BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Udara Polusi atau pencemaran udara adalah dimasukkannya komponen lain kedalam udara, baik oleh kegiatan manusia secara langsung atau tidak langsung maupun proses alam sehingga kualitas udara turun sampai kelingkungan tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Setiap substansi yang bukan merupakan bagian dari komposisi udara normal disebut sebagai polutan (Chandra, 2006: 75-76). Pencemaran udara menyebabkan kualitas udara menurun dan tidak sesuai yang dipersyaratkan. Persyaratan kualitas udara meliputi kualitas udara emisi dan ambien. Dalam mencapai kualitas udara yang diinginkan, maka perlu dilakukan upaya-upaya pengendalian pencemaran udara adalah pengukuran dan pemantauan terhadap kualitas udara tersebut (Akuba, 2008:71). Polusi udara merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting. Dampak buruk polusi udara pada kesehatan mulai banyak dibicarakan setelah timbulnya beberapa kejadian di Belgia tahun 1930, di Pensylvania tahun 1948 dan di London pada tahun 1952. Pada kejadian - kejadian tersebut, timbul stagnansi udara yang mengakibatkan peningkatan jumlah bahan polutan di udara, khususnya sulfur dioksida dan partikel lainnya dengan peningkatan angka kematian secara tajam (Aditama dalam Khumaidah, 2009). Pencemaran udara pada prinsipnya dapat terjadi dimana saja termasuk areal pertukangan kayu. Pencemaran udara adalah adanya bahan-bahan asing di dalam
9
10
udara yang menyebabkan perubahan susunan udara dari keadaan normal. Penyebab pencemaran udara beragam baik secara alamiah maupun pencemaran karena ulah manusia. Pencemaran udara pada areal pertukangan kayu dapat bersumber secara alamiah, seperti debu yang berterbangan akibat tiupan angin, dan dari aktivitas mesin-mesin yang mengeluarkan angin dan menyebabkan debu berterbangan, baik dalam maupun luar ruangan. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan di areal pertukangan kayu yang berpotensi terhadap pencemaran udara adalah melalui proses pemotongan, pengetaman dan penghalusan atau pengamplasan (Wenang, 2006:70). Ada beberapa jenis bahan pencemar udara yang sering ditemukan yakni: 2.1.1 Nitrogen Oksida (NOx) Nitrogen oksida adalah kelompok gas yang terdapat di atmosfer, terdiri dari gas nitrit oksida (NO) dan Nitrogen Dioksida (NO2). NO merupakan gas yang tidak berwarna yang dapat menyerap sinar ultra violet dan tidak berbau, Sebaliknya NO2 mempunyai warna coklat kemerahan dan berbau tajam (Kristanto, 2004:106). Nitrogen oksida memainkan peran penting dalam perubahan iklim di bumi. Nitrogen oksida merupakan gas yang toksik bagi manusia dan umumnya mengganggu sistem pernapasan (Mulia, 2005:18). 2.1.2 Sulfur Oksida (SOx) Belerang oksida atau yang sering ditulis dengan SOx terdiri atas gas sulfur Dioksida (SO2) dan gas sulfur Trioksida (SO3) yang keduanya mempunyai sifat yang berbeda, sulfur dioksida mempunyai karakteristik bau yang tajam dan tidak
11
terbakar di udara, sedangkan sulfur trioksida merupakan komponen yang tidak reaktif (Mulia, 2005:18). 2.1.3 Karbon Monokksida (CO) Karbon monoksida adalah suatu gas yang tak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa diproduksi oleh proses pembakaran yang tidak sempurna dari bahanbahan yang mengandung karbon (Mulia, 2005:17). 2.1.4 Partikulat/Debu Partikel adalah pencemar udara yang dapat berada bersama-sama dengan bahan atau bentuk pencemar lainnya. Partikel dapat diartikan secara murni atau sempit sebagai bahan pencemar yang berbentuk padatan (Mulia, 2005:21). Partikulat debu melayang merupakan campuran yang sangat rumit dari berbagai senyawa organik dan anorganik yang terbesar di udara dengan diameter yang sangat kecil, mulai dari < 1 mikron sampai dengan maksimal 500 mikron. Partikulat debu tersebut akan berada di udara dalam waktu yang relatif lama dalam keadaan melayang-layang diudara dan masuk kedalam tubuh manusia. dalam saluran pernapasan (Kristanto, 2004:112). 2.2 Debu Debu adalah partikel-partikel zat yang disebabkan oleh pengolahan, penghancuran, pelembutan, pengepakan dan lain-lain dari bahan-bahan organik maupun anorganik, misalnya batu, kayu, bijih logam, arang batu, butir-butir zat padat dan sebagainya (Suma’mur dalam Mayasari, 2010). Debu umumnya berasal dari gabungan secara mekanik dan meterial yang berukuran kasar yang melayanglayang di udara yang bersifat toksik bagi manusia.
12
Debu adalah partikel padat yang dapat dihasilkan oleh aktivitas manusia dan alam. Debu yang dihasilkan oleh aktivitas manusia sebagai proses pemecahan suatu bahan seperti grinding (penggerendaan), blasting (penghancuran), drilling (pengeboran) dan puverizing (peledakan) (Wenang, 2006:69). Ukuran debu 1 mikron sampai dengan 500 mikron. Dalam kasus pencemaran udara baik dalam maupun di ruang gedung, debu dijadikan salah satu indikator pencemaran yang digunakan untuk menunjukan tingkat bahaya baik terhadap lingkungan maupun terhadap kesehatan dan keselamatan kerja (Prayudi, 2001:69). 2.2.1 Sifat Dan Karakteristik Debu Menurut Departemen Kesehatan RI yang dikutip oleh Sitepu dalam Mayasari (2010), partikel-partikel debu di udara mempunyai sifat: 1. Sifat Pengendapan Adalah sifat debu yang cendrung selalu mengendap proporsi partikel yang lebih daripada yang ada di udara. 2. Sifat Permukaan Basah Permukaan debu akan cendrung selalu basah, dilapisi oleh lapisan air yang sangat tipis. Sifat ini penting dalam pengendalian debu di dalam tempat kerja. 3. Sifat Penggumpalan Oleh karena permukaan debu yang selalu basah maka dapat menempel antara debu satu dengan yang lainnya sehingga menjadi menggumpal Turbuelensi udara membantu meningkatkan pembentukkan gumpalan.
13
4. Sifat Listrik Statis Sifat listrik statis yang dimiliki partikel debu dapat menarik partikel lain yang berlawanan sehingga mempercepat terjadinya proses penggumpalannya. 5. Sifat Optis Partikel debu yang basah/lembab dapat memancarkan sinar sehingga dapat terlihat di dalam kamar yang gelap. Partikel debu yang berdiameter lebih besar dari 10 mikron dihasilkan dari proses-proses mekanis seperti erosi angin, penghancuran dan penyemprotan , dan pelindasan benda-benda oleh kendaraan atau pejalan kaki. Partikel yang berdiameter antara 1-10 mikron biasanya termasuk tanah dan produk-produk pembakaran dari industri lokal. Partikel yang mempunyai diameter 0,1-1 mikron terutama merupakan produk pembakaran dan aerosol fotokimia (Fardiaz dalam Simatupang, 2012). 2.2.2 Jenis – jenis Debu Jenis debu terkait dengan daya larut dan sifat kimianya. Adanya perbedaan daya larut dan sifat kimiawi ini, maka kemampuan mengendapnya di paru juga akan berbeda pula. Demikian juga tingkat kerusakan yang ditimbulkannya juga akan berbeda-beda pula. Faridawati dalam Mayasari (2010) mengelompokkan partikel debu menjadi dua yaitu debu organik dan anorganik. a)
Jenis debu organik:
1.
Alamiah:
a.
Fosil:Batu bara, Karbon hitam, arang
b.
Tumbuhan: padi, alang-alang, debu kayu
14
2.
Sintetik:
a.
Plastik
b.
Reagen: pelarut organik
b) Jenis-jenis Debu Anorganik: 1.
Silika Bebas, debu silika bebas dapat berupa:
a.
Crystaline: Quarz, Trymite Cristobalite
b.
Amorphous: Silika, gel
2.
Silika
a.
Fibosis; asbestosis. Silinamite, Talk
b.
Lain-lain: mika, kaolin, debu semen.
3.
Metal
a.
Inert: besi, berilium, titanium
b.
Bersifat keganasan: Arsen, kobalt
2.2.3 Sumber-sumber debu Debu yang terdapat di dalam udara terbagi dua, yaitu deposite particulate matter adalah partikel debu yang hanya berada sementara di udara, partikel ini segera mengendap karena ada daya tarik bumi. Suspended particulate matter adalah debu yang tetap berada di udara dan tidak mudah mengendap (Yunus dalam Khumaidah 2009). Sumber-sumber debu dapat berasal dari udara, tanah, aktivitas mesin maupun akibat aktivitas manusia yang tertiup angin. Debu seperti debu kayu, debu asbes dan debu silika merupakan debu yang dihasilkan dari proses pengolahan yang berbahan baku kayu, asbes dan juga silika
15
yang biasanya terdapat di industri - industri mebel, perbaikan kapal yang menggunakan asbes dan juga silika (Suma’mur,1996:136). 2.2.4 Nilai Ambang Batas (NAB) Debu Nilai Ambang Batas adalah standar faktor bahaya di tempat kerja sebagai pedoman pengendalian agar tenaga kerja masih dapat menghadapinya tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak lebih dari 8 jam sehari atau 40 jam seminggu. Kegunaan NAB ini sebagai rekomendasi pada praktek higene perusahaan dalam melakukan penatalaksanaan lingkungan kerja sebagai upaya untuk mencegah dampaknya terhadap kesehatan (SE.01/Men/1997). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia PP No.41 Tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran udara dimana nilai baku mtu yang disyaratkan untuk kadar debu di lingkungan kerja yaitu 230 µg/Nm3. Nilai baku mutu menunjukkan kadar dimana manusia dapat bereaksi fisiologis terhadap suatu zat. 2.2.5 Pengukuran Kadar Debu di Udara Pengukuran kadar debu di udara bertujuan untuk mengetahui apakah kadar debu pada suatu lingkungan kerja berbeda konsentrasinya sesuai dengan kondisi lingkungan kerja yang aman dan sehat bagi pekerja. Dengan kata lain, apakah kadar debu tersebut berada di bawah atau di atas nilai ambang batas (NAB) debu udara. Hal ini penting dilaksanakan mengingat bahwa hasil pengukuran ini dapat dijadikan pedoman pihak pengusaha maupun instansi terkait lainnya dalam membuat kebijakan yang tepat untuk menciptakan lingkungan kerja yang sehat
16
bagi pekerja, sekaligus menekan angka prevalensi penyakit akibat kerja (Mayasari, 2010). Pengambilan/pengukuran kadar debu di udara biasanya dilakukan dengan metode gravimetric, yaitu dengan cara menghisap dan melewatkan udara dalam volume tertentu melalui saringan serat gelas/kertas saring. Alat-alat yang biasa digunakan untuk pengambilan sampel debu total (TSP) di udara seperti: 1. High Volume Air Sampler Alat ini menghisap udara ambien dengan pompa berkecepatan 1,1 - 1,7 m³/menit, partikel debu berdiameter 0,1-10 mikron akan masuk bersama aliran udara melewati saringan dan terkumpul pada permukaan serat gelas. Alat ini dapat digunakan untuk pengambilan contoh udara selama 24 jam, dan bila kandungan partikel debu sangat tinggi maka waktu pengukuran dapat dikurangi menjadi 6 - 8 jam. 2. Low Volume Air Sampler Alat ini dapat menangkap debu dengan ukuran sesuai yang kita inginkan dengan cara mengatur flow rate 20 liter/menit dapat menangkap partikel berukuran 10 mikron. Dengan mengetahui berat kertas saring sebelum dan sesudah pengukuran maka kadar debu dapat dihitung. 3. Low Volume Dust Sampler Alat ini mempunyai prinsip kerja dan metode yang sama dengan alat low volume air sampler.
17
4. Personal Dust Sampler (LVDS) Alat ini biasa digunakan untuk menentukan Respiral Dust (RD) di udara atau debu yang dapat lolos melalui filter bulu hidung manusia selama bernafas. Untuk flow rate 2 liter/menit dapat menangkap debu yang berukuran < 10 mikron. Alat ini biasanya dugunakan pada lingkungan kerja dan dipasang pada pinggang pekerja karena ukurannya yang sangat kecil. 2.3 Debu Kayu Debu kayu adalah partikel-partikel zat padat (kayu) yang dihasilkan oleh kekuatan-kekuatan alami atau mekanik seperti pada pengolahan, penghancuran, pelembutan, pengepakan yang cepat, peledakan dan lain-lain dari bahan-bahan organik maupun anorganik misalnya kayu, biji logam dan arang batu (Yunus dalam Khumaidah, 2009:40). Malaka dalam khumaidah (2009) Debu industri yang terdapat dalam udara terbagi 2 yaitu: 1. Deposit particulate matter Partikel debu yang hanya berada sementara di udara, partikel ini segera mengendap karena daya tarik bumi 2. Suspended particulate matter Partikel debu yang tetap berada di udara dan tidak mudah mengendap. Debu kayu (saw dust) merupakan salah satu masalah utama pada industry woodworking. Industri woodworking memang merupakan industri low tech yang berisik, kotor dan mempunyai tingkat polusi yang tinggi. Salah satu polusi yang dihasilkan dari industry woodworking adalah debu kayu (saw dust) yang
18
ditimbulkan dari proses pengolahan kayu mulai dari penggergajian, pemotongan dan pengamplasan. Debu-debu dari kayu tersebut bisa mengganggu kesehatan manusia dengan cara: terhirup oleh pernapasan, terkena mata atau masuk telinga. Debu kayu tersebut bahkan sudah cukup mengganggu dan isa menimbulkan alergi hanya dengan mengenai kulit manusia saja (Sigit, 2013) 2.4 Produksi Industri Mebel Kayu 2.4.1 Bahan baku yang digunakan Bahan baku yang dipergunakan dalam pembuatan mebel kayu oleh perusahaan sektor formal tersebut adalah kayu mahoni dan kayu jati. Jenis kayu keras yang dipergunakan untuk kayu mahoni dan kayu jati. Jenis kayu keras yang dipergunakan untuk mebel pada umumnya diawetkan secara alamiah melalui bentuk pengeringan. Kayu balok biasanya terdiri kayu keras semata dan digunakan sebagai rangka utama suatu mebel, sedangkan kayu papan sering merupakan kayu gubal atau kayu keras dan dipakai sebagai dinding dan alas suatu mebel (Khumaidah, 2009). 2.4.2 Mesin dan peralatan Khumaidah (2009) menjelaskan bahwa mesin dan peralatan yang banyak digunakan pada pembuatan mebel kayu adalah kegiatan penggergajian / pemotongan,
pengetaman,
pemotongan
bentuk,
pelubangan,
pengukiran,
pengeluran, penyambungan, pengamplasan dan pengecatan. Adapun mesin dan peralatan yang banyak dipergunakan adalah sebagai berikut:
19
a. Circular sawing machine b. Mesin ketam c. Mesin pembentuk kayu (band saw) d. Drilling machine e. Srew driver/obeng angan f. Compressor g. Jing saw h. Hack saw i. Tatah kuku/datar j. Sprayer k. Palu besi/kayu 2.4.3 Proses produksi Mebel Kayu Menurut Khumaidah (2009) pada dasarnya pembuatan mebel dari kayu melalui lima proses utama yaitu penggergajian kayu, penyiapan bahan baku, proses penyiapan komponen, proses perakitan dan pembentukan (bending) dan proses akhir (finishing). Kelima langkah tersebut dapat dijabarkan dengan langkah-langkah sebagi berikut: a.
Penggergajian Kayu Untuk industri besar, bahan baku kayu tersedia dalam bentuk kayu gelondong
sehingga masih perlu mengalami penggergajian agar ukurannya menjadi lebih kecil seperti balok dan papan. Pada umumnya, pembuatan balok dan papan dikerjakan dengan menggunakan gergaji secara mekanis atau gergaji besar secara manual.
20
b.
Penyiapan bahan Baku Penyiapan bahan baku pertama, menyiapkan papan dan balok kayu yang
sudah digergaji dan dipotong menutut ukuran komponen mebel yang hendak diproses untuk pembuatan mebel. Proses ini dilakukan dengan menggunakan gergaji biak dalam bentuk manual maupun mekanik, sehingga menghasilkan banyak debu kayu. c.
Penyiapan Komponen Penyiapan bahan baku kedua, kayu yang sudah dipotong menjadi ukuran
dasar sebagai mebel kemudian dibentuk menjadi komponen-komponen mebel sesuai yang dikehendaki dengan cara memotong, melubangi, mengukir sehingga kayu menjadi komponen mebel yang diinginkan. Dalam tahap ini terbentuk banyak debu kayu dan potongan kayu yang umumnya berukuran lebih kecil. d.
Perakitan dan Pembentukan Komponen mebel yang sudah jadi, dipasang dan dihubungkan satu sama lain
hingga membentuk mebel sesuai pesanan. Pemasangan ini dilakukan dengan menggunakan peralatan manual maupun mekanik serta lem untuk merekatkan hubungan antar komponen. Perakitan ini dapat dibedakan atas dua macam, yaitu perakitan permanen dan perakitan sementara. Pada perakitan permanen, komponen mebel itu dipasang menjadi mebel secara tetap dan umumnya menggunakan sekrup, paku dan lem. Biasanya komponen yang dirakit permanen akan dicat setelah perakitan karena pengecatan sebelum perakitan dapat merusak cat pada saat perakitan permanen. Sedangkan perakitan
21
sementara, komponen dirakit untuk pengepakan. Hubungan antara komponen itu akan menggunakan baut dan sekrup. Maksud perakitan sementara adalah untuk melihat kerapihan antar komponen tersebut sesuai bentuk yang diinginkan. Biasanya untuk pemasangan mebel sementara, komponen yang sudah dicat sebelumnya. Proses perakitan ini tidak banyak debu yang dapat dibentuk. Kalaupun ada, hal tersebut terutama berasal perakitan yang mungkin diperlukan untuk menyesuaikan hubungan antar komponen. e.
Penyelesaian akhir Kegiatan yang dilakukan pada penyelesaian akhir meliputi:
1) Pengamplasan/ penghalusan permukaan mebel 2) Pendempulan lubang dan sambungan 3) Pemutihan mebel 4) Pengkilapan dengan menggunakan wax Bagian ini banyak menimbulkan debu kayu yang berterbangan di udara, Komponen mebel yang telah diwax siap untuk dipacking diruang finishing. Proses ini sangat penting karena langsung berpengaruh terhadap permukaan mebel untuk menarik pembeli. f.
Pengepakan (packing) Proses pengepakan atau packing merupakan langkah penyiapan mebel untuk
segera dipasarkan, berguna untuk mencegah kerusakan mebel yang akan masuk kedalam kontainer, sehingga didalam perjalanan sampai ke tempat pemesan akan dalam kondisi yang baik.
22
2.5 Pekerja Mebel Perajin atau pekerja mebel kayu adalah pekerja sektor informal yang menggunakan berbagai jenis kayu sebagai bahan baku utama dalam proses produksinya serta menerapkan cara kerja yang bersifat tradisional. Pada dasarnya, pembuatan meubel dari kayu melalui lima proses utama, yaitu proses penggergajian kayu, penyiapan bahan baku, proses penyiapan komponen, proses perakitan dan pembentukkan (bending) serta proses akhir (finishing). 2.5.1 Bahaya potensial dan akibatnya 1.
Penggergajian
a. Debu kayu Debu kayu yang terjadi akibat proses penggergajian dapat masuk kedalam tubuh melalui saluran pernafasan dan dapat pula menyebabkan allergi terhadap kulit. Dampak negatif dari debu terhadap kesehatan dapat berupa : 1) Iritasi dan allergi terhadap saluran pernafasan, 2) Allergi terhadap kulit.
b. Bising Kegiatan penggergajian, pemotongan, pelubangan, dan penyambungan umumnya akan menimbulkan kebisingan yang dapat menyebabkan gangguan aktivitas, konsentrasi dan pendengaran, gangguan pendengaran yang timbul pada awalnya masih bersifat sementara, tetapi pada pemajanan tingkat kebisingan tertentu, misalnya lebih dari 85 dB (A) dan dalam waktu yang lama, dapat menyebabkan kerusakan pendengaran yang menetap sehingga menyebabkan tuli yang tidak diobati dari pekerja yang bersangkutan.
23
c.
Posisi kerja yang tidak benar / tidak ergonomis (seperti jongkok, membungkuk akan menimbulkan nyeri otot dan punggung).
2. a.
Penyiapan bahan baku / penyiapan komponen Debu kayu Debu dan partikel kecil kayu banyak terjadi pada kegiatan ini yaitu pada proses pemotongan kayu sebagai persiapan komponen meubel, juga pada proses pembentukkan kayu. Debu kayu ini dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan, serta dapat pula menyebabkan iritasi dan allergi terhadap saluran pernafasan dan kulit.
b.
Kebisingan Kebisingan yang ditimbulkan pada proses ini dapat menyebabkan gangguan aktivitas, konsentrasi dan pendengaran, baik sementara maupun tetap. Akibat cara kerja yang kurang konsentrasi dapat menimbulkan kecelakaan / bahaya seperti tertusuk paku, sekrup dan lain-lainnya.
c.
Sikap dan posisi kerja yang tidak benar Sikap dan posisi kerja yang tidak benar / tidak ergonomis (seperti jongkok, membungkuk) akan menimbulkan nyeri otot dan punggung serta gangguan fungsi dan bentuk otot
d.
Cara kerja Cara kerja kurang hati-hati dapat menimbulkan luka terpukul, tersayat atau tertusuk.
24
3.
Penyerutan dan Pengamplasan
a.
Debu Debu yang terjadi akibat proses penyerutan dan pengamplasan dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan serta dapat menyebabkan allergi pada kulit. Dampak negatif terhadap kesehatan dapat berupa : 1) Iritasi dan allergi saluran pernafasan, 2) Allergi terhadap kulit.
b. Cara kerja yang kurang hati-hati akan menimbulkan luka tersayat , tertusuk , dan terpukul. 4. a.
Perakitan Kebisingan Suara bising berupa ketukan dan suara nyaring lainnya dapat mengganggu konsentrasi, aktivitas dan gangguan pendengaran. Akibat cara kerja yang kurang konsentrasi dapat menimbulkan kecelakaan / bahaya seperti tertusuk paku, sekrup dan lain-lainnya.
b.
Posisi kerja Posisi kerja yang tidak benar / tidak ergonomis (seperti jongkok, membungkuk) akan menimbulkan nyeri otot dan punggung.
5. Pemutihan / Pengecatan a.
Uap cat Uap cat / zat kimia seperti H2O2, thinner, sanding sealer, melamic clear, wood stain serta jenis cat lainnya dapat mengakibatkan:
25
1) Peradangan pada saluran pernafasan, dengan gejala batuk, pilek, sesak
nafas, demam. 2) Iritasi pada mata dengan gejala mata pedih, kemerahan, berair. b.
Posisi
kerja
yang
tidak
benar/tidak
ergonomis
(seperti
jongkok,
membungkuk) akan menimbulkan nyeri otot dan punggung. 2.5.2 Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Upaya pencegahan yang dapat dilakukan untuk meminimalkan resiko gangguan kesehatan pekerja meubel antara lain : 1.
Kebisingan a. Mengurangi kebisingan pada sumbernya dengan cara : 1) Memberi sekat (dari bahan kain, gabus atau karet pada landasan mesin,
penempaan atau lainnya). 2) Penanaman pohon di sekitar tempat kerja. 3) Penempaan dilakukan pada ruangan tersendiri atau ruang kedap suara.
b. Mengatur lama waktu kerja agar tidak melebihi dari ambang batas kebisingan yang diperkenankan, misalnya: 1) 85 db ( A) untuk 8 Jam pemajanan. 2) 90 db ( A) untuk 4 jam pemajanan. 3) 95 db ( A ) untuk 2 Jam pemajanan, dan seterusnya. c. Menggunakan sumbat telinga (ear plugs) atau tutup telinga (ear muffs) pada waktu bekerja di tempat bising, karena alat tersebut mampu mengurangi intensitas bising sampai sekitar 25 – 40 db (A).
26
2. Uap Logam / Zat-zat kimia a. Posisi kerja menghadap searah dengan arah angin. b. Menggunakan masker penutup mulut dan hidung. c. Tidak merokok sewaktu kerja. d. Tata udara yang baik di tempat kerja dan menggunakan cerobong asap di atas tungku. e. Pengaturan waktu kerja agar pekerja tidak terlalu terpapar oleh uap logam atau zat-zat kimia. f. Bila timbul gejala gangguan saluran pernafasan segera periksakan ke sarana kesehatan. 3. Sikap kerja yang tidak benar (tidak ergonomis) a. Menyesuaikan alat kerja dengan postur tubuh pekerja sesuai dengan jenis dan sifat pekerjaan masing-masing, sehingga pekerjaan dapat dilakukan dengan posisi duduk atau berdiri, misalnya : 1) Duduk dikursi dan menggunakan meja yang sesuai : tingginya untuk tempat peralatan kerja. 2) Berdiri tegak, dengan peralatan kerja diatas meja yang sesuai fungsinya. 3) Pekerja tidak membungkuk , jongkok atau duduk dilantai dan memaksakan posisi tubuh pada keadaan alami. 4) Usahakan istirahat atau mengganti posisi kerja secara berkala. b.
Melakukan latihan pada otot yang mengalami gangguan.
c.
Rujuk ke Puskesmas atau sarana kesehatan terdekat.
27
2.6 Paparan Debu 2.6.1 Lama Paparan Lama kontak merupakan jangka waktu pekerja berkontak dengan bahan kimia dalam hitungan jam/hari. Lama kontak antar pekerja berbeda-beda, sesuai dengan proses pekerjaannya. Lama kontak mempengaruhi kejadian penyakit kulit akibat kerja. Lama kontak dengan bahan kimia akan meningkatkan terjadinya penyakit kulit akibat kerja. Semakin lama kontak dengan bahan kimia, maka peradangan atau iritasi kulit dapat terjadi sehingga menimbulkan kelainan kulit (Fatma dalam Suryani, 2011). 2.6.2 Masa kerja Masa kerja penting diketahui untuk melihat lamanya seseorang telah terpajan dengan bahan kimia. Masa kerja merupakan jangka waktu pekerja mulai terpajan dengan bahan kimia sampai waktu penelitian. Menurut Handoko dalam Suryani (2011) lama bekerja adalah suatu kurun waktu atau lamanya tenaga kerja itu bekerja di suatu tempat. Masa kerja mempengaruhi kejadian penyakit kulit akibat kerja. Semakin lama masa kerja seseorang, semakin sering pekerja terpajan dan berkontak dengan bahan kimia. Lamanya pajanan dan kontak dengan bahan kimia akan meningkatkan terjadinya penyakit kulit akibat kerja. Suma’mur (1996) menyatakan bahwa semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut. Pekerja yang lebih lama terpajan dan berkontak dengan bahan kimia menyebabkan kerusakan sel kulit bagian luar, semakin lama terpajan maka
28
semakin merusak sel kulit hingga bagian dalam dan memudahkan untuk terjadinya penyakit dermatitis (Fatma dalam suryani, 2011). 2.6.3 Penggunaan alat pelindung diri Alat Pelindung Diri (APD) adalah peralatan keselamatan yang harus digunakan oleh pekerja apabila berada pada suatu tempat kerja yang berbahaya. Semua tempat yang dipergunakan untuk menyimpan, memproses dan membuang bahan kimia dapat dikategorikan sebagai tempat kerja yang berbahaya. Perusahaan wajib menyediakan APD sesuai dengan potensi bahaya yang ada (Cahyono AB dalam Suryani, 2011). Penggunaan APD salah satu cara untuk mencegah terjadinya Penyakit kulit, karena dengan mengunakan APD dapat terhindar dari cipratan bahan kimia dan menghindari kontak langsung dengan bahan kimia. Berikut merupakan jenis alat pelindung diri yang perlu digunakan pada pekerjaan yang berhubungan dengan bahan kimia, yaitu: 1.
Alat Pelindung Pernafasan Merupakan alat yang berfungsi untuk melindungi pernafasan terhadap gas,
uap, debu, atau udara yang terkontaminasi di tempat kerja yang bersifat racun, korosi maupun rangsangan. Alat pelindung pernafasan dapat berupa masker yang berguna mengurangi debu atau partikel-partikel yang lebih besar yang masuk kedalam pernafasan. 2. Alat Pelindung Tangan Alat ini berguna untuk melindungi tangan dari bahan-bahan kimia, bendabenda tajam, benda panas atau dingin dan kontak arus listrik. Alat pelindung ini
29
dapat terbuat dari karet, kulit, dan kain katun. Sarung tangan untuk kontak dengan bahan kimia terbuat dari vinyl dan neoprene dan bentuknya menutupi lengan. 3.
Alat Pelindung Kaki Alat ini berguna untuk melindungi kaki dari benda-benda tajam, larutan
kimia, benda panas dan kontak listrik. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) sangat penting untuk melindungi tubuh dari bahaya pekerjaan yang dapat mengakibatkan penyakit atau kecelakaan kerja. Agar terhindar dari cipratan bahan kimia dan menghindari kontak langsung dengan bahan kimia perlu menggunakan APD seperti pakaian pelindung, sarung tangan, masker dan safety shoes. Penggunaan APD salah satu cara untuk mencegah terjadinya penyakit kulit (Suryani, 2011). 2.6.4 Kebersihan diri / Personal Hygiene Kebersihan Perorangan adalah konsep dasar dari pembersihan, kerapihan dan perawatan badan kita. Sangatlah penting untuk pekerja menjadi sehat dan selamat ditempat kerja. Kebersihan perorangan pekerja dapat mencegah penyebaran kuman dan penyakit, mengurangi paparan pada bahan kimia dan kontaminasi, dan melakukan pencegahan alergi kulit, kondisi kulit dan sensitifitas terhadap bahan kimia. Kebersihan perorangan yang dapat mencegah terjadinya dermatitis kontak antara lain: 1. Mencuci tangan. Personal hygiene dapat digambarkan melalui kebiasaan mencuci tangan, karena tangan adalah anggota tubuh yang paling sering kontak dengan bahan kimia. Kebiasaan mencuci tangan yang buruk justru dapat memperparah
30
kondisi kulit yang rusak. Kebersihan pribadi merupakan salah satu usaha pencegahan dari penyakit kulit tapi hal ini juga tergantung fasilitas kebersihan yang memadai, kualitas dari pembersih tangan dan kesadaran dari pekerja untuk memanfaatkan segala fasilitas yang ada. Mencuci tangan bukan hanya sekedar megunakan sabun dan membilasnya dengan air, tetapi mencuci tangan memiliki prosedur juga agar tangan kita benar-benar dikatakan bersih. Kesalahan dalam mencuci tangan ternyata dapat menjadi salah satu penyebab dermatitis, misalnya kurang bersih dalam mencuci tangan dan kesalahan dalam pemilihan jenis sabun yang dapat menyebabkan masih terdapatnya sisa-sisa bahan kimia yang menempel pada permukaan kulit, dan kebiasaan tidak mengeringkan tangan setelah selesai mencuci tangan yang dapat menyebabkan tangan menjadi lembab. Oleh karena itu World Health Organization (2005) merekomendasikan cara mencuci tangan yang baik, yaitu minimal menggunakan air dan sabun. Cara mencuci tangan yang baik dapat terlihat dalam gambar berikut ini.
Gambar 2.1 Cara Mencuci Tangan dengan Sabun dan Air
31
Mencuci tangan yang baik dan benar dapat mencegah terjadinya dermatitis kontak karena dapat menghilangkan zat-zat kimia yang menempel pada kulit ketika selesai melakukan pekerjaan yang berkontak dengan zat. 2. Mencuci Pakaian Kebersihan pakaian kerja juga perlu diperhatikan. Sisa bahan kimia yang menempel di baju dapat menginfeksi tubuh bila dilakukan pemakaian berulang kali. Baju kerja yang telah terkena bahan kimia akan menjadi masalah baru bila dicuci di rumah. Karena apabila pencucian baju dicampur dengan baju anggota keluarga lainnya maka keluarga pekerja juga akan terkena dermatitis. Sebaiknya baju pekerja dicuci setelah satu kali pakai atau minimal dicuci sebelum dipakai kembali (suryani 2012 : 45-47). 2.7 Keluhan penyakit kulit/Dermatitis Kontak 2.7.1 Anatomi kulit Kulit merupakan organ aktif secara metabolik yang memiliki fungsi Vital, yaitu dalam perlindungan dan homeostatis tubuh. Secara alami, kulit merupakan organ immunologis yang menting dan mengandung seluruh elemen imunitas seluler, kecuali sel B limfosit. Komponen immunologis dari kulit dibagi atas tiga bagian struktur organ, sistem fungsional dan immunogenetik.(Sumantri, 2010) Kulit merupakan pembungkus elastis yang dapat melindungi tubuh dari pengaruh lingkungan. Kulit juga merupakan alat tubuh yang terberat dan terluas ukurannya, yaitu 1,5% dari berat tubuh dan luasnya 1,5-1,75 m2, rata-rata tebal kulit 1-2 mm. Paling tebal (16 mm) terdapat ditelapak tangan dan kaki, sedangkan paling tipis (1,5 mm) terdapat di penis (Harahap dalam suryani, 2011).
32
Kulit berfungsi menutupi dan melindungi permukaan tubuh, dan bersambung dengan selaput lendir yang melipisi rongga-rongga dan lubang-lubang masuk. Kulit mempunyai banyak fungsi, didalamnya terdapat ujung saraf peraba, membantu mengatur suhu dan mengendalikan hilangsnya air dari tubuh dan mempunyai sedikit kemampuan untung mengabsorpsi (Pearce, 2005:239) Berikut pembagian kulit secara histopatologik (Djuanda dalam Suryani, 2011): 1.
Epidermis (lapisan tanduk), terdiri dari 5 lapis :
a)
Stratum korneum, merupakan lapisan paling luar yang terdiri dari kumpulan sel-sel yang telah mati dan terus menerus diganti oleh sel yang baru. Lapisan ini menebal di telapak tangan dan kaki sedangkan menipis di kelopak mata.
b) Stratum lusidum, terdapat dibawah lapisan stratum korneum yang terdiri dari protein dan lemak, berwarna transparan dan tampak jelas di telapak kaki dan tangan. c)
Stratum granulosum, terdiri dari sel-sel yang memipih dengan sitoplasma berwarna gelap karena keratohialin.adanya granula ini menunjukan bahwa sel-sel mulai mati.
d) Stratum spinosum, terdiri dari sel-sel polygonal yang makin ke atas makin pipih. Diantara stratum spinosum terdapat jembatan antar sel dan sel Langerhans. e)
Stratum basal, terdiri dari satu lapis sel silindris dengan sumbu panjang tegak lurus dan selalu membelah diri. Lapisan ini merupakan impermeable membrane terhadap bahan kumia yang larut dalam air. Lapisan ini
33
mengandung sel-sel malanosit. Pada orang normal, perjalanan sel dari stratum basal sampai ke stratum korneum lamanya 40–56 hari. 2.
Dermis Lapisan dermis terdapat dibawah epidermis, yang membuat kulit lebih tebal
dan elastis karena terdiri dari kumpulan jaringan fibrosa dan elastis. Lapisan ini terdiri dari 2 lapis, yaitu : a)
Stratum papilare yang menonjol masuk ke dalam lapisan bawah epidermis, mangandung kapiler dan ujung-ujung syaraf sensori.
b) Stratum retilukare yang berhubungan dengan subkutis, mengandung kelenjar keringat dan sebasea. Kelenjar sebasea seluruhnya bermuara di folikel rambut. 3.
Subkutis Terdiri dari jaringan longgar dan mengandung banyak kelenjar keringat dan
sel-sel lemak. 2.7.2 Penyakit Kulit Kayu yang mengenai kulit bisa saja menimbulkan alergi atau iritasi. Beberapa orang yang mempunyai sifat alergi terhadap kayu akan segera dapat merasakan akibat dari paparan debu kayu. Akibat yang ditimbulkan antara lain yaitu gatalgatal, ruam atau iritasi kulit (Sigit, 2013) Dermatitis kontak merupakan peradangan pada kulit disebabkan oleh bahan yang kontak dengan kulit. Menurut American Academy of Dermatology, 90% penyakit kulit akibat kerja berupa dermatitis kontak (Rice dalam Adilah, 2012).
34
Dermatitis Kontak Adalah peradangan yang terjadi oleh karena kontak antara kulit dengan bahan yang datang dari luar dan bersifat toksik maupun alergik atau keduanya yang terjadi akibat seseorang melakukan pekerjaan (Wijayanti,2010) Dermatitis kontak ini berdasarkan penyebabnya diklasifikasikan menjadi 2, yaitu dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergika. Reaksi yang timbul pada reaksi akut maupun kronis dari dermatitis kontak ini memiliki spektrum gejala klinis meliputi ulserasi, folikulitis, erupsi akneiformis, milier, kelainan pembentukkan pigmen, alopesia, urtikaria, dan reaksi granulomatosa (sularsito dalam Adilah, 2012) Faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya dermatitis kontak dapat terbagi dalam faktor eksogen dan faktor endogen. Faktor eksogen meliputi tipe dan karakteristik agen, karakteristik paparan, faktor lingkungan. Faktor endogen yaitu faktor genetik, jenis kelamin, usia, ras, lokasi kulit, riwayat atopi (Taylor dalam adilah,2012) Pada pemeriksaan dermatitis kontak atau penyakit kulit terkadang sulit membedakan antara kelainan kulit yang disebabkan alergi dengan dermatitis kontak akibat kerja. Jika riwayat alergi telah diketahui, maka dapat ditelusuri penyebab gangguan kulit tersebut apakah akibat alergen yang telah diketahui ataukah akibat kerja. Pihak perusahaan sebaiknya mempunyai daftar riwayat kesehatan pekerja termasuk riwayat alergi yang terdapat pada pekerja. Daftar riwayat kesehatan ini dapat diperoleh sebagai salah satu syarat penerimaan pekerja (Lestari dan Hari, 2007:67).
35
Bentuk kepekaan seseorang sangat berbeda antara satu dengan yang lain. Kepekaan disini tidak hanya dalam bidang morfologis, namun juga dalam bidang fisiologis dan iritasi (Aditya, 2007:164). 2.7.3 Gatal-gatal dan kemerahan pada kulit Menurut (Novita, 2009) Gatal-gatal merupakan salah satu penyakit yang banyak diderita masyarakat. Gatal-gatal masuk dalam kelompok lima besar penyakit yang banyak diderita pasien yang berobat di puskesmas. Meski sering dianggap remeh, namun gatal-gatal jika dibiarkan bisa menyebabkan infeksi sekunder pada kulit. Menjaga kebersihan kulit merupakan salah satu cara mencegah timbulnya gatal-gatal pada kulit. Jika timbul gejala gatal pada kulit, sebaiknya bisa menahan diri untuk tidak menggaruknya. Karena pada saat terjadi luka akibat garukan kuku, di sinilah awalnya masuknya kuman penyakit Penyakit gatal-gatal (Pruritus) merupakan suatu perasaan yang secara otomatis membuat tangan melakukan penggarukan.Kegiatan penggarukan yang dilakukan secara terus menerus bisa menyebabkan kemerahan dan goresan dalam pada kulit. Jangan anda kira jika anda menggaruk kulit yang gatal, maka rasa gatal tersebut akan hilang. Penggarukan secara terus menerus pada kulit bisa mengiritasi kulit yang selanjutnya akan menyebabkan bertambahnya rasa gatal dan bahkan jangka panjang bisa menyebabkan terjadinya jaringan parut dan penebalan pada kulit sehingga terkadang membentuk bentol-bentol yang berisi pada kulit yang gatal tersebut. Gatal gatal pada kulit sering disertasi warna kemerahan pada kulit akibat reaksi penggarukan.
36
Penyebab gatal bisa bermacam-macam. Bisa disebabkan oleh suatu penyakit kulit maupun penyakit sistemik, dan bisa juga disebabkan oleh beberapa hal seperti karena gigitan serangga, kaligata, dermatitik atopik, dermatitis kontak, dermatitis alergika. Gatal-gatal juga dapat terjadi karena alergi dan juga kontak dengan bahan tertentu seperti serbuk kayu. 2.7.4 Kulit kering dan pecah-pecah Kulit kering adalah suatu keadaan dimana kulit mengalami kehilangan kelembabannya sehingga tampak pecah-pecah.kulit kering bisa mengalami iritasi dan sering menimbulkan gatal, kadang kulit terkelupas dalam bentuk serpihanserpihan kecil, dan sisik-sisik kecil (Novita, 2009).
37
2.8
Kerangka Berfikir
2.8.1 Kerangka Teori NOx SOx
PENCEMARAN UDARA
CO Partikulat debu
Sifat dan karakteristik
DEBU
Jenis-jenis debu Sumber-sumber debu
DEBU KAYU Pengukuran kadar debu Nilai Ambang Batas Debu INDUSTRI (Proses Produksi)
PAPARAN DEBU PEKERJA MEBEL
KELUHAN PENYAKIT KULIT Kulit Kemerahan dan gatal Kulit kering dan pecah-pecah
2.2 Kerangka Teori
Lama Paparan Masa kerja Penggunaan APD Kebersihan diri
38
Pencemaran udara dapat disebabkan oleh beberapa bahan pencemar seperti NOx, SOx, CO, dan Partikulat debu. Pahan pencemar udara yang paling banyak ditemukan yaitu debu yang bersumber dari industri seperti debu kayu yang berasal dari industri mebel. Dari aktifitas di industri ini tidak hanya menyebabkan pencemaran udara saja melainkan dapat menyebabkan juga gangguan kesehatan, seperti pada industri mebel dimana debu yang dihasilkan berupa debu kayu dapat memberikan dampak keluhan kesehatan terhadap pekerja berupa keluhan kesehatan pada kulit. Keluhan kesehatan pada kulit pekerja tidak hanya dipengaruhi oleh tingkat atau kadar debu yang tinggi saja melainkan ada beberapa faktor lain yang mendukung seperti, lama paparan debu, masa kerja dan juga tidak digunakannya alat pelindung diri pada saat bekerja serta kebersihan diri pekerja itu sendiri. 2.8.2 Kerangka Konsep Variabel Bebas
Variabel Terikat
Paparan Debu Kayu
Kadar debu total Masa kerja Jam kerja Penggunaan APD Kebersihan diri
Kelainan Kulit Pada Pekerja
2.3 Kerangka Konsep
39
Keterangan: = Variabel Bebas = Variabel terikat = Yang menghubungkan variabel bebas dan variabel terikat 2.9 Hipotesis 1.
Ada hubungannya kadar debu total kayu dengan kelainan kulit pada pekerja industri mebel UD Taufik Kota Gorontalo
2.
Ada hubungannya masa kerja dengan kelainan kulit pada pekerja industri mebel UD Taufik Kota Gorontalo
3.
Ada hubungannya jam kerja dengan kelainan kulit pada pekerja industri mebel UD Taufik Kota Gorontalo
4.
Ada hubungannya penggunaan alat pelindung diri dengan kelainan kulit pada pekerja industri mebel UD Taufik Kota Gorontalo
5.
Ada hubungannya kebersihan diri dengan kelainan kulit pada pekerja industri mebel UD Taufik Kota Gorontalo