BAB IV ANALISA DATA
A. Temuan Peneliti I.
Nasionalisme TKI dalam Film Minggu Pagi di Victoria Park Nasionalisme TKI dalam film Minggu Pagi di Victoria Park ini muncul berdasarkan penggunaan tanda. Sebelum diketahui hasil temuan dari penelitian ini, peneliti akan menjelaskan beberapa penjelasan yang telah digunakan oleh penanda dan petanda dalam film ini. Pada bab sebelumnya, telah dijelaskan tentang tanda-tanda yang bersifat dialogis yang disertai visualisasi dan alur cerita. Makna
yang
timbul
dari
simbol-simbol
yang
menggambarkan nasionalisme TKI dalam Film Minggu Pagi di Victoria Park sangat membutuhkan peran seorang sutradara dalam menampilkan makna dari karyanya agar penonton dapat mengerti tentang, bagaimana pesan dapat tersampaikan kepada yang menonton, sehingga dapat mengkonstruksi pesan-pesan yang terkandung dalam film tersebut. Film Minggu Pagi di Victoria Park merupakan film layar lebar pertama yang membahas seputar permasalahan TKI di
87
88
Hongkong. Menggambarkan tentang menjadi TKI adalah pilihan terakhir untuk mengubah status ekonomi mereka. Dalam film ini ditemukan simbol-simbol yang mempunyai makna nasionalisme. Simbol-simbol tersebut antara lain pahlawan devisa, bahasa jawa, dan victoria park. Nasioanalisme dalam film ini hanya sekedar simbol yang dipakai. Berikut uraian dari penyajian data tentang simbol-simbol yang mempunyai makna nasionalisme TKI dalam film Minggu Pagi di Victoria Park. a. Nasionalisme dalam bentuk verbal 1. “Pahlawan Devisa” Pada awal film, berlatar belakang asrama penampungan calon TKI. Ayi dan Mayang bercerita tentang kejadian yang menimpa tetangga Ayi. Tanda yang dimunculkan pada film ini terdapat pada dialog yang menggambarkan tentang nasionalisme Ayi terhadap orang lain, dapat dilihat dari seberapa besar keinginan Ayi untuk membahagiakan orang lain, meskipun Ayi sendiri mengetahui tindakan kekerasan yang sering dialami oleh para TKI yang lain. Meskipun sebutan Pahlawan Devisa dan pengharapan agar para TKI dihargai oleh negara yang disebutkan
oleh
Mayang,
tetap
tidak
mengurangi
89
keinginan Ayi untuk meneruskan menjadi TKI yang merupakan cita-citanya. Pada menit ke 00.16.55 sampai 00.17.26 terdapat perbicangan Sari dan Mayang saat berjalan pulang setelah menjemput anak majikannya. Menjadi TKI bukan hal untuk
dipermalukan, karena pekerjaan ini masih lebih baik dari pekerjaan yang lain. Kebanyakan TKI adalah lulusan SMP/SMA, namun mereka sudah mampu menciptakan lapangan kerja di desanya. Mereka tidak peduli dengan label atau sebutan pahlawan devisa. Mereka mempunyai tanggung jawab yang bertujuan untuk menyejahterakan keluarganya. Makna denotasinya adalah tidak selamanya menjadi pekerja rumah tangga itu buruk. Makna konotasinya adalah sebuah fenomena bahwa ternyata TKI yang disebut-sebut sebagai Pahlawan Devisa identik dengan perempuan-perempuan Indonesia yang berupaya mengembangkan kapasitas ketrampilan
yang yang
dirinya, terkait harus
meningkatkan
berbagai
dengan
kemampuan
mereka
kuasai,
relasi
atau di
lingkungan kerjanya dan juga upaya-upaya mereka mempertahankan Indonesia.
martabatnya
sebagai
perempuan
90
Nasionalisme TKI dalam film ini masih bersifat sempit.
Nasionalisme
yang
bersifat
sempit
adalah
nasionalisme yang secara tidak sengaja tumbuh dari rasa yang berhubungan dengan bangsa dan negara, yang kurang disertai pandangan yang jauh ke depan. Pada masa revolusi memang harus berjuang secara fisik dan diplomatis untuk melawan penjajah Belanda, tetapi sekarang setelah merdeka nasionalisme bukan lagi untuk melawan penjajah tetapi mengisi kemerdekaan dengan membasmi
korupsi, menghilangkan kebodohan dan
kemiskinan, menegakan demokrasi, membela kebenaran dan kejujuran agar masyarakat madani dapat diwujudkan, di mana setiap warga bangsa sungguh dapat mewujudkan cita-citanya. Sartono Kartodirdja, menambahkan, nasionalisme harus mengandung aspek affective, yaitu semangat solidaritas, unsur senasib, unsur kebersamaan dalam segala situasi sehingga seluruh warga bangsa sadar akan kebangsaannya. Secara mitos perempuan dulunya hanya bekerja diladang dan sawah, tulang punggung keluarga adalah laki-laki, tetapi sekarang tidak terlalu diperhatikan.
91
2.
Kesukuan Para TKI yang bekerja merupakan warga negara dengan berbagai macam suku yang ada di Indonesia. Dalam film ini, hampir semua para pemainnya menggunakan bahasa jawa, karena rata-rata TKI Hongkong berasal dari Jawa Timur. TKI secara tidak langsung menjadi agen budaya di Hongkong. Mereka mengenalkan adat-adat Jawa kepada orang Hongkong. Bahasa yang merupakan suatu alat atau media yang sangat penting dalam upaya pelestarian sejarah dan budaya suatu bangsa dan etnis. Kebudayaan yang hakekatnya tumbuh dan berkembang seiring dengan dinamika kehidupan manusia. Kian maju dan berkembangnya kualitas hidup manusia sangat mempengaruhi
laju
perkembangan
kebudayaan
suatu
masyarakat. Dengan penggunaan bahasa jawa yang masih digunakan dalam kehidupan sehari-hari mereka selain bahasa canton, menunjukkan bahwa mereka masih menjunjung tinggi identitas mereka sebagai suku jawa yang merupakan bagian dari Indonesia. Para TKI tidak melupakan suku asalnya, tidak mengikuti tren bicara agar menyerupai orang Hongkong.
92
b.
Nasionalisme dalam bentuk non-verbal 1. “Victoria Park” Pada film “Minggu Pagi di Victoria Park”, sering sekali mengambil scene yang berlatar belakang Victoria Park.
Di
Victoria
Park
ini,
merupakan
tempat
berkumpulnya para TKI dari Indonesia. Hari minggu merupakan hari kebebasan bagi mereka, dan mereka gunakan untuk berkumpul sesama TKI lainnya. Di Victoria Park sendiri, banyak perkumpulan yang diadakan oleh TKI itu sendiri. Perkumpulan arisan, perkumpulan dakwah dan pergelaran budaya seperti tari. Hadirnya berbagai kelompok yang semuanya berkumpul
pada
hari
minggu
di
victoria
park
menampakkan kreasi dan tari dari Indonesia dengan begitu banyak nilai-nilai budaya yang terkandung didalamnya. Dengan berbagai macam budaya yang bercampur baur, dapat mengenalkan potensi budaya yang menyajikan keindahan menjalankan
dan
kebanggan
kehidupannya
atas di
negerinya negeri
orang
dalam dan
mempertahankan budaya Indonesia sebagai Identitas mereka. Pemuda sebagai agen budaya pembaharuan perlu dibentengi dengan budaya lokal sehingga mereka akhirnya
93
dapat
menjadi agent of culture information. Dengan
adanya pagelaran budaya dan perkumpulan TKI pada hari minggu di victoria park tersebut, para TKI masih menjunjung nilai-nilai budaya negeri dan memperkenalkan budaya-budaya Indonesia ke masyarakat Hongkong. Nasionalisme TKI dalam film Minggu Pagi di Victoria Park cenderung bersifat dialogis, dan beberapa diantaranya ditampilkan secara visualisasi seperti perkumpulan di Victoria Park.
B. Konfirmasi Temuan dengan Teori 1. Teori Representasi Representasi adalah proses mengkodekan (encoding) dan memperlihatkan (display) bentuk-bentuk simbolik yang mencerminkan posisi ideologis. 1 Representasi nasionalisme dalam film ini tumbuh dari olah rasa dan ikatan perasaan yang sangat kuat dengan bangsanya dan negaranya, yang kurang disertai pandangan yang jauh ke depan. Serta simbol-simbol yang dimunculkan masih sebatas pada pahlawan devisa, kesukuan, dan victoria park. Film Minggu Pagi di Victoria Park merupakan film layar lebar pertama yang mengangkat tema nasionalisme dari TKI. film yang
1
Ratna Noviani. Jalan Tengah Memahami Iklan, Antara Realitas, Representasi, dan Simulasi. Yogyakarta: Pustaka Prlagat. 2002. Hal. 53.
94
mengambil latar belakang di Hongkong ini menggambarkan tentang kehidupan sehari-hari para TKI yang berjuang mencari nafkah. Dalam film ini ditemukan
temuan yang bermakna
nasionalisme TKI dalam film Minggu Pagi di Victoria Park. Sebuah dialog yang merupakan sebuah representasi dari kejadian nyata yang dialami hampir semua TKI. Pahlawan Devisa yang merupakan sebutan besar untuk penyumbang devisa yaitu TKI, mempunyai makna yang lebih dalam lagi.
Devisa
meningkatkan
yang
dihasilkan,
pendidikan,
digunakan
pembangunan,
untuk dan
membantu kemiskinan.
Representasi nasionalisme juga digambarkan dengan sebutan bahasa jawa dan Victoria Park. Hampir keseluruhan scene dalam film in menampilkan pemain yang mayoritas menggunakan bahasa jawa sebagai bahasa sehari-hari jika sedang berbicara dengan sesama TKI. Nasionalisme yang dibutuhkan saat ini tidak lagi berkaitan dengan penjajah, karena negara ini sudah merdeka melainkan harus dikaitkan dengan keinginan untuk memerangi semua ketidakadilan dan mempertahankan eksistensi bangsa. Pahlawan seperti TKI tidak kalah mulianya dengan pahlawan lainnya.