BAB III KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa sebenarnya proses ekranisasi bukan hanya sekedar perubahan dengan menambahkan maupun mengurangi adegan sesuai keinginan sutradara tetapi juga memiliki aspekaspek penentu agar perubahan dapat menjadi lebih baik, indah dan logis. Banyak perubahan yang terjadi mulai dari tokoh, latar dan penggambaran. Tokoh yang diangkat oleh Jean Renoir sesuai dengan yang diceritakan oleh Maupassant tetapi ia memberikan beberapa tokoh tambahan. Delapan tokoh yang diangkat yaitu M. Dufour (Cyprien), Mme. Dufour (Pétronile), Henriette, Anatole, Henri, Rodolphe, mertua M. Dufour (nenek) dan pelayan restoran. Sedangkan tokoh tambahannya adalah rombongan pastur, anak-anak desa dan pemilik restoran, M. Poulin. Dari kesemua tokoh tersebut, penggambaran tokoh wanita terjadi banyak perubahan karena rentang waktu yang cukup jauh antara cerpen UPdC (1881) dengan film UPdC (1936). Seperti contoh perubahan penggambaran “gendut dan seksi” pada akhir tahun 1800-an cukup berbeda dengan “gendut dan seksi” pada awal 1900-an, sehingga terjadi perbedaan yang cukup signifikan pada penggambaran tokoh Mme. Dufour yang digambarkan pada film tidak begitu gemuk dan keseksiannya tidak terpancar karena pakaian yang berbeda dengan penggambaran pada cerpen. Penambahan tokoh baru, walau hanya sebagai figuran dilakukan untuk menjustifikasi 64
65
bahwa tokoh Henriette dan Mme. Dufour memang cantik sampai-sampai mereka terkesima melihat kedua wanita tersebut. Penambahan tokoh tersebut juga merupakan sebuah bentuk penyempurnaan cerita karena cerita telah diubah. Agar cerita lebih menarik dan logis untuk ditonton, maka hal yang dilakukan adalah memberi tambahan tokoh baru. Terdapat empat tokoh baru yang ditampilkan oleh Renoir, yaitu M. Poulin, rombongan pastur, anak kecil yang sedang memancing dan anak-anak desa yang mengintip. Keempatnya memiliki tugas yang berbeda, seperti M. Poulin yang ditampilkan untuk mencatat menu makanan keluarga Dufour karena diminta langsung oleh pelanggan. Hal itu juga merupakan sebuah gambaran pemilik toko pada masa lalu Tokoh anak yang sedang memancing di jembatan juga memiliki fungsi sendiri, yaitu sebagai penAnda bahwa keluarga Dufour telah memasuki area pedesaan, terlihat dari pakaian anak tersebut yang tidak rapi dan tidak menggunakan alas kaki, sedangkan keluarga dari kota menggunakan pakaian yang mewah. Rombongan pastur dan anak-anak yang mengintip ketika Henriette dan ibunya bermain ayunan memiliki fungsi penekanan bahwa perempuan-perempuan kota itu cantik. Anak-anak desa mungkin tidak pernah melihat perempuan dari desa menggunakan gaun dan bermain ayunan dengan riang seperti itu sehingga mereka memilih sembunyi-sembunyi untuk melihat kecantikannya. Bahkan rombongan pastur yang seharusnya sudah tidak memikirkan keduniawian pun ikut berhenti sejenak karena terpesona kecantikan mereka.
66
Pada penggambaran latar, desa juga digambarkan berbeda dengan apa yang ada di cerpen. Tidak adanya sekumpulan kincir angin pada film terlihat mencolok. Sutradara mengubah persepsi tentang pinggiran kota yang digambarkan oleh Maupasant dengan padang rumput yang luas dan sungai dengan air yang jernih dan bersih. Renoir beranggapan bahwa padang rumput dan aliran sungai yang jernih itu sudah cukup mewakili persepsi orang tentang pedesaan karena perkotaan telah berubah menjadi kota industri yang sanga padat pada masa itu Dari bab II, kita bisa melihat bahwa ternyata aspek sinematik cukup penting dalam proses ekranisasi. Novel atau cerpen bukanlah sinema, mereka membentuk imajinasi kita untuk membuat sebuah aspek sinema layaknya kita menonton film atau benar-benar seperti ikut dalam cerita. Itulah sebabnya aspek sinematik merupakan aspek penting dalam proses ekranisasi karena ia merupakan bumbu utama agar film makin layak untuk ditampilkan. Aspek sinematik terdiri dari poin-poin penentu lain yang mengklasifikasikan tiap-tiap adegan berdasarkan maksud perubahannya seperti, mengarahkan perhatian kepada objek penting, menjaga gambar agar tetap bergerak dan membuat adegan tambahan agar tercipta keselarasan cerita. Mengarahkan perhatian kepada objek yang penting adalah sebuah poin yang menekankan pada penempatan kamera sebagai wakil mata penonton dan dapat menyampaikan pesan dengan baik. Pada film UPdC ditemukan bahwa terdapat lima penempatan kamera yang dilakukan oleh sutradara yaitu: 1. Ukuran dan jarak objek
67
2. Ketajaman fokus 3. Extreme close-up 4. Pembingkaian latar depan 5. Penataan orang atau subyek Aspek-aspek tersebut merupakan faktor penentu perubahan penggambaran dalam film UPdC. Dalam film UPdC terjadi perubahan penggambaran tokoh. Aspek sinematik pada penambahan adegan lebih menekankan pada penempatan kamera dan sudut pengambilan gambar karena hal tersebut sangat penting sebagai “wakil” mata agar penonton mampu merasakan sebagai tokoh dalam film. Pada cerita cerpen diceritakan bahwa kedua pemuda desa, Rodolphe dan Henri melihat isi rok Henriette karena ia bermain ayunan dengan tinggi dan kencang. Jika penempatan kameranya salah, penonton akan kecewa karena imajinasi seksual mereka dirusak oleh film yang penempatan kameranya salah karena tidak mewakili mata mereka. Segala bentuk penempatan kamera yang di analisis pada bab sebelumnya, selain untuk mewakili mata penonton, juga untuk menekankan pesan yang ingin disampaikan oleh sutradara seperti penggunaan extreme close-up, pembingkaian latar depan, ukuran dan jarak objek; penataan jarak dan objek; dan ketajaman fokus. Poinpoin tersebut memiliki penekanan pesan yang berbeda-beda. Extreme close-up menekankan pada perasaan tokoh Henriette pada adegan ketika Henri memaksanya untuk bercinta. Kemudian pembingkaian latar depan menekankan pada objek kecil yang nampak tidak penting tetapi sesungguhnya objek tersebut merupakan sebuah objek yang akan membentuk cerita. Ukuran dan jarak objek adalah penyampaian
68
pesan berdasarkan jarak objek yang diambil kamera. Semakin dekat jarak objek dengan kamera (tanpa ada permainan fokus kamera), maka objek tersebut memiliki nilai yang penting dalam cerita seperti (gambar 9) yang memperlihatkan anak kecil yang sedang memancing. Sutradara menggunakan aspek ketajaman fokus untuk memberi pesan bahwa sebuah objek yang tidak disorot fokus kamera bukanlah hal penting. Seperti ketika tokoh Rodolphe dan Henri yang duduk berhadapan, lalu saat Rodolphe berbicara fokus berada padanya, tapi tidak pada Henri, begitupun sebaliknya. Ini adalah penekanan dari sutradara bahwa tokoh yang berbicara itu adalah sesuatu yang penting. Pada film UPdC juga terjadi penambahan adegan yang tidak ada pada cerpen. Namun, Renoir menambahkannya agar cerita awal dengan cerita akhir memiliki kesinambungan dan kelarasan sehingga cerita yang disampaikan menjadi semakin logis dan lebih menarik untuk ditonton. Dari kesimpulan-kesimpulan di atas, maka apa yang dikatakan Sapardi Djoko Damono bahwa ekranisasi atau alih wahana menyadarkan kita bahwa sastra dapat bergerak ke sana ke mari, berubah-ubah unsur-unsurnya agar bisa sesuai dengan wahana atau medianya yang baru (Damono, 2005:96) merupakan sebuah hal yang dapat dibuktikan secara ilmiah dan juga penelitian ini juga membuktikan bahwa penelitian dalam bidang ekranisasi tidak hanya sekedar membandingkan perbedaan antar dua media yang berbeda tetapi juga dapat menganalisis hal lain yang
69
menyebabkan perubahan-perubahan adegan yang terjadi baik itu penambahan adegan atau penciutan adegan.
RÉSUMÉ
La naissance de l'industrie du cinéma, commencé par l'invention des images animées en 1832, c’est « Phenakistoscope ». Au fil du temps, il y a beaucoup de développements dans l’industrie du cinéma soit des artistes, des réalisateurs, des scénaristes, et soit des acteurs. Un réalisateur et un scénariste travaillent ensemble de faire ou modifier un conte devient un film. Le réalisateur s’est intéressé à faire un film d’origine d’une histoire grâce au succès des grandes histoires comme Les Misérables (Victor Hugo), Moderato Cantabile (Marguerite Duras) et Une Partie de Campagne (Guy de Maupassant). Dans cette recherche, je choisis le conte « Une Partie de Campagne » (UPDC), écrit par un grand écrivain du 19ème siècle Guy de Maupassant en 1881. UPDC raconte sur une famille commerçante parisienne ; le père, la maman, la fille et sa fiancé, la belle-mère. Ils voyageaient au banlieue de Paris, Bezons, pour célébrer l'anniversaire de maman. Là, ils ont rencontré deux garçons rameurs. Après cette rencontre, il y avait une affaire entre ces deux garçons avec la maman et la fille. L'un de ces garçons est tombé amoureux de la fille alors qu’elle a un fiancé. Un an plus tard, le garçon trouve qu’elle est déjà mariée. Ça lui rend triste. Jean Renoir a pris ce conte à filmer en 1936. Malheureusement, Renoir n'a pas fini le film à cause de son déplacement aux États-Unis. Après, les cinéphiles ont ramassé tous les scènes qui on déjà fait par Jean Renoir et les ont fini.
70
71
L’adaptation d’un conte au film s’appelle « ekranisasi ». Ce terme est introduit par Pamusuk Eneste dans son livre « Novel dan Film » en 1991. Le mot « ekranisasi » est d’origine d’un mot français « écran », ça veut dire ”surface de projection”. Auparavant, George Bluestone a également fait une recherche sur l’adaptation au film dans son livre « Novels into Film » (1957). Bluestone indique qu'il y a deux choses principales de l’adaptation, ce sont l'ajout des scènes et la suppression des scènes. L'ajout des scènes est réalisé par le réalisateur sans prévoir l'histoire originale en faisant l’attention à l’aspect de cinémathèque. Selon Boggs (1992) cet aspect profite bien les caractères de vie pour faire des films très animés. La cinématographie se divise des scènes basé sur le but de transformation, comme attirer l’attention des spectateurs à un objet important, faire des images restent avancer, et ajouter des scènes pour créer l’harmonie du film. Il faut bien placer les caméras pour que les spectateurs fassent attention aux objets et comprennent le message du film. Il y a cinq points importants dans le placement de la caméra: 1. La taille et la distance des objets 2. La définition d’écran 3. Extrême gros-plan 4. Encadrement de première scène 5. Le rangement des personnes et des objets
72
La taille et la distance des objets concernent la position des acteurs dans le scène pour que les spectateurs savent l’acteur axé. On utilise un technique flou pour donner une bonne définition d’un scène. Ce technique-là normalement est utilisé pendant le dialogue. Extrême gros-plan braque extrêmement la face d’un acteur pour qu’on connaisse son expression et son sentiment. Encadrement de premier scène a pour but de montrer les détails principaux de film, même si ce ne sont pas très importants à braquer. Le réalisateur utilise le rangement des personnes ou des objets pour indiquer l’extrait d’une histoire. C’est pareil avec le but du premier point. La suppression de la scène est un aspect très important pour garder la durée de film. On supprime les scènes moins importants donc ça va durer 90-250 minutes. A cause de cette suppression, il y a des opinions négatives sur cette transformation. Ces opinions sont influencés par Concept Mental Image (CMI) et Visual Image (VI). CMI est une conception quand on imagine tous les choses dans le roman soit la situation, soit les caractères, soit les lieux etc. Bluestone (1957) dit que les expereiences de vie et l’idéologie de lecteur influncent bien l’imagination sûr un roman. Le déssin visuel créé totalement par le réalisateur donc les spectateurs n’a aucun d’imagination en regardant les films. Ces deux conceptions montrent les opinions négatives du lecteur qui a déjà lu le roman avant regarder le film. Donc, ils n’ont plus l’imagination du roman. Dans ce travail, on compare d’abord l’histoire entre les deux médias pour voir des changements de l’histoire heuristiquement. Après avoir analysé, on trouve des changements d’un conte au film qui sont influencés par l’ajout des scènes et la
73
suppression des scènes. Le réalisateur modifie aussi le formateur d’un conte. Dans le conte il s’agit les femmes qui ont fait une affaire, tandis que dans le film il s’agit les deux garçons ont triché les femmes pour faire l’amour avec elles. Le placement et le technique d’utilisation de la caméra est le point de l’aspect cinématographie qui est le plus utilisé dans le film UPdC, comme ils sont les « yeux » des spectateurs. Le placement de la caméra est utilisé pour décrire la situation en les mettant dans certains endroits donc les spectateurs peuvent le comparer avec l'histoire originale. La cinémathèque dans cette adaptation de UpdC concentre plutôt au placement de l’appareil photo et son technique d’utilisation. Elle joue le rôle des yeux de spectateurs. Le placement de l’appareil photo utilisé pour décrire les situations en comparant les situation dans le conte. Par exemple, dans le film on braque le visage de femme violée et pleuré pour que les spectateurs sentent le sentiment profondement. L’encadrement de premier scène met au point des petits objets qui sont encadrés par des autres objets. Ces petits objets prennent le rôle important au début de film, comme dans le scène où les deux garçons trouvaient les chapeaux sur l’herbe. On fait la suppression par remplacer le début de l’histoire car il ne relie pas avec le contenu de l’histoire. Ce remplacement utilise texte modifiication flottant pour économiser le budget et ajuster la durée. A cause de ces changements, la description des acteurs entre les deux médias et différente parce que la distance entre la production de conte (1881) et le film (1936)
74
sont très longs. Par exemple, la description de « gros et sexy» à la fin des années 1800 est différent dans les années 1900. Donc, le dessin de Madame Dufour n’est pas vraiment gros et sexy à cause de la différence de style vestimentaire. L’ajout des figurants justifient que Henriette et Madame Dufour sont belles. Dans le films, ils sont impréssionnés avec ces femmes-là. L’ajouts des figurants et des scènes ont pour but de faire l’histoire de film devient plus logique et plus vivante. Dans le déssin de lieu, le réalisateur decrit une village avec une savana et un fleuve avec l’eau claire comme un miroir. Sapardi Djoko Damono (2005 : 96)
indique que « ekranisasi » rend la
littérature plus dynamique et pourra changer selon les développements de média. Cette analyse nous montre que «ekranisasi» non seulement compare la différence entre les deux médias mais aussi analyse des changements de scène, par exemple l’ajout et la suppression de scène.