7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sepak Bola Permainan sepak bola merupakan cabang olahraga yang dimainkan oleh dua regu yang masing-masing regu terdiri dari sebelas pemain dan biasanya satu tim disebut juga dengan kesebelasan (Nosa, 2012). Permainan boleh dilakukan oleh seluruh bagian badan kecuali dengan kedua lengan (tangan). Hampir seluruh permainan dilakukan dengan keterampilan kaki, kecuali penjaga gawang dalam memainkan bola bebas menggunakan anggota badannya, dengan kaki maupun tangannya (Subroto, 2010). Menurut (Salim, 2008), sepak bola adalah olahraga yang memainkan bola dengan menggunakan kaki. Tujuan utamanya dari permainan ini adalah untuk mencetak gol atau skor sebanyak-banyaknya yang tentunya harus dilakukan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
2.2 Keseimbangan 2.2.1 Definisi Keseimbangan Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan dan mengatur posisi tubuh saat di tempat atau ketika bergerak (Lefebvre, 2010). Sistem muskuloskleletal dan bidang tumpu akan mendukung berbagai
gerakan
di
setiap
segmen
tubuh
untuk
terciptanya
keseimbangan. Adanya kemampuan menyeimbangkan antara massa tubuh dengan bidang tumpu akan membuat manusia mampu untuk
7
8
beraktivitas secara efektif dan efisien. Keseimbangan terbagi atas dua kelompok, yaitu keseimbangan statis adalah kemampuan tubuh untuk menjaga kesetimbangan pada posisi tetap. Keseimbangan dinamis adalah kemampuan untuk mempertahankan kesetimbangan ketika bergerak (Abrahamova and Hlavacka, 2008). Keseimbangan statis adalah kemampuan untuk mempertahankan posisi tubuh dimana center of gravity tidak berubah. Contoh keseimbangan statis adalah sewaktu berdiri dengan satu kaki dan saat berdiri di atas papan keseimbangan. Sedangkan keseimbangan dinamis adalah kemampuan untuk mempertahankan posisi tubuh dimana center of
gravity
selalu
kemampuan Keseimbangan
untuk
berubah.
Keseimbangan
mempertahankan
adalah
kemampuan
dinamis
posisi untuk
ketika
merupakan bergerak.
mempertahankan
keseimbangan selama transisi dari dinamis ke statis yang membutuhkan integrasi visual, vestibular, dan input proprioseptik untuk menghasilkan respon kontrol tubuh untuk berada dalam base of support (Distefano, 2009). Keseimbangan dinamis adalah pemeliharaan keseimbangan tubuh dalam posisi bergerak (Nala, 2011). Keseimbangan statis dan dinamis dalam kehidupan sehari-hari saling berkaitan dan mutlak tidak dapat dipisahkan karena tubuh manusia jarang sekali dalam keadaan diam sempurna tanpa melakukan gerakan sama sekali. Tubuh secara berkesinambungan melakukan pengaturan postur yang tidak dapat dirasakan secara dasar (Suadnyana, 2014).
9
Menurut Kisner and Colby, dalam bukunya tahun 2007 tentang exercise for impaired balance dalam therapeutic exercise bahwa kontrol keseimbangan terdiri dari tiga tipe diantaranya keseimbangan statis yaitu berperan untuk mengontrol kestabilan tubuh pada saat posisi anti gravitasi saat istirahat seperti berdiri atau duduk. Keseimbangan dinamis yaitu keseimbangan yang berperan untuk stabilisasi tubuh ketika bergerak seperti duduk ke berdiri. Reaksi postural otomatis yaitu untuk menjaga keseimbangan pada saat mendapat respon secara tiba-tiba dari luar seperti berdiri pada bis dan tiba-tiba ada akselerasi ke depan. Ketiga tipe
keseimbangan
ini
saling
berkolerasi
untuk
mendapatkan
keseimbangan otomatis maka keseimbangan dinamis harus baik dan juga sebaliknya
untuk
mendapatkan
keseimbangan
dinamis
maka
keseimbangan statis harus baik (Kisner and Colby, 2007). Menurut Nala (2011), keseimbangan tubuh dalam aktivitas gerak seperti berdiri, melompat, menendang, dan banyak posisi tubuh melawan gaya gravitasi bumi. Untuk dapat mempertahankan posisi tertentu, gaya gravitasi harus dilawan melalui mekanisme motor dan sensori organ proprioseptif di sendi dan apparatus vestibular di dalam telinga. Aparatus vestibular mendeteksi perubahan sinyal mengaktifkan respon motor adaptif yang diperlukan dalam mempertahankan keseimbangan. Respon ini menyertakan otot pendukung dan postural dari anggota gerak dan tubuh serta otot penggerak kepala. Reseptor yang berada dalam telinga sangat sensitif terhadap perubahan posisi kepala dan arah gerakan. Gerakan kepala merupakan
10
rangsangan bagi reseptor apparatus vestibular. Rangsangan ini dikirim ke pusat pengatur keseimbangan tubuh yang ada di otak melalui saraf aferen. Setelah rangsangan diterima oleh otak, maka diperintahkan melalui saraf motorik kepada otot skeletal, agar otot ini mengadakan gerakan, kontraksi atau relaksasi untuk mengantisipasi keadaan, sehingga posisi tetap seimbang terkendali. Reseptor ini sangat peka terutama terhadap perubahan percepatan linear (lurus) dan angular (berputar). Vestibular ini sangat berperan untuk ikut menjaga keseimbangan tubuh. Pusat keseimbangan tubuh pada otak juga menerima pancaran rangsangan dari saraf aferen mata, sehingga apa yang dilihat oleh mata juga akan merangsang pusat keseimbangan yang ada di otak. Dengan demikian terjadi kerjasama yang sangat erat antara mata dan pusat keseimbangan tubuh dalam mengatur keseimbangan tubuh (Santika, 2014).
2.2.2 Alat Ukur Keseimbangan Dinamis Pengukuran
keseimbangan
dinamis
dilakukan
dengan
menggunakan tes keseimbangan dinamis (Modified Bass Test of Dynamic Balance) (Nur Ichsan Halim, 2004:141-143). Posisi awal sampel berdiri satu kaki dengan tumpuan kaki kanan, kemudian lompat ke tanda pertama bertumpu dengan kaki kiri, kemudian pertahankan sikap berdiri dalam posisi statis selama 5 detik. Selanjutnya lompat kembali ke tanda kedua bertumpu dengan kaki kanan kemudian pertahankan sikap selama 5 detik. Dilanjutkan dengan kaki lain,
11
melompat dan mempertahankan posisi statis selama 5 detik sampai tes ini diselesaikan. Ujung telapak kaki sampel harus benar-benar dapat menutupi setiap tanda sehingga tidak dapat dilihat. Percobaan dikatakan berhasil apabila setiap tanda tertutup oleh ujung telapak kaki, tumit tidak menyentuh lantai atau bagian badan lainnya serta dapat mempertahankan sikap statis setiap tanda selama 5 detik dengan ujung telapak kaki tetap menutupi tanda dan berdiri tegak dengan tumpuan satu kaki. Ujung kaki yang lain diletakkan dibelakang lutut kaki lainnya dan letakkan kedua tangan dipinggul. Pada saat abaaba diberikan pada sampel untuk mengangkat tumitnya dari lantai atau menjinjit dan pertahankan sikap ini selama mungkin, tumit tanpa menyentuh lantai atau menggeserkan ujung telapak kaki dari tempat semula atau memindahkan kedua tangan dari pinggul. Penilaian diberikan setiap keberhasilan pendaratan maupun upaya menutupi tanda secara berturut-turut mendapat skor 5 dan 5, skor berikutnya untuk setiap detik dapat mempertahankan keseimbangan statisnya. Setiap peserta tes akan memperoleh 10 skor untuk setiap tanda atau mendapat 100 skor secara keseluruhan apabila dapat menyelesaikan seluruh rangkaian tes tersebut. Setiap keseimbangan 5 detik harus disebutkan dengan keras dengan satu skor untuk setiap detik dan catat nilainya pada setiap tanda. (Sampel dipersilahkan mereposisi sendiri untuk 5 detik keseimbangan setelah gagal mendarat). Waktu terbaik dari tiga kali kesempatan dicatat sebagai hasil akhir peserta tes (Mappaompo, 2012), seperti disajikan pada gambar 2.1.
12
Gambar 2.1 Modified BassTest of Dynamic Balance (Mappaompo, 2012)
2.2.3 Fisiologi Keseimbangan Dinamis Keseimbangan merupakan tugas kontrol motorik kompleks yang melibatkan deteksi dan integrasi informasi sensorik untuk menilai posisi dan gerakan tubuh dalam ruang dan pelaksanaan respon muskuloskeletal yang sesuai untuk mengontrol posisi tubuh dalam konteks lingkungan dan tugas. Kontrol keseimbangan memerlukan interaksi sistem saraf, muskuloskeletal dan efek kontekstual dari lingkungan. Komponen kontrol keseimbangan pada sistem saraf yaitu: 1) Proses sensori yang melibatkan visual, vestibular, dan sistem somatosensorik,
2)
Integrasi
sensorimotor
penting
untuk
menghubungkan sensasi ke respon motor serta untuk adaptasi dan antisipasi, 3) Strategi motorik untuk merencanakan, memprogram, dan mengeksekusi
respon
keseimbangan.
Kontribusi
dari
sistem
13
muskuloskeletal
meliputi
alignment
postural,
fleksibilitas
muskuloskeletal seperti lingkup gerak sendi (LGS), integrasi sendi, performa otot, dan sensasi (sentuhan, tekanan, vibrasi, proprioseptif dan kinestetik). Efek kontekstual dari lingkungan yang berinteraksi dengan keduanya, yaitu: pencahayaan, permukaan, dan gravitasi (Kisner and Colby, 2007). Tujuan dari tubuh untuk mempertahankan keseimbangan adalah menyangga tubuh melawan gravitasi dan faktor eksternal lain, untuk mempertahankan pusat massa tubuh agar seimbang dengan bidang tumpu, serta menstabilkan bagian tubuh ketika bagian tubuh lain bergerak. Komponen-komponen yang mengkontrol keseimbangan adalah sebagai berikut: a. Sistem neurologis Sistem informasi neurologis antara lain berasal dari sistem ekstrapiramidal,
ganglia
basalis,
dan
serebelum.
Sistem
ekstrapiramidal dianggap sebagai suatu satuan fungsional, dapat dikatakan sistem tersebut tersusun dari bagian-bagian ektrapiramidalis pada korteks serebri, nuclei thalamikus yang berhubungan dengan striatum, korpus striatum, subthalamus, serta sistem rubralis dan retikularis. Sistem ekstrapiramidal berlawanan dengan sistem piramidal yang lebih langsung, mencapai tingkat segmental setelah berputar-putar dahulu dengan rangkaian yang diputus secara sinapsis pada basal ganglia, ganglia subkortikalis, dan daerah retikularis (Chusid, 1993).
14
Sistem ekstrapiramidalis dianggap sebagai suatu sistem fungsional dengan tiga lapisan integrasi yakni kortikal, striata (basal ganglia) dan segmental (mesencephalon). Fungsi utama dari sistem ekstrapiramidalis berhubungan dengan gerakan yang berkaitan dengan pengaturan sikap tubuh dan integrasi otonom (Chusid, 1993). Lesi dalam sistem ekstrapiramidalis dapat mengakibatkan pasien sulit memelihara keseimbangan pada saat sedang berdiri dan sulit mempertahankan posisi tubuhnya pada saat duduk, sulit mengubah posisi dari kedudukan horisontal menjadi sikap duduk, sulit memutar dari posisi terlentang menjadi tengkurap (Price and Wilson, 1995), seperti disajikan pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Traktus Ekstrapiramidalis (Duus, 2010) Ganglia basalis terdiri dari nukleus kaudatus, putamen, dan globus palidus yang merupakan subkortikal (bagian dari otak secara langung di bawah korteks serebri). Ketiga bagian dari ganglia basalis ini saling bertukar informasi dengan talamus dan korteks serebri. Informasi sensori masuk dari talamus dan korteks serebri menuju ke ganglia basalis melalui nukleus kaudatus dan putamen. Ganglia
15
basalis berfungsi untuk modulasi gerakan volunter tubuh, perubahan sikap tubuh, dan integrasi otonom. Ganglia basalis berperan khusus dalam gerakan ekstremitas secara halus. Kerusakan ganglia basalis akan mengakibatkan kaku dan tremor. Ganglia basalis seperti disajikan pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Ganglia Basalis (Netter, 2011) Serebelum memegang peranan penting dalam keseimbangan, karena serebelum mempunyai dua fungsi utama yaitu sebagai koordinasi pergerakan sadar yang terampil dengan mempengaruhi aktivitas otot dan mengontrol keseimbangan dan tonus otot melalui hubungan dengan sistem vestibularis dan sumsum tulang belakang, serta neuron motorik gama. Kelainan pada serebelum memiliki tanda yang khas yaitu hipotonia (berkurangnya tonus otot), dan ataksia (hilangnya kontraksi otot yang terkoordinasi untuk menghasilkan gerakan-gerakan halus), gangguan keseimbangan yang ditandai
16
dengan jalan yang tidak mantap dan berayun ketika berdiri (DeGroof, 1997). b. Sistem informasi sensoris Sistem informasi sensoris meliputi visual, vestibular dan somatosensoris. Sistem visual (penglihatan) mempunyai tugas penting bagi kehidupan manusia yaitu memberi informasi kepada otak tentang posisi tubuh terhadap lingkungan berdasarkan sudut dan jarak dengan objek sekitarnya. Tubuh manusia dapat beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi di lingkungan dengan input visual. Sistem visual memberikan informasi ke otak kemudian otak memberikan informasi supaya sistem musculoskeletal dapat bekerja secara sinergis untuk mempertahankan keseimbangan tubuh (Watson and Black, 2008). Sistem vestibular berperan penting dalam keseimbangan, gerakan kepala, dan gerakan bola mata. Sistem ini meliputi organorgan di dalam telinga bagian dalam. Berhubungan dengan sistem visual dan pendengaran untuk merasakan arah dan gerakan kepala. Cairan yang disebut endolymph mengalir melalui tiga kanal telinga bagian dalam sebagai reseptor saat kepala bergerak miring dan bergeser. Gangguan fungsi vestibular dapat menyebabkan vertigo atau gangguan keseimbangan. Alergi makanan, dehidrasi, dan trauma kepala/leher dapat menyebabkan disfungsi vestibular. Melalui refleks vestibule-reticular mereka mengontrol gerak mata, terutama ketika melihat objek yang bergerak. Kemudian pesan-pesan diteruskan
17
melalui saraf kranialis VIII ke nukleus vestibular yang berlokasi di batang otak (brain stem). Beberapa stimulus tidak menuju langsung ke nukleus vestibular tetapi ke serebrum, formation retikularis, thalamus dan korteks serebri (Watson and Black, 2008). Nukleus vestibular menerima masukan (input) dari reseptor labirin, formatio reticularis dan serebelum. Hasil dari nukleus vestibuler menuju ke motor neuron melalui medula spinalis, terutama ke motor neuron yang menginervasi otot-otot proksimal, kumparan otot pada leher dan otot-otot punggung (otot-otot postural). Sistem vertibular bereaksi sangat cepat sehingga membantu mempertahankan keseimbangan tubuh dengan mengontrol otot-otot postural. Sistem somatosensoris terdiri dari taktil dan proprioseptif serta persepsi kognitif. Informasi proprioseptif disalurkan ke otak melalui kolumna dorsalis
medula
spinalis.
Sebagian
besar
masukan
(input)
proprioseptif menuju serebelum, tetapi ada pula yang menuju ke korteks serebri melalui lumnikulus medialis dan talamus (Watson and Black, 2008). Kesadaran akan posisi berbagai bagian tubuh dalam ruang sebagian bergantung pada impuls yang datang dari alat indera dalam dan sekitar sendi. Alat indera tersebut adalah ujung-ujung saraf yang beradaptasi lambat di sinovial dan ligamentum. Impuls dari alat indera ini dari reseptor raba di kulit dan jaringan lain serta otot diproses di korteks menjadi kesadaran akan posisi tubuh dalam ruang (Willis, 2007).
18
c. Respon otot-otot postural yang sinergis Respon otot-otot postural yang sinergis mengarah pada waktu dan jarak dari aktivitas kelompok otot yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan dan kontrol postur. Beberapa kelompok otot baik pada ekstremitas atas maupun bawah berfungsi mempertahankan
postur
saat
berdiri
tegak
serta
mengatur
keseimbangan tubuh dalam berbagai gerakan. Keseimbangan pada tubuh dalam berbagai posisi hanya akan dimungkinkan jika respon dari otot-otot postural bekerja secara sinergis sebagai reaksi dari perubahan posisi, titik tumpu, gaya gravitasi dan alignment tubuh. Kerja otot yang sinergis berarti bahwa adanya respon yang tepat (kecepatan dan kekuatan) suatu otot terhadap otot yang lainnya dalam melakukan fungsi gerak tertentu (Irfan, 2010). d. Kekuatan otot (muscle strength) Kekuatan otot umumnya diperlukan dalam melakukan aktivitas. Semua gerakan yang dihasilkan merupakan hasil dari adanya peningkatan tegangan otot sebagai respon motorik. Kekuatan otot dapat digambarkan sebagai kemampuan otot untuk menahan beban, baik berupa beban eksternal (eksternal force) maupun beban internal (internal force). Kekuatan otot sangat berhubungan dengan sistem neuromuskuler yaitu seberapa besar kemampuan sistem saraf mengaktivasi otot untuk melakukan kontraksi. Semakin banyak serabut otot yang teraktivasi, maka semakin besar pula kekuatan yang dihasilkan otot tersebut. Kekuatan otot dari kaki, lutut serta pinggul
19
harus adekuat untuk mempertahankan keseimbangan tubuh saat adanya gaya dari luar. Kekuatan otot tersebut berhubungan langsung dengan kemampuan otot untuk melawan gravitasi serta beban eksternal lainnya yang secara terus menerus mempengaruhi posisi tubuh (Irfan, 2010). e. Adaptive system Adaptive system merupakan kemampuan adaptasi untuk memodifikasi input sensoris dan output motorik ketika terjadi perubahan
tempat
sesuai
dengan
karakteristik
lingkungan.
Kemampuan adaptasi dapat mempengaruhi perubahan dari input sensoris dan output motorik (Irfan, 2010). f. Lingkup gerak sendi (joint range of motion) Kemampuan sendi untuk membantu gerak tubuh dan mengarahkan gerakan terutama saat gerakan yang memerlukan keseimbangan yang tinggi. Masukan dari vestibular, visual dan somatosensorik
biasanya
dikombinasikan
dengan
baik
untuk
menghasilkan rasa dari orientasi dan gerakan. Dari informasi sensoris diintegrasi dan diproses di serebelum, basal ganglia dan area motorik suplementer. Informasi somatosensorik memiliki waktu proses tercepat untuk respon cepat, diikuti oleh masukan dari visual dan vestibular. Ketika informasi sensoris dari salah satu sistem tidak akurat karena suatu cedera, central nervous system akan menekan informasi dan menyeleksi dan mengkombinasikan informasi dari
20
kedua sistem yang lain. Proses adaptasi inilah yang disebut organisasi sensorik. Kebanyakan individu dapat mengkompensasi dengan baik jika salah satu dari ketiga sistem terganggu, ini merupakan konsep dasar untuk program terapi (Irfan, 2010). Keseimbangan terbesar adalah ketika center of mass (COM) atau center of gravity (COG) tubuh dipertahankan di atas base of support (BOS). COM adalah titik yang sesuai dengan pusat massa tubuh dan merupakan titik dimana tubuh berada dalam kondisi keseimbangan yang sempurna. Hal itu ditentukan dengan mencari rata-rata dari COM dari setiap segmen tubuh. COG merupakan proyeksi vertikal dari COM ke tanah. Pada posisi anatomi, COG pada sebagian besar orang dewasa terletak sedikit di depan vertebra sakral ke-2 atau sekitar 55% dari ketinggian orang. BOS didefinisikan sebagai batas pinggir bidang kontak antara tubuh dan permukaan dukungan penempatan kaki mengubah BOS dan stabilitas postural seseorang. Selama orang mempertahankan COG dalam batas BOS, orang tersebut tidak akan terjatuh (Kisner and Colby, 2007). Tubuh secara terus menerus menyesuaikan posisinya dalam ruang untuk mempertahankan keseimbangan dengan menjaga COM di atas BOS atau membawa COM ke posisinya setelah mengalami gangguan (Kisner and Colby, 2007). Supaya hal tersebut bisa tetap berlangsung dengan baik diperlukan adanya stabilitas yang baik dari core muscle. Aktivasi pada core muscle memungkinkan distribusi yang tepat dari kekuatan, kontrol gerakan yang tepat dan efisien,
21
penyerapan tekanan dan gesekan yang memadai pada rantai kinetik. Muscle transversus abdominalis dan multifidus dianggap sebagai stabilizing muscles (otot yang termodulasi secara terus menerus oleh sistem saraf pusat dan memberikan umpan balik tentang posisi sendi). Kokontraksi pada kedua otot tersebut telah terjadi sebelum terjadinya gerakan pada anggota gerak. Transver abdominalis aktif 30 detik sebelum gerakan gelang bahu dan 110 detik sebelum gerakan kaki (Fredericson and Moore, 2005). Central nervous system menggunakan tiga sistem pergerakan untuk mengembalikan keseimbangan setelah terjadi permasalahan. Stretch reflexes, diperantarai oleh medula spinalis memberikan respon pertama setelah terjadi masalah (memiliki latensi yang pendek <70 ms). Voluntary responses, mempunyai latensi yang panjang lebih dari 150 ms. Automatic postural mempunyai latensi menengah yaitu 80120 ms, respon pertama yang efektif mencegah jatuh. Strategi utama yang digunakan tubuh untuk memulihkan keseimbangan dalam menanggapi adanya gangguan tiba-tiba dari permukaan tumpuan. Ankle strategies yaitu gerakan dari pergerakan kaki untuk mengembalikan COM ke posisi yang stabil (dalam posisi yang tenang dan gangguan kecil). Hip strategies yaitu menggunakan gerakan cepat fleksi dan ekstensi panggul untuk memindahkan COM dalam BOS (untuk gangguan yang cepat dan besar atau gerakan dengan COG dekat dengan batas stabilitas). Stepping strategies yaitu melangkah ke depan atau belakang untuk memperlebar BOS dan
22
mengembalikan kontrol keseimbangan (jika ada kekuatan besar yang menggeser COM keluar dari batas stabilitas) (Kisner and Colby, 2007). 2.2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Keseimbangan Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan diantaranya yaitu: 2.2.4.1 Faktor Internal Faktor internal yang mempengaruhi diantaranya: a. Pusat gravitasi (center of gravity-COG) Center of gravity merupakan titik gravitasi yang terdapat pada semua benda baik benda hidup maupun mati, titik gravitasi terbaik terdapat pada titik tengah benda tersebut. Fungsi dari COG adalah untuk mendistribusikan massa benda secara merata. Pada manusia jika beban tubuh selalu ditopang oleh titik ini maka tubuh dalam keadaan yang seimbang. Tetapi jika terjadi perubahan postur maka
titik
pusat
gravitasi
pun
berubah,
sehingga
akan
mengakibatkan gangguan keseimbangan (unstable). Titik pusat gravitasi akan selalu berpindah secara otomatis sesuai dengan arah atau perubahan berat, jika COG terletak di dalam dan tepat di tengah maka tubuh akan seimbang. Jika berada di luar tubuh maka akan terjadi keadaan unstable (Bishop and Hay, 2009).
23
Gambar 2.4 Center of Gravity (Irfan, 2010) Pusat gravitasi pada tubuh sangat penting diperhatikan untuk meningkatkan
keseimbangan.
Keseimbangan
ini
pun
dapat
diperkuat dengan adanya otot-otot dari leher serta stabilitator utama (core stability) dan juga otot tungkai yang merupakan otot yang sangat penting untuk mempertahankan tubuh agar tetap seimbang. Otot-otot stabilisator sangat penting dilatih dan diperkuat untuk dapat mempertahankan keseimbangan tubuh. b. Garis gravitasi (line of gravity-LOG) Garis gravitasi adalah garis imajiner yang berada vertikal melalui pusat gravitasi dengan pusat bumi. Derajat stabilitas tubuh ditentukan oleh hubungan antara garis gravitasi, pusat gravitasi dengan bidang tumpu.
Gambar 2.5 Line of Gravity (Irfan, 2010)
24
c. Bidang tumpu (base of support-BOS) Bidang
tumpu
merupakan
bagian
dari
tubuh
yang
berhubungan dengan permukaan tumpuan. Ketika garis gravitasi tepat berada di bidang tumpu, tubuh dalam keadaan seimbang. Stabilitas yang baik terbentuk dari luasnya area bidang tumpu. Semakin besar bidang tumpu, semakin tinggi stabilitas. Misalnya, berdiri dengan dua kaki akan lebih stabil dibandingkan berdiri dengan satu kaki. Semakin dekat bidang tumpu dengan pusat gravitasi, maka stabilitas tubuh semakin tinggi.
Gambar 2.6 Base of Support (Irfan, 2010) d. Usia Pada anak laki-laki usia 7 sampai 12 tahun dimana anak masih dalam tahap perkembangan yang baik untuk keseimbangan. Pada dasarnya anak usia 7 sampai 12 tahun merupakan masa aktif seorang anak untuk bermain, berlari, dan sebagainya (Permana, 2013). Fungsi organ-organ keseimbangan mulai mengalami penurunan seiring dengan pertambahan usia. Pada usia anak-anak perkembangan keseimbangan dapat meningkat dengan baik. Secara teori perkembangan manusia dimulai dari bayi, anak, remaja,
25
dewasa, tua dan akhirnya akan masuk pada fase usia lanjut dengan umur di atas 60 tahun. Pada usia ini terjadilah proses penuaan secara alamiah (Husein, 2006). e. Jenis kelamin Pada anak laki-laki dari segi anatomi memiliki struktur anatomi lebih besar daripada anak perempuan. Anak laki-laki cenderung lebih aktif bergerak dibandingkan anak perempuan. Hal ini memungkinkan anak laki-laki memiliki keseimbangan yang lebih baik dibandingkan anak perempuan. f. Anatomi Kaki adalah bagian tubuh yang berfungsi untuk berjalan atau berdiri. Ini bagian yang bersentuhan dengan tanah atau permukaan pendukung lainnya dalam posisi berdiri dan penggerak. Kaki manusia memiliki empat fungsi yang berbeda. Pertama, fungsi dukungan yang merupakan satu-satunya fungsi pasif dari empat fungsi tersebut. Kaki mendukung seluruh tubuh. Kedua, adalah keseimbangan
yang
merupakan
fungsi
aktif.
Fungsi
ini
memungkinkan tubuh untuk bergoyang lateral ke tingkat tertentu dan tidak jatuh. Keseimbangan juga membantu tubuh tetap tegak dan memungkinkan kita untuk bekerja melawan gravitasi. Ketiga adalah shock absorption ketika seseorang berlari, berjalan, berdiri, dan lain-lain. Fitur shock absorption pada kaki memungkinkan tekanan gravitasi untuk meminimalkan pada seluruh tubuh kita. Fungsi ke empat adalah penggerak tubuh. Fungsi ini membantu
26
manusia dengan normal gait cycle dan memungkinkan kita untuk mobile (Josepayt, 2007). g. Indeks Masa Tubuh (IMT) adalah nilai yang diambil dari perhitungan antara berat badan dan tinggi badan seseorang dengan rumus: Berat Badan (Kg) IMT = Tinggi Badan2 (m)
Batasan dalam menentukan IMT menurut tabel indeks WHO tahun 2000 adalah berat badan dinyatakan “normal” bila nilai IMT 18.5-24.99, berat badan dinyatakan “overweight” bila nilai IMT 25.00-29.99, berat badan dinyatakan “obesity” bila nilai IMT >30.00, dan berat badan dinyatakan “underweight” bila nilai IMT <18.50 (Purnama et al., 2007). Hasil penelitian menunjukkan bahwa derajat kegemukan memiliki pengaruh yang besar terhadap performa dan kemampuan atlet (Husein, 2006). h. Ketajaman Visus Ketajaman visus juga disebut sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi keseimbangan. Penurunan ketajaman visus, persepsi kedalaman dan sensitifitas kontras berhubungan signifikan dengan jatuh dan dengan instabilitas postural (Husein, 2006). i. Proprioseptif Faktor mempengaruhi
lain
yang
perlu
keseimbangan
diperhatikan
postural
adalah
yang
dapat
gangguan
proprioseptif. Proprioseptif mempunyai peranan penting dalam
27
keseimbangan karena fungsi proprioseptif merupakan faktor independen untuk terjadinya gangguan keseimbangan postural. Meskipun dengan fungsi visual yang baik, orang dengan gangguan proprioseptif secara bermakna mengalami instabilitas postural (Husein, 2006). j. Psikologi Anak laki-laki secara psikologis akan lebih tertarik pada permainan yang memerlukan berbagai jenis gerakan karena sebagian besar anak laki-laki selalu ingin mempertontonkan keterampilan geraknya dalam berbagai situasi (Nusufi, 2012). Kepribadian olahragawan dalam lingkungan sosial tertentu sebagai kesatuan bio-sosial merupakan pusat pelatihan yang memungkinkan perkembangan prestasi baru. Situasi tertentu dapat berkonsentrasi secara maksimal akan mampu menyelesaikan pelatihan dengan baik. Kepercayaan akan kemampuan diri dapat meningkatkan keberanian dalam menyelesaikan pelatihan yang lebih sulit (Santika, 2014). 2.2.4.2 Faktor Eksternal Faktor
eksternal
yang
mempengaruhi
diantaranya
aktivitas fisik. Aktivitas fisik adalah pergerakan tubuh yang secara substansial meningkatkan penggunaan energi dan dapat berupa kegiatan sehari-hari (berjalan, bermain, mengerjakan pekerjaan rumah) maupun aktivitas olahraga (bersepeda, sepak bola). Lord (dalam penelitian Husein, 2006) menyebutkan
28
bahwa stabilitas postural yang tidak baik semata-mata disebabkan oleh kurangnya aktivitas.
2.2.5 Gangguan Keseimbangan Berbagai gangguan perkembangan gerak disebabkan karena keseimbangan yang jelek, yang mana mengakibatkan kesulitan dari banyak perkembangan aktivitas fungsional sehari-hari (Cronin and Rine, 2010). Gangguan keseimbangan dapat disebabkan oleh cedera atau penyakit dari tiga tingkat proses informasi yakni sensory input, sensorimotor integration, dan motor output generation (Kisner and Colby, 2007). Adapun penyakit dari tingkat proses informasi adalah sebagai berikut. a. Gangguan pada sensory input Defisit proprioseptif terlibat sebagai penyebab penurunan keseimbangan menyusul cedera atau penyakit pada ekstremitas dan trunk.
Defisit
pada
somatosensoris,
visual
atau
vestibular
mengakibatkan penurunan pada keseimbangan dan mobilitas. Sensasi somatis yang menurun di ekstremitas bawah disebabkan oleh perifer polineuropatis pada usia lanjut dan penderita diabetes diasosiasikan dengan defisit keseimbangan. Gangguan penglihatan yang disebabkan oleh penyakit, trauma atau penuaan dapat menurunkan keseimbangan dan berisiko untuk jatuh. Individu dengan kerusakan sistem vestibular yang disebabkan oleh cedera otak, infeksi virus atau penuaan mungkin mengalami vertigo dan instabilitas postur.
29
b. Gangguan pada integrasi sensori motor Kerusakan basal ganglia, cerebellum atau area motor suplemental mengganggu proses datangnya informasi sensoris, mengakibatkan kesulitan mengadaptasikan informasi sensoris dalam menanggapi perubahan lingkungan dan terganggunya antisipasi dan reaksi penyesuaian postural. c. Gangguan pada biomekanik dan motor output Defisit dalam komponen motor kontrol keseimbangan dapat disebabkan
oleh
gangguan
sistem
muskuloskeletal
dan
neuromuskuler. Malalignment postur seperti kifosis yang terjadi pada orang tua mengakibatkan COM bergeser dari pusat BOS meningkatkan perubahan pada batas stabilitasnya. Karena kaki beroperasi sebagai rantai tertutup, gangguan LGS atau kekuatan otot di salah satu sendi dapat mengubah postur dan keseimbangan gerakan di seluruh tungkai. Sebagai contoh, pembatasan gerakan pergelangan kaki karena kontraktur, penggunaan ortose pada kaki atau kelemahan pada penggerak dorsi fleksi pergelangan kaki menghilangkan
penggunaan
ankle
strategy
mengakibatkan
peningkatan penggunaan otot panggul dan trunk untuk kontrol keseimbangan. Pada individu dengan kasus neurologis kegagalan untuk menghasilkan kekuatat otot yang adekuat karena abnormalitas tonus atau gangguan koordinasi dari strategi motorik menghambat kemampuan seseorang untuk merekrut otot yang dibutuhkan untuk keseimbangan. Nyeri dapat mengubah batas normal stabilitas
30
seseorang dan jika berlangsung terus menerus mengakibatkan gangguan mobilitas. d. Proses penuaan Proses
penuaan
dapat
mengakibatkan
gangguan
keseimbangan, hal ini disebabkan oleh adanya kemunduran pada semua sistem sensori (somatosensoris, vision, vestibular) dan ketiga tahap proses informasi (proses sensori, integrasi sensorimotor dan motor output). 2.3 Core Stability Exercise 2.3.1 Definisi Core Stability Exercise Core Stability Exercise adalah latihan yang ditujukan pada core muscle yaitu otot-otot abdominal dan lumbopelvic, dimana otot-otot tersebut berfungsi sebagai stabilisator aktif pada daerah core (lumbopelvic-hip complex). Keseimbangan dan stabilitas yang baik adalah ketika center of mass (COM) dan center of gravity (COG) dapat dipertahankan di atas base of support (BOS) (Kisner and Colby, 2007). Daerah core dari tubuh adalah lumbopelvis-hip complex. Termasuk di dalamnya adalah vertebra lumbal, pelvis, hip joint, ligamenligamen dan otot-otot yang menghasilkan atau membatasi gerakan. Stabilitas adalah kemampuan untuk membatasi perpindahan dan menjaga integritas struktural. Core stability adalah kemampuan dari lumbopelvic-hip complex untuk mencegah columna vertebra menekuk dan mengembalikan ke keseimbangan dari berbagai macam gangguan keseimbangan (Milner, 2008).
31
2.3.2 Mekanisme
Core
Stability
Exercise
Dapat
Meningkatkan
Keseimbangan Dinamis Core Stability Exercise bertujuan untuk meningkatkan stabilitas dan keseimbangan dinamis, meningkatkan fungsi sensorimotor, dan memudahkan tubuh untuk bergerak secara efektif dan efisien. Core Stability Exercise dapat meningkatkan kekuatan pada otot-otot postural dan stabilitas pada trunk dan postur sehingga dapat meningkatkan keseimbangan dinamis. Selain itu pada saat terjadi peningkatan core akan diikuti oleh gerakan ekstensi hip, knee, dan peningkatan kekuatan otot-otot ankle dan juga terjadi perbaikan konduktifitas saraf. Pemberian Core Stability Exercise mempunyai hubungan antara core stability dengan hip, knee, dan ankle. Hal ini karena semua bagian pada tubuh terhubung satu sama lain dari area proksimal hingga ke distal, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Selain itu juga sesuai dengan teori iradiasi, yaitu bila terdapat stimulus yang kuat pada satu regio tertentu, maka stimulus tersebut akan disebarkan ke regio lain (terutama regio yang berdekatan dengan regio yang terstimulus tersebut). Jika core kuat maka otot-otot pada hip, knee, dan ankle juga akan menjadi kuat. Dengan adanya Kekuatan pada core, otot-otot hip, knee, dan ankle dapat meningkatkan keseimbangan dinamis. Core stability merupakan kombinasi dari sistem stabilitas global dan lokal. Sistem stabilitas global mengacu pada otot-otot besar dan superfisial yang mengelilingi daerah abdominal dan lumbal, termasuk di dalamnya adalah rectus abdominalis, obliqus external, obliqus internal,
32
quadratus lumborum, erector spine, iliopsoas. Otot-otot tersebut merupakan penggerak utama dari fleksi, ekstensi dan rotasi trunk atau hip. Sistem stabilitas lokal mengacu pada otot-otot intrinsik dan dalam dari dinding perut, termasuk di dalamnya adalah transverse abdominus, multifidus, diapraghma, pelvic floor. Otot-otot ini terkait dengan stabilitas segmental tulang belakang lumbal selama keseluruhan gerakan tubuh dan dimana penyesuaian postural diperlukan (Marshall and Murphy, 2005). Adapun otot-otot yang terkait dengan stabilitas segmental tulang belakang lumbal selama keseluruhan gerakan tubuh dan dimana penyesuaian postural diperlukan adalah sebagai berikut. a. Rectus abdominis Bertanggung jawab untuk gerakan fleksi trunk. Origo terletak di symphysis pubis, pubic crest. Insersio terletak di kartilago kosta ke-5 sampai 7, prosesus xipoideus. Disarafi oleh rami ventral T6/7T12, seperti disajikan pada Gambar 2.7. b. Obliqus external Sebagai penggerak fleksi, lateral fleksi dan rotasi trunk. Origo terletak di batas luar kosta ke-8 dan kartilago kostanya. Insersio terletak di bibir luar dua per tiga anterior dari crista iliaca, abdominal aponeurosis ke linea alba membentang dari prosesus xipoid ke simpisis pubis. Disarafi oleh rami ventral bawah saraf thorak ke-6 (T7-T12), seperti disajikan pada Gambar 2.7.
33
c. Obliqus internal Sebagai penggerak fleksi, lateral fleksi dan rotasi trunk. Origonya terletak di dua per tiga lateral dari ligamentum inguinalis, dua per tiga anterior dari garis menengah crista iliaca, fasia torakolumbalis. Insersionya terletak di bawah kosta 4 dan kartilago kostanya, puncak pubis, abdominal aponeurosis ke linea alba. Obliqus internal disarafi oleh rami ventral bawah saraf torak 6, saraf lumbal pertama, seperti disajikan pada Gambar 2.7.
Gambar 2.7 Anterior view of the abdominal muscle (Cassandra, 2014) d. Quadratus lumborum Sebagai penggerak lateral fleksi trunk, ekstensi vertebra lumbar, kosta ke-12 selama inspirasi. Origonya terletak di ligamen iliolumbalis, bagian posterior dari crista iliaca. Insersio terletak di tepi luar dari kosta ke-12, prosesus transfersus L1-L4. Quadratus lumborum disarafi oleh ventral rami dari T12 dan L1-L3/4.
34
e. Lumbar erector spine Terdiri dari iliocostalis, longissimus dan spinalis. Iliocostalis lumborum, sebagai penggerak ekstensi dan lateral fleksi kolum vertebra, origo terletak di medial dan lateral puncak sacral prosesus spinosus T11-T12, vertebra lumbal dan ligamen supraspinonusnya, bagian tengah crista iliaca. Insersio di sudut bawah rusuk 6 atau 7. Longissimus thoracdis sebagai ekstensor dan lateral fleksor kolumna vertebra. Origo di prosesus transversus dan asesorius vertebra lumbal dan fasia torakolumbal. Insersio di prosesus transversus T1-T12 dan bawah rusuk 9 atau 10. Spinalis sebagai ekstensor kolumna vertebra. Origo di toraksis spinalis-prosesus spinosus T11-T12. Insersio di toraksis spinalis-prosesus spinosus atas vertebra torak 4-8. Lumbar erector spine disarafi oleh rami dorsal. f. Iliopsoas Iliacus merupakan penggerak fleksi dari hip dan trunk. Origo terletak di dua per tiga superior fosa iliaca, bibir bagian dalam crista iliaca, sacrum, bagian depan dari sacroiliaca dan iliolumbar ligament. Insersionya bercampur dengan insersio psoas major sampai trochanter. Iliacus disarafi oleh nerves femoralis (L2, L3). Psoas major, merupakan penggerak fleksi hip dan lumbal. Origo terletak di corpus T12 dan lumbal, dasar dari prosesus transversus vertebra lumbal, discus intervertebra lumbal. Insersio di
35
trochantor. Psoas major disarafi oleh rami anterior dari pleksus lumbal (L1-L3). Psoas minor sebagai penggerak fleksi trunk. Origo di corpus vertebra T12 dan L1 dan diskus intervertebralis. Insersio di pecten pubis, iliopubic eminence, iliac fascia. Psoas minor disarafi ramus anterior (L1). g. Transversus abdominus Meningkatkan tekanan intra abdominal dan mempertahankan otot-otot abdomen. Origo terletak di ligamentum inguinalis, dua per tiga anterior dari bibir dalam puncak iliaka, fasia torakolumbal antara puncak iliaka dan rusuk ke-12, bawah kartilago kosta 6. Insersionya di abdominal aponeurosis sampai linea alba. Tranversus abdominalis disarafi rami ventral dari torak 6 bawah dan saraf lumbal pertama. h. Multifidus Penggerak ekstensi, rotasi dan lateral fleksi vertebra. Berorigo di bagian belakang sacrum, aponeurosis dari erector spine, spina iliaka posterior superior, posterior ligamen sacroiliaka, prosesus mamilaris lumbal, semua prosesus transversus lumbal, prosesus artikularis 4 vertebre cervical bawah. Berinsersio di prosesus spinosus semua vertebre dari L5 sampai aksis. Multifidus disarafi rami dorsal saraf spinalis, seperti disajikan pada Gambar 2.8.
36
Gambar 2.8 Multifidus, diaphragm, pelvic floor muscles (Alva, 2013) i. Diafragma Difragma menarik tendon sentral inferior, mengakibatkan perubahan volume dan tekanan rongga thorax dan abdomen. Diafragma berorigo pada permukaan posterior prosesus xipoideus, bawah kartilago kosta 6 dan sebelah rusuk di setiap sisi, medial dan lateral ligamen arkuata, aspek anterolateral dari tubuh vertebre lumbalis. Insersionya terletak di tendon sentral. Diafragma disarafi oleh saraf frenicus (C3-C5) (Kenyon, 2004), seperti disajikan pada Gambar 2.9.
Gambar 2.9 Diafragma (Putz and Pabst, 2006)
37
j. Pelvic floor Merupakan lapisan otot yang memberikan gerakan pada organ-organ panggul. Kandung kemih dan usus pada pria, kandung kemih, usus dan rahim pada wanita. Membentang dari tulang ekor ke tulang kemaluan dan dari tulang duduk yang satu ke tulang duduk yang lainnya. Kontraksi pada otot-otot ini mengakibatkan kontraksi otot-otot dasar panggul, seperti disajikan pada Gambar 2.8. Penguatan core muscle bukan hanya untuk orang dewasa. Anak-anak perlu memiliki dasar yang kuat dari pusat tubuh. Kekuatan core muscle mendorong semua jenis perkembangan keterampilan dari koordinasi bilateral, postural dan stabilitas untuk keseimbangan dan daya tahan. Semua keterampilan tersebut saling mendukung antara satu dengan yang lainnya, memberikan kontribusi untuk keterampilan motorik kasar dan halus serta mendukung perkembangan
anak
yang
sehat.
Tanda-tanda
anak
yang
membutuhkan penguatan pada core muscle adalah anak yang duduk dengan w-sitting, sikap tubuh yang buruk saat duduk dan berdiri serta anak yang mengalami keterlambatan dalam perkembangan kemampuan motorik (Djrobnjak, 2014). 2.4 Heel Raises Exercise 2.4.1 Definisi Heel Raises Exercise Heel Raises Exercise adalah program latihan untuk meningkatkan kekuatan otot tungkai dengan mengangkat tumit salah satu atau kedua
38
kaki yang dapat memberikan peningkatan pada keseimbangan dinamis (Pujianto, 2009). Dalam jurnal yang tulis oleh Flanagan, S.P., et al., tahun 2005 berdiri sambil berjinjit atau the standing heel raises (dikenal juga dengan nama “calf raises”) adalah latihan untuk meningkatkan kekuatan otot gastrocnemius dan otot plantar fleksor kaki. Gerakan dari heel raises relatif sederhana dengan sedikit atau tanpa alat, dan dapat dilakukan di rumah. Heel Raises Exercise sering digunakan sebagai latihan untuk meningkatkan keseimbangan.
Gambar 2.10 Gastrocnemius muscle (Netter, 2011) Heel Raises Exersice mempunyai kinerja otot yang mengacu pada
kapasitas
otot
untuk
melakukan
pekerjaan.
Meskipun
kesederhanaan definisi, kinerja otot adalah komponen yang kompleks pada gerakan fungsional dan dipengaruhi oleh semua sistem tubuh. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja otot meliputi kualitas morfologi otot seperti neurologis, pengaruh biokimia, dan biomekanik dan metabolik, kardiovaskular, pernapasan, kognitif, dan fungsi emosional.
Untuk
mengantisipasi
seseorang,
merespon,
dan
39
mengendalikan kekuatan yang diterapkan pada tubuh dan melaksanakan tuntutan fisik dari kehidupan sehari-hari dengan cara yang aman dan efisien, otot-otot tubuh harus mampu menghasilkan, mempertahankan, dan mengatur ketegangan otot untuk memenuhi tuntutan tersebut (Kisner and Colby, 2007).
2.4.2 Mekanisme
Heel
Raises
Exercise
Dapat
Meningkatkan
Keseimbangan Dinamis Heel Raises Exercise merupakan latihan yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan otot pada ekstremitas bawah terutama otot gastrocnemius. Heel Raises Exercise dapat meningkatkan kekuatan otot dan stabilitas pada hip, knee, dan ankle karena adanya rangsangan proprioseptif yang ikut meningkat untuk mempertahankan posisi agar tetap seimbang. Pemberian Heel Raises Exercise mempunyai hubungan antara hip, knee, ankle, dan core muscle. Hal ini karena saat melakukan heel raises semua bagian pada tubuh terhubung satu sama lain dari area distal hingga ke proksimal, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Dengan adanya peningkatan kekuatan pada core, otot-otot hip, knee, dan ankle maka keseimbangan dinamis juga akan meningkat.
2.4.3 Adaptasi Fisiologi Heel Raises Exercise Heel Raises Exercise termasuk dalam resistence exercise dimana pengaruh resistence exersice pada rehabilitasi dapat mempengaruhi suatu dampak besar pada semua sistem tubuh. Resistence exersice sama
40
pentingnya bagi pasien dengan kinerja otot yang terganggu dan individu yang ingin meningkatkan atau mempertahankan tingkat kebugaran, meningkatkan kinerja, atau mengurangi risiko cedera (Kisner and Colby, 2007): 1) Neural Adaptations Kegiatan selama 4 sampai 8 minggu latihan dengan sedikit sampai tidak ada bukti serat otot hipertropi. Hal ini juga memungkinkan bahwa peningkatan aktivitas saraf adalah sumber kemajuan tambahan dalam kekuatan di akhir program latihan resistansi bahkan setelah otot hipertropi telah mencapai puncak. 2) Skeletal Adaptations a) Hipertropi Kapasitas
tension-producing
otot
secara
langsung
berkaitan dengan daerah fisiologis dari cross-sectional serat otot individu. Hipertrofi adalah peningkatan ukuran (bulk) dari serat otot individu yang disebabkan oleh peningkatan volume myofibrillar. Setelah periode diperpanjang dari menengah sampai tinggi pada intensitas latihan resistensi, biasanya dengan 4 sampai 8 minggu tetapi sedini mungkin 2 sampai 3 minggu dengan latihan resistensi intensitas sangat tinggi, hipertrofi menjadi
adaptasi
semakin
keuntungan kekuatan otot.
penting
yang
menyumbang
41
b) Adaptasi Tipe Serat Otot Serat otot yang istimewa untuk hipertropi adalah tipe II (phasic) dengan latihan resisten berat. Selain itu, tingkat substansial plastisitas ada di serat ototnya sehubungan dengan kontraktil dan sifat metaboliknya. Transformasi tipe IIB menjadi tipe IIA umumnya dengan latihan daya tahan, serta selama minggu-minggu awal latihan resisten berat, membuat serat tipe II lebih tahan
pada
kelelahan. Ada
beberapa
bukti yang
menunjukkan tipe I menjadi tipe II konversi pada tungkai denervated pada hewan di laboratorium. Namun, ada sedikit atau tidak ada bukti tipe II menjadi tipe I konversi dalam kondisi pelatihan rehabilitasi atau program kebugaran. c) Adaptasi Vascular dan Metabolisme Berlawanan dengan apa yang terjadi dengan latihan daya tahan, ketika otot-otot hipertrofi dengan intensitas tinggi, lowvolume training, capillary bed sebenarnya berkurang karena peningkatan jumlah myofilaments per serat. Perubahan lain yang berhubungan dengan metabolisme, seperti penurunan kepadatan mitokondria, juga terjadi dengan latihan resistensi yang intensitas tinggi. Hal ini terkait dengan penurunan kapasitas oksidatif otot. d) Adaptasi Jaringan Ikat Meskipun bukti terbatas, tampak bahwa tensile strength dari tendon dan ligamen serta tulang dengan latihan resisten yang dirancang
adalah
untuk
meningkatkan
kekuatan
otot.
42
Peningkatan
kekuatan
di
tendon
mungkin
terjadi
pada
sambungan musculotendinous, sedangkan peningkatan kekuatan ligamen dapat terjadi pada ligament-bone interface. Peningkatan tensile strength pada tendon dan ligamen dapat memberikan respon latihan resisten untuk mendukung kekuatan dan ukuran perubahan adaptif dalam otot. Jaringan ikat dalam otot (sekitar serat otot) juga mengental, memberikan lebih banyak dukungan untuk serat membesar. Akibatnya, ligamen dan tendon yang kuat mungkin kurang rentan terhadap cedera sehingga kekuatan jaringan lunak non-contractile dapat berkembang lebih cepat dengan latihan ketahanan eksentrik dibandingkan dengan jenis lain dari latihan resistensi.