BAB III Perencanaan Upgrade Kapasitas
3.1
Konfigurasi Awal Sistem Skkl Sea-Me-We 3 Segmen 3 yang menghubungkan Jakarta (Indonesia)
dengan Tuas (Singapura) memiliki kapasitas trafik sebesar 8 X 2.5 Gbps yang menggunakan teknologi multipleksing CWDM (Coarse wavelength Division Multiplexing) dimana trafik dikirim melalui 1 fiber pair media transmisi serat optik.
Gambar 3.1 Konfigurasi Awal sistem
27
3.2
Perkiraan Besar Kapasitas Tambahan. Ada beberapa alasan yang menyebabkan upgrade kapasitas Segmen
Jakarta – Tuas ini perlu di lakukan, antara lain : 1.
Bertambahnya
pelanggan
untuk
hubungan
komunikasi
internasional baik data maupun suara. 2.
Dilakukannya penambahan kapasitas di hampir semua segmen pada
SKKL Sea-Me-We 3 sehingga segmen Jakarta-Tuas pun
perlu di upgrade kapasitasnya untuk mengimbangi kapasitas segmen-segmen lainnya. 3.
Adanya Upgrade kapasitas pada SKKL lainnya milik PT.Indosat seperti SKKL Jakarta-Surabaya, Jakabare dan perencanaan di bangunya SKKL JAVALI.
Dengan memperhitungkan alasan-alasan di atas maka besar kapasitas upgrade yang dibutuhkan yaitu 15 X 10 Gbps (15 X STM 64) sebagai main dan 3 X 10 Gbps (3 X STM 64) sebagai proteksi. 3.3
Upgrade kapasitas dengan Teknologi DWDM menggunakan SLTE
alcatel 1620 LM Seperti di jelaskan pada Sub bab sebelumnya bahwa di butuhkan Upgrade kapasitas sebanyak 18 X 10 Gbps. Untuk memenuhi kebutuhan kapasitas tersebut maka di gunakan teknologi multipleksing DWDM dengan SLTE alcatel 1620 LM dengan mempertimbangkan beberapa hal berikut :
28
1.
Biaya upgrade lebih murah dan memiliki kapasitas trafik yang jauh lebih
besar
dengan
hanya
mengganti
SLTE
lama
yang
menggunakan teknologi CWDM yang hanya memiliki kapasitas transmisi maksimum sebesar 18 X 2.5 Gbps dengan SLTE baru yaitu SLTE alcatel 1620 LM yang menggunakan teknologi DWDM. 2.
Kemampuan Repeater dan kabel serat optik yang terpasang support untuk teknologi DWDM.
3.4
Identifikasi Panjang Gelombang upgrade
3.4.1
Identifikasi Panjang gelombang awal Seperti telah dijelaskan sebelumnya, jalur Jakarta-Tuas ini memiliki
kapasitas 8 x STM-16, atau dengan kata lain menggunakan 8 panjang gelombang (λ) yang masing-masing memiliki kapasitas sebesar 2,5 Gbps. Selain itu, ada satu panjang gelombang yang digunakan untuk supervisi (Sv) wet plant. Panjang gelombang yang digunakan adalah panjang gelombang yang termasuk dalam Cband, mulai dari 1552,3 nm sampai dengan 1560,3 nm, dengan jarak antar gelombang sebesar 1 nm. Besar masing-masing pangjang gelombang tersebut di tunjukkan pada tabel 3.1.
29
Tabel 3.1 Panjang Gelombang awal No.
Panjang gelombang
Frekuensi
1
1553,3 nm
193,003 THz
2
1554,3 nm
192,879 THz
3
1555,3 nm
192,755 THz
4
1556,3 nm
192,631 THz
5
1557,3 nm
192,507 THz
6
1558,3 nm
192,384 THz
7
1559,3 nm
192,260 THz
8
1560,3 nm
192,137 THz
Sv
1552,3 nm
193,127 THz
Identifikasi panjang gelombang awal ini diperlukan untuk menentukan range panjang gelombang yang akan digunakan pada sistem DWDM nantinya.
3.4.2
Menentukan Panjang gelombang Operasi untuk sistem DWDM. Panjang gelombang yang akan digunakan pada sistem DWDM harus tetap
berada dalam kisaran 1552,3 nm sampai 1560,3 nm. Hal ini dikarenakan repeater yang telah terpasang pada sistem awal hanya support untuk kisaran panjang gelombang ini. Yang akan dirubah adalah besar jarak (spasi) antara panjang gelombang yang digunakan. Besar spasi yang digunakan dalam upgrade kapasitas jalur Jakarta-Tuas ini adalah 50 GHz (0,4 nm), sesuai rekomendasi ITU-T
30
G.694.1, dimulai dari frekuensi 193.100 THz sampai dengan 192.250 THz. Untuk supervise sistem tetap menggunakan λsv dari SLTE lama. Tabel 3.2 Alokasi panjang gelombang upgrade No.
Panjang gelombang (nm)
Frekuensi (THz)
λ1
1.552,524
193.100
λ2
1.552,926
193.050
λ3
1.553,328
193.000
λ4
1.553,731
192.950
λ5
1.554,134
192.900
λ6
1.554,536
192.850
λ7
1.554,940
192.800
λ8
1.555,343
192.750
λ9
1.555,747
192.700
λ10
1.556,151
192.650
λ11
1.556,555
192.600
λ12
1.556,960
192.550
λ13
1.557,363
192.500
λ14
1.557,768
192.450
λ15
1.558,172
192.400
λ16
1.558,578
192.350
λ17
1.558,983
192.300
λ18
1.559,388
192.250
Sv
1.552,3
193.127
31
Alasan penggunaan spasi 50 Ghz (0.4 nm) adalah karena spasi ini lebih kebal terhadap interferensi dibanding spasi 25 Ghz dan 33 Ghz. Frekuensi 192.200 THz (1.559,800 nm) dan 192.150 THz (1.560,200 nm) sebenarnya masih bisa digunakan, namun tidak digunakan karena belum dibutuhkan.
Gambar 3.2 Alokasi panjang gelombang pada sistem DWDM
3.5
Power Budget upgrade. Analisa power budget ini diperlukan untuk menetukan besar penguatan
dan daya keluaran SLTE. Karena perancangan ini adalah perancangan upgrade tanpa ada perubahan pada wet plant, maka analisa yang diperlukan hanya sampai daya yang harus menjadi masukan repeater pertama, sedangkan dari repeater pertama sampai stasiun lawan hanya tinggal mengikuti sistem yang sudah ada.
32
Tabel 3.3 Spesifikasi Repeater Parameter
Karakteristik
Temperatur operasi
0°C sampai 35°C
Input level
-7,6 dBm +2,1 / -5,0 dBm
Output level
+10 dBm ± 0,5 dB
Metode pengontrolan output level
Automatic Level Control (ALC)
Berdasarkan data diatas, masukan ideal repeater sistem adalah -7,6 dBm. Nilai masukan repeater ini dianggap sebagai PR dari sistem. Untuk Loss sistem dapat dilihat pada tabel 3.4. Tabel 3.4 Karakteristik loss jaringan Parameter
Besar nilai
Panjang serat optic ke repeater pertama
54 Km
Total sambungan sampai ke repeater pertama
5 buah
Redaman serat optic
0,25 dB/Km
Redaman sambungan optic
0,05 dB
Redaman konektor-konektor
0,7 dB
Components and fibre ageing penalty
1,0 dB
Manufacturing and environmental impairment
1.0 dB
Propagation impairments
1.1 dB
Berdasarkan data diatas dapat dihitung Loss total dari sistem. Loss = (54 x 0.25) + (0.05 x 5) + 0.7 + 1 + 1 +1.1 = 13.5 + 0.25 + 0.7 + 1 + 1 +1.1 = 17.55 dB
33
Dengan menggunakan persamaan diatas dapat dihitung PT yang harus dihasilkan oleh SLTE yang akan digunakan. PT
= loss + PR = 17.55 + (-7.6) = 9.95 dB
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, daya keluaran SLTE 1620LM harus sekitar 9,95 dBm. 3.6
TRBD card pada SLTE 1620 LM. TRBD card merupakan card interface dari dan ke perangkat SDH. TRBD
yang digunakan pada upgrade ini adalah TRBD 1292 dengan spasi kanal 50 Ghz, modulasi yang digunakan RZ, B&W Interface I:64.1 atau S-64.2b. Tabel 3.5 Spesifikasi card TRBD
34
3.7
Pengaturan Penguatan pada SLTE 1620 LM Pengaturan penguatan pada SLTE 1620 LM dilakukan agar daya kirim
dari SLTE 1620 LM sesuai dengan inputan repeater pertama dari sistem. Pengaturan besar penguatan didasari dari perhitungan power budget dari sistem yang sudah ada. Penguat-penguat yang diatur pada tahap ini adalah LOFA, BOFA, dan VOA.
Gambar 3.3 LOFA setting pada 1620 LM 3.8
Konfigurasi sistem setalah upgrade. Dengan menggunakan teknologi DWDM ini diharapkan SKKL Sea-me-we
3 segmen Jakarta-Tuas ini mampu mengantisipasi kebutuhan kanal trafik untuk waktu yang lama.
35
Gambar 3.4 Konfigurasi setelah upgrade 36
37