BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Inventarisasi Inventarisasi adalah kegiatan pengumpulan dan penyusunan data dan fakta mengenai sumber daya alam untuk perencanaan pengelolaan sumber daya tersebut.
Kegiatan
inventarisasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan data tentang jenis-jenis tumbuhan bawah yang ada di suatu daerah. Kegiatan inventarisasi meliputi kegiatan eksplorasi dan identifikasi. Menurut Yuniarti, (2011) kegiatan inventarisasi dan karakterisasi terhadap morfologi tumbuhan bawah diharapkan dapat mengungkapkan potensi dan informasi yang dapat digunakan sebagai acuan untuk mengenalkan jenis-jenis tumbuhan bawah yang ada di daerah kawasan penelitian. Identifikasi adalah tugas untuk mencari dan mengenal ciri-ciri taksonomik individu yang beranekaragam dan memasukkannya ke dalam suatu takson. Pengertian identifikasi berbeda sekali dengan pengertian klasifikasi. Identifikasi berkaitan erat dengan ciri-ciri taksonomik dan akan menuntun sebuah sampel ke dalam suatu urutan kunci identifikasi, sedangkan klasifikasi berhubungan dengan upaya mengevaluasi sejumlah besar ciri-ciri (Tjitrosoepomo, 2005). Berbagai macam spesies tumbuhan atau keanekaragaman tumbuhan yang sangat banyak di muka bumi ini memungkinkan manusia untuk tidak mengenal seutuhnya tumbuhan tersebut. Dengan demikian setiap manusia akan mengidentifikasi banyaknya tumbuhan itu. Menurut Tjitrosoepomo (2005: 70) bahwa ada 2 kemungkinan yang selalu dihadapi oleh seseorang ketika akan mengidentifikasi suatu tumbuhan. Pertama, tumbuhan yang akan diidentifikasi belum dikenal oleh dunia ilmu pengetahuan. Jadi belum ada nama ilmiahnya dan juga belum ditentukan tumbuhan itu berturut-turut dimasukkan dalam suatu kategori.
Kedua adalah tumbuhan yang akan diidentifikasi sudah dikenal oleh dunia ilmu pengetahuan, sudah ditentukan nama dan tempatnya yang tepat dalam sistem klasifikasi. a. Identifikasi tumbuhan yang belum dikenal Sebagian besar kehidupan manusia bergantung pada tumbuhan. Sejak dahulu manusia telah melakukan pengenalan terhadap tumbuhan. Semakin banyak yang ia kenal, semakin dirasakan pula perlunya untuk mengadakan penggolongan atau klasifikasi. Oleh karena itu, berbicara tentang identifikasi bukanlah suatu hal yang baru lagi. Klasifikasinya diharapkan dapat disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan yaitu dengan menerakpan sistem filogenetik. Identifikasi tumbuhan selalu didasarkan atas bahan yang riil, baik bahan yang masih hidup maupun yang sudah diawetkan. Bahan yang telah diawetkan, biasanya dengan cara dikeringkan atau dalam bejana yang berisi cairan pengawetan. b. Identifikasi tumbuhan yang sudah dikenal Pada dasarnya, pemberian nama atau cara mempublikasikan nama takson baru harus sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam KITT (Kode Internasional Tatanama Tumbuhan). Nama yang diberikan dan tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku disebut nama yang tidak sah (illegitimate name), sedangkan publikasi yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku disebut publikasi yang tidak berlaku (not validly published). Terakhir, nama yang tidak sah dan dipublikasikan menyimpang dari ketentuan merupakan nama yang tidak dapat diterima dan tidak dibenarkan untuk dipakai (inadmissable), (dalam Tjitrosoepomo, 2005: 72). 2.2 Tumbuhan Bawah Vegetasi atau komunitas tumbuhan adalah suatu kumpulan tumbuh-tumbuhan yang biasanya terdiri dari beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat yang memiliki hubungan sangat erat antara komponen biotik dengan abiotiknya. Vegetasi atau komunitas tumbuhan juga diartikan sebagai satu komponen biotik yang menempati habitat
tertentu misalnya hutan, semak belukar padang ilalang dan lain-lain. Struktur dan komposisi vegetasi pada suatu wilayah dipengaruhi oleh komponen ekosistem lainnya yang saling berhubungan dan berinteraksi (Setiadi dalam Arrijani dkk., 2006). Keanekaragaman tumbuhan bawah memperlihatkan tingkatan keanekaragaman yang tinggi berdasarkan komposisinya. Perbedaan bentang lahan, tanah, faktor iklim serta perbandingan keanekaragaman spesies vegetasi tumbuhan bawah, memperlihatkan banyak perbedaan, baik dalam kekayaan jenisnya maupun pertumbuhannya (Nirwani, 2010). Komposisi
keanekaragaman tumbuhan bawah dipengaruhi beberapa faktor
lingkungan seperti cahaya, kelembaban, pH tanah, tutupan tajuk dari pohon di sekitarnya, dan tingkat kompetisi dari masing-masing jenis (Nirwani, 2010).Keanekaragaman tumbuhan bawah memperlihatkan tingkatan keanekaragaman yang tinggi berdasarkan komposisinya. Perbedaan bentang lahan, tanah, faktor iklim serta perbandingan keanekaragaman spesies vegetasi bawah, memperlihatkan banyak perbedaan, baik dalam kekayaan jenisnya maupun pertumbuhannya. Tumbuhan bawah berfungsi sebagai penutup tanah menjaga kelembaban sehingga proses dekomposisi dapat berlangsung lebih cepat, sehingga dapat menyediakan unsur hara untuk tanaman pokok. Siklus hara akan berlangsung sempurna dan guguran daun yang jatuh sebagai serasah akan dikembalikan lagi ke pohon dalam bentuk unsur hara yang sudah diuraikan oleh bakteri (Irwanto dalam Nirwani, 2010). Tumbuhan bawah atau rerumputan menurut Syarif, (2005) menyatakan bahwa rumput termasuk salah satu jenis tumbuhan yang toleran atau yang mampu beradaptasi pada lingkungan yang mengandung logam berat, sehingga banyak digunakan sebagai tanaman pionirdalam rehabilitas lahan-lahan marginal termasuk lahan terdegradasi bekas penambangan. Tumbuhan bawah pada suatu komunitas hutan baik heterogen maupun homogen, hutan alam maupun hutan tanaman merupakan jenis yang termasuk dalam tumbuhan liar.
Tumbuhan bawah mempunyai korelasi yang nyata dengan tempat tumbuh (habitat) dalam hal penyebaran jenis, kerapatan, dan dominansinya (Indrawan dalam Dahlan, 2011). Menurut
Dahlan, (2011) bahwa jenis pohon kecil (perdu), semak-semak, dan
tumbuhan bawah serta liana perlu dipelajari, karena tumbuhan ini antara lain: 1. Mungkin merupakan indikator tempat tumbuh 2. Merupakan pengganggu bagi pertumbuhan permudaan pohon-pohon penting 3. Penting sebagai penutup tanah 4. Penting dalam pencampuran serasah dan pembentukan bunga tanah. Pada lahan atau tegakan hutan, tumbuhan bawah seringkali dianggap sebagai gulma. Menurut Nazif dalam Dahlan, (2011) gulma adalah tumbuhan yang mengganggu tanaman budidaya, sebab gulma memiliki kemampuan yang bersaing dengan tanaman pokok dalam hal unsur hara, cahaya, air dan tempat tumbuh. Selain itu juga dapat berperan sebagai perantara dari hama penyakit dan juga dapat bersifat alelopati yang dapat menimbulkan gangguan fisiologis bagi tanaman pokok. Pada dasarnya setiap tumbuhan memiliki toleransi untuk bertahan hidup yang berbeda-beda agar mampu beradaptasi dengan lingkungan yang ekstrim. Hukum toleransi Sheford “distribusi spesies akan dikontrol oleh faktor lingkungan yang berada pada kisaran toleransi sempit”. Lebih lanjut Leksono (2007), menyatakan bahwa : Toleransi suatu spesies akan berubah karena adanya seleksi alam. Contohnya logam berat seperti timbal bersifat sangat toksik untuk tumbuhan. Sebesar 0,001% timbal dan 0,00005% tembaga dapat mematikan sebagian besar tumbuhan dalam waktu satu minggu. Dalam tanah yang tercemar limbah pertambangan, kadang konsentrasi timbal, tembaga dan seng mencapai 1%, yang seharusnya dapat mematikan seluruh tumbuhan yang ada. Akan tetapi, dalam waktu kurang dari 50 tahun, rumput Agrotis tenuis telah berkembang di tanah limbah pertambangan di Inggris. Beberapa spesies dapat bertahan hidup pada area dengan kadar logam berat tinggi. Secara umum tumbuhan memiliki beberapa keunggulan, yaitu: (i) Beberapa famili tumbuhan memiliki sifat toleran dan hiperakumulator terhadap logam berat; (ii) Banyak jenis tumbuhan dapat merombak polutan; (iii) Pelepasan tumbuhan yang telah dimodifikasi secara
genetik ke dalam suatu lingkungan relatif lebih dapat dikontrol dibandingkan dengan mikrob; (iv) Tumbuhan memberikan nilai estetika; (v) Dengan akarnya yang dapat mencapai 100 x 106 km akar per ha, tumbuhan dapat mengadakan kontak dengan bidang tanah yang sangat luas dan penetrasi akar yang dalam; (vi) Dengan kemampuan fotosintesis, tumbuhan dapat menghasilkan energi yang dapat dicurahkan selama proses detoksifikasi polutan; (vii) Asosiasi tumbuhan dengan mikrob memberikan banyak nilai tambah dalam memperbaiki kesuburan tanah (Feller dalam Hidayati, 2005). Tumbuhan bawah bersifat hipertoleran terhadap logam berat yang merupakan karakteristik yang mengindikasikan sifat hiperakumulator suatu tumbuhan. Suatu tumbuhan dapat disebut hiperakumulator apabila memiliki karakter-karakter sebagai berikut : 1) Tumbuhan memiliki tingkat laju penyerapan unsur dari tanah yang lebih tinggi dibanding tanaman lainnya, 2) Tumbuhan dapat mentoleransi unsur dalam tingkat yang tinggi pada jaringan akar dan tajuknya, dan 3) Tumbuhan memiliki laju translokasi logam berat dari akar ke tajuk yang tinggi sehingga akumulasinya pada tajuk lebih tinggi dari pada akar ( Brown dalam Juhaeti, 2005). Tumbuhan hiperakumulator
adalah
tumbuhan
yang
mempunyai
kemampuan
menyerap logam berat dari tanaman melalui akar dan mengakumulasinya dalam berbagai organnya. Jenis tumbuhan ini sangat terbatas. Beberapa peneliti mengusulkan selain tumbuhan hiperakumulator, jenis tumbuhan hipertoleransi yang mempunyai biomassa tinggi bisa juga digunakan sebagai tanaman alternatif dalam fitoremediasi (Ebbs dalam Hardiani, 2008). 2.3 Limbah Hasil Pertambangan Emas Usaha penambangan emas tradisional sering dianggap sebagai penyebab kerusakan dan pencemaran lingkungan, karena para penambang menggunakan merkuri untuk mengekstrak emasnya. Banyak sungai di wilayah Indonesia dilaporkan tercemar merkuri dari
limbah penambangan emas diantaranya Sungai Cikaniki dan Sungai Cidikit (Yustiawati dalam Juhaeti 2009). Penambangan emas yang mengandung logam berat merkuri (Hg) merupakan pencemaran secara langsung, akibatnya akan berdampak pada biota tanah. Menurut pendapat Ayobami dalam Tulalessy (2011) bahwa tanah-tanah di sekitar kawasan penambangan emas pada umumnya telah tercemar berat merkuri (Hg) sebagai akibat dari adanya proses pengolahan emas dengan menggunakan merkuri. Logam, termasuk kontaminan yaug unik karena tidak dapat mengalami degradasi baik secara biologis maupun kimiawi yang dapat menurunkan kadar racunnya sehingga dampaknya bisa berlangsung sangat lama. Kemungkinan yang terjadi adalah logam akan mengalami transformasi sehingga dapat meningkatkan mobilitas dan sifat racunnya. Hal ini menjadi perhatian serius karena dapat menjadi potensi polusi pada permukaan tanah maupun air tanah dan dapat menyebar ke daerah sekitarnya melalui air, penyerapan oleh tumbuhan dan bioakumulasi pada rantai makanan (Juhaeti, 2009).