BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Pencemaran Udara
2.1.1. Pengertian Pencemaran Udara Pencemaran udara terus menunjukkan intensitas yang makin meningkat akhirakhir ini. Beberapa polutan udara telah dituduh sebagai biang keladi pemanasan global yang berdampak pada perubahan iklim global. Karena udara digunakan sebagai media untuk kehidupan manusia maka terdapatnya makhluk hidup seperti mikroorganisme, zat atau bahan pencemar udara yang melampaui baku mutu berarti terjadi pencemaran. Dengan demikian pencemaran udara mengandung pengertian adanya penyimpangan mengenai kualitas udara (Sarudji, 2010). Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999 menyebutkan bahwa yang dinamakan pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan atau komponen lain kedalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. Pencemaran udara berarti hadirnya satu atau beberapa kontaminan di dalam udara atmosfer di luar, seperti antara lain oleh debu, busa, gas, kabut, bau-bauan, asap atau uap dalam kuantitas yang banyak, dengan berbagai sifat maupun lama berlangsungnya di udara tersebut, hingga dapat menimbulkan gangguan-gangguan terhadap kehidupan manusia, tumbuhan atau hewan maupun benda, atau tanpa alasan jelas sudah dapat mempengaruhi kelestarian kehidupan organisme (Kristanto, 2002).
Universitas Sumatera Utara
Batasan-batasan terhadap pokok-pokok pengertian yang memberikan bobot pada defenisi-defenisi di atas adalah : 1.
Bahwa setiap pembebasan bahan atau zat-zat ke dalam udara atmosfir tidak harus selalu dikatakan pencemar udara. Karena bahan-bahan kontaminan belum menjurus pada pada suatu kemampuan untuk secara potensial mengubah stabilitas dan kualitas kelestarian udara atmosfir.
2. Bahwa untuk menimbulkan gangguan terhadap susunan udara atmosfir harus dipenuhi dahulu angka batas (Nilai Ambang Batas). Angka batas tersebut ditentukan oleh faktor kuantitas kontaminan, lamanya berlangsung maupun potensinya. 3. Sumber pencemar tidak hanya dibatasi yang berasal dari aktivitas manusia, tetapi juga oleh sumber-sumber pencemar akibat peristiwa alamiah seperti gunung meletus, bencana alam, dan lain-lain (Kristanto, 2002). Udara merupakan campuran beberapa macam gas yang perbandingannya tidak tetap, tergantung pada keadaan suhu udara, tekanan udara dan lingkungan sekitarnya. Dalam udara terdapat oksigen (O2) untuk bernafas, karbondioksida untuk proses fotosintesis oleh klorofil daun dan ozon (O3) untuk menahan sinar ultraviolet. Susunan (komposisi) udara bersih dan kering, kira-kira tersusun oleh :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1. Komposisi Udara bersih dan kering Unsur % Volume Nitrogen 78.09 Oksigen 20.94 Argon 0.93 Karbondioksida 0.00318 Neon 0.0018 Helium 0.00052 Krepton 0.0001 Xenon 0.000008 Nitrogen Oksida 0.000025 Hidrogen 0.00005 Metana 0.00015 Nitrogen Dioksida 0.0000001 Ozon 0.000002 Belerang Dioksida 0.00000002 Karbon Monoksida 0.00001 Ammonia 0.000001 Sumber Wardhana, 1995
Kandungan ppm 780.900 209.400 9.300 318 18 5.2 1 0.008 0.25 0.5 1.5 0.001 0.02 0.0002 0.1 0.01
Apabila susunan udara mengalami perubahan dari susunan keadaan normal seperti tersebut diatas dan kemudian mengganggu kehidupan manusia, hewan dan binatang, maka berarti udara telah tercemar (Wardhana, 1995). 2.1.2. Pencemar Udara dan Sumbernya Menurut Kristanto (2002), berdasarkan asal dan kelanjutan perkembangannya di udara, pencemar udara dapat dibedakan menjadi : 1. Pencemar udara primer Pencemar udara primer yaitu semua pencemar di udara yang ada dalam bentuk yang hampir tidak berubah, sama seperti pada saat dibebaskan dari sumbernya sebagai hasil dari suatu proses tertentu. Pencemar udara primer, yang mencakup 90% dari jumlah pencemar udara seluruhnya, umumya berasal dari aktivitas manusia, seperti dari industri (cerobong asap industri) dimana dalam industri tersebut terdapat
Universitas Sumatera Utara
proses pembakaran yang menggunakan bahan bakar minyak/batubara, proses peleburan/pemurnian logam, dan juga dihasilkan dari sektor transportasi (mobil, bus, sepeda motor, dan lainnya). Dari seluruh pencemar primer tersebut, sumber pencemar yang utama berasal dari sektor transportasi, yang memberikan andil sebesar 60% dari pencemaran udara total. Pencemar udara primer dapat digolongkan menjadi lima kelompok berikut : a. Karbonmonoksida
(CO)
b. Nitrogen oksida
(NOx)
c. Hidrokarbon
(HC)
d. Sulfur oksida
(SOx)
e. Partikel lain Komponen pencemar udara tersebut di atas bisa mencemari udara secara sendiri-sendiri atau dapat pula mencemari udara secara bersama-sama. Jumlah komponen pencemar udara tergantung pada sumbernya. Sumber pencemar udara di Indonesia pada saat ini masih terus diteliti (Wardhana, 1995). 2. Pencemar Udara Sekunder Polutan sekunder biasanya terjadi karena reaksi dari dua atau lebih bahan kimia di udara, misalnya reaksi foto kimia. Sebagai contoh adalah disosiasi NO2 yang menghasilkan NO dan O radikal. Proses kecepatan dan arah reaksinya dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain: a.
Konsentrasi reaktif dari bahan reaktan
b.
Derajat fotoaktivasi
c.
Kondisi iklim
Universitas Sumatera Utara
d.
Topografi lokal dan adanya embun Polutan sekunder ini mempunyai sifat fisik dan sifat kimia yang tidak stabil.
Termasuk dalam polutan sekunder ini adalah ozon, Peroxy Acyl Nitrat (PAN), dan formaldehid (Mukono, 2011). Menurut
Chandra
(2006),
jika
Nitrogen
dioksida
bereaksi
dengan
Hidrokarbon disertai bantuan sinar ultraviolet akan membentuk peroksi asetil nitrat dan ozon yang sangat berbahaya bagi kesehatan. Berikut reaksi kimianya : N2O + Hidrokarbon —› Peroksi asetil nitrat + O3 Sinar matahari Polutan ini akan menimbulkan kabut di permukaan bumi dikenal sebagai kabut fotokimia (photochemical smog) atau senyawa pembentuk kabut pengiritasi (irritating smog forming compound). Kabut tersebut menyebabkan mata menjadi berair dan disters pernafasan pada manusia serta menimbulkan hill reaction dan mengganggu proses fotosintesis tumbuh-tumbuhan. Ozon sendiri akan meningkatkan proses respirasi daun-daunan dan mengurangi makanannya sehingga tumbuhan menjadi layu dan mati. Jenis polutan dapat dibagi berdasarkan struktur kimia dan penampang partikelnya, seperti berikut. 1.
Struktur kimia a. Partikel : debu, abu, dan logam seperti Pb, nikel, kadmium dan berilium. b. Gas anorganik seperti NO, CO, SO2, ammonia dan hidrogen. c. Gas organik seperti hidrokarbon, benzene, etilen, asetilen aldehida, keton, alkohol, dan asam-asam organik.
2.
Penampang partikel
Universitas Sumatera Utara
Partikel dalam udara dapat melekat pada saluran pernafasan manusia yang tentunya dapat menyebabkan bahaya bagi kesehatan manusia seperti pada tabel 2 di bawah ini : Tabel 2. Ukuran partikel debu dalam saluran pernafasan Ukuran Saluran Pernafasan 8 – 25 mikron Melekat di hidung dan tenggorokan 2 – 8 mikron Melekat di saluran bronchial 0.5 – 2 mikron Deposit pada alveoli < 0.5 mikron Bebas keluar masuk melalui pernafasan Sumber : Chandra, 2006 2.1.3. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pencemaran Udara Pencemaran udara yang terjadi di permukaan bumi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor meteorologi dan iklim serta faktor topografi (Chandra, 2006). 1. Meteorologi dan Iklim Variabel yang termasuk di dalam faktor meteorologi dan iklim, antara lain : a.
Temperatur Pergerakan mendadak lapisan udara dingin ke suatu kawasan industri dapat
menimbulkan temperatur inversi. Dengan kata lain, udara dingin akan terperangkap dan tidak dapat keluar dari kawasan tersebut dan cenderung menahan polutan tetap berada di lapisan permukaan bumi sehingga konsentrasi polutan di kawasan tersebut semakin lama semakin tinggi. b.
Arah dan Kecepatan Angin Kecepatan angin yang kuat akan membawa polutan terbang kemana-mana dan
dapat mencemari udara negara lain.
Universitas Sumatera Utara
c.
Hujan Air hujan sebagai pelarut umum, cenderung melarutkan bahan polutan yang
terdapat dalam udara. Kawasan industri yang menggunakan batubara sebagai sumber energinya berpotensi menjadi sumber pencemar udara di sekitarnya. Pembakaran batubara akan menghasilkan gas sulfurdioksida dan apabila gas tersebut bercampur dengan air hujan akan terbentuk asam sulfat (sulfuric acid) sehingga air hujan menjadi asam, biasa disebut hujan asam (acid rain). 2.
Topografi Variabel-variabel yang termasuk di dalam faktor topografi, antara lain :
a.
Dataran rendah Di daerah dataran rendah, angin cenderung membawa polutan terbang jauh ke
seluruh penjuru dan dapat melewati batas negara dan mencemari udara negara lain. b.
Pegunungan Di daerah dataran tinggi sering terjadi temperatur inversi dan udara dingin
yang terperangkap akan menahan polutan tetap di lapisan permukaan bumi. c.
Lembah Di daerah lembah, aliran angin sedikit sekali dan tidak bertiup ke segala penjuru.
Keadaan ini cenderung menahan polutan yang terdapat di permukaan bumi. 2.1.4. Wujud Fisik dan Kimia Pencemar Udara Menurut Kristanto (2002), berdasarkan wujud fisiknya, pencemar udara dibedakan menjadi gas dan partikel. Partikel merupakan benda-benda padat/cair yang dimensinya sedemikian kecilnya sehingga memungkinkannya melayang di udara.
Universitas Sumatera Utara
Bentuk-bentuk khusus dari partikel dalam hubungannya dengan pencemaran udara dibedakan menjadi : 1.
Mist (kabut) Merupakan partikel cair yang berada dalam udara karena kondensasi uap air
atau otomatisasi cairan ke tingkat dispersi. Otomatisasi ini terjadi pada penyemprotan, pembuihan, dan lain-lain. 2.
Fog (kabut yang padat/tebal) Masih dapat dilihat dengan mata telanjang sekalipun tanpa bantuan visual aid
(alat bantu penglihatan). 3.
Smoke (asap) Merupakan partikel karbon (padat) yang terjadi dari pembakaran tidak sempurna
sumber-sumber pembakaran yang menggunakan bahan bakar hidrokarbon, dengan ukuran partikel < 5 mikron. 4.
Debu (dust) Merupakan partikel padat yang terjadi karena proses mekanis (pemecahan dan
reduksi) terhadap masa padat, dimana partikel tersebut masih dipengaruhi oleh gravitasi. 5.
Fume Merupakan partikel padat yang terjadi karena kondensasi dari penguapan logam-
logam cair yang kemudian disertai secara langsung oleh suatu oksidasi di udara. Biasanya terjadi pada pabrik-pabrik pengecoran dan peleburan logam.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan berdasarkan wujud kimianya, pencemar udara dibedakan dalam dua sub kelompok yaitu, sub-kelompok partikel/debu dan sub kelompok gas/uap. Sub kelompok pertama, yaitu golongan partikel/debu, berdasarkan susunan kimiawinya terbagi lagi menjadi dua, yaitu partikel/debu mineral dan partikel/debu organik. Untuk mudahnya masing-masing partikel dibedakan lagi menurut sifat kelarutannya, yaitu partikel/debu mineral sama sekali tidak larut dalam zat pelarut baik asam maupun basa ataupun pelarut organik. Contohnya silika dan asbes. Sebaliknya partikel/debu mineral yang larut, mempunyai sifat masih dapat larut dalam bahan pelarut baik asam, basa ataupun bahan organik. Sub kelompok kedua yaitu gas dan uap yang dibedakan menjadi : a.
Yang larut dalam air (misalnya Oksigen)
b.
Yang tidak larut dalam air, dibedakan lagi menjadi : o Tidak larut, tetapi bereaksi dengan salah satu komponen dalam air itu atau o Reaksinya dengan salah satu komponen dalam air lambat sekali serta masih mampu larut sedikit sekali (misalnya benzene).
2.1.5. Pengaruh Meteorologi terhadap Penyebaran Pencemar Penyebaran polutan dapat diprediksi melalui arah angin, ahli meteorologi mengatakan bahwa arah angin selalu ditentukan dari mana angin berhembus, yaitu angin utara berhembus dari utara, angin barat berhembus dari barat. Konsentrasi sulfur dioksida (SO2) selain berpengaruh pada kecepatan juga dipengaruhi kelembaban udara. Karena life time SO2 di udara pendek, dan uap air mampu mengubah SO2 menjadi sulfit dan sulfat (Sarudji, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil uji korelasi pada penelitian yang dilakukan oleh Istantinova, 2013 di dapat hasil bahwa kecepatan angin dan kelembaban berbanding terbalik terhadap konsentrasi SO2, yaitu semakin tinggi kecepatan angin dan kelembaban maka semakin rendah konsentrasi SO2 di udara. Menurut repository IPB, dispersi polutan juga dipengaruhi oleh variabilitas arah angin. Jika arah angin relatif tetap dan secara terus menerus menuju pada area yang sama, konsentrasi polutan di daerah tersebut akan tinggi. Jika arah angin berubah secara konstan, polutan akan didispersikan ke daerah yang lebih besar, dan konsentrasi di sekitar daerah tujuan akan menjadi lebih rendah. Perubahan besar dalam arah angin dapat terjadi dalam periode waktu yang singkat. 2.2. Sulfur Dioksida 2.2.1. Sumber Polusi Sufur Dioksida (SO2) Sulfur Dioksida berasal dari dua sumber yakni sumber alamiah dan buatan. Sumber-sumber SO2 alamiah adalah gunung-gunung berapi, pembusukan bahan organik oleh mikroba dan reduksi sulfat secara biologis. Proses pembusukan akan menghasilkan H2S yang akan menghasilkan H2S yang akan cepat berubah menjadi SO2 sebagai berikut : H2S + 3/2 O2 —› SO2 + H2O Sumber-sumber SO2 buatan adalah pembakaran bahan bakar minyak, gas dan batubara yang mengandung sulfur tinggi. Sumber-sumber buatan ini diperkirakan memberi kontribusi sebanyak sepertiganya saja dari seluruh SO2 atmosfir/tahun. Akan tetapi, karena hampir seluruhnya berasal dari buangan industri, maka hal ini
Universitas Sumatera Utara
dianggap cukup gawat. Apabila pembakaran bahan bakar fosil ini bertambah di kemudian hari, maka dalam waktu singkat sumber-sumber ini akan dapat memproduksi lebih banyak SO2 daripada sumber alamiah (Slamet, 2009). Sumber emisi gas sulfur dioksida yang terbanyak berasal dari alam, adapun sumber emisinya berupa pembakaran yang tidak bergerak, proses dalam industri, limbah padat, dan pembakaran limbah pertanian (Sunu, 2001). Pemakaian batubara sebagai bahan bakar pada beberapa kegiatan industri seperti yang terjadi di beberapa negara Eropa Barat dan Amerika, menyebabkan kadar SOx di udara meningkat. Pencemaran SOx di udara terutama berasal dari pemakaian batubara yang digunakan pada kegiatan industri, transportasi dan lain sebagainya. Bagaimana peranan batubara dalam menyumbang pencemaran SOx telah banyak diteliti di negara-negara industi seperti yang tampak pada tabel berikut ini. Tabel 3. Hasil penelitian Sumber Pencemaran SOx di Amerika tahun 1968 Sumber Pencemaran % bagian % total 2.4 Transportasi 3. Mobil bensin 0.6 4. Mobil diesel 0.3 5. Kereta api 0.3 6. Kapal laut 0.9 7. Sepeda motor 0.3 73.5 Pembakaran stasioner 8. Batubara 60.5 9. Minyak (destilasi) 1.2 10. Minyak (residu) 11.8 22.0 Proses industri 0.3 Pembuangan limbah padat 1.8 Lain-lain 11. Kebakaran hutan 0.0 12. Pembakaran batubara sisa 1.8 100 100.0 Sumber : Wardhana, 1995
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa sumber utama pencemaran SOx bukanlah dari transportasi, akan tetapi dari pembakaran stasioner (generator listrik dan mesin-mesin) yang memakai bahan bakar batubara. Sumber pencemaran SOx yang kedua adalah dari proses industri (Wardhana, 1995). 2.2.2. Sifat- sifat Sulfur Dioksida (SO2) Berdasarkan sifat kimia, sulfur dioksida adalah gas yang tidak dapat terbakar, berbau tajam, dan tidak berwarna. Konsentrasi untuk deteksi indera perasa adalah 0.3-1 ppm di udara dan ambang bau adalah 0.5 ppm. Gas ini merangsang pedas (pudgent) dan bersifat iritan (Sarudji, 2010). Sulfur dioksida merupakan senyawa kimia dengan rumus kimia SO2 yang tersusun dari 1 atom sulfur dan 2 atom oksigen. Sulfur dioksida merupakan ikatan yang tidak stabil dan sangat reaktif terhadap gas yang lain (Sunu, 2001). Berdasarkan sifat fisika sulfur dioksida memiliki titik didih 10oC, titik lebur -75,5oC, berat jenis relatif (air =1) 1,4. Kelarutannya dalam air adalah 8,5 dalam 100 ml air pada suhu 25 oC. Gas ini lebih berat dari udara, berat jenis uap relatif di udara 2,25 sedangkan berat jenis relatif udara adalah 1 (NIOSH, 2013). 2.2.3. Reaksi Pembentukan Sulfur Dioksida (SO2) Gas sulfur oksida atau sering ditulis dengan SOx terdiri atas gas SO2 dan gas SO3 yang keduanya memiliki sifat berbeda (Wardhana, 1995). Istilah SOx digunakan untuk menunjukkan adanya emisi campuran ikatan sulfur dengan oksigen ke udara (Sarudji, 2010). Pembakaran bahan-bahan yang tidak mengandung sulfur akan menghasilkan kedua bentuk sulfur oksida, tetapi jumlahnya relatif tidak dipengaruhi
Universitas Sumatera Utara
oleh jumlah oksigen yang tersedia. Walaupun udara tersedia dalam jumlah cukup, SO2 selalu terbentuk dalam jumlah besar. Mekanisme pembentukan SOx dapat dituliskan dalam dua tahap reaksi sebagai berikut : S + O2 —› SO2 2SO2 + O2 —› 2SO3 Gas buangan hasil pembakaran pada umumnya mengandung gas SO2 lebih banyak dari pada gas SO3. Jadi dalam hal ini yang dominan adalah gas SO2. Namun demikian gas tersebut akan bertemu dengan oksigen yang ada di udara dan kemudian membentuk gas SO3. Gas SO2 juga dapat membentuk garam sulfat apabila bertemu dengan oksida logam, yaitu melalui proses kimiawi berikut ini : 4MgO + 4SO2 —› 3MgSO4 + MgS Udara yang mengandung uap air akan bereaksi dengan gas SO2 sehingga membentuk asam sulfit (Wardhana, 1995). SO2 + H2O —› H2SO3 Adanya SO3 di udara dalam bentuk gas hanya mungkin jika konsentrasi uap air sangat rendah. Jika uap air terdapat dalam jumlah cukup, biasanya SO3 dan air akan segera bergabung membentuk droplet asam sulfat dengan reaksi sebagai berikut: SO3 + H2O —› H2SO4
Universitas Sumatera Utara
Oleh karena itu komponen normal yang terdapat di dalam atmosfir bukan SO3 melainkan H2SO4. Tetapi jumlah H2SO4 atmosfir ternyata lebih tinggi daripada yang dihasilkan dari emisi SO3. Hal ini menunjukkan bahwa produksi H2SO4 juga berasal dari mekanisme-mekanisme lainnya. Setelah berada di atmosfir, sebagian SO2 akan diubah menjadi SO3 (kemudian menjadi H2SO4) oleh proses-proses fotolitik dan katalitik. Jumlah SO2 yang teroksidasi menjadi SO3 dipengaruhi beberapa faktor, termasuk jumlah air yang tersedia, intensitas, waktu dan distribusi spectrum sinar matahari, serta jumlah katalitik yang tersedia (Kristanto, 2002). Tidak terdapatnya konsentrasi SO2 yang tinggi di udara yang jauh dari sumber pencemar bukan berarti bahwa sumber tersebut tidak atau sedikit menghasilkan SO2, karena bisa jadi SO2 telah diubah kedalam bentuk lain seperti asam sulfit atau sulfat seperti pada penjelasan diatas (Sarudji, 2010). 2.2.4. Pengaruh Sulfur Dioksida (SO2) Terhadap Lingkungan 1. Pengaruh Sulfur Dioksida Terhadap Tanaman Tanaman dapat rusak karena pencemar SO2. Kerusakan tanaman terjadi pada daunnya. Lapisan jaringan daun ditutupi oleh lapisan epidermis atas dan bawah. Stomata (mulut daun) terdapat pada umumnya di bagian bawah lembar daun. Diantara lapisan epidermis terdapat juga jaringan spons dan jaringan tiang (palisade) yang mengandung klorofil (photosintetic cells). Stomata merupakan mulut daun tempat masuknya CO2 yang berguna untuk proses fotosintetis. SO2 ikut masuk bersama CO2 dan menyebabkan kerusakan pada jaringan daun. Kerusakan ini bisa
Universitas Sumatera Utara
nekrosis (kematian jaringan), klorosis (hilang atau berkurangnya klorofil), absisi (rontoknya daun) dan epinasti (melengkungnya daun ke bawah). Dalam konsentrasi yang lebih besar dari 0.5 ppm gas ini menyebabkan kerusakan daun dalam waktu yang pendek. Karena gas ini dapat bereaksi dengan air, maka air hujan yang mengandung asam sulfat atau sulfit menyebabkan peristiwa yang disebut hujan asam. Hal ini akan menyebabkan rusaknya beberapa jenis tanaman (Sarudji, 2010). Beberapa jenis tanaman berdaun lebar memberikan respon terhadap SO2 yang memiliki konsentrasi 0,9 ppm dengan menunjukkan gejala luar, warna dedaunan berubah menjadi kuning dan berbintik. Contoh tanaman berdaun lebar yang sangat sensitif terhadap SO2 adalah Pinus silvestri (pinus ) dan Fagus (cemara). Kandungan sulfur pada batang pohon cemara dapat memberi petunjuk terjadi pencemaran SO2 yang meliputi wilayah yang cukup luas (Nugroho, 2005). 2. Pengaruh Sulfur Dioksida terhadap Bahan Lain Harta benda dapat juga terpengaruh oleh SO2. Gedung-gedung yang mempunyai arti sejarah, patung-patung bernilai seni dapat rusak karena SO2 mudah menjadi H2SO4 yang sangat korosif. Dulu, sewaktu cat tembok masih mengandung PbO, maka SO2 dapat beraksi dengannya dan membentuk PbS yang berwarna hitam. Benda-benda yang terbuat dari karet seperti ban mobil bila terpapar H2SO4 akan cepat rusak, menjadi retak atau terbelah-belah (Slamet, 2009). Terbentuknya asam sulfat juga menyebabkan korosi pada logam (Sarudji, 2010). Laju korosi beberapa jenis logam, terutama besi, baja dan seng dirangsang pada kondisi
Universitas Sumatera Utara
lingkungan yang terkontaminasi SO2, disamping beberapa jenis partikel, kelembaban udara yang tinggi dan suhu juga berperan penting dalam proses korosi tersebut (Kristanto, 2002). 2.2.5. Pengaruh SO2 Terhadap Kesehatan Manusia SO2 mempunyai pengaruh yang kuat terhadap kesehatan yang akut dan kronis, dalam bentuk gas SO2 dapat mengiritasi sistem pernafasan, pada paparan yang tinggi (waktu singkat) mempengaruhi fungsi paru-paru (Istantinova, 2012). Udara yang telah tercemar SOx menyebabkan manusia akan mengalami gangguan pada sistem pernafasan. Hal ini karena SOx yang mudah menjadi asam tersebut menyerang selaput lendir pada hidung, tenggorokan, dan saluran nafas yang lain sampai ke paru-paru. Iritasi pada saluran pernafasan dapat menyebabkan pergerakan silia menjadi lambat, bahkan dapat terhenti, sehingga tidak dapat membersihkan saluran pernafasan, hal ini dapat meningkatkan produksi lendir dan penyempitan saluran pernafasan. Akibatnya terjadi kesulitan bernafas, sehingga benda asing termasuk bakteri/ mikroorganisme lain tidak dapat dikeluarkan dari saluran pernafasan dan hal ini memudahkan terjadinya infeksi saluran pernafasan (Mukono, 2000). Pengaruh sulfur dioksida terhadap manusia adalah sebagai berikut : -
3 – 5 ppm
: dapat dideteksi dari baunya
-
8 – 12 ppm
: dapat mengakibatkan iritasi tenggorokan
-
20 ppm
: dapat mengakibatkan iritasi mata dan batuk
-
50 – 100 ppm : hanya diperbolehkan kontak dalam waktu singkat (30 menit)
-
400 – 500
: berbahaya meskipun kontak secara singkat (Fardiaz, 1992).
Universitas Sumatera Utara
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa iritasi pada tenggorokan terjadi pada konsentrasi SO2 sebesar 5 ppm atau lebih, bahkan pada beberapa individu yang sensitif, iritasi terjadi pada konsentrasi 1-2 ppm. SO2 dianggap polutan yang berbahaya bagi kesehatan terutama terhadap manusia usia lanjut dan penderita yang mengalami penyakit kronis pada sistem pernafasan dan kardiovaskular. Individu dengan gejala tersebut sangat sensitif jika kontak dengan SO2 walaupun dengan konsentrasi yang relatif rendah, misalnya 0.2 ppm atau lebih (Kristanto, 2002). Standar kandungan SO2 di udara untuk daerah perindustrian dan pemukiman perlu dibedakan, seperti pada tabel 4 yang menggambarkan konsentrasi maksimum SO2 dengan waktu : Tabel 4. Konsentrasi Maksimum SO2 dengan Waktu Periode, rata-rata Satu jam 24 jam Satu tahun Sumber : Sastrawijaya, 2000
Konsentrasi maksimum SO2 Pemukiman Industri 0.025 ppm 0.40 ppm 0.10 ppm 0.20 ppm 0.02 ppm 0.05 ppm
Jika konsentrasi SO2 naik, manusia akan merasa terganggu. Kadar 6 ppm SO2 akan melumpuhkan dan merusak organ pernafasan (Sastrawijaya, 2000). 2.3. Dampak Pencemaran Udara Terhadap Gangguan Saluran Pernafasan 2.3.1. Anatomi Pernafasan Saluran penghantar udara hingga mencapai paru – paru adalah hidung, faring, laring trakes, bronkus, bronkiolus. Saluran pernafasan dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa bersilia. Ketika udara masuk ke dalam rongga hidung, udara akan disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama mukosa inspirasi yang terdiri dari epitel toraks bertingkat, bersilia, dan bersel goblet. Paru merupakan organ elastik berbentuk kerucut yang terletak dalam
Universitas Sumatera Utara
rongga toraks atau dada. Kedua paru saling terpisah oleh mediastum sentral yang di dalamnya terdapat jantung dan pembuluh darah besar. Setiap paru terdapat apeks dan basis. Jika arteri pulmonalis dan darah arteria bronkialis, bronkus, saraf, dan pembuluh limfe masuk ke setiap paru menunjukkan telah terjadi gangguan paru, yaitu terbentuknya hilus berupa akar paru. Paru kanan lebih besar dari paru kiri dan dibagi 3 lobus oleh fistrus interlobaris, sedangkan paru - paru kiri terbagi menjadi 2 lobus (Price dan Wilson,1994). 2.3.2. Mekanisme Pernafasan Pernafasan adalah suatu proses yang terjadi secara otomatis walau dalam keadaan tertidur sekalipun, karena sistem pernafasan dipengaruhi oleh susunan saraf otonom. Menurut tempat terjadinya pertukaran gas maka pernafasan dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu pernafasan luar dan pernafasan dalam. Pernafasan luar adalah pertukaran udara yang terjadi antara udara dalam alveolus dengan darah dalam kapiler. Pernafasan dalam adalah pernafasan yang terjadi antara darah dalam kapiler dengan sel – sel tubuh. Masuk keluarnya udara dalam paru – paru dipengaruhi oleh perbedaan tekanan udara dalam rongga dada dengan tekanan udara di luar tubuh. Jika tekanan udara di rongga dada lebih besar, maka udara akan masuk. Sebaliknya, apabila tekanan udara dalam rongga dada lebih besar, maka udara akan keluar. Sehubungan dengan organ yang terlibat dalam pemasukan udara (inspirasi) dan pengeluaran udara (ekspirasi) maka mekanisme pernafasan dibedakan menjadi dua macam, yaitu pernafasan dada dan pernafasan perut.
Universitas Sumatera Utara
1.
Pernafasan Dada Pernafasan dada adalah pernafasan yang melibatkan otot antartulang rusuk.
Mekanismenya dapat dibedakan sebagai berikut : a. Fase inspirasi Fase ini berupa berkontraksinya otot antartulang rusuk sehingga rongga dada mengembang. Pengembangan rongga dada menyebabkan volume paru – paru juga mengembang akibatnya tekanan dalam rongga dada menjadi lebih kecil daripada tekanan di luar sehingga udara luar yang kaya oksigen masuk. b. Fase ekspirasi Fase ini merupakan fase relaksasi atau kembalinya otot antartulang rusuk ke posisi semula yang diikuti oleh turunnya tulang rusuk sehingga rongga dada menjadi kecil. Rongga dada yang mengecil menyebabkan volume paru – paru juga mengecil sehingga tekanan di dalam rongga dada menjadi lebih besar daripada tekanan luar. Hal tersebut menyebabkan tekanan dalam rongga dada yang kaya karbon dioksida keluar. 2.
Pernafasan Perut Pernafasan perut merupakan pernafasan yang mekanismenya melibatkan
aktifitas otot – otot diafragma yang membatasi rongga perut dan rongga dada. Mekanisme pernafasan perut dapat dibedakan menjadi dua fase, yakni : a. Fase inspirasi Fase inspirasi merupakan kontraksi otot diafragma sehingga mengembang, akibatnya paru – paru ikut mengembang. Hal tersebut menyebabkan rongga dada
Universitas Sumatera Utara
membesar dan tekanan udara di dalam paru – paru lebih kecil daripada tekanan udara di luar sehingga udara luar dapat masuk ke dalam paru - paru. b. Fase ekspirasi Fase ekspirasi merupakan fase relaksasi otot diafragma (kembali ke posisi semula) sehingga rongga dada mengecil dan tekanan udara di dalam paru – paru lebih besar daripada tekanan udara luar, akibatnya udara keluar dari paru – paru. 2.3.3.
Gangguan Saluran Pernafasan Saluran pernafasan adalah organ dimulai dari hidung sampai alveoli beserta
organ adneks seperti sinus – sinus, rongga telinga tengah atau pleura. Gangguan saluran pernafasan adalah gangguan pada organ mulai dari hidung sampai alveoli serta organ – organ adneksnya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Depkes RI, 1999). Infeksi saluran pernafasan diartikan infeksi pada berbagai area saluran pernafasan termasuk hidung, telinga tengah, pharing, laring, trakea, bronchi dan paru (WHO, 1995). Sedangkan gangguan saluran pernafasan menurut Wardana (2001) adalah penyakit saluran pernafasan yang disebabkan oleh adanya partikel atau debu yang masuk dan mengendap di dalam paru – paru dan polusi udara lainnya. 2.3.4. Gejala – gejala Gangguan Saluran Pernafasan a. Batuk Batuk merupakan upaya pertahanan paru terhadap berbagai rangsangan yang ada. Batuk adalah refleks normal yang melindungi tubuh kita. Tentu saja bila batuk itu berlebihan, ia akan terasa amat menganggu. Penelitian menunjukkan bahwa pada
Universitas Sumatera Utara
penderita batuk kronik didapat 628 sampai 761 kali batuk/hari. Penderita TB paru jumlah batuknya sekitar 327 kali/hari dan penderita influenza bahkan sampai 154,4 kali/hari. Batuk dapat terjadi akibat berbagai penyakit/proses yang merangsang reseptor batuk. Selain itu, batuk juga dapat terjadi pada keadaan – keadaan psikogenik tertentu (Aditama, 1993). Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase inspirasi, fase kompresi dan fase ekspirasi. Batuk biasanya bermula dari inhalasi sejumlah udara, kemudian glotis akan menutup dan tekanan di dalam paru akan meningkat yang akhirnya diikuti dengan pembukaan glotis secara tiba – tiba dan ekspirasi sejumlah udara dalam kecepatan tertentu (Rahmadani, 2011). Fase inspirasi dimulai dengan inspirasi singkat dan cepat dari sejumlah besar udara, pada saat ini glottis secara refleks sudah terbuka. Volume udara yang diinspirasai sangat bervariasi jumlahnya, berkisar antara 200 sampai 3500 ml di atas kapasitas residu fungsional. Ada dua manfaat utama dihisapnya sejumlah besar volume ini. Pertama, volume yang besar akan memperkuat fase ekspirasi nantinya dan dapat menghasilkan ekspirasi yang lebih cepat dan lebih kuat. Manfaat kedua, volume yang besar akan memperkecil rongga udara yang tertutup sehingga pengeluaran sekret akan lebih mudah (Rahmadani, 2011). Setelah udara diinspirasi, maka mulailah fase kompresi dimana glottis akan tertutup selama 0,2 detik. Pada masa ini, tekanan di paru dan abdomen akan meningkat sampai 50 – 100 mmHg. Tertutupnya glottis merupakan cirri khas batuk, yang membedakannya dengan manuver ekspirasi paksa lain karena akan menghasilkan tenaga yang berbeda. Tekanan yang didapatkan bila glottis tertutup
Universitas Sumatera Utara
adalah 10 samapai 100% lebih besar daripada cara ekspirasi paksa lain. Dipihak lain, batuk juga dapat terjadi tanpa penutupan glotis (Rahmadani, 2011). Kemudian, secara aktif glotis akan terbuka dan berlangsung fase ekspirasi. Udara akan keluar dan menggetarkan jaringan saluran nafas serta udara yang ada sehingga menimbulkan suara batuk yang kita ketahui. Arus udara ekspirasi yang maksimal akan tercapai dalam waktu 3050 detik setelah
glotis terbuka, yang
kemudian diikuti dengan arus yang menetap. Kecepatan udara yang dihasilkan dapat mencapai 16.000 sampai 24.000 cm per menit, dan pada fase ini dapat dijumpai pengurangan diameter trakea sampai 80% (Rahmadani, 2007). b. Batuk darah Batuk berdarah adalah batuk yang disertai darah. Jika darahnya sedikit dan tipis kemungkinan adalah luka lecet dari saluran nafas, karena batuk yang terlalu kuat. Batuk berdarah dengan darah yang tipis dan sedikit bisa terjadi pada penderita maag kronis dimana maag penderita mengalami luka akibat asam lambung yang berlebih. Batuk berdarah dengan jumlah darah yang banyak biasanya terjadi pada penderita TB paru (tuberkulosis paru) yang sudah lama dan tidak diobati. Batuk berdarah pada penderita TBC merupakan suatu hal gawat darurat (emergency) karena dapat menyebabkan kematian dan harus mendapatkan pertolongan yang cepat. Pengobatan batuk berdahak adalah memberikan antibiotik, dicari penyebabnya jika karena TBC maka harus diberikan obat TBC, diberikan obat penekan batuk (Sani, 2007).
Universitas Sumatera Utara
c. Sesak nafas Sesak nafas merupakan gejala klinis dari gangguan pada saluran pernafasan. Sesak nafas bukan merupakan penyakit, tetapi merupakan manifestasi dari penyakit yang menyerang saluran pernafasan. Penyakit yang bisa menyebabkan sesak nafas sangat banyak sekali mulai dari infeksi, alergi, inflamasi bahkan keganasan. Hal – hal yang bisa menyebabkan sesak nafas antara lain : 1.
Faktor psikis
2.
Peningkatan kerja pernafasan a. Peningkatan ventilasi (latihan jasmani, hiperkapnia, asidosis metabolik). b. Sifat fisik yang berubah (tahanan elastis paru meningkat, tahanan elastis dinding paru meningkat, peningkatan tahanan bronchial).
3.
Otot pernafasan yang abnormal a. Penyakit otot (kelemahan otot, kelumpuhan otot, distrofi). b. Fungsi mekanis otot berkurang. Dispnea atau sesak nafas bisa terjadi dari berbagai mekanisme seperti jika
ruang fisiologi meningkat maka akan dapat menyebabkan gangguan pada pertukaran gas antara O2 dan CO2 sehingga menyebabkan kebutuhan ventilasi makin meningkat sehingga terjadi sesak nafas. Pada orang normal ruang mati ini hanya berjumlah sedikit dan tidak terlalu penting, namun pada orang dalam keadaan patologis di saluran pernafasan maka ruang mati akan meningkat. Begitu juga jika terjadi peningkatan tahanan jalan nafas maka pertukaran gas juga akan terganggu dan juga dapat menyebabkan dispnea. Dispnea juga dapat terjadi pada orang yang mengalami penurunan terhadap compliance paru, semakin rendah
Universitas Sumatera Utara
kemampuan terhadap compliance paru maka semakin besar gradien tekanan transmural yang harus dibentuk selama inspirasi untuk menghasilkan pengembangan paru yang normal. Penyebab menurunnya compliance paru bisa bermacam, salah satunya adalah digantinya jaringan paru dengan jaringan ikat fibrosa akibat inhalasi asbeston atau iritan yang sama. d. Nyeri dada Salah satu bentuk nyeri dada yang paling sering ditemukan adalah angina pectoris yang merupakan gejala penyakit jantung koroner dan dapat bersifat progresif serta menyebabkan kematian, sehingga jenis nyeri dada ini memerlukan pemeriksaan yang lebih lanjut dan penanganan yang serius. e.
Sakit tenggorokan Radang tenggorokan adalah infeksi pada tenggorokan (tekak) dan kadangkala
amandel. Penyebab lainnya diantaranya adalah adanya polusi udara, alergi musiman dan merokok. Perubahan cuaca dan alergi musiman adalah penyebab yang paling sering terjadi. Terutama banyak terjadi pada anak – anak dan infeksi ini disebarkan melalui orang ke orang (person to person contact). Penularan terjadi melalui droplet. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, kemudian bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superfisial bereaksi, terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonukloear. Pada stadium awal, terdapat hyperemia, kemudian edema, dan sekresi yang meningkat. Eksudat mula – mula serosa tetapi menjadi menebal atau berbentuk mukus, dan kemudian cenderung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring.
Universitas Sumatera Utara
2.4. Industri Makanan Ringan Menurut Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 19/M/I/1986, berdasarkan pengklasifikasian industri, industri makanan ringan termasuk kelompok aneka industri. Industri ini merupakan industri yang tujuannya menghasilkan bermacammacam barang kebutuhan hidup sehari-hari. Adapun yang termasuk industri ini adalah sebagai berikut : 1. Industri tekstil, misalnya : benang, kain, dan pakaian jadi 2. Industri alat listrik dan logam, misalnya : kipas angin, lemari es, mesin jahit, televisi dan radio 3. Industri kimia, misalnya : sabun, pasta gigi, sampo, tinta, plastik, obat-obatan dan pipa 4. Industri pangan, misalnya : minyak goreng, terigu, gula, teh, kopi, garam dan makanan kemasan 5. Industri bahan bangunan dan umum, misalnya : kayu gergajian, kayu lapis dan marmer. 2.5. Pengendalian Terhadap Polusi Sulfur Dioksida (SO2) Beberapa metode dapat digunakan untuk mengurangi dan mengendalikan emisi SO2. Diantaranya adalah sebagai berikut : •
Penggunaan bahan bakar bersulfur rendah
•
Substitusi sumber energi lain untuk bahan bakar
•
Menghilangkan sulfur dari bahan bakar sebelum pembakaran
•
Menghilangkan SOx dari gas buang
Universitas Sumatera Utara
Penggunaan bahan bakar bersulfur rendah mungkin dapat dilakukan, tetapi biaya penggunaan bahan bakar lebih mahal dibanding yang bersulfur tinggi karena bahan bakar bersulfur tinggi nilai kalornya lebih tinggi sehingga jumlah bahan bakar bersulfur tinggi yang digunakan jumlahnya lebih sedikit, biaya pemakaian dan transportasi bahan bakar menjadi lebih rendah. Untuk menghilangkan sulfur dari bahan bakar sebelum proses pembakaran membutuhkan beberapa perlakuan, tergantung dari bahan bakar dan bentuk sulfur di dalamnya. Sulfur terdapat dalam tiga bentuk, yaitu pirit, komponen organik dan sulfat. Sulfat pada umumnya dijumpai dalam kuantitas yang kecil dan tidak menimbulkan masalah. Sulfur organik terikat pada molekul yang merupakan bagian dari batu-arang dan tidak dapat dihilangkan tanpa mengubah secara kimia batu-arang tersebut melalui berbagai proses seperti karbonisasi, liquifikasi atau gasifikasi. Sulfur piritik terdapat sebagai partikel terpisah dan dapat dipisahkan dengan cara fisik seperti penggilingan yang dilanjutkan dengan pembilasan/pencucian. Cara fisik tersebut dapat mengurangi kandungan sulfur pirit sampai setengahnya dalam satu kali operasi, tetapi untuk batu-arang bersulfur tinggi (2-4%) dibutuhkan proses beberapa tahap sehingga biayanya menjadi mahal. Menghilangkan SO2 dari gas buang juga merupakan salah satu cara untuk mengatasi pencemaran SOx, yaitu dengan injeksi batu kapur ke dalam zona pembakaran sehingga bereaksi dengan SO2 membentuk garam sulfat melalui reaksi sebagai berikut : 2CaCO3 + 2SO2 + O2 —› 2CaSO4 + 2CO2
Universitas Sumatera Utara
Permasalahan yang dihadapi pada metode ini adalah terbentuknya bahan buangan yang cukup tinggi dalam bentuk CaSO4 padat, batu kapur yang tidak bereaksi dan abu yang harus dibuang (Kristanto, 2002). 2.6. Penentuan Lokasi dan Titik Pengambilan Sampel Udara Ambien Udara diperlukan manusia setiap saat dalam kehidupan. Untuk itu kualitas udara yang layak harus tersedia untuk mendukung terciptanya kesehatan masyarakat (Mulia, 2005). Secara umum, sampel udara ambien diambil di daerah pemukiman penduduk, perkantoran, kawasan industri, atau daerah lain yang dianggap penting. Tujuannya adalah untuk mengetahui kualitas udara yang dapat dipengaruhi oleh kegiatan tertentu. Kriteria yang dapat dipertimbangkan dalam menentukan lokasi pengambilan sampel udara ambien (Hadi, 2005), yaitu: 1. Daerah yang mempunyai konsentrasi pencemar tinggi 2. Daerah padat penduduk 3. Daerah yang diperkirakan menerima paparan pencemar dari emisi cerobong industri 4. Daerah proyeksi untuk mengetahui dampak pembangunan 2.6.1. Baku Mutu Udara Ambien Baku mutu udara ambien adalah batas kadar yang di perbolehkan bagi zat atau bahan pencemar terdapat di udara namun tidak menimbulkan gangguan terhadap makhluk hidup, tumbuh-tumbuhan dan atau benda.
Universitas Sumatera Utara
Baku mutu udara ambien menurut Surat Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. KEP-03/MENKLH/II/1991 tanggal 1 Februari 1991 seperti yang tertera pada tabel di bawah ini : Tabel 5. Baku Mutu Udara Ambien No. Parameter 1 2 3 4 5
SO2 CO NOx Ox Debu
Waktu Pengukuran 24 jam 8 jam 24 jam 1 jam 24 jam
6 7 8 9
Pb H2S NH3 HC
24 jam 30 min 24 jam 3 jam
Baku Mutu 0.01 ppm 20 ppm 0.05 ppm 0.10 ppm 0.26mg/m3
Metode Analisis *) Pararosanilin NIDR Saltzman Chem.lum Gravimetrik
0.06mg/m3 0.03 ppm 2.00 ppm 0.24 ppm
Gravimetrik Hg thiocynat Nessler Flameionization
Peralatan *) Spektrofotometer NIDR analyzer Spektrofotometer Spektrofotometer Hi-volume sampler Hi-vol, AAS Spektrofotometer Spektrofotometer Gas Chromatograpy
Sumber : Wardhana, 1995 Keterangan : •
Yang dimaksud dengan waktu pengukuran adalah waktu perataan (averaging time) dan untuk pengukuran tiap jam dilakukan perhitungan secara geometric mean.
•
Standar H2S tidak berlaku untuk daerah yang mengandung H2S secara alami
•
*) = yang dianjurkan
•
NDIR = Non-dispersive infrared
•
Hii-Vol + High Volume Sampling Methode
•
AAS = Atomatic Absorbtion Spectrophotometer
•
GC = Gas Cromatograph Dengan diberlakukannya baku mutu ini, maka berarti bahwa udara yang
mengandung unsur-unsur melebihi standar tadi akan disebut tercemar. Diharapkan
Universitas Sumatera Utara
bahwa bila kualitas udara dapat dipelihara sehingga kadar berbagai zat tadi tidak terlampaui, maka diharapkan tidak akan terjadi gangguan kesehatan terhadap manusia, hewan, tumbuhan maupun harta benda (Slamet, 2009). 2.6.2. Pemilihan Pabrik yang Akan Dilakukan Pemeriksaan Berbagai industri yang diantara bahan bakunya yang banyak mempergunakan zat-zat kimia organik maupun anorganik. Sebagai hasil pengelolaannya selain menghasilkan produk-produk yang berguna bagi kepentingan hidup manusia juga dikeluarkan produk-produk yang berguna bagi kepentingan hidup manusia juga dikeluarkan produk-produk yang tidak berguna dapat berupa racun (Supardi, 2003). Berdasarkan pada data industri, dipilih pabrik prioritas untuk dilakukan pemeriksaan rutin. Hal ini dikarenakan jumlah pabrik yang ada biasanya tidak sepadan dengan jumlah staf dan data yang tersedia. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan pabrik prioritas (Hamid dan Pramudyanto, 2007), yaitu : a.
Pabrik tersebut berskala besar (dilihat dari kapasitas produksi dan debit limbahnya).
b. Berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan. c. Pernah diadukan atau dikeluhkan oleh masyarakat, baik melalui surat pengaduan maupun dimuat di media massa. d. Pernah diberikan surat peringatan atau sanksi administrasi. e. Pernah atau sedang dalam tuntutan pidana dan atau perdata. f. Pernah atau sedang dilakukan proses mediasi atau negoisasi.
Universitas Sumatera Utara
g. Pabrik berada di wilayah kerja yang menjadi wewenangnya. h. Tidak ada instansi/lembaga lain yang secara khusus berkewajiban untuk melakukan pemeriksaan rutin. 2.7. Proses Pembentukan Batubara Dikenal ada dua macam teori untuk menjelaskan proses terbentuknya lapisan batubara (Akhadi, 2009), yaitu : 1.
Teori In Situ Menyatakan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan batubara terbentuk di tempat dimana tumbuh-tumbuhan asal itu berada. Setelah tumbuhan tersebut mati dan belum mengalami proses transportasi, segera tertutup oleh lapisan sedimen dan mengalami proses pembatubaraan (coalification). Jenis batubara yang terbentuk melalui proses ini mempunyai sebaran yang luas dan merata, kualitasnya baik karena kadar abunya relatif kecil.
2.
Teori Drift Menyatakan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan batubara terjadi di tempat yang berbeda dengan tempat tumbuhan semula hidup dan berkembang. Tumbuhan yang telah mati diangkut oleh media air dan terakumulasi di suatu tempat yang selanjutnya tertutup oleh batuan sedimen dan mengalami proses pembatubaraan. Kualitasnya kurang baik karena mengandung banyak material pengotor yang tercampur pada saat transportasi dari tempat asal tanaman ke tempat sedimentasi.
Universitas Sumatera Utara
2.7.1. Zat Dihasilkan dari Pembakaran Batubara Pemakaian batubara dalam kegiatan industri sangat banyak. Pada pembakaran dan pemecahan (cracking) batubara, selain dihasilkan gas buangan (SOx , CO, NOx), juga menghasilkan abu terbang ( fly ash) dan abu dasar (buttom ash). a.
Abu Abu batubara adalah bagian dari sisa pembakaran batubara pada boiler yang berbentuk partikel halus. Abu terbentuk dari perubahan bahan mineral karena proses pembakaran. Komposisi antara abu terbang dan abu dasar tergantung sistem pembakarannya.
b.
Oksida belerang (SOx ) Belerang terdapat pada batubara dengan kadar bervariasi, jauh dibawah 1% sampai lebih dari 4%. Oksida belerang dapat selanjutnya dapat teroksidasi menjadi SO3. Sedangkan belerang sulfat disamping stabil dan sulit menjadi oksida belerang.
c.
Oksida Nitrogen (NOx) Nitrogen umumnya terikat dengan material organik dalam batubara dan kadarnya kurang dari 2%. Pada pembakaran, nitrogen akan dirubah menjadi oksida nitrogen (NOx).
d.
Karbon Monoksida (CO) Gas CO terbentuk pada pembakaran tidak sempurna. Gas ini dihasilkan dari proses oksidasi bahan bakar yang tidak sempurna. Gas ini bersifat tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak menyebabkan iritasi.
e.
Asap dan Gas Hidrokarbon
Universitas Sumatera Utara
Asap dan gas hidrokarbon terbentuk pada pembakaran yang sangat tidak sempurna. Asap terutama terdiri dari partikel-partikel karbon yang tidak terbakar. Sedangkan gas hidrokarbon adalah senyawa karbon dan hidrogen hasil pemecahan bahan organik batubara yang belum mengalami oksida oksigen lebih lanjut (Anonimous, 2011). 2.7.2. Briket Batubara Menurut Sukandarrummi (1995), briket batubara adalah bahan bakar padat yang terbuat dari batubara dengan sedikit campuran seperti tanah liat dan tapioka. Briket batubara mampu menggantikan sebagian dari kegunaan minyak tanah seperti untuk pengolahan makanan, pengeringan, pembakaran dan pemanasan. Bahan baku utama briket batubara adalah batubara yang sumbernya berlimpah di Indonesia. Hal ini mendorong pemanfaatan briket untuk masyarakat dan industri kecil di Indonesia antara lain: - Potensi batubara Indonesia yang sangat besar. - Penduduk Indonesia sebagian besar tinggal di pedesaan. - Dapat dilaksanakan dengan teknologi sederhana, dengan investasi sedikit. - Batubara Indonesia mudah pecah dan bernilai kalori tinggi. - Kebijaksanaan pemerintah untuk mengurangi pemakaian minyak dan kayu bakar. Menurut Anonimous (2013), adapun parameter antara minyak tanah dan briket batubara adalah : 1. Nilai kalori : Minyak tanah 9000 kkal/ltr Briket batubara 5400 kkal/kg 2. Ekivalen
: Minyak tanah 1 liter Briket batubara 1,5 kg
Universitas Sumatera Utara
2.7.3.
Teknik Pembriketan Batubara Adapun teknik-teknik pembriketan batubara adalah sebagai berikut :
a. Sifat briket yang baik - Tidak berasap dan tidak berbau pada saat pembakaran. - Mempunyai kekuatan tertentu sehingga tidak mudah pecah waktu diangkat dan dipindah-pindah. - Mempunyai suhu pembakaran yang tetap (± 350 C) dalam jangka waktu yang cukup panjang (8-10 jam). b. Jenis briket Dikenal 2 jenis berikut yaitu : - Tipe Yontan, berbentuk silinder dan digunakan untuk keperluan rumah tangga. - Tipe Egg, berbentuk telur dan digunakan untuk bahan bakar industri kecil seperti untuk pembakaran kapur, bata, genteng, pandai besi, tetapi juga untuk keperluan rumah tangga. c. Karakteristik pembakaran - Sifat pembakaran adalah sangat penting disamping tergantung dari sifat batubaranya. Karakteristik pembakaran briket ini (lama dan suhu pembakaran) tergantung pula dari besarnya udara yang terbakar dan nilai kalori batubara (Sukandarrummi, 1995).
Universitas Sumatera Utara
2.8. Kerangka Konsep Yang mempengaruhi kadar SO2 di udara -
Cuaca Kelembaban Kecepatan angin Arah angin
Kadar SO2 pada Udara Ambien di Sekitar Kawasan Pemukiman Penduduk Industri Makanan Ringan Karakteristik Responden 1. Umur 2. Pendidikan 3. Lama tinggal 4. Pekerjaan/aktivitas 5. Lama berada di rumah Karakteristik Tempat Tinggal Responden
- Melebihi Baku Mutu - Tidak melebihi Baku Mutu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 41 Tahun 1999
Keluhan saluran pernafasan : -
Batuk
-
Batuk darah
-
Nyeri dada
-
Sakit tenggorokan
-
Sesak nafas
1. Jarak rumah dari industri Ketinggian rumah 2. Tinggi Rumah
Universitas Sumatera Utara