BAB III PELAKSANAAN PENGOLAHAN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR PT PUPUK KUJANG CIKAMPEK
A. Gambaran Umum Perusahaan 1. Sejarah singkat perusahaan Di tahun 60-an, Pemerintah merancang pelaksanaan peningkatan produksi pertanian di dalam usaha swasembada pangan. Demi suksesnya program Pemerintah ini, maka kebutuhan akan pupuk mutlak harus di penuhi, mengingat produksi PT Pupuk Sriwidjaya 1 (PT Pusri 1) waktu itu diperkirakan tidak akan mencukupi. Menyusul ditemukannya beberapa sumber gas alam dibagian utara Jawa Barat, muncullah gagasan untuk membangun pabrik urea lainnya di Jawa Barat. Pemanfaatan sumber gas alam ini maka Tahun 1973 Pemerintah menunjuk Departemen Pertambangan cq, pertamina untuk melaksanakan proyek pupuk Jawa Barat. Departemen Pertambangan kemudian melimpahkan wewenang kepada Pertamina dengan BECIP sebuah perusahaan Perancis yang bertindak sebagai konsultan yang meneliti kemungkinan pembangunan sebuah pabrik pupuk di Jawa Barat. Team teknis dibentuk dan langkah-langkah selanjutnya diambil oleh Pertamina dengan menentukan Jatibarang. Balongan sebagai lokasi proyek, Study mengenai lokasi proyek ini oleh BECIP dilanjutkan kembali bersama Dinas Pekerajaan Umum Propinsi Jawa Barat
62
63
yang menghasilkan saran dipilihnya Desa Dawuan Cikampek sebagai lokasi pabrik, atas dasar pertimbangan : 1. Dekat ke sumber bahan baku gas alam di Cilamaya. 2. Dekat ke sumber air tawar di waduk jurug, sebelah bawah waduk Jatiluhur (Purwakarta). 3. Dekat ke sumber tenaga listrik di Jatiluhur. 4. Tersedianya jaringan angkutan yang baik, seperti jalan raya dan jalan kereta api. 5. Dekat ke sumber penyediaan bahan bangunan. 6. Terdapatnya sungai pembuangan Cikaranggelam. 7. Berada di tengah-tengah pemasaran pupuk.
Tahun 1975 keluar surat Keputusan Presiden Nomor 16/1975 tertanggal 17 April 1975, memutuskan pengalihan tugas pelaksanaan proyek pupuk Jawa Barat dari Departemen Pertambangan kepada Departemen Perindustrian, Menyusul kebijakan Presiden ini pada bulan April 1975 Menteri Perindustrian mengeluarkan surat keputusan No. 25/M/SK/4/1975 untuk membentuk team penyelesaian proyek pupuk Jawa Barat dengan Dirjen Industri Kimia sebagai ketua Team, Ir. A. Salmon Mustafa sebagai pimpinan proyek dan Ir. Didi Suwardi sebagai pimpinan Lapangan. Guna mengelola pabrik pupuk urea yang akan lahir dari proyek pupuk Jawa Barat, perlu dibentuk sebuah badan hukum (persero). Maka keluarlah Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 1975 tanggal 2 Juni 1975 yang mengatur tentang pendirian badan hukum (persero). Untuk memperoleh nama
64
bagi Badan Hukum tersebut, Menteri Perindustrian meminta pertimbangan Gubernur Jawa Barat pada saat itu yaitu Bapak Aang kunaefi. Beliau kemudian menyarankan nama PUPUK KUJANG, dan saran ini diterima baik oleh Menteri Perindustrian. Tanggal 9 Juni 1975. Dibentuk PT. PUPUK KUJANG (persero) dengan Akte Notaris Suleman Ardjasasmita SH. No. 19. Sumber biaya untuk pembangunan pabrik pupuk urea diperoleh dari pinjaman Pemerintah Kerajaan Iran sebanyak US $ 200 juta untuk pembelian mesin-mesin dan pipa gas, sedangkan biaya kontruksi dalam negri, dana berasal dari Pemerintah sebagai Pernyataan Modal Pemerintah (PMP). Biaya proyek pada waktu itu diperkirakan mencapai US $ 256 juta. Sebagai kontraktor utama, telah dipilih dalam tender terbatas yang diadakan oleh Dirjen Industri Kimia Dasar pada bulan Mei 1975 yaitu Kellog Oversease Coporation (KOC) dari Amerika Serikat sebagai General Contractor dan Toyo Enginering Corporation (TEC) dari Jepang sebagi Urea Unit Contactor. Kontrak tersebut di tanda tangani pada tanggal 15 November 1975 dan mulai berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 1976 untuk TEC, dan 26 Januari 1976 untuk KOC. Pelaksanaan pembangunan proyek ini berjalan lancar sehingga pada tanggal 7 November 1978 pabrik sudah mulai berproduksi dengan kapasitas urea 570.000 ton/tahun dan amonia 330.000 ton/tahun ini terjadi 3 bulan lebih awal dari jadwal yang telah ditentukan. Pada tanggal12 Desember 1978, Presiden Soeharto berkenan meresmikan Pembukaan Pabrik dan 1 April 1979 PT.Pupuk Kujang mulai dengan operasi komersil.
65
Sejalan
dengan
perkembangan
PT
Pupuk
Kujang
berupaya
meningkatkan kemampuan dengan memasok kebutuhan pupuk di Jawa Barat, maka pada Tahun 2002 dibangunlah pabrik Kujang 1-B yang merupakan kelanjutan program Pemerintah dalam pemulihan ekonomi jangka menengah dari jangka panjang. Pelaksanaan peresmian tiang pancang pertama oleh Presiden RI Megawati Soekarno Putri pada tanggal 3 Juli 2002. Kontraktor utama pembangunan pabrik Kujang 1-B oleh Toyo Engineering Corporatio (TEC) Jepang dan subkontraktor dalam negeri Joint Operation antara PT. Rekayasa Industri dengan PT. IKPT. Pada tanggal 3 April 2006, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono meresmikan pembukaan pabrik, dengan mulai beroperasinya pabrik Kujang 1-B, maka kapasitas pabrik PT Pupuk Kujang menjadi 1.140.000 ton/tahun.
2. Filosofi Perusahaan Maksud dan tujuan di dirikan PT Pupuk Kujang adalah : a. Mengelola bahan mentah menjadi bahan-bahan pokok yang diperlukan untuk pembuatan Urea dan bahan-bahan kimia lain nya. b. Memproduksi Pupuk Urea untuk kebutuhan dalam Negeri sehingga tujuan utama tercapai, yaitu memenuhi kebutuhan Pupuk didaerah Jawa Barat khususnya dan untuk ekspor apabila kebutuhan dalam negeri telah dapat terpenuhi, sehingga dapat menambah penghasilan baik untuk perusahaan maupun untuk Negara.
66
c. Untuk menunjang program Pemerintah dalam rangka peningkatan hasil produksi pertanian, sehingga dapat meningkatkan penghasilan petani. d. Pendayaguanaan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan penghasilan masyarakat. e. Memberikan jasa dalam proyek-proyek pembangunan Industri Pupuk Kimia lainnya serta penelitiaan dan pemeliharaan pabrikasi alat-alat pada umumnya. f. Menyalurkan kegiatan-kegiatan usaha bidang pengangkutan dan pergudangan yang merupakan sarana dan perlengkapan guna kelancaran kegiatan usaha.
3. Visi dan Misi Perusahaan
PT. Pupuk Kujang telah menetapkan suatu visi atau suatu pandangan kedepan yang hendak dicapai. Visi tersebut adalah “Menjadi perusahaan pupuk dan petrokimia yang efisien dan kompetitif di Pasar Global,” Misi dari PT. Pupuk Kujang adalah “Memberikan kontribusi kepada pembangunan atau pertumbuhan ekonomi nasiaonal demi kemakmuran serta kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan industri kimia berbasis sumber daya alam yang ramah lingkungan dengan melaksanakan etika bisnis secara konsisten.” PT. Pupuk Kujang
juga memiliki budaya perusahaan yang harus
diketahui dan tetap dijaga, budaya tersebut seperti : 1. Sikap profesionalisme individu karyawan.
67
2. Kebersamaan dan kerjasama dalam setiap pelaksanaan tugas. 3. Responsif, adaptif, dan inovatif dalam menghasilkan produk dan jasa yang bermutu. 4. Mengutamakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). 5. Memperdulikan lingkungan. 6. Fokus pada kepuasan pelanggan-pelanggan stoke holder.
4. Struktur Organisasi PT PUPUK KUJANG Cikampek Struktur organisasi PT. Pupuk Kujang secara garis besar sesuai dengan Surat Keputusan Direksi No. 014/SK DU/X/2004 antara lain : Direktur Produksi, Direktur Teknik dan Pengembangan, Direktur Keuangan, dan Direktur Sumber Daya Manusia dan Umum. Direktur tersebut dibawah koordinasi Direktur Utama sebagai pimpinan tertinggi di PT. Pupuk Kujang. Dewan Direksi bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris yang mewakili Pemerintah sebagai pemegang saham melalui Departemen Pertanian, dan Departemen Keuangan. Dewan Direksi membawahi lima komponen (Direktur Muda) dan Staf, serta selanjutnya membawahi Kepala Biro dan Kepala Divisi. Bentuk organisasi yang ditetapkan PT. Pupuk Kujang adalah struktur organisasi garis dan staf. Perusahaan PT. Pupuk Kujang mempunyai tugas yang beraneka ragam dan sangat kompleks, maka tidak mungkin bagi seorang pimpinan perusahaan disamping membuat keputusan juga memberikan perintah kerja untuk kelancaran tugasnya. Oleh karena itu, perlu diadakan pendelegasian wewenang kepada para staf sesuai dengan
68
bidangnya masing-masing. PT. Pupuk Kujang adalah berstatus BUMN yang dipimpin oleh Dewan Direksi yang bertanggung jawab dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Pelaksanaan
kegiatan
pengelolaan
perusahaan
Direktur
utama
memiliki garis khusus dalam menjalankan tugasnya, garis khusus tersebut diisi oleh Satuan Pengawasan Intern dan Sekretaris perusahaan. Satuan Pengawasan Intern membawahi Biro Pengawasan Keuangan dan Biro Pengawasan Operasional. Sedangkan Sekretaris perusahaan membawahi Biro Kemitraan, Biro Hukum dan Tata Usaha, Biro Komunikasi, dan Biro Pengamanan. Struktur organisasi merupakan susunan yang terdiri fungsifungsi dan hubungan-hubungan yang menyatakan seluruh kegiatan untuk mencapai suatu sasaran. Struktur organisasi dapat dinyatakan dalam bentuk gambaran grafik atau bagan yang memperlihatkan hubungan unit-unit organisasi dan garis-garis wewenang yang ada struktur organisasi perusahaan sangat berguna untuk menentukan pembagian dari tiap-tiap departemant atau bagian, masing-masing karyawan dapat mengetahui tugas, tanggung jawab, dan wewenang secara jelas.
A. Deskripsi Jabatan
69
Tugas-tugas dimasing-masing bagian berdasarkan Keputusan Direksi No.01/SK/DU/2002, tanggal 2 Januari 2002. a. Unsur pimpinan: 1) Direktur Utama: Unsur pimpinan ini disamping bertugas mengatur dan mengkoordinir direktur-direktur lainnya, juga bertugas dan mengkoordinir unit-unit kerja atau fungsi-fungsi yang berada dibawah kompartemen sekretariat dan staff. 2) Direktur Produksi: Bertugas mengatur dan mengkoordinir unit-unit kerja atau fungsi-fungsi yang berada dibawah kompartemen produksi beserta staff serta bertanggung jawab kepada direktur utama. 3) Direktur Teknik dan Pengembangan: Bertugas mengatur dan mengkoordinir unit-unit kerja atau fungsi-fungsi yang berada dibawah kompartemen Teknik dan Pengembangan beserta staff serta bertanggung jawab kepada Direktur Utama. Keuangan beserta Staff serta bertanggung jawab kepada Direktur Utama. 4) Direktur Keuangan: Bertugas mengatur dan mengkoordinir unit-unit kerja atau fungsi-fungsi yang berada dibawah kompartemen Administrasi dan keuangan beserta Staff serta bertanggung jawab kepada Direktur Utama. 5) Direktur Umum dan Sumber Daya Manusia: Bertugas mengatur dan mengkoordinir unit-unit kerja atau fungsi-fungsi yang berada dibawah kompartemen Umum dan Sumber Daya Manusia beserta Staff serta bertanggung jawab kepada Direktur Utama.
70
b. Unsur Pembantu Pimpinan: 1) Sekretaris Perusahaan 2) Kompartemen Produksi 3) Kompartemen Teknik dan pengembangan 4) Kompartemen Keuangan 5) Kompartemen Umum dan Sumber Daya Manusia 6) Staff utama Setingkat Kompartemen, diperbantukan pada masingmasing direktur. c. Unsur Pelaksana: 1) Divisi Produksi 2) Divisi Pemasaran 3) Divisi Konstruksi 4) Biro Rancang Bangun 5) Divisi Industri Peralatan Pabrik 6) Divisi Jasa Pelayanan Pabrik 7) Biro Anggaran 8) Biro Keuangan 9) Biro Akuntansi 10) Biro Teknologi Informasi 11) Biro Administrsi Perusahaan Patungan 12) Biro Pendidikan dan Latihan 13) Biro Umum 14) Biro Kesehatan
71
d. Unsur Penunjang: 1) Biro Pengawasan Proses 2) Biro Inspeksi 3) Biro Keselamatan dan Lingkungan Hidup 4) Biro Material 5) Biro Sistem Manajemen 6) Biro Pengadaan 7) Biro pengembangan 8) Kantor Pupuk Kujang Jakarta 9) Biro Ketenagakerjaan 10) Biro Kemitraan 11) Biro Hukum dan Tata Usaha 12) Biro Komunikasi 13) Biro Pengamanan e. Unsur Pengawasan: 1) Satuan Pengawasan Intern; a. Biro Pengawasan Keuangan B. Eselon Jabatan dan golongan jabatan di PT Pupuk Kujang Cikampek. Selain dibagi lima unsur tersebut, karyawan PT. Pupuk Kujang dibagi dalam eselon jabatan dan golongan jabatan. Klasifikasi dari eselon jabatan tersebut adalah;
72
a. Eselon Jabatan: 1) Eselon I (satu) Manager Utama; 2) Eselon II (dua) Manager Madya; 3) Eselon III (tiga) Manager Muda; 4) Eselon VI (empat) Manager Pertama; 5) Eselon V (lima) Manager Pelaksana; b. Golongan Jabatan: 1. Jabatan Struktual; 1) Kepala Kompartemen 2) Kepala Divisi / Biro 3) Kepala Dinas / Bagian 4) Asisten Kepala Dinas 5) Kepala Seksi / Bidang 2. Jabatan Fungsional (Staff Biasa / Generalis); 1) Staf I dan II setingkat kepala kompartemen 2) Staf Madya I dan II setingkat kepala Divisi / Biro 3) Staf Madya III setingkat Kadis / Bagian 4) Staf Muda I setingkat kepala Dinas / bagian 5) Staf muda tingkat II dan III setingkat kasi / kabid 3. Jabatan Fungsional (Teknis / Specialis); 1) Ahli Utama I dan II setingkat Kepala Kompartemen 2) Ahli Madya I dan II setingkat Kepala Divisi / Biro 3) Staf Madya III setingkat Kepala Dinas / Bagian
73
4) Ahli Muda II dan III setingkat Kepala Seksi / Bidang. 4. Jabatan Pelaksanaan; 1) Pelaksana Utama 2) Pelaksana I 3) Pelaksana II 4) Pelaksana III (pekarya).
74
Struktur Organisasi PT. Pupuk Kujang Cikampek ( Biro Umum PT Pupuk Kujang Cikampek, 2009)
75
5. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Berdasarkan Surat Keputusan Direksi PT. Pupuk Kujang No. 067/DIR/X/1978 tentang pemberian wewenang kepada bagian Keselamatan dan Pemadam Kebakaran, maka perusahaan mengambil langkah–langkah yang pada prinsipnya melakukan pencegahan dan penanggulangan terhadap kemungkinan terjadinya bahaya. Jenis bahaya yang biasa terjadi dalam pekerjaan antara lain: (1) Bahaya zat kimia baik berupa gas maupun cairan yang beracun maupun mudah terbakar. (2) Debu–debu disekitar tempat kerja yang dapat mengganggu pernapasan . (3) Aliran listrik bertegangan tinggi. (4) Mesin–mesin yang bekerja tanpa alat pengaman sehingga dapat menimbulkan bahaya mekanis. (5) Kebisingan yang melebihi ambang batas pendengaran. (6) Peralatan yang bekerja pada tekanan dan suhu yang tinggi dapat menimbulkan peledakkan dan kebakaran. (7) Penerangan / lampu yang kurang memadai. (8) House Keeping yang kurang baik dapat mengakibatkan tempat kerja kotor serta alat – alat tidak teratur sehingga menyulitkan dalam penanggulangan dan kebakaran. (9) Jam kerja yang berlebihan dan kerja rutin dapat menyebabkan kelelahan dan kejenuhan. 1) Mengatasi akibat yang ditimbulkan oleh jenis–jenis bahaya tersebut, diperlukan kesatuan kelompok kerja dilingkungan PT. Pupuk Kujang, dimana melibatkan enam kelompok yaitu sebagai berikut: 1. Bagian Keselamatan dan Pemadam Kebakaran ( fire and safety ) 2. Bagian Keamanan 1)
Biro Manajemen Risiko. 2009. Standar Penilaian Kemungkinan dan Dampak suatu bahaya, PT Pupuk Kujang, Cikampek.
76
3. Bagian Kesehatan 4. Bagian Pemeliharaan dan Lapangan 5. Bagian Ekologi 6. Bagian Perbendaharaan dan Asuransi Selain kelompok kerja di atas, sangat penting juga adanya kesadaran dari seluruh karyawan untuk mencegah serta menghindari adanya bahaya yang dapat merugikan diri sendiri, orang lain maupun bagi perusahaan. a. Bagian Keselamatan dan Pemadam Kebakaran Bagian ini berkedudukan dibawah Divisi Inspeksi dan Keselamatan dengan jumlah anggota sekitar 33 orang yang dibagi menjadi dua seksi, yaitu seksi pencegahan dan penanggulangan kecelakaan ataupun kebakaran. Bagian ini dilengkapi sarana kebakaran seperti: 1. Kotak PPPK 2. Poster – poster keselamatan kerja 3. Mengumandangkan safety talk yang berisi pesan – pesan keselamatan kerja. 4. Memberikan pendidikan dan latihan penanggulangan secara berkala seluruh karyawan. 5. Kendaraan pemadam kebakaran, fire truck multi purpose dan fire jeep precur car. 6. Jaringan fire hydrant dari kawasan pabrik sampai perumahan. 7. Unit pengisian udara tekan.
77
8. Masker gas dan debu, safety goggle dan car plug. 9. Racun api, fire director dan peralatannya. b. Bagian Keamanan Biro Keamanan terbagi menjadi dua pasukan yaitu pasukan penjagaan dan pasukan penyelidikan dan penanggulangan. Tugas utama dari biro ini adalah menjaga keamanan lingkungan. c. Bagian Pemeliharaan dan Lapangan Bagian ini menyediakan sarana dan prasarana bagi karyawan berupa perlengkapan kerja, misalnya pakaian kerja dan peralatan lainnya. Bagian ini juga menyediakan konsultasi bagi karyawan yang ditangani oleh seorang psikolog. d. Bagian Kesehatan Bagian kesehatan dilengkapi dengan dokter umum, perawat dan dokter gigi, bertugas untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada seluruh karyawan dan keluarganya. e. Bagian Ekologi Badan Ekologi bertugas untuk menjaga kelestarian lingkungan dan mencegah pencemaran lingkungan, baik pencemaran perairan, udara maupun suara. f. Bagian Perbendaharaan dan Asuransi Bertugas mengurusi masalah asuransi tenaga kerja dan pemberian santunan kepada karyawan yang mendapat musibah kecelakaan.
78
6. Sistem Pemasaran Hasil Produksi Hasil produksi urea dari PT. Pupuk Kujang untuk pemasaran dalam negeri
di
tangani
oleh
PT.
Pupuk
Sriwijaya
(PUSRI),
dimana
pengangkutannya menggunakan kereta api. Sedangkan untuk pemasaran luar negeri, sistem pemasaran di tangani langsung oleh PT. Pupuk Kujang. PT. Pupuk Kujang juga menghasilkan gas ammonia, nitrogen dan oksigen sebagai hasil samping serta karung plastik untuk membungkus produk pupuk urea. Pemasaran gas ammonia dilakukan oleh PT.Pupuk Kujang sendiri menggunakan truk–truk tangki ammonia. Sedangkan karung plastik digunakan untuk memenuhi kebutuhan di pabrik urea sendiri. a. Pengembangan Perusahaan Pengembangan usaha PT. Pupuk Kujang telah merencanakan perluasan dan pengembangan beberapa unit produksi. Usaha ini dilakukan untuk menunjang program Pemerintah yaitu menumbuhkan usaha keterkaitan industri dan meninggikan nilai eksport industri. Pabrik – pabrik tersebut antara lain: 1. Pabrik Asam Forminat Pabrik ini dikelola oleh PT. Sintas Kurama Perdana. Asam formiat dengan konsentrasi 90% mulai berproduksi sejak akhir bulan Agustus 1988 dan diresmikan oleh Bapak Presiden RI pada tanggal 19 November 1988. daerah pemasaran 60% dalam negeri dan 40% eksport.
79
2. Pabrik Gasket Pabrik Gasket yang dikelola oleh PT. Kunisel Nusantara ini menghasilkan Gasket dengan kapasitas 2.260 ton / tahun untuk keperluan industri automotif, industri kimia, industri perkapalan dan lain – lain. 70% dari produk yang dihasilkan dieksport ke luar negeri, terutama ke Jepang. Jenis Gasket yang diproduksi adalah join sheet, steel bestos dan spiral wound. Pabrik ini mulai berproduksi pada bulan April 1989. eksport perdana Gasket/Sealing Material ke Jepang telah dilakukan pada tanggal 2 Agustus 1989 dengan disaksikan oleh Mentri Perindustrian. 3. Pabrik Katalis Katalis ini sangat diperlukan oleh industri kimia, antara lain industri pupuk dan pengolahan minyak. Kapasitas produksi 1.100 ton / tahun. Pabrik ini dikelola oleh PT. Pupuk Kujang United Catalyst. Jenis katalis yang diproduksi adalah katalis HTS ( C – 12 ), Zn oxideaabvsorbent ( C – 7 ), katalis Primary Reformer ( C – 11 ) dan Katalis Secondery Reformer ( C – 14 ). 4. Pabrik Kemasan Plastik Pabrik ini menghasilkan jerrycan yang dibutuhkan oleh pabrik Asam formiat, Hidrogenperoksida, Asam nitrat dan keperluan lain. Pabrik ini mulai berproduksi pada bulan Januari 1990 dengan kapasitas terpasang 554.400 ton jerrycan / tahun. Pabrik ini dikelola oleh PT. Megayaku Kemasan Perdana.
80
5. Pabrik Ammonium Nitrat Bahan ini digunakan untuk bahan baku industri peledak. Bahan baku pembuatan Ammonium Nitrat adalah ammonia dan asam nitrat. Asam nitrat diproduksi sendiri oleh pabrik ini yang diperoleh dari reaksi antara ammonia, udara dan air. Kapasitas produksi sebesar 26.000 MT / tahun ammonium nitrat dan 55.000 MT / tahun asam nitrat. Pemasaran sebesar 16.000 MT dalam negeri, 10.000 MT eksport. Pabrik ini berproduksi pada bulan Oktober 1990 dan dikelola oleh PT. Multi Nitrotama Kimia. 6. Pabrik Hidrogen Peroksida Bahan ini sangat berguna bagi industri kertas dan tekstil. Bahan baku yang digunakan adalah gas hidrogen yang diperoleh dari hasil pemurnian gas buang dari unit ammonia PT. Pupuk Kujang. Kapasitas produksi sebesar 16.000 ton /tahun sebagai 50% H2O2. pabrik ini dikelola oleh PT. Peroksida Indonesia Pratama. 7. Kawasan Industri Kujang Cikampek (KIKC) KIKC adalah kawasan industri milik PT.Pupuk Kujang berlokasi di Dawuan Cikampek dengan luas area 140 ha. Dikawasan ini telah berdiri beberapa perusahaan industri antara lain industri kimia dan manufaktur (pabrik asam formiat, hodrogen peroksida, katalis ammonium nitrat, gasket kemasan dan pabrik rockwool). Fasilitas yang tersedia yaitu: air bersih, listrik, telepon, jasa pelayanan pabrik,
81
poliklinik, olah raga dan bank. Kawasan industri ini dikelola oleh PT. Kawasan Industri Kujang Cikampek (PT. KIKC). 8. Pupuk Kujang IB Proyek ini bertujuan membangun pabrik ammonia dan urea sebagai perluasan dari pabrik ammonia dan unsur yang ada, yang telah beroperasi sejak akhir Tahun 1978. kapasitas pabrik sama seperti pabrik yang ada yaitu pabrik ammonia sebesar 330.000 ton / tahun dan pabrik urea sebesar 570.000 ton / tahun. Proses yang digunakan adalah proses hemat energi.
B. Pelaksanaan Pengolahan Limbah cair PT Pupuk Kujang Cikampek 1. Sumber-Sumber Limbah Cair PT Pupuk Kujang Cikampek Limbah cair yang dihasilkan oleh pabrik selama proses produksinya kurang lebih sekitar 200m3/jam. Adapun sumber limbah cair ini berasal dari tiap-tiap unit yang terlihat dalam proses produksi, yang meliputi unit ammonia, unit urea, unit utility, dan unit bagging. Pengolahan dan pengelolaan limbah pabrik dilakukan secara terpisah karena limbah cair dari tiap-tiap unit mempunyai karakteristik yang berbedabeda. Terdapat 5 jenis limbah cair yang dihasilkan oleh pabrik, yaitu air berlumpur, air sisa regenerasi, air yang mengandung minyak, air sanitasi, dan air yang mengandung ammonia.
82
2. Pengolahan Limbah cair Limbah harus diolah terlabih dahulu sebelum dibuang
jika
mengandung bahan pencemar yang mengakibatkan rusaknya lingkungan, atau
paling
tidak
berpotensi
menciptakan
pencemaran.
Meskipun
kebanyakan limbah perlu diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan, ada limbah yang dapat langsung di buang tanpa pengolahan terlebih dahulu tetapi ada pula limbah yang setelah diolah dapat dimanfaatkan kembali. Limbah diolah dengan tujuan untuk mengambil bahan-bahan berbahaya di dalamnya dan/atau mengurangi atau menghilangkan senyawa-senyawa kimia maupun non-kimia yang berbahaya dan beracun. Pengolahan limbah berhubungan erat dengan sistem produksi pabrik. Ada pabrik yang telah menggunakan peralatan dengan kadar buangan yang dihasilkan tidak membutuhkan pengolahan. Pabrik semacam ini biasanya sudah merancang sistem pengendalian pencemarannya saat pembangunannya. Limbah membutuhkan penanganan awal dan kemudian diolah lebih lanjut. Pengolahan awal tersebut akan ikut menentukan pengolahan selanjutnya sehingga kesalahan dalam metode penanganan awal akan berpengaruh terhadap pengolahan selanjutnya. Untuk menetapkan metode yang akan digunakan, kondisi limbah sudah harus diketahui sebelumnya, parameter limbah yang memiliki potensi untuk mencemari lingkungan harus ditetapkan. Dengan mengetahui jenis-jenis parameter di dalam limbah, maka dapat ditetapkan metode pengolahan dan jenis peralatan yang digunakan.
83
3. Pengolahan Limbah Cair PT. Pupuk Kujang Cikampek a. Spesifikasi Unit Pengolahan Limbah Spesifikasi dari alat-alat yang digunakan untuk pengolahan limbah yang ada di pabrik 1A maupun 1B adalah sebagai berikut : 1) Kolam Netralisasi Kolam netralisasi ada di pabrik 1A dan 1B. kolam ini dilengkapi dengan alt-alat ukur pH meter otomatis yang mengukur pH air buangan yang masuk sampai yang keluar secara otomatis. Selain itu dilengkapi juga dengan pipa sirkulasi untuk mengaduk asam atau basa agar tercampur merata dengan pH netral dapat dicapai dengan lebih cepat. 2) Kolam Stabilisasi Kolam pengendap lumpur 1 dan 2 memiliki kapasitas yang sama yaitu 10.000 m2, dengan kedalaman ±8 m dan cukup untuk menampung lumpur selama 3 tahun. Dengan kolam aerasi dilengkapi dengan 2 buah aerator yang berfungsi untuk meningkatkan nilai DO (Oksigen Terlarut) dalam air limbah. 3) Oily Water Separator Oily water separator berfungsi untuk memisahkan minyak/oli dari air buangan, alat ini terdapat di dua pabrik yakni di 1A dan di 1B. 4) Ammonia Removal
84
Ammonia removal yang ada di pabrik 1A ada 2 unit, stripper 1 dirancang karena banyaknya pengenceran ke sungai pada musim kemarau maupun hujan untuk mendapatkan konsentrasi NH3-N yang diinginkan, sedangkan stripper 2 dirancang karena unit kerja stripper 1 selama ini hasilnya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. 5) Filler Press Filler press hanya ada di
pabrik 1B, alat ini dilengkapi dengan
pompa-pompa untuk memompakan lumpur. Selain itu juga terdapat bak penampungan lumpur dengan kapasitas 72m3 dan polymer day tank yang mempunyai kapasitas 4,4 m3. b. Proses Pengolahan Limbah Berdasarkan limbah cair yang dihasilkan maka terdapat beberapa unit pengolahan air limbah, antara lain: 1) Kolam Netralisasi Unit ini berfungsi untuk menetralkan air buangan regenerasi resain dari unit demineralisasi, terdapat di masing-masing pabrik baik 1A maupun 1B. adapun proses penetralan air regenerasi resain adalah: Air buangan yang bersifat asam akan dinetralkan dengan ditambahkan basa berupa NaOH, sedangkan jika buangan bersifat basa maka akan ditambahkan H2SO4. Nilai pH yang keluar dari kolam netralisasi ini diupayakan bisa mencapai pH netral sebelum
85
dialirkan ke badan air penerima. Air yang sudah dinetralkan di kolam netralisasi selanjutnya dialirkan menuju sungai Cikaranggelam. 2) Oily Water Separator Oily water separator merupakan alat yang berfungsi untuk memisahkan minyak atau oli bekas air buangan yang dating dari plant site. Proses pemisahan minyak dalam oily water separator adalah: (1) Air buangan yang mengandung minyak oli ditampung dalam suatu bak, kemudian di dalam ruangan dihembuskan udara dengan menggunakan plant air atau udara bertekanan yang dialirkan melalui pipa berlubang sebagai distributor, agar hembusan udara merata. Dengan adanya hembusan udara tersebut, maka oli yang menggumpal atau melekat pada air buangan akan terlepas atau terpisah. (2) Dengan lepasnya oli dari air buangan tersebut, maka oli atau minyak akan naik ke permukaan karena perbedaan berat jenis oli atau minyak akan berada di atas dan air berada di bagian bawah. Kemudian oli/minyak akan mengalir ke dalam suatu sekat dan langsung mengalir ke bak penampungan untuk dipompa dan dialirkan ke ammonia removal, karena air buangan tersebut mengandung NH3.
86
3) Ammonia Removal Merupakan alat yang berfungsi untuk memisahkan ammonia yang terkandung dalam limbah cair yang berasal dari pabrik ammonia dan pabrik urea, proses pemisahan NH3 dalam ammonia removal: Air buangan yang mengandung ammonia dialirkan dari bagian atas turun ke bawah melalui packing pall ring untuk memperluas permukaan, air limbah yang mengandung ammonia akan kontak langsung dengan sistem tekanan rendah akibatnya ammonia akan terikat oleh steam dan terpisah dari air limbahnya. Berdasarkan dari analisis laboratorium ammonia removal ini memiliki efisiensi rata-rata 99%. 4) 150 E (Stripper) Pada dasarnya fungsi dari stripper ini sama dengan ammonia removal yaitu untuk memisahkan ammonia dari air buangan. Proses pemisahan ammonia dalam stripper: Air buangan yang mengandung ammonia dilewatkan bagian atas stripper dan dari bagian bawah dialirkan steam. Kontak yang terjadi akan menyebabkan ammonia terpisah dari air dan terbawa steam. 5) Kolam Stabilisasi Air limbah dari blow down water dan sludge flock treator dialirkan ke kolam pengendap lumpur kemudian mengalami proses biologis di kolam aerasi yang selanjutnya di endapkan kembali di kolan pengendap lumpur dan selanjutnya dialirkan sebagian irigasi ke
87
sawah. Kolam aerasi berfungsi untuk menurunkan kandungan ammonia sebesar ± 10%. 6) Clow Unit Fungsinya adalah untuk menghilangkan bau busuk yang dapat mengganggu lingkungan, selain itu juga berfungsi untuk membunuh bakteri sebelum dibuang ke kolam stabilisasi. 7) Filter Press Filter press merupakan alat yang berfungsi untuk menghilangkan kandungan air dalam lumpur. 8) Condensate Treatment Fungsi dari condensate treatment ini adalah untuk memisahkan urea, ammonia (NH3), dan gas CO2 dari condensatenya.
C. Sarana Pengolahan Limbah B3 (Waste Management) Perusahaan dibidang industri selain menghasilkan produk-produk yang berguna juga menghasilkan limbah B3, sehingga perusahaan tersebut mempunyai kewajiban untuk memiliki peralatan pengolahan limbah B3. Namun apabila setiap perusahaan penghasil limbah B3 harus memiliki peralatan pengolah limbah B3 akan berakibat tidak efektif dan efisien serta memerlukan biaya yang cukup mahal. Dilain pihak, limbah jenis B3 ini harus ditangani secara khusus, karena apabila B3 dibuang ke sungai dan laut, atau bahkan dibiarkan begitu saja dalam kolam-kolam lumpur atau disimpan dalam drum-drum yang bocor dan berkarat,
88
kemungkinan limbah B3 ini mencemari air, udara dan tanah, sehingga dapat mengurangi daya dukung lingkungan, akhirnya akan mengganggu kesehatan makhluk hidup. Untuk menghindari hal tersebut di atas telah didirikan suatu perusahaan yang menyediakan sarana untuk mengolah limbah B3. Dalam kaitan ini peneliti akan mengambil contoh dari PT PPLI (Prasadha Pamunah Limbah Industri) sebagai bahan acuan perusahaan yang mengolah limbah B3. Waste Management atau sarana pengolah limbah B3 merupakan suatu pengolahan limbah B3 yang mencakup penelitian limbah B3 dan minimisasi limbah B3. Pengolahan limbah B3 terdiri tahap penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, penimbunan. Sedangkan minimisasi limbah B3 terdiri dari pengurangan limbah B3 terdiri dari pengurangan limbah pada sumbernya dan pemanfaatan kembali yang ditentukan dengan syarat-syarat tertentu. Semua tahapan ini menjadi suatu rangkaian yang tidak boleh putus dan sebaiknya berada dalam suatu wadah kegiatan Waste Management masing-masing dari tahap tersebut mengandung arti: 1. Penyimpanan limbah B3 adalah kegiatan menyimpan limbah B3 yang dilakukan oleh penghasil dan/atau pengumpul dan/atau pemanfaat dan/atau pengolah dan/atau penimbunan limbah B3 dengan maksud menyimpan sementara. 2. Pengumpulan limbah B3 adalah kegiatan mengumpulkan limbah B3 dari penghasil limbah B3 dengan maksud menyimpan sementara sebelum diserahkan kepada pemanfaat dan/atau pengolah dan/atau penimbunan limbah B3. 3. Pengangkutan limbah B3 adalah suatu kegiatan pemindahan limbah B3 dari penghasil dan/atau dari pengumpul dan/atau dari pemanfaat dan/atau dari
89
pengelola ke pengumpul dan/atau pengolah dan/atau ke pengolah dan/atau ke penimbun limbah B3. 4. Pengolahan limbah B3 adalah proses untuk mengubah karakteristik dan komposisi limbah B3 untuk menghilangkan dan/atau mengurangi sifat bahaya dan/atau racun. 5. Penimbunan limbah B3 adalah suatu kegiatan menempatkan limbah B3 pada suatu fasilitas penimbunan dengan maksud tidak membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan hidup. 6. Pemanfaatan limbah B3 adalah suatu kegiatan perolehan (recovery) dan/atau penggunaan kembali (reuse) dan/atau daur ulang (recycle) yang bertujuan untuk mengubah limbah B3 menjadi suatu produk yang dapat digunakan dan harus juga aman bagi lingkungan dan kesehatan manusia. 2) Jadi di dalam kegiatan Waste Management (sarana pengolahan limbah B3) tidak hanya sampai pada tahapan penimbunan, tetapi mencakup pula pengolahan sekaligus pemanfaatan hasil pengolahan limbah B3 yang telah di olah dapat dimanfaatkan kembali. Proses Waste Mangement mencakup 2 kegiatan besar yakni: Pengolahan limbah B3 dan minimisasi limbah B3. Prosedur pengelolaan limbah B3 terdiri dari : 1. Pengolahan Limbah B3 Seperti telah dijelaskan di atas bahwa pengolahan limbah B3 mencakup beberapa tahap antara lain: penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan penimbunan, dalam hal ini diuraikan sebagai berikut: 1) Penyimpanan limbah B3 dilakukan ditempat yang sesuai dengan persyaratan seperti misalnya, lokasi yang bebas banjir, tidak rawan 2)
Makalah tentang Pusat Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, PT PPLI, Cileungsi Bogor, 1997. hlm. 12.
90
bencana, diluar kawasan lindung dan sesuai dengan rencana tata ruang. Selain itu bangunan tempat penyimpanan disesuaikan dengan jumlah dan karakteristik limbah B3. 2) Pengumpulan limbah B3 dilakukan oleh badan usaha dan dapat menyimpan limbah B3 yang dikumpulkannya paling lama 90 hari sebelum diserahkan ke pengolah. Beberapa hal yang harus dilakukan di dalam pengumpulan limbah antara lain: a. Mendeteksi karakteristik limbah B3 melalui laboratorium b. Memiliki konstruksi bangunan kedap air dan bahan bangunan disesuaikan dengan karakteristik limbah B3 c. Mempunyai lokasi pengumpulan yang bebas banjir memiliki perlengkapan untuk penanggulangan terjadinya kecelakaan. 3) Pengangkutan limbah B3 memerlukan sistem pengangkutan khusus yang menjamin keamanan pengangkutan limbah B3, terdiri dari perwadahan, kendaraan pengangkutan, perlengkapan tanggap darurat dan sumber daya manusia. Perjalanan kendaraan pengangkutan limbah B3 ini akan terus dipantau dengan memasang alat hubodometer dan telepon. Selain itu diperlukan dokumen limbah B3 yang ditetapkan oleh instansi yang bertanggung jawab. 4) Pengolahan limbah B3 harus dilakukan dilokasi yang bebas dari banjir, tidak rawan bencana, bukan kawasan lindung serta ditetapkan sebagai kawasan peruntukan industri berdasarkan rencana tata ruang. Pengolahan limbah B3 dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain:
91
a) Secara stabilisasi dan solidifikasi (1) B3 diolah dulu secara kimiawi dan fisik untuk menstabilkan bahan kimia sehingga kimiawi limbah B3 tersebut menjadi lebih stabil. Proses stabilisasi dilakukan juga dengan penambahan semen, sehingga bentuk fisik dari limbah B3 tersebut menjadi kompak.
(2) Limbah B3 yang telah di olah secara kimiawi dan di stabilkan, diuji lagi menurut TCLP (Toxicity Characteristic Leaching Procedure). Uji ini dilakukan untuk memastikan bahwa limbah yang akan ditimbun dipembuangan akhir benar-benar telah stabil. Proses stabilisasi akan di ulang bila hasil uji TCLP ini tidak memuaskan. Hasil pengolahan dan stabilisasi dan sodifikasi kemudian dilakukan penimbunan limbah B3 (landfill). b) Secara destruksi thermal (Thermal Destruction) (1) Destruksi thermal dengan menggunakan tanur semen mengolah secara khusus limbah organik B3 yang mempunyai nilai energi tinggi untuk dimanfaatkan energi yang dikandungnya. Limbah organik padat dan cair di campur sedemikian rupa sehingga memiliki karakteristik yang diperlukan untuk bahan bakar pabrik semen. (2) Limbah organik B3 yang dibakar di dalam tanur semen menghasilkan bahan bakar sintesis sebagai bahan bakar pengganti batubara untuk pabrik semen.
92
(3) Tanur semen memiliki kemampuan untuk menghancurkan limbah organik B3 yang lebih baik dari tanur pembakar limbah (incinerator) karena temperaturnya yang mencapai 15000C. (4) Dalam tanur semen ini gas-gas berbahaya hasil pembakaran akan terurai oleh kombinasi proses pyrolisis dan oksidasi menjadi molekul-molekul dasar yang tidak berbahaya. (5) Gas-gas yang bersifat asam dinetralisasi oleh suasana basa dalam tanur semen. Kandungan logam-logam berat dalam limbah tersebut akan bersatu dan menjadi bagian dari produk semen, sehingga tidak membahayakan lagi. Penimbunan limbah B3 harus mengutamakan perlindungan terhadap kehidupan dan kesehatan manusia serta perlindungan terhadap lingkungan. Untuk itu lokasi yang diterapkan berdasarkan rencana tata ruang, daerah yang secara geologis dinyatakan aman, stabil tidak rawan bencana dan di luar kawasan lindung serta tidak merupakan daerah resapan air tanah, khususnya yang digunakan untuk air minum. Penimbunan limbah B3 dilakukan di lahan penimbunan (landfill) dalam keadaan padat dengan menggunakan system pelapis/liner yang terdiri dari system pelapis ini dilengkapi dengan saluran untuk pengaturan aliran air permukaan, pengumpulaan air lindi (cairan yang bersentuhan dengan limbah B3 yang telah distabilkan dan ditimbun pada tempat pembuangan akhir) dan pengelolaannya, sumur pantau dan lapisan penutup akhir. 2. Minimisasi Limbah B3
93
Walaupun telah terlihat usaha untuk melakukan pengolahan limbah B3 menjadi stabil dan bermanfaat, namun tidak dapat dipungkiri bahwa jumlah limbah B3 yang dihasilkan juga tidak berkurang bahkan mungkin bertambah. Hal ini juga merupakan bagian dari aktivitas Waste Management ( sarana pengolahan limbah B3). Dimana selain melakukan pengolahan, juga melakukan pengurangan dan pencegahan semaksimal mungkin dihasilkannya limbah B3. Berkaitan dengan hal tersebut minimisasi limbah B3 dilakukan dengan mencakup, pengurangan limbah B3 pada sumbernya dan pemanfaatan kembali. Pengurangan limbah B3 pada sumbernya ditujukan kepada para penghasil limbah B3 untuk berusaha mengurangi limbah B3 yang dihasilkan dengan beberapa cara antara lain : 1) Mengembangkan teknologi modern dalam menghasilkan produk sehingga dapat mengurangi jumlah limbah B3. 2) Menggunakan bahan-bahan dasar yang ramah lingkungan dan sedikit menghasilkan limbah B3. 3) Mengembangkan pengetahuan dan informasi pengelolaan dan dampak limbah B3 terhadap lingkungan dengan training waste audit.
Selain memerlukan pengurangan terhadap limbah B3, diusahakan juga pemanfaatan kembali terhadap limbah B3 yang telah dihasilkan selama ini. Pemanfaatan kembali terhadap limbah B3 dapat dilakukan dengan cara:
94
1) Mempromosikan dan mengembangkan teknik minimisasi limbah B3 melalui teknologi bersih, perolehan kembali (recovery), penggunaan kembali (reuse), daur ulang (recycle). 2) Membangun pusat-pusat pengolahan limbah industri B3 (PPLI-B3) dilokasi yang memenuhi syarat lingkungan. 3) Meningkatkan kerja sama antar instansi di pusat, daerah dan internasional dalam pemanfaatan kembali limbah B3.
Tata laksana perizinan pengelolaan lingkungan hidup. Menurut Pasal 3 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 30 Tahun 2009 tentang Tata Laksana Perizinan dan Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Serta Pengawasan Pemulihan Akibat Pencemaran Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Oleh Pemerintah Daerah adalah: 1) Gubernur berwenang menerbitkan: a. Izin pengumpulan limbah B3 skala provinsi; dan b. Rekomendasi izin pengumpulan limbah B3 skala nasional. 2) Bupati/walikota berwenang menerbitkan izin menyimpan sementara limbah B3 dan pengumpulan limbah B3 skala kabupaten/kota. Pasal 4 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 30 Tahun 2009 tentang Tata Laksana Perizinan dan Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan
95
Berbahaya dan Beracun Serta Pengawasan Pemulihan Akibat Pencemaran Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Oleh Pemerintah Daerah adalah: Badan usaha yang kegiatan utamanya berupa pengumpulan limbah B3 wajib memiliki: a. Laboratorium analisa atau alat analisa limbah B3 di lokasi kegiatan pengumpulan limbah B3; dan b. Tenaga yang terdidik di bidang analisa dan pengelolaan limbah B3. Pasal 5 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 30 Tahun 2009 tentang Tata Laksana Perizinan dan Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Serta Pengawasan Pemulihan Akibat Pencemaran Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Oleh Pemerintah Daerah adalah: 1) Badan usaha yang melakukan kegiatan penyimpanan sementara dan/atau pengumpulan limbah B3 wajib mengajukan permohonan izin kepada: a. Gubernur untuk izin pengumpulan limbah B3 skala Provinsi; atau b. Bupati/walikota untuk izin penyimpanan sementara dan izin pengumpulan limbah B3 skala kabupaten/kota. 2) Permohonan izin penyimpanan sementara dan/atau pengumpulan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh pemohon dengan mengisi dan melengkapi formulir permohonan izin serta persyaratan administrasi dan teknis sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
96
Pasal 6 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 30 Tahun 2009 tentang Tata Laksana Perizinan dan Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Serta Pengawasan Pemulihan Akibat Pencemaran Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Oleh Pemerintah Daerah adalah: Kegiatan pengumpulan limbah B3 hanya diperbolehkan apabila: a. Jenis limbah B3 tersebut dapat dimanfaatkan; dan/atau b. Badan usaha pengumpulan limbah B3 telah memiliki kontrak kerjasama dengan pihak pemanfaat, pengolah, dan/atau penimbun limbah B3 yang telah memiliki izin. Sedangkan dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 18 Tahun 2009 tentang Tata Cara Perizinan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun adalah : 1) Jenis kegiatan pengelolaan limbah B3 yang wajib dilengkapi dengan izin terdiri atas kegiatan: a. Pengangkutan; b. Penyimpanan sementara; c. Pengumpulan; d. Pemanfaatan; e. Pengolahan; dan f.
Penimbunan.
2) Penghasil limbah B3 tidak dapat melakukan kegiatan pengumpulan limbah B3 sebagaimana pada ayat (1) huruf c.
97
3) Kegiatan pengumpulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c hanya dapat diberikan izin apabila: a. Telah tersedia teknologi pemanfaatan limbah B3; dan/atau b. Telah memiliki kontrak kerja sama dengan pihak pengolah dan/atau penimbun limbah B3. 4) Kontak kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b wajib memuat tanggunga jawab masing-masing pihak bila terdapat pencemaran lingkungan. 5) Kegiatan pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dapat berupa: a. Kegiatan utama; atau b. Bukan kegiatan utama. Pasal 3 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 18 Tahun 2009
tentang Tata Cara Perizinan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun adalah : 1) Kegiatan pengangkutan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a wajib memeliki izin dari Menteri yang menyelenggarakan urusan di bidang perhubungan setelah mendapat rekomendasi dari Menteri 2) Kegiatan penyimpanan sementara limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b wajib memiliki izin dari Bupati/Walikota. 3) Kegiatan pengumpulan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c wajib memiliki izin dari: a. Menteri untuk pengumpulan limbah B3 skala nasional setelah mendapat rekomendasi dari gubernur; b. Gubernur untuk pengumpulan limbah B3 skala provinsi; atau c. Bupati/Walikota untuk mengumpulkan limbah B3 skala kabupateb/kota.
98
4) Kegiatan pemanfaatan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) huruf a wajib memiliki izin dari instansi terkait sesuai kewenangannya setelah mendapat rekomendasi dari Menteri. 5) Kegiatan pemanfaatan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) huruf b wajib memiliki izin dari Menteri. 6) Kegiatan pengolahan dan penimbunan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf e dan huruf f wajib memiliki izin dari Menteri.
Dampak pendayagunaan Waste Management Terhadap Lingkungan Hidup, Waste Management (sarana pengolahan limbah B3) dilakukan untuk mengurangi dan mencegah semaksimal mungkin dihasilkan limbah B3 serta mengolahnya dengan baik sehingga tidak menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan hidup dan terganggunya kesehatan manusia. Pelaksanaan Waste Management, ada prinsip-prinsip mendasar yang harus diterapkan agar pendayagunaan Waste Management dapat berjalan dengan baik. Prinsip-prinsip mendasar tersebut antara lain : 1) Polluter must be pays principle, yaitu pencemar harus membayar semua biaya yang diakibatkannya. 2) Cradle to grave principle, yaitu pengawasan mulai dari dihasilkan sampe dibuang/ditimbulkannya limbah B3. 3) Pengolahan dan penimbunan limbah B3 diusahakan dilakukan sedekat mungkin dengan sumbernya. 4) Non – discriminatory principle, yaitu semua limbah B3 harus diberlakukan sesuai dengan persyaratan penanganannya.
99
5) Sustainable development, berkelanjutan. 3)
yaitu
pembangunan
Dilihat dari prinsip-prinsip mendasar waste management, maka dapat dikatakan bahwa dampak pendayagunaan waste management terhadap lingkungan hidup sangat positif. Selain itu waste management mempunyai suatu program pengolahan limbah B3 sebagai pengembangan atau pelaksanaan dari prinsipprinsip tersebut. Program-program tersebut antara lain. 1) Pembangunan pusat pengolahan limbah industri B3 ( PPLI-B3) diberbagai daerah yang strategis di Indonesia. Hal ini dikarenakan biaya pengolahan limbah B3 yang mahal bila dilakukan sendiri-sendiri dan memudahkan pengawasaan, serta tidak semua lokasi memenuhi persyaratan lingkungan untuk menjadi PPLI-B3. 2) Agar prinsip pengolahan limbah B3 berjalan dengan baik dan tertib maka dibuat suatu peraturan perundang-undangan yang mengatur pengolahan limbah B3. 3) Melaksanakan fungsi pengawasaan dengan melakukan inventarisasi dan pemantauan limbah B3. 4) Masih banyak industri yang membuang limbahnya lagsung ke lingkungan dan mencemarinya. Maka dilakukan usaha pemulihan kualitas lingkungan melalui Clean up Program.
43)
17-18.
Makalah tentang Pusat Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, op, cit.. Hlm.
100
5) Pemakaian teknologi bersih dan waste excharge program atau yang disebut waste minimization dalam upaya mengurangi kebutuhan areal untuk penimbunan limbah B3. 6) Penanganan limbah B3 jangka pendek, untuk menanggulangi makin bertambahnya limbah B3 yang dihasilkan sehingga harus dilakukan penanganan yang intensif. 7) Mengembangkan dan meningkatkan jaringan informasi, khususnya mengenai data-data kegiatan pengolahan limbah B3 sehingga dapat membantu pengambilan keputusan. 8) Sistem tanggap darurat dikawasan industri, baik dalam mengembangkan metode, maupun kerja sama antara instansi sehingga dapat meminimalisasikan risiko yang timbul. 9) Yang terpenting adalah meningkatkan kesadaran masyarakat, karena lingkungan yang bersih dan sehat adalah kebutuhan setiap manusia.
Adanya program pengolalaan limbah B3 di dalam waste management dapat terlihat usaha yang telah dilakukan agar dapat menciptakan lingkungan hidup yang bersih, sehat dan berkelajutan. Di dalam pengelolaan limbah B3 selain mengelola limbah B3 dengan baik oleh karena itu harus adanya baku mutu lingkungan di dalam pengelolaan limbah B3. Baku mutu lingkungan adalah batas atau kadar makhluk hidup zat, energi atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup.
101
Baku mutu lingkungan (Environmental Quality Standard) atau biasa disingkat dengan BML. Berfungsi sebagai tolok ukur untuk mengetahui apakah telah terjadi perusakan atau pencemaran lingkungan. Kemampuan lingkungan sering diistilahkan, seperti daya tenggang, daya dukung, daya toleransi, dan lain-lain. Batas-batas daya dukung, daya tenggang, daya toleransi atau kemampuan lingkungan disebut dengan Nilai Ambang Batas (NAB) adalah batas tertinggi dan terendah dari kandungan zat-zat, makhluk hidup atau komponen lain yang diperbolehkan dalam setiap interaksi yang berkenaan dengan lingkungan, khususnya yang berpotensi mempengaruhi mutu tata lingkungan hidup atau ekologi. Suatu ekosistem telah disebut tercemar, apabila ternyata kondisi lingkungan ini telah melebihi NAB yang telah di tentukan oleh BML. 4)
Beberapa kegunaan dari Baku Mutu Lingkungan: a. Sebagai alat evaluasi bagi badan-badan yang berwenang atas mutu lingkungan suatu daerah atau Departemen tertentu.
b. Berguna sebagai alat penataan hukum administrasi bagi pihak-pihak yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup, seperti perusahaan industri usaha agrobisnis, perikanan, peternakan, dan lain-lain untuk mengontrol tingkat kecemasan, sehingga dapat dilakukan upaya preventive. c. Dapat berguna bagi
pelaksannaan
Amdal
yang merupakan konsep
pengendalian lingkungan sejak dini (preventive). d. Sabagai alat kontrol untuk memudahkan pengelolaan dan pengawasan perizinan (licence management), maka dapat dianggap telah melanggar 44)
NHT, Siahaan, Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan, Edisi Kedua, Erlangga, Jakarta, 2004, hlm. 288.
102
ketentuan perizinan, dengan demikian, BML, dapat berfungsi sebagai hukum administratif. e. Dapat berguna bagi penentuan telah terjadinya pelanggaran hukum pidana, terutama dalam penentuan pelanggaran delik formal. Bilamana ketentuan BML di langgar, berarti telah di pandang sebagai melakukan delik lingkungan. Dapat dlihat Pasal 99 ayat (1) Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dinyatakan; “Setiap orang yang melanggar baku mutu air limbah, baku mutu emisi, atau gangguan di pidana, dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)”. 5)
Tolok ukur apakah limbah dari suatu industri/pabrik telah menyebabkan pencemaran atau tidak, maka digunakan dua sistem baku mutu limbah, yakni: 1. Menentukan suatu effluent standard, yakni kadar maksimal limbah diperkenankan untuk dibuang ke media lingkungan seperti air, tanah, dan udara. Kadar maksimum bahan polutan yang terkandung dalam limbah tersebut ditentukan pada waktu limbah tersebut ditentukan pada waktu limbah meninggalkan pabrik. 2. Menetapkan ketentuan tentang stream standard, yaitu penetapan batas kadar bahan polutan pada sumber daya tertentu seperti sungai, danau, waduk, perairan, pantai, dan lain-lain.
45)
Pasal 99, Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, ibid. hlm. 57.
103
Pada
dasarnya
kewenangan
untuk
pengelolaan
limbah
B3
yaitu
penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan, pengolahan dan/atau penimbunan, pengankutan, pemanfaatan adalah kewenangan Pemerintah yaitu Menteri Lingkungan Hidup. Tetapi dengan adanya PP No.38 Tahun 2007, tentang Pembagian urusan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten Kota. Adanya pembagian kewenangan mengatur pengelolaan limbah B3 antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Diantaranya yaitu salah satunya dilihat dari pengendalian dampak lingkungan adalah : Pengendalian dampak lingkungan dalam bidang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). 1. Pemerintah mempunyai kewenangan mengatur dan menetapkan kebijakan mengenai pengelolaan limbah B3 antara lain mencakup: a. Penetapan limbah B3 berdasarkan sumber spesifik, karakteristik, Lethal Dose Fifty (LD50), Toxicity Charasteristic Leaching Procedure (TCLP), kronis, dan List (daftar). b. Penetapan status limbah B3. c. Tempat
penyimpanan
sementara,
pengumpulan,
pemanfaatan, pengolahan, dan penimbunan B3. d. Notifikasi Limbah B3. e. Pengawasan pengelolaan limbah B3. f. Pengawasaan pelaksanaan sistem tanggap darurat nasional.
pengangkutan,
104
g. Pengawasan penanggulangan kecelakaan pengelolaan limbah B3 skala nasional. h. Pengawasan pelaksanaan pengelolaan limbah B3 i. Menyelenggarakan registrasi limbah B3. j. Pengawasan pengelolaan limbah B3. k. Memberikan rekomendasi pengangkutan limbah B3. l. Izin pengumpulan limbah B3 skala nasional. m. Izin pemanfaatan limbah B3. n. Izin pengolahan limbah B3. o. Izin operasi peralatan pengolahan limbah B3. p. Izin operasi penimbunan limbah B3. q. Pengawasan pelaksanaan pemulihan akibat pencemaran limbah B3 skala nasional. 2. Pemerintah Daerah Provinsi mempunyai kewenangan mengatur: a. Pengawasan pelaksanaan pengelolaan limbah B3 skala Provinsi. b. Izin pengumpulan limbah B3 skala Provinsi (sumber limbah lintas Kabupaten/kota) kecuali minyak pelumas/oli bekas. c. Pengawasan pelaksanaan pemulihan akibat pencemaran limbah B3 pada skala Provinsi. d. Rekomendasi izin pengumpulan limbah B3 skala nasional. e. Pengawasan pelaksanaan sistem tanggap darurat skala Provinsi. f. Pengawasan penanggulangan kecelakaan pengelolaan limbah B3 skala Provinsi.
105
3. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota mempunyai kewenangan: a. Pengawasan pelaksanaan pengelolaan limbah B3 skala Kabupaten/Kota. b. Izin pengumpulan limbah B3 pada skala Kabupaten/Kota kecuali minyak pelumas/oli bekas. c. Pengawasan pelaksanaan pemulihan akibat pencemaran limbah B3 pada skala Kabupaten/Kota. d. Pengawasan
penanggulangan
kecelakaan
pengelolaan
limbah
B3
Kabupaten/Kota. e. Pengawasan pelaksanaan sistem tanggap darurat skala Kabupaten/Kota. f. Izin penyimpanan sementara limbah B3 di industri atau usaha suatu kegiatan. g. Izin lokasi pengolahan limbah B3.