sumber-sumber Penerimaan potensial
Prasyarat untuk Realisasi Potensi Perbaikan dan peyediaan sarana prasarana produksi ikan yang berkualkitas; Pengembangan hatchery; penambahan/peningkatan kualitas SDM; Peningkatan produktivitas induk dan lahan. Sistem pengadaan sarana produksi ikan yang sesuai dengan kebutuhan pengembangan perbenihan yang berkualitas. Perbaikan tarif dengan merevisi tarif yang berlaku saat ini. Kebijakan BBI dengan fokus pada komoditas tertentu perlu dikembangkan untuk memperkuat spesialisasi dan mengoptimalkan SDM yang terbatas. Penggunaan tenaga harian lepas membantu BBI mengelola permasalahan ketersediaan SDM. Sistem insentif untuk unit penghasil perlu diperbaiki untuk meningkatkan semangat dan apreasiasi atas capaian kerja. Peningkatan anggaran UPTD untuk mengoptimalkan peran sebagai penghasil benih, calon induk dan induk yang berkualitas.
Sumber penerimaan meliputi: penjualan telur ikan; Penjualan Benih; Penjualan Calon Induk; dan Penjualan Ikan Konsumsi
Peningkatan kualitas dan jumlah SDM, terutama pemulia ikan. Perbaikan tarif, termasuk biaya sewa pasar ikan cangkringan (sekarang hanya Rp2.500.000). Jasa laboratorium untuk pengujian kualitas air dan penyakit juga dapat diotimalkan (nilai saat ini hanya Rp7.800.000). BBIS sesuai fungsinya menghasilkan calon induk unggul perlu memperkuat dan memperjelas kerjasama dengan lembaga-lembaga penelitian/perguruan tinggi. Pembiayaan untuk sarana prasarana ikan perlu ditingkatkan untuk mengoptimalkan pemanfaatan potensi.
Jenis ikan penghasil: Ikan mas, Nila hitam, Nila merah, Tawes, Gurami, Lele, Grasscarp, Udang galah, dan Lobster
2.
UK BAT Wonocatur
Sumber penerimaan meliputi: Penjualan Benih, Penjualan Calon Induk, Penjualan Ikan Konsumsi. Jenis ikan penghasil meliputi: Ikan mas, Nila hitam, Nila merah, Tawes, Lele
3.
UK BAT Bejiharjo
Sumber penerimaan utama berasal dari penjualan Benih, Penjualan Calon Induk, dan Penjualan Ikan Konsumsi
SDM pengelola berjumlah 5 orang masih dapat dioptimalkan dengan memadukan memanfaatkan tenaga harian lepas. Prioritas jenis ikan yang dikelola perlu ditentukan, sehingga BBI memiliki spesialisasi pada jenis/komoditas tertentu. Pembiayaan untuk sarana prasarana ikan perlu ditingkatkan untuk mengoptimalkan pemanfaatan potensi.
Dengan keterbatas air dan faktor-faktor lainnya, prioritas jenis ikan yang dikelola perlu ditentukan. BBI Bejiharjo memiliki potensi untuk spesialisasi
196
No.
UPT / Satker
Sumber-sumber Penerimaan potensial Jenis ikan penghasil: Ikan mas, Nila hitam Nila merah, Tawes, dan Lele
4.
5.
UK BAT Sendangsari
UK BAP Samas
6.
UK BAP Congot
7.
UK BAL Sundak
Sumber penerimaan utama berasal dari: Penjualan Telur Ikan, Penjualan Benih, Penjualan Calon Induk dan Penjualan Ikan Konsumsi Jenis ikan penghasil PAD antara lain: Ikan mas, Nila hitam, Nila merah, Tawes, dan Lele Sumber penerimaan utama BAP Samas antara lain Penjualan larva, Penjualan benur, Penjualan tokolan, Penjualan udang konsumsi. Jenis ikan penghasil utama yaitu Udang galah Sumber penerimaan meliputi: Penjualan Undang windu, Penjualan udang vanamei, Penjualan bandeng dan Penjualan udang galah
Sumber penerimaan meliputi: Penjualan bibit, Penjualan benur, Penjualan tokolan, Penjualan ikan konsumsi, Jenis ikan penghasil, yaitu bandeng dan udang
Prasyarat untuk Realisasi Potensi pada komoditas lele. Pembiayaan untuk sarana prasarana ikan perlu ditingkatkan untuk mengoptimalkan pemanfaatan potensi. Dengan keterbatasan air dan faktor-faktor lainnya, prioritas komoditas ikan yang dikembangkan adalah gurami. Perbaikan sarana prasarana produksi dibutuhkan. Kolam-kolam yang bocor/rusak perlu diperbaiki. Pengembangan kolam permanen akan memudahkan pengelolaan komoditas dan mengefisienkan penggunaan tenaga kerja. Untuk itu diperlukan dukungan pembiayaan yang memadai dan SDM yang cukup secara jumlah.
UK BAP Samas selama ini telah secara optimal dikelola dan hanya dibutuhkan mempertahankan kualitas produksi. Sistem insentif bagi pengelola perlu ditingkatkan untuk meningkatkan etos kerja dan produktivitas.
Peningkatan produktivitas tambak perlu dilakukan dengan pengelolaan tambak yang lebih baik, sehingga produksi tambak lebih baik (minimal dua kali) kondisi saat ini. Kerjasama dengan pengelola profesional perlu dikembangkan. Tarif retribusi perlu segera diperbaiki, agar tidak kehilangan potensi penerimaan yang cukup besar. SDM pengelola yang memadai secara jumlah dibutuhkan, salah satunya dengan pengadaan tenaga lepas harian. Sistem insentif yang lebih baik perlu dikembangkan, sehingga jika unit pengelola mampu mencapai target yang lebih tinggi dari yang ditargetkan, mendapatkan insentif/penghargaan yang lebih baik (penghargaan berbasis capaian). UK BAL Sundak telah melalukan kegiatan fokus pada produksi nener (bandeng), termasuk yang digunakan untuk kegiatan ujicoba produksi di UK BAP Congot. Potensi PAD dari bandeng belum optimal karena usaha budidaya bandeng belum berkembang baik di DIY. Perkembangan pesat budidaya udang vanamei di DIY dapat menjadi salah satu potensi yang dapat dikembangkan, yaitu melalui produksi udang atau beninya.
197
No. 8.
UPT / Satker Hasil samping UK
Sumber-sumber Penerimaan potensial Hasil sampling meliupti: Hasil Samping Penjualan Riset UK BAT Wonocatur, Hasil Samping Penjualan Riset UK BAT Bejiharjo, Hasil Samping Penjualan Riset UK BAL Sundak, Hasil Samping Penjualan Riset UK BAT Sendangsari Hasil Samping Penjualan Riset UK BAT Cangkringan. Pengujian di LPPMHP
Prasyarat untuk Realisasi Potensi
Peningkatan kualitas layanan dan mendorong investasi baru pada industri pengolahan perikanan. Peningkatan kesadaran pemeriksaan kualitas bahan produk pangan ikani yang dihasilkan usaha-usaha pengolahan ikan.
B.
Laboratorium (LPPMHP)
C.
Perikanan Tangkap (PPP Sadeng)
Tambat Labuh Sewa tempat terbuka/tertutup Sewa kamar nelayan andun Air bersih PAS Masuk SKA Ikan Pabrik es
Selain optimalisasi sumber-sumber penerimaan yang sekarang telah menghasilkan melalui peningkatan kesadaran masyarakat, PPP juga dapat mengembangkan kegiatan produktif seperti pembangunan pabrik es. Kebutuhan es saat ini tidak disuplai oleh PPP atau daerah di DIY, tetapi justru dari Jawa Tenggah. PPP juga perlu menginventarisasi armada penangkapan ikan yang berijin dan tidak. Sumber potensial PAD untuk perikanan laut ke depan adalah PPP Tanjung Adikarto, jika sudah beroperasi.
D
Dislautkan DIY (Dinas)
SIUP dan SIPI Kapal
Perbaikan sistem perizinan perikanan, baik perikanan tangkap maupun budidaya perlu dilakukan. Registrasi kapal ikan dan alat tangkap yang digunakan dilakukan untuk mengetahui jumlah pemanfaat sumberdaya ikan. Penataan izin usaha budidaya udang sesuai kewenangan provinsi juga perlu dilakukan.
198
4.1.3. Catatan dan Rekomendasi Pengembangan Potensi Sektor Kelautan dan Perikanan Sektor kelautan dan perikanan menjadi kegiatan ekonomi yang berkembang pesat dan diminati oleh masyarakat sebagai sumber penghidupan penting di DIY. Perkembangan pesat kegiatan produksi perikanan telah menarik perkembangan kegiatan perikanan terkait lainnya seperti pasar ikan, rumah makan khas ikan,
pemancingan, dan kegiatan hobi terkait
perikanan. Perikanan juga telah menyumbang pembiayaan pembangunan DIY berdasarkan hasil pendapatan dari pemanfaatan aset, jasa, dan produksi usaha daerah bidang perikanan. Sehingga, pengembangan usaha perikanan tidak saja penting untuk peningkatan ketahanan pangan ikani, gizi dan kesehatan masyarakat, serta hobi, tetapi juga sebagai sumbere pembiayaan pembangunan ekonomi daerah secara umum. Satuan kerja yang ada di Dinas Kelautan dan Perikanan terdiri atas kesekretariatan, bidang kelautan dan pesisir, bidang perikanan, dan bidang bina usaha, serta 2 Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) yaitu UPTD Balai Pengembangan Teknologi Kelautan dan Perikanan (BPTKP) dan UPTD Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Sadeng. Unit kerja penghasil PAD berasal dari UPTD BPTKP dan UPTD PPP dan LPPHMP. Sumber penerimaan PAD sektor kelautan dan perikanan DIY berasal dari tiga sumber kegiatan pokok, yaitu: perikanan budidaya, perikanan tangkap dan pasca panen hasil perikanan. Sumber penerimaan dari kegitan pokok tersebut berasal dari Retribusi jasa usaha, yang terdiri atas: (a) retribusi pemakaian kekayaan daerah (sewa penggunaan lahan dan bangunan, jasa sertifikasi pengawasan mutu hasil perikanan di LPPMHP (bidang bina usaha), dan jasa pengujian laboratorium di BPTKP), (b) retribusi jasa usaha (pengelolaan pelabuhan perikanan pantai di PPP Sadeng), (c) retribusi penjualan produksi usaha daerah di unit kerja budidaya air tawar, payau, dan laut (BPTKP), dan (d) retribusi perizinan tertentu meliputi izin usaha perikanan (SIUP, SIPI, dan SIKPI) (dikelola kantor dinas). Retribusi penjualan produksi usaha daerah (yang seluruhnya berasal dari kegiatan pokok perikanan budidaya atau BPTKP) menyumbang 97% PAD perikanan, disusul perikanan tangkap atau hasil retribusi jasa usaha di PPP Sadeng sebesar 2% PAD Perikanan, dan penggunaan Laboratorium (retribusi pemakaian kekayaan daerah di LPPMHP) sebesar 1% PAD Perikanan sebesar Rp733.598.300 pada tahun 2013. Estimasi potensi penerimaan PAD Dinas kelautan dan Perikanan menunjukkan nilai sebesar adalah sebesar Rp2.086.819.319. Tingkat realisasi pemanfaatn potensi tersebut saat ini sebesar Rp733.598.300 atau 35,2% potensi yang ada. Jika Dinas Kelautan dan Perikanan mampu mengelola 60% dari potensi tersebut dalam beberapa tahun ke depan, maka potensi -199-
penerimaan yang dapat diperoleh diperkirakan sebesar Rp1.252.091.591. Kenaikan target sampai pada tingkat 10-20% per tahun masih dapat tercapai, jika usaha dikelola dengan baik. Perikanan budidaya masih akan menjadi sumber penerimaan utama PAD sektor kelautan dan perikanan DIY. Secara umum, UPTD BPTKP masih dapat meningkatkan pemanfaatan potensi aset untuk kegiatan produksi perikanan untuk PAD. Potensi penerimana sektor ini cukup besar untuk terus dikembangkan baik melalui kegiatan produksi benih, calon induk, maupun ikan konsumsi. Kapasitas produksi benih dan induk saat ini masih belum secara optimal dilakukan dan secara rata-rata baru memanfaatakan setengah dari potensi yang ada. Pengelolaan secara professional UK BAP Congot akan memberikan potensi penerimaan yang besar, yaitu dengan meningkatkan produktivitas tambak, dari hanya 3,37 ton/ha/tahun menjadi setara dengan masyarakat sekitar 8,62 ton/ha/tahun atau bahkan pada tingkat optimum produktivitas budidaya udang vanamei yang secara rata-rata mencapai 20 ton/ha/tahun. Untuk kegiatan perikanan tangkap, potensi penerimaan masih terbuka terutama terkait pengurusan perijinan, pemanfaatan fasilitas dan jasa dalam pelabuhan serta pengembangan kegiatan produksi seperti investasi pabrik es. Dengan fasilitas sarana dan prasarana yang cukup memadai (TPI berlistrik dengan sumber PLN, air bersih tersedia cukup, sarana pokok dan sarana penunjang pelabuhan tersedia), PPP berpotensi menghasilkan PAD. Untuk laboratorium, penerimaan retribusi PAD di LPPMHP masih sangat terbatas karena mitra UPI yang sangat terbatas jumlahnya dan kesadaran untuk menguji produk perikanan yang masih rendah. LPPMHP hanya akan memiliki PAD yang besar jika unit pengolahan ikan yang melakukan uji laboratorium atas produknya, baik untuk kepentingan ekspor maupun perdagangan yang membutuhkan sertifikat berkembang. Jika UPI tidak berkembang, maka PAD LPPMHP akan tetap kecil. Beberapa kendala yang dihadapi dalam pengelolan PAD pada unit penghasil UPTD BPTKP antara lain: tarif yang lebih rendah dari harga pasar, keterbatasan jumlah dan kualitas SDM, sarana produksi yang terbatas, dan adanya kebijakan makro yang secara potensial menghabat produksi ikan secara baik seperti sistem pelelangan untuk saprokan tertentu (induk dan pakan). Tantangan lain adalah seluruh UK BAT saat ini mengelola komoditas yang beragam dan hampir sama jenisnya, sehingga kurang fokus (terspesialisasi). Di sisi lain, sumberdaya manusia untuk mengelola ikan di unit penghasil, terutama pada unit budidaya yang cukup beragam dan terbatas jumlahnya. Selain itu, sistem insentif yang minim berpotensi menurunkan etos kerja unit penghasil. Untuk optimalisasi penerimaan PAD sektor perikanan dan kelautan, beberapa aspek berikut perlu menjadi perhatian untuk perbaikan: -200-
a.
Pada UPTD BPTKP beberapa perbaikan diperlukan antara lain: perbaikan dan peyediaan sarana prasarana produksi ikan yang berkualitas; pengembangan hatchery dan broodstock center; penambahan/peningkatan kualitas SDM; Peningkatan produktivitas induk dan lahan; perbaikan sistem pengadaan sarana produksi ikan yang sesuai dengan kebutuhan pengembangan perbenihan yang berkualitas; perbaikan tarif dengan merevisi tarif yang berlaku saat ini; Pengembangan BBI dengan fokus pada komoditas tertentu, yaitu BBI dengan spesialisasi pada komoditas tertenti untuk mengoptimalkan SDM yang terbatas; Penggunaan tenaga harian lepas untuk membantu proses produksi di BBI; peningkatan insentif untuk unit penghasil untuk meningkatkan semangat dan apreasiasi atas capaian kerja.
b.
Pada UPTD PPP Sadeng, optimalisasi sumber-sumber penerimaan yang sekarang telah menghasilkan perlu dilakukan melalui peningkatan kesadaran masyarakat. PPP juga dapat mengembangkan kegiatan produktif seperti pembangunan pabrik es. PPP juga perlu menginventarisasi armada penangkapan ikan yang berizin dan tidak.
c.
Peningkatan kualitas layanan dan mendorong investasi baru pada industri pengolahan perikanan dapat menjadi sumber penerimaan untuk LPPMHP. Peningkatan kesadaran pemeriksaan kualitas bahan produk pangan ikani yang dihasilkan usaha-usaha pengolahan ikan juga perlu diprogramkan.
d.
Pada tingkat dinas, perbaikan sistem perizinan perikanan, baik perikanan tangkap maupun budidaya perlu dilakukan. Registrasi kapal ikan dan alat tangkap yang digunakan dilakukan untuk mengetahui jumlah pemanfaat sumberdaya ikan. Penataan izin usaha budidaya udang sesuai kewenangan provinsi juga perlu dilakukan.
4.2.
Dinas Kehutanan dan Perkebunan
4.2.1. Potensi Penerimaan PAD Sektor Kehutanan dan Perkebunan Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY membawahi tiga balai yaitu UPTD Balai Pengembangan Perbenihan dan Percontohan Kehutanan dan Perkebunan (BP3KP), UPTD Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan (BKPH), UPTD Balai Sertifikasi, Pengawasan Mutu Benih dan Proteksi Tanaman Kehutanan dan Perkebunan (BSPMBPTKP). Penyumbang PAD di
-201-
Dinas Perkebunan dan Kehutanan DIY dari ketiga balai tersebut. Anggaran dan realisasi dari tahun 2011 sampai 2013 dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.13. Anggaran dan Realisasi Dinas Perkebunan dan Kehutanan DIY No 1
Tahun Uraian Anggaran 2010 Pendapatan 5,081,341,000 Belanja 28,069,683,600 Belanja tidak langsung 14,947,586,000 Belanja langsung 13,122,097,600 Surplus/defisit -22,988,342,600 2 2011 Pendapatan 5,226,002,000 Belanja 28,469,365,135 Belanja tidak langsung 16,250,790,907 Belanja langsung 12,218,574,228 Surplus/defisit -23,243,363,135 3 2012 Pendapatan 7,665,745,000 Belanja 29,436,261,366 Belanja tidak langsung 16,396,712,156 Belanja langsung 13,039,549,210 Surplus/defisit -21,770,516,366 4 2013 Pendapatan 7,866,030,000 Belanja 40,786,086,548 Belanja tidak langsung 16,740,914,785 Belanja langsung 24,045,171,763 Surplus/defisit -32,920,056,548 Sumber: Dishutbun DIY 2010-2013 (diolah)
Realisasi Persen (%) 5,092,247,190 100,21 26,373,684,488 93,96 14,661,433,514 98,09 11,712,250,974 89,26 -21,281,437,298 92,57 6,517,196,180 124,71 26,212,956,641 92,07 15,725,579,636 96,77 10,487,377,005 85,83 -19,695,760,461 84,74 7,879,345,254 102,79 28,077,836,649 95,39 16,224,918,043 98,95 11,852,918,606 90,90 -20,198,491,395 92,78 7,853,271,520 99,84 37,657,786,939 92,33 16,347,992,813 97,65 21,309,794,126 88,62 -29,804,515,419 90,54
Tabel 4.13. menunjukkan bahwa target tiap tahun selalu meningkat dan realisasi tiap tahun hampir semua terpenuhi. Jika dibandingkan dengan nilai yang diharapkan (nilai target), pencapaian realisasi penerimaan Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY tahun 2011 cenderung lebih lebih dibandingkan dengan tahun 2012 dan 2013. Pencapaian target dikarenakan adanya pengoptimalan aset pada masing-masing balai yaitu BP3KP, BKPH, dan BSPMBPTKP. Belanja daerah pada tabel diatas menunjukkan pencapaian realisasi rata-rata 90%. Pengelolaan belanja sejak proses perencanaan, pelaksanaan hingga pertanggungjawaban harus memperhatikan aspek efektifitas, efisiensi, transparansi dan akuntabilitas. Belanja harus diarahkan untuk mendukung kebijakan yang telah ditetapkan dengan memperhatikan perbandingan antara masukan dan keluaran (efisiensi). Keluaran dari belanja dimaksud seharusnya dapat dinikmati hasilnya oleh masyarakat (efektifitas). Selanjutnya alokasi anggaran perlu dilaksanakan secara terbuka berdasarkan skala prioritas dan kebutuhan -202-
(transparansi),
selain
itu
pengelolaan
belanja
harus
diadministrasikan
dandipertanggungjawabkan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku (akuntabilitas). Belanja tidak langsung dari tahun 2011-2013 pencapaian realisasi rata-rata 97% yang artinya mendekati 100%. Belanja yang signifikan pada kelompok belanja tidak langsung adalah belanja bantuan sosial. Alokasi bantuan sosial diarahkan kepada masyarakat dan berbagai organisasi baik profesi maupun kemasyarakatan. Belanja langsung dari tahun 2011-2013 pencapain realisasi rata-rata 88% lebih kecil dibandingkan dengan belanja tidak langsung. Belanja langsung terdiri atas belanja pegawai, belanja barang dan jasa, serta belanja modal. Belanja pegawai dalam belanja langsung ini berbeda dengan belanja pegawai pada belanja tidak langsung. Belanja pegawai pada belanja langsung antara lain untuk honorarium, uang lembur, belanja beasiswa pendidikan, dan belanja kursus. Belanja langsung yang ada di Dinas Kehutanan dan Perkebunan digunakan untuk peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan, kesehatan, eksplorasi potensi wisatayang rencananya akan dibuat wisata hutan pinus di Mangunan, Bantul serta perbaikan sarana dan prasarana. Dengan diberlakukannya anggaran kinerja, maka dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dimungkinkan adanya defisit maupun surplus. Pembiayaan defisit anggaran antara lain bersumber dari pinjaman daerah, sisa lebih perhitungan anggaran, dana cadangan dan penjualan aset. Pada tahun 2011-2013 mencapai realisasi rata-rata 90%. Struktur PAD pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY didominasi oleh “Retribusi Penjualan Usaha Daerah” dengan sumbangan yang sangat signifikan (dominan) dari “penjualan minyak kayu purih” dengan kontribusi lebih dari 90% dari total PAD. Oleh karenanya optimalisasi potensi produksi dan pengeloaan minyak kayu putih merupakan isu yang sangat strategis dalam rangka optimalisasi PAD.
-203-
Skenario Penerimaan PAD Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY dengan Kombinasi Peningkatan Produktivitas dan Tarif Item
Penerimaan PAD (Rp) Tahun 2014 Prediksi 2015-2017, dst 11,777,755 12,366,643 417,036,765 437,888,603 66,000,000 69,300,000
Sumber PAD
1 2 3 4 4a 4b 4c
Retribusi pemakaian kekayaan daerah Penjualan hasil kehutanan Sewa tanah dan bangunan Retribusi penjulan usaha daerah Getah pinus 397,964,600 417,862,830 Penjualan kayu 200,000,000 210,000,000 Penjualan kayu putih (kombinasi skenario optimalisasi) 7,443,416,000 Penjualan kayu putih (perubahan harga dan produktivitas) 4c.1 Harga naik 5.000/lt (produktivitas tetap) 7,662,200,000 4c.2 Harga naik 10.000/lt (produktivitas tetap) 7,881,120,000 4c.3 Harga naik 15.000/lt (produktivitas tetap) 8,100,040,000 4c.4 Harga naik 20.000/lt (produktivitas tetap) 8,318,960,000 4c.5 Produktivitas 12,50 lt/ha (harga tetap) 7,652,125,000 4c.6 Produktivitas 13,00 lt/ha (harga tetap) 7,958,210,000 4c.7 Produktivitas 13,50 lt/ha (harga tetap) 8,264,295,000 4c.8 Produktivitas 14,00 lt/ha (harga tetap) 8,570,380,000 4c.9 Produktivitas 14,50 lt/ha (harga tetap) 8,876,465,000 4c.10 Harga naik 5.000/lt + produktivitas 12,5 lt/ha 7,877,187,500 4c.10 Harga naik 10.000/lt + produktivitas 12,5 lt/ha 8,102,250,000 4c.12 Harga naik 15.000/lt + produktivitas 12,5 lt/ha 8,327,312,500 4c.13 Harga naik 5.000/lt + produktivitas 13 lt/ha 8,192,275,000 4c.14 Harga naik 10.000/lt + produktivitas 13 lt/ha 8,426,340,000 4c.15 Harga naik 15.000/lt + produktivitas 13 lt/ha 8,660,405,000 4c.16 Harga naik 20.000/lt + produktivitas 13 lt/ha 8,894,470,000 TOTAL PENERIMAAN PAD (Rp/Tahun) 8,536,195,120 TOTAL PENERIMAAN DENGAN FOKUS SKENARIO PADA OPTIMALSIASI GETAH PINUS 4c.1 Harga naik 5.000/lt (produktivitas tetap) 8,809,618,076 4c.2 Harga naik 10.000/lt (produktivitas tetap) 9,028,538,076 4c.3 Harga naik 15.000/lt (produktivitas tetap) 9,247,458,076 4c.4 Harga naik 20.000/lt (produktivitas tetap) 9,466,378,076 4c.5 Produktivitas 12,50 lt/ha (harga tetap) 8,799,543,076 4c.6 Produktivitas 13,00 lt/ha (harga tetap) 9,105,628,076 4c.7 Produktivitas 13,50 lt/ha (harga tetap) 9,411,713,076 4c.8 Produktivitas 14,00 lt/ha (harga tetap) 9,717,798,076 4c.9 Produktivitas 14,50 lt/ha (harga tetap) 10,023,883,076 4c.10 Harga naik 5.000/lt + produktivitas 12,5 lt/ha 9,024,605,576 4c.10 Harga naik 10.000/lt + produktivitas 12,5 lt/ha 9,249,668,076 4c.12 Harga naik 15.000/lt + produktivitas 12,5 lt/ha 9,474,730,576 4c.13 Harga naik 5.000/lt + produktivitas 13 lt/ha 9,339,693,076 4c.14 Harga naik 10.000/lt + produktivitas 13 lt/ha 9,573,758,076 4c.15 Harga naik 15.000/lt + produktivitas 13 lt/ha 9,807,823,076 4c.16 Harga naik 20.000/lt + produktivitas 13 lt/ha 10,041,888,076 Catatan: asumsi moderat dengan kenaikan pendapatan 5% untuk item penerimaan 1, 2, 3, 4a dan 4b; sedangkan untuk penjualan minyak kayu purih asumsi harga dasar minyak kayu putih Rp 170.000/lt; berdasar data perkembangan harga beberapa tahun dan kondisi harga tahun terkahir rerata harga minyak kayu putih melalui mekanisme penjulan lelang Rp 211.000/lt dan dengan mekanisme penjulan melalui koperasi harga minyak kayu putih mencapai Rp 195.000/lt
-204-
PROFIL OBYEK DAN POTENSI PENDAPATAN RETRIBUSI DAERAH DAN LAIN-LAIN PAD YANG SAH TAHUN 2015 sd 2017 (Asumsi kenaikan harga =5%, 10% dan 15%)
No.
Jenis
Luas (Ha)
1. Kayu Putih
4,109.65
2. Getah Pinus 3. Kayu - Jati 100 Pohon
Produktivitas (Ton/Kg/Liter)
Harga Dasar Penerimaan Penerimaan Penerimaan (Rp/satuan) (harga naik 5%) (harga naik 10%) (harga naik 15%)
4,780.00 Ton 43,784.80 Liter
170,000
7,815,586,800
8,187,757,600
130
55,000 Kg
7,250.00
418,687,500
438,625,000
6,161.00
85 m³
2,352,941
209,999,984
219,999,984
8,444,274,284
8,846,382,584
Keterangan
- Minus Tahura 339,1 Ha 8,559,928,400 setara 420 Ton = 3.847 liter - Penerimaan dapat 458,562,500 meningkat dikarenakan perubahan/kenaikan harga 229,999,983 - Kenaikan harga didasarkan atas kenaikan harga lelang 9,248,490,883
Perkembangan Produksi dan Produktivitas Kayu Putih (2004-2015) dan Skenario Optimalisasi Potensi Penerimaan Tahun 2004 2005 2005 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Rerata SKENARIO OPTIMALISASI POTENSI Harga naik 5.000/lt (produktivitas tetap) Harga naik 10.000/lt (produktivitas tetap) Harga naik 15.000/lt (produktivitas tetap) Harga naik 20.000/lt (produktivitas tetap) Produktivitas 12,50 lt/ha (harga tetap) Produktivitas 13,00 lt/ha (harga tetap) Produktivitas 13,50 lt/ha (harga tetap) Produktivitas 14,00 lt/ha (harga tetap) Produktivitas 14,50 lt/ha (harga tetap) Harga naik 5.000/lt + produktivitas 12,5 lt/ha Harga naik 10.000/lt + produktivitas 12,5 lt/ha Harga naik 15.000/lt + produktivitas 12,5 lt/ha Harga naik 5.000/lt + produktivitas 13 lt/ha Harga naik 10.000/lt + produktivitas 13 lt/ha Harga naik 15.000/lt + produktivitas 13 lt/ha Harga naik 20.000/lt + produktivitas 13 lt/ha
4,109 4,109 4,109 4,109 4,109 4,109 4,109 4,109 4,109 4,109 4,109 3,601 4,067
40,951 35,921 32,278 62,424 40,881 41,082 43,354 44,957 46,138 47,616 49,115 43,784 44,042
Pendapatan (Rp/Tahun) 3,514,278,950 3,181,271,600 2,797,052,750 4,569,110,050 3,686,046,000 4,050,409,200 5,028,309,000 6,473,306,400 7,550,895,000 7,856,640,000 8,103,975,000 7,443,280,000 5,354,547,829
3,601 3,601 3,601 3,601 3,601 3,601 3,601 3,601 3,601 3,601 3,601 3,601 3,601 3,601 3,601 3,601
43,784 43,784 43,784 43,784 45,013 46,813 48,614 50,414 52,215 45,013 45,013 45,013 46,813 46,813 46,813 46,813
7,662,200,000 7,881,120,000 8,100,040,000 8,318,960,000 7,652,125,000 7,958,210,000 8,264,295,000 8,570,380,000 8,876,465,000 7,877,187,500 8,102,250,000 8,327,312,500 8,192,275,000 8,426,340,000 8,660,405,000 8,894,470,000
Luas (ha) Produksi (lt)
-205-
85,817 88,563 86,655 73,195 90,165 98,593 115,983 143,989 163,659 165,000 165,000 170,000 120,552
Produktivitas (Lt/ha) 9.97 8.74 7.86 15.19 9.95 10.00 10.55 10.94 11.23 11.59 11.95 12.16 10.84
Produktivitas (Rp/ha) 855,264 774,220 680,714 1,111,976 897,066 985,741 1,223,731 1,575,397 1,837,648 1,912,056 1,972,250 2,067,004 1,324,422
175,000 180,000 185,000 190,000 170,000 170,000 170,000 170,000 170,000 175,000 180,000 185,000 175,000 180,000 185,000 190,000
12.28 12.28 12.28 12.28 12.50 13.00 13.50 14.00 14.50 12.50 12.50 12.50 13.00 13.00 13.00 13.00
2,127,798 2,188,592 2,249,386 2,310,181 2,125,000 2,210,000 2,295,000 2,380,000 2,465,000 2,187,500 2,250,000 2,312,500 2,275,000 2,340,000 2,405,000 2,470,000
Harga (Rp/lt)
Mendarakan dinamika pengusahaan kayu putih beberapa tahun terakhir, diketahui bahwa produktivitas kayu putih fluktuatif antara 7,86 lt/ha sd 15,19 lt/ha. Pencapaian produktivitas tertinggi pada pada tahun 2007. Dengan kondisi tahun terkahir produktivitas yang menunjukkan angka 12,16 lt/ha berarti masih ada ruang untuk peningkatan produktivitas dengan berbagai prasyarat perbaikan sumberdaya pendukungnya. Peningkatan produktivitas akan berimplikasi langsung pada peningkatan PAD.
Produktivitas Minyak Kayu Putih (Lt/ha) 16
15.19
Produktivitas (Lt/ha) Linear (Produktivitas (Lt/ha))
14 12 9.97
10
9.95
10.00
2008
2009
10.55
10.94
11.23
2011
2012
11.59
12.16
11.95
10.84
8.74 7.86
8 6 4 2 0 2004
2005
2005
2007
2010
2013
2014
2015
180000 163,659
165,000
165,000
Rerata
170,000
160000 Produksi (lt)
140000
143,989
Harga (Rp/lt) 120,552
115,983
120000 98,593
100000 85,817
88,563
90,165
86,655
80000
73,195 62,424
60000 40,951
40000
35,921
40,881
41,082
43,354
44,957
46,138
47,616
49,115 43,784
44,042
32,278
20000 0 2004
2005
2005
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015 Rerata
Trend pendapatan minyak kayu putih dari tahun ke tahun menjunkkan adanya peningkatan, namun demikian sejak tahun 2012 ada potensi pengurangan produksi kayu putih karena adanya perubahan fungsi lahan hutan kayu putih seluar sekitar 400 ha untuk 2 (dua) -206-
tujuan yaitu: (1) menjadi cagar alam/hutan lindung di kawasan Waduk Sermo Kulon Progo dan (2) menjadi tahura di kawasan Gunung Kidul. Pendapatan Minyak kayu Putih (Rp) 9E+09 8E+09 7E+09
Pendapatan (Rp/Tahun)
6E+09
5E+09 4E+09 3E+09 2E+09 1E+09 0
2004
2005
2005
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015 Rerata
Pada beberapa tahun terakhir telah ditemukan benih unggul kayu putih oleh Balai Besar Bioteknologi dan Pemualiaan Tanaman Hutan yang merupakan terobosan untuk peningkatan produktivitas kayu putih Kartikawati et.al (2014). Dalam konteks pengembangan hutan kayu purih di Yogyakarta, meskipun ada penguranagan lahan, namun jika pengelolaan lahan hutan kayu putih dilakukan dengan lebih intensif dan menggunakan inovasi teknologi unggul nampaknya isu pengurangan lahan masih dapat dikompensasi dengan upaya peningkatan produktivitas. Sebagaimana dilaporkan Kartikawati et.al (2014), beberapa blok di Gunung Kidul mulai dikembangkan tanaman kayu purih dengan varietas baru mislanya kebun benih di daerah Paliyan memiliki rendeman mencapai 2% dengan kadar cineole 65%. Di tempat yang lain yaitu di daerah Ponorogo Jawa Timur telah dikembangkan varietas kayu purih yang mampu menghasilkan rendemen lebih tinggi yaitu 4,4%. Perbaikan jarak tanam, intensifikasi, penggunaan benih berkualitas dan perbaikan pengelolaan nampaknya akan menjadi strategi baru untuk mempertahankan dan bahkan meningkatkan produktivitas kayu putih di masa mendatang. Secara lebih rinci, rencana penerimaan dan realisasi penerimaan Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan (BKPH) tahun 2014 dapat dilihat pada tabel berikut:
-207-
Target Kode Rekening
Tri Wulan I (Rp)
Tri Wulan II (Rp)
Tri Wulan III (Rp)
Tri Wulan IV (Rp)
Uraian
Pendapatan
(Rp)
Jan
Feb
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
10.858.488.340
-
8.760.00 0
67.829.0 34
67.829.0 34
67.829.0 34
1.352.909. 463
1.515.55 5.296
1.515.555. 296
Oktober
November
1.515.555.29 6
1.515.555. 296
1.715.555.29 6
September
Desember 1.515.555.296
2.02.01.00.00.4.1
Pendapatan Asli Daerah
10.858.488.340
-
8.760.00 0
67.829.0 34
67.829.0 34
67.829.0 34
1.352.909. 463
1.515.55 5.296
1.515.555. 296
1.515.555.29 6
1.515.555. 296
1.715.555.29 6
1.515.555.296
2.02.01.00.00.4.1.2
Retribusi Daerah
10.171.438.000
-
-
-
-
-
1.285.080. 429
1.447.72 6.262
1.447.726. 262
1.447.726.26 2
1.447.726. 262
1.647.726.26 2
1.447.726.262
10.171.438.000
-
-
-
-
-
1.285.080. 429
1.447.72 6.262
1.447.726. 262
1.447.726.26 2
1.447.726. 262
1.647.726.26 2
1.447.726.262
10.171.438.000
-
-
-
-
-
1.285.080. 429
1.447.72 6.262
1.447.726. 262
1.447.726.26 2
1.447.726. 262
1.647.726.26 2
1.447.726.262
9.971.438.000
-
-
-
-
-
1.285.080. 429
1.447.72 6.262
1.447.726. 262
1.447.726.26 2
1.447.726. 262
1.447.726.26 2
1.447.726.262
8.995.563.000
-
-
-
-
-
1.285.080. 429
1.285.08 0.429
1.285.080. 429
1.285.080.42 9
1.285.080. 429
1.285.080.42 9
1.285.080.429
975.875.000
-
-
-
-
-
-
162.645. 833
162.645.83 3
162.645.833
162.645.83 3
162.645.833
162.645.833
200.000.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
200.000.000
687.050.340
-
8.760.00 0
67.829.0 34
67.829.0 34
67.829.0 34
67.829.034
67.829.0 34
67.829.034
67.829.034
67.829.034
67.829.034
67.829.034
687.050.340
-
8.760.00 0
67.829.0 34
67.829.0 34
67.829.0 34
67.829.034
67.829.0 34
67.829.034
67.829.034
67.829.034
67.829.034
67.829.034 67.829.034
687.050.340
-
8.760.00 0
67.829.0 34
67.829.0 34
67.829.0 34
67.829.034
67.829.0 34
67.829.034
67.829.034
67.829.034
67.829.034
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
2.02.01.00.00.4.1.2.02
2.02.01.00.00.4.1.2.02.08
Retribusi Jasa Usaha Retribusi Penj Produksi Usaha Daerah Penj Minyak Kayu Putih - Lelang 42.633 liter x Rp. 211.000,- Koperasi 5.000 liter x Rp 195.175,-
2.02.01.00.00.4.1.4
2.02.01.00.00.4.1.4.01
Penjualan Kayu Lain - Lain PAD Yang Sah Penjualan Hasil Hutan Bukan Kayu Getah Pinus 70.760,5 Kg x Rp. 9.600,dikurangi PSDH Rp. 1.010.460,ditambah dari CV Cahaya Abadi Rp. 8.760.000,Wisma Airlangga
-208-
-
-
Target Kode Rekening
Tri Wulan I (Rp)
Tri Wulan II (Rp)
Tri Wulan III (Rp)
Tri Wulan IV (Rp)
Uraian (Rp)
Feb
Maret
April
Mei
8.760.00 0
67.829.0 34
67.829.0 34
67.829.0 34
JUMLAH BERJALAN
76.589.0 34
144.418. 068
212.247. 102
JUMLAH TRIWULAN
76.589.0 34
JUMLAH
REALISASI REALISASI BERJALAN
10.858.488.340
Jan
-
21.17 5.429
Juni
Juli
Agustus
1.352.909. 463
1.515.55 5.296
1.515.555. 296
1.565.156. 565
3.080.71 1.861
4.596.267. 157
1.488.567. 531
Oktober
November
Desember
1.515.555.29 6
1.515.555. 296
1.715.555.29 6
1.515.555.296
6.111.822.45 3
7.627.377. 749
9.342.933.04 5
10.858.488.341
September
4.546.665.88 8
4.746.665.888
20.148.2 13
7.647.08 4
35.960.6 00
676.150. 100
1.335.338. 261
1.277.60 5.000
1.284.803. 124
2.003.084.60 0
2.077.940. 834
579.454.600
41.323.6 42
48.970.7 26
84.931.3 26
761.081. 426
2.096.419. 687
3.374.02 4.687
4.658.827. 811
6.661.912.41 1
8.739.853. 245
9.319.307.84 5
9.319.307.845
REALISASI TRIWULAN Pencapaian Target Tri Wulan
48.970.7 26
2.047.448. 961
4.565.492.72 4
63,94
137,54
100,41
55,98
Deviasi Pencapaian Target Berjalan
36,06
(37,54)
(0,41)
44,02
63,94
133,94
109,00
85,83
Deviasi
36,06
(33,94)
(9,00)
2.657.395.434
14,17
Sisa Target
-209-
1.539.180.496
Potensi unggulan yang dikembangkan Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY adalah pengembangan minyak kayu putih. Hasil produksi minyak kayu putih dari Balai KPH Yogyakarta secara nyata telah memberikan kontribusi pendapatan bagi Pemerintah Provinsi DIY melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD). Luas hutan kayu putih mencapai 4508,75 ha. Produksi daun minyak kayu putih pertahun kurang lebih 5000 ton. Daun minyak kayu putih diolah oleh 4 pabrik yaitu pabrik gelaran, sendangmole, kediwung dan dlingo. Pada tahun 2011 kawasan hutan kayu putih di BDH Kulon Progo seluas 68 ha telah dialihkan menjadi Kawasan Konservasi dengan fungsi Suaka Margasatwa seluas 63 ha sehingga kayu putih pada Suaka Margasatwa ini tidak dapat dipungut. Hal ini juga berarti Pabrik Minyak Kayu Putih Sermo tidak memproduksi minyak kayu putih lagi sejak tahun 2011. Pemanfaatan kayu putih ini telah lama dikelola secara kemitraan dengan masyarakat sekitar kawasan hutan. Pemungutan daun kayu putih dilaksanakan oleh pesanggem penggarap tanah yang kemudian diberikan kompensasi berupa upah pungutan. Selain itu, masyarakat sekitar hutan juga diberi kesempatan untuk melakukan tumpangsari di hutan kayu putih. Pemungutan daun kayu putih ini juga dilaksanakan dengan memperhatikan kaidah konservasi. Secara garis besar dalam kurun waktu 2011-2012 produksi minyak kayu putih cenderung meningkat, kondisi tersebut selengkapnya disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 4.14. Produksi Minyak Kayu Putih, 2011-2012 Tahun
2010 2011 2012
Gelaran
24.207 22.490 23.868
Produksi (liter) Sendangmole Kediwung Dlingo
17.616 21.261 21.183
423 330 370
846 876 900
Sermo
260 -
Jumlah
PAD (Rp)
43.352 5.028.309.000 44.957 6.110.306.400 46.321 7.581.090.000
Sumber: Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY (2014, diolah)
Produksi minyak kayu putih pada tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar 1.364 liter atau 3,03% dibandingkan pada tahun 2011. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang berasal dari penjualan minyak kayu putih pada tahun 2012 juga mengalami peningkatan dibandingkan tahun2011 atau sebesar 24,07%. Sementara itu bila dibandingkan dengan tahun 2010, baik produksi maupun PAD minyak kayu putih tahun 2011 juga mengalami peningkatan masingmasing sebesar 3,7% dan 21,52%. Sedangkan rencana penerimaan dan realisasi penerimaan minyak kayu putih tahun anggaran 2014 dapat dilihat pada tabel berikut:
-210-
Rencana Lelang No.
1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Rencana Koperasi
Realisasi Lelang
Realisasi Koperasi
Total Realisasi
Tanggal
2 30 Mei 2014 13 Juni 2014 23 Juni 2014 23 Juni 2014 01 Juli 2014 14 Juli 2014 21 Juli 2014 05 Agust 2014 18 Agust 2014 21 Agust 2014 01 Sept 2014 12 Sept 2014 18 Sept 2014 22 Sept 2014 03 Okt 2014 03 Okt 2014 10 Okt 2014 23 Okt 2014 31 Okt 2014
Ket Vol (ltr)
Rp
Vol (ltr)
3
4
5
Rp
Volume (ltr)
6
7 3.000
Rp
Volume (ltr)
Rp
Volume (ltr)
Rp
8
9
10
11
12
633.000.000
3.000
633.000.000
2.500
527.500.000
3.000
633.000.000
2.500
527.500.000
2.000
422.000.000
2.000
422.000.000
2.500
527.500.000
3.000
633.000.000
633.000.000
2.500
527.500.000
3.000
633.000.000
3.000
633.000.000
-211-
3.000
633.000.000
Mei
600
117.105.000
6.100
1.277.605.000
Juni
600
117.105.000
6.100
1.277.605.000
Juli
800
156.140.000
4.800
1.000.140.000
Agust
9.100
1.910.605.000
Sept
9.700
2.027.710.000
Okt
600 3.000
13
117.105.000
600
117.105.000
600
117.105.000
Rencana Lelang No.
1
2 5 Nov 2014
21
Total Prosentase Realisasi Prosentase Realisasi Total
23
Realisasi Lelang
Realisasi Koperasi
Total Realisasi
Tanggal
20
22
Rencana Koperasi
Ket Vol (ltr)
Rp
Vol (ltr)
3
4
5
Rp
Volume (ltr)
6
7 2.500
42.633
8.995.563.00 0
5.000
975.875.000
37.500
Rp
Volume (ltr)
Rp
Volume (ltr)
Rp
8
9
10
11
12
527.500.000
7.912.500.000
87,96
87,96
3.800
741.665.000
76,00
2.500
527.500.000
41.300
8.654.165.000
76,00 86,70
86,79
24
Sisa Target
6.333
1.317.273.000
25
Sisa Target Kop
1.200
234.210.000
Sisa Target Llg
5.133
1.083.063.000
6.333
1.317.273.000
-212-
13 Nov
Rencana Penerimaan dan Realisasi Penerimaan Getah Pinus Tahun 2014 Rencana Lelang No.
Rencana Pihak Ketiga
Realisasi Lelang
Realisasi Pihak Ketiga
Total Realisasi
Tanggal
1
2
Ket Vol (Kg)
Rp
Vol (Kg)
Rp
Vol (Kg)
Rp
Vol (Kg)
Rp
3
4
5
6
7
8
9
10
1
01 Jan 2014
2
24 Mar 2014
5.966,00
3
24 Apr 2014
4
4.937.000
11
Rp
12
13
2.454,50
4.937.000
Jan
5.928.500
5.966,00
5.928.500
Mar
3.100,50
29.720.300
3.751,50
35.960.600
Apr
30 Apr 2014
651,00
6.240.300
5
30 Mei 2014
4.501,50
43.150.100
4.501,50
43.150.100
Mei
6
26 Juni 2014
6.017,50
56.908.500
6.017,50
56.908.500
Jun
7
12 Agst 2014
10.000,00
96.630.700
8
14 Agst 2014
5.000,00
47.928.600
9
22 Agst 2014
5.000,00
47.928.600
10
04 Sept 2014
4.536,00
43.135.000
9.642,00
92.079.600
Sept
11
27 Sept 2014
5.106,00
48.944.600
12
22 Okt 2014
5.000,00
47.928.600
5.000,00
47.928.600
Okt
13
05 Nov 2014
5.420,00
51.954.600
5.420,00
51.954.600
Nov
50.299
430.541.200
Total
2.454,50
Vol (Kg)
773.500
70.760,50
678.290.340
4.239,50
8.760.000
2.455
4.937.000
57,90
56,36
Prosentase Realisasi
71,08
-213-
63,47
52.753
435.478.200
Prosentase Realisasi Total
70,34
Sisa Target
-214-
22.247
63,38
251.572.140
Rencana Penerimaan dan Realisasi Penerimaan Kayu Tahun 2014 Rencana No .
1
Vol Kayu Bulat (m³)
Vol Kayu Bakar (SM)
3
4
Tanggal
2
Realisasi
Rp
Volume Kayu Bulat (m³)
Volume Kayu Bakar (SM)
6
7
8
Total Realisasi Ket Rp
Volume (m³)
Rp
10
11
12
13
17,824
16.238.429
Jan
1,601
19.848.213
Feb
1
02 Jan 2014
2,677
647.273
2
02 Jan 2014
1,374
607.156
3
10 Jan 2014
13,773
14.984.000
4
07 Feb 2014
5
19 Feb 2014
1,601
678.325
6
27 Mar 2014
2,200
1.518.584
2,20
1.518.584
Mar
7
27 Jun 2014
0,211
226.899
0,87
624.761
Jun
8
13 Jun 2014
0,658
397.862
9
08 Agst 2014
23,574
68.349.071
113,61
188.032.424
Ags t
10
12 Agst 2014
11,055
21.951.353
11
26 Agst 2014
41,978
97.024.000
12
27 Agst 2014
24,000
552.000
13
27 Agst 2014
13,000
156.000
19.169.888
-215-
Rencana No .
Vol Kayu Bulat (m³)
Vol Kayu Bakar (SM)
3
4
Tanggal
Realisasi
Rp
Volume Kayu Bulat (m³)
Volume Kayu Bakar (SM)
6
7
8
Total Realisasi Ket
1
2
14
07 Okt 2014
0,577
426.914
15
30 Okt 2014
2,67
898.350
16
30 Okt 2014
2,40
676.970
17 18
Total Prosentase Realisasi
19
Prosentase Realisasi Total
80,00
-
200.000.000
Rp
Volume (m³)
Rp
10
11
12
104,748
37,000
228.264.645
130,94
46,25
114,13
5,65
2.002.234
141,748
228.264.645
177,19
114,13
(61,75)
(28.264.645)
20 21
Sisa Target
-216-
13
Profil Obyek Dan Potensi Pendapatan Retribusi Daerah Dan Lain-Lain PADd Yang Sah Tahun 2015 No. 1.
Jenis Kayu Putih
Luas (Ha) 4.508,75
Produktivitas (Ton/Kg/Liter)
Harga Dasar (Rp)
5.200,00
Ton
47.632,00
Liter
Perkiraan Penerimaan (Rp)
Keterangan - Penerimaan dapat
170.000
8.097.440.000
meningkat dikarenakan perubahan/kenaikan harga
2.
Getah Pinus
130
55.000
Kg
7.250,00
397.964.600
- Kenaikan harga didasarkan atas kenaikan harga lelang
3.
Kayu
6.161,00
70
m³
200.000.000
- Jati 100 Pohon - Barang Bukti 8.695.404.600
-217-
Profil Obyek Dan Potensi Pendapatan Retribusi Daerah Dan Lain-Lain Pad Yang Sah Tahun 2015-2017 Produktivitas Harga Dasar Perkiraan No. Jenis Luas (Ha) (Ton/Kg/Liter) (Rp) Penerimaan (Rp) 1. Kayu Putih 4.109,65 4.780,00 Ton 43.784,80 Liter 170.000 7.443.416.000 2.
Getah Pinus
3.
Kayu - Jati 100 Pohon - Barang Bukti
130 6.161,00
55.000
Kg
7.250,00
85 m³
397.964.600 200.000.000
8.041.380.600
-218-
Keterangan - Minus Tahura 339,1 Ha setara 420 Ton = 3.847 liter - Penerimaan dapat meningkat dikarenakan perubahan/kenaikan harga - Kenaikan harga didasarkan atas kenaikan harga lelang
Rencana penerimaan PAD DIY pada Balai Sertifikasi Pengawasan Mutu Benih dan Proteksi Tanaman Kehutanan dan Perkebunan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.15. Rencana Penerimaan PAD BSPMBPTKP DIY (Rp) No Uraian
1.
Target
Target
Target
Target
Target
Jumlah
2013
2014
2015
2016
2017
(Rp)
Sertifikasi
6.000.000 5.950.000 4.000.000 4.500.000 5.000.000 19.450.000
bibit Hutbun 2
Sertifikasi
4.000.000 1.850.000 2.500.000 2.500.000 2.500.000
9.350.000
tebu 3.
Uji lab
750.000
Jumlah
200.000
80.000
80.000
80.000
440.000
10.750.000 8.000.000 6.580.000 7.080.000 7.580.000 29.240.000
Pendapatan asli daerah (PAD) pada Balai Sertifikasi Pengawasan Mutu Benih dan Proteksi Tanaman Kehutanan dan Perkebunan tahun 2013 dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.16. Pendapatan Asli Daerah di BSPMBPTKP DIY, 2013 No
Jenis komoditas
Jumlah bibit yang
PAD (Rp)
diperiksa 1
Tanaman kehutanan dan
923.825 bibit
9.238.255
2.359.500
perkebunan 2
Tebu (KBN, KBD/MT.09/10)
47,19 ha
3
Uji Lab
6 galur
180.000
Jumlah
11.777.755
Tabel 4.17. Pendapatan Asli Daerah di BSPMBPTKP DIY, 2013 No 1
Uraian Tanaman
Target Batang/ha Rp 500.000 5.000.000
Realisasi Batang/ha Rp 923.825 9.238.255
Keterangan Rp.10
80
4.000.000
47,19
2.359.500
Rp.50.000/ha
10 uji
750.000
3 uji
180.000
Rp.30.000/komoditas
kehutanan dan perkebunan 2
Tebu (KBN, KBD/MT.09/10)
3
Uji Lab Jumlah
10.750.000
11.777.7555
219
Pendapatan asli daerah (PAD) pada Balai Sertifikasi Pengawasan Mutu Benih dan Proteksi Tanaman Kehutanan dan Perkebunan tahun 2012 dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.18. Pendapatan Asli Daerah di BSPMBPTKP DIY, 2012 No
Jenis komoditas
Jumlah bibit yang diperiksa
PAD (Rp)
1
Tanaman kehutanan dan
337.871
3.378.710
3.441.710
perkebunan 2
Tebu (KBN, KBD/MT.09/10)
68,84 ha
3
Uji Lab
49 kali
918.000
Jumlah
7.738.420
Tabel 4.19. Pendapatan Asli Daerah di BSPMBPTKP DIY, 2012 No Uraian 1
2 3
Target Batang/ha Rp 500.000 5.000.000
Tanaman kehutanan dan perkebunan Tebu (KBN, 100 KBD/MT.09/10) Uji Lab 25 Jumlah
5.000.000
Realisasi Batang/ha Rp 337.871 3.378.710
68,84 ha
750.000 49 kali 10.750.000
Keterangan
3.441.710 918.000 7.738.420
220
Pendapatan asli daerah (PAD) pada Balai Sertifikasi Pengawasan Mutu Benih dan Proteksi Tanaman Kehutanan dan Perkebunan tahun 2011 dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.20. Pendapatan Asli Daerah di BSPMBPTKP DIY, 2011 No 1
Jenis komoditas
Jumlah bibit yang diperiksa
PAD (Rp)
434.176
2.170.880
44,39
443.900
92 kali
2.200.000
Tanaman kehutanan dan perkebunan
2
Tebu (KBN, KBD/MT.09/10)
3
Uji Lab Jumlah
4.814.780
Tabel 4.21. Pendapatan Asli Daerah di BSPMBPTKP DIY, 2011 No 1
Uraian Tanaman
Target Batang/ha Rp 600 3.000.000
Realisasi Batang/ha Rp 434.176 2.170.880
Keterangan Rp. 5/batang
120 ha
1.200.000
44,39
443.900
Rp.10.000/ha
21 kali
500.000
92 kali
2.200.000
Rp.24.000/komoditas
kehutanan dan perkebunan 2
Tebu (KBN, KBD/MT.09/10)
3
Uji Lab Jumlah
4.700.000
4.814.780
221
4.2.2. Prasyarat Merealisasikan Potensi PAD untuk Sektor Kehutanan dan Perkebunan Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY membawahi 3 (tiga) balai yaitu: (1) UPTD Balai Pengembangan Perbenihan dan Percontohan Kehutanan dan Perkebunan (BP3KP), (2) UPTD Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan (BKPH), dan (3) UPTD Balai Sertifikasi, Pengawasan Mutu Benih dan Proteksi Tanaman Kehutanan dan Perkebunan (BSPMBPTKP). Secara ringkas, dengan mendasarkan pada permasalahan-permasalahan yang ada di kebun sampel yang diku jungi pada setiap balai di lingkungan Dinas Perkebunan dapat disarikan hal-hal sebagai berikut: (1) Kondisi SDM yang ada masih kurang memadai dalam jumlah maupun kualifikasi, sementara kondisi saat ini cukup banyak pegawai atau petugas kebun yang menjelang masa pensiun, hal ini sangat berpengaruh terhadap kelancaran dan optimalisasi pengelolaan potensi aset yang berdampak pada kapasitas produksi. (2) Masalah teknik fisik atau teknis produksi seperti: (2.a) banyaknya pohon produksi yang sudah berumur tua sehingga tingkat produktivitas menurun dan kualitas hasil tidak bisa optimal, (2.b) kesuburan tanah yang semakin menurun akibat pengolahan lahan yang snagat intensif dan penggunaan pupuk kima secara terus menerus, (2.c) mesin dan peralatan kebun yang kurang memenuhi syarat baik karena umur yang sudah tua maupun jumlah yang terbatas, (2.d) fasilitas gudang dan lantai jemur yang sudah rusak dan sudah tidak layak masih banyak ditemui di kebun-kebun. (3) Masalah sosial yang berupa masalah tentang tenaga kerja yang susah dicari karena harus berkompetisi dangan sektor lain serta masalah keamanan kebun karena kasus pencurian. (4) Masalah pemasaran yang dijual dengan produk mentah membuat harga tidak dapat tinggi. (5) Rumah dinas, asrama dan gedung yang kurang perawatan dan bangunan yang sudah tua yang menyebabkan penurunan pengunjung untuk menginap. (6) Permasalahan terkait dengan pemenuhan target PAD yang berbasis bulanan sangat menyulitkan bagi kebun dalam realisasi karena sektor perkebunan memiliki sistim produksi dan pemanenan hasil dalam musiman, sangat sedikit yang hasilnya bisa diperoleh dalam bulanan Dengan mendasarkan pada permasalahan-permasalahan yang ada, beberapa strategi solutif yang dapat ditempuh oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY untuk meningkatkan potensi penerimaan PAD-nya antara lain sebagai berikut: (1) Memetakan kondisi SDM pada setiap kebun termasuk rasio petugas per luasan kebun yang dikelola, selanjutnya melakukan rekruitmen staf dengan kuantitas dan kualitas yang memadai sesuai dengan kebutuhan; selain itu supaya petugas teknis operasional produksi kebun lebih fokus akan lebih baik jika ada pegawai/petugas khusus yang menangani administrasi. Untuk meningkatkan kualitas SDM perlu dilakukan melalui pelatihan, studi lanjut sehingga semakin meningkat pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan di dalam melaksanakan kegiatan pembangunan kehutanan dan perkebunan. Pemerintah juga memfasilitasi paket‐paket produktif dalam rangka meningkatkan pelestarian hutan dan produksi/produktivitas komoditas perkebunan. (2) Terkait dengan solusi persoalan teknis produksi, kebijakan yang dapat dilakukan antara lain: (2.a) Melakukan rehabilitasi kebun yang dengan pohon yang sudah tua secara rotasi supaya 222
tidak menganggu cash-flow, (2.b) meningkatkan kesuburan tanah dengan penggunaan pupuk organik secara berimbang dengan pupuk anorganik (pada beberapa kebun dapat didukung dengan pemeliharaan ternak besar untuk menghasilkan bahan baku pupuk organik), (2.c) mengadakan alat mesin yang baru serta merevitalisasi alat mesin yang masih bisa dipergunakan, (2.d) memperbaiki fasilitas gudang dan lantai jemur yang sudah rusak dan atau membangun baru untuk kebun yang belum memiliki fasilitas gudang dan lantai jemur. (3) Salah satu solusi masalah sosial yang berupa keterbatasan tenaga kerja harian adalah dengan peningkatan mekanisasi yang hanya perlu sedikit tenaga dan dapat diupah dengan layak sehingga kompetitif dengan sektor non-pertanian, sedangkan untuk mangatasi
masalah
keamanan kebun karena pencurian adalah dengan pendekatan kemasyarakatan dan sosialisasi aktif terhadap masyarakat dan pemerintah desa setempat dan atau pelibatan petugas keamanan. (4) Solusi masalah pemasaran atas produk yang dijual yang umumnya masih dalam bentuk mentah (buah segar) karena alasan kepraktisan dan tuntutan setoran target bulanan PAD adalah dengan perintisan dan pengenalan pemrosesan produk supaya memiliki nilai tambah (value added) yang tinggi atau setidaknya memproduksi menjadi barang antara (intermediate products) misalnya dalam bentuk biji kopi, coklat yang kesemuanya bermuara pada peningkatan nilai jual sehinga penerimaan PAD dapat meningkat. (5) Terkait dengan optimalisasi atas asset rumah dinas, asrama dan gedung yang kurang perawatan dan bangunan yang sudah tua adalah dengan reahabilitasi dan penyediaan fasilitas yang memadai misalnya furniture, AC, air panas terutama Pabrik Minyak Kayu Putih yang rencananya akan dibuat tempat SPA, dll utamanya pada penginapan atau wisma yang berlokasi di daerah wisata supaya bisa bersaing dengan penginapan sejenis yang dikelola oleh swasta sehingga dapat memberi sumbangan yang berarti bagi penerimaan PAD. (6) Solusi terkait dengan permasalahan pemenuhan target PAD yang berbasis bulanan untuk sektor perkebunan perlu dikaji ulang dan dipertimbangkan pemenuhan target PAD yang berbasis pada musim sesuai dengan siklus produksi dan panen komoditas perkebunan.
Salah satu isu yang snagat penting dan serategis adalah optimalisasi pengusahaan kayu putih sebagai penyumbang terbesar PAD Dinas Kehutanan dan Perkebunan. Prospek binis kayu putih ke depan sangat bagus. Sebagaiamana dilaporkan oleh Kartikawati (2014), total kebutuhan dalam negeri terhadapa kayu putih per tahun sebesar 1.500 ton, namun baru dapat dipenuhi oleh industry dalam negeri sebesar 500 ton (30%). Kekuraangan pasokan dalam negeri selama ini dipenuhi oelh impor antara lain dari China. Mengingat peluang pangsa pasar masih sangat terbuka maka strategi untuk meningkatkan kapasitas produksi masih sangat prospektif. Hal ini mengindikasikan bisnis kayu putih masih snagat menguntungkan dan prospektif. DIY sebagai salah satu sentra penghasil kayu putih dapat memainkan peran yang sangat penting. Model kemitraan usaha kayu putih bersama masyarakat misalnya melalui inti-plasma juga berpeluang untuk diintroduksi dengan masyarakat sekitar kawasan hutan kayu putih. Lahan-lahan marginal milik masyarakat di sekitar kawasan hutan dapat dijadikan lahan plasma dan BKPH dengan pabrik penyulingan kayu putihnya dapat befungsi sebagai inti. Jika model ini dapat dikembangkan maka isu pengurangan lahan hutan kayu putih dapat diatasi. 223
Berdasarkan data dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY (2012), selama ini model pengelolaan hutan kayu putih dikembangkan dengan cara “tumpang sari” yang melibatkan masyarakat setempat atau masyarakat sekitar kawasan hutan sebnayak sekitar 16.000 orang. Masing-masing orang atau keluarga mengelola lahan kayu putih yang ditumpangsarikan dengan komoditas pangan seluar 0,25 ha. Untuk memudahkan pemilihan strategi yang tepat dan perencanaan pengambilan kebijakan dan penentuan program dan kegiatan maka secara lebih ringkas, persoalan-persoalan yang dihadapi terkait dengan potensi sumber daya di masing-masing unit penghasil PAD (balai) dan juga strategi solusi untuk peningkatan atau optimalisasi penerimaan PAD di lingkungan Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY disajikan dalam matrik sebagai berikut:
Nama Balai
Potensi Dasar PAD
Balai Sertifikasi, Pengawas-an Mutu Benih dan Proteksi Tanaman Kehutanan dan Perkebunan/ BSPMBPTKP
• Sertifikasi bibit kehutanan dan perkebunan • Sertifikasi bibit tebu •Uji laboratorium
Permasalahan Jumlah SDM kurang
Rekomendasi Solusi
Kualifikasi SDM kurang memadai
Rekruitmen staf dengan kuantitas dan kualitas yang memadai sesuai dengan kebutuhan sesuai dengan kebutuhan
Permintaan sertifikasi benih/bibit kurang (terutama untuk bibit tebu yang dahulu di DIY sekarang ada yang harus dilakukan di Puslit Tebu di Jatim)
•Melakukan kegiatan promosi •Kerjasama dengan petai atau kelompok petani penangkat bibit kehutanan dan perkebunan •Kerjasama dengan perusahaan pembibitan
Pembayaran biaya sertifikasi dilakukan setelah benih/bibit lolos sertifikasi
Perlu adanya usulan terkait pembayaran benih yang tidak lulus uji.
Setoran PAD berbasis bulanan
Perlu dikaji ulang dan dipertimbangkan pemenuhan target PAD berbasis musiman atau siklus produksi tanaman
224
Nama Balai
Potensi Dasar
Balai Pengemban gan Perbenihan dan Percontohan Kehutanan dan Perkebunan (BP3KP)
•Kebun kelapa •Kebun kakao •Kebun kopi •Bibit pinus •Bibit kayu putih •Bibit mahoni •Bibit sengon •Bibit jati •Bibit jabon •Bibit pule •Bibit munggur •Bibit tanjung •Bibit gmelina
Nama Balai Balai Kesatuan Pengelolan Hutan (BKPH)
Potensi Dasar • Hutan pinus (getah) • Hutan kayu putih •Pabrik minyak kayu putih
Permasalahan
Rekomendasi Solusi
Produktivitas rendah karena kebun kelapa dan kakao berumur tua, varietas lama
Rehabilitasi kebun secara bertahap dan penggantian varietas unggul yang baru
Jumlah dan kualifikasi SDM kurang
Usulan pengadaan SDM yang mencukupi
Keamanan (kebun menjadi pengembalaan ternak)
Pemagaran, sosialsiasi pada masyarakat sekitar, kerjasama dengan masyakarat sekitar
Luas lahan kecil/terbatas dan lahan kurang subur
Intensifikasi, pemanfaatan pupuk organik (jika dimungkinkan dikombinasi dengan pemeliharaan ternak)
Sarana dan prasarana terbatas (tidak tersedia lantai jemur kopi)
Pengadaan lantai jemur dan gudang kopi
Pelatan sederhana/manual
Pengadaan peralatan alat mesin yang lebih baik supaya efisien dan efektif
Serangan/gangguan OPT
Pengendalian OPT terpadu (dapat memenfaatkan agensia hayati yang diproduksi BSPMBPTK
Permasalahan
Rekomendasi Solusi
Resiko kebarakan hutan pada musim kemarau
Patroli berkala dan pengawasan , kerjasama dengan masyarakat sekitar
Fasilitas transportasi produk sangat terbatas
Pengadaan alat transportasi produk
Pengurangan luas hutan kayu putih (untuk tahura di Gk dan hutan lindung (Sermo-KP)
Intensifikasi dan rehabilitasi kebun secara bertahap, perbaikan varietas kayu putih yang lebih produktif
Tanaman hutan pinus dan kayu putih berumur tua
Rehabilitas kawasan secara bertahap
Jumlah dan kualifikasi SDM kurang
Pengadaan SDM yang memadai
Pada musim hujan sulit mencari tenaga harian/buruh karena masyarakat sekitar hutan fokus pada kegiuata pertanian masingmasing
Introduksi mekanisasi (sedikit tenaga kerja namun lebih efisien), jika tenaga kerja cukup dapat dioptimalkan dengan tenaga manusaia
Potensi penguurangan luas lahan hutan kayu putih karena penggunaan lain (cagar alam dan tahura)
•Intensifikasi dan introduksi benih unggul kayu putih baru (pola Ponorogo) •Kemitraan dengan petani sekitar (intiplasma), memanfaatkan lahan marginal masyarakat, diolah di pabrik BKPH
225
Intensifikasi dan peningkatan produktifitas
Perubahan (PenyesuaianTarif sumber PAD)
• Perbaikan teknis budidaya/banih baru • Perbaikan sarana dan prasarana produksi • Perbaikan jumlah dan kapasitas SDM • Alokasi pembiayaan yang memadai
• Penyesuaian tarif baik dalam bentuk tarif fix maupun tarif dengan proporsi tertentu dari harga pasar (misalnya 8090% harga pasar)
4.3.
Diversifikasi dan ektensifikasi
• Pengolahan sebagian produk primer menjadi sekunder • Integrasi kebun dengan jasa agrowisata • Promosi dan perluasan produk sampai ke wilayah sekitar DIY
Dinas Pertanian
4.3.1. Potensi Penerimaan Sektor Pertanian A.
Sub Sektor Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta secara total memiliki aset kebun sebanyak 8
unit kebun yang terdiri dari kebun padi, hortikultura dan palawija. Balai Pengembangan Perbenihan Tanaman pangan dan Hortikultura (BPPTPH), Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Pertanian (BPSBP), Balai Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian (BPSMP), serta Balai Proteksi Tanaman Pertanian (BPTP). Sumbangan untuk PAD pada Dinas Pertanian DIY yang terbesar berasal dari BPPTPH sebagai penyumbang terbesar yaitu sebanyak 90%. PAD yang diperoleh di Dinas Pertanian berasal dari sewa ruangan/gedung untuk pelatihan, sertifikasi benih, dan penjualan benih. Setiap tahun secara umum target PAD semakin bertambah seperti tersaji pada pada tabel 4.1 dimana target yang diberikan untuk Dinas Pertanian tahun 2014 untuk Balai Pengembangan Perbenihan Tanaman pangan dan Hortikultura(BPPTPH) sebesar Rp. 827.050.000, Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Pertanian (BPSBP) sebesar Rp. 10.883.520, Balai Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian (BPSMP) sebesar Rp. 5.400.000, serta Balai Proteksi Tanaman Pertanian (BPTP)sebesar Rp.5.000.000. Banyak kendala-kendala yang terjadi dalam proses realisasi target PAD seperti pada BPPTPH disebabkan oleh penurunan produksi akibat hama dan penyakit tanaman yang merusak tanaman serta penurunan kualitas lahan dan juga ketersediaan air yang semakin menurun sehingga mengakibatkan adanya penurunan produksi.
226
Tabel. 4.22. Target PAD Dinas Pertanian, 2014-2015 No Balai 1 Balai Pengembangan Perbenihan Tanaman pangan dan Hortikultura (BPPTPH) 2 Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Pertanian (BPSBP) 3 Balai Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian (BPSMP) 4 Balai Proteksi Tanaman Pertanian (BPTP) Sumber : Data Sekunder Dinas Pertanian DIY Ket : *Target yang diajukan oleh Balai
Target 2014 Rp. 827.050.000
Target 2015* Rp. 885.650.000
Rp. 10.883.520
Rp. 13.605.000
Rp.
5.400.000
Rp.
6.600.000
Rp.
5.000.000
Rp.
6.500.000
Mendasarkan pada potensi dasar dan perkembangan dinamika obyek penerimaan, nampaknya kontribusi yang bisa diharapkan untuk dapat diptimalkan adalah pada BPPTPH. Skenario yang dapat dikembangkan adalah dengan 2 (dua) strategi yaitu: (1) peningkatan produktivitas dan (2) peningkatan tarif/harga. Untuk penerimaan PAD pada tahun 2015 dan seterusnya yang berasal dari balai selain BPTPH digunakan asumsi penerimaan dengan menggunakan rerata penerimaan 2013-205. Sedangkan penerimaan dari BPPTPH menggunakan skenario kombinasi kenaikan produktivitas 5%, 10% dan 15 % serta kenaikan tariff sebesar 5%, 10% dan 15 %. Secara rinci skenario optimalisasi penerimaan PAD sub sektor tanaman pangan dan hortikultura untuk tahun 2015 dan seterusnya disjikan pada tabel berikut: Skenario Target PAD Tanaman Pangan dan Hortikultura dengan Basis Data 2013-2015 dan Proyeksi Penerimaan 2015-2017 Sumber Penghasil PAD Balai Pengembangan Perbenihan Tanaman pangan dan Hortikultura (BPPTPH) Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Pertanian (BPSBP) *
Realisasi dan Target yang Ditetapkan (Rp) 2013 2014 2015
768,520,000 827,050,000 885,650,000
Skenario Penerimaan dengan Kombinasi Kenaikan Produktivitas (P) dan Tarif (T) Th 2015-2017 P= 5%, T=5% P=5%, T=10%
P=5%, T=15%
P= 10%, T=5%
1,043,370,938 1,043,370,938
922,706,250
961,012,500
1,043,370,938
P=10%, T=10% P=10%, T=15% 1,043,370,938
10,000,000
10,883,520
13,605,000
11,496,173
11,496,173
11,496,173
11,496,173
11,496,173
11,496,173
Balai Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian (BPSMP) *
5,400,000
5,400,000
6,600,000
5,800,000
5,800,000
5,800,000
5,800,000
5,800,000
5,800,000
Balai Proteksi Tanaman Pertanian (BPTP) *
5,000,000
5,000,000
6,500,000
5,500,000
5,500,000
5,500,000
5,500,000
5,500,000
5,500,000
788,920,000 848,333,520 912,355,000
945,502,423
983,808,673
1,066,167,111
1,066,167,111 1,066,167,111
1,066,167,111
Jumlah
Keterangan : *) Skenario penerimaan pada BPSBP, BPSMP dan BPTP berdasar asumsi moderat rata-rata penerimaan 2013, 2014 dan 2015
Untuk memberikan gambaran yang lebih rinci, pada 2 tabel selanjutnya juga ditampilkan skenario penerimaan dari BPPTPH dengan pola kenaikan produktivitas 5%, 10% dan 15 %. Pada tabel selanjutnya ditampilkan potensi penerimaan PAD dengan skenario kenaikan tariff sebesar 5%, 10% dan 15 %. Peningkatan produktivitas masih snagat dimungkinkan dengan dukungan prasyarat yang lebih memadai yang mencakup aspek perbaikan fisik lahan, teknis budidaya, pengelolaan, perbaikan SDM.
Dengan menggunakan kategori benih yang ditetapkan oleh Permentan 227
No.39/2006 dan Dirjen Perbenihan Tahun 2009 (Wahyuni, 2013) diketahui bahwa BPPTPH Dinas Pertanian DIY sudah berhasil mengembangkan 3 jenis benih yaitu Benih Dasar (BD), Benih Pokok (BP) dan Benih Sebar (BR). Hanya Benih Penjenis (BS) yang belum bisa dilakukan karena secara eknis memerlukan teknologi yang lebih rumit dan dukungan sumberdaya yang lebih berkualitas. Untuk menjamin kualitas benih, juga telah diulakukan sertifikasi benih oleh BPSBP dimana balai tersebut selain melakukan uji dan sertifikasi untuk produk balai di lingkungan Dinas Pertanian juga melayani jasa pengujian dan sertifikasi bagi para pengkar pebih baik petani, kelompok tani maupun peruasahaan produsen benih. Benih yang diedarkan pada pengguna disebut dengan “benih bina” yang harus melalui sertifikasi dan memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan menurut UU No 12/1992 tentang budidaya tanaman maka benih yang telah disertifikasi tersebut “diberi label”. Sertifikasi merupakan rangkaian proses/kegiatan pemberian sertifikat benih melalui pemeriksaan, pengujian, dan pengawasan serta memenuhi semua syarat untuk dapat diedarkan pada para pengguna. Berdasarkan Permentan No.39/Tahun 2006 (cit. Wahyuni, 2014), dalam sistem sertifikasi benih di Indonesia, benih diklasifikasikan ke dalam 4 (empat) kelas benih dengan label sertifikasi yang memiliki warna berbeda yaitu:
Nomor
Kelas Benih
Label Sertifikat
1
Benih Penjenis (BS)
Warna Kuning
2
Benih Dasar (BD)
Warna Puith
3
Benih Pokok (BP)
Warna Ungu
4
Benih Sebar (BR)
Warna Bitu
Skenario Produksi Benih Padi
228
Skenario Potensi Produksi Benih Tanaman (Padi)
BREEDER SEED (BS)/BENIH TETUA/PENJENIS)
BENIH DASAR/FUN DATION SEED (FS)
BENIH DASAR
BENIH POKOK/STOCK SEED (SS)
BENIH SEBAR/EXT ENSION SEED (ES)
BENIH POKOK
BENIH DASAR
BENIH POKOK
BENIH SEBAR
PRODUKSI PADI UNTUK KONSUMSI
BENIH HIBRIDA
•Proses sangat rumit •Potensi produksi sangat tinggi (12 ton/ha), jika saprodi terjamin
Fokus produksi BPTPH PRODUKSI PADI UNTUK KONSUMSI
Dengan menggunakan pendekatan produktivitas usahatani untuk menghasilkan benih nasional, kinerja dan kapasitas serta produktivitas produksi benih di lingkungan Dinas Pertanian DIY masih bisa ditingkatkan. Data yang ada menunjukkan produktivitas bersih benih di lingkungan BPPSBP Yogyakarta baru mencapi 3 ton/ha atau 3.000 kg/ha dalam bentuk gabah bersih. Namun data pengujian produksi benih di beberapa lokasi nasional seperti didokumentasikan oleh Wahyuni et.al (2014) untuk beberapa varietas padi yang mencakup ciherang, IR64, Mekongan, cigeulis, dan situ bagendit menunjukkan bahwa tingkat produktivitas gabah benih bersih dapat mencapai 4,8 ton/ha sampai dengan 5,7 ton/ha atau (4.800 sampai dengan 5.700 kg/ha).
229
Skenario Penerimaan PAD UPT BPTPH Distan DIY (Skenario Peningkatan Produktivitas) No Komoditas
Kelas Luas Satuan
Harga (Rp)
Penerimaan Produktivi Prod Prod Prod (RP) tas (ton) Naik Naik Naik
7,500 6,000 6,000 7,000 10,000 9,000 8,000 6,000 6,000
58,500,000 561,600,000 39,000,000 17,500,000 6,500,000 50,625,000 24,000,000 4,200,000 4,200,000 766,125,000
35 Kg 300,000 3500 Sachet 5,000 50 Kg 250,000 3500 Sachet 5,000
Hasil Satuan
a BD Padi 1 2 Jagung
BP BP BD BP BR BP BP
3 31 10 2 1 7.5 20 1 1
b Ha 7,800 Ha 93,600 Ha 6,500 Ha 2,500 Ha 650 Ha 5,625 Ha 3,000 Ha 700 Ha 700
3 Kedelai 4 Kacang tanah 5 Kacang Hijau Total (A) Tomat - Curah 0.5 Ha 6 - Kemasan alumunium foil0.5 @ 10 gr Ha Cabe - Curah 7 - Kemasan aluminium foil @ 10 gr Kacang panjang 8 - Curah 9 Bibit jamur edibel kemasan botol 10 Bibit Durian sambung 11 Bibit manggis sambung 12 Bibit Pisang kultur jaringan 13 Anggrek kecil 14 Bibit jambu Kristal 15 Jambu dalhari BR 16 Bibit Sirsak 17 Bibit Non anggrek 18 Anggrek stek Total B
250 8400 1850 750 3000 1000 200 700 100 250 1500
Kg Kg Kg Kg Kg Kg Kg kg kg
Kg botol batang batang batang stek batang batang batang batang batang
35,000 3,000 3,500 3,000 4,000 750 3,000 3,500 3,000 1,500 750
b/a 2.60 3.02 0.65 1.25 0.65 0.75 0.15 0.70 0.70
5% 10% 2.73 2.86 3.17 3.32 0.68 0.72 1.31 1.38 0.68 0.72 0.79 0.83 0.16 0.17 0.74 0.77 0.74 0.77
15% 3.14 3.65 0.78 1.51 0.78 0.91 0.18 0.85 0.85
Penerimaan dengan Skenario peningkatan produktivitas (Rp) P=5% 61,425,000 589,680,000 40,950,000 18,375,000 6,825,000 53,156,250 25,200,000 4,410,000 4,410,000 804,431,250
P=10% 64,350,000 617,760,000 42,900,000 19,250,000 7,150,000 55,687,500 26,400,000 4,620,000 4,620,000 842,737,500
P=15% 70,638,750 678,132,000 47,092,500 21,131,250 7,848,750 61,129,688 28,980,000 5,071,500 5,071,500 925,095,938
10,500,000 17,500,000
10,500,000 17,500,000
10,500,000 17,500,000
10,500,000 17,500,000
12,500,000 17,500,000
12,500,000 17,500,000
12,500,000 17,500,000
12,500,000 17,500,000
8,750,000 25,200,000 6,475,000 2,250,000 12,000,000 750,000 600,000 2,450,000 300,000 375,000 1,125,000 118,275,000
8,750,000 25,200,000 6,475,000 2,250,000 12,000,000 750,000 600,000 2,450,000 300,000 375,000 1,125,000 118,275,000
8,750,000 25,200,000 6,475,000 2,250,000 12,000,000 750,000 600,000 2,450,000 300,000 375,000 1,125,000 118,275,000
8,750,000 25,200,000 6,475,000 2,250,000 12,000,000 750,000 600,000 2,450,000 300,000 375,000 1,125,000 118,275,000
230
Skenario Penerimaan PAD UPT BPTPH Distan DIY (Skenario Kenaikan Tarif) No Komoditas
Kelas Luas
Satuan
Hasil Satuan Tarif (Rp)
a BD 1 Padi 2 Jagung 3 Kedelai
BP BP BD BP BR BP BP
3 31 10 2 1 7.5 20 1 1
Penerimaan Kenaikan Kenaikan Kenaikan (RP) Tarif Tarif Tarif
b Ha 7,800 Ha 93,600 Ha 6,500 Ha 2,500 Ha 650 Ha 5,625 Ha 3,000 Ha 700 Ha 700
4 Kacang tanah 5 Kacang Hijau Total (A) Tomat - Curah 0.5 Ha 6 - Kemasan alumunium foil0.5 @ 10 grHa Cabe - Curah 7 - Kemasan aluminium foil @ 10 gr Kacang panjang 8 - Curah 9 Bibit jamur edibel kemasan botol 10 Bibit Durian sambung 11 Bibit manggis sambung 12 Bibit Pisang kultur jaringan 13 Anggrek kecil 14 Bibit jambu Kristal 15 Jambu dalhari BR 16 Bibit Sirsak 17 Bibit Non anggrek 18 Anggrek stek Total B Total PAD (A + B)
Kg Kg Kg Kg Kg Kg Kg kg kg
7,500 6,000 6,000 7,000 10,000 9,000 8,000 6,000 6,000
58,500,000 561,600,000 39,000,000 17,500,000 6,500,000 50,625,000 24,000,000 4,200,000 4,200,000 766,125,000
35 Kg 300,000 3500 Sachet 5,000
10,500,000 17,500,000
50 Kg 250,000 3500 Sachet 5,000
12,500,000 17,500,000
250 8400 1850 750 3000 1000 200 700 100 250 1500
Kg botol batang batang batang stek batang batang batang batang batang
35,000 3,000 3,500 3,000 4,000 750 3,000 3,500 3,000 1,500 750
8,750,000 25,200,000 6,475,000 2,250,000 12,000,000 750,000 600,000 2,450,000 300,000 375,000 1,125,000 118,275,000 884,400,000
5% 7,875 6,300 6,300 7,350 10,500 9,450 8,400 6,300 6,300
10% 8,250 6,600 6,600 7,700 11,000 9,900 8,800 6,600 6,600
Skenario Penerimaan dengan Perubahan Peningkatan Tarif (Rp)
15% 8,625 6,900 6,900 8,050 11,500 10,350 9,200 6,900 6,900
5% 61,425,000 589,680,000 40,950,000 18,375,000 6,825,000 53,156,250 25,200,000 4,410,000 4,410,000 804,431,250
10% 64,350,000 617,760,000 42,900,000 19,250,000 7,150,000 55,687,500 26,400,000 4,620,000 4,620,000 842,737,500
315,000 330,000 345,000 5,250 5,500 5,750 262,500 275,000 287,500 5,250 5,500 5,750 36,750 38,500 40,250 3,150 3,300 3,450 3,675 3,850 4,025 3,150 3,300 3,450 4,200 4,400 4,600 788 825 863 3,150 3,300 3,450 3,675 3,850 4,025 3,150 3,300 3,450 1,575 1,650 1,725 788 825 863
11,025,000 18,375,000 13,125,000 18,375,000 9,187,500 26,460,000 6,798,750 2,362,500 12,600,000 787,500 630,000 2,572,500 315,000 393,750 1,181,250 124,188,750 928,620,000
11,550,000 12,075,000 19,250,000 20,125,000 13,750,000 14,375,000 19,250,000 20,125,000 9,625,000 10,062,500 27,720,000 28,980,000 7,122,500 7,446,250 2,475,000 2,587,500 13,200,000 13,800,000 825,000 862,500 660,000 690,000 2,695,000 2,817,500 330,000 345,000 412,500 431,250 1,237,500 1,293,750 130,102,500 136,016,250 972,840,000 1,017,060,000
15% 67,275,000 645,840,000 44,850,000 20,125,000 7,475,000 58,218,750 27,600,000 4,830,000 4,830,000 881,043,750
Selain ditampilkan skenario potensik penerimaan dengan keinaikan produktivitas dan tariff yang dipisah. Pada tabel selanjutnya juga ditampilkan skenario penerimaan dari BPPTPH dengan kombinasi pola kenaikan produktivitas kenaikan tariff. Penerimaan akan lebih optimal jika dilakukan dengan 2 strategi sekaliguas antara pennyesuaian tariff dan peningkatan produktivitas.
231
Skenario Penerimaan PAD UPT BPTPH Distan DIY (Kombinasi Peningkatan Produktivitas dan Tarif) No Komoditas Kelas Luas
Satu Hasil Tarif/ Satuan an 2014 (kg) Harga
a BD Padi 1 2 Jagung
BP
3 31 10 2 1 7.5 20 1 1
b Ha Ha Ha Ha Ha Ha Ha Ha Ha
7,800 93,600 6,500 2,500 650 5,625 3,000 700 700
Kg Kg Kg Kg Kg Kg Kg kg kg
Produkt Penerimaan Prod Prod Prod Tarif ivitas (Rp) Naik Naik Naik (ton/ha)
(Rp b/a 7,500 58,500,000 2.60 6,000 561,600,000 3.02 6,000 39,000,000 0.65 7,000 17,500,000 1.25 10,000 6,500,000 0.65 9,000 50,625,000 0.75 8,000 24,000,000 0.15 6,000 4,200,000 0.70 6,000 4,200,000 0.70 766,125,000
BP BD BP 3 Kedelai BR 4 Kacang tanah BP 5 Kacang Hijau BP Total (A) Tomat - Curah 0.5 Ha 35 Kg 300,000 10,500,000 6 - Kemasan alumunium foil0.5@ 10 Ha gr 3500 Sachet 5,000 17,500,000 Cabe - Curah 50 Kg 250,000 12,500,000 7 - Kemasan aluminium foil @ 10 gr 3500 Sachet 5,000 17,500,000 Kacang panjang 8 - Curah 250 Kg 35,000 8,750,000 9 Bibit jamur edibel kemasan botol 8400 botol 3,000 25,200,000 10 Bibit Durian sambung 1850 batang 3,500 6,475,000 11 Bibit manggis sambung 750 batang 3,000 2,250,000 12 Bibit Pisang kultur jaringan 3000 batang 4,000 12,000,000 13 Anggrek kecil 1000 stek 750 750,000 14 Bibit jambu Kristal 200 batang 3,000 600,000 15 Jambu dalhari BR 700 batang 3,500 2,450,000 16 Bibit Sirsak 100 batang 3,000 300,000 17 Bibit Non anggrek 250 batang 1,500 375,000 18 Anggrek stek 1500 batang 750 1,125,000 Total B 118,275,000 Total PAD (A + B) 884,400,000
P=5% 2.73 3.17 0.68 1.31 0.68 0.79 0.16 0.74 0.74
P=10% P=15% 2.86 3.14 3.32 3.65 0.72 0.78 1.38 1.51 0.72 0.78 0.83 0.91 0.17 0.18 0.77 0.85 0.77 0.85
Tarif
Tarif
Total Penerimaan dengan Skenario Kombinasi Peningkatan : 1. Produktivitas (P) dan 2. Tarif (T)
T=5% T=10% T=15% P= 5%, T=5% P=5%, T=10% P=5%, T=15% P= 10%, T=5% P=10%, T=10% P=10%, T=15% 7,875 8,250 8,625 64,496,250 67,567,500 70,638,750 67,567,500 70,785,000 74,002,500 6,300 6,600 6,900 619,164,000 648,648,000 678,132,000 648,648,000 679,536,000 710,424,000 6,300 6,600 6,900 42,997,500 45,045,000 47,092,500 45,045,000 47,190,000 49,335,000 7,350 7,700 8,050 19,293,750 20,212,500 21,131,250 20,212,500 21,175,000 22,137,500 10,500 11,000 11,500 7,166,250 7,507,500 7,848,750 7,507,500 7,865,000 8,222,500 9,450 9,900 10,350 55,814,063 58,471,875 61,129,688 58,471,875 61,256,250 64,040,625 8,400 8,800 9,200 26,460,000 27,720,000 28,980,000 27,720,000 29,040,000 30,360,000 6,300 6,600 6,900 4,630,500 4,851,000 5,071,500 4,851,000 5,082,000 5,313,000 6,300 6,600 6,900 4,630,500 4,851,000 5,071,500 4,851,000 5,082,000 5,313,000 844,652,813 884,874,375 925,095,938 884,874,375 927,011,250 969,148,125 10,500,000 17,500,000
10,500,000 17,500,000
10,500,000 17,500,000
10,500,000 17,500,000
10,500,000 17,500,000
10,500,000 17,500,000
12,500,000 17,500,000
12,500,000 17,500,000
12,500,000 17,500,000
12,500,000 17,500,000
12,500,000 17,500,000
12,500,000 17,500,000
8,750,000 25,200,000 6,475,000 2,250,000 12,000,000 750,000 600,000 2,450,000 300,000 375,000 1,125,000 118,275,000 922,706,250
8,750,000 8,750,000 8,750,000 8,750,000 8,750,000 25,200,000 25,200,000 25,200,000 25,200,000 25,200,000 6,475,000 6,475,000 6,475,000 6,475,000 6,475,000 2,250,000 2,250,000 2,250,000 2,250,000 2,250,000 12,000,000 12,000,000 12,000,000 12,000,000 12,000,000 750,000 750,000 750,000 750,000 750,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 2,450,000 2,450,000 2,450,000 2,450,000 2,450,000 300,000 300,000 300,000 300,000 300,000 375,000 375,000 375,000 375,000 375,000 1,125,000 1,125,000 1,125,000 1,125,000 1,125,000 118,275,000 118,275,000 118,275,000 118,275,000 118,275,000 961,012,500 1,043,370,938 1,043,370,938 1,043,370,938 1,043,370,938
232
Contoh simulasi produksi dan penerimaan kebun benih padi Jenis Benih
Jenis varietas
(*)
(**)
BS BS BS BS BD BD BD BD BP BP BP BP BR BR BR BR Hibrida Hibrida Hibrida Hibrida
Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang
Tipe irigasi
Teknis Semi teknis Tadah hujan Lahan kering Teknis Semi teknis Tadah hujan Lahan kering Teknis Semi teknis Tadah hujan Lahan kering Teknis Semi teknis Tadah hujan Lahan kering Teknis Semi teknis Tadah hujan Lahan kering
Frek Produk Panen Kotor per tahun (ton/ha) a b 3 2 1 1 3 2 1 1 3 2 1 1 3 2 1 1 3 2 1 1
4.2 4.2 4.2 4.2 4.9 4.9 4.9 4.9 4.9 4.7 4.7 4.7 4.7 4.7 4.7 4.7 6 6 6 6
Share Bawon 10% c 10% 10% 10% 10% 10% 10% 10% 10% 10% 10% 10% 10% 10% 10% 10% 10% 10% 10% 10% 10%
Hampa/ Produk Luas Total Total Kotoran bersih kebun produk produk 15% (ton/ha) (hektar) (ton) (kg) d e= (75% xb) f g h (b)-(c+d) (axexf) (g x 1000) 15% 3.15 1 9.45 9,450 15% 3.15 1 6.3 6,300 15% 3.15 1 3.15 3,150 15% 3.15 1 3.15 3,150 15% 3.675 1 11.025 11,025 15% 3.675 1 7.35 7,350 15% 3.675 1 3.675 3,675 15% 3.675 1 3.675 3,675 15% 3.675 1 11.025 11,025 15% 3.525 1 7.05 7,050 15% 3.525 1 3.525 3,525 15% 3.525 1 3.525 3,525 15% 3.525 1 10.575 10,575 15% 3.525 1 7.05 7,050 15% 3.525 1 3.525 3,525 15% 3.525 1 3.525 3,525 15% 4.5 1 13.5 13,500 15% 4.5 1 9 9,000 15% 4.5 1 4.5 4,500 15% 4.5 1 4.5 4,500
Harga produk (Rp/kg) i 25,000 25,000 25,000 25,000 7,000 7,000 7,000 7,000 5,600 5,600 5,600 5,600 5,200 5,200 5,200 5,200 25,000 25,000 25,000 25,000
Total Penerimaan j (hxi) 236,250,000 157,500,000 78,750,000 78,750,000 77,175,000 51,450,000 25,725,000 25,725,000 61,740,000 39,480,000 19,740,000 19,740,000 54,990,000 36,660,000 18,330,000 18,330,000 337,500,000 225,000,000 112,500,000 112,500,000
*) Jenis benih= BS label kuning, BD (benih dasar) label putih, BP (benih pokok) label ungu, BR (benih sebar) label biru **) ciherang, IR64, INPARI, Situbagendit, Membramo,
Secara lebih rinci dinamika kondisi potensi PAD dan sumber-sumber penerimaan PAD di masing-masing balai yang ada di lingkungan Dinas Pertanian DIY diuraikan pada bagian berikut:
233
1.
Pengembangan Perbenihan Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPPTPH)
A.
BPPTPH Informasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) berasal dari unit kebun hortikultura dan
tanaman pangan yang dikelola oleh BPPTPH. Kebun hortikultura berasal dari wilayah Wates, Ngipikan, dan Wonocatur. Selain dari kebun hortikultura, penerimaan juga didapatkan dari kebun padi dan palawija (tanaman pangan). Wilayah kebun padi berasal dari Nanggulan, Gesikan dan Berbah, sedangkan kebun palawija berasal dari Kedungpoh dan Gading. Secara rinci disajikan pada Tabel 4.23. Tabel 4.23. Pendapatan Asli Daerah BPPTPH, 2014
No A. 1.
3. 4.
5.
4.
KEBUN UNIT HORTIKULTURA Jasa Penjualan Benih Sayuran Benih Curah - Tomat - Cabe - Kacang panjang Benih Kemasan - Tomat - Cabe Jasa Penjualan Benih Jamur Jasa Penjualan benih Tanaman hias - Anggrek potong - Anggrek stek Jasa Penjualan benih buah-buahan - Pisang -Manggis -Durian Lain-lain Jambu Kristal Jambu Dalhari Bibit Sirsak Bibit non anggrek Total PAD Hortikultura
KLAS
F2
BR BR BR
TARGET Harga Satuan
VOLUME
JML (Rp)
35 50 250
kg. kg. kg.
300,000 250,000 35,000
10,500,000 12,500,000 8,750,000
5,000 5,000
sachet sachet
6,000 5,000
30,000,000 25,000,000
6,000
botol
3,000
18,000,000
1,500 500
kuntum stek
300 750
450,000 375,000
3,000 750 1,100
batang batang batang
4,000 3,000 3,500
12,000,000 2,250,000 3,850,000
3,000 3,000 3,000 15,000
600,000 2,450,000 300,000 375,000 127.400.000
200 817 100 25
234
Lanjutan Tabel 4.23. B. 1.
2.
3.
4.
5.
UNIT TANAMAN PANGAN Jasa Penjualan Benih Padi - Benih Padi kelas
BD
- Benih Padi kelas
BP
Jasa Penjualan Benih Jagung - Benih Jagung kelas Jasa Penjualan Benih Kedelai - Benih Kedelai kelas - Benih Kedelai kelas Jasa Penjualan Benih Kacang Tanah - Benih Kacang tanah Jasa Penjualan Benih Kacang Hijau - Benih Kacang Hijau Total PAD Tanaman Pangan
7.800 93.60 0
kg.
7.500,000
kg.
6.000,000
BP
5.000
kg
6.000,-
30.000.000
BD BP
650 3.850
kg kg
10.000,9.000,-
6.500.000,34.650.000,-
BP
700
6.000
4.200.000,-
BP
700
6.000
4.200.000,699.650.000, 827.050.000, -
Total PAD BPPTPH
58.500.000,561.600.000, -
Sumber: Data Sekunder Dinas Pertanian DIY (2014)
Unit Hortikultura Pendapatan Kebun hortikultura berasal dari wilayah Wates, Ngipiksari dan Wonocatur. Dari Tabel 4.23. dapat dilihat bahwa pendapatan berasal dari jasa penjualan benih sayuran, jasa penjualan benih jamur, jasa penjualan benih tanaman hias, jasa penjualan benih buah-buahan, dan lain-lain. Jasa penjualan benih sayuran terdiri dari 2 jenis benih yaitu benih curah sebesar Rp 31.750.000 dan benih kemasan sebesar Rp 55.000.000. Jasa penjualan benih jamur sebesar Rp 18.000.000. Jasa penjualan benih tanaman hias terdiri dari anggrek potong sebesar Rp 450.000 dan anggrek stek sebesar Rp 375.000. Jasa penjualan benih buah-buahan terdiri dari 3 jenis yaitu pisang sebesar Rp 12.000.000, manggis sebesar Rp 2.250.000, dan durian sebesar Rp 3.850.000. Sedangkan pendapatan lain-lain berasal dari jambu kristal sebesar Rp 600.000, jambu dalhari sebesar Rp 2.450.000, bibit sirsak sebesar Rp 300.000, bibit non anggrek sebesar Rp 375.000. Sehingga mendapatkan total pendapatan pendapatan daerah unit hortikultura sabesar Rp 127.400.000.
Unit Tanaman Pangan Pendapatan kebun tanaman pangan terdiri dari dua jenis yaitu kebun padi dan kebun palawija. Kebun padi berasal dari wilayah Nanggulan, Gesikan dan Berbah, sedangkan kebun palawija berasal dari Kedungpoh dan Gading. Dari tabel 4.2. dapat dilihat bahwa pendapatan unit tanaman pangan berasal dari jasa penjualan benih padi, jasa penjualan benih jagung, jasa penjualan benih kedelai, jasa penjualan benih kacang tanah dan jasa penjualan benih kacang hijau. Jasa penjualan benih padi terdiri dari benih padi kelas BD sebesar Rp 58.500.000 dan benih kelas BP 235
sebesar Rp 561.600.000. Jasa penjualan benih jagung berasal dari benih kelas BP sebesar Rp 30.000.000. Jasa penjualan benih kedelai terdiri dari 2 jenis benih yaitu kelas BD sebesar Rp 6.500.000 dan kelas BP sebesar Rp 34.650.000. Jasa penjualan benih kacang tanah berasal dari benih kelas BP sebesar Rp 4.200.000. sedangkan jasa penjuaan benih kacang hijau berasal dari kelas BP sebesar Rp 4.200.000. Total pendapatan asli daerah unit tanaman pangan sebesar Rp 699.650.000. Dari penjelasan diatas didapatkan total Pendapatan Asli Daerah BPPTPH Yogyakarta sebesar Rp 827.050.000.
B.
Harga Benih Biaya masing-masing benih yang telah disepakati sesuai SK Gubernur daerah Istimewa
Yogyakarta tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel 4.24.
Tabel 4.24. Harga Benih Berdasar Komoditas dan Kelas Berdasarkan SK Gubernur DIY, 2014 Jenis dan Kelas Benih
Harga (Rp/kg)
Padi BD
7.500
Padi BP
6.000
Kedelai BD
10.000
Kedelai BP
9.000
Jagung BP
6.000
Kacang Tanah BP
6.000
Kacang Hijau BP
6.000
Tomat sachet
6.000
Cabe sachet
5.000
Sumber: Data Sekunder Dinas Pertanian DIY (2014)
Berdasarkan SK Gubernur DIY tahun 2014 harga benih/kg masing-masing komoditas sudah ditetapkan. Ketentuan ini berlaku diseluruh wilayahYogyakarta termasuk Nanggulan, Gesikan, Berbah, Wates, Ngipiksari, Wonocatur, Kedungpoh dan Gading. Dari Tabel 4.2. dapat dilihat bahwa harga benih paling tinggi adalah kedelai BD yaitu Rp 10.000/kg dan paling rendah adalah cabe sachet Rp 5.000/kg. Produk benih unggulan kebun hortikultura adalah tomat varietas kaliurang, cabe besar keriting, cabe merah varietas gantari, benih pisang kepok kuning, bibit jamur edible dan krisan. Sedangkan produk benih unggulan tanaman pangan adalah benih padi berbagai varietas kelas BD dan BP, benih jagung komposit kelas BP, benih kedelai berbagai varietas kelas BD dan BP, benih kacang tanah berbagai varietas kelas BP dan benih kacang hijau berbagai varietas kelas BP. Terkait pemasaran benih, Sampai saat ini pemasaran benih masih berjalan dengan lancar selain di pasarkan pada kelompok tani setempat dan propinsi lain, beberapa mitra membantu pemasaran benih yang ada,khususnya untuk benih sayuran. BPPTPH juga memasarkan produk dengan merk “TUGU JOGJA”.
236
C.
Rencana Optimalisasi Pendapatan BPPTPH Tahun 2015 Lahan pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta yang lambat laun bergeser menjadi
perumahan, gedung, hotel, dan lain-lain, oleh karena itu Dinas Pertanian DIY merencanakan optimalisasi pendapatan. Rencana optimalisasi dapat dilihat pada Tabel 4.25. Tabel 4.25. Rencana Optimalisasi Pendapatan UPTD BPPTPH Dinas Pertanian DIY, 2015 No
Komoditas
Kelas BD
1.
Padi
2.
Jagung
3.
Kedelai
4. 5.
Kacang tanah Kacang Hijau
BP BP BD BP BR BP BP
Luas
Satuan
Hasil
Satuan
3
Ha
Kg
31
Ha
10 2 1 7.5 20
Ha Ha Ha Ha Ha
7.800 93.60 0 6.500 2.500 650 5.625 3.000 700 700
Kg Kg Kg Kg Kg Kg kg kg
Harga (Rp) 7.500
6.000 561.600.000 6.000 7.000 10.000 9.000 8.000 6.000 6.000
Tomat 6.
8.
9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.
39.000.000 17.500.000 6.500.000 50.625.000 24.000.000 4.200.000 4.200.000 -
- Curah
0.5
Ha
35
Kg
300.00 0
10.500.000
- Kemasan alumunium foil @ 10 gr
0.5
Ha
3.500
Sachet
5.000
21.000.000
50
Kg
250.00 0
12.500.000
3.500
Sachet
5.000
17.500.000
Cabe 7.
Jumlah (Rp) 58.500.000
- Curah - Kemasan aluminium foil @ 10 gr Kacang panjang - Curah Bibit jamur edibel kemasan botol Bibit Durian sambung Bibit manggis sambung Bibit Pisang kultur jaringan Anggrek kecil Bibit jambu Kristal Jambu dalhari BR Bibit Sirsak Bibit Non anggrek Anggrek stek
Total PAD Sumber: Data Sekunder Dinas Pertanian DIY
-
250
Kg
35.000
8.750.000
8.400
botol
3.000
25.200.000
1.850
batang
3.500
6.475.000
750
batang
3.000
2.250.000
3.000
batang
4.000
12.000.000
1.000
stek
750
750.000
200
batang
3.000
600.000
700
batang
3.500
2.450.000
100
batang
3.000
300.000
250
batang
1.500
375.000
1.500
batang
750
1.125.000 885.650.000
237
Berdasarkan Tabel 4.25. rencana optimalisasi pendapatan UPTD BPPTPH ditujukan ke semua wilayah kebun hortikultura dan tanaman pangan, yaitu Wates, Ngipikan, Wonocatur, Nanggulan, Gesikan, Berbah, Kedungpoh dan Gading. Pendapatan komoditas padi berbagai varietas kelas BD dan BP ditargetkan sebesar Rp 659.100.000, jagung kelas BP sebesar Rp 17.500.000, kedelai kelas BD, BP dan BR sebesar Rp 81.125.000, kacang tanah kelas BP sebesar Rp 4.200.000, kacang hijau kelas BP sebesar Rp 4.200.000, tomat (curah dan kemasan) sebesar Rp 31.500.000, cabe (curah dan kemasan) sebesar Rp 30.000.000, kacang panjang sebesar Rp 8.750.000, bibit jamur edibel kemasan botol sebesar Rp 25.200.000, bibit durian sambung sebesar Rp 6.475.000, bibit manggis sambung sebesar Rp 2.250.000, bibit pisang kultur jaringan sebesar Rp 12.000.000, anggrek kecil sebesar Rp 750.000, jambu dalhari kelas BR sebesar Rp 2.450.000. bibit sirsak sebesar Rp 300.000, bibit non anggrek sebesar Rp 375.000, anggrek stek sebesar Rp 1.125.000. Dari penjelaskan tersebut, total target PAD BPPTPH tahun 2015 sebesar Rp 885.650.000, atau meningkatkan pendapatan sekitar 7% dari tahun 2014.
2.
Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Pertanian (BPSBP)
A.
Biaya/Tarif Pelayanan Tarif jasa pemeriksaan lapangan dan pengujian benih penetapannya berdasarkan Peraturan
Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta No. 2 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Perda Provinsi DIY No. 2 tahun 2003 tentang Retribusi Jasa Umum. Usulan tahun 2015 Tarif jasa mengacu Peraturan Menteri Pertanian No. 48 tahun 2012 tersebut adalah sebagai berikut.
Tabel 4.26. Tarif Jasa Pemeriksa Lapangan dan Pengujian Benih Tahun 2014 dan Usulan Tarif 2015
No.
KOMODITAS DAN MACAM PENGUJIAN
2014 Tarif (Rp)
PAD
Usulan 2015 Tarif PAD (Rp)
A.
Jasa Pemeriksaan Lapangan dan Pengujian Benih Pertanian dalam rangka sertifikasi dan pengawasan mutu benih/bibit di Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Pertanian di DI.Yogyakarta 1. PADI a. Pemeriksaan lapangan per hektar 4.500,- 1.522.000,- 5.000,b. Pengujian benih untuk pengisian 6,- 5.717.159,7,label c. Pengujian benih untuk pelabelan 6.000,42.000,- 7.000,ulang per contoh benih d. Pengujian benih untuk keperluan 6.000,7.000,pengujian khusus per contoh benih e. Pengujian benih untuk keperluan 6.000,7.000,servis umum per contoh benih JUMLAH KOMODITAS PADI 22.506,- 7.281.159,- 26.007,2. JAGUNG KOMPOSIT a. Pemeriksaan lapangan per hektar 3.000,66.000,- 4.000,b. Pengujian benih untuk pengisian 6,324.948,7,label per Kg c. Pengujian benih untuk pelabelan 6.000,7.000,ulang per contoh benih
2.250.000,5.950.000,70.000,-
8.270.000,88.000,379.106,-
238
No.
KOMODITAS DAN MACAM PENGUJIAN
d. Pengujian benih untuk keperluan pengujian khusus per contoh benih e. Pengujian benih untuk keperluan service umum JUMLAH KOMODITAS JAGUNG KOMPOSIT 3. JAGUNG HIBRIDA a. Pemeriksaan lapangan per hektar b. Pengujian benih untuk pengisian label per Kg c. Pengujian benih untuk pelabelan ulang per contoh benih d. Pengujian benih untuk keperluan pengujian khusus per contoh benih e. Pengujian benih untuk keperluan service umum JUMLAH KOMODITAS JAGUNG HIBRIDA 4. KACANG-KACANGAN (Kedelai, Kacang Hijau, Kacang Tanah) a. Pemeriksaan lapangan per hektar b. Pengujian benih untuk pengisian label per Kg c. Pengujian benih untuk pelabelan ulang per contoh benih d. Pengujian benih untuk keperluan pengujian khusus per contoh benih e. Pengujian benih untuk keperluan service umum JUMLAH KOMODITAS KACANGKACANGAN 5. TANAMAN HORTIKULTURA TAHUNAN a. Pemeriksaan lapangan per rumpun (per 25 batang) b. Untuk dinyatakan lulus dikenakan biaya tambahan per batang c. Yang diperbanyak dengan sistem kultur jaringan dan mini grafting dikenakan biaya tambahan per batang JUMLAH KOMODITAS TANAMAN HORTIKULTURA TAHUNAN 6 TANAMAN HORTIKULTURA BENTUK BIJI a. Pemeriksaan lapangan per hektar b. Pengujian benih untuk pelabelan ulang percontoh benih c. Pengujian benih untuk keperluan service umum per contoh benih JUMLAH KOMODITAS TANAMAN HORTIKULTURA BENTUK BIJI 7. KENTANG/UMBI/RIMPANG a. Pemeriksaan per hektar b. Pemeriksaan umbi di gudang per Kg c. Pengujian umbi untuk keperluan pengujian khusus kesehatan benih per contoh benih
2014 Tarif (Rp) 6.000,-
Usulan 2015 Tarif PAD (Rp) 7.000,-
PAD
6.000,-
7.000,-
21.006,-
390.948,- 25.007,-
467.106,-
4.000,6,-
5.000,10,-
125.000,175.000,-
6.000,-
10.000,-
6.000,-
7.000,-
6.000,-
7.000,-
22.006,-
0 29.010,-
1.500,5,-
43.000,506.760,-
2.000,6,-
300.000,-
50.000,422.300,-
5.000,-
6.000,-
5.000,-
6.000,-
5.000,-
6.000,-
15.505,-
549.760,- 20.006,-
472.300,-
570.000,-
700.000,-
1.000,-
2.000,-
10,-
15,-
15,-
15,-
1.025,-
570.000,-
2.030,-
700.000,-
2.000,- 1.334.460,3.000,-
3.000,4.000,-
2.001.690,-
5.000,-
6.000,-
10.000,- 1.334.460,- 13.000,-
3.000,3,10.000,-
179.775,-
4.000,4,-
2.001.690,-
239.700,-
15.000,-
239
No.
2014
KOMODITAS DAN MACAM PENGUJIAN
Tarif (Rp) JUMLAH KOMODITAS KENTANG/ 13.003,UMBI/RIMPANG B. Pengesahan label per lembar 2,JUMLAH Sumber : Data Sekunder Dinas Pertanian DIY
Usulan 2015 PAD Tarif PAD (Rp) 179.775,- 19.004,239.700,-
577.418,10.883.520
4,-
1.154.836,13.605.632,-
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa komoditas yang memberikan kontribusi terhadap pendapatan asli daerah yaitu dari pengembangan komoditas tanaman padi, sebesar Rp 7.281.159,- dan diusulkan tahun 2015 akan meningkatkan pendapatan asli daerah dari komoditas ini, yaitu sebesar Rp 8.270.000,-. Jika diurutkan, komoditas yang memberikan pendapatan asli daerah dari yang tertinggi sampai terendah selain komoditas padi pada tahun 2014 yaitu tanaman hortikultura
bentuk
biji,
hortikultura
tahunan,
kacang-kacangan,
jagung
komposi,
kentang/umbi/rimpang, dan jagung hibrida. Urutan yang sama juga terjadi di usulan tahun 2015. Akan tetapi, pada tahun 2015 diharapkan pada komoditas mampu memberikan kontribusi kepada pendapatan asli daerah sebesar Rp 300.000,-.
B.
Waktu Penyelesaian Pelayanan
1.
Tahapan dan waktu penyelesaian pelayanan sertifikasi/pelabelan benih padi dan palawija untuk 1 unit kegiatan Tabel 4.27. Pelayanan Sertifikasi/Pelabelan Benih Padi dan Palawija
No. 1.
Jenis Pelayanan
8. 9.
Proses penerimaan permohonan pengajuan penangkaran sertifikasi benih Pemeriksaan lapangan pendahuluan Pemeriksaan lapangan fase vegetatif Pemeriksaan lapangan fase generatif Pemeriksaan lapangan fase masak Pemeriksaan alat panen dan penanganan panen Pemeriksaan alat pengolahan benih dan pengawasan mutu benih Pengambilan contoh benih Pengujian benih laboratoris
10.
Penerbitan sertifikat dan legalisasi label
11.
Pengawasan pemasangan label
2. 3. 4. 5. 6. 7.
Pelaksanaan Sebelum tanam
Waktu Penyelesaian 45 menit
Sebelum tanam ± 30 hari sesudah tanam ± 30 hari sebelum panen ± 7 hari sebelum panen Panen
2 jam 2 jam 2 jam 2 jam 4 jam
Panen
2 jam
Setelah prosesing benih 2 jam Setelah pengambilan 5-14 hari contoh benih Selesai pengujian 2 jam laboratoris Setelah penerbitan 4 jam sertifikat dan pelabelan-nya TOTAL PELAKSANAAN ± 6-16 hari
Sumber : Data Sekunder Dinas Pertanian DIY
240
2.
Tahapan dan waktu penyelesaian pelayanan sertifikasi/pelabelan buah-buahan secara vegetatif untuk 1 unit kegiatan Tabel 4.28. Pelayanan Sertifikasi/Pelabelan Buah-Buahan Secara Vegetatif
No. 1. 2.
Jenis Pelayanan Proses pemeriksaan lapangan pendahuluan Proses pemeriksaan okulasi/grafting/stek/cangkok Proses pemeriksaan siap salur
Pelaksanaan Sebelum tanam
Waktu Penyelesaian 45 Menit
Saat okulasi/ 2 jam grafting/stek/ cangkok 3. Setelah pemindahan 2 jam tanam 4. Proses legalisasi label Setelah lulus pemeriksaan 2 jam lapangan sap salur 5. Proses pengawasan pemasangan label Setelah penerbitan 2 jam sertifikat dan pelabelanya TOTAL PELAKSANAAN 8 jam 45 menit Sumber : Data Sekunder Dinas Pertanian DIY
3.
Tahapan dan waktu penyelesaian pelayanan sertifikasi/pelabelan hortikultura secara kultur jaringan untuk 1 unit kegiatan Tabel 4.29. Pelayanan Sertifikasi/Pelabelan Hortikultura Secara Kultur Jaringan
Waktu Penyelesaian 1. Proses pemeriksaan lapangan explant Saat pengambilan explant 1 jam 2. Proses pemeriksaan lapangan pendahuluan Saat pengambilan explant 1 jam 3. Proses pemeriksaan planlet Saat pengeluaran 2-3 jam 4. Proses pemeriksaan aklimatisasi 1 minggu setelah 2 jam pengeluaran 5. Proses pemeriksaan siap salur 2-3 bulan setelah 2 jam aklimatisasi 6. Proses legalisasi label Setelah pemeriksaan siap 2 jam salur 7. Proses pengawasan pemasangan label Setelah penerbitan 2 jam sertifikat dan pelabelanya TOTAL PELAKSANAAN 12-13 jam Sumber: Data Sekunder Dinas Pertanian DIY No.
Jenis Pelayanan
Pelaksanaan
241
4.
Tahapan dan waktu penyelesaian pelayanan sertifikasi/pelabelan tanaman pangan untuk 1 unit kegiatan Tabel 4.30. Pelayanan Sertifikasi/Pelabelan Tanaman Pangan
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Sebelum tanam
Waktu Penyelesaian 45 menit
Sebelum tanam
2 jam
3-4 bulan setelah tanam
2 jam
4 minggu sebelum panen Panen
2 jam 4 jam
Pengemasan Setelah selesai pengemasan Proses pengawasan pemasangan label Setelah selesai pengemasan TOTAL PENYELESAIAN
2 jam 2 jam
Jenis Pelayanan Proses penerimaan permohonan pengajuan penangkaran sertifikasi benih Proses pemeriksaan lapangan pendahuluan Proses pemeriksaan lapangan fase vegetative Proses pemeriksaan menjelang panen Proses pemeriksaan alat panen dan pengawasan panen Proses pemeriksaan umbi Proses legalisasi label
Pelaksanaan
4 jam 18 jam 45 menit
Sumber : Data Sekunder Dinas Pertanian DIY
5.
Tahapan dan waktu penyelesaian pelayanan sertifikasi/pelabelan tanaman sayuran semusim dalam bentuk biji untuk 1 unit kegiatan Tabel 4.31. Sertifikasi/Pelabelan Tanaman Sayuran Semusim dalam Bentuk Biji
No.
Jenis Pelayanan
1. 2. 3. 4.
Pelaksanaan
Proses pemeriksaan lapangan pendahuluan Sebelum sebar Proses pemeriksaan lapangan fase vegetatif Umur 3 mg – 1 bulan Proses pemeriksaan lapangan fase generatif Umur 2-4 bulan Proses pemeriksaan lapangan menjelang 1 mg sebelum panen panen 5. Proses pemeriksaan saat prosesing benih Saat panen 6. Proses pengambilan contoh benih Selesai prosesing 7. Prosesing pengujian laboratoris Selesai prosesing 8. Proses legalisasi label Selesai uji laboratoris 9. Proses pengawasan pemasangan label Selesai pengemas-an TOTAL PENYELESAIAN Sumber : Data Sekunder Dinas Pertanian DIY
Waktu Penyelesaian 2 jam 2 jam 2 jam 2 jam 2 jam 1 jam 1-2 jam 2 jam 2 jam 16-17 jam
Dari keseluruhan tabel yang sudah diuraikan sebelumnya, pelayanan yang paling banyak menghabiskan waktu yaitu waktu penyelesaian pelayanan sertifikasi/pelabelan benih padi dan palawija untuk 1 unit kegiatan, sebesar ± 6-16 hari, sedangkan yang menghabiskan waktu paling sedikit yaitu waktu penyelesaian pelayanan sertifikasi/pelabelan buah-buahan secara vegetatif untuk 1 unit kegiatan, yaitu selama 8 jam 45 menit.
242
3.
Balai Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian (BPSDMP) UPTD Balai Pengembangan Sumberdaya manusia Pertanian (BPSDMP) D.I. Yogyakarta
berdiri diatas lahan seluas 4.196 m2 dengan fasilitas utama yaitu gedung kantor, sarana Praktek Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, aula / ruang pertemuan yang berkapasitas 100 orang, 5 unit ruang kelas, 2 unit asrama, perpustakaan, ruang makan dengan kapaistas 70 orang, mushola, tempat parkir dan sarana penunjang berupa fasilitas olahraga dan hiburan. Kegiatan yang diselenggarakan di UPTD ini berfokus pada penyelenggaraan Diklat Bagi Petugas dan Petani/Masyarakat Pertanian, antara lain Diklat Teknis Pertanian, Teknis Administrasi, Manajemen Teknis, Penjenjangan dan lain sebagainya. Selain itu, UPTD ini menjalin kerjasama dengan berbagai lembaga kediklatan, antara lain badan Pengembangan SDM Pertanian, Beberapa Balai Besar Pelatihan Pertanian dan Lembaga Kediklatan terkait lainnya. Selain memberikan pelatihan dan kerjasama mengenai pelaksanaan diklat, UPTD ini juga memberikan pelayanan lain berupa penyewaan fasilitas yang dimiliki. Berikut diantaranya.
Tabel 4.32. Tarif Pelayanan Fasilitas UPTD BPSDMP D.I. Yogyakarta No.
Uraian
Usulan Tarif 2015 (Rp)
Tarif 2014 (Rp)
1.
Asrama : 1. Tarif Asrama Internal 2. Tarif Asrama Komersial 2. Ruang Kelas dan Aula 1. Kelas kapasitas 40 dan 30 orang 2. Ruang Aula kapasitas 100 orang 3. LCD Proyektor TOTAL Sumber : Data Sekunder Dinas Pertanian DIY (2014)
75.000,75.000,-
90.000,150.000,-
80.000,100.000,330.000,-
80.000,100.000,150.000,570.000,-
Dari Tabel 4.32. dapat diuraikan bahwa tarif paling besar pada tahun 2014 yaitu sewa ruang aula, dan diusulkan pada tahun 2015 tarif asrama dinaikkan, untuk internal sebedar Rp 75.000,dan untuk komersial sebesar Rp 150.000,-, sedangkan untuk tarif sewa ruang kelas dan aula tidak dinaikkan. Dari hasil pemakaian kamar asrama dan ruang kelas yang sudah diuraikan sebelumnya, disetor ke negara melalui PAD selama 2 (dua) tahun sebagai berikut.
Tabel 4.33. Pendapatan Asli Daerah UPTD BPSDMP Tahun 2012-Usulan 2015 No.
Tahun
Target
Realisasi
%
1.
2012
9.700.000,00
11.270.000,00
115,59
2.
2013
5.400.000,00
7.605.000,00
140,83
3.
2014
5.400.000,00
6.600.000,00 *)
122,22
4. 2015 6.600.000,00 *) sampai dengan bulan September 2014; Sumber : Data Sekunder Dinas Pertanian DIY
243
Tabel 4.33 menyatakan bahwa realisasi pemasukan terhadap Pendapatan Asli Daerah setiap tahunnya mengalami peningkatan, baik jumnlah target dan realisasi, maupun realisasi dari tahun ke tahun. Rata-rata kenaikan tiap tahunnya lebih dari 100%, hal ini berarti UPTD BPSDMP D.I. Yogyakarta memberikan kontribusi yang cukup aktif terhadap PAD D.I. Yogyakarta. Walaupun tidak sebesar UPTD lainnya, akan tetapi kontribusinya terus meningkat tiap tahunnya.
4.
Balai Pengembangan Sumberdaya manusia Pertanian (BPSDMP) Balai Proteksi tanaman pangan merupakan salah satu penyumbang PAD Dinas pertanian
DIY. Potensi penerimaan BPTP dari penjualan agensia hayati atau pestisida hayati dalam satu tahun ditarget menjual 1000 agens hayati. Dalam satu tahun BPTP menyumbangkan Rp 5.000.000,00 dari agensia hayati dimana satu agensia hayati dihargai sebesar Rp. 5.000,00. Tabel. 4.34. Target penjualan Agens Hayati Jenis PAD Agensia Hayati/Pestisida Nabati
Target 2014 5.000.000,-
Realisasi sd Sept 2014 3.510.000,-
Target 2015 6.500.000,-
Sumber: Data Sekunder Dinas Pertanian DIY (2014)
) B.
Sub Sektor Peternakan Seperti telah diuraikan pada Bab III, terdapat beragam pelayanan yang diberikan oleh
UPTD BPBPTDK. Layanan tersebut meliputi kegiatan di Laboratorium Kesmavet, kegiatan Laboratorium Keswan, kegiatan pengembangan bibit ternak (sapi perah, sapi potong, dan kambing), kegiatan pengembangan semen beku (sapi simental, sapi limosin, dan sapi PO/Brahman), dan kegiatan pengembangan Hijauan Pakan Ternak (HPT). Berdasarkan data yang dilaporkan oleh UPTD BPBPTDK, sumber potensial PAD diklasifikasikan menjadi 2 (dua), sebagai berikut: 1.
PAD bersifat tetap terdiridari : a. Penjualan susu sapi perah; b. Penjualan pedet sapi perah; c. Penjualan pedet sapi potong; d. Penjualan cempe kambing domba; e. Penjualan semen beku; f. Pengujian pullorum;
2.
PAD bersifat tidak tetap terdiri dari : a. Pengujian kesmavet; b. Pengujian RBT; c. Pengujian HI/AI; d. Afkir sapi potong; e. Afkir sapi perah; 244
f. Afkir kambing domba.
Sumber PAD bersifat tetap dikategorikan berdasarkan sifatnya yang setiap bulan atau setiap tahun dikerjakan dan menghasilkan pendapatan. Pengklasifikasian sumber PAD tidak tetap berdasarkan pada PAD yang setiap bulan atau setiap tahun tidak selalu dapat menghasilkan pendapatan. PAD yang sifatnya pengujian (Pengujian Kesmavet, HI/AI, dan RBT) sangat ditentukan oleh kesadaran dan kepentingan masyarakat. Laboratorium bersikap ‘statis’, namun telah melakukan sosialisasi arti pentingnya nilai pengujian. Pengujian Kesmavet ke depan, dengan berlangsungnya pasar bebas ASEAN (MEA) yang berlaku mulai tahun 2015 akan sangat dibutuhkan karena barang yang beredar di pasar bebas keamanan pangan harus dibuktikan dengan hasil pengujian dari laboratorium. Dengan demikian, pengujian yang bersifat tidak tetap diharapkan dapat berperan lebih besar dalam memberikan layanan, yang secara bersamaan menghasilkan penerimaan pendapatan bagi pembangunan di DIY.
1.
Estimasi Potensi PAD UPTD BPBPTDK Untuk mengetahui potensi penerimaan sub-sektor peternakan dilakukan analisis data dan
perhitungan dengan dua pendekatan: (1) pendekatan trend berdasarkan data pekembangan capaian (realisasi target penerimaan PAD) pada masing-masing komponen penghasil dan (2) analisis berbasis potensi reproduksi unit yang dikelola, terutama untuk produksi ternak dan susu. Tabel 4.35 menyajikan estimasi potensi penerimaan PAD sub-sektor peternakan yang telah disusun oleh UPT BPBPTDK. Estimasi tersebut berdasarkan data asumsi pertumbuhan posisif selama periode 2008-2009 dan dilakukan estimasi penerimaan selama 5 tahun (2015-2020) dengan tingkat pertumbuhan tahunan sebesar 5% per tahun. Estimasi ini dilaporkan juga memperhatikan faktor internal (perbaikan nilai asset) dan eksternal (harga pasar, kebijakan/politik, iklim/cuaca), sehingga diperoleh proyeksi Pendapatan Asli Daerah (PAD) UPTD BPBPTDK Dinas Pertanian DIY selama 5 (lima) tahun ke depan (2015-2020).
245
Tabel 4.35. Proyeksi Target PAD Tahun 2015-2020 UPTD BPBPTDK, Dinas Pertanian DIY No.
Jenis Pendapatan
*Realisasi
Asumsi
Proyeksi (Asumsi Kenaikan 5% per Tahun)
PAD 2014
PAD 2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
PAD bersifat pokok / tetap 1.
Penjualan Susu Sapi Perah
166.604.675
222.139.567
233.246.545
244.908.872
257.154.316
270.012.032
283.512.633
297.688.265
2.
Penjualan Pedet Sapi Perah
29.050.000
38.733.333
40.670.000
42.703.500
44.838.675
47.080.609
49.434.639
51.906.371
3.
Penjualan Pedet Sapi Potong
12.950.000
17.266.667
18.130.000
19.036.500
19.988.325
20.987.741
22.037.128
23.138.985
4.
Penjualan Cempe
4.900.000
6.533.333
6.860.000
7.203.000
7.563.150
7.941.308
8.338.373
8.755.292
Kambing/Domba 5.
Penjualan Semen Beku
36.800.000
49.066.667
51.520.000
54.096.000
56.800.800
59.640.840
62.622.882
65.754.026
6.
Pengujian Pullorum test
4.500.000
6.000.000
6.300.000
6.615.000
6.945.750
7.293.038
7.657.689
8.040.574
7.
Pengujian HI/AI test
1.715.000
2.286.667
2.401.000
2.521.050
2.647.103
2.779.458
2.918.431
3.064.352
PAD bersifat tidak tetap 1.
Pengujian Kesmavet
560.000
746.667
784.000
823.200
864.360
907.578
952.957
1.000.605
2.
Pengujian RBT Test
-
-
-
-
-
-
-
-
3.
Afkir Sapi Potong
-
-
-
-
-
-
-
-
4.
Afkir Sapi Perah
13.700.000
18.266.667
19.180.000
20.139.000
21.145.950
22.203.248
23.313.410
24.479.080
5.
Afkir Kambing/Domba
750.000
1.000.000
1.050.000
1.102.500
1.157.625
1.215.506
1.276.282
1.340.096
271.529.675
362.039.567
380.141.545
399.148.622
419.106.053
440.061.356
462.064.424
485.167.645
Jumlah
Keterangan * : Realisasi PAD sampai bulan September 2014
Sumber: UPTD BPBPTDK, 2014
246
Trend pertumbuhan positif target PAD yang akan dihasilkan oleh UPT BPBPTDK, menunjukkan nilai yang lebih rendah dari pertumbuhan rata-rata capaian dalam 5 tahun terakhir. Tabel 4.36. menyajikan data pertumbuhan dari masing-masing sumber/bagian yang menghasilkan PAD sub-sektor peternakan, dalam periode 2008-2013. Trend pertumbuhan ratarata tahunan yang mencapai di atas 35%, memberikan indikasi dua hal: (1) PAD sub-sektor peternakan masih dapat ditingkatkan lebih tinggi dari yang ditarget saat ini. Namun demikian, (2) peningkatan target dari unit penghasil, terutama yang menjadi penyumbang terbesar PAD sub-sektor peternakan, adalah makhluk hidup (ternak) yang memiliki batasan biologis (titik optimal). Tabel 4.36. Trend Pertumbuhan PAD Sub-Sektor Peternakan DIY No. 1.
Sumber Penerimaan
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Realisasi (Rp.000)
Realisasi (Rp.000)
Realisasi (Rp.000)
Realisasi (Rp.000)
Realisasi (Rp.000)
Realisasi (Rp.000)
27.358,50
40.268,05
142.937,17
Rata-rata 2008-2013 (%)
Pertumbuhan Eksponensial (%)
69,27
46,8
95,65
58,8
5,00
11,1
1,62
0,50
18,58
8,80
0,67
0
6.
Penjualan Susu Sapi Perah Pertumbuhan (%/tahun) Penjualan Pedet Sapi Perah Pertumbuhan (%/tahun) Penjualan Pedet Sapi Potong Pertumbuhan (%/tahun) Penjualan Cempe Kambing/Domba Pertumbuhan (%/tahun) Penjualan Semen Beku Pertumbuhan (%/tahun) Pengujian Pullorum
7.
Pertumbuhan (%/tahun) Pengujian HI/AI
0
0
0
0
0
2.950
8.
Afkir Sapi Potong
0
13.750
13.753
0
0
0
0
9.
Afkir Sapi Perah
11.000
11.000
11.020
0
11.050
13.700
0
2.
3.
4.
5.
10.
Pertumbuhan (%/tahun) Afkir Kambing/Domba Pertumbuhan (%/tahun) Jumlah
Pertumbuhan (%/tahun)
47,19 4.400
254,96
4.650 5,68
13.750
-14,04
23.250 400,00
0
122.866
67,32
28.800 23,87
0
205.583
-9,09
37.700 30,90
10.000
186.890,80
44.400 17,77
10.500
12.350
5,00 0
0
0
8.000
9.350 16,88
0
0
60.000
50.000 -16,67
4.500
4.500 0
4.500 0
-13,64
96.000 92,00
5.400 20,00
8.075
77.200 -19,58
4.500 -16,67
4.500 0
4,5 10.225
10.000
10.000
0
0
2.875 -22,41
71.233,50
84.168,05 18,16
265.460,17 215,39
233.116 -12,18
376.033,24 61,31
352.940,80 -6,14
55,31
37,72
247
Untuk mengetahui secara detail potensi penerimaan PAD sub-sektor peternakan dilakukan analisis lanjut berdasarkan unit penghasil, dari data yang tersaji pada Tabel 4.2. Analisis potensi
penerimaan PAD subsector peternakan dilakukan dengan perpaduan analisis trend dan potensi produksi digunakan untuk perhitungan potensi PAD dari unit sapi dan kambing, sedangkan unit penghasil lainnya seperti pengujian laboratorium hanya menggunakan analisis trend. 1.
Potensi Penerimaan PAD dari Pengelolaan Ternak Sapi Perah UPTD BPBPTDK mengelola sapi perah dan sapi potong, sebagai unit penghasil. Kedua
kelompok ternak tersebut menjadi penyumbang utama PAD sub-sektor peternakan. Sumber penerimaan dari kedua kelompok tersebut terbagi menjadi tiga kelompok besar sumber penerimaan, yaitu: pedet, susu, dan afkiran. Penjualan pedet sapi perah mengalami peningkatan yang signifikan dalam 6 tahun teakhir, yaitu dengan rata-rata pertumbuhan mencapai 58,8% per tahun (atau lebih). Pertumbuhan positif penjualan pedet sapi perah, juga sejalan dengan penjualan susu sapi perah, yang tumbuh dengan rata-rata 46,68% per tahun. Namun demikian, pertumbuhan penjualan susu sapi perah negatif pada tahun 2011, yang merupakan imbas dari letusan Gunung Merapi akhir tahun 2010. Sementara penjualan afkir sapi perah, memiliki nilai yang flat (hampir sama setiap tahunnya), walaupun mengalami penurunan tahun 2011, yang diperkirakan imbas dari bencana alam letusan Gunung Merapi. Kelompok ternak afkir ini, dalam pengelolaan PAD peternakan dikelompokkan sebagai sumber PAD tidak tetap, karena tidak selalu menghasilkan setiap tahunnya. Gambar 4.1, Gambar 4.2, dan Gambar 4.3 menyajikan data trend realisasi penerimaan penjualan sapi perah, susu sapi perah, dan akir sapi perah selama periode 2008-2013.
248
Gambar 4.1. Realisasi Penerimaan Penjualan Sapi Perah, 2008-2013 Penjualan Pedet Sapi Perah (dalam ribu rupiah) 50,000
44,400
45,000
37,700 39,100
40,000 32,000
35,000
28,800 28,800
30,000
23,100 23,250
25,000 20,000
4,400
4,400
4,400
4,650
Target (Rp.000)
Realisasi (Rp.000)
5,000
Realisasi (Rp.000)
10,000
Target (Rp.000)
15,000
2008
2009
2010
2011
2012
Realisasi (Rp.000)
Target (Rp.000)
Realisasi (Rp.000)
Target (Rp.000)
Realisasi (Rp.000)
Target (Rp.000)
Target (Rp.000)
Realisasi (Rp.000)
0
2013
249
Gambar 4.2. Realisasi Penerimaan Penjualan Susu Sapi Perah, 2008-2013 Penjualan Susu Sapi Perah (dalam ribu rupiah) 250,000.00 205,583 186,890.80
200,000.00
157,300 134,400
150,000.00
130,000122,866134,400
100,000.00 27,358.50 40,268.05 50,000.00 27,358.50 27,300 0
2008
2009
2010
2011
2012
Realisasi (Rp.000)
Target (Rp.000)
Realisasi (Rp.000)
Target (Rp.000)
Realisasi (Rp.000)
Target (Rp.000)
Realisasi (Rp.000)
Target (Rp.000)
Realisasi (Rp.000)
Target (Rp.000)
Realisasi (Rp.000)
Target (Rp.000)
0.00
2013
250
Gambar 4.3. Realisasi Penerimaan Penjualan Afkir Sapi Perah, 2008-2013
Afkir Sapi Perah (dalam ribu rupiah) 16,000 13,700
14,000 12,000
11,000
11,000
11,050
11,020
10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 0 0 2008
2009
2010
2011
2012
2013
Untuk mengestimasi potensi PAD dari pengelolaan sapi perah dilakukan perhitungan potensi berbasis pada potensi reproduksi aset (stok) induk sapi perah yang dikelola saat ini dan tarif yang berlaku (sesuai PERDA) untuk setiap produksi ternak yang dihasilkan. Perubahan ketetapan tariff akan berdampak langsung pada perubahan nilai potensi penerimaan. Berdasarkan data UPTD diketahui stok induk sapi perah yang dikelola saat ini adalah 62 ekor, dengan betina sejumlah 60 ekor. Dari pengelolaan stok induk betina tersebut dapat diketahui potensi produksi anakan sapi (pedet) dan penerimaannya. Metode dan asumsi perhitungan disajikan pada Gambar 4.4. Berdasarakn Gambar 4.4 diasumsikan induk beranak dua kali dalam 3 tahun atau terdapat potensi kelahiran 1,5 kali dalam setahun per induk. Diperkirakan mortalitas sebesar 5% setiap periode kelahiran dan imbangan jantan betina adalah 50%. Pedet yang dihasilkan tidak seluruhnya dijual, tetapi alokasikan 20% dari betina untuk cadangan (replacement) dari induk yang tidak produktif. Untuk sapi perah, karena terdapat produk susu yang dihasilkan maka produksi per hari diestimasi sekitar 10 liter susu per hari per induk (menurut hasil penelitian Kemenristek, standar normal produksi susu sapi sebenanrnya adalah
251
12 liter/hari) (http://distan.pemda-diy.go.id). Dengan demikian potensi PAD yang dihasilkan akan diperoleh dari penjualan pedet, produksi susu, dan induk afkir. Volume produksi (jumlah) dikalikan tarif yang berlaku akan diperoleh potensi penerimaan PAD. Tabel 4.37 selanjutnya menyajikan data dan hasil perhitungan potensi PAD sub-sektor peternakan dari unit penghasil sapi perah. Berdasarkan perhitungan tersebut, potensi penerimaan PAD dari pengelolaan sapi perah diperkirakan mencapai Rp349 juta rupiah per tahun. Penerimaan tersebut diperoleh dari penjualan pedet senilai Rp66 juta dan ternak afkir sekitar Rp10,6 juta per tahun. Penerimaan terbesar diperkirakan dari penjualan susu sapi perah sebesar Rp272 juta per tahun. Dengan demikian, trend positif pertumbuhan PAD peternakan sapi yang telah digambarkan pada Gambar 4.1 – Gambar 4.3 menunjukkan bahwa penerimaan dari sapi perah masih dapat dioptimalkan, sampai pada tingkat potensi biologis berdasarkan perhitungan ini. Perubahan (peningkatan) PAD dapat lebih besar dari nilai estimasi, jika ternak (stok atau aset induk) yang dikelola lebih besar jumlahnya. Perubahan stok yang dikelola tersebut tentu saja membutuhkan penyediaan sarana prasarana (pakan dan kandang) serta kebutuhan lainnya yang sesuai dengan perubahan pada stok yang dikelola. Namun demikiian, pengelolaan secara optimal stok saat ini maka target yang akan dicapai masih dapat ditingkatkan (di atas 5% per tahun) karena tersedia masih terbuka peluang peningkatan PAD dari pengelolaan sapi perah.
252
Gambar 4.4. Pendekatan Perhitungan Potensi Penerimaan PAD Ternak Sapi Perah AFKIR 4 (j)
INDUK 60 (a)
SIAP REPRODUKSI 50% SUSU SAPI (k)
30 (b)
3 Tahun beranak 2 kali (30x 2):3 = 45 Potensi 10 liter/hari/induk
45 (c)
Mortalitas 5% (45x 0,05) = 43 45 (c)
21 BETINA (d)
Imbangan jantan betina 50% 22 JANTAN (e)
Replacement 20% 4 REPLACE (h)
17 JUAL (g)
22 JUAL (i)
PAD = g+i+j+k
253
Tabel 4.37. Estimasi Potensi PAD Sub-Sektor Peternakan dari Unit Penghasil Sapi Perah Sumber penerimaan
Satuan
Jumlah populasi dasar atau induk dalam ekor (a) ekor JANTAN dalam ekor (a1) ekor BETINA dalam ekor (a2) ekor Induk siap ber reproduksi (b = 50% atau 0,5*a2) Jumlah induk siap ber reproduksi dalam ekor (c = a2*b) ekor Peluang kelahiran per tahun (3 Tahun beranak 2 kali ) (d) kali Perkiraan jumlah anakan dalam setahun (e = c*d) kali Mortalitas anakan (f = 5% atau 0,05) Jumlah anakkan mati (g = e*f) ekor Jumlah anakkan hidup (h = e-g) ekor Imbangan jantan betina dari anakan (asumsi 50% dari h atau i = 0,5) Sapi betina dalam ekor (j1) ekor Sapi jantan dalam ekor (j2) ekor Jumlah anakan untuk replacement dalam persen, perkiraan 20% atau 0,2 dari sapi betina (k = 0,2) Jumlah anakan untuk replacement dalam ekor sapi betina (l = k*j1) Jumlah anakan betina untuk replacement dalam ekor (l1) ekor Jumlah anakan jantan untuk replacement dalam ekor (l2) ekor Jumlah anak untuk dijual ekor (m) Jumlah anakan betina untuk dijual dalam ekor (m1) ekor Jumlah anakan jantan untuk dijual dalam ekor (m2) ekor Harga jual anakkan (n = Rp/ekor) Jantan dalam rupiah per ekor (n1) Rp Betina dalam rupiah per ekor (n2) Rp Nilai jual anakkan (p = q1+q2) Rp Betina dalam rupiah (q1 = m1*n1) Rp Jantan dalam rupiah (q2 = m2*n2) Rp Jumlah induk afkiran dalam setahun dalam ekor (r) Betina dalam ekor (r1) ekor Jantan dalam ekor (r2) ekor Harga jual induk afkiran dalam rupiah per ekor (s) Betina dalam rupiah (s1) Rp Jantan dalam rupiah (s2) Rp Nilai jual induk afkiran (t =t1 + t2) Rp Betina dalam rupiah (t1 = s1*r1) Rp Jantan dalam rupiah (t2 = s2*r2) Rp Potensi produksi susu per hari per induk dalam liter per hari (u1) liter/hari Produksi susu semua induk per hari dalam liter (u2 = c*u1) liter/hari Lama produksi susu (u3) bulan Jumlah total produksi (u = u2*u3) liter/tahun Tarif (v) Rp/liter Nilai penjualan susu (w = u*v) Rp PENERIMAAN (N = j + m + w)
Rp
Nilai 62 60 0.5 30 1.5 45 0.1 2 43 0.5 21
22 0.2 4 4 39 17 22 1,700,000 1,700,000 66,470,000 29,070,000 37,400,000 4 4 2,500,000 4,000,000 10,687,500 10,687,500 -
10 300 10 90,000 3,025 272,250,000 349,407,500
254
2.
Potensi Penerimaan PAD dari Pengelolaan Ternak Sapi Potong Pertumbuhan PAD dari hasil pengelolaan ternak sapi potong cukup berfluktuasi.
Selama tahun 2009-2010 tidak terdapat penerimaan PAD dari pengelolaan sapi potong dari penjulaan pedet, kecuali dari penjualan ternak afkir. Namun demikian, terdapat kecenderungan pertumbuhan PAD penjualan pedet sapi potong dalam 3 tahun terakhir. Rata-rata pertumbuhan penjualan pedet sapi potong berkisar antara 5-11% per tahun. Dengan pendepatan seperti pada sapi perah (kecuali untuk produksi susu dan berat hidup sapi potong afkir), dapat diestimasi potensi penerimaan dari pengelolaan aset (stok induk) sapi potong saat ini. Berat hidup sapi potong dalam hal ini dipekrikan sekitar 400 kg/ekor. Menurut data hasil kajian Kemenristek, Sapi Bali berat badan mencapai 300-400 kg dan persentase karkasnya 56,9%, sedangkan Sapi Aberdeen angus (Skotlandia) umur 1,5 tahun dapat mencapai 650 kg (http://distan.pemdadiy.go.id). Tabel 4.4 menyajikan estimasi potensi PAD sub-sektor peternakan dari unit penghasil sapi potong. Gambar 4.5. Realisasi Penerimaan Penjualan Pedet Sapi Potong, 2008-2013 Penjualan Pedet Sapi Potong (dalam ribu rupiah) 18,000
16,000 14,000
13,750 13,750 12,000 12,350
12,000
10,000 10,000 10,000 10,500
10,000
8,000 6,000
0
0
0
Target (Rp.000)
2,000
Realisasi (Rp.000)
4,000 0
2008
2009
2010
2011
2012
Realisasi (Rp.000)
Target (Rp.000)
Realisasi (Rp.000)
Target (Rp.000)
Realisasi (Rp.000)
Target (Rp.000)
Realisasi (Rp.000)
Target (Rp.000)
Target (Rp.000)
Realisasi (Rp.000)
0
2013
255
Gambar 4.6. Realisasi Penerimaan Penjualan Afkir Sapi Potong, 2008-2013 Afkir Sapi Potong 16000 14000 12000 10000 8000
6000 4000 2000 0 2008
2009
2010
2011
2012
2013
Tabel 4.38 menunjukkan bawa pengelola sapi potong akan memberikan potensi penerimaan sebesar Rp57 juta per tahun, dengan distribusi terbesar dari hasil penjualan pedet yang mencapai Rp38 juta. Berdasarkan capaian saat ini masih terbuka peluang peningkatan PAD mendekati dua kali lipat saat ini. Untuk itu, diperlukan berbagai perbaikan untuk merealisasikan potensi tersebut. Perbaikan yang dimaksud antara lain penyediaan hijauan pakan ternak yang sesuai jumlah dan kualitas dan kandang yang memadai, serta SDM pengelola yang cukup secara jumlah.
256
Tabel 4.38. Estimasi Potensi PAD Sub-Sektor Peternakan dari Unit Penghasil Sapi Potong Sumber penerimaan
Satuan
Jumlah populasi dasar atau induk dalam ekor (a) ekor JANTAN dalam ekor (a1) ekor BETINA dalam ekor (a2) ekor Induk siap ber reproduksi (b = 50% atau 0,5*a2) Jumlah induk siap ber reproduksi dalam ekor (c = a2*b) ekor Peluang kelahiran per tahun (3 Tahun beranak 2 kali ) (d) kali Perkiraan jumlah anakan dalam setahun (e = c*d) kali Mortalitas anakan (f = 5% atau 0,05) Jumlah anakkan mati (g = e*f) ekor Jumlah anakkan hidup (h = e-g) ekor Imbangan jantan betina dari anakan (asumsi 50% dari h atau i = 0,5) Sapi betina dalam ekor (j1) ekor Sapi jantan dalam ekor (j2) ekor Jumlah anakan untuk replacement dalam persen, perkiraan 20% atau 0,2 dari sapi betina (k = 0,2) Jumlah anakan untuk replacement dalam ekor sapi betina (l = k*j1) Jumlah anakan betina untuk replacement dalam ekor (l1) ekor Jumlah anakan jantan untuk replacement dalam ekor (l2) ekor Jumlah anak untuk dijual ekor (m) Jumlah anakan betina untuk dijual dalam ekor (m1) ekor Jumlah anakan jantan untuk dijual dalam ekor (m2) ekor Harga jual anakkan (n = Rp/ekor) Jantan dalam rupiah per ekor (n1) Rp Betina dalam rupiah per ekor (n2) Rp Nilai jual anakkan (p = q1+q2) Rp Betina dalam rupiah (q1 = m1*n1) Rp Jantan dalam rupiah (q2 = m2*n2) Rp Jumlah induk afkiran dalam setahun dalam ekor (r) ekor Berat induk betina dalam kg (r1) kg/ekor Total berat induk dalam kg (r2) kg Harga jual induk afkiran dalam rupiah per kg (s) Betina dalam rupiah (s1) Rp Jantan dalam rupiah (s2) Rp Nilai jual induk afkiran (t =t1 + t2) Rp Betina dalam rupiah (t1 = s1*r1) Rp PENERIMAAN (N = j + m + w)
3.
Rp
Nilai 24 24 0.5 12 1.5 18 0.1 1 17 0.5 9
9 0.2 2 2 16 7 9 2,400,000 2,400,000 38,016,000 16,416,000 21,600,000 2 400 800 12,000 12,000 9,600,000 9,600,000 47,616,000
Potensi Penerimaan PAD dari Pengelolaan Ternak Kambing Berdasarkan hasil diskusi lapangan untuk ternak kambing yang dikelola oleh UPTD
saat ini, kambing sebagai penghasil PAD bukanlah aset dengan kualitas yang memenuhi syarat dengan lokasi/wilayah pengelolaannya. Sehingga hasil yang diperoleh dari pengelolaan kambing sebagai penerimaan daerah belum optimal. Realisasi penerimaan dalam periode 20082013, walaupun terdapat kecenderungan sedikit peningatan PAD dari pengelolaan kambing, 257
tapi hanya berkisar sekitar Rp8 juta per tahun (Gambar 4.7). Sementara, penjualan kambing afkir juga mengalami penurunan dalam periode yang sama (Gambar 4.8). Untuk mengetahui potensi penerimaan PAD dari pengelolaan kambing dilakukan analisis berbasis aset yang dikelola. Aset dalam hal ini adalah stok induk kambing yang dapat ditampung oleh unit pengelola saat ini. Pendekatan analisis potensi tesaji pada Gambar 4.9. Hasil analisis berbasis stok induk tersebut tersaji pada Tabel 4.39. menyajikan potensi penerimaan PAD dari pengelolaan ternak kambing. Gambar 4.7. Realisasi Penerimaan Penjualan Kambing, 2008-2013
Penjualan Cempe Kambing/Domba 12000 9,350
8,000
8,000
8,000
Target (Rp.000)
Realisasi (Rp.000)
Target (Rp.000)
10000
8,000
8,075
8000 6000 4000
0
0
Target (Rp.000)
0
Realisasi (Rp.000)
0
Target (Rp.000)
0
Realisasi (Rp.000)
2000 0
2008
2009
2010
2011
2012
Realisasi (Rp.000)
Target (Rp.000)
Realisasi (Rp.000)
-4000
Realisasi (Rp.000)
-2000
Target (Rp.000)
0
2013
258
Gambar 4.8. Realisasi Penerimaan Penjualan Kambing Afkir, 2008-2013 Afkir Kambing/Domba 14,000
12,000 10,225
10,000
10,000
10,000 8,000 6,000
4,000
2,875
2,000 0
0
2011
2012
0 2008
2009
2010
2013
259
Gambar 4.9. Pendekatan Perhitungan Potensi Penerimaan PAD Ternak Kambing 68 JUAL (AFKIR) (k) INDUK AFKIR POPULASI DASAR 75 EKOR (a) SIAP BERANAK 75% DARI POPULASI DASAR
56 ekor induk (b) ANGKA KELAHIRAN 1,5
PAD = h+j+k
84 ekor cempe (c) TINGKAT KEMATIAN 10%
76 ekor cempe (d) ESTIMASI 50% JANTAN : 50% BETINA
38 BETINA (f)
38 JANTAN (e)
10% REPLACEMENT
4 REPLACE (g)
34 JUAL (h)
4 REPLACE (i)
34 JUAL (j)
Berdasarkan hasil estimasi potensi penerimaan PAD pengelolaan ternak kambing, diketahui potensi penerimaan sebesar Rp19,3 juta per tahun. Nilai tersebut diperoleh dari penjualan cempe sebesar Rp17 juta dan induk akir sebesar Rp2,3 juta. Hasil estimasi potensi diperkirakan masih memberikan ruang pagi peningkatan realisasi potensi PAD dari pengelolaan ternak kambing. Upaya perbaikan induk yang dikelola saat ini dapat menjadi solusi peningkatan PAD dari pengelolaan kambing. Sehingga perubahan total stok induk yang saat ini perlu dilakukan agar tercapai produktivitas optimal. Namun demikian, jika terjadi pembaruan stok induk pada tahun 2015, maka smber PAD utama hanya berasal dari penjualan induk afkir yang akan diperbaharui. Tarif yang rendah juga perlu ditinjau agar sesuai atau tidak berbeda jauh dengan harga pasar kambing.
260
Tabel 4.39. Estimasi Potensi PAD Sub-Sektor Peternakan dari Unit Penghasil Kambing Sumber penerimaan
Satuan
Nilai
Jumlah populasi dasar atau induk dalam ekor (a) ekor 85 JANTAN dalam ekor (a1) ekor 10 BETINA dalam ekor (a2) ekor 75 Induk siap ber reproduksi (b = 75% atau 0,75*a2) 0.8 Jumlah induk siap ber reproduksi dalam ekor (c = a2*b) ekor 56 Peluang kelahiran per tahun (1.5 ekor anakan per tahun) (d) kali 1.5 Perkiraan jumlah anakan dalam setahun (e = c*d) kali 84 Mortalitas anakan (f = 10% atau 0,1) 0.1 Jumlah anakkan mati (g = e*f) ekor 8 Jumlah anakkan hidup (h = e-g) ekor 76 Imbangan jantan betina dari anakan (asumsi 50% dari h atau i = 0,5) 0.5 Sapi betina dalam ekor (j1) ekor 38 Sapi jantan dalam ekor (j2) ekor 38 Jumlah anakan untuk replacement dalam persen, perkiraan 10% atau 0,1 dari kambing betina (k = 0,1) 0.1 Jumlah anakan untuk replacement dalam ekor sapi betina (l = k*j1) 8 Jumlah anakan betina untuk replacement dalam ekor (l1) ekor 4 Jumlah anakan jantan untuk replacement dalam ekor (l2) ekor 4 Jumlah anak untuk dijual ekor (m) 68 Jumlah anakan betina untuk dijual dalam ekor (m1) ekor 34 Jumlah anakan jantan untuk dijual dalam ekor (m2) ekor 34 Harga jual anakkan (n = Rp/ekor) Jantan dalam rupiah per ekor (n1) Rp 250,000 Betina dalam rupiah per ekor (n2) Rp 250,000 Nilai jual anakkan (p = q1+q2) Rp 17,042,969 Betina dalam rupiah (q1 = m1*n1) Rp 8,542,969 Jantan dalam rupiah (q2 = m2*n2) Rp 8,500,000 Jumlah induk afkiran dalam setahun dalam ekor (r) ekor 8 Berat induk afkir (r1) kg/ekor 30 Total berat induk afkir kg 234 Harga jual induk afkiran dalam rupiah per kg (s) Rp/kg 10,000 Nilai jual induk afkiran (t =t1 + t2) Rp 2,339,063 PENERIMAAN (N = j + m + w)
4.
Rp
19,382,031
Potensi Penerimaan PAD dari Pengelolaan Semen Beku Salah satu sumber penerimaan yang berperan penting bagi PAD sub-sektor peternakan
adalah dari penjualan semen beku. Penjualan semen beku tertinggi dicapai pada tahun 2012, yaitu mencapai Rp96 juta rupiah, tetapi menurun pada tahun berikutnya. Secara umum, realisasi penerimaan PAD dari penjualan semen beku masih positif, dengan laju pertumbuhan 8% per tahun (Gambar 4.9). Berdasarkan data tersebut, potensi penerimaan yang naik sebesar 8% per tahun, masih mungkin dicapai dari penjuulan semen beku. Secara teknis, produksi semen beku (IB) masih potensial dikembangkan dan UPTD tidak memiliki kendala teknis yang terlalu besar karena mampu memproduksi IB untuk berbagai jenis ternak. Pengalaman di
261
beberapa daerah, seperti di Jawa Tengah, kemampuan produksi semen beku yang besar, sering tidak diikuti dengan kemampuan memasarkannya. Pemasaran hasil produksi menjadi kendala terbesar, sehingga perlu upaya untuk mengembangkan kerjasama dengan pengguna semen beku. Kerjasama dengan kabupaten/kota dalam penyediaan semen beku yang dibutuhkan kabupaten/kota tersebut bakan memungkinkan produksi semen beku dapat dipasarkan lebih baik. Pada akhirnya, pendapatan daerah yang diperoleh dari penjualan semen beku lebih besar. Gambar 4.9. Realisasi Penerimaan Penjualan Semen Beku, 2008-2013 Penjualan Semen Beku 140000
119,465
120000
96,000
100000
85,000 75,000
80000
77,200
60,000 60000
50,000 50,000
40000
0
0
Target (Rp.000)
0
Realisasi (Rp.000)
20000 0
2008
2009
2010
2011
2012
Realisasi (Rp.000)
Target (Rp.000)
Realisasi (Rp.000)
Target (Rp.000)
Realisasi (Rp.000)
Target (Rp.000)
Realisasi (Rp.000)
Target (Rp.000)
-40000
Realisasi (Rp.000)
-20000
Target (Rp.000)
0
2013
Berdasarkan uraian dan data potensi yang tersaji, masih terbuka peluang pengembangan sub-sektor peternakan sebagai penghasil PAD. Dengan trend peningkatan konsumsi hasil peternakan yang semakin tinggi akhir-akhir ini, maka PAD peternakan masih dapat ditingkatkan. Total potensi diperkirakan sebesar Rp507 juta per tahun dengan mengelola secara baik aset yang ada saat ini. Tingkat pemanfaatan potensi tersebut diperkirakan sebesar 69,6%. Potensi penerimaan terbesar beasal dari penjualan susu sapi perah, dengan nilai sebesar Rp272 juta per tahun (53,67% dari total potensi). Potensi penerimaan terbesar kedua berasal dari penjualan semen beku, yang diperkirakan mencapai nilai sebesar Rp83,4 juta (16,4%), dan diikuti penjualan pedet sapi, yaitu masing-masing Rp66,5 juta untuk sapi perah dan Rp38 juta 262
untuk sapi potong. Terdapat potensi penerimaan dari laboratorium, tetapi sangat tergantung pada
pengguna
jasa
dan
layanan
laboratorium
tersebut
(kesadaran
masyarakat
menggunakannya). Secara rinci potensi penerimaan dari masing-masing sumber penerimaan tersaji pada Tabel 4.40. Tabel 4.40. Estimasi Potensi PAD UPTD BPBPTDK No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sumber Penerimaan (a) Penjualan Susu Sapi Perah Penjualan Pedet Sapi Perah Penjualan Pedet Sapi potong Penjualan Cempe Kambing /Domba Penjualan Semen Beku Pengujian Pullorumtest Pengujian HI/AI test Afkir Sapi Potong Afkir Sapi Perah Afkir Kambing /Domba Total
PAD (Rp)
Sumbangan (%)
Potensi/tahun (Rp)
Persen dari Potensi (%)
Realisasi Potensi (%)
(b)
(c)
(d)
(e = %d)
(f=b/d)%)
186,890,800
52,95
272.250.000
53,67
68,65
44,400,000
12,58
66.470.000
13,10
66,80
12,350,000
3,50
38.016.000
7,49
32,49
8,075,000
2,29
17.042.969
3,36
47,38
77,200,000
21,87
83.376.000
16,44
92,59
4,500,000
1,28
4.500.000
0,89
100,00
2,950,000
0,84
2.950.000
0,58
100,00
-
-
9.600.000
1,89
-
13,700,000
3,88
10.687.500
2,11
128,19
2,875,000
0,81
2.339.063
0,46
122,91
352.940.800
100.00
507.231.531
100.00
69,58
4.3.2. Prasyarat Merealisasikan Potensi PAD Sektor Pertanian A.
Sub Sektor Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki beberaa balai sebagai
penyumbang penerimaan PAD. Balai-balai tersebut mencakup: Balai Pengembangan Perbenihan Tanaman pangan dan Holtikultura(BPPTPH), Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Pertanian (BPSBP), Balai Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPSDMP), serta Balai Proteksi Tanaman Pertanian (BPTP). Balai-balai tersebut memiliki spesifikasi TUPOKSI yang berbeda-beda. BPPTPH sebagai produsen benih, BPSBP sebagai otoritas sertifikasi benih, BPSDMP sebagai pusat pelatihan baik petani, mantra tani, penyuluh maupun
263
pihak terkait lainnya serta BPTP yang memproduksi agensia hayati yang diedarkan ke petani. Masing-masing balai memiliki potensi yang termasuk di dalamya tercakup masalah yang menghambat pemasukan PAD. Salah satu produk yang memegang peran penting dan strategis yang dihasilkan oleh balai adalah benih pertanian. Dalam pembangunan pertanian, sebagaimana dinyatakan Subejo (2013), benih merupakan kebutuhan dasar yang akan menentukan keberhasilan pembangunan pertanian. Dalam konteks internasional dan nasional, kebutuhan benih berbagai komoditas pertanian meningkat sangat pesat dari waktu ke waktu, namun di sisi yang lain kemampuan produsen benih masih sangat terbatas sehingga dominasi korporasi multinasional dalam penyediaan dan monopoli benih pertanian sangat terasa. Peran pemerintah daerah melalui SKPD teknis yang memiliki sumber daya cukup untuk menghasilkan benih sangat strategis dan akan memainkan peran penting pada masa-masa mendatang. Potensi pengembangan benih pertanian di DIY masih sangat terbuka, sebagaimana dilaporkan oleh Setyono dan Hanafi (2012) kebutuhan benih padi di DIY tercatat 3.514 ton namun produksi benih di wilayah DIY hanya sebesar 1.451 ton (baru mampu memenuhi 41,29% kebutuhan benih). Total luas penangkaaran benih yang ada di wilayah DIY baru mencapai luasan 1.086 ha. Lebih lanjut, Setyono dan Hanafi (2012) melaporkan bahwa jumlah penangkar benih tanaman pangan di DIY sebanyak 85 produsen dengan status 70% aktif dan 30% tidak aktif. Pengembangan industri benih masih sangat prospektif dimana kebutuhan benih semakin meningkat dan juga kebutuhan di daerah sekitar DIY. Kebutuhan benih yang paling besar adalah benih untuk kelas Benih Sebar (BR) untuk padi, jagung maupun kedele. Tabel berikut menunjukkan kemapuan produksi dan kebutuhan benih untuk tiga komoditas pangan utama di wilayah DIY:
Tabel 4.41. Produksi dan Kebutuhan benih Benih Sebar (BR) untuk 3 Komoditas Pangan di DIY Komoditas Pangan
Kebutuhan (ton)
Produksi (ton)
% Pemenuhan
Padi
3514
317,7
9,04
Jagung
2.105
1,7
0,08
Kedele
1.591
94,8
5,96
264
Balai Pengembangan Perbenihan Tanaman pangan dan Holtikultura(BPPTPH) memiliki beberapa lokasi kebun produksi benih yang terbagi dalam kebun benih padi, kebun benih hortikultura serta kebun benih palawija. Kebun benih padi berada di Wijilan (Nanggulan, Kulon Progo), Gesikan (Pandak, Bantul) serta Kadisono (Berbah, Sleman). Kebun benih hortikultura berada di Tambak (Wates, Kulon Progo), Wonocatur (Banguntapan, Bantul) dan Ngipiksari (Pakem, Sleman). Kebun benih palawija berada di Kabupaten Gunungkidul masingmasing berada di Kedungpoh dan Gading. Permasalahan yang ada di BPPTPH produsen benih padi antara lain :
Kebun Benih Wijilan o Kesuburan tanah mulai menurun o Kekurangan tenaga kerja untuk mengerjakan lahan o Tenaga kerja didatangkan dari luar Kecamatan o Gudang benih masih belum standar o Belum ada analisis pasar untuk menentukan tren benih padi yang digunakan oleh petani
Kebun Benih Gesikan o Kesulitan pengairan karena harus menaikkan air dari sungai
Kebun Benih Kadisono o Kondisi lahan yang miring membuat beberapa bagian lahan kurang produktif o Kekurangan tenaga kerja untuk mengerjakan lahan o Kondisi lahan yang berpasir sehingga membutuhkan asupan hara yang tinggi karena kandungan hara lebih mudah terlimpas karena jenis tanah yang berpasir
Secara umum permasalahan yang dihadapi BPPTPH unit Kebun Benih Padi adalah kondisi lahan yang kesuburannya mulai menurun serta terbatas dalam kapasitas mengikat hara karena jenis lahannya. Selain itu juga ada kondisi lahan yang miring sehingga lahan tidak produktif. Masalah pengairan selain harus berbagi dengan petani lain, juga ada masalah untuk menaikkan air dari sungai karena posisi lahan yang berada lebih tinggi dibanding sungai (sumber air). Secara keseluruhan kebutuhan untuk tenaga kerja masih tinggi dan harus mendatangkan tenaga kerja dari luar bahkan harus mendatangkan dari luar Kecamatan. Kondisi sarana berupa gudang penyimpanan juga ada yang masih belum standar serta perlu memiliki analisis mengenai trend penggunaan benih oleh petani sehingga mampu menyesuaikan produksi.
265
BPPTPH unit Kebun Benih Hortikultura yang terdiri dari Kebun Benih Tambak, Kebun Benih Wonocatur serta Kebun Benih Ngipiksari memproduksi benih jambu Dalhari, durian, manggis, pisang, tanaman hias (anggrek) serta sayur (tomat dan cabai). Permasalahan yang ada di Kebun Benih Hortikultura antara lain :
Kebun Benih Tambak o Kekurangan SDM untuk perawatan kebun o Keamanan masih kurang karena belum keseluruhan kebun terpagari serta ada beberapa bagian kebun yang berbatasan langsung dengan pemukiman penduduk o Ketersediaan air terbatas karena harus berbagi dengan lahan petani o Tidak adanya bagian pemasaran sehingga kurang promosi o Pohon induk berumur tua o Kekurangan stok karena kesiapan benih cangkok yang memerlukan waktu untuk siap tanam
Kebun Benih Wonocatur o Kekurangan SDM untuk operasional kebun o Kurangnya penguasaan teknik kultur jaringan o Membutuhkan waktu lama untuk memproduksi benih pisang o Ancaman penyakit yang menyerang benih pisang o Bahan produksi kultur jaringan mahal dan terbatas
Kebun Benih Ngipiksari o Kondisi lahan yang berbatu dan berpasir karena berada di kawasan Gunung Merapi o Kekurangan air karena sumber air terbatas setelah erupsi Gunung Merapi o Sarana produksi sudah tua dan kesulitan mencari suku cadang o Tidak adanya tenaga pemasaran sehingga kurang promosi
Secara umum permasalahan yang ada di Unit Kebun Benih Hortikultura adalah kekurangan SDM untuk operasional kebun, selain itu juga kompetensi yang dimiliki SDM masih kurang terkait produksi benih dengan teknik perbanyakan vegetatif yang memang membutuhkan keahlian khusus. Tidak adanya tenaga pemasaran membuat produksi Kebun Benih Hortikultura kurang tersebar karena peminatnya berbeda dengan benih padi maupun palawija. Kebutuhan air Kebun Benih Hortikultura cukup tinggi karena benih yang diproduksi
266
merupakan tanaman tahunan yang membutuhkan air cukup banyak dan kebun terbatas sumber airnya, baik yang digunakan bersama maupun kesulitan dengan sumber air yang kecil. Ketersediaan benih hortikultura yang dikembangkan dengan teknik perbanyakan vegetatif sulit untuk selalu tersedia karena produksinya membutuhkan waktu yang lama untuk menjadi benih siap tanam dengan resiko kematian yang tinggi. Sarana produksi juga turut andil dalam permasalahan karena langsung berimbas pada produksi benih. Kebun Benih Palawija kesemuanya berada di Kabupaten Gunungkidul. Masalah spesifik yang dihadapi masing-masing lokasi di Gading dan Kedungpoh antara lain :
Kebun Benih Gading o Kualifikasi SDM kurang o Tidak ada bagian pemasaran sehingga promosi kurang o Varietas yang dihasilkan masih monoton o Belum ada fasilitas demplot untuk mengenalkan varietas baru o Rawan pencurian
Kebun Benih Kedungpoh o Luas kebun hanya 1,5 Ha o Lahan berbentuk teras-teras o Kekurangan pasokan air o Kekurangan SDM untuk operasional o Lantai jemur tidak bisa digunakan
Secara umum permasalahan di Kebun Benih Palawija adalah masalah air, daerah Gunungkidul merupakan daerah yang sulit air, di Gading sudah menggunakan sumur bor, namun di Kedungpoh masih memanfaatkan curah hujan. Lahan yang sempit membuat produksi terbatas. Produksi benih yang monoton karena belum ada demplot untuk mengenalkan varietas baru. Kawasan kebun yang luas membuat kebun rawan pencurian. Selain itu SDM yang dimiliki masih belum cukup untuk operasional kebun. Sarana dan prasarana perlu ada yang diperbaiki sehingga dapat mengoptimalkan produksi benih. Secara ringkas, dengan mendasarkan pada permasalahan-permasalahan yang ada di kebun benih milik BPPTPH baik padi, hortikultura maupun palawija dapat disarikan sebagai berikut:
Kondisi SDM yang ada masih kurang memadai dalam jumlah maupun kualifikasi, sementara kondisi saat ini cukup banyak pegawai atau petugas kebun yang menjelang
267
masa pensiun, hal ini sangat berpengaruh terhadap kelancaran dan optimalisasi pengelolaan potensi aset yang berdampak pada kapasitas produksi
Masalah teknik fisik atau teknis produksi seperti: (2.a) banyaknya pohon produksi yang sudah berumur tua sehingga tingkat produktivitas menurun dan kualitas hasil tidak bisa optimal, (2.b) kesuburan tanah yang rendah karena jenis lahan yang berpasir serta kesuburan yang mulai menurun karena produksi benih , (2.c) mesin dan peralatan kebun yang kurang memenuhi syarat baik karena jumlah yang terbatas, (2.d) fasilitas gudang dan lantai jemur yang rusak dan sudah tidak layak masih banyak ditemui di kebun-kebun
Masalah sosial yang berupa masalah tentang tenaga kerja yang susah dicari karena harus berkompetisi dangan sektor lain serta masalah keamanan kebun karena kasus pencurian.
Masalah pemasaran, tidak ada SDM yang khusus menangani pemasaran sehingga benih yang dihasilkan kurang promosi.
Permasalahan terkait dengan pemenuhan target PAD yang berbasis bulanan sangat menyulitkan bagi kebun dalam realisasi karena sektor perbenihan memiliki sistim produksi dan pemanenan hasil dalam musiman, sangat sedikit yang hasilnya bisa diperoleh dalam bulanan, selain itu juga harus ada mekanisme sertifikasi yang memperlama proses pelepasan benih ke pasar.
Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Pertanian (BPSBP) memiliki tugas untuk melakukan sertifikasi terhadap benih yang dilepas ke pasar (petani) baik benih tanaman pangan (padi dan palawija) maupun hortikultura. Balai ini berlokasi di kompleks Dinas Pertanian DIY dengan fasilitas laboratorium uji benih. Permasalahan yang ada di BPSBP antara lain :
Tarif yang dibebankan untuk sertifikasi benih masih rendah sehingga pendapatan masih rendah
Tidak ada pembebanan biaya untuk proses sertifikasi yang tidak lolos sampai akhir
Kekurangan tenaga lapangan untuk proses sertifikasi benih
Sebagian besar SDM memasuki masa pensiun
Fasilitas operasional lapangan tidak memadai, kendaraan operasional tersedia namun tidak ada biaya untuk operasional
Kekurangan anggaran untuk melakukan sertifikasi benih
268
Secara umum, permasalahan yang ada di BPSBP adalah kekurangan tenaga lapangan untuk melakukan sertifikasi karena sebagian besar sudah memasuki masa pensiun. Tarif yang dibebankan untuk sertifikasi juga rendah sehingga pemasukan rendah. Pada proses sertifikasi, produsen benih hanya dibebankan untuk membayar biaya sertifikasi hanya ketika lolos sertifikasi, apabila terhenti pada salah satu fase pemeriksaan maka tidak ada pembebanan biaya sertifikasi, hal ini menyebabkan pemasukan yang rendah. Fasilitas operasional yang berupa mobil tersedia untuk melakukan kegiatan lapangan namun tidak ada biaya operasional sehingga terkendala untuk melakukan pemeriksaan lapangan oleh petugas. Anggaran untuk melakukan sertifikasi masih kurang karena luasan yang harus disertifikasi lebih besar daripada yang target yang ditentukan. Secara ringkas, dengan mendasarkan pada permasalahan-permasalahan yang ada di BPSBP dapat disarikan sebagai berikut:
Kondisi SDM yang ada masih kurang memadai dalam jumlah, sementara kondisi saat ini cukup banyak petugas lapangan yang menjelang masa pensiun, hal ini sangat berpengaruh terhadap kelancaran pemeriksaa lapangan terkait sertifikasi benih.
Masalah teknis seperti operasional pemeriksaan lapangan menjadikan kelancaraan pemeriksaan lapangan untuk sertifikasi kurang, kendaraan operasional yang tersedia tidak memiliki biaya operasional untuk digunakan pemeriksaan lapangan
Permasalahan terkait dengan pemenuhan target PAD adalah masalah tarif yang rendah membuat pemasukan BPSBP rendah, selain itu untuk pemeriksaan lapangan tidak ada pembebanan biaya pemeriksaan. Balai Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPSDMP) merupakan UPTD
milik Dinas Pertanian DIY yang menyelenggarakan pelatihan untuk Petani, Mantri Tani, Penyuluh Pertanian maupun pihak terkait untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia. Sebagai penyelenggara pelatihan, BPSDMP memiliki fasilitas gedung untuk pelatihan. Beberapa masalah yang ada di BPSDMP antara lain :
Lokasi cukup jauh dari jalan utama dan pusat kota
Tidak memiliki lahan untuk pelatihan
Sumber air terbatas
Belum semua ruangan berfasilitas AC
Kekurangan daya listrik
Gedung belum terpasang tralis sehingga rawan pencurian
Sarana dan prasarana sudah berumur tua seperti komputer dan motor 269
Kekurangan SDM untuk jabatan fungsional
Secara umum, permasalahan yang dihadapi BPSDMP sebagai lembaga pelatihan SDM adalah tidak memiliki fasilitas lahan yang sebenarnya sangat dibutuhkan untuk pelatihan baik di bidang pertanian, peternakan, perikanan maupun perkebunan. Sarana dan prasarana yang sangat penting bagi kelancaran pelatihan masih kurang, fasilitas komputer dan sepeda motor sudah tua, fasilitas AC belum terpasang di semua ruangan, serta sumber air yang terbatas sehingga pasokan air terbatas karena hanya tersedia air sawah yang tidak layak digunakan. Kekurangan SDM untuk jabatan fungsional hanya kurag 4 – 6 orang. Secara ringkas, dengan mendasarkan pada permasalahan-permasalahan yang ada di BPSDMP dapat disarikan sebagai berikut:
Kondisi SDM yang ada kurang untuk jabatan fungsional.
Masalah teknis khususnya bidang sarana dan prasarana menjadi masalah utama karena fasilitas yang tersedia menjadi modal utama untuk melaksanakan pelatihan, banyak fasilitas yang dirasa kurang memadai dan perlu penambahan fasilitas untuk menunjang pelaksanaan pelatihan.
Permasalahan terkait dengan pemenuhan target PAD adalah letak lokasi BPSDMP yang jauh dari jalan utama serta pusat kota sehingga agak susah dijangkau dan kurang dikenal masyarakat luas padahal memiliki potensi sebagai tempat pelatihan yang representatif.
Balai Proteksi Tanaman Pertanian (BPTP) merupakan UPTD yang bertugas untuk memproduksi agensia hayati untuk petani. Masalah yang dihadapi adalah harga jual agensia hayati di bawah harga pokok produksi serta masalah organisasi yang tidak memiliki wewenang untuk mengatur ke dalam karena berada di bawah seksi sehingga tidak mampu untuk mengembangkan diri sesuai dengan kondisi. BPTP hanya dibebankan PAD untuk memproduksi agensia hayati yang dijual ke petani. Penggunaannya sebenarnya harus dilakukan pendampingan intensif oleh petugas. Pembelian agensia hayati juga hanya mampu dilakukan dengan membawa surat rekomendasi dari POPT. BPTP memiliki Laboratorium Uji Residu Pestisida yang akan mampu menjadi potensi PAD karena nantinya akan menjadi salah satu penentu dalam Uji Mutu Hasil Pertanian, namun sampai saat ini belum ada SDM yang berkompeten untuk mengoperasikan laboratorium tersebut sehingga pemasukan masih terbatas pada pembuatan agensia hayati.
270
Secara ringkas, dengan mendasarkan pada permasalahan-permasalahan yang ada di BPTP dapat disarikan sebagai berikut:
Harga jual agensia hayati masih berada di bawah harga pokok produksi sehingga pemasukan masih terbatas, sedangkan untuk pemasaran juga masih terbatas karena agensia hayati tidak bisa dijual bebas.
Masalah SDM masih membutuhkan SDM yang berkompeten untuk mengoperasikan Laboratorium Uji Residu Pestisida yang nantinya mampu menjadi pemasukan melalui BPTP.
Permasalahan terkait dengan pemenuhan target PAD adalah harga jual agensia hayati masih di bawah harga pokok produksi dan penjualan yang tidak bisa dijual bebas.
Mendasarkan pada permasalahan-permasalahan yang ada, beberapa strategi solutif yang dapat ditempuh oleh Dinas Pertanian DIY untuk meningkatkan potensi dan mengoptimalkan penerimaan PAD-nya antara lain sebagai berikut:
Kondisi SDM yang ada masih kurang memadai dalam jumlah maupun kualifikasi, sementara kondisi saat ini cukup banyak pegawai atau petugas kebun yang menjelang masa pensiun, hal ini sangat berpengaruh terhadap kelancaran dan optimalisasi pengelolaan potensi aset yang berdampak pada kapasitas produksi
Masalah teknik fisik atau teknis produksi seperti: (2.a) banyaknya pohon produksi yang sudah berumur tua sehingga tingkat produktivitas menurun dan kualitas hasil tidak bisa optimal, (2.b) kesuburan tanah yang rendah karena jenis lahan yang berpasir serta kesuburan yang mulai menurun karena produksi benih , (2.c) mesin dan peralatan kebun yang kurang memenuhi syarat baik karena jumlah yang terbatas, (2.d) fasilitas gudang dan lantai jemur yang rusak dan sudah tidak layak masih banyak ditemui di kebun-kebun
Masalah sosial yang berupa masalah tentang tenaga kerja yang susah dicari karena harus berkompetisi dangan sektor lain serta masalah keamanan kebun karena kasus pencurian.
Masalah pemasaran, tidak ada SDM yang khusus menangani pemasaran sehingga benih yang dihasilkan kurang promosi.
Permasalahan terkait dengan pemenuhan target PAD yang berbasis bulanan sangat menyulitkan bagi kebun dalam realisasi karena sektor perbenihan memiliki sistim produksi dan pemanenan hasil dalam musiman, sangat sedikit yang hasilnya bisa 271
diperoleh dalam bulanan, selain itu juga harus ada mekanisme sertifikasi yang memperlama proses pelepasan benih ke pasar.
Kondisi SDM yang ada masih kurang memadai dalam jumlah, sementara kondisi saat ini cukup banyak petugas lapangan yang menjelang masa pensiun, hal ini sangat berpengaruh terhadap kelancaran pemeriksaa lapangan terkait sertifikasi benih.
Masalah teknis seperti operasional pemeriksaan lapangan menjadikan kelancaraan pemeriksaan lapangan untuk sertifikasi kurang, kendaraan operasional yang tersedia tidak memiliki biaya operasional untuk digunakan pemeriksaan lapangan
Permasalahan terkait dengan pemenuhan target PAD adalah masalah tarif yang rendah membuat pemasukan BPSBP rendah, selain itu untuk pemeriksaan lapangan tidak ada pembebanan biaya pemeriksaan.
Kondisi SDM yang ada kurang untuk jabatan fungsional.
Masalah teknis khususnya bidang sarana dan prasarana menjadi masalah utama karena fasilitas yang tersedia menjadi modal utama untuk melaksanakan pelatihan, banyak fasilitas yang dirasa kurang memadai dan perlu penambahan fasilitas untuk menunjang pelaksanaan pelatihan.
Permasalahan terkait dengan pemenuhan target PAD adalah letak lokasi BPSDMP yang jauh dari jalan utama serta pusat kota sehingga agak susah dijangkau dan kurang dikenal masyarakat luas padahal memiliki potensi sebagai tempat pelatihan yang representatif.
Harga jual agensia hayati masih berada di bawah harga pokok produksi sehingga pemasukan masih terbatas, sedangkan untuk pemasaran juga masih terbatas karena agensia hayati tidak bisa dijual bebas.
Masalah SDM masih membutuhkan SDM yang berkompeten untuk mengoperasikan Laboratorium Uji Residu Pestisida yang nantinya mampu menjadi pemasukan melalui BPTP.
Permasalahan terkait dengan pemenuhan target PAD adalah harga jual agensia hayati masih di bawah harga pokok produksi dan penjualan yang tidak bisa dijual bebas
Untuk memudahkan pemilihan strategi yang tepat dan perencanaan pengammbilan kebijakan dan penetuan program dan kegiatan maka secara lebih ringkas, persoalan-persoalan yang dihadapi terkait dengan potensi sumber daya di masing-masing unit penghasil PAD dan
272
juga strategi solusi untuk peningpatan atau optimalisasi penerimaan PAD di sub sektor tanaman pangan dan hortikultura DIY disajikan dalam matrik sebagai berikut:
Nama Balai
Potensi Dasar PAD
Balai Pengemb angan Perbenih an Tanaman pangan dan Hortikultura/ (BPPTPH)
•Benih tanaman pangan (padi, jagung, kedele, kc tanah, kc hijau) •Benih sayuran •Benih /bibit buahbuahan (pisang, menggis, durian, jambu, dll) •Benih/bibit tanaman hias
Permasalahan
Rekomendasi Solusi
Kesuburan lahan menurun
Penambahan pupuk organik (pengadaan atau kombinasi pemeliharaan ternak?)
Kelangkaan tenaga kerja
Introduksi mekanisasi (efisiensi tenaga kerja dengan upah lebih tinggi)
Jumlah dan kualifikasi SDM kurang memadai
Usulan pengadaan SDM /rekruitmen
Gudang dan lantai jemur belum standar, media kultur jaringan terbatas dan mahal
Perbaikan gudang dan lantau jemur; kemitraan pengadaan media kultur jaringan
Fasilitas irigasi kurang mamadai
Perbaikan sarpras irigasi , pembuatan sumur dan atau pengadaan pompa air
Pohon induk untuk bibit umunya berumur tua
Pengadaan dan pengembangan pohon induk untuk bibit buah-buahan
Pemasaran masih terbatas
Pengembangan bagian pemasaran produk, promosi dan pemeran, penualan skala besar dengan menggandeng mitra melalui program CSR-BUMN, penjualan keluar daerah sekitar
Keamanan kebun
Pemagaran, kerjasama dgn masy arakat sekitar
Harga benih di pasar sudah cukup tinggi
Penyesuaian tarif /harga benih mendekati harga di pasar (dalam propinsi disubsidi, luar propinsi mendekati harga pasar) dengan model diskrimimnasi tarif
Benih kelas dan varietas tertentu sangat dibutuhkan (permintan besar)
Produksi benih menyesuaikan kebutuhan masyarakat misalnya benih BR permintaan sangat besar, varietas padi IR64 sangat diminati
273
Nama Balai
Potensi Dasar PAD
Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Pertanian (BPSBP)
Pemeriksaan lapangan Pengujian benih untuk pengisian label Pengujian benih untuk pelabelan ulang Pengujian benih untuk keperluan pengujian khusus Pengujian benih untuk keperluan servis umum
Nama Balai
Potensi Dasar PAD
Balai Pengemban gan Sumberdaya manusia Pertanian (BPSDMP) `
•Gedung kantor dan sarana Praktek Lab pengolahan Hasil Pertanian •Aula (kapasitas 100 orang •Ruang kelas (5) •Asrama (2 unit) •Perpustakaan •Ruang makan •LCD
Permasalahan Jumlah SDM terbatas Kualifikasi SDM terbatas
Rekomendasi Solusi Usulan pengadaan jumlah dan kualifikasi SDM yang memadai yang memiliki keahlian pemeriksa lapangan dan penguji laboratorium
Keterbatasan fasilitas transportasi dan biaya operasional pemeriksaan lapangan
Usulan kendaraan operasional lapangan dna pembiayaan yang memadai
Jumlah client pengujian terbatas
Promosi dan kerjasama dengan penangkar dan perusahaan benih (jika memungkinkan dapat diperluas di sekitar DIY)
Pembayaran sertifikasi dilakukan setelah benih/bibit lolos sertifikasi (melalui beberapa tahap pengujian)
Pembayaran dilakukan di pada akhir setiap tahap pengujian dalam rangka sertifikasi
Permasalahan
Lokasi kurang strategis Fasilitas balai kurang memadai
Rekomendasi Solusi
-Promosi dan sosialisasi efektif untuk penggunaan lingkungan dinas maupun SKPD lain dan bahkan pada pihak luar -Perbaikan dan pengadaan fasilitas pendukung
Kapasitas listrik dan penyediaan air kurang memadai
Peningkatan daya listrik pembuatan sumur dalam
Tidak memiliki lahan untuk praktek/percontohan (fasilitas ini menjadi prasyarat sebagai balai pelatihan terkait pertanian)
Pengadaan lahan percobaan (jika memungkinkan) dan atau kerjasama kemitraan dengan petani di sekitar lokasi (sewa-menyewa atau pola lain)
Jumlah SDM tidak memadai
Usulan pengadaan jumlah SDM yang memadai
274
Nama Balai
Potensi Dasar PAD
Balai Proteksi Tanaman Pertanian (BPTP)
• Lab uji dan Harga jual agensia hayati pembuatan masih dibawah harga pokok agensia hayati • Lab uji residu (belum fungsional) Fasilitas dan peralatan lab agensia hayati kurang optmal
Intensifikasi dan peningkatan produktifitas • Perbaikan teknis budidaya • Perbaikan sarana dan prasarana produksi • Perbaikan jumlah dan kapasitas SDM • Alokasi pembiayaan yang memadai
Permasalahan
Rekomendasi Solusi Perintisan Kerjasama dengan proyek di SKPD terkait yang memilki kaitan dengan pengendalian OPT,
Perbaikan dan pemeliharaan laboratorum beserta peralatan yang ada
Minat masyarakat untuk pembelian agensia hayati terbatas (produk tidak semua terserap pasar)
•Promosi melalui kelompok tani, •Kerjasam dengan kelompok prodfusen, perusahaan (kebun hortikultura atau perkebunan yang memiliki fokus produk organik)
SDM uji agendia hayati kurang memadai dan operator lab uji residu belum tersedia
Pengadaan operator/teknisi/laboran uji residu yang kualified supaya lab dan alat fungsional dan karena alat sangat prospektif ke depan dan akan menjadi sumber pendapatan baru
Perubahan (Penyesuaian Tarif sumber PAD) • Penyesuaian tarif baik dalam bentuk tarif fix maupun tarif dengan proporsi tertentu dari harga pasar (misalnya 8090% harga pasar)
Diversifikasi dan ektensifikasi • Pengolahan sebagian produk primer menjadi sekunder (untuk produk yang memungkinkan ) • Integrasi kebun dengan jasa agrowisata • Promosi dan perluasan produk sampai ke wilayah sekitar DIY
275
B.
Sektor Peternakan Tabel 4.42 menyajikan informasi terkait potensi, permasalahan, dan strategi
pengelolaan potensi penerimaan PAD bidang peternakan. Secara umum beberapa isu yang menjadi tantangan dalam pengelolaan sumber-sumber penerimaan PAD sub-sektor peternakan tersebut adalah sebagai berikut: • Kesadaran masyarakat yang masih rendah untuk melakuka pengujian produk hasil ternak, maupun pembayaran retribusi PLLT. • Kesulitan Hijauan Pakan Ternak (HPT) di musim kemarau. • Fluktuatifnya kualitas semen sehingga tidak dapat diproses lebih lanjut (dibekukan). • Sarana prasarana yang masih terbatas. • Kualitas induk yang tidak sesuai dengan standard lingkungan unit pengelola, seperti kambing. • Produktivitas ternak yang masih rendah, seperti produksi susu sapi yang masih di bawah rata-rata. • Pertumbuhan ternak, khususnya kambing kurang baik. • Sistem replacement kurang berjalan baik. • Keterbatasan pakan (jumlah dan kualitas), membatasi upaya ekspansi kegiatan produksi dan penyiapan benih untuk replacement yang berkualitas . • Kesediaan pakan ternak yang tidak memadai. • Keterbatasan SDM pengelola. Untuk dokter hewan saat ini tercatat hanya ada 4 orang di DIY. Padahal posisi DIY sangat strategis untuk keluar masuknya ternak, yang berpotensi menimbulkan masalah bagi DIY.
276
Tabel 4.42. Potensi, Kendala, dan Strategi Pengelolaan PAD Sub-Sektor Peternakan DIY No. 1
Sumber Penerimaan
PAD 2013 (Rp)
(a) Pengelolaan Sapi Perah
(b) 244.990.800
Potensi/tahun (Rp) (c) 349.407.500
Realisasi Potensi (%) (d=b/c)%) 68,9
Kendala Pengelolaan Produksi susu baru mencapai rata-rata 8 liter/induk/hari Pakan bagi induk yang berkualitas terbatas Tenaga lapangan untuk proses persalinan dan pemerahan susu masih terbatas Kualitas pakan kurang terjamin, sehingga produksi susu terbatas. Tarif retribusi masih belum menyesuaikan harga pasar. Kebijakan pengadaan factor produksi (pakan misalnya) sering menghambat perolehan pakan yang berkualitas
Strategi Pengelolaan
Pengembangan SDM pemulia ternak untuk menghasilkan induk unggul sapi perah (pengembangan breeding). Optimaliasi manajemen pakan yang menyangkut aspek penyediaan bahan pakan, penyusunan ransum, dan penyajian pakan berkualitas (mempertimbangkan faktor palatabilitas, nilai nutrisi, dan ketersediaan serta harga). Pakan induk sapi perah diberi dua kelompok pakan yaitu pakan hijauan yang berkualitas (kebutuhan hidup) dan pakan konsentrat (pakan yang kaya energi dan protein). Manajemen kandang dan tatalaksana pemeliharaan ternak pada masa laktasi, yang meliputi aspek rangsangan pemerahan, pengaturan kering kandang, pencegahan penyakit, frekuensi pemerahan, pengaturan kelahiran dan perkawinan. Penyediaan sarana dan prasarana, Pencegahan penyakit dan pengobatan. Penyesuaian tariff sehingga diperoleh nilai yang tidak terlalu rendah dibandingkan harga pasar Perbaikan kebijakan pengadaan Perbaikan system insentif sehingga setiap capaian prestasi atau melebih target capaian akan mendapat reward yang memadai.
277
No. 2
Sumber Penerimaan
PAD 2013 (Rp)
(a) Pengelolaan Sapi potong
(b) 12,350,000
Potensi/tahun (Rp)
Realisasi Potensi (%)
(c) 47.616.000
(d=b/c)%) 32,5
Kendala Pengelolaan
Pakan induk yang berkualitas terbatas Tenaga lapangan untuk pengelolaan ternaka Kualitas pakan kurang terjamin Lahan pengembala yang kurang produktif. Pada masa kemarau kekurangan air dan pada musim penghujang tergenang. Kebijakan pengadaan factor produksi (pakan misalnya) sering menghambat perolehan pakan yang berkualitas
Strategi Pengelolaan
4
Pengelolaan Kambing /Domba
8,075,000 17.042.969
47,38
Kualitas ternak stok (induk) yang kurang memenuhi standar lngkungan budidaya Potensi reproduksi hanya 1 ekor per induk Pakan ternak yang berkualitas terbatas Tenaga lapangan untuk proses persalinan dan pemerahan susu masih terbatas Kualitas pakan kurang terjamin Kebijakan pengadaan factor produksi (pakan misalnya) sering menghambat perolehan pakan yang berkualitas.
Pengembangan SDM pemulia ternak untuk menghasilkan induk unggul sapi potong (pengembangan breeding). Optimaliasi manajemen pakan yang menyangkut aspek penyediaan bahan pakan, penyusunan ransum, dan penyajian pakan berkualitas (mempertimbangkan faktor palatabilitas, nilai nutrisi, dan ketersediaan serta harga). Manajemen kandang dan tatalaksana pemeliharaan ternak yang optimal dengan pengaturan kelahiran dan perkawinan. Penyediaan sarana dan prasarana, Pencegahan penyakit dan pengobatan. Penyesuaia tariff sehingga diperoleh nilai yang tidak terlalu rendah dibandingkan harga pasar Pembiayaan dan insentif yang memadai untuk pengelolaan dan capaian prestasi kerja. Perbaikan kebijakan pengadaan Perbaikan system insentif sehingga setiap capaian prestasi atau melebih target capaian akan mendapat reward yang memadai. Pengembangan SDM pemulia ternak untuk menghasilkan induk unggul kambing etawa atau kambing peranakan (pengembangan breeding). Peningkatan produktivitas ternak melalui seleksi mutu genetic atau pengadaan induk/calon induk berkualitas Manajemen pakan sehingga pakan sesuai jumlah dan kualitas. Manajemen kandang dan tatalaksana pemeliharaan ternak yang optimal dengan pengaturan kelahiran dan perkawinan. Penyesuaian tariff sehingga diperoleh nilai yang tidak terlalu rendah dibandingkan harga pasar Perbaikan kebijakan pengadaan Insentif yang lebih baik bagi unit pengelolaa atas setiap capaian prestasi (target)
278
No. 3
Sumber Penerimaan
PAD 2013 (Rp)
Potensi/tahun (Rp)
Realisasi Potensi (%)
(a) Penjualan Semen Beku
(b) 77,200,000
(c)
(d=b/c)%)
Kendala Pengelolaan
83.376.000
92,59
Persaingan pasar semakin ketat, yaitu dengan lembaga swasta maupun lembaga lain termasuk yang dikelola oleh pemerintah di tingkat pusat Daya beli masyarakat rendah Kurangnya tenaga lapangan
Strategi Pengelolaan
4
Pengelolaan layanan jasa laboratorium dan pos lalu lintas ternak (PLLT)
7.450.000
7.450.000
100,00
Jumlah
352.940.800
507.231.531
Terdapat 5 PLLT tetapi tidak berfungsi dengan baik karena bukan asset pemerintah daerah (sewa) dengan posisi yang tidak strategis (kurang memenuhi standard) Peralatan pemeriksaan kesehatan hewan terbatas dan sarana laburatorium yang tidak memadai. Pengetahuan dan kesadaran masyarakat yang masih kurang terkait fungsi dan peran PLLT, yang sesungguhnya sangat strategis bagi permasalahan keamanan pangan dan kesehatan di DIY. Kuranganya ketersedian SDM, termasuk dokter hewan dan tenaga medis peternakan. Kurangnya sarana transportasi untuk operasional Sampel yang diperiksakan ke laboratorium yang terbatas Kesadaran masyarakat/pengusaha masih rendah untuk mengujikan produk ternak
Perlunya sistem promosi yang lebih menarik dan dapat menarik masyarakat untuk menggunakan produk IB Menjaga kualitas produk Menambah tenaga lapangan Pengembangan kerjasama dengan Kabupaten/ Kota dalam pengadaan IB yang bersumber dari UPTD Insentif yang lebih baik atas setiap capaian prestasi (target) Meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat dan perusahaan untuk mengujikan produk ternak ke laboratorium Koordinasi dinas provinsi dengan dinas kabupaten mengenai penarikan retribusi Pemenuhan sarana dan prasarana laboratotium untuk pengujian sampel Penyediaan sarana transportasi untuk operasional Penambahan dokter hewan dan tenaga medis di laboratorium Menyediakan sarana dan prasarana laboratorium yang belum ada Peningkatan daya tarik investasi di subsector peternakan
69,6
279
Beberapa prasyarat berikut perlu menjadi perhatian untuk meningkatkan peran dan fungsi UPT/Satker agar lebih optimal: • Pengembangan manajemen UPT yang terintegrasi dari hulu ke hilir (dalam satu sistem agribisnis peternakan), yang didukung SDM yang memadai. Sebagai contoh, seksi yang mengelola sapi potong, tidak dapat melakukan peran dalam penggemukan sapi karena bukan menjadi tupoksinya. Sementara, penjualan sapi hasil penggemukan berpotensi meningkatkan penerimaan, dari pada hanya dijual pedet. • Penambahan persediaan ternak induk dan calon induk yang sesuai SNI. • Penyediaan sarana prasarana yang memadai, seperti kandang untuk pertumbuhan optimal, penambahan alat pemerah susu sapi yang sesuai dengan kondisi sapi. • Kerjasama dengan kabupaten/kota, ex. dalam pemanfaatan aset daerah . • Peningkatan produksi dan produktivitas agar sesuai dengan potensi yang ada seperti potensi produksi susu sapi dan produksi bibit kambing yang masih kurang optimal. • Optimasi sumber-sumber retribusi seperti PLLT dengan perbaikan sarana prasarana. • Fasilitasi pemasaran produk. • Peningkatan ketersediaan dan kualitas SDM (ex. dokter hewan, tenaga paramedis, dan tenaga recording masih sangat terbatas) • Penataan ulang kebijakan seperti kebijakan pelelangan saprokan, seperti pakan ternak) yang kadang tidak memenuhi syarat atau kebutuhan gizi ternak. • Penyesuaian tarif obyek pendapatan. • Adanya biaya atau tarif bagi kegiatan magang/PKL, namun untuk menggali potensi ini diperlukan adanya payung hukum khususnya untuk biaya magang/PKL. • Melakukan pembelian HPT untuk mencukupi kebutuhan pakan. • Melakukan penanganan Bull sebaik-baiknya, meskipun demikian, masalah kualitas semen ini merupakan masalah yang kompleks dan sulit. • Peningkatan kualitas ternak, dengan melakukan penggantian (replacement) ternak dengan mutu yang lebih baik. • Anggaran yang mendukung peningkatan produktivitas kegiatan peternakan • Sistem insenif bagi unit untuk meningkatkan produktivitas.
280
4.3.3. Catatan dan Rekomendasi Pengembangan PAD Sektor Pertanian: Sub Sektor Peternakan Daerah
Istimewa Yogyakarta memiliki
potensi
pengembangan
sub-sektor
peternakan, baik untuk pengembangan ternak besar (99% terdiri atas jenis sapi potong, kambing, dan domba) maupun ternak kecil. Pertumbuhan jumlah ternak secara keseluruhan menunjukan peningkatan sebesar 3,96% per tahun selama periode 2002-2013. Produksi hasil ternak seperti daging juga meningkat sebesar 8,41% dan telur sebesar 9,13% per tahun, serta 2,79% per tahun dalam periode yang sama. Peningkatan kegiatan di sub-sektor peternakan dilakukan baik dalam rangka mendukung kebijakan strategis swasembada produk hasil ternak maupun sebagai sumber penerimaan pendapatan asli daerah. PAD sub-sektor peternakan di DIY berasal retribusi jasa usaha bidang peternakan. Retribusi jasa usaha di UPTD BPBPTDK terdiri atas retribusi pemakaian kekayaan daerah (jasa pemeriksaan dan pengujian penyakit hewan) dan retribusi penjualan produksi usaha daerah khususnya penjualan ternak dan hasil ternak (susu sapi, pedet sapi perah, sapi potong, sapi afkir, kambing afkir, semen beku sapi, pedet sapi potong, dan cempe). Selama periode 2008-2013, realisasi penerimaan PAD mengalami peningkatan yang signifikan dari Rp71.233.500 pada tahun 2008 menjadi Rp352.940.800 pada tahun 2013 (rata-rata tumbuh 55,80% per tahun). Sumber penerimaan PAD terbesar berasal dari penjualan susu sapi perah yaitu sebesar Rp186.890.800, diikuti penjualan semen beku sebesar Rp77.200.000, dan penjualan pedet sapi perah sebesar Rp44.400.000 dan pedet sapi potong dan cempe sebesar Rp20.425.000. Total potensi penerimaan PAD sub-sektor peternakan diperkirakan sebesar Rp507 juta per tahun dengan mengelola secara baik aset yang ada saat ini, dengan tingkat pemanfaatan potensi 68,9%. Potensi penerimaan terbesar beasal dari penjualan susu sapi perah, dengan nilai sebesar Rp272 juta per tahun (53,7% dari total potensi). Potensi penerimaan terbesar kedua berasal dari penjualan semen beku, yang diperkirakan mencapai nilai sebesar Rp83 juta (16,5%), dan diikuti penjualan pedet sapi, yaitu masing-masing Rp66,5 juta untuk sapi perah dan Rp38 juta untuk sapi potong. Secara keseluruhan pengelolan sapi perah menghasilkan potensi sebesar Rp349,5 juta per tahun dan sapi potong sebesar Rp46,6 juta per tahun. Isu-isu strategis dalam pengelolaan sumber-sumber penerimaan PAD sub-sektor peternakan antara lain menyangkut aspek: kesadaran masyarakat yang masih rendah dalam memanfaatkan layanan UPTD BPBPTDK dan pembayaran retribusi PLLT, kesulitan Hijauan Pakan Ternak (HPT) di musim kemarau, fluktuatifnya kualitas semen, sarana prasarana yang terbatas, kualitas induk yang tidak sesuai standar, produktivitas ternah yang masih rendah, 281
sistem replacement kurang berjalan baik, keterbatasan SDM pengelola (dokter hewan saat ini tercatat hanya ada 4 orang di Provinsi DIY). Beberapa prasyarat berikut perlu menjadi perhatian untuk meningkatkan peran dan fungsi UPTD/Satker agar lebih optimal: •
Pengembangan manajemen UPT yang terintegrasi dari hulu ke hilir (dalam satu sistem agribisnis peternakan), yang didukung SDM yang memadai.
•
Penambahan persediaan ternak induk dan calon induk yang sesuai SNI.
•
Penyediaan sarana prasarana yang memadai.
•
Kerjasama dengan kabupaten/kota, ex. dalam pemanfaatan aset daerah.
•
Peningkatan produksi dan produktivitas agar sesuai dengan potensi yang ada seperti potensi produksi susu sapi dan produksi bibit kambing yang masih kurang optimal.
•
Optimasi sumber-sumber retribusi seperti PLLT dengan perbaikan sarana prasarana penunjang.
•
Fasilitasi pemasaran produk.
•
Peningkatan ketersediaan dan kualitas SDM (ex. dokter hewan, tenaga paramedis, dan tenaga recording masih sangat terbatas).
•
Penyesuaian tarif obyek pendapatan.
•
Melakukan pembelian HPT untuk mencukupi kebutuhan pakan.
•
Peningkatan kualitas ternak, dengan melakukan penggantian (replacement) ternak dengan mutu yang lebih baik.
4.4.
•
Fasilitasi anggaran yang lebih memadai untuk UPTD penghasil
•
Insentif yang lebih baik bagi capaian prestasi bagi unit penghasil.
Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Energi Sumber Daya Mineral Berdasarkan hasil survey lapangan dan wawancara yang dilakukan dengan pihak Balai
Pengujian, Informasi Pemukiman dan Bangunan, dan Pengembangan Jasa Konstruksi (PIPBPJK), pihak wisma Kaliurang, dan pihak Balai IPAL, berikut ini disajikan permasalahan serta saran untuk menigkatkan pendapatan di Dinas PUP-ESDM.
4.4.1. Permasalahan a.
Balai PIPBPJK i. Beberapa alat sudah tidak dapat difungsikan, sebagai contoh: alat uji tarik, sehingga permintaan pengujian yang mengunakan alat tersebut akan ditolak. 282
ii. Sumber daya manusia yang tersedia terbatas sehingga pemenuhan permintaan di balai masih belum optimal. Kekurangan SDM ini akan ditambah karena ada teknisi laboratorium ada yang akan pensiun. iii. Permintaan pengujian cenderung tinggi, namun sering ditolak karena keterbatasan sumber daya.
b.
Wisma Kaliurang i. Media promosi masih terbatas sehingga pengguna masih minim. ii. Saat ini air susah didapat karena sumber air berkurang akibat erupsi Merapi sehingga harus membeli air untuk memenuhi kebutuhan wisma.
c.
Balai IPAL i. Biasanya terjadi penyumbatan pada pipa karena masih menggunakan sistem gravitasi. ii. Belum adanya regulasi yang mengatur tentang penarikan retribusi pembuangan limbah ke IPAL.
4.4.2. Saran a.
Balai PIPBPJK i. Kebijakan/ regulasi, alat, dan SDM perlu diperhatikan. ii. Jika ingin mengajukan pembelian alat uji tarik, harus dilihat frekuensi permintaan pengujian tarik. iii. Adanya anggaran untuk studi banding (peningkatan mutu SDM). iv. Pembuatan media informasi untuk masyarakat, misalnya pembuatan brosur.
b.
Wisma Kaliurang i. Perlu adanya media infomasi yang lebih luas.
c.
Balai IPAL i. Perlu ada regulasi yang mengatur tentang retribusi pembuangan air limbah.
283
4.5.
Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika Berdasarkan hasil survey lapangan dan wawancara yang dilakukan dengan pihak Trans
Jogja, pihak Jembatan Timbang, dan pihak – pihak lain yang terkait, berikut ini disajikan permasalahan, rekomendasi serta saran untuk menigkatkan pendapatan di Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika.
4.5.1. Permasalahan a.
Trans Jogja i. Lalulintas Kota Yogyakarta yang semakin padat menyebabkan Bus Trans Jogja memiliki waktu tunggu dan waktu tempuh yang lama. ii. Waktu tempuh yang lama dan jarak antar shelter yang cukup jauh membuat masyarakat cenderung lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi dibandingkan Trans Jogja. iii. Pengoperasian Trans Jogja masih bersinggungan dengan angkutan umum. iv. Sistem e-ticket ini masih belum optimal. v. Tingkat pengoperasian bus yang tinggi harus menyebabkan bus cepat rusak sehingga harus diimbangi dengan perawatan bus yang baik. Kondisi bus yang rusak dapat menurunkan jumlah penumpang.
b.
Jembatan Timbang i. Fasilitas pada jembatan timbang masih belum memadai, sebagai contoh lahan parkir yang dimiliki masih terbatas sehingga akan terjadi antrian yang panjang jika kendaraan angkutan barang datang secara bersamaan. Selain itu, jumlah petugas untuk jembatan timbang juga terbatas, hal ini menyebabkan dalam satu hari hanya ada dua shift dan seorang petugas harus bekerja selama kurang lebih 12 jam/ hari. Lebih lanjut, dalam 1 shift hanya terdapat 6 orang petugas, hal ini akan berpengaruh pada kinerja jembatan timbang terutama pada Jembatan Timbang Kulwaru yang menjadi pintu masuk dan pintu keluar di DIY bagian barat. ii. Kemampuan daerah dalam pemberian insentif masih terbatas untuk mewujudkan tupoksi yang cukup besar. iii. Belum adanya pengaturan tentang operasional untuk angkutan barang, temasuk izin angkutan dan retribusi angkutan barang.
284
c.
Sewa lahan parkir Bandara Adi Sutjipto i. Sebelum ada perjanjian harga, sewa lahan parkir termasuk dalam retribusi sehingga Dishub mendapat pengembalian sebasar 3%, namun, setelah perjanjian harga, sewa lahan parkir menjadi “Lain-lain pendapatan” sehingga tidak ada pengembalian.
4.5.2. Saran a.
Trans Jogja i. Adanya penambahan armada (terutama pada jalur yang padat). ii. Adanya penambahan shelter. iii. Adanya penambahan trayek.
b.
Jembatan Timbang i. Adanya tambahan SDM ii. Adanya tambahan insentif progresif atas kelebihan dari target PAD. iii. Denda bisa diberlakukan ke pengusaha atau ke perusahaan jika sudah ada peraturan. iv. Adanya tambahan prasarana seperti masker, tongkat lampu, dll. untuk mendukung kesehatan dan keselamatan petugas. v. Sebaiknya ada peraturan pemerintah mengenai operasional angkutan barang, yang terdiri dari:
Ijin
operasi kendaraan
Organisasi dan manajemen
Operasional
Distribusi barang
Rute angkutan barang
285
4.6.
Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM
4.6.1. Potensi Penerimaan Balai Metrologi Analisis pada objek penerimaan (tera dan tera ulang) dilakukan dengan tujuan melakuka pemetaan pendapatan (paling realistis) untuk masa yang akan datang. Dasar pertimbangannya adalah standard deviasi (tingkat penyimpangan) dan tingkat potensi penerimaan yang dimiliki pada setiap UTTP tera dan tera ulang. Artinya adalah memberikan gambaran bahwa potensi retribusi Metrologi (tera dan tera ulang) di DIY adalah masih sangat tinggi jumlahnya. Hasil analisis ini, dapat dijadikan masukan dan rujukan penelitian lanjutan, sekaligus sebagai bahan acuan bagi Balai Metrologi Yogyakarta, Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM DIY, dan SKPD-SKPD terkait didalam merencanakan pengelolaan potensi pada UTTP tera dan tera ulang yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta. Data di bawah ini adalah data lapangan, berupa daftar penerimaan UTTP dalam unit pada tera dan tera ulang yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta (berdasarkan data yang ada di Balai Metrologi Yogyakarta). Tabel 4.43. Jumlah Tera di Balai Metrologi Yogyakarta, 2009-2014 (Buah atau Unit UTTP) No
Tahun
Historis Realisasi Tera /Tahun 53.909 71.402 99.003 72.977 75.115 60.145
1 2009 2 2010 3 2011 4 2012 5 2013 6 2014 Keterangan: *) sampai tahun 2014 Sumber: Balai Metrologi Yogyakarta, 2014 (diolah)
Historis Realisasi Tera /Bulan 4.492 5.950 8.250 6.081 6.260 5.012
286
Tabel 4.44. Jumlah Tera Ulang di Balai Metrologi Yogyakarta, 2009-2014 (buah atau unit UTTP) Historis Realisasi Tera Ulang /Tahun 92.600 1 2009 130.851 2 2010 116.536 3 2011 146.017 4 2012 129.396 5 2013 177.671 6 2014 Keterangan: *) sampai tahun 2014 Sumber: Balai Metrologi Yogyakarta, 2014 (diolah) No
Tahun
Historis Realisasi Tera Ulang /Bulan 7.717 10.904 9.711 12.168 10.783 14.806
Secara deskriptif hasil performa Balai Metrologi Yogyakarta, yaitu: a). Mendapatkan penerimaan retribusi sebesar Rp. 181.196.900 (tahun 2014) lebih tinggi dari Rp 165.998.900 pada laporan penerimaan sebelumnya (tahun 2013). Pola penerimaan menaik ini secara ratarata naik (up), antara kisaran persentase 9,92% per-tahunnya. Walaupun juga mengalami penurunan (dari data terlampir), bahwa penerimaan retribusi Balai Metrologi Yogyakarta turun (down) semenjak tahun 2012 (Rp. 191.311.300). Penurunan penerimaan dari tahun 2012 ke 2013 mencapai -15,25% (minus lima belas pesen).
Tabel 4.45. Penerimaan Retribusi di Balai Metrologi Yogyakarta, 2009-2014 (rupiah) Realisasi Penerimaan Retribusi Tahun No /Tahun Rp 101.209.250 1 2009 Rp 116.678.300 2 2010 Rp 136.810.700 3 2011 Rp 191.311.300 4 2012 Rp 165.998.900 5 2013 Rp 181.196.900 6 2014 Keterangan: *) sampai tahun 2014 Sumber: Balai Metrologi Yogyakarta, 2014 (diolah)
Realisasi Penerimaan Retribusi /Bulan Rp 8.434.104 Rp 9.723.192 Rp 11.400.892 Rp 15.942.608 Rp 13.833.242 Rp 15.099.742
Hasil analisis terhadap potensi tera dan tera ulang (dalam unit UTTP) untuk forecasting tahun 2015 (sekarang) hingga 2018, adalah sebagai berikut:
287
Tabel 4.46. Estimasi Jumlah Tera (unit) di Balai Metrologi Yogyakarta, 2015-2018 No
Tahun
1 2 3 4
2015 2016 2017 2018
Forecast Target Tera /Tahun 76,913 98,355 111,141 125,590
Forecast Target Tera /Bulan 6,409 8,196 9,262 10,466
Tabel 4.47. Estimasi Jumlah Tera Ulang (unit) di Balai Metrologi Yogyakarta, 2015-2018 No
Tahun
1 2 3 4
2015 2016 2017 2018
Forecast Target Tera Ulang /Tahun 229,609 296,729 335,304 378,893
Forecast Target Tera Ulang /Tahun 19,134 24,727 27,942 31,574
Hasil analisis menunjukkan, bahwasannya potensi retribusi PAD untuk Balai Metrologi Yogyakarta masihlah sangat tinggi, bahkan masih jauh jaraknya terhadap total potensi yang ada (artinya: potensi jumlah UTTP sangat positif). Dasar analisis diatas adalah mempertimbangkan data kuantitatif pada proyeksi potensi UTTP di lapangan yang ada, data historis penerimaan tera dan tera ulang (didalam unit UTTP) per-6 tahunan terakhir, jumlah UTTP baru dan lama untuk ditera dan tera ulangkan, serta pertimbangan analisis penyimpangan (standard deviation), hasil analisis berdasarkan pertimbangan deviasi diatas 2 (dua). Proyeksi target penerimaan retribusi pada Balai Metrologi Yogyakarta, tahun 20152018, adalah sebagai berikut: Tabel 4.48. Estimasi Target Penerimaan Retribusi di Balai Metrologi Yogyakarta, 2015-2018 No
Tahun
1 2 3 4
2015 2016 2017 2018
Forecast Target Penerimaan /Bulan Rp 232,816,118 Rp 299,140,576 Rp 338,028,850 Rp 381,972,601
Forecast Target Penerimaan /Bulan Rp 19,401,343 Rp 24,928,381 Rp 28,169,071 Rp 31,831,050
Hasil forecasting ini muncul dari perhitungan total potensi UTTP pada tera dan tera ulang, dikalikan dengan tarif UTTP masing-masing, sehingga mengeluarkan angka rupiah 288
sebagaimana diatas. Angka tersebut diatas adalah sangat realistis dan dapat dipergunakan sebagai acuan dasar target. Berikut kesimpulan analisis dan target realisasi penerimaan retribusi 2015-2018. Tabel 4.49. Target Penerimaan Retribusi di Balai Metrologi Yogyakarta, 2015-2018 (Rp) Rp450,000,000 Rp400,000,000 Rp350,000,000 Rp300,000,000 Rp250,000,000 Rp200,000,000 Rp150,000,000 Rp100,000,000 Rp50,000,000 Rp-
1
2
3
4
Target Retribusi (dalam Rp232,816,118 Rp299,140,576 Rp338,028,850 Rp381,972,601 rupiah)
Keterangan: 1=2015, 2=2016, 3=2017, 4=2018
Tabel 4.50. Target Tera, Tera Ulang dan Penerimaan Retribusi di Balai Metrologi Yogyakarta, 2015-2018
No
Tahun
1 2 3 4
2015 2016 2017 2018
Forecast Tera (unit) 53,909 71,402 99,003 72,977
Forecast Tera Ulang (unit) 92,600 130,851 116,536 146,017
Forecast Target Retribusi (rupiah) Rp Rp Rp Rp
232,816,118 299,140,576 338,028,850 381,972,601
289
4.6.2. Prasyarat Merealisasikan Potensi PAD A.
Balai Metrologi Yogyakarta Salah satu poin yang diperhatikan saat kajian lapangan, adalah: UPT Metrologi, adalah
basis pelayanan dan perlindungan konsumen. Tarif, tidak serta merta mampu menghasilkan penerimaan, karena fenomena lapangannya, adalah banyak potensi retribusi tera/tera ulang yang jaraknya jauh sehingga tidak terlayani. Fokus yang terakhir, adalah Metrologi merupakan fungsi public service, bukan profit references. Fakta Metrologi saat ini, adalah jumlah industri yang lebih banyak dibandingkan potensi di masyarakat. Karena faktanya, Metrologi adalah berfungsi sebagai Public Service sehingga fokus pelayanan kepada masyarakat lebih direkomendasikan dibandingkan hanya mempertimbangkan profit oriented. Kendala yang ditemukan dalam melaksanakan fungsi kemetrologian saat ini adalah: 1). Spesifikasi SDM yang kurang. Harapannya di tahun 2015, khusus tenaga ‘ahli’ adalah sudah tercukupi; 2). UTTP di DIY adalah 90% ditangani oleh yang terampil; 3). Rasio terampil saat ini (untuk target 2015) adalah: 5 ahli, dan 30 terampil; 4). SDM yang ada saat ini (sekarang) adalah: 2 ahli, dan 16 terampil, sehingga kondisi saat ini membutuhkan: 3 ahli lagi, dan 14 terampil. Balai Metrologi Yogyakarta adalah Balai Metrologi yang sangat prima dan berkualitas. Dibuktikan dengan dimilikinya penghargaan Metrologi Prime Award dari Kementrian Perdagangan Republik Indonesia, berupa UPTD Metrologi Legal Terbaik Peringkat 1 seIndonesia. Pada aspek potensi; KWH merupakan potensi bagi Balai Metrologi, tapi Balai Metrologi Yogyakarta hingga sekarang tidak bisa apa-apa (no action), karena harus ada pengadaan investasi yang besar untuk Lab-nya. Saat ini Balai Metrologi tidak punya databased pedagang, by name by address para pedagang di daerah-daerah sumber retribusi. Strategi, dan hal yang harus diperhatikan dan dicapai adalah mempetakan secara realistis potensi dan kendala-kendala tera dan tera ulang di lapangan secara benar, yaitu dengan cara: a). Pertama, harus dibuatkan sistem pendataan komputerisasi (by name by address), berupa databased yang sistematis, tidak manual seperti saat ini, sehingga input data menjadi jelas, dan memudahkan saat tenaga terampil turun ke lapangan (ada rekam data pemilik UTTP). Sebagai dasar pertimbangan, kami lampirkan format input dan variabel sistem pendataan didalam lampiran; b). Kedua, harus ada layanan ‘jemput bola’ yang tepat, karena banyak potensi retribusi tera/tera ulang yang jaraknya jauh sehingga tidak terlayani; c). Ketiga, 290
Metrologi jangan hanya fokus kepada konsumen UTTP industri, UTTP di masyarakat juga harus intensif dilayani (walaupun target telah tercapai); d). Keempat, SDM ahli dan terampil harus ditambah, minimal untuk tahun 2015, adalah ada penambahan 3 ahli, dan 14 terampil. Kondisi saat ini adalah 2 ahli, dan 16 terampil; e). Kelima, harus dipikirkan tentang “insentif” yang harus diberikan kepada tenaga lepas suruhan Kepala Lurah Pasar, yang bertugas mengumpulkan para pedagang pemilik UTTP/timbangan. Karena faktanya, strategi jemput bola yang paling optimal dan efektif saat ini adalah menyuruh tenaga lepas tsb untuk mengumpulkan warga pemilik UTTP, sehingga tim Metrologi saat hadir hanya fokus terhadap pelayanan tera dan tera ulang, tidak usah kerepotan berhari-hari menunggu pemilik UTTP/timbangan yang tidak kunjung datang; f). Keenam, sosialisasi tentang kemetrologian (manfaat) kepada masyarakat, perlu ditingkatkan; g). Ketujuh, perlu adanya kerjasama dengan pihak terkait, perihal fungsi pengawasan; h). Kedelapan, tugas pengawasan di masing-masing daerah harus ditingkatkan, meskipun telah di BKO kan ke daerah; i). Kesembilan, promosi lembaga Balai Metrologi terhadap fungsi dan kegunaan, bahwa: “Tertib ukur mencerminkan budaya jujur”, dan; j). Kesepuluh, Metrologi harus berfungsi sebagai Public Service, jangan saja Profit Oriented.
B.
Balai Pengembangan Teknologi Tepat Guna Yogyakarta Kendala-kendala yang saat ini dihadapi oleh Balai Pengembangan Teknologi Tepat
Guna (BPTTG) Yogyakarta, antara lain sebagai berikut: 1) Kendala pada level peraturan (Kepmen), berupa seluruh (total) hasil penjualan TTG harus disetorkan kepada kas daerah, sehingga TTG tidak bisa mengelola hasil penjualannya sendiri. Hal ini berdasarkan peraturan pemerintah tentang status bukan BLKU yang wajib menyetorkan seluruh pendapatannya kepada kas daerah; 2) Kendala pada level peraturan (Kepres), berupa seluruh transaksi diatas Rp 5 juta rupiah kepada sesama SKPD, adalah wajib menggunakan pihak ke-3 (ketiga). Kalau konsumen perorangan (masyarakat umum) adalah bebas/tidak ada aturan. Peraturan pemerintah ini berkonsekuensi pada harga yang semakin mahal (tidak efisien), sehingga pengadaan ATG (alat tepat guna) berupa mesin-mesin dari SKPD-SKPD urung dilaksanakan (lebih mahal). Sejauh ini, konsumen potensial TTG adalah 2 (dua), yaitu: 1). Masyarakat umum; 2). Pemerintah/SKPD terkait; 3) Realisasi di lapangan adalah konsumen TTG hanya didominasi (98%) masyarakat umum, sedangkan pemerintah tidak ada atau hanya 2% dari 100%. Harapan TTG adalah seharusnya ada aturan yang memudahkan antar SKPD (bukan menyulitkan) 291
untuk order pengadaan ATG (alat tepat guna) pada SKPD-SKPD yang secara TUPOKSI sangat membutuhkan alat tepat guna tersebut, contohnya: Dinas Pertanian, dll; 4) Kendala berikutnya adalah SDM, yaitu: BPTTG sangat membutuhkan 5 orang perekayasa, dan 16 orang teknisi. SDM saat ini adalah: hanya 1 perekayasa, dan 14 orang teknisi
dengan
9 orang didalamnya berstatus
honorer.
Potensi
pendapatan/penerimaan TTG dapat naik bila tenaga SDM ini diperhatikan; 5) Fakta lapangan yang dialami BPTTG saat ini adalah: jatah anggaran APBD yang terbatas, karena BPTTG pada setiap tahunnya baru maksimal mampu melakukan pengadaan SDM honorer 2 orang saja (seharusnya lebih banyak); 6) Sebagian peralatan mesin milik BPTTG, tidak optiml fungsinya karena usia; 7) Tahun 2015 mendatang, karena suatu alasan yang tidak dijelaskan, Balai BPTTG harus pindah alamat (gedung) ke Jl. Kusumanegara 3. Sehingga, karena baru menempati gedung baru maka perlu banyak penyesuaian layout tempat dan para pelanggan TTG. Implikasinya adalah: target PAD tahun 2015 mungkin sulit tercapai 100%. Peluang-peluang yang saat ini dimiliki oleh Balai Pengembangan Teknologi Tepat Guna (BPTTG) Yogyakarta, yaitu: Penerimaan bisa dioptimalkan pada jasa layanan kemasan, layanan milling IDM, produksi kemasan, dan jasa perbengkelan.Gagasan kebijakan/saran solusi yang seharusnya diambil menurut Balai Pengembangan Teknologi Tepat Guna (BPTTG) Yogyakarta, antara lain sebagai berikut: 1) Ada kajian ulang pada aturan pemerintah tentang kewajiban menggunakan pihak ke 3 pada transaksi diatas 5 juta rupiah antar SKPD (aturan ini, sangat tidak efisien dan berdampak pada harga yang mahal karena harus membayar insentif + selisih harga yang dimahalkan oleh pihak ke-3); 2) Ada pengadaan SDM TTG pada perekayasa 5 orang, dan 14 teknisi; 3) Untuk dipikirkan bahwa BPTTG memiliki 9 tenaga honorer. Ini mahal, karena harus dibayar dengan anggaran pembiayaan BPTTG sendiri, bukan dari gaji pemerintah; 4) Ada peremajaan (investasi pengadaan mesin) pada mesin-mesin TTG yang sudah tua.
292