BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kecap Kedelai 1. Definisi Kecap Kedelai Kecap merupakan ekstrak dari hasil fermentasi kedelai yang dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu, dengan tujuan untuk meningkatkan cita rasa makanan (Cahyadi, 2006). Bahan baku utama kecap adalah kedelai. Kedelai memiliki keunggulan tersendiri, yaitu kandungan gizi yang tinggi terutama protein dan karbohidrat. Salah satu asam amino yang terdapat pada kedelai adalah leusin dan lisin. Keduanya merupakan asam amino yang diperlukan oleh enzim pemecah kedelai untuk menghasilkan kecap. Kedelai yang umum digunakan dalam pembuatan kecap adalah kedelai hitam dan kedelai kuning. Perbedaan kedua kedelai tersebut hanya terletak pada warna kulit dan ukuran biji. Kedelai hitam ukurannya lebih kecil dibandingkan dengan kedelai kuning, tetapi tidak ada perbedaan komposisi gizi di antara keduanya. Selain itu, perbedaan jenis kedelai tidak mempengaruhi terhadap efektivitas fermentasi. Mutu protein kedelai termasuk paling unggul dibandingkan dengan jenis tanaman yang lain, bahkan hampir mendekati protein hewani. Hal ini disebabkan oleh asam amino esensial yang terkandung dalam
4
5
kedelai, seperti fenilalanin, histidin, isoleusin, leusin, metionin, treonin, dan triptofan. Ada dua jenis kecap, yaitu kecap Cina dan Jepang. Kecap Cina warnanya lebih hitam dan lebih manis karena adanya penambahan gula tebu. Selain itu kecap Cina mempunyai berat jenis, kekentalan, dan kandungan nitrogen yang lebih tinggi. Sedangkan kecap Jepang mempunyai kandungan asam amino terutama asam amino glutamat yang lebih tinggi. Kecap di Indonesia termasuk salah satu jenis kecap Cina. Kecap Cina menggunakan gula tebu, sedangkan kecap Indonesia menggunakan
gula
palma.
Secara
umum
kecap
di
Indonesia
dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu kecap asin, dan kecap manis. 2. Proses Pembuatan Kecap Kedelai Cara pengolahan kecap diduga berasal dari daratan Cina yang ditemukan lebih dari 3000 tahun yang lalu.
Kecap dapat diproduksi
dengan tiga cara, yaitu fermentasi kedelai, hidrolisis asam, atau kombinasi dari keduanya. Kecap hidrolisis kurang populer dibandingkan dengan kecap hasil fermentasi karena aromanya yang kurang sedap. Hal ini disebabkan selama proses hidrolisis, beberapa asam amino dan gula rusak, serta timbulnya senyawa off flavor seperti asam levulinat dan H2S yang tidak ditemukan pada kecap fermentasi. Secara tradisional kecap dibuat dengan proses fermentasi, yaitu dengan menggunakan bantuan mikroorganisme kapang, khamir, dan bakteri untuk mengubah senyawa makromolekul kompleks yang ada pada 5
6
kedelai seperti protein, lemak, karbohidrat menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti peptida, asam amino, asam lemak, dan monosakarida. Adanya proses fermentasi tersebut menjadikan zat-zat gizi dalam kecap menjadi lebih mudah dicerna, diserap dan dimanfaatkan oleh tubuh. Kecap fermentasi dibuat melalui dua tahap yaitu pembuatan koji, dan moromi. Keterlibatan mikroorganisme terjadi pada tahap pembuatan koji dengan menggunakan jamur Aspergillus oryzae. Kedelai yang telah diinokulasi jamur tersebut didiamkan pada suhu 25°C selama 3 – 5 hari, di mana dalam 3 hari jamur tersebut menghasilkan enzim proteinase dan amilase. Dalam proses pembuatan koji dihasilkan pula glukosa dan asamasam amino. Di antara beberapa jenis asam amino yang terbentuk, salah satunya adalah asam glutamat yang akan memberikan cita rasa kecap yang gurih. Total nitrogen pada koji dapat meningkat setelah 20 – 70 jam inkubasi. Di sisi lain pada awal proses fermentasi dapat terbentuk juga amonia bebas yang kemudian kandungannya semakin meningkat setelah 40 – 50 jam. Proses proteolisis pada kedelai menjadi asam amino terjadi pada proses fermentasi koji dengan waktu 48 – 72 jam. Proses pembuatan moromi, kedelai yang telah tertutupi oleh jamur atau koji, dimasukkan ke dalam larutan garam NaCl 18% – 20% , kemudian diinokulasi pada suhu kamar (25 – 30°C) selama 3 sampai 12 bulan. Enzim proteolitik yang dihasilkan oleh jamur pada koji yang terdapat pada media tidak semuanya dapat dihambat oleh konsentrasi garam yang tinggi, sehingga proses proteolisis sejak tahap koji terus 6
7
berlangsung hingga tahap moromi, kerena hadirnya Lactobacillus dan ragi kedelai atau Saccharomyces rouxii. Awalnya tahap fermentasi ini dapat menghasilkan asam laktat, kemudian setelah pH medium turun menjadi 5, terjadilah proses fermentasi yang melibatkan Saccharomyces rouxii. Ragi ini dapat tumbuh ketika pH asam pada tahap pembentukan moromi. Saccharomyces rouxii yang diisolasi dari moromi adalah ragi utama yang terlibat dalam pembentukan aroma kecap yang difermentasi. Asam laktat yang dihasilkan pada tahap moromi dapat mencegah kebusukan dan membuat bubur kedelai menjadi asam. Selama tahap moromi dihasilkan cairan yang mana cairan tersebut adalah kecap. 3. Kandungan Kecap Kedelai Bahan baku kecap umumnya adalah kedelai. Kedelai memiliki keunggulan tersendiri, yaitu kandungan gizi yang tinggi terutama protein dan karbohidrat. Dua asam amino yang terdapat pada kedelai adalah leusin dan lisin, yang mana keduanya merupakan asam amino yang diperlukan oleh enzim pemecah kedelai untuk menghasilkan kecap dengan cita rasa tinggi, lezat, dan khas. Kecap merupakan sumber protein yang cukup baik, kerena mengandung asam-asam amino esensial yang cukup tinggi (Cahyadi, 2004). Kecap juga mengandung gizi lain seperti lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral yang jumlahnya relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan kandungan proteinnya (Cahyadi, 2006). Pada produk kecap dapat juga ditambahkan zat gizi mikro yang sangat penting bagi 7
8
kesehatan, seperti mineral iodium, zat besi, dan vitamin A. Hal ini tentu menberikan sumbangan yang berarti begi pengentasan berbagai masalah yang menyangkut gizi. B. Candida albicans 1. Taksonomi Menurut Musrati (2008), taksonomi Candida adalah sebagai berikut: Phylum
: Ascomycota
Subphylum
: Ascomycotina
Class
: Ascomycetes
Order
: Saccharomycetales
Family
: Saccharomycetaceae
Genus
: Candida
Species
: albicans
2. Morfologi C.albicans secara mikroskopis berukuran 2 – 4 µm. Dengan pengecatan gram spora jamur akan terwarnai ungu, dengan ciri khas adanya pseudohifa / hifa semu, blastospora dan budding cell. C.albicans pada media Sabaroud Gucose Agar (SGA) dalam 24 jam pada suhu 37°C atau pada suhu ruangan menghasilkan koloni halus, bewarna krem, dengan aroma ragi (Brook, 2005).
8
9
3. Reproduksi C.albicans memperbanyak diri dengan membentuk spora asexual, yang mana spora tersebut dibentuk pada hifa fertil tanpa adanya peleburan inti dan berbentuk tunas. C.albicans membentuk pseudohifa yang sebenarnya adalah rangkaian blastospora yang bercabang-cabang (Brook, 2005). 4. Sifat Fisiologis Khamir atau yeast kebanyakan tumbuh paling baik pada kondisi dengan air yang cukup. Khamir dapat tumbuh pada media dengan gula atau garam yang tinggi, sehingga kebutuhan air untuk pertumbuhan lebih kecil dibanding bakteri (Waluyo, 2007). Batas aktivitas air khamir terendah untuk pertumbuhan berkisar antara 0,88 – 0,94. Selain itu banyak khamir yang bersifat osmofilik, yaitu dapat tumbuh pada media dengan aktivitas air relatif rendah, yakni 0,62 – 0,65. Khamir mempunyai batas aktivitas air minimal dan untuk pertumbuhan berbeda-beda dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kandungan nutrien substrat, pH, suhu, tersedianya oksigen, dan ada tidaknya senyawa penghambat. Kebanyakan khamir tidak dapat tumbuh dengan baik pada medium alkali. 5. Patogenesis C.albicans adalah spesies terpatogen dari spesies candida lainnya, yaitu dengan uji Germ Tube Test (GTT) setelah inkubasi dalam serum selama sekitar 90 menit pada suhu 37°C, sel-sel ragi C.albicans akan membentuk hifa sejati, dan pada media yang kekurangan nutrisi akan 9
10
menghasilkan klamidospora bulat dan besar (Brook, 2005). Hifa sejati atau percabangan dari blastospora yang lebih dikenal dengan filamentosa merupakan alat untuk penetrasi jaringan host. 6. Biakan C.albicans dibiakkan pada media Sabaroud Glucose Agar (SGA) dalam 24 jam pada suhu 37°C atau pada suhu ruangan, akan menghasilkan koloni berbentuk bulat dengan diameter 2 – 4 mm, konsistensi halus, bewarna krem, dengan aroma ragi (Brook, 2005). C. Nutrisi Pertumbuhan Mikroorganisme 1. Karbon Karbon diperlukan oleh semua mikroorganisme untuk sintesis bahan-bahan organik dan membangun sitoplasma. Sumber karbon diperoleh dari karbohidrat (karbon organik) seperti glukosa, sukrosa, laktosa, maltosa, dan manitol. Sumber karbon lain berasal dari gas CO2 yang dibutuhkan mikroorganisme untuk diubah menjadi karbohidrat melalui proses fotosintesis (Waluyo, 2007). 2. Nitrogen Sumber nitrogen didapatkan dari protein, peptida, dan asam-asam amino (Irianto, 2006). Nitrogen dibutuhkan mikroorganisme untuk pembentukan amonia dan sebagai sumber protein untuk pembentukan sel, enzim, dan DNA.
10
11
3. Air Air pada organisme berperan membantu fungsi-fungsi metabolik dan pertumbuhan, karena semua nutrien harus dalam bentuk larutan sebelum dapat masuk sel (Waluyo, 2007).
11