18
BAB II TINJAUAN TEORITIS
Sesuai dengan permasalahan yang diteliti, maka dalam bab II ini akan diuraikan teori-teori yang mendasari penelitian ini. Secara garis besar, tinjauan teoritis ini dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama akan menguraikan tentang persepsi beserta isi pekerjaan dan bagian kedua menguraikan tentang kepuasan kerja.
A.
Persepsi
1.
Pengertian Persepsi Pengertian persepsi dijelaskan oleh beberapa ahli seperti:
Morgan (1961) mengatakan: Perception is the process of discriminating among stimuli and interpreting their meaning. (Persepsi adalah proses dimana kita membedakan antara stimulus dan menafsirkan stimulus tersebut).
Mitchel (1961) mengatakan: Perception is defined as those factors that shape produced what we actually experience. It is a process that include both a selection and organizing mechanism.
19
(Persepsi adalah faktor-faktor yang menentukan dan menghasilkan hal-hal yang sebenarnya sedang kita alami, yaitu proses yang mencakup mekanisme pemilihan dan pengorganisasian).
Gibson, Ivancevich, Donelly (1996) mengatakan: Persepsi adalah proses seseorang dalam memahami lingkungannya yang melibatkan pengorganisasian dan penafsiran sebagai rangsangan dalam suatu pengalaman psikologis.
Robbins (2001) mengatakan: Persepsi adalah suatu proses dengan mana individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan mereka.
Pangewa (2004) mengatakan: Persepsi adalah suatu pemberian arti terhadap stimulus lingkungan oleh seorang individu. Setiap manusia dalam hidupnya selalu berhadapan dengan stimulus
lingkungan, obyek atau peristiwa. Dalam memandang obyek yang sama, pengertian yang ditangkap seseorang mungkin berbeda dengan orang lain karena persepsinya berbeda. Begitupun panca indera pendengaran, perasa, penglihatan, penciuman, dan indera peraba akan selalu dihadapkan pada berbagai stimulus lingkungan. Mengorganisasikan informasi dari lingkungan tersebut dinamakan persepsi.
20
Setiap orang di dalam memberi arti terhadap stimulus lingkungannya dapat berbeda yang disebabkan pada tiga faktor, yaitu: 1) orang yang memberikan persepsi itu sendiri; 2) stimulus yang berupa obyek atau peristiwa tertentu; dan 3) situasi dimana pembentukan persepsi itu sendiri. Jadi, persepsi adalah suatu proses pemberian arti terhadap objek yang diterima dengan melalui tahapan pemilihan, pengorganisasian, yang ditangkap oleh panca indera.
2.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Sejumlah faktor bekerja untuk membentuk persepsi dan kadangkala
membiaskan persepsi. Faktor-faktor tersebut dapat terletak pada orang yang mempersepsikannya, objek atau sasaran yang dipersepsikan, atau konteks di mana persepsi itu dibuat. Menurut Gibson, Ivancevich, & Donelly (1996) terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang, antara lain: 1) Stereotipe Istilah stereotipe yaitu terlalu digeneralisasikan, terlalu disederhanakan, dan dipersepsikan sendiri tentang karakteristik diri seseorang. 2) Selektivitas Konsep persepsi selektif penting untuk para manajer yang sering menerima banyak informasi dan data dan mungkin cenderung memilih informasi yang mendukung pandangannya.
21
3) Konsep diri Orang-orang seringkali menggunakan diri mereka sendiri sebagai perbandingan (benchmark) dalam memandang orang lain. Penelitian menunjukkan bahwa (1) mengetahui seseorang membuat lebih mudah untuk melihat orang lain dengan tepat; (2) karakteristik yang dimiliki seseorang mempengaruhi karakteristik yang ditentukan pada orang lain; dan (3) orang-orang yang menerima diri mereka sendiri lebih melihat hal-hal yang baik dari orang lain. 4) Situasi Tekanan waktu, sikap seseorang yang bekerja sama dengan manajer dan faktorfaktor situasi lain mempengaruhi ketepatan persepsi. Jika seorang manager berpendapat bahwa orang-orang tertentu dalam kelompok berbeda-beda karena warna kulitnya yang khusus atau kebiasaan berbicaranya, maka perbedaan ini dapat diperbesar dan juga dapat dipersepsi di bidang lain. Perbedaan yang dipersepsi semacam itu mungkin menyebabkan persepsi yang tidak tepat mengenai prestasi karyawan, kesetiaan dan tanggung jawab. Manajer mencari perbedaan karena berprasangka bahwa perbedaan itu ada. 5) Kebutuhan Persepsi dipengaruhi secata nyata oleh kebutuhan dan keinginan. Dengan kata lain pekerja, manajer, wakil presiden, dan direktur melihat apa yang mereka ingin lihat.
22
6) Emosi Keadaan emosi seseorang mempunyai banyak segi dikaitkan dengan persepsi. Emosi yang kuat, seperti tidak senang sama sekali terhadap kebijakan perusahaan, dapat membuat seseorang memandang negatif kebijakan dan peraturan perusahaan.
Ketika
seorang
individu
melihat
suatu
sasaran
dan
berusaha
menginterpretasikan apa yang ia lihat, interpretasi itu sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi individu yang melihat. Karakteristik pribadi yang mempengaruhi persepsi meliputi sikap, kepribadian, motif, kepentingan, pengalaman masa lalu, dan harapan (Robbins, 2003). Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi digambarkan sebagai berikut:
23
Gambar 2.1: Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Faktor pada Pemersepsi: - Sikap - Motif - Kepentingan - Pengalaman - Pengharapan Faktor dalam Situasi: - Waktu - Keadaan tempat kerja - Keadaan sosial
PERSEPSI
Faktor pada Target: - Hal baru - Gerakan - Bunyi - Ukuran - Latar belakang - Kedekatan
(Robbins, 2003)
A. Faktor-faktor Ekstern yang Mempengaruhi Persepsi Parrek (1993) mengemukakan beberapa faktor yang dianggap penting pengaruhnya terhadap seleksi rangsangan adalah: a. Intensitas b. Ukuran c. Kontras d. Gerakan
24
e. Ulangan f. Keakraban g. Sesuatu yang baru
B. Faktor-faktor Intern yang Mempengaruhi Persepsi Parrek (1993) menyatakan faktor ini berkaitan dengan diri sendiri, yaitu: a. Kebutuhan Psikologis Kebutuhan-kebutuhan psikologis seseorang akan mempengaruhi persepsinya. Misalnya dalam suatu organisasi seseorang yang menginginkannya adanya hubungan baik dengan orang lain, dia akan tertarik dan sudah menemukannya pada orang yang mempunyai sikap bersahabat. Dalam kehidupan sehari-hari misalnya seseorang yang merasa haus maka dia seperti melihat air dibeberapa tempat, hal seperti ini biasanya terjadi dipadang pasir yang disebut fatamorgana. b. Latar Belakang Latar belakang akan mempengaruhi hal-hal yang dipilih dalam persepsi. Seseorang akan mencari orang lain dengan latar belakang yang sama. Misalnya dalam suatu organisasi seseorang yang mempunyai latar belakang pendidikan manajemen akan mendekati orang yang mempunyai pendidikan yang sama. c. Pengalaman Pengalaman yang pernah dialami seseorang pada waktu yang lalu akan mempengaruhi orang itu dalam mencari teman, hal-hal atau gejala yang serupa
25
dengan
pengalaman
pribadinya.
Misalnya
seseorang
yang
mempunyai
pengalaman buruk dalam bekerja dengan jenis orang tertentu agar tidak terulang lagi seperti yang pernah dialaminya dia akan menyeleksi orang tertentu untuk bekerja sama dengannya. d. Kepribadian Kepribadian yang dimiliki seseorang juga mempengaruhi persepsi. Misalnya seorang yang introvert mungkin akan tertarik kepada orang-orang yang introvert lagi atau orang yang sama sekali berbeda. Selain itu sikap dan kepercayaan umum juga akan mempengaruhi seseorang dalam persepsi. Pendapat umum atau sikap yang dimiliki seseorang dinamakan persepsi atau perangkat mental. Misalnya seorang manajer mungkin telah membentuk kepercayaan dan sikap umum bahwa para karyawan itu malas, suka menghindari pekerjaan dan ingin memperoleh semua keuntungan dari organisasi tetapi tidak mau memberika yang terbaik kepadanya. Jika demikian ia telah membentuk suatu perangkat mental. Jika ia bertemu dengan sekelompok karyawan ia cenderung menafsirkan perilaku para karyawan itu sesuai dengan perangkat mental yang sudah disusunnya. e. Penerimaan Diri Penerimaan diri merupakan sifat penting yang mempengaruhi persepsi. Beberapa telaah telah menunjukkan bahwa mereka yang lebih ikhlas menerima kenyataan diri akan lebih tepat menyerap sesuatu dari mereka yang kurang menerima realitas dirinya. Orang yang kurang menerima realitas dirinya cenderung untuk
26
mengurangi kecermatan persepsi. Implikasi dari fakta ini ialah bahwa kecermatan persepsi dapat ditingkatkan dengan membantu orang-orang untuk lebih menerima diri mereka sendiri.
3.
Faktor-faktor yang Menghambat Persepsi Robbins (2003) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang menghambat
persepsi, antara lain: a.
Persepsi yang selektif Persepsi yang selektif ini merupakan kecenderungan pemersepsi utuk memilih informasi-informasi yang mendukung pandangannya. Dengan adanya persepsi yang demikian, seorang individu sering mengabaikan informasi-informasi yang membuat dirinya merasa tidak nyaman atau mengancam pandangannya.
b.
Stereotip Stereotip merupaakn suatu generalisasi tentang sekelompok orang. Stereotip ini membuat pemersepsi mengurangi informasi mengenai diri orang lain/target hingga pada level yang dapat bekerja dan efisien untuk penyusunan informasi. Stereotip ini akurat, dia dapat berguna untuk dijadikan petunjuk persepsual. Namun demikian, stereotip ini lebih sering tidak akurat. Stereotip merusak individu atau pemersepsi bila mereka memperoleh kesan yang tidak
27
akurat karena kesan tersebut akan diterapkannya pada semua aspek pandangnya pada diri target tanpa diuji dan tidak diubah terlebih dahulu. c.
Kesalahan kesan pertama Kesalahan kesan pertama adalah kecenderungan seseorang untuk membentuk opini yang berlangsung dan bertahan lama di ingatan mengenai seseorang individu lain atau objek tertentu berdasarkan pada persepsi awal. Pada kondisi ini pemersepsi mengobservasi suatu perilaku awal dari seseorang atau objek pada
pertemuan
pertama
dan
menduga
bahwa
perilaku
tersebut
mencerminkan bagaimana objek itu sebenarnya, kemudian akan membentuk kesan pertama secara cepat dan kesan ini menjadi dasar dari hubungan kerja dalam waktu yang lama. d.
Teori kepribadian implisit Faktor ini dapat memepngaruhi persepsi menjadi tidak akurat karena dengan faktor ini pemersepsi cenderung membuat teori mininya sendiri mengenai bagaimana seseorang terlihat dan berperilaku berdasarkan pemikirannya sendiri.
e.
Ramalan pemuasan diri Ramalan pemuasan diri adalah suatu situasi dimana harapan-harapan pemersepi mengenai suatu target atau objek yang mempengaruhi interaksinya dengan objek hingga harapannya terpenuhi.
28
4.
Proses Pembentukan Persepsi Persepsi membantu individu dalam memilih, mengatur, menyimpan dan
menginterpretasikan rangsangan menjadi gambaran dunia yang utuh dan berarti. Oleh karena persepsi berperan dalam cara memperoleh pengetahuan khusus tentang obyek atau kejadian pada saat tertentu, maka persepsi terjadi ketika rangsangan mengaktifkan indera. Karena persepsi melibatkan kognisi (pengetahuan), ini termasuk interpretasi obyek, simbol-simbol dan orang-orang dengan pengalaman yang relevan. Dengan kata lain, persepsi berperan dalam penerimaan rangsangan, mengaturnya dan menerjemahkan atau menginterpretasikan rangsangan yang sudah teratur itu untuk mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap. Setiap orang memilih berbagai petunjuk yang mempengaruhi persepsinya terhadap orang, obyek dan simbol. Karena faktor ini dan ketidakseimbangan mereka, orang seringkali salah persepsi terhadap orang, kelompok, atau obyek lain. Pada pertimbangan tertentu, orang menginterpretasikan perilaku orang lain dalam konteks dirinya sendiri. Setiap individu pada dasarnya selalu dirangsang oleh berbagai stimulus, yang mana rangsang tersebut akan diterima oleh alat inderanya, namun dalam memberikan reaksi individu akan tergantung pada proses penilaian dan pemberian arti terhadap rangsang tersebut. Persepsi terjadi berdasarkan adanya perhatian objek yang dibutuhkan, sehingga hanya objek yang dibutuhkan saja yang menjadi perhatiannya.
29
Gambar 2.2: Proses Persepsi
Kenyataan dalam Organisasi Pekerjaan Stimulus (ump, sistem imbalan organisasi, gaya persuasi yang dipakai supervisor, arus pekerjaan)
Proses persepsi orang Mengorganisasi dan Menafsirkan
Pengamatan Stimulus
Faktor-faktor yang mempengaruhi Persepsi: - Meniru - Memilih-milih - Gambaran diri sendiri - Situasi - Kebutuhan - Emosi
Hasil Perilaku tanggapan Evaluasi dan penafsiran kenyataan Sikap yang terbentuk
(Gibson, Ivancevich, & Donelly: 1993)
Kemudian, Kaet dan Rosenvelig (1979) mengemukakan tentang beberapa proses dasar pembentukan persepsi, yaitu selectivity, closure, dan interpretation. Proses seleksi dalam persepsi adalah penting karena banyaknya informasi yang masuk dan individu memiliki keterlibatan dalam mengolahnya. Individu selalu memilih informasi yang hanya mendukung atau memuaskannya, misalnya saja orang yang merasa lapar cenderung tidak akan memperhatikan keadaan atau objek yang tidak ada kaitannya dengan kebutuhan yang sedang dialaminya yaitu makanan. Dengan demikian ia mungkin akan merasa lebih puas dengan keputusan yang diambilnya.
30
Stimulus yang sama dapat pula ditafsirkan berbeda oleh beberapa individu, karena dalam menafsirkan suatu objek dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu dan sistem nilai yang khusus dimiliki oleh setiap individu dan cenderung untuk berpikir atau bertindak dalam suatu cara tertentu untuk menafsirkan berbagai stimulus. Proses closure dalam proses persepsi berhubungan dengan kecenderungan individu untuk menggambarkan situasi secara menyeluruh. Dalam proses ini individu memberi arti terhadap stimulus yang diterima, selain itu persepsi dipelajari oleh seseorang menurut kegunaan dan kepentingannya.
5.
Isi Pekerjaan Hackman dan Oldham (1975) melakukan penelitian untuk mengukur isi
pekerjaan melalui tanggapan karyawan atas sebuah kuesioner menghasilkan lima karakteristik yaitu skill variety, task identity, task significance, autonomy, dan feedback. Landasan berpikirnya berangkat dari bagaimana caranya untuk membuat suatu pekerjaan mempunyai sifat yang dapat menciptakan peningkatan kondisi motivasi kerja, kepuasan kerja dan tingkah laku kerja individu yang maksimal dalam melaksanakan pekerjaan tersebut. Hackman dan Oldham (1975) mengajukan lima jenis karakteristik pekerjaan yang dapat meningkatkan kondisi kerja yang lebih baik. Unsur-unsurnya adalah:
31
1.
Keragaman kecakapan (Skill Variety) Skill Variety adalah keanekaragaman aktivitas yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dengan melibatkan penggunaan beberapa keterampilan dan bakat yang berbeda dari individunya di dalam menyelesaikan pekerjaannya. Dengan tidak hadirnya unsur ini di dalam suatu pekerjaan dapat menimbulkan rasa bosan. Rasa bosan ini nanti akan menimbulkan kesalahan. Dengan menambahkan beberapa faktor variety of skill ke dalam suatu pekerjaan dapat mengurangi terjadinya kelelahan yang dapat menyebabkan kesalahan.
2.
Identitas tugas (Task Identity) Task Identity adalah besarnya tingkat kebutuhan yang diperlukan suatu pekerjaan dalam mengenali keseluruhan pekerjaannya dan bagian-bagian dari pekerjaannya dari semenjak awal hingga berwujud hasil nyata. Dengan tidak adanya unsur ini membuat karyawan tidak dapat menyelesaikan bagian-bagian pekerjaannya dengan baik. Rasa tanggung jawabnya sedikit sekali, dan dapat menghilangkan rasa bangga terhadap hasil karyanya, juga dapat mengurangi semangat untuk berprestasi. Apabila suatu pekerjaan dikelompok-kelompokkan dapat menjadikan karyawan mampu melakukan pengenalan sumbangan karyanya dan dapat meningkatkan kepuasan kerjanya.
3.
Kepentingan pekerjaan (Task Significance) Task Significance adalah tingkat keberartian suatu pekerjaan terhadap kehidupan orang lain, apakah yang ada di dalam lingkungan organisasi atau pun
32
yang berada di luar organisasi. Dalam hal ini ada kedekatan hubungan antara task significance dengan task identity. Perasaan pribadi yang menyangkut self importance menjadi tinggi, dikarenakan karyawan mengetahui bahwa orang lain akan tergantung kepada hasil pekerjaannya. Sehingga karyawan dapat menunjukkan rasa bangga, bertanggung jawab, motivasi kerjanya meningkat, mendapatkan kepuasan dan tingkah laku kerjanya menjadi lebih baik. 4.
Otonomi (Autonomy) Autonomy adalah besarnya derajat/tingkat kebebasan, kemandirian dan keleluasaan yang dimiliki individu untuk mengatur sistem kerja, penentuan prosedur kerja, yang akan digunakan dalam penyelesaian tugas yang dihadapi. Autonomy mengandung unsur tanggung jawab terhadap apa yang dilakukan karyawan. Menunjukkan adanya kebebasan untuk mengontrol respon yang akan diberikan kepada lingkungan. Pekerjaan yang memberikan kekuasaan kepada individu untuk dapat membuat keputusan, menimbulkan peningkatan rasa tanggung jawab dan cenderung meningkatkan perasaan recognition dan self esteem. Ketidak hadiran unsur autonomy pada suatu pekerjaan dapat membuat karyawan menunjukkan tingkah laku kerja yang tidak menunjang prestasi kerjanya.
5.
Umpan balik dari pekerjaan itu sendiri (Feed back from the job it self) Feed back adalah besarnya informasi hasil aktivitas kerja yang diperoleh secara langsung dan jelas. Apabila suatu pekerjaan tidak memberikan feed back
33
kepada karyawan terhadap kualitas usaha individu, maka akan ditemukan rendahnya petunjuk. Sedangkan dengan membiarkan karyawan mengetahui kualitas kerjanya di dalam memenuhi target yang ditetapkan, dapat membuat karyawan melakukan penyesuaian tehadap hasil yang mereka lakukan. Dengan kata lain adanya feed back dalam pekerjaan dapat meninngkatkan motivasi kerja.
Model Hackman & Oldham dikembangkan untuk menetapkan bagaimana sifat isi pekerjaan dan perbedaan individu saling mempengaruhi untuk mempengaruhi kepuasan hati, motivasi, dan produktivitas individu dalam bekerja. Model ini membantu dalam merencanakan dan melakukan penggantian bentuk pekerjaan. Dalam mengembangkan model tersebut, Hackman & Oldham (1976) mendasarkan pada teori dua-faktor Herzberg 's dengan beberapa landasan teoritis secara langsung dari Teori Pengharapan. Model tersebut yaitu alat Job Diagnostic Survey (JDS) yang sudah dipakai di banyak organisasi. JDS adalah alat untuk mengukur elemen pokok teori sifat atau isi pekerjaan. JDS didesain untuk diselesaikan oleh pemegang jabatan pekerjaan atau oleh individu di luar pekerjaan. Survai ini mengukur beberapa sifat pekerjaan, keadaan psikologis yang dialami pegawai, kepuasan hati pegawai dengan pekerjaan dan konteks kerja mereka, dan kekuatan kebutuhan pertumbuhan orang yang dituntut. Dengan adanya karakteristik pekerjaan dapat menciptakan kondisi internal work motivation karyawan yang disebabkan adanya perasaan:
34
1.
Experience meaningfulness of the work Keadaan ini sebagai akibat adanya unsur-unsur skill variety, task identity dan task significance. Adapun dirasakan adanya skill variety adalah apabila suatu pekerjaan meminta karyawannya untuk mempergunakan skill atau ability didalam melakukan kegiatan-kegiatan yang menantang, maka karyawan akan merasakan bahwa pekerjaannya itu sebagai hal yang mempunyai arti dan semakin besarnya kebutuhan skill maka keberartian suatu tugas akan semakin dirasakan karyawan.
2.
Experience responsibility for outcome of the work Keadaan ini sebagai akibat adanya unsur autonomy didalam suatu pekerjaan. Apabila suatu pekerjaan dilengkapi dengan autonomy yang besar maka pekerjaan yang harus dihadapi itu akan dipandang oleh karyawannya sebagai suatu hal yang sangat tergantung pada besarnya usaha, inisiatif dan keputusan yang harus di ambil individu, daripada hanya sekedar tergantung pada instruksi dari pimpinan ataupun dari petunjuk lainnya. Jika autonomy bertambah, individu cenderung dapat merasakan adanya tanggung jawab pribadi terhadap keberhasilan ataupun kegagalan yang dialaminya pada saat menyelesaikan pekerjaannya.
3.
Knowledge of the result Keadaan ini sebagai akibat adanya unsur feed back dalam suatu pekerjaan. Apabila di dalam suatu proses penyesuaian terhadap lingkungan kerja karyawan
35
yang melakukannya tidak mengetahui sampai seberapa baik usaha yang telah ia lakukan, dapat menjadikan karyawan tidak memiliki landasan untuk mendapatkan perasaan-perasaan yang menyenangkan atas keberhasilannya dalam melakukan suatu usaha, ataupun perasaan sedih apabila usaha yang dilakukannya itu menemui kegagalan.
B.
Kepuasan Kerja
1.
Pengertian Kepuasan Kerja Kepuasan kerja adalah cara seorang karyawan merasakan pekerjaannya.
Kepuasan kerja merupakan generalisasi sikap-sikap terhadap pekerjaannya yang didasarkan atas aspek-aspek pekerjaannya yang bemacam-macam. Kepuasan kerja merupakan masalah yang cukup menarik dan penting, baik bagi individu sebagai karyawan maupun bagi perusahaan. Seorang manajer perlu menciptakan lingkungan kerja yang dapat memenuhi kebutuhan atau motif karyawannya, guna tercapai tujuantujuan organisasi sebagaimana yang diharapkannya. Beberapa ahli mengemukakan mengenai kepuasan kerja, sebagai berikut:
Wexley and Yukl (1973: 98), mengatakan: “Job satisfaction is the way an employee feels about his or her job”. (Kepuasan kerja adalah cara seorang karyawan merasakan pekerjaannya).
Haller (Robbins, 2003), mengatakan:
36
“Job satisfaction or dissatisfaction is result of various attitudes the person holds toward his job, life in general”. (Kepuasan kerja atau ketidakpuasan kerja adalah hasil dari berbagai sikap seseorang
yang
berpengaruh
terhadap
pekerjaannya,
umumnya
pada
kehidupan).
Schemerhorn (Robbins, 2003) mengatakan: “Job satisfaction is the degree to which an individual feels positively or negatively about the various facets of job task, the work setting and relationships with co-workers”. (Kepuasan kerja adalah derajat perasaan positif atau negatif individu mengenai bermacam-macam aspek dari tugas kerja, situasi kerja, dan hubungan dengan teman sekerja).
Berdasarkan berbagai definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kepuasan kerja merupakan derajat perasaan seseorang, baik positif maupun negatif terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja menunjukkan sikap yang berdasarkan penilaian karyawan terhadap berbagai aspek dari tugas-tugas, situasi kerja, serta hubungan antar pekerja. Menurut Wexley dan Yukl (1973) teori-teori tentang kepuasan kerja ada tiga macam yang lazim dikenal, yaitu:
37
1.
Discrepancy Theory Seseorang akan merasa puas apabila tidak ada perbedaan antara yang
diinginkan dengan persepsinya atas kenyataan, karena batas minimum yang diinginkan telah terpenuhi. Apabila yang didapat ternyata lebih besar daripada yang diinginkan, maka orang akan menjadi lebih puas walaupun terdapat discrepancy, tetapi merupakan discrepancy yang positif. Sebaliknya makin jauh kenyataan yang dirasakan itu dibawah standar minimum sehingga menjadi negative discrepancy, maka makin besar pula ketidakpuasan seseorang terhadap pekerjaan. 2.
Equity Theory Prinsip dari teori ini adalah bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas,
tergantung apakah ia merasakan adanya keadilan (equity) atau tidak adanya keadilan dalam situasi. Perasaan equity dan inequity atas situasi diperoleh orang dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor maupun ditempat lain. Elemen dari equity ada tiga yaitu input, outcome, comparison person dan equityinequity. Input merupakan segala sesuatu yang berharga yang dirasakan karyawan sebagai sumbangan terhadap pekerjaan, misalnya education, experience, skill dan sebagainya. Outcome merupakan segala sesuatu yang berharga yang dirasakan karyawan sebagai hasil pekerjaannya seperti upah, status simbol dan sebagainya. Sedangkan yang dimaksud dengan comparison person ialah perbandingan kepada
38
orang lain dengan siapa karyawan membandingkan rasio input – outcome yang dimilikinya. 3.
Two Factor Theory Herzberg mengembangkan teori dua faktor tentang kepuasan kerja. Teori ini
berdasarkan konsep bahwa manusia memiliki dua kumpulan kebutuhan. Dua faktor tentang motivasi itu dinamakan faktor yang membuat orang merasa puas dan tidak puas, yaitu:
Kebutuhan untuk menghindari rasa sakit.
Kebutuhan untuk berkembang secara psikologis.
2.
Faktor-faktor yang Menentukan Kepuasan Kerja Herzberg (Robbins, 2003) mengumpulkan data tentang kepuasan dan
ketidakpuasan seseorang sehubungan dengan pekerjaan mereka. Dalam penelitian ini ia telah mewawancarai kurang lebih dua ratusan akuntan dan ahli mesin secara individual. Hasil yang didapat adalah:
Ada lima faktor yang menentukan kepuasan kerja, yaitu achievement, recognition, work it self, responsibility, dan advancement.
Faktor yang menentukan ketidakpuasan kerja adalah working condition, interpersonal technical, salary dan job security.
39
Faktor-faktor ketidakpuasan kerja disebut Hygiene factors dan faktor yang termasuk kepuasan kerja disebut Motivator factor, karena efektif dalam memotivasi individu terhadap sikap kerja dan usaha untuk lebih baik. 1.
Hygiene Factors Faktor-faktor yang tergolong dalam kategori ini merupakan bagian dari job contex, yaitu lingkungan tempat seseorang melakukan pekerjaan. Jadi lebih berhubungan dengan situasi kerja daripada pekerjaan itu sendiri. Faktor-faktor ini merupakan sumber ketidakpuasan kerja bagi seorang individu. Perbaikan terhadap faktor-faktor ini dalam lingkungan kerja akan mengurangi tingkat ketidakpuasan kerja yang dirasakan oleh seorang pekerja. Robbins (2003) mengemukakan faktor-faktor yang tergolong dalam kategori ini, yaitu sebagai berikut: a.
Working condition: Mencakup kondisi-kondisi fisik dari pekerjaan, banyaknya pekerjaan atau fasilitas-fasilitas yang tersedia untuk melakukan pekerjaan disini mencakup pula sesuai tidaknya masalah penerangan, ventilasi, ruang kerja dan karakteristik lingkungan.
b.
Interpersonal relation: Karakteristik utama adalah sifat dari interaksi antar individu. Relasi interpersonal ini dapat berupa interaksi antar individu dengan penyelia, bawahan dan rekan sekerja. Sifat interaksi ini dapat bersifat sosial, artinya
40
interaksi yang terlepas dari aktivitas kerja sekalipun terjadinya pada waktu kerja. Interaksi ini dapat pula bersifat sosial teknikal, yaitu interaksi yang terjadi dalam kaitan dengan performance kerjanya. c.
Company policy and administration: Karakteristik utamanya adalah aspek perusahaan secara keseluruhan. Cirinya mencakup keadaan adekuat atau tidak adekuatnya organisasi dan manajemen perusahaan, serta mencakup dampak yang menguntungkan dan merugikan dari kebijaksanaan perusahaan. Adanya kesenjangan antara otoritas yang diharapkan, dapat dianggap sebagai bukti dari manajemen yang kurang baik.
d.
Supervision technical: Karakteristik utamanya adalah kompeten atau tidak kompeten dan adil atau tidak adilnya penyelia menjalankan tugasnya. Sebagai penyelia apakah bersedia atau tidak untuk mendelegasikan tanggung jawabnya atau mengajarkan sesuatu.
e.
Salary: Kategori ini mencakup segala urutan kejadian yang mana kompensasi memainkan suatu peranan yang penting.
41
f.
Status: Yang dimaksud dengan status disini adalah posisi atau kedudukan yang nyata dari pekerjaan, disertai dengan fasilitas-fasilitas yang diperoleh sehubungan dengan posisi tersebut.
g.
Job security: Kategori ini mencakup ada atau tidaknya tanda-tanda yang objektif dari jaminan kerja, seperti masalah stabilitas perusahaan. Menurut Herzberg (Robbins, 2003) faktor-faktor ini atau sebagian dari faktor ini dapat mengurangi ketidakpuasan kerja, atau menghindarkan seseorang dari perasaan yang tidak menyenangkan terhadap pekerjaan.
2.
Motivator Factors Motivator hanya dapat mempengaruhi kepuasan kerja seseorang. Faktor-faktor yang termasuk dalam motivator hanya berhubungan dengan apa yang dilakukan seseorang secara aktual dalam pekerjannnya. Dengan demikian dalam usaha untuk memperbaiki tingkat kepuasan kerja, perhatian perlu diarahkan pada faktor-faktor yang tergolong dalam kelompok ini. Robbins (2003) mengemukakan faktor-faktor yang tergolong dalam kelompok ini adalah sebagai berikut:
42
a.
Achievement: Mencakup beberapa keberhasilan yang dinyatakan secara spesifik, meliputi pelaksanaan kerja yang berhasil, penyelesaian masalah dan usaha-usaha untuk mempertahankan keberhasilan.
b.
Recognition: Kriteria utama yang termasuk dalam recognition ini adalah tindakantindakan atau penghargaan, pengakuan pada seseorang yang diperoleh dari penyelia, teman sebaya dan masyarakat umum. Recognition dapat pula bersifap negatif, tindakan tersebut dapat berupa peringatan atau menyalahkan.
c.
Advancement: Kategori ini menyangkut adanya perubahan yang nyata dalam status atau posisi seseorang dalam perusahaan.
d.
Responsibility: Mencakup faktor-faktor yang berhubungan dengan tanggung jawab dan otoritas. Seseorang memperoleh kepuasan dari tanggung jawab yang diberikan atas pekerjaannya sendiri, pekerjaan orang lain atau dari tanggung jawab baru lainnya.
e.
Possibility of Growth: Kategori ini mencakup elemen-elemen situasi baru yang memungkinkan untuk mempelajari keterampilan-keterampilan baru atau mendapatkan
43
suatu pandangan profesional baru. Dengan kata lain, adanya suatu peluang untuk perubahan status yang dapat menjadi semakin baik, maju atau meningkat. f.
Work it Self: Mencakup pelaksanaan kerja aktual atau tugas-tugas pekerjaan sebagai sumber perasaan senang atau tidak senang terhadap pekerjaan. Pekerjaan itu dapat bersifat rutin atau bervariasi, kreatif atau tidak berguna, mudah atau sukar dan sebagainya. Dapat pula menyangkut pelaksanaan sebagian kecil saja dari pekerjaan.
Satisfiers (motivator) ialah faktor-faktor atau situasi yang dibuktikannya sebagai sumber kepuasan kerja. Dikatakannya bahwa hadirnya faktor ini akan menimbulkan kepuasan, tetapi tidak hadirnya faktor ini tidaklah selalu mengkibatkan ketidakpuasan. Dissatisfiers (hygiene factors) ialah faktor-faktor yang terbukti menjadi dua sumber ketidakpuasan. Perbaikan terhadap kondisi atau situasi ini akan mengurangi atau menghilangkan ketidakpuasan, tetapi tidak akan menimbulkan kepuasan karena ia bukan sumber kepuasan. Herzberg (Robbins, 2003) beranggapan bahwa kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja merupakan dimensi yang berbeda. Seseorang dalam bekerja dapat saja sekaligus mengalami kepuasan dan ketidakpuasan kerja. Dengan demikian seseorang dalam pekerjannya dapat jatuh pada salah satu dari empat kemungkinan seperti di bawah ini:
44
Job dissatisfaction
Satisfaction
high
high
low
high
high
low
low
low
Keadaan yang paling tidak menyenangkan bagi manajer adalah mempunyai
bawahan
yang
mengalami
kepuasan
kerja
rendah
dan
ketidakpuasan kerja yang tinggi. Yang paling menyenangkan adalah mempunyai kepuasan kerja yang tinggi dan ketidakpuasan kerja yang rendah. Dalam setiap keadaan, tujuan manajer dalam teori dua faktor adalah meminimalkan ketidakpuasan kerja dan memaksimalkan kepuasan kerja. Untuk melakukan ini manajer harus ingat bahwa ketidakpuasan dihilangkan melalui perbaikan-perbaikan pada faktor hygiene. Disamping itu manajer perlu memperhatikan faktor satisfiers jika akan menciptakan kepuasan kerja. Kegagalan dalam melaksanakan hal ini akan menyebabkan karyawan memiliki ketidakpuasan yang rendah pada pekerjaan, tapi juga rendah dalam kepuasan. Herzberg (Robbins, 2003) menyatakan bahwa satu-satunya cara untuk memotivasi karyawan adalah dengan menambahkan satisfier kedalam job content yang disebut job enrichment. Para manajer harus menerapkan teknik ini mencakup vertical loading yaitu suatu usaha untuk menyediakan sebanyak mungkin motivator dalam suatu pekerjaan. Hal ini meliputi pendekatan-
45
pendekatan
seperti
peningkatan
tanggung
jawab
individu
terhadap
pekerjaannya, pemberian otoritas tambahan pada pekerjaan dalam aktivitas dan memberikan kebebasan kerja, memberikan sesuatu unit kerja yang bersifat memperkenalkan tugas-tugas baru yang lebih sukar dan belum pernah ditangani, menyerahkan tugas-tugas individual yang bersifat khusus dan memungkinkan mereka menjadi ahli dan sebagainya. Hal tersebut dirancang untuk meningkatkan motivasi para karyawan.
3.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Burt (As’ad, 2003:112), mengemukakan bahwa faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu: a.
Faktor hubungan antar karyawan, antara lain: 1) Hubungan antara atasan dengan karyawan 2) Faktor fisik dan kondisi kerja 3) Hubungan sosial di antara karyawan 4) Sugesti dari rekan sekerja
b.
Faktor individual, antara lain: 1) Sikap orang terhadap pekerjaannya 2) Umur orang sewaktu bekerja 3) Jenis kelamin
46
c.
Faktor luar, antara lain: 1) Keadaan keluarga karyawan 2) Rekreasi 3) Pendidikan Siagian (1999) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang dikategorikan turut
berpengaruh terhadap karyawan dalam melaksanakan suatu pekerjaan adalah: a.
Upah Kompensasi kerja adalah segala sesuatu yang diterima karyawan sebagai
balas jasa untuk hasil kerja mereka. Kompensasi kerja merupakan bagian dari fungsi manajemen personalia yang paling sulit dan membingungkan karena bersifat sangat kompleks dan sangat berarti baik bagi karyawan maupun organisasi. Dalam rancangan sistem kompensasi harus didasarkan pada logika dan rasio yang dapat dipertahankan. Kompensasi penting bagi karyawan sebagai individu karena jumlahnya mencerminkan nilai karya mereka bila dihadapkan dengan sesama karyawan, keluarga, dan dalam masyarakat. Sedangkan kepentingan bagi organisasi, sistem kompensasi yang berlaku dapat mencerminkan upaya organisasi tersebut dalam mempertahankan sumber daya manusianya (caring and protecting), disamping merupakan komponen biaya yang paling besar dan strategis. b.
Pengawasan
c.
Isi atau konten pekerjaan
47
d.
Ketentraman Panggabean (2002:129) yang dikutip dari Gibson dan Durick mengemukakan
bahwa faktor kepuasan kerja terbagi dalam tiga kelompok, yaitu: a.
Karakteristik pekerjaan, terdiri atas keanekaragaman keterampilan, identitas tugas, keberartian tugas, otonomi dan umpan balik pekerjaan.
b.
Karakteristik organisasi, mencakup skala usaha, kompleksitas formalisasi, sentralisasi, jumlah anggota kelompok, anggaran, lamanya beroperasi, usia, masa kerja, status perkawinan, dan jumlah tanggungan. Munandar (2001), mengemukakan ada dua faktor yang mempengaruhi
kepuasan kerja, yaitu sebagai berikut: a.
Faktor karyawan, yaitu kecerdasan (IQ), kecakapan khusus, umur, jenis kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja, kepribadian, emosi, cara berpikir, persepsi dan sikap pengalaman kerja serta sikap kerja.
b.
Faktor pekerjaan, yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, pangkat (golongan), kedudukan, mutu pengawasan, jaminan financial, kesempatan promosi, interaksi sosial dan hubungan kerja. Siagian (1999:128) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
kepuasan kerja, yaitu: a.
Pekerjaan yang penuh tantangan Pekerjaan yang penuh tantangan dapat diartikan bahwa seseorang dalam melakukan pekerjaan menuntut tingkat kreatifitas, inovatif dan daya imajinatif
48
yang tinggi dalam pelaksanaannya. Dengan adanya pekerjaan yang menantang tersebut maka jelas karyawan akan berusaha menjalankannya sehingga tujuan yang diharapkan dapat terwujud dengan baik. b.
Penerapan sistem penghargaan yang adil Masalah keadilan dalam kehidupan organisasi, sesungguhnya berhubungan dengan masalah persepsi. Secara sederhana dapat dinyatakan bahwa biasanya seseorang akan merasa diperlakukan adil, apabila perlakuan tersebut menguntungkan dirinya dan sebaliknya merasa diperlakukan tidak adil apabila perlakuan itu dilihatnya sebagai sesuatu yang merugikan.
c.
Kondisi yang sifatnya mendukung Efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerja akan dicapai secara optimal apabila kondisi kerja yang ada bersifat mendukung. Keadaan ini berarti bahwa tersedianya sarana dan prasarana kerja yang memadai sesuai dengan sifat tugas yang harus diselesaikan.
d.
Sikap rekan kerja Perlu diakui bahwa manusia sebagai makhluk sosial tidak dapt hidup sendiri, apalagi dalam kehidupan organisasi yang melibatkan banyak orang.
49
4.
Efek Kepuasan dan Ketidakpuasan Kerja Kepuasan dan ketidakpuasan kerja mempunyai implikasi penting terhadap
kesehatan mental (penyesuaian psikologis seseorang) dan efektivitas organisasi (Wexley & Yukl, 1992:153). Dijelaskan sebagai berikut: a.
Kesehatan Mental (Penyesuaian Psikologis Seseorang) Karyawan yang merasakan ketidakpuasan kerja akan memiliki kecenderungan melakukan penarikan diri dan mengarah pada perilaku agresif karena merasa frustrasi terhadap pekerjaannya. Bentuk perilakunya seperti sabotase, sengaja melakukan kesalahan, kegiatan-kegiatan serikat buruh yang militant seperti pemogokan yang tidak bertanggung jawab, pelambatan kerja, protes yang berlebihan, banyak terjadi pertengkaran dan permusuhan diantara karyawan, munculnya insiden-insiden seperti pencurian uang, peralatan serta persediaan barang di organisasi yang dilakukan oleh karyawan.
b.
Keefektifan Organisasi Berdasarkan sejumlah studi, kepuasan dan ketidakpuasan kerja mempengaruhi produktivitas, absensi, perpindahan kerja serta aspek-aspek perilaku kerja lainnya yang relevan dengan keefektifan organisasi. Menurut Petri & Govern (2004), mengemukakan adanya hubungan yang tetap antara ketidakpuasan kerja dan pengunduran diri. Pengunduran diri dapat berbentuk turn-over (berganti pekerjaan) dan ketidakhadiran. Karyawan yang tidak puas akan lebih sering tidak hadir atau berhenti dari pekerjaannya dibandingkan dengan karyawan
50
yang lebih puas. Berganti pekerjaan atau perpindahan karyawan menyebabkan pekerjaan tidak berjalan secara normal. Demikian juga ketidakhadiran menyebabkan hambatan pekerjaan dan meningkatkan biaya pengobatan. Biasanya karyawan yang puas dengan apa yang diperolehnya dari organisasi, akan memberikan hal yang lebih dari apa yang diharapkan organisasi dari dirinya dan ia akan terus berusaha memperbaiki kinerjanya (tampilan kerja). Sehingga, moral kerja, motivasi, dedikasi, kecintaan dan kedisiplinan karyawan semakin meningkat. Sebaliknya, karyawan yang kepuasan kerjanya rendah, cenderung melihat pekerjaan sebagai hal yang menjemukan dan membosankan, sehingga ia bekerja dengan terpaksa dan asal-asalan. Karyawan yang merasakan ketidakpuasan memunculkan tampilan kerja yang negatif, tidak disiplin, kemangkiran, pergantian karyawan dan pencurian. Mitchel
(1982)
mengemukakan
beberapa
efek
dari
kepuasan
dan
ketidakpuasan kerja, yaitu: a. Turn Over (Pergantian Pekerjaan) Karyawan yang tidak puas terhadap pekerjaannya dan tidak mempunyai semangat kerja yang tinggi, akan menunjukkan perilaku kerja yang tidak serius. Hal terburuk adalah karyawan tersebut akan pindah ke tempat lain atau pindah ke jenis pekerjaan yang berbeda. Oleh karena itu, hubungan antara kepuasan kerja dengan turn over adalah negatif, berarti semakin tinggi kepuasan kerja maka semakin rendah turn over.
51
b. Absensi Karyawan yang kurang puas terhadap pekerjaannya, akan memilih tidak masuk kerja dan kehilangan penghasilan. Sedangkan karyawan yang puas akan terus giat bekerja. Hubungan antara absensi dengan kepuasan kerja adalah negatif, artinya semakin tinggi kepuasan kerja maka semakin rendah tingkat absensi. c. Kesehatan Kesehatan fisik dan mental dapat meningkat apabila karyawan merasa puas dengan pekerjaannya. Hasil studi tentang kesehatan mental menunjukkan bahwa karyawan yang tidak puas terhadap pekerjaannya akan mengeluh mengalami gangguan sakit kepala hebat, merasa cepat lelah, cemas dan psikosomatis. Hal ini timbul karena adanya ketegangan yang diakibatkan oleh pekerjaan. d. Produktivitas Kepuasan kerja dapat berakibat pada produktivitas yaitu dengan adanya perubahan pada hasil kerja dan kualitas kerja yang menjadi jauh lebih baik serta peningkatan kecepatan kerja. Bila suatu pekerjaan dianggap menyenangkan dua kemungkinan yang dapat terjadi yakni karyawan tersebut bersikap lebih produktif/berprestasi atau malah bersikap jalan ditempat/stagnan. Sebaliknya, bila suatu pekerjaan dianggap kurang/tidak menyenangkan akan muncul pula dua kemungkinan yakni karyawan tersebut bersikap stagnan dengan cara berusaha bertahan semampunya untuk melawan perasaan tidak menyenangkan itu atau
52
bersikap apatis/ekstrim sehingga tidak peduli dengan produktivitas/prestasi kerjanya lagi.
5.
Usaha Mengatasi Ketidakpuasan Kerja Jika seorang atau kelompok karyawan merasa tidak puas dengan pekerjannya,
maka organisasi harus segera melakukan beberapa tindakan, seperti: a.
Menentukan penyebab-penyebab ketidakpuasan Pendekatan yang bisa dilakukan untuk menemukan penyebab ketidakpuasan kerja adalah dengan Non Directive Counseling untuk menangani karyawan secara individual atau Anonymous Questionaire digunakan bila ketidakpuasan sudah meluas di antara para karyawan.
b.
Menggunakan beberapa pendekatan untuk mengatasi ketidakpuasan tersebut 1) Mengadakan perubahan-perubahan dalam kondisi kerja, pengawasan, kompensasi atau rancangan pekerjaan. Hal ini tentunya tergantung pada faktor pekerjaan mana yang menjadi penyebab ketidakpuasan kerja. 2) Memindahkan karyawan ke pekerjaan yang lain untuk mendapatkan pasangan
yang lebih
baik antara
karakteristik karyawan
dengan
karakteristik pekerjaannya. Jelasnya, pemindahan karyawan merupakan satu-satunya pendekatan yang layak dalam batas kasus-kasus tertentu.
53
3) Mengubah persepsi atau harapan dari para karyawan yang tidak puas. Pendekatan ini cocok bila para karyawan memiliki kesalahan konsepsi yang didasarkan pada informasi yang tidak memadai atau tidak benar.
C.
Hubungan Persepsi Isi Pekerjaan dengan Kepuasan Kerja Studi tentang pentingnya perbedaan isi pekerjaan menemukan secara
konsisten bahwa sifat pekerjaan itu sendiri adalah determinan utama dari kepuasan kerja. Beberapa studi terakhir telah berusaha mengidentifikasi dimensi-dimensi penting dari materi pekerjaan dan mengetahui bagaimana kepuasan karyawan ditentukan bersama-sama oleh materi pekerjaan dan sifat-sifat individu (Hackman dan Lawler, 1971). Individu yang menyadari arti bekerja dapat melahirkan suatu kemajuan untuk meraih nilai yang lebih bermakna, dia mampu menuangkan idenya dalam bentuk perencanaan tindakan serta melakukan penilaian dan analisa tentang sebab dan akibat dari aktivitas yang dilakukannya. Bekerja merupakan aktivitas dinamis dan mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan tertentu (jasmani dan rohani) dan di dalam mencapai tujuannya tersebut dia berupaya dengan penuh kesungguhan untuk mewujudkan prestasi yang optimal. Setiap dimensi inti dari isi pekerjaan mencakup sejumlah aspek materi pekerjaan yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja seseorang (Hackman dan Oldham, 1975). Semakin besar keragaman aktivitas yang dilaksanakan oleh seorang
54
karyawan, pekerjaan tersebut semakin tidak menjemukan. Pekerjaan-pekerjaan yang sangat membosankan adalah pekerjaan dengan aktivitas-aktivitas yang sama, sederhana dan berulang-ulang. Suatu pekerjaan yang mencakup semakin banyak keterampilan dan bakat yang relevan dengan identitas diri karyawan, karyawan akan lebih merasakan bahwa ia melaksanakan pekerjaan yang berarti. Individu yang bekerja pada pekerjaan yang tidak bervariasi akan menimbukan kebosanan sehingga turunlah semangat dan gairah kerjanya. Dengan keadaan seperti itu akan timbul perasaan puas atau tidak puas yang dirasakan oleh karyawan. Apabila individu memaknai apa yang diamatinya dalam pekerjaan sesuai dengan apa yang menjadi harapannya maka akan terjadi kepuasan kerja. Sebaliknya apabila individu memaknai apa yang diamatinya dalam pekerjaan kurang sesuai dengan apa yang menjadi harapannya maka akan terjadi ketidakpuasan kerja. Selain dari sifat-sifat pekerjaan, kepuasan kerja juga bergantung pada kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai yang dianut individu. Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa karyawan dengan kebutuhan aktualisasi yang tinggi akan lebih merasa puas jika memiliki pekerjaan dengan nilai-nilai dimensi tugas yang tinggi. Sedangkan karyawan dengan kebutuhan aktualisasi yang rendah tidak akan peduli apakah pekerjaan itu memiliki nilai dimensi yang rendah tergantung pada karakteristik kerja yang lain seperti gaji, rasa aman, dan hubungan dengan rekan sekerja (Hackman, R., Lawler., & Porter :1983).