28
BAB III PENGEMBANGAN MODEL HARGA SATUAN TERTINGGI BANGUNAN GEDUNG
III.1. Umum Pengembangan model harga satuan tertinggi bangunan gedung negara (HST BGN) akan dilakukan terhadap sekumpulan data biaya historis bangunan gedung pemerintah dan sebagai studi kasus adalah bangunan-bangunan gedung pemerintah yang terdapat di Propinsi Jawa Barat. Dalam hal ini yang dijadikan lokasi penelitian adalah Kota Bandung, Kota Bogor, Kota Cirebon, Kota tasikmalaya dan Kota Sukabumi. Alasan pemilihan lokasi tersebut adalah karena kota Bandung, kota Cirebon dan kota Bogor merupakan Pusat Kegiatan Nasional (PKN), sedangkan kota Tasikmalaya dan kota Sukabumi merupakan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) berdasarkan ketetapan kawasan andalan dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Propinsi Jawa Barat untuk mendukung pemerataan pertumbuhan ekonomi. Dari ketetapan tersebut dapat diasumsikan bahwa, tingkat pembangunan di daerah-daerah tersebut khususnya di bidang konstruksi lebih tinggi dibandingkan daerah-daerah lainnya. Model yang akan dikembangkan terdiri dari beberapa tahap, yaitu tahap kegiatan survey, tahap pengumpulan data, pembuatan database, pengolahan data dan perhitungan harga satuan tertinggi untuk masing-masing lokasi survey. Untuk lebih jelasnya rincian tahap-tahap dalam model metoda perhitungan HST BGN dapat dilihat pada Gambar III.1.
29
Gambar III.1 Tahapan Model Perhitungan HST BGN
30 III.2. Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan di beberapa wilayah di Propinsi Jawa Barat. Wilayah yang akan disurvey adalah Bandung, Bogor, Cirebon, Sukabumi dan Tasikmalaya. Pemilihan wilayah tersebut berdasarkan ketetapan kawasan andalan dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Propinsi Jawa Barat untuk mendukung pemerataan pertumbuhan ekonomi, dimana Bandung, Cirebon dan Bogor merupakan Pusat Kegiatan Nasional (PKN); Tasikmalaya dan Sukabumi merupakan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW). Dari ketetapan tersebut dapat diasumsikan bahwa, tingkat pembangunan di daerah-daerah tersebut khususnya di bidang konstruksi lebih tinggi dibandingkan daerah-daerah lainnya, yang berarti jumlah data-data yang tersedia di daerah tersebut lebih banyak dibandingkan di daerah lain. Adapun data yang dibutuhkan antara lain: 1. Data bangunan gedung, yang meliputi:
Rencana Anggaran Biaya (RAB) atau Bill Of Quantity (BOQ), digunakan untuk mengetahui item-item pekerjaan dalam pembangunan gedung.
Analisa Harga Satuan (AHS), digunakan untuk merinci item-item pekerjaan pada RAB/BOQ sehingga dapat diketahui jenis, volume dan bobot biaya setiap komponen bahan bangunan yang digunakan untuk membangun gedung.
Karakteristik bangunan, seperti luas bangunan, jumlah lantai, fungsi bangunan, lokasi dan tahun pembangunan.
Data ini diperoleh dari dokumen kontrak yang dikumpulkan dari owner dan kontraktor di setiap wilayah. Owner yang disurvey adalah Dinas Tata Ruang dan Pemukiman. Kontraktor yang disurvey adalah kontraktor dari skala menengah dan besar. Data-data kontraktor, berupa: nama perusahaan, alamat, nomor telepon dan klasifikasi, diperoleh dari Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Daerah (LPJKD) Propinsi Jawa Barat. 2. SNI tentang Kumpulan Analisa Biaya Konstruksi Bangunan Gedung dan Perumahan, digunakan jika AHS pada dokumen kontrak tidak lengkap.
31 3. Analisa Harga Satuan (AHS) Pekerjaan yang diterbitkan oleh Building Information Centre (BIC) Jawa Barat, digunakan jika AHS pada dokumen kontrak tidak lengkap. 4. Data harga bahan bangunan saat ini yang diperoleh dari survey pasar, melalui toko-toko material dan supplier yang sering digunakan oleh kontraktor setempat dalam pengadaan gedung negara. 5. Data inflasi pada beberapa daerah yang dijadikan lokasi survey di Jawa Barat, yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik Daerah dan Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah setempat.
III.3. Pembuatan Database Dari data yang dikumpulkan, dibuat database dalam bentuk spreadsheeet untuk mempermudah melakukan pengolahan data. Proses pembuatan database adalah sebagai berikut : 1. Dari setiap dokumen kontrak bangunan gedung yang berhasil dikumpulkan, dibuat database untuk masing-masing bangunan, berupa informasi umum bangunan (tahun pembangunan, lokasi, fungsi dan luas bangunan), RAB/BOQ dan AHS dari setiap pekerjaan yang tercantum dalam RAB. Jika AHS yang ada pada dokumen kontrak tidak mencakup seluruh item pekerjaan pada RAB, maka digunakan AHS BIC dan AHS SNI. 2. Data harga material dan upah pekerja saat ini yang diperoleh dari survey pasar, melalui toko-toko material dan supplier yang sering digunakan oleh kontraktor setempat dalam pengadaan gedung negara. Nilai harga pasaran dari komponen dominan yang akan di survey dilakukan dengan cara kunjungan langsung kepada responden atau dengan menanyakannya melalui sarana komunikasi telepon dan melalui internet. Yang perlu pada tahapan survey ini adalah bagaimana kita menanyakan informasi tentang harga komponen dominan tersebut kepada responden, berupa harga per satuan komponen dominan tersebut untuk jumlah pembelian sesuai dengan volume komponen dominan.
32 3. Data base tentang inflasi dan perubahan harga bahan bangunan, yang bisa mengakomodasi untuk satu tahun ke depan. Data ini diperoleh dengan berkonsultasi dengan pihak BAPPEDA dan BPS Daerah masing-masing Kabupaten/kota yang disurvey. Data komponen ini bertujuan untuk memperkirakan (forecasting) total biaya pelaksanaan konstruksi pada daerah yang akan dibangun bangunan gedung negara pada tahun berikutnya.
III.4. Pengolahan Data Pengolahan data bertujuan untuk mencari Komponen Bahan Bangunan yang dominan. Penentuan komponen bahan bangunan dominan menggunakan prinsip Pareto Law, yaitu komponen material, upah ataupun alat yang digunakan untuk membangun bangunan gedung yang memiliki bobot biaya sekitar 80 % dari total biaya. Komponen bahan bangunan dominan ini dicari untuk masing-masing lokasi survey seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka harus melalui tahap-tahap sebagai berikut: 1. Merinci item-item pekerjaan ke dalam komponen material, alat dan upah, dengan menggunakan AHS yang terdapat dalam dokumen kontrak. Jika AHS yang tersedia tidak lengkap, maka digunakan AHS PU dan AHS SNI. Ilustrasinya diberikan pada Gambar III.2 berikut:
HS = Harga Satuan Total = Volume x Koefisien x HS
Gambar III.2. Ilustrasi merinci item pekerjaan menjadi komponen material dan upah
33 2. Mengidentifikasi komponen bahan bangunan yang dominan. Setelah proses perincian selesai, selanjutnya dihitung biaya total dari tiap komponen. Biaya total tiap komponen tersebut kemudian dibandingkan dengan biaya total bangunan, sehingga dapat diketahui bobot masing-masing komponen bahan bangunan terhadap biaya total bangunan. Jumlah komponen yang dijadikan sebagai komponen dominan ditentukan dengan cara, mengurutkan bobot tiap komponen dari yang paling besar hingga terkecil, kemudian mengakumulasi bobot tiap komponen hingga mencapai 80%, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar III.3. Komponen material dan/atau upah yang termasuk dalam batas tersebut merupakan komponen dominan.
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 …
Komponen Material A Upah B Material D Upah C Material E Material C Material F Material K Material B Upah A Material G Material O Material N Material I …
Bobot 28,82% 14,45% 8,27% 8,08% 7,74% 4,97% 2,58% 2,16% 1,66% 1,60% 0,51% 0,47% 0,38% 0,38% …
80%
Komponen Dominan
Gambar III.3. Ilustrasi Pemilihan Komponen Dominan 3. Mencari kuantitas komponen dominan. Kuantitas komponen dominan yang digunakan adalah volume komponen dominan per satuan luas bangunan gedung yang diperoleh melalui perhitungan selang keyakinan 90% dan 95%. Alasan menggunakan nilai selang keyakinan ini lebih tepat untuk kategori ‘tertinggi’ dibandingkan nilai rata-rata (Mean). Ilustrasi perhitungan kuantitas komponen dominan dapat dilihat pada Gambar III.4 sebagai berikut:
34
Nama Proyek Proyek 1 Proyek 2 Proyek 3 Proyek 4 ... Proyek n Selang Keyakinan 90% ,95%
Q Material A 0,1103 0,1128 0,1067 0,0981 … 0,1227
Kuantitas per meter persegi (Q) Q Upah B Q Material D 4,7049 0,0236 3,3845 0,0211 2,8152 0,0112 2,5347 0,0076 … … 5.2934 0,0170
Q Upah C 6,5096 3,2913 3,1952 2,5976 … 5,5262
Gambar III.4. Ilustrasi perhitungan Kuantitas Tertimbang 4. Mengalikan kuantitas komponen dominan dengan harga komponen sekarang. Perkalian tersebut menghasilkan biaya per meter persegi bangunan, yang nantinya akan dijadikan dasar dalam model perhitungan harga satuan tertinggi bangunan gedung negara. III.5. Perhitungan Biaya per m2 Bangunan Gedung Biaya per m2 bangunan gedung yang dihitung merupakan biaya per m2 bangunan gedung saat ini, karena data harga komponen yang dipakai adalah harga komponen dominan berdasarkan perhitungan statistik batas atas dengan selang kepercayaan 90 % dan 95 % yang diperoleh melalui survey pasar. Dengan adanya Biaya per m2 bangunan gedung berdasarkan model ini, akan dibandingkan dengan model harga satuan tertinggi yang dikeluarkan oleh Pemerintah daerah setempat dan dicari seberapa besar penyimpangan yang terjadi. Model HST BGN yang dihitung merupakan model harga satuan berdasarkan harga komponen sekarang dan harga komponen beberapa periode ke belakang. Dengan adanya model berdasarkan harga komponen historis, maka model HST BGN untuk periode berikutnya dapat diprediksi dengan mengikuti trendline (garis kecenderungan) yang terbentuk dari hubungan antara model historis dengan periode. Garis kecenderungan tersebut memiliki koefisien determinasi, yang menunjukkan seberapa besar perubahan atau variasi dari suatu variabel bisa dijelaskan oleh perubahan pada variabel yang lain. Dalam hal ini variabel yang dipakai adalah harga komponen dominan dalam 3 tahun terakhir. Misal nilai R2 menunjukkan angka 0,904 hal ini mengandung pengertian bahwa 90,40 % variasi
35 dari variabel dependen (Y) dapat dijelaskan oleh variabel independen (X) yang terdiri dari harga komponen dominan dalam 3 tahun terakhir sedangkan sisanya sebesar 9,60 % variasi dari variabel dependen dijelaskan oleh variabel yang tidak dimasukkan dalam model.