BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Uraian Gunung Berapi Gunung berapi atau gunung api secara umum adalah istilah yang
didefinisikan sebagai suatu saluran fluida panas (batuan dalam wujud cair atau lava) yang memanjang dari kedalaman sekitar 10 km di bawah permukaan bumi sampai ke permukaan bumi, termasuk endapan hasil akumulasi material yang dikeluarkan saat dia meletus. Secara singkat, gunung berapi adalah gunung yang masih aktif dalam mengeluarkan material di dalamnya (Rukaesih, 2004). Gunung berapi yang aktif mungkin akan berubah menjadi separuh aktif, padam dan akhirnya menjadi tidak aktif atau mati. Gunung berapi akan padam dalam waktu 610 tahun sebelum akhirnya aktif kembali. Oleh karena itu, sukar bagi kita untuk menentukan apakah suatu gunung itu sudah mati ataukah masih aktif. Karena sudah mengalami letusan berulang kali di sepanjang “hidupnya” , gunung berapi mempunyai beberapa bentuk. Apabila gunung berapi meletus, magma yang terdapat di bawah gunung berapi akan keluar sebagai lahar atau lava. Lava ini sangat panas dan berbahaya bagi makhluk hidup. Selain aliran lava, material lain yang juga berbahaya dari gunung yang sedang meletus adalah aliran lumpur, abu, dan gas beracun. Selain itu, meletusnya gunung berapi juga akan mengakibatkan kebakaran hutan, gelombang tsunami, bahkan gempa bumi.
Universitas Sumatera Utara
Jenis-jenis gunung berapi berdasarkan bentuknya: a. Stratovolcano Gunung berapi ini tersusun dari beberapa jenis batuan hasil letusan yang tersusun secara berlapis-lapis. Jenis gunung berapi ini membentuk suatu kerucut besar (raksasa) dan terkadang bentuknya tidak beraturan. Hal ini dikarenakan adanya letusan yang terjadi beberapa ratus kali. Gunung Merapi di Yogyakarta termasuk gunung berapi jenis ini. b. Perisai Di Indonesia tidak ada gunung yang berbentuk perisai. Gunung api perisai contohnya Maona Loa Hawaii, Amerika Serikat. Gunung api perisai terjadi karena magma cair keluar dengan tekanan rendah tanpa adanya letusan. Lereng gunung yang terbentuk menjadi sangat landai. c. Cinder Cone Gunung jenis Cinder Cone merupakan gunung berapi yang abu dan pecahan kecil batuan vulkaniknya menyebar di sekeliling gunung. Sebagian besar gunung jenis ini membentuk mangkuk di puncaknya. Gunung jenis ini jarang yang mempunyai tinggi di atas 500 meter dari permukaan tanah sekitarnya. d. Kaldera Gunung berapi jenis ini terbentuk dari ledakan yang sangat kuat sehingga melempar ujung atas gunung dan membentuk cekungan. Gunung Bromo termasuk gunung jenis ini (Hartuti, 2009). 2.1.2
Gunung Meletus Letusan gunung api merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang
dikenal dengan istilah “erupsi”. Hampir semua kegiatan gunung api berkaitan
Universitas Sumatera Utara
dengan zona kegempaan aktif yang berhubungan dengan batas lempeng. Pada batas lempeng terjadi perubahan tekanan dan suhu yang sangat tinggi, sekitar 1.0000C sehingga mampu melelehkan material sekitarnya membentuk cairan pijar (magma). Magma akan mengintrusi batuan atau tanah disekitarnya melalui rekahan-rekahan mendekati permukaan bumi. Cairan magma yang keluar dari dalam bumi disebut lava. Suhu lava yang dikeluarkan dapat mencapai 7001.2000C. Letusan gunung berapi yang membawa batu dan abu dapat menyembur sampai radius 18 km atau lebih, sedangkan lavanya dapat membanjiri sampai radius 90 km (Hartuti, 2009). Setiap gunung api memiliki karakteristik tersendiri jika ditinjau dari jenis muntahan atau produk yang dihasilkannya. Akan tetapi, apa pun jenis produk tersebut kegiatan letusan gunung api tetap membawa bencana bagi kehidupan. Bahaya letusan gunung api memiliki risiko merusak dan mematikan (Hartuti, 2009). 2.2
Logam Logam berasal dari kerak bumi yang berupa bahan-bahan murni, organik
dan anorganik. Logam itu sendiri dalam kerak bumi dibagi menjadi logam makro dan logam mikro, di mana logam makro ditemukan lebih dari 1.000 mg/kg dan logam mikro jumlahnya kurang dari 500 mg/kg (Darmono, 1995). Tabel 1. Logam-logam Makro dan Mikro yang Ditemukan dalam Kerak Bumi Kelompok Makro
Logam
Simbol
Jumlah (mg/kg)
Aluminium
Al
81.300
Besi
Fe
50.000
Kalsium*
Ca
36.300
Universitas Sumatera Utara
Mikro
*
Natrium*
Na
28.300
Kalium*
K
25.900
Magnesium*
Mg
20.900
Mangan
Mn
1.000
Barium
Ba
425
Nikel
Ni
75
Seng
Zn
70
Tembaga
Cu
55
Plumbum
Pb
12,5
Uranium
U
2,7
Timah putih
Sn
2
Kadmium
Cd
0,2
Merkuri
Hg
0,08
Perak
Ag
0,07
Emas
Au
0,004
Logam ringan. Logam dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu logam esensial dan logam
nonesensial. Logam esensial adalah logam yang diperlukan untuk membantu reaksi-reaksi biokimia yang terjadi di dalam tubuh makhluk hidup seperti membantu kerja enzim atau pembentukan sel darah merah. Sebaliknya logam nonesensial adalah logam yang keberadaannya dalam tubuh makhluk hidup dapat menimbulkan pengaruh-pengaruh negatif dan apabila kandungannya tinggi akan dapat merusak organ-organ tubuh makhluk hidup yang bersangkutan. Contoh
Universitas Sumatera Utara
logam esensial yaitu Na, K, Fe, Mg, Ca, sedangkan contoh logam nonesensial yaitu Hg, Pb, Cd, dan As (Palar, 2004). 2.3 Magnesium (Mg) Magnesium (Mg) merupakan salah satu jenis logam ringan. Magnesium mempunyai nomor atom 12 dengan berat atom 24,3050. Titik didih Mg adalah 1105oC dan memiliki massa jenis 1,74 g/cm3 (Widowati, 2008). Mg berfungsi bagi tanaman yaitu untuk: a. menyehatkan klorofil b. mengatur peredaran zat makanan dalam tubuh tanaman, dan c. mengatur peredaran zat karbohidrat dalam tubuh tanaman (Mulyani, 2005) 2.4 Besi (Fe) Besi (Fe) merupakan salah satu jenis logam berat. Besi mempunyai nomor atom 26 dengan berat atom 55,847. Titik didih Fe adalah 2750oC dan memiliki massa jenis 7,874 g/cm3 (Widowati, 2008). Fe diserap tanaman dalam bentuk Fe++, Fe+++, penting bagi pembentukan klorofil, zat karbohidrat, lemak, protein dan enzym (Mulyani, 2005). 2.5 Timbal Timbal (Pb) merupakan salah satu jenis logam berat. Timbal memiliki titik lebur yang rendah, mudah dibentuk, memiliki sifat kimia yang aktif sehingga bias digunakan untuk melapisi logam agar tidak timbul perkaratan. Timbal adalah logam yang lunak berwarna abu-abu kebiruan mengkilat. Logam ini mempunyai nomor atom 82 dengan berat atom 207,20. Titik didih timbal adalah 1740oC dan memiliki massa jenis 11,34 g/cm3 (Widowati, 2008).
Universitas Sumatera Utara
2.5.1 Toksisitas Timbal Keracunan yang ditimbulkan oleh persenyawaan logam Pb dapat terjadi karena masuknya persenyawaan logam tersebut ke dalam tubuh. Proses masuknya Pb ke dalam tubuh dapat melalui beberapa jalur, yaitu melalui makanan dan minuman, udara dan perembesan atau penetrasi melalui selaput atau lapisan kulit (Palar, 2004). Meskipun jumlah Pb yang diserap oleh tubuh hanya sedikit, logam ini ternyata menjadi sangat berbahaya. Hal ini disebabkan karena Timbal (Pb) adalah logam toksik yang bersifat kumulatif dan bentuk senyawanya dapat memberikan efek racun terhadap fungsi organ yang terdapat dalam tubuh (Suharto, 2005). Gejala yang khas dari keracunan Pb antara lain: 1. Anemia: Pb dapat menghambat pembentukan hemoglobin (Hb) sehingga menyebabkan anemia. Selain itu, lebih dari 95% Pb yang terbawa dalam aliran darah dapat berikatan dengan eritrosit yang menyebabkan mudah pecahnya eritrosit tersebut (Darmono, 1995). 2. Aminociduria: terjadinya kelebihan asam amino dalam urin disebabkan ikut sertanya senyawa Pb yang terlarut dalam darah ke system urinaria (ginjal) yang mengakibatkan terjadinya kerusakan pada saluran ginjal (Darmono, 1995). 3. Gastroenteritis: keadaan ini disebabkan reaksi rangsangan garam Pb pada mukosa saluran pencernaan, sehingga menyebabkan pembengkakan, gerak kontraksi saluran lumen dan usus terhenti, peristaltik menurun sehingga terjadi konstipasi (Darmono, 1995).
Universitas Sumatera Utara
2.6 Kadmium Kadmium adalah logam berwarna putih perak, lunak, mengkilap, tidak larut dalam basa, mudah bereaksi, serta menghasilkan kadmium oksida bila dipanaskan. Kadmium (Cd) umumnya terdapat dalam persenyawaan dengan klor (Cd klorida) atau belerang (Cd sulfida). Cd memiliki nomor atom 40, berat atom 112,4, titik didih 767oC dan memiliki massa jenis 8,65 g/cm3 (Widowati, 2008). 2.6.2 Toksisitas Kadmium Adapun efek yang dapat timbul akibat keracunan logam Cd adalah: 1. Efek terhadap tulang Serangan yang paling hebat akibat dari keracunan yang disebabkan oleh logam Cd adalah kerapuhan tulang. Penyakit ini dinamakan “itai-itai” (itai-itai disease) yang berarti “aduh-aduh”. Penyakit ini mendatangkan rasa sakit pada persendian tulang belakang dan tulang kaki (Palar, 2004). 2. Efek terhadap ginjal Logam Cd dapat menimbulkan gangguan dan bahkan mampu menimbulkan kerusakan pada system yang bekerja di ginjal. Kerusakan yang terjadi pada sistem ginjal dapat dideteksi dari tingkat atau jumlah kandungan protein yang terdapat di dalam urine. Penyakit ini disebut proteinuria. Proteinuria ditemukan pada orang-orang yang telah terpapar Cd dalam selang waktu yang lama, yaitu dalam jangka waktu 20-30 tahun (Palar, 2004).
Universitas Sumatera Utara
3. Efek Cd terhadap paru-paru Keracunan
yang
disebabkan
oleh
terhirupnya
debu
yang
mengandung Cd dapat mengakibatkan kerusakan terhadap paru-paru. Keracunan ini terutama terjadi pada pekerja di pabrik-pabrik yang menggunakan kadmium. Terhirupnya Cd dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya pembengkakan paru-paru (pulmonary emphysema). Peristiwa pembengkakan paru-paru ini disebabkan oleh penghambatan kerja enzim alfa-antipirin oleh logam Cd (Palar, 2004). 4. Efek terhadap sistem reproduksi Daya racun yang dimiliki oleh kadmium juga mempengaruhi sistem reproduksi dan organ-organnya. Pada konsentrasi tertentu Cd dapat mematikan sel-sel sperma pada laki-laki. Hal inilah yang menjadi dasar bahwa akibat terpapar oleh logam Cd dapat mengakibatkan impotensi (Palar, 2004). 2.7 Pencemaran Logam Berat Pencemaran logam berat dapat terjadi pada daerah lingkungan yang bermacam-macam dan ini dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu udara, tanah/daratan, dan air/lautan. Pencemaran udara oleh logam berat sangat erat hubungannya dengan sifat-sifat logam itu sendiri. Pencemaran udara biasanya terjadi pada proses-proses industri yang menggunakan suhu tinggi, sedangkan logam seperti As, Cd, Hg dan Pb, adalah logam yang relatif mudah menguap. Pencemaran daratan dan air (air sungai/laut) biasanya terjadi karena pembuangan limbah dari industri penggunaan logam yang bersangkutan secara tidak
Universitas Sumatera Utara
terkontrol(pabrik aki/ baterai) atau penggunaan bahan yang mengandung logam itu sendiri (pestisida, insektisida) (Darmono, 1995). Kandungan logam dalam tanah sangat berpengaruh terhadap kandungan logam dalam tanaman yang tumbuh di atasnya, sehingga kandungan logam yang kurang atau berlebihan dalam jaringan tanaman akan mencerminkan kandungan logam dalam tanah. Tetapi ada kekecualian, yaitu dengan adanya suatu interaksi di antara logam itu sendiri, sehingga terjadi suatu hambatan penyerapan kandungan logam tersebut dalam tanaman (Darmono, 1995). 2.8 Logam dalam Tanah Logam dalam Tanah Asam jika terjadi penurunan pH, maka unsur kation dari logam akan menghilang karena proses pelarutan. Hal ini sering terjadi dalam tanah di sekitar hutan, yang dipengaruhi oleh adanya deposit asam dalam atmosfer. Pengaruh presipitasi asam dalam kimia tanah erat hubungannya dengan mobilisasi (perubahan) deposit anion dalam tanah, juga dalam sistem pertukaran kation antara tanah dalam tanaman. Pada waktu terjadi kelebihan air, rembesan kation dari tanah ini akan diserap tanaman (Mulyani, 2005) Derajat keasaman tanah adalah faktor utama dalam ketersediaan logam dalam tanaman. Tanah yang asam akan menaikkan pembebasan logam dalam tanah, termasuk logam yang toksik. Derajat keasaman yang tinggi mempengaruhi penyerapan logam dalam tanah. Naiknya ketersediaan logam dalam tanah dapat meningkatkan kandungan logam dalam tanaman. Akumulasi logam dalam tanaman tidak hanya tergantung pada kandungannya dalam tanah, tetapi juga tergantung pada unsur kimia tanah, jenis logam dan spesies tanaman (Mulyani, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Kondisi asam tersebut juga dapat menyebabkan tanaman menjadi defisiensi terhadap mineral, karena adanya kecenderungan ion logam/ mineral yang larut merembes ke bagian tanah yang lebih dalam atau terikat menjadi garam, sehingga tidak dapat diserap oleh tanaman. Fungsi Keasaman tanah: a. Keasaman tanah berakibat langsung terhadap tanaman karena meningkatnya kadar ion-ion Hidrogen bebas. Tanaman akan tumbuh dan berkembang dengan baik pada pH optimum yang dikehendakinya. Jagung misalnya pada pH 5,5-7,5, padi pada pH 5,0-6,5, kedelai pada pH 6,0-7,0 dan sebagainya. Apabila pH jenis tanaman itu tidak sesuai dengan persyaratan fisiologisnya, pertumbuhan tanaman akan terhambat atau bahkan mati. b. Keasaman tanah berakibat pula terhadap baik atau buruknya atau cukup dan kurangnya unsure hara yang tersedia, dalam hal ini pada pH sekitar 6,5 tersedianya unsure hara dinyatakan paling baik, pada pH di bawah 6,0 unsur P,Ca, Mg, Mo ketersediaannya kurang, pada pH di bawah 4,0 ketersediaan unsure hara makro dan Mo dinyatakan buruk sekali, pada pH rendah ketersediaan Al, Fe, Mn, Bo ketersediaanya akan demikian meningkat di mana tanaman akan mengalami keracunan. c. Keasaman tanah dapat berakibat pula hidrolisa mineral-mineral liat (pada pH di bawah 4,0) yang menimbulkan 2 peristiwa penting, yaitu: (1) terbebasnya ion Al dalam jumlah yang banyak sehingga menimbulkan keracunan; (2) penghancuran kompleks absorpsi (penyerapan) anorganik yang selanjutnya menjadikan daya simpan hara yang tersedia dan daya sangga suasana kimiawi dan daya simpan lengas menurun sekali (Mulyani, 2005).
Universitas Sumatera Utara
2.9 Logam dalam Tubuh Makhluk Hidup Pada tubuh makhluk hidup termasuk manusia logam dan mineral mengalami proses biokimiawi dalam membantu proses fisiologis atau sebaliknya menyebabkan toksisitas . Dalam sistem fisiologis manusia, unsur tersebut juga dibagi menjadi dua bagian yaitu makroelemen, yang ditemukan dalam jumlah relatif besar (lebih dari 0,005% dari berat badan) dan mikroelemen yang ditemukan dalam jumlah relatif kecil (kurang dari 0,005% dari berat badan). Pada manusia jumlah makroelemen dari yang terbesar ke terkecil berturut-turut adalah: kalsium (Ca), fosfor (P), potassium/ kalium (K), sulfur/ belerang (S), sodium/ natrium (Na), klor (Cl) dan magnesium (Mg). Sedangkan yang mikroelemen berturut-turut: besi (Fe), iodium (I), tembaga (Cu), seng (Zn), mangan (Mn), dan kobal (Co) (Darmono, 2001). Logam/ mineral tersebut ada yang berikatan dengan protein dan ada yang bersifat katalisator dalam cairan jaringan seperti menjaga pH darah maupun membantu transfer sistem saraf motorik. Beberapa mineral yang sangat sedikit terlibat dalam ikatan protein ialah: ion Na+, K+, Mg dan Co. Di lain pihak, logam berbahaya (Cd, Pb, Hg, As) yang dapat menyebabkan toksik biasanya terikat dengan protein sebagai metalotionein (Darmono, 2001). Proses biokimiawai dalam tubuh makhluk hidup hampir selalu melibatkan unsur-unsur logam di dalamnya. Pada suatu proses fisiologik yang normal, ion logam esensial sangat berperan aktivitasnya, baik dalam ikatannya dengan protein, enzym maupun dalam bentuk lainnya. Manusia yang sehat dalam jaringan tubuhnya selalu ditemukan ion logam yang normal. Sedangkan ion logam yang ditemukan terlalu rendah pada jaringan tertentu, misalnya darah (Fe), hati (Cu),
Universitas Sumatera Utara
dapat digunakan untuk mendiagnosis adanya kelainan pada orang yang bersangkutan, yang kemungkinan menderita defisiensi atau penyakit lainnya (Darmono, 2001). 2.10 Spektrofotometri Serapan Atom 2.10.1 Prinsip Dasar Spektrofotometri Serapan Atom Spektrofotometri serapan atom adalah suatu metode yang digunakan untuk mendeteksi
atom-atom logam
dalam fase gas. Metode ini seringkali
mengandalkan nyala untuk mengubah logam dalam larutan sampel menjadi atomatom logam berbentuk gas yang digunakan untuk analisis kuantitatif dari logam dalam sampel (Bender, 1987). Spektroskopi serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif unsurunsur logam dalam jumlah sekelumit (trace) dan sangat kelumit (ultratrace). Cara analisis ini memberikan kadar total unsur logam dalam suatu sampel dan tidak tergantung pada bentuk molekul dari logam dalam sampel tersebut. Cara ini cocok untuk analisis sekelumit logam karena mempunyai kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm), pelaksanaannya relatif sederhana, dan interferensinya sedikit. Spektrofotometri serapan atom didasarkan pada penyerapan energi sinar oleh atom-atom netral dalam bentuk gas (Rohman, 2007). Proses yang terjadi ketika dilakukan analisis dengan menggunakan spektrofotometri atom dengan cara absorbs yaitu penyerapan energy radiasi oleh atom-atom yang berada pada tingkat dasar. Atom-atom tersebut menyerap radiasi pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat atom tersebut. Sebagai contoh plumbum menyerap radiasi pada panjang gelombang 283,3 nm, kadmium pada 228,8 nm, natrium pada 589 nm, sementara kalium menyerap pada panjang
Universitas Sumatera Utara
gelombang 766,5 nm. Dengan menyerap energi, maka atom akan memperoleh energy sehingga suatu atom pada keadaan dasar dapat ditingkatkan menjadi ke tingkat eksitasi (Rohman, 2007). Secara eksperimental akan diperoleh puncak-puncak serapan sinar oleh atom-atom yang dianalisis. Garis-garis spektrum serapan atom yang timbul karena serapan sinar yang menyebabkan eksitasi atom dari keadaaan azas ke salah satu tingkat energy yang lebih tinggi disebut garis-garis resonansi (Resonance line). Garis-garis ini akan dibaca dalam bentuk angka oleh Readout (Rohman, 2007). Metode spektrofotometri serapan atom berdasarkan pada prinsip absorbsi cahaya oleh atom. Atom-atom akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya (Rohman, 2007). Kelemahan spektrofotometri serapan atom adalah sampel harus dalam bentuk larutan dan tidak mudah menguap dan satu lampu katoda hanya digunakan untuk satu unsur saja (Fifield, 1983). Adapun instrumentasi spektrofotometer serapan atom adalah sebagai berikut: a. Sumber Radiasi Sumber radiasi yang digunakan adalah lampu katoda berongga (hallow cathode lamp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda dan anoda. Katoda berbentuk silinder berongga yang dilapisi dengan logam tertentu (Rohman, 2007). b. Tempat Sampel Dalam analisis dengan spektrofotometer serapan atom, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih
Universitas Sumatera Utara
dalam keadaan azas. Ada berbagai macam alat yang digunakan untuk mengubah sampel menjadi uap atom-atomnya, yaitu: 1. Dengan nyala (Flame) Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa cairan menjadi bentuk uap atomnya dan untuk proses atomisasi. Suhu yang dapat dicapai oleh nyala tergantung pada gas yang digunakan, misalnya untuk gas asetilen-udara suhunya sebesar 22000C. Sumber nyala asetilen-udara ini merupakan sumber nyala yang paling banyak digunakan. Padas umber nyala ini asetilen sebagai bahan pembakar, sedangkan udara sebagai bahan pengoksidasi (Rohman, 2007). 2. Tanpa nyala (Flameless) Pengtoman dilakukan dalam tungku dari grafit. Sejumlah sampel diambil sedikit (hanya beberapa µL), lalu diletakkan dalam tabung grafit, kemudian tabung tersebut dipanaskan dengan system elektris dengan cara melewatkan arus listrik apda grafit. Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan dianalisis berubah menjadi atom-atom netral dan pada fraksi atom ini dilewatkan suatu sinar yang berasal dari lampu katoda berongga sehingga terjadilah proses penyerapan energy sinar yang memenuhi kaidah analisis kuantitatif (Rohamn, 2007). c. Monokromator Monokromator merupakan alat untuk memisahkan dan memilih spectrum sesuai dengan panjang gelombang yang digunakan dalam analisis dari sekian banyak spectrum yang dihasilkan lampu katoda berongga (Rohman, 2007).
Universitas Sumatera Utara
d. Detektor Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat pengatoman (Rohman, 2007). e. Amplifier Amplifier merupakan suatu alat untuk memperkuat signal yang diterima dari detector sehingga dapat dibaca alat pencatat hasil (Readout) (Rohman, 2007). f. Readout Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai pencata hasil. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi (Rohman, 2007).
Gambar 1. Komponen Spektrofotometer Serapan Atom 2.10.2 Bahan Bakar dan Bahan Pengoksidasi Umumnya bahan bakar yang digunakan adalah hidrogen, asetilen, dan propan, sedangkan oksidatornya adalah udara, oksigen, dan NO2. Menurut Harris (1982), temperatur dari berbagai nyala dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 2. Temperatur nyala dengan berbagai kombinasi bahan bakar dan bahan pengoksidasi Bahan Bakar Oksidasi Temperatur Maksimum (oK)
Universitas Sumatera Utara
Asetilen Asetilen Asetilen Hidrogen Hidrogen Sianogen
Udara Nitrogen Oksida Oksigen Udara Oksigen Oksigen
2400-2700 2900-3100 3300-3400 2300-2400 2800-3000 4800
Gangguan-gangguan dapat terjadi pada saat dilakukan analisis dengan alat spektrofotometer serapan atom, gangguan itu antara lain adalah: a. Gangguan oleh penyerapan non-atomik Gangguan ini terjadi akibat penyerapan cahaya dari sumber sinar yang bukan berasal dari atom-atom yang akan dianalisis. Penyerapan non-atomic dapat disebabkan adanya penyerapan cahaya oleh partikel-partikel pengganggu yang berada di dalam nyala. Cara mengatasi penyerapan non-atomik ini adalah bekerja pada panjang gelombang yang lebih besar (Rohman, 2007). b. Gangguan spectrum Gangguan spectrum dalam spektrofotometer serapan atom timbul akibat terjadinya tumpang tindih antara frekuensi-frekuensi garis resonansi unsure yang dianalisis dengan garis-garis yang dipancarkan oleh unsure lain. Hal ini disebabkan karena rendahnya resolusi monokromator (Mulja, 1995). c. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah atau banyaknya atom di dalam nyala. Pembentukan atom-atom netral dalam keadaan azas di dalam nyala sering terganggu oleh dua peristiwa kimia, yaitu:
Disosiasi senyawa-senyawa yang tidak sempurna disebabkan terbentuknya senyawa refraktorik (sukar diuraikan dalam api), sehingga akan mengurangi jumlah atom netral yang ada di dalam nyala.
Universitas Sumatera Utara
Ionisasi atom-atom di dalam nyala akibat suhu yang digunakan terlalu tinggi. Prinsip analisis dengan spektrofotometer serapan atom adalah mengukur absorbansi atom-atom netral yang berada dalam keadaan azas. Jika terbentuk ion maka akan mengganggu pengukuran absorbansi atomatom yang mengalami ionisasi tidak sama dengan spectrum atom dalam keadaan netral (Rohman, 2007).
2.11
Validasi Metode Analisis Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap
parameter tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis adalah sebagai berikut: a. Kecermatan Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan ditentukan dengan dua cara, yaitu:
Metode Simulasi Metode simulasi (Spiked-placebo recovery) merupakan metode yang
dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit bahan murni ke dalam suatu bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo), lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya) (Harmita, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Metode penambahan baku Metode penambahan baku (standard addition method) merupakan metode
yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode yang akan divalidasi. Hasilnya dibandingkan dengan sampel yang dianalisis tanpa penambahan sejumlah analit. Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen analit yang ditambahkan ke dalam sampel dapat ditemukan kembali (Harmita, 2004). Menurut Miller (2005), suatu metode dikatakan teliti jika nilai recoverynya antara 80-120%. Recovery dapat ditentukan dengan menggunakan metode standar adisi. b. Keseksamaan (presisi) Keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau koefisien variasi. Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara berulang untuk sampel yang homogeny. Nilai simpangan baku relatif yang memenuhi persyaratan adanya keseksamaan metode yang dilakukan (Harmita, 2004). c. Selektivitas (Spesifisitas) Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur zat tertentu secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang ada di dalam sampel (Harmita, 2004). d. Linearitas dan rentang
Universitas Sumatera Utara
Linieritas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon baik secara langsung maupun dengan bantuan transformasi matematika, menghasilkan suatu hubungan yang proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang merupakan batas terendah dan batas tertinggi analit yang dapat ditetapkan secara cermat, seksama dan dalam linearitas yang dapat diterima (Harmita, 2004). e. Batas deteksi dan batas kuantitasi Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan, sedangkan batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi criteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).
Universitas Sumatera Utara