BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Air Air merupakan suatu sarana utama untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan, terutama penyakit perut. Peningkatan kualitas air minum dengan jalan mengadakan pengelolaan terhadap air diperlukan terutama apabila air berasal dari air permukaan. Peningkatan kuantitas juga diperlukan karena semakin maju tingkat hidup seseorang, maka akan semakin tinggi pula tingkat kebutuhannya (Sutrisno, 2010).
2.2
Sumber Utama Air Baku
1. Air Angkasa Air hujan jumlahnya sangat terbatas, dipengaruhi oleh musim, jumlah, intensitas dan distribusi hujan, serta letak geografis suatu daerah dan lain-lain. Kualitas air hujan sangat dipengaruhi oleh kualitas udara atau atmosfir di daerah tersebut. Umumnya kualitas air hujan relatif baik, namun kurang mengandung mineral dan sifatnya mirip air suling (Pitojo, 2002). 2. Air Permukaan Kondisi air permukaan sangat beragam karena banyak dipengaruhi oleh banyak hal yang berupa elemen metereologi dan elemen daerah pengairan. Kualitas air permukaan tersebut, tergantung dari daerah yang dilewati oleh air.
Universitas Sumatera Utara
Pada umumnya kekeruhan air permukaan cukup tinggi karena banyak mengandung lempung dan substansi organik. Sehingga ciri air permukaan yaitu memiliki padatan terendap (dissolved solid) rendah dan bahan tersuspensi (suspended solids) tinggi. Atas dasar kandungan bahan terendap dan bahan tersuspensi tersebut maka kualitas air sungai relatif lebih rendah daripada kualitas air danau, rawa, dan reservoir. Air permukaan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, setelah melalui proses tertentu (Pitojo, 2002). 3. Air tanah Air tanah adalah air yang bergerak di dalam tanah, terdapat di antara butirbutir tanah atau dalam retakan bebatuan. Ciri-ciri air tanah yaitu memiliki suspended solid rendah dan dissolved solid tinggi. Permasalah yang timbul pada air tanah adalah tingginya angka kandungan total dissolved solid (TDS), besi, mangan, dan kesadahan air tanah dapat berasal dari mata air kaki gunung, atau di sepanjang aliran air sungai atau berasal dari air tanah dangkal dengan kedalaman 15-30 m, yaitu air sumur gali, sumur bor tangan, serta yang berasal dari tanah dalam yaitu air sumur bor yang dalamnya lebih dari 30 m atau bahkan terkadang mencapai 100 m (Pitojo, 2002).
2.3
Persyaratan Air Minum Di dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 492/MENKES/PER/IV/2010,
persyaratan air minum dapat ditinjau dari parameter fisika, parameter kimia, parameter mikrobiologi, dan parameter radioaktivitas yang terdapat di dalam air minum tersebut.
Universitas Sumatera Utara
1. Parameter Fisika Parameter fisika umumnya dapat diidentifikasi dari kondisi fisik air tersebut. Parameter fisika meliputi bau, kekeruhan, rasa, suhu, warna, dan jumlah zat yang terlarut (TDS) (Mulia, 2005). Air yang baik idealnya tidak berbau, dan harus jernih. Air yang keruh mengandung partikel padat tersuspensi yang dapat berupa zat berbahaya bagi kesehatan manusia. Disamping itu air yang keruh sulit didisinfeksi (Mulia, 2005). Air yang baik idealnya tidak memiliki rasa/tawar. Selain itu juga air yang baik tidak boleh memiliki perbedaan suhu yang mencolok dengan udara sekitar (udara ambien). Di Indonesia, suhu air minum idealnya ±3ºC dari suhu udara. Air yang secara mencolok mempunyai suhu diatas atau dibawah suhu udara berarti mengandung zat-zat tertentu atau sedang terjadi proses biokimia yang mengeluarkan atau menyerap energi dalam air (Mulia, 2005). Padatan terlarut total (Total Dissolved Solid-TDS) adalah bahan terlarut dan koloid berupa senyawa kimia. Bila TDS bertambah, kesadahan akan naik dan mengakibatkan terjadinya endapan/kerak pada perpipaan (Mulia, 2005). 2. Parameter Kimia Parameter kimia dikelompokkan menjadi kimia anorganik dan kimia organik. Dalam standar air minum Indonesia zat kimia anorganik dapat berupa logam, zat reaktif, zat-zat berbahaya dan beracun serta derajat keasaman (pH). Sedangkan zat kimia organik dapat berupa insektisida dan herbisida, zat kimia mudah menguap, zat-zat berbahaya dan beracun maupun zat pengikat oksigen (Mulia, 2005).
Universitas Sumatera Utara
3. Parameter Mikrobiologi Parameter mikrobiologi menggunakan bakteri Coliform sebagai organisme petunjuk (indicator organism). Dalam laboratorium, istilah total coliform menunjukkan bakteri coliform dari tinja, tanah atau sumber alamiah lainnya. Penentuan parameter mikrobiologi dimaksudkan untuk mencegah adanya mikroba patogen di dalam air minum (Mulia, 2005). 4. Parameter Radioaktivitas Apapun bentuk radioaktivitas efeknya adalah sama yakni menimbulkan kerusakan pada sel yang terpapar. Kerusakan dapat berupa kematian dan perubahan komposisi genetik. Kematian sel dapat diganti kembali apabila sel dapat beregenerasi dan apabila tidak seluruh sel mati. Perubahan genetis dapat menimbulkan penyakit seperti kanker dan mutasi (Mulia, 2005).
2.4
Proses Pengolahan Air
2.4.1 Pengertian Pengolahan adalah usaha-usaha teknis yang dilakukan untuk mengubah sifat-sifat suatu zat. Hal ini penting artinya bagi air minum, karena dengan adanya pengolahan ini, maka akan didapatkan suatu air minum yang memenuhi standar air minum yang telah ditentukan (Sutrisno, 2010).
Universitas Sumatera Utara
2.4.2 Metode Pengolahan Air a. Metode-metode pengolahan fisik: 1. Penyaringan Untuk memastikan bahwa satuan-satuan utama dalam suatu instalasi pengolahan bekerja dengan efisien, maka yang perlu dilakukan pembuangan sampah-sampah besar yang mengambang dan terapung. Saringan kasar dari batang-batang yang berjarak kira-kira 0,75 hingga 2 inci (20 hingga 50 mm) dipergunakan disini (Linsley, 1991). 2. Aerasi Menurut Linsley 1991, aerasi adalah suatu bentuk perpindahan gas dan dipergunakan dalam berbagai variasi operasi meliputi sebagai berikut: - Tambahan oksigen untuk mengoksidasi besi dan mangan terlarut - Pembuangan karbondioksida - Pembuangan hidrogen sulfida untuk menghapuskan bau dan rasa - Pembuangan minyak yang mudah menguap dan bahan-bahan penyebab bau dan rasa serupa yang dikeluarkan oleh ganggang serta mikroorganisme - Aerasi dilaksanakan dengan cara membuat air terbuka bagi udara atau dengan memasukkan udara kedalam air. Jenis-jenis utama alat aerasi adalah - Aerator gaya berat misalnya kaskade air terjun atau bidang-bidang miring - Aerator semprotan atau air mancur, dmana air disiramkan ke udara - Penyebar suntikan, dimana udara dalam bentuk gelembung-gelembung kecil disuntikkan kedalam zat cair
Universitas Sumatera Utara
- Aerator mekanis yang meningkatkan pencampuran zat cair dan membuat air terbuka ke atmosfer dalam bentuk butir-butir tetesan 3. Pencampuran Bahan-bahan kimia yang dipergunakan untuk pengolahan air dapat dimasukkan dengan mesin pemasukan larutan atau mesin pemasukan kering. Untuk dapat menjadi efektif, bahan-bahan kimia ini haruslah tersebar dengan baik dalam air dengan pencampuran yang sempurna (Linsley, 1991). 4. Flokulasi Bila bahan-bahan pengental kimia ditambahkan ke air yang mengandung kekeruhan, akan terbentuk kumpulan partikel yang turun mengendap (koagulasi). Untuk melakukan pembuangan kumpulan partikel yang pada awalnya sangat kecil ini, pengadukan cepat harus diikuti dengan suatu jangka waktu pengadukan halus (flokulasi) selama 20 menit hingga 30 menit. Hal ini akan menyebabkan bertumbukannya kumpulan-kumpulan partikel kecil yang akan membentuk partikel-partikel yang lebih besar dan jumlahnya lebih sedikit. Berhubung dengan ukuran dan kerapatannya, partikel-partikel besar ini dapat dibuang dengan pengendapan gaya berat (Linsley, 1991). Flokulasi dapat dilaksanakan dengan mempergunakan berbagai cara, termasuk pemutaran dayung-dayung dengan lambat, pengaliran melalui, di atas dan di bawah kolam-kolam pengaduk dan dengan penambahan suatu gas, biasanya udara. Input tenaga yang dibutuhkan untuk mencapai flokulasi berbedabeda dari kira-kira 1 hingga 2 hp per juta gallon (0,2 hingga 0,4 kw/103 m3) kapasitas tangki flokulator (Linsley, 1991).
Universitas Sumatera Utara
5. Pengendapan Laju pengendapan suatu partikel di dalam air tergantung pada kekentalan dan kerapatan air maupun ukuran, bentuk dan berat jenis partikel yang bersangkutan. Air hangat kurang rapat, sehingga partikel akan mengendap lebih cepat dari pada di dalam air yang dingin. Partikel-partikel anorganik terapung yang terdapat di dalam air mempunyai berat jenis yang berkisar dari 2,65 untuk partikel-partikel pasir yang terlepas, hingga kira-kira 1,03 untuk partikel-partikel lumpur yang terkumpul. Kumpulan-kumpulan kimiawi mempunyai kisaran berat jenis yang serupa, tergantung pada jumlah kandungan air dalam kumpulan itu (Linsley, 1991). Kecepatan mengendap partikel-partikel bulat yang terlepas di air tenang pada suhu 68˚F (20˚C). Kecepatan mengendap di dalam suatu kolam pengendapan akan jauh lebih kecil, karena partikel-partikelnya tidak bulat, adanya perpindahan zat cair ke atas akibat pengendapan partikel-partikel lain serta adanya arus konveksi. Pemurnian air dengan cara pengendapan dimaksudkan untuk menciptakan suatu kondisi sedemikian rupa, sehingga bahan-bahan terapung di dalam air dapat diendapkan ke luar. Kolam pengendapan yang direncanakan dengan baik akan menghilangkan 50-80% bahan padat terapung yang ada di dalam air (Linsley, 1991). 6. Flokulasi dan pengendapan digabungkan Bila mutu air tidak bervariasi besar dan laju aliran cukup seragam, maka tangki gabungan untuk flokulasi dan pengendapan telah dipergunakan dengan
Universitas Sumatera Utara
berhasil. Flokulasi dan pengendapan dilaksanakan dalam suatu tangki tunggal yang bersekat pembagi (Linsley, 1991). 7. Filtrasi Filter yang biasa terdiri dari selapis pasir, atau pasir dan tumbukan batubara yang ditunjang di atas suatu tumpukan kerikil. Suatu lapisan pasir setebal 24-30 inci (60-75 cm) dengan ukuran butir yang seragam (bergaris tengah 0,35-0,45 mm) memberikan hasil yang baik. Pasir itu biasanya diletakkan di atas suatu lapisan kerikil setebal 12-18 inci (30-45 cm) yang butir-butirnya tersusun menurut besarnya. Suatu lapisan batubara antrasit (batubara yang keras dan mengkilat) kadang-kadang dipergunakan di dalam filter (Linsley, 1991). b. Metode-metode pengolahan kimiawi: Koagulasi dan disinfeksi adalah merupakan proses yang paling umum dipergunakan dalam pengolahan air. Pelembutan presipitasi, pertukaran ion, adsorpsi dan oksidasi kimiawi dipergunakan bila kondisi setempat menuntut demikian. 1. Koagulasi Bila bahan-bahan padat terapung di dalam air ukurannya halus atau koloidal, sering dipergunakan bahan-bahan kimia untuk menghilangkan bendabenda terapung dengan lebih sempurna. Koagulan bereaksi dengan air dan partikel-partikel yang membuat keruh untuk membuat endapan flokulan. Selama flokulasi masing-masing partikel kumpulan diubah menjadi partikel-partikel yang lebih besar pada waktu bertumbukan satu sama lain. Partikel-partikel yang lebih besar mempunyai kerapatan yang cukup untuk memungkinkan pembuangannya
Universitas Sumatera Utara
dengan cara pengendapan gravitasi. Koagulan yang paling dikenal adalah alum Al2(SO4)3.18H2O yang bereaksi dengan alkalinitas di dalam air untuk membentuk kumpulan alumunium hidroksida, sesuai dengan persamaan sebagai berikut: Al2(SO4)3. 18H2O + 3Ca(HCO3)2 → 3CaSO4 + 2Al(OH)3 + 6CO2 +18H2O Bila air tidak mengandung alkalinitas yang diperlukan, maka mungkin perlu ditambahkan kapur (CaO) atau abu soda (Na2CO3) disamping alum untuk memperoleh flokulasi yang tepat. Silika yang diaktifkan kadang-kadang ditambahkan ke air untuk menjadi inti bagi pembentukan kumpulan. Dosis alum yang biasa adalah 10 hingga 40 mg/l (kira-kira 75 hingga 300 lb per juta gallon). Jumlah bahan kimia pelengkap yang digunakan tergantung pada sifat air. Ferro sulfat (FeSO4) dan ferri klorida (FeCl3) juga dipergunakan sebagai koagulan. Bahan ini membentuk endapan hidroksida besi. Garam ferro membutuhkan kapur sebagai bahan kimia pelengkap, kalau tidak garam ferro harus diubah ke dalam bentuk ferri dengan menambahkan klorin (Linsley, 1991). 2. Disinfeksi Lebih dari 50% bakteri yang berbahaya di dalam air akan mati dalam waktu 2 hari dan 90% akan mati pada akhir 1 minggu. Klorin telah terbukti merupakan disinfeksi yang ideal. Bila dimasukkan ke dalam air akan mempunyai pengaruh yang segera dan membinasakan banyak makhluk mikroskopis (Linsley, 1991). Dua jenis reaksi akan terjadi bila klorin dimasukkan ke dalam air, yaitu hidrolisis dan ionisasi. Reaksi hidrolisis adalah Cl2
+
Gas klorin
H2O
→
HOCl
+
Cl- + H+
asam hipoklorit
Universitas Sumatera Utara
Reaksi ionisasi adalah HOCl
→
Asam hipoklorit
OCl- +
H+
ion hipoklorit
Karena klorin dalam bentuk asam hipoklorus 40 hingga 80 kali lebih efektif daripada ion hipoklorit, maka disinfeksi dengan klorin akan paling efektif pada nilai-nilai pH yang asam. Klorin cair didapat dalam wadah-wadah bertekanan dan dimasukkan kedalam air melalui suatu klorinator. Klorinator kecil memasukkan gas tersebut secara langsung ke dalam air, sedangkan klorinator besar biasanya melarutkan gas di dalam air, kemudian mengisi larutan itu. Klorinator harus dijaga pada suhu 70ºF (21ºC) untuk mencegah kondensasi gas klorin di pipa-pipa pengisian (Linsley, 1991). Air yang mengalami disinfeksi cukup baik setelah melalui proses klorinasi selama 10 menit akan menghasilkan residu klorin bebas sebanyak 0,2 mg/l. Klorin akan sangat efektif bila pH air rendah (Linsley, 1991). Disinfeksi adalah usaha untuk mematikan mikroorganisme yang masih tersisa dan menyediakan klorin sisa. Sisa klor yang terlalu kecil tidak dapat diandalkan untuk tujuan penyimpanan dan keamanan konsumen (Joko, 2010). Sedangkan sisa klor yang terlalu besar dapat menimbulkan bau tidak enak pada air dan berbahaya bagi kesehatan (Chandra, 2006). Bila persediaan air mengandung fenol, penambahan klorin ke air akan mengakibatkan rasa yang kurang enak akibat pembentukan senyawa klorofenol. Rasa ini dapat dihilangkan dengan menambahkan amoniak sebelum klorinasi.
Universitas Sumatera Utara
Campuran klorin dan ammonia membentuk kloramin, yang merupakan disinfektan, namun tidak seefektif hipoklorit (Linsley, 1991). Klorinasi akhir, yaitu pemakaian klorin setelah pengolahan, merupakan metode yang umum. Klorinasi awal, yaitu pemakaian klorin sebelum pengolahan, akan menyempurnakan koagulasi, mengurangi beban filter dan mencegah tumbuhnya ganggang. Klorinasi awal dan akhir sering dipergunakan bersamasama sehingga meninggalkan residu besar yang berlebihan (superklorinasi) sering dipergunakan untuk menghilangkan rasa dan bau tertentu. Superklorinasi harus diikuti dengan deklorinasi yang biasanya berupa pengolahan dengan sulfur dioksida atau dengan melewatkan air yang bersangkutan melalui suatu filter butiran karbon yang diaktifkan (Linsley, 1991). c. Metode-metode Pengolahan Khusus: 1. Pembuangan rasa dan bau Rasa dan bau di dalam air disebabkan oleh gas-gas terlarut, zat-zat organik hidup, zat-zat organik yang membusuk, limbah industri dan klorin, baik sebagai residu atau dalam gabungan dengan fenol atau bahan-bahan organik yang membusuk. Aerasi, adsorpsi dan oksidasi adalah beberapa metode yang telah dipergunakan untuk menghilangkan rasa dan bau (Linsley, 1991). 2. Pembuangan besi dan mangan Diantara metode yang dipergunakan untuk menghilangkan besi dan mangan adalah oksidasi dan presipitasi, penambahan bahan-bahan kimia dan pengendapan serta filtrasi, filtrasi melalui zeolit mangan, dan pertukaran ion (Linsley, 1991).
Universitas Sumatera Utara
2.5
Klorinasi
2.5.1 Pengertian Klorinasi adalah proses pemberian klorin ke dalam air yang telah menjalani proses filtrasi dan merupakan langkah yang maju dalam proses purifikasi air. Klorin banyak digunakan dalam pengolahan limbah industri, air kolam renang, dan air minum di negara-negara sedang berkembang karena sebagai disinfektan, biayanya relatif lebih murah, mudah, dan efektif. Senyawa-senyawa klor yang umum digunakan dalam proses klorinasi, antara lain, gas klorin, senyawa hipoklorit, klor dioksida, bromin klorida, dihidroisosianurat dan kloramin (Chandra, 2006). Klorinasi akhir, yaitu pemakaian klorin setelah pengolahan, merupakan metode yang umum. Klorinasi awal, yaitu pemakaian klorin sebelum pengolahan, akan menyempurnakan koagulasi, mengurangi beban filter dan mencegah tumbuhnya ganggang (Linsley, 1991). 2.5.2 Kegunaan Klorin Adapun kegunaan dari klorin menurut Chandra, 2006 antara lain: 1. Memiliki sifat bakterisidal dan gerimisidal 2. Dapat mengoksidasi zat besi, mangan, dan hidrogen sulfida 3. Dapat menghilangkan bau dan rasa tidak enak pada air 4. Dapat mengontrol perkembangan alga dan organisme pembentukan lumut yang dapat mengubah bau dan rasa pada air 5. Dapat membantu proses koagulasi
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan fungsi di atas, maka untuk kondisi tertentu chlorinasi juga dapat dibubuhkan sebelum proses pengolahan atau disebut juga dengan proses pre chlorinasi. Sedangkan untuk keperluan disinfeksi, pembubuhan chlorine yang dilakukan di reservoir dikenal sebagai proses post chlorinasi (Darmasetiawan, 2004). 2.5.3 Cara kerja klorin Klorin di dalam air akan berubah menjadi asam klorida. Zat ini kemudian dinetralisasi oleh sifat basa dari air sehingga akan terurai menjadi ion hidrogen dan ion hipoklorit. Reaksi kimia yang terjadi: H2O + Cl2
→
HCl + HOCl
HOCl
→
H+ + OCl-
Klorin sebagai disinfektan terutama bekerja dalam bentuk asam hipoklorit (HOCl) dan sebagian kecil dalam bentuk ion hipoklorit (OCl-). Klorin dapat bekerja dengan efektif sebagai disinfektan jika berada dalam air dengan pH sekitar 7. Jika nilai pH air lebih dari 8,5 maka 90% dari asam hipoklorit itu akan mengalami ionisasi menjadi ion hipoklorit. Dengan demikian, khasiat disinfektan yang dimiliki klorin menjadi lemah atau berkurang (Chandra, 2006). Senyawa klor dalam air akan bereaksi dengan senyawa organik maupun anorganik tertentu membentuk senyawa baru. Beberapa bagian klor akan tersisa yang disebut sisa klor. Pada mulanya sisa klor merupakan klor terikat, selanjutnya jika dosis klor ditambah maka sisa klor terikat akan semakin besar, dan pada suatu ketika tercapai kondisi break point chlorination (titik batas). Pertambahan dosis
Universitas Sumatera Utara
klor setelah titik ini akan memberi sisa klor yang sebanding dengan penambahan klor (Nasrullah, 2005). 2.5.4 Prinsip-prinsip pemberian klorin Terdapat beberapa prinsip yang perlu diperhatikan ketika melakukan proses klorinasi menurut Chandra 2006, antara lain: 1. Air harus jernih dan tidak keruh karena kekeruhan pada air akan menghambat proses klorinasi. 2. Kebutuhan klorin harus diperhitungkan secara cermat agar dapat dengan efektif mengoksidasi bahan-bahan organik dan dapat membunuh kuman patogen dan meninggalkan sisa klorin bebas dalam air. 3. Tujuan klorinasi pada air adalah untuk mempertahankan sisa klorin bebas sebesar 0,2 mg/l di dalam air. Nilai tersebut merupakan margin of safety (nilai batas keamanan) pada air untuk membunuh kuman patogen yang mengkontaminasi pada saat penyimpanan dan pendistribusian air. 4. Dosis klorin yang tepat adalah jumlah klorin dalam air yang dapat dipakai untuk membunuh kuman patogen serta untuk mengoksidasi bahan organik dan untuk meninggalkan sisa klorin bebas sebesar 0,2 mg/l dalam air. 2.5.5 Metode klorinasi Pemberian klorin pada disinfeksi air dapat dilakukan melalui beberapa cara yaitu dengan pemberian gas klorin, kloramin, atau perkloron. Gas klorin merupakan pilihan utama karena harganya murah, kerjanya cepat, efisien, dan mudah digunakan. Gas klorin harus digunakan secara hati-hati karena gas ini beracun dan dapat menimbulkan iritasi pada mata. Alat klorinasi berbahan gas
Universitas Sumatera Utara
klorin ini disebut sebagai chlorinating equipments. Alat yang sering dipakai adalah Paaterson’s Chloronome yang berfungsi untuk mengukur dan mengatur pemberian gas klorin pada persediaan air (Chandra, 2006). 2.5.6 Pendosisan Dosis klor harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: - Harus dilakukan pengukuran DPC (Daya Pengikat Chlor) - Sisa klor antara 0,2 – 0,5 mg/l Prechlorinasi harus dilakukan dengan DPC Penetapan DPC: 1. Siapkan labu erlenmeyer 500 ml/botol yang berisi sebanyak 3 buah 2. Siapkan larutan kaporit 0,1% (0,1 gram/100 ml air) 3. Isi contoh air baku 250 ml yang sudah disaring ke dalam labu erlenmeyer, tambahkan larutan kaporit masing-masing 0,5 ml;0,75 ml;1,0 ml ke dalam labu erlenmeyer 4. Kocok dan simpan di ruang gelap selama 30 menit 5. Periksa dan catat sisa klor dari masing-masing labu erlenmeyer 6. Hitung DPC dengan rumus: DPC = ([ 1000/250 x V x M ] – D) mg/l Keterangan: V = ml larutan kaporit 0,1% yang ditambahkan M = kadar kaporit dalam air (misalnya = 60%) D = sisa klor dalam air
Universitas Sumatera Utara
Pendosisan gas klor: 1. Debit air Instalasi = 1500 l/det 2. Misalnya daya pengikat klor untuk air baku = 1,8 mg/l 3. Sisa klor yang diinginkan 0,7 mg/l 4. Dosis (Rs) = 1,8 mg/l + 0,7 mg/l = 2,5 mg/l 5. Klor aktif gas klor = 99,9% = 100% Jumlah gas klor yang dibutuhkan: = 1500 l/det x 2,5 mg/l = 3,75 g/det = 13,5 kg/jam 2.5.7 Pemeriksaan Konsentrasi Klorin Titik batas (break point) konsentrasi klorin bebas dalam air kurang lebih 0,2 mg/l. Konsentrasi klorin bebas tersebut diukur melalui pemeriksaan Orthotolidine Arsenite (OTA test). Berikut beberapa pemeriksaan yang berkaitan dengan pemastian ada tidaknya klorin dalam air menurut Chandra 2006: 1. Orthotolidine Arsenite Test Orthotolidine Arsenite Test pertama kali dilakukan pada tahun 1918 untuk mengetahui adanya klorin bebas di dalam air. Reagennya berupa bahan Analytical Grade Ortholidine yang dilarutkan dalam 10% asam hipoklorit. Cara pemeriksaannya adalah bahwa sebanyak 0,1 ml larutan OT dimasukkan ke dalam 1 ml sampel air dan diperhatikan reaksi yang terjadi. Jika mengandung klorin, sampel air itu akan berubah warna menjadi kuning. Perubahan warna itu kemudaian dibandingkan dengan warna standar yang tersedia. Kelemahan uji ini adalah bahwa warna kuning dapat dihasilkan
Universitas Sumatera Utara
baik oleh sisa klorin bebas maupun oleh klorin yang terikat (combined chlorine) sehingga pemeriksaan lebih lanjut perlu dilakukan. 2. Orthotolidine Arsenite Test (OTA Tes) Pemeriksaan merupakan modifikasi dari OT Test di atas. Uji ini dapat memisahkan dan bereaksi dengan klorin bebas. Hal yang paling penting adalah bahwa uji ini dapat menentukan konsentrasi atau kadar klorin yang bebas di dalam air. 2.5.8 Dampak Klorinasi Air Proses klorinasi yang dilakukan pada air yang mengandung bahan-bahan organik dengan konsentrasi tinggi akan membentuk senyawa halogen organik yang mudah menguap (volatile halogenated organics), biasa disingkat dengan VHO. Senyawa VHO tersebut sebagian besar ditemukan dalam bentuk trihalomethane (THM). Trihalomethane (THM) dapat ditemukan pada jenis air yang berikut: 1. Air minum Pada hasil pemeriksaan terhadap air minum yang menjalani proses klorinasi, baik dengan gas klorin, natrium hipoklorit (NaClO), maupun dengan klor dioksida (ClO2), ditemukan adanya senyawa THM. Padahal, sebelum menjalani proses klorinasi, kandungan bahan organik air tersebut telah dihilangkan dan hasil analisis sebelumnya menunjukkan ketiadaan THM. Kadar THM maksimum yang terdeteksi adalah 41,8 µg/l (Chandra, 2006).
Universitas Sumatera Utara
2. Air kolam renang Pada pemeriksaan terhadap air kolam renang yang telah menjalani disinfeksi, juga didapat senyawa THM dengan kadar yang lebih tinggi daripada kadar THM dalam air minum. Kondisi tersebut akibat lebih besarnya kandungan bahan organik dalam air kolam renang, selain bahan organik juga berasal dari keringat dan urin orang yang berenang. Kadar THM maksimum dalam udara di atas permukaan kolam renang mencapai 787 µg/m3 (Chandra, 2006). 3. Air permukaan dan air tanah Air tanah di beberapa wilayah mengandung bahan organik dalam konsentrasi yang tinggi yang dapat membahayakan kesehatan. Dalam tubuh manusia lebih dari 50,6% THM akan diubah menjadi CO2, tetapi kondisi ini bergantung pada kepekaan individu. Dampak yang paling cepat pada kesehatan adalah hilangnya kesadaran, yang dapat diikuti dengan keadaan koma dan kematian. Kadar total THM 30 µg/l dalam air minum telah direkomendasikan dengan konsumsi rata-rata 2 liter/hari (Chandra, 2006). Seperti dikatakan di atas, proses klorinasi pada air yang mengandung bahan organik dapat mengakibatkan terbentuknya trihalomethane (THM) yang berbahaya bagi kesehatan. Untuk menurunkan konsentrasi THM dalam air yang akan menjalani klorinasi harus dihilangkan dahulu penyebabnya, yaitu zat-zat organik (Chandra, 2006).
Universitas Sumatera Utara