11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Image
Image bila diartikan kedalam bahasa Indonesia bermakna gambar dapat pula bermakna citra. Dalam penelitian ini image yang dimaksud adalah citra. Citra disini bermakna gambaran yang ada di benak seseorang atau sama dengan persepsi seseorang. Persepsi sosial adalah kecakapan untuk dapat melihat dan memahami perasaan-perasaan, sikap-sikap, dan kebutuhan anggota kelompok (Gerungan, 2004). Menurut Aker dan Keller (1990) dalam Devi Miftia, image (citra) berkaitan dengan reputasi sebuah merek atau perusahaan. Image (citra) adalah persepsi konsumen tentang kualitas yang berkaitan dengan merek atau perusahaan. Pada tingkat perusahaan, image (citra) perusahaan didefinisikan sebagai persepsi tentang sebuah organisasi yang terefleksi dalam ingatan pelanggan. 1. Jenis Citra Ada beberapa jenis citra menurut Frank Jefkins (1998) dalam Devi Miftia yaitu : 1. Citra Bayangan (Mirror Image), citra ini melekat pada orang dalam atau anggota-anggota organisasi–biasanya adalah pemimpinnya–mengenai
12
anggapan pihak luar tentang organisasinya. Dalam kalimat lain, citra bayangan adalah citra yang dianut oleh orang dalam mengenai pandangan luar, terhadap organisasinya. Citra ini seringkali tidak tepat, bahkan hanya sekedar ilusi, sebagai akibat dari tidak memadainya informasi, pengetahuan ataupun pemahaman yang dimiliki oleh kalangan dalam organisasi itu mengenai pendapat atau pandangan pihak-pihak luar. Dalam situasi yang biasa, sering muncul fantasi semua orang menyukai kita. 2. Citra yang Berlaku (Current Image), citra yang berlaku adalah suatu citra atau pandangan yang dianut oleh pihak-pihak luar mengenai suatu organisasi. Citra ini sepenuhnya ditentukan oleh banyak-sedikitnya informasi yang dimiliki oleh mereka yang mempercayainya. 3. Citra Majemuk (Multiple Image), yaitu adanya image yang bermacammacam dari publiknya terhadap organisasi tertentu yang ditimbulkan oleh mereka yang mewakili organisasi kita dengan tingkah laku yang berbedabeda atau tidak seirama dengan tujuan atau asas organisasi kita. 4. Citra Perusahaan (Corporate Image), apa yang dimaksud dengan citra perusahaan adalah citra dari suatu organisasi secara keseluruhan, jadi bukan sekedar citra atas produk dan pelayanannya. 5. Citra Yang Diharapkan (Wish Image), citra harapan adalah suatu citra yang diinginkan oleh pihak manajemen atau suatu organisasi. Citra yang diharapkn biasanya dirumuskan dan diterapkan untuk sesuatu yang relatif baru, ketika khalayak belum memiliki informasi yang memadai mengenainya.
13
2. Penggambaran Citra MenurutSoleh Sumirat (2005 dalam Hilmi Firdaus, 2011) citra itu sendiri digambarkan melalui persepsi, kognisi, motivasi, sikap:“proses-proses psikodinamis yang berlangsung pada individu konsumen berkisar antara komponen-komponen persepsi, kognisi, motivasi dan sikap konsumen terhadap produk”. Keempat komponen itu diartikan sebagai mental representation (citra) dari stimulus.Empat komponen tersebut dapat diartikan sebagai: 1. Persepsi.Diartikan sebagai hasil pengamatan terhadap unsur lingkungan yang dikaitkan dengan suatu proses pemaknaan. Dengan kata lain, individu akan memberikan makna terhadap rangsang berdasarkan pengalamannya mengenai rangsang. Kemampuan mempersepsi itulah yang dapat melanjutkan proses pembentukan citra. 2. Kognisi.Yaitu suatu keyakinan diri individu terhadap stimulus. Keyakinan ini akan timbul apabila individu telah mengerti rangsang tersebut, sehingga individu harus diberikan informasi-informasi yang cukup yang dapat memengaruhi perkembangan informasinya. 3. Motif. Adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan. 4. Sikap. Adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu.
14
B. Tinjauan Tentang Perempuan dan Motivasi
Kaum perempuan dalam menghadapi pembangunan bangsa dan negara menuju masyarakat adil dan makmur baik materi maupun spiritual, mereka bener-bener dituntut untuk mampu mengendalikan diri dalam menjalankan aktivitasnya baik di dalam maupun di luar rumah bersama-sama masyarakat luas. Peran perempan di dalam rumah bersifat universal, dimana ia harus melahirkan, mendidik, mengasuh anak, mengurus dan mengatur rumah tangga oleh karena itu perempuan dalam beraktivitas di luar rumah hendaknya jangan sampai mengingkari kodrat kewanitaannya.Secara sosiologis perempuan merupakan bagian dari masyarakat sekitarnya, anggota keluarga satu dengan yang lainnya saling berinteraksi. Didalam hidup bermasyarakat dituntut adanya saling pengertian antara individu satu dengan yang lainnya. Perempuan sebagai makhluk insani memiliki hak-hak antara lain : 1. Hak memenuhi kebutuhan jasmani, seperti mencari nafkah untuk mandapatkan dan mempertahakan hidup yang layak. 2. Hak berfikir, hak bersuara, mengeluarkan pendapat, hak berkumpul dan bermasyarakat.
Menurut Syafiq Hasyim (2005), Perempuan merupakan makhluk lemah lembut dan penuh kasih sayang karena perasaannya yang halus. Secara umum sifat perempuan yaitu keindahan, kelembutan serta rendah hati dan memelihara. Demikianlah gambaran perempuan yang sering terdengar di sekitar kita.
15
Perbedaan secara anatomis dan fisiologis menyebabkan pula perbedaan pada tingkah lakunya, dan timbul juga perbedaan dalam hal kemampuan, selektif terhadap kegiatan-kegiatan intensional yang bertujuan dan terarah dengan kodrat perempuan.
Para ilmuan seperti Plato dalam Murtadlo Muthahari (1995), mengatakan bahwa perempuan ditinjau dari segi kekuatan fisik maupun spiritual, mental perempuan lebih lemah dari laki-laki, tetapi perbedaan tersebut tidak menyebabkan adanya perbedaan dalam bakatnya. Secara biologis dari segi fisik, perempuan dibedakan atas perempuan lebih kecil dari laki-laki, suaranya lebih halus, perkembangan tubuh perempuan terjadi lebih dini, kekuatan perempuan tidak sekuat laki-laki dan sebagainya. Perempuan mempunyai sikap pembawaan yang kalem, perasaan perempuan lebih cepat menangis dan bahkan pingsan apabila menghadapi persoalan berat. Dari uraian Plato diatas, menunjukan bahwa perempuan memiliki nilai kemanusiaan yang lebih dari pada laki-laki dimana perasaan perempuan lebih jeli dalam melihat perasaan orang lain.
Sementara Kartini Kartono (1989) mengatakan, bahwa perbedaan fisiologis yang alami sejak lahir pada umumnya kemudian diperkuat oleh struktur kebudayaan yang ada, khususnya oleh adat istiadat, sistem sosial-ekonomi dan pengaruhpengaruh pendidikan. Pengaruh kultural dan pedagogis tersebut diarahkan pada perkembangan pribadi perempuan menurut satu pola hidup dan satu ide tertentu. Perkembangan tadi sebagian disesuaikan dengan bakat dan kemampuan
16
perempuan, dan sebagian lagi disesuaikan dengan pendapat-pendapat umum atas tradisi menurut kriteria-kriteria feminis tertentu. Menurut Dwi Ambarsari (2002), Konstruksi sosial yang membentuk pembedaan antara laki-laki dan perempuan itu pada kenyataannya mengakibatkan ketidakadilan terhadap perempuan. Pembedaan peran, status, wilayah dan sifat mengakibatkan perempuan tidak otonom. Perempuan tidak memiliki kebebasan untuk memilih dan membuat keputusan baik untuk pribadinya maupun lingkungan karena adanya pembedaan-pembedaan tersebut. Berbagai bentuk ketidakadilan terhadap perempuan tersebut adalah, marginalisasi, stereotipe, beban ganda dan kekerasan terhadap perempuan. Sesungguhnya jika dicermati lebih mendalam, perempuan mampu melakukan pekerjaan laki-laki walaupun dengan berbagai keterbatasan, tetapi laki-laki tidak dapat sama sekali melakukan beberapa pekerjaan yang dibebankan oleh perempuan seperti harus bekerja sementara dia mengurus anaknya seharian, itu disebabkan perbandingan emosional yang cukup jauh antara laki-laki dan perempuan.
Secara eksistensial, setiap manusia mempunyai harkat dan martabat yang sama, sehingga secara asasi berhak untuk dihormati dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya. Secara mendasar, Hak Asasi Manusia meliputi, hak untuk hidup, hak untuk merdeka, hak untuk memiliki sesuatu, serta hak untuk mengenyam pendidikan. Ketiga hak tersebut merupakan kodrat manusia. Siapapun tidak boleh mengganggu dan harus dilindungi. Hak untuk hidup bersama dengan harkat dan martabat meliputi hak untuk mendapatkan pekerjaan dan berkarir dengan baik tanpa ada pembatasan dan penilaian buruk dimasyarakat.
17
Serangkaian pengertian dan penjabaran tentang perempuan mengenai hak dan ketidak adilan. Dalam penelitian ini yang menjadi fokus adalah perempuan yang sudah bekerja sebagai SPG. Malihat dari sisi pekerjaanya yang mendapat stereotip negatif dari masyarakat.
C. Tinjauan Tentang Pekerja 1.
Definisi Kerja
Kerja merupakan suatu yang dibutuhkan oleh manusia. Kebutuhan itu bisa bermacam-macam, berkembang dan berubah, bahkan seringkali tidak disadari oleh pelakunya. Seseorang bekerja karena ada suatu yang hendak dicapainya, dan orang berharap bahwa aktivitas kerja yang dilakukannya akan membawanya kepada suatu keadaan yang lebih memuaskan daripada keadaan sebelumnya (Anoraga2005 dalam skripsi Eva Febriyana 2008). Pada dasarnya kerja merupakan konsepsi yang dapat berbeda berdasarkan masyarakat yang menilainya.Ditinjau dari perspektif sosiologis kerja dipandang sebagai aktivitas yang dapat memberikan hal-hal sebagai berikut : 1.
Income atau pendapatan
2.
Jadwal teratur sehingga kerja dapat diatur
3.
Alat-alat yang dapat memberikan seseorangg identitas
4.
Hubungan dengan orang lain yang bukan keluarga
5.
Kesempatan untuk mengartikan kegiatan di luar rumah sebagai suatu hal yang produktif atau menghasilkan sesuatu yang mengandung kretivitas dan
bisa
memenuhi
Yusriyah2005).
kebutuhan
(Clayton:
1991dalam
skripsi
18
Dari pendapat tersebut ternyata makna suatu pekerjaan di dalam kehidupan masyarakat tidak hanya dipandang dari motif ekonomi saja melainkan terdapat hal-hal lain yang dibutuhkan oleh individu baik yang berupa prestise maupun aktualisasi diri dan sebagainya.
Sementara itu menurut Hegel dalam (Anoraga2005 dalam skripsi Eva Febriyana 2008) inti pekerjaan adalah kesadaran manusia. Pekerjaan memungkinkan orang dapat menyatakan diri secara obyektif ke dunia ini, sehingga ia dan orang lain dapat memandang dan memahami keberadaan dirinya. Pendapat ini semakin menyiratkan bahwa ternyata nilai sebuah pekerjaan termasuk juga ke dalam proses pembuktian identitas diri.Dalam buku Psikologi Pekerjaan karya Anoraga,May Smith berpendapat bahwa bahwa tujuan dari kerja adalah untuk hidup. Dengan demikian maka mereka yang menukarkan kegiatan fisik atau kegiatan otak dengan sarana kegiatan untuk hidup, berarti bekerja. Dari pendapat tersebut maka hanya kegiatan-kegiatan orang yang bermotifasikan kebutuhan ekonomis sajalah yang bisa dikategorikan sebagai kerja (Anoraga2005 dalam skripsi Eva Febriyana 2008).Menurut Brown seorang psikiater (dalam Anoraga, 2005 yang dikutip dari skripsi Eva Febriyana 2008) berpendapat bahwa, kerja itu sesungguh nya merupakan bagian penting dari kehidupan manusia, sebab aspek kehidupan yang memberikan status kepada masyarakat.Dewasa ini uang bukanlah faktor utama seseorang bekerja. Pandangan paling modern mengenai kerja dikatakan bahwa : 1. Kerja merupakan bagian yang paling mendasar/ esensial dari kebutuhan manusia. Sebagai bagian yang paling mendasar, dia akan memberiakan
19
status dari masyarakat yang ada di lingkungan. Juga bisa mengikat individu lain baik yang bekerja maupun kerja. Sehingga kerja akan memberikan isi dan makna dari kehidupan manusia yang bersangkutan. 2. Baik laki-laki maupun perempuan menyukai pekerjaan kalaupun orang tersebut tidak menyukai pekerjaan, hal ini biasanya disebabkan kondisi psikologis dan sosial dari pekerjaan itu. 3. Moral dari pekerja tidak mempunyai hubungan langsung dengan kondisi material yang menyangkut pekerjaan tersebut. 4. Insentif dari kerja banyak bentuk dan tidak selalu bergantung pada uang. Insentif ini adalah hal-hal yang mendorong tenaga kerja lebih giat (Anoraga2005 dalam skripsi Eva Febriyana 2008). Menurut Anoraga berdasarkan penelitian dewasa ini prestasi kerja dan status sosial yang dimiliki seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor dan salah satunya adalah faktor kemungkinan atau kesempatan untuk mendapat kemajuan (opportunities for advencement). Faktor ini menjadi penting karena bertalian dengan kebutuhan manusia untuk mendapatkan penghargaan, perhatian, terhadap dirinya dan juga prestasinya.
Jadi kita dapat cermati bahwa ternyata keinginan untuk mempertahankan hidup merupakan salah satu sebab yang terkuat yang dapat menjelaskan mengapa seseorang bekerja. Melalui kerja kita dapat memperoleh uang dan uang tersebut dapat dipakai untuk memuaskan semua tipe kebutuhan.
20
2.
Makna Suatu Pekerjaan
Seiring dengan adanya berbagai kebutuhan individu, maka alasan individu untuk bekerja pun menjadi beragam mengikuti kebutuhan tersebut sehingga pekerjaan memiliki makna tertentu bagi individu. Makna suatu pekerjaan bukan lagi hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan fisiologis dasar tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang lebih tinggi tingkatannya. Johanes Papu (2002), berpendapat bahwa jika dilihat dari sudut pandang psikologis, maka suatu pekerjaan memiliki beberapa makna sebagai berikut : a. Instrumen (instrumental) Dalam memahami bahwa bekerja adalah suatu alat atau instrumen, maka dapat kita bagi menjadi dua bagian yaitu sebagai alat untuk mendapatkan penghasilan dan sebagai alat untuk melakukan aktivitas. Bahwa bekerja merupakan suaatu alat untuk memperoleh penghasilan mengkin tidak perlu dijelaskan lagi karena hal tersebut sudah merupakan hal yang umum dan sangat terkait dengan kebutuhan fisiologis dasar.Dalam hal bekerja merupakan instrumen untuk beraktifitas, sangatlah jelas bagi kita bahwa dengan bekerja seseorang dapat memiliki serangkaian aktifitas yang pasti dan jelas. Dengan bekerja maka semua kegiatan seolah-olah menjadi terprogram. b. Kesenangan (enjoyment) Sejalan dengan aktifitas yang dilakukan sebagai konsekuensi logis dari bekerja, maka tidak jarang individu menemukan berbagai kesenangan dalam bekerja. Pada pekerjaan yang benar-benar sesuai dengan minat dan
21
bakat serta cita-citanya maka aktifitas kerja adalah hiburan dan pendorong semangat hidup.Dengan kesenangan yang dimilikinya tersebt maaka individu akan dapat berfungsi secara optimal sehingga bermanfaat bagi perkembangan jiwanya dan juga memudahkannya dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarna. c. Pemenuhan Diri (self-fulfillment) Setiap oaring ingin mengaplikasikan semua talenta yang dimiliki. Dengan bekerja maka indiidu memiliki kesempatan untuk mengaplikasika semua kemampuan yang dimilikinya atau dengan kata lain bekerja memugkinkan seseorang unuk dapat mengaktualiasikan dirinya. Dengan bekerja individu akan terus menerus meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan keterampian diri untuk menjadi lebih baik dari hari ke hari. Lewat pekerjaan ia menghasilkan suatu karya cipta dan akan memperoleh pengakuan atau hasil karya tersebut. Dengan demikian maka ia akan semakin memiliki konsep diri yang positif dan memiliki rasa percaya diri yang tinggi. d. Institusi Sosial (socialinstitution) Tak dapat dipungkiri bahwa pekerjaan menciptakan suatu institusi social. Dengan bekerja mau tidak mau individu terkait dalam suatu institusi social yang memiliki aturan main tersendiri yang seringkali berbeda antara institusi satu dengan yang lain. Dengan bekerja maka relasi social akan terbuka lebar dan akan terjalin hubungan interpersonal.Hubungan tersebut memungkinkan individu untuk bias berbagi pengalaman, tukar menukar informasi, bertanya bahkan memperoleh bimbingan dari orang lain,
22
sehingga memperluas wawasan individu tersebut. Dalam interaksi social di dunia kerja, sang individu mungkin akan menemukan teman akrab bahkan mungkin juga teman hidup. Selain itu dengan bekerja individu memiliki status social yang jelas dan diakui oleh masyarakat, sehingga ia merasa diterima dan menjadi bagian masyarakat.Dapat disimpulkan bahwa bekerja adalah aktivittas manusia baik fisik maupun mental yang dasarnya adalah bawaan dan mempunyai tujuan yaitu mendapatkan kepuasan. Ini tidak berarti bahwa semua aktivitas itu adalah bekerja, hal ini tergantung pada motivasi yang mendasari dilakukannya aktitas tersebut. Setiap manusia di dunia membutuhkan pekerjaan.
3.
Jenis Pekerjaan
Ratna Saptari dan Brigite Holzner dalam buku Perempuan Kerja dan Perubahaan Sosial yang dikutip dari Skrtipsi Eva Febriyana (2008), secara garis besar pekerjaan dibedakan dalam 2 sektor yakni sektor formal dan sector informal. Secara garis besar pembedaan kedua sektor ini didasarkan atas pertama, ciri pekerjaan yang dilakukan beserta pola pengarahan tenaga kerja dan kedua biasa juga atas ciri-ciri unit produksi yang melakukan pekerjan tersebut serta hubungan kerja eksternalnya. a. Pekerjaan Sektor Formal Apabila dillihat dari cirri pekerjaan yang dilakukan sector formal diartikan sebagai sector dimana pekerjaan yang dilakukan didasarkan atas kontrak kerja yang jelas, dan system upah diberikan secara tetap atau kurang lebih permanent. Sector ini menuntut beberapa persyaratan ketat. Apabila dilihat
23
dari unit proksina sector formal biasanya bermodal besar, pemilik usaha seringkali (bukan hanya satu individu saja) bahkan biasa konglomerat, berskala besar berteknologi tinggi, dan beroprasi di pasar internasional. Sector formal ini meliputi BUMN, dan perusahaan swasta. b. Pekerjaan Sektor Informal Berdasarkan ciri pekerjaannya sector informal diartikan sebagai sector dimana pekerjaan tidak didasarkan kontrak kerja yang jelas bahkan seringkali si pekerja bekerja untuk dirinya sendiri, penghasilannnya bersifat tidak tetap dan tidak permanent. Sector ini tidak membutuhkan persyaratan ketat. Apabila didasarkan atas unit produksinya sector informal bermodal local atau dalam negri yang relatif kecil, pemilikan oleh satu individu atau keluarga, padat karya, dengan teknologi madya dan umunya beroprasi di pasar local. Dalam penelitian ini jenis pekerjaan yang dimaksud adalah pekerjaan yang berada pada sector informal yang diarahkan berdasarkan definisi menurut ciri pekerjaan yang dilakukan beserta pola pengarah tenaga kerja.
D. Perempuan Pekerja
Ideologi patriarki telah berkembang di dalam masyarakat sejak berabad-abad, ideology ini menganut pembagian kerja secara seksual, yakni bahwa perempuan itu lemah, kurang bertanggung jawab dan lain-lain, sehingga pekerjaan yang cocok baginya adalah disektor rumah tangga (Budiman 1985 dalam Argyo Damartoto, 2009). Namun menurut Stuart Mill dalam Argyo Damartoto (2009), apa yang disebut sifat keperempuanan adalah hasil pemupukan masyarakat
24
melalui
system
pendidikan.Kenyataan
pembangunan
yang
menempatkan
perempuan sebagai tenaga produktif murah dalam upaya memicu pertumbuhan ekonomi, baik itu dalam suatu perusahaan maupun Negara yang memperkerjakan Buruh ke luar negeri dengan alasan devisa Negara. Diskriminasi upah, keterbatasan jaminan sosial menyebabkan pekerja perempuan tetap berada dalam posisi marginal (Effendi 1995 dalam Argyo Damartoto 2009:21). Lebih jauh ia mengungkapkan, banyak pekerja perempuan kehilangan pekerjaan akibat pemutusan hubungan kerja. Program jarring pengamanan social yang diintrodusir pemerintah untuk membantu korban pemutusan hubungan kerja cenderung bias gender.
Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto (2011), sebagai akibat bias gender, beban beban kerja diperkuat lagi dengan pandangan masyarakat bahwa semua pekerjaan yang dilakukan perempuan dalam rumah tangga dianggap sebagai pekerjaan perempuan. Karenanya dianggap rendah, disbanding jenis pekerjaan yang dianggap pekerjaan laki-laki dan dianggap tidak produktif sehingga tidak diperhitungkan dalam statistic ekonomi enaga dan sebagai konsekuensinya upah perempuan lebih rendah disbanding laki-laki, bahkan pada jenis pekerjaan yang sama.Perempuan sesungguhnya mempunyai peran ganda dalam kesehariannya, dimana perempuan mempunyai perannya sendiri sebagai perempuan normatif dan peran sebagai laki-laki yang menjadi tulang punggung dalam suatu keluarga. Menurut Mosser (1999 dalam Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, 2011), menyebutkan bahwa perempuan tidak hanya berperan ganda, akan tetapi perempuan mempunyai triple role (triple burden): peran reproduksi, yaitu peran
25
yang berhubungan dengan peran tradisional di sektor domestik; peran produktif, yaitu peran ekonomis disektor publik; dan peran social, yaitu peran di komunitas.Menurut Fakih (1977 dalam Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, 2011), dalam ilmu sosial yang dikembangkan Robert Merton dan Talcott Parsons, teori ini tidak secara langsung menyinggung persoalan perempuan, akan tetapi aliran ini berpendapat bahwa masyarakat adalah suatu sistem yang terdiri dari bagian dan saling berkaitan (agama, pendidikan, struktur politik, sampai keluarga) dan masing-masing bagian selalu berusaha untuk mencapai keseimbangan dan keharmonisan sehingga dapat menjelaskan posisi kaum perempuan.
E. Tinjauan Tentang SPG (Sales Promotion Girl)
Pemasaran suatu produk memerlukan beberapa aktivitas yang melibatkan berbagai sumber daya. Sebagai fenomena yang berkembang saat ini, dalam pemasaran terdapat suatu bagian yang memiliki keterkaitan langsung dengan konsumen, yaitu pada bagian salesproduk. Bagian ini terdiri dari beberapa bagian, terutama yang berkaitan dengan sistem pemasaran yang dilakukan suatu pemasaran.Sebagai tenaga sales produk, saat ini terdapat bagian pemasaran langsung yang menawarkan produk maupun sample produk. Bagian ini biasanya dikenal sebagai sales promotion, dan karena adanya karakter gender maka terdapat sales promotion girldan sales promotion boys. Pada penelitian ini akan dilakukan suatu analisis terhadap penggunaan sales promotion girl dari suatu produk perusahaan berkaitan dengan pemasaran produk tersebut.
26
Pengertian sales promotion girls dapat dilihat dari berbagai aspek. Secara penggunaan bahasa, menurut Poerwodarminto (1987 dalam Ayu Rai, 2010), sales promotion girl merupakan suatu profesi yang bergerak dalam pemasaran atau promosi suatu produk. Profesi ini biasanya menggunakan wanita yang mempunyai karakter
fisik
yang
menarik
sebagai
usaha
untuk
menarik
perhatian
konsumen.Menurut Carter (1999:37, dalam Ayu Rai, 2010), kebutuhan perusahaan terhadap tenaga sales promotion girl disesuaikan dengan karakteristik suatu produk yang akan dipasarkan. Promosi produk untuk kebutuhan sehari-hari biasanya menggunakan tenaga sales promotion girl dengan kriteria yang dimungkinkan lebih rendah dibandingkan dengan sales promotion girl untuk produk
semisal
produk
alat
rumah
tangga
elektronik
seperti
halnya
otomotif.Dengan demikian, pemilihan penggunaan tenaga sales promotion girl dapat dilakukan berdasarkan pertimbangan produk yang akan dipromosikan. Kesesuaian antara produk yang dipromosikan dengan kualifikasi sales promotion girl memungkinkan akan meningkatkan daya tarik konsumen pada produk yang dipromosikan. Keberadaan karakter fisik seorang sales promotion girl tersebut, secara fungsional dapat mengangkat citra produk, terutama produk konsumsi langsung.
Menurut Darmono (1998:35, dalam Ayu Rai, 2010), seorang Sales Promotion Girl dituntut untuk mempunyai tingkat kecerdasan yang tinggi, terutama terhadap pengetahuan produk yang dipromosikan maupun yang dipasarkan dan juga mempunyai
penampilan
fisik
yang
mendukung
terhadap
karakter
produk.Pengertian sales promotion girl ditinjau dari sistem pemasaran, Nitisemito
27
(2001:53, dalam Ayu Rai, 2010) berpendapat bahwa sebagai salah satu pendukung pemasaran suatu produk maka diperlukan tenaga promosi suatu produk sehingga mampu menarik konsumen. Selanjutnya,dengan kemampuan berpromosi yang dimiliki seorang sales promotion girl akan mampu memberikan berbagai informasi yang berkaitan dengan produk.Retnasih (2001:23, dalam Ayu Rai, 2010) menyatakan: "Sales promotion girl adalah seorang perempuan yang direkrut oleh perusahaan untuk mempromosikan produk." Pendapat ini melihat keberadaan sales promotion girl dari fungsinya yaitu sebagai pihak presenter dari suatu produk. Lebih lanjut pendapat ini mengilustrasikan bahwa tugas utama dari sales promotion girladalah promosi produk, pada umumnya status sales promotion girl adalah karyawan kontrakan. Mereka dikontrak dalam kurun waktu tertentu untuk mempromosikan produk.
1. Syarat yang Harus Dimiliki SPG (Sales Promotion Girl)
Setiap
bidang
pekerjaan
mempunyai
kriteria
tertentu
untuk
merekrut
karyawannya, begitupun SPG. Raharti (2001:223, dalam Ayu Rai, 2010) menyatakan bahwa terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh sales promotion girls, yaitu: 1. Performance. Performance ini merupakan tampilan fisik yang dapat diindera dengan menggunakan penglihatan. Dalam perspektif ini, performance juga mengilustrasikan tentang pembawaan seseorang. Pembawaan ini diukur dari penampilan outlook (penampilan fisik) dan desain dress code (desain pakaian), ukuran dari pembawaan ini subyektif (setiap orang dimungkinkan berbeda).
28
2. Communicating Style. Komunikasi mutlak harus terpenuhi oleh sales promotion girl karena melalui komunikasi ini akan mampu tercipta interaksi antara konsumen dan sales promotion girls. Komunikasi ini diukur dari gaya bicara dan cara berkomunikasi. Pengukuran atas communicating style ini dikembalikan kepada konsumen karena bisa bersifat subyektif. 3. Body Language. Body language ini lebih mengarah pada gerakan fisik (lemah lembut, lemah gemulai, dan lainnya). Gerak tubuh ketika menawarkan produk dan sentuhan fisik (body touch) adalah deskripsi dari body language ini. Pengukuran atas body language dikembalikan kepada konsumen karena bisa bersifat subyektif. 4. Jika memenuhi unsur tersebut, sangat dimungkinkan sales promotion girls yang direkrut perusahaan akan mampu menciptakan persepsi yang baik tentang produk yang diiklankan, dan akan diikuti dengan minat pembelian.
2. Posisi SPG (Sales Promotion Girl) di Bagian Pemasaran
SPG yang memang merupakan bagian organik dari perusahan, namun ada juga yang non organik. Organik dalam arti SPG tersebut memanglah karyawan atau pegawai tetap perusahaan tersebut yang bertugas menjadi tenaga promosi atas barang yang dihasilkan perusahaan. Non organik artinya SPG tersebut hanyalah tenaga temporer yang di sewa atau dibayar dengan perjanjian kontrak kerja atas waktu tertentu. Kehadiran seorang SPG dalam sebuah acara promosi baik yang berupa acara festival musik ataupun, pameran otomotif ataupun bazar sedikit banyak membantu perusahaan dalam menggaet calon pembelinya. Ini didasarkan
29
pada penampilan pertama yang di tunjukkan oleh SPG dengan penampilan fisik yang memang biasanya menarik. Setelah melihat penampilan SPG dan penawarannya yang menarik, biasanya calon pembeli berpikir untuk mencoba produk atau sekedar menerima sampel/brosur yang di sodorkan oleh SPG. Sampel atau brosur inilah yang kemudian menjadi sebuah awaladanya komunikasi antara SPG dengan calon pembeli. Sampel biasanya diberikan oleh perusahaan yang menjual produk makanan, minuman atau produk rokok. Namun banyak juga perusahaan yang sering kali merasa tidak terbantukan secara optimal oleh SPG ini. Terutama SPG yang non organik. Hal ini terjadi karena SPG non organik biasanya tidak memiliki kompetensi yang baik terhadap produk yang di jual. Product knowledge sering kali tak dikuasainya dengan baik. Hal ini lantaran tak ada waktu yang cukup untuk mempelajarinya karena SPG seperti ini sering menerima job secara dadakan. Namun banyak juga SPG yang sedikit masa bodoh dengan product knowledge. Mereka berpikir hanya bagaimana menarik calon pembeli dengan penampilannya dan selanjutnya mereka menyodorkan brosur lalu menjelaskan secara garis besarnya saja dan mereka hanya berpikir bagaimana jam kerja yang ia jalani segera berakhir untuk kemudian mendapatkan upahnya. (Della : 2012)
Berbeda dengan SPG yang organik, mereka menguasai lebih banyak product knowledge karena memang ia menjadi bagian secara tak terpisahkan pada perusahaan yang menghasilkan produk yang ia jual. Namun bukan berarti semua SPG memiliki kekurangan seperti kebanyakan SPG non organik tadi. Banyak juga SPG yang berusaha mempelajari pengetahuan tentang produk yang ia jual.
30
Mereka memposisikan dirinya seperti calon konsumen kebanyakan, dimana selalu ingin mengerti detail produk yang akan ia belinya dan menguasai lebih banyak pengetahuan atas produk tersebut.Bahkan jika perlu SPG professional seperti ini membeli produk yang akan ia tawarkan agar ia sendiri paham atas apa yang dirasakan konsumen yang membeli produk tersebut dan kemudian ia membandingkan dengan produk kompetitor. Karena selain menguasai hampir seluruh produk knowledge yang ia tawarkan, SPG juga harus paham atas apa saja yang dilakukan oleh kompetitor atau pesaing. Baik itu mengenai keunggulan produk maupun program-program yang sedang dijalankan kompetitor.Jika sudah menguasai lebih banyak product knowledge baik produk yang dijualnya sendiri maupun produk kompetitor, maka SPG seperti ini merupakan SPG yang kualified. Dan tak jarang SPG non organik yang handal seperti ini seringkali bisa menembus masuk ke jajaran posisi bergengsi pada perusahaan yang dulunya ia ikuti secara parsial.
3. Pentingnya SPG (Sales Promotion Girl) di Bagian Pemasaran
Saat ini keberadaan SPG seperti sudah menjadi sebuah standar untuk memasarkan produk atau jasa. Hal ini dapat dilihat di mall, supermarket, apotek, toko obat, pameran, pasar, SPBU, bahkan di tepi jalan, dimanapun ada aktivitas promosi hampir dapat dipastikan SPG selalu hadir. SPG merupakan singkatan Sales Promotion Girl yang bila diterjemahkan secara bebas berarti perempuan yang bertugas mempromosikan (meningkatkan) penjualan. Dapat pula diartikan sebagai perempuan yang bertugas untuk berpromosi dan menjual. Kata penjualan atau menjual melekat pada profesi SPG karena fungsi keberadaan mereka adalah untuk
31
membantu perusahaan mengembangkan bisnis, baik secara langsung maupun tidak langsung.Bila dirunut lebih lanjut, salah satu ukuran sebuah perusahaan atau bisnis berkembang adalah meningkatnya profit atau keuntungan. Keuntungan didapat dari selisih pemasukan dan pengeluaran. Salah satu cara meningkatkan pemasukan adalah meningkatkan penjualan. Peningkatan penjualan dapat diperoleh dari customer yang sudah ada maupun menambah customer-customer baru. Customer baru dapat diperoleh jika mereka cukup tertarik dan yakin dengan produk dan jasa yang ditawarkan. Nah, disinilah peran penting SPG, untuk membuat calon customer tertarik dan yakin dengan kualitas produk dan jasa yang ditawarkan melalui komunikasi dan edukasi yang disampaikan. Memang iklan di TV, radio, papan reklame, internet dan sebagainya diperlukan untuk memberikan informasi atau mengingatkan tentang keberadaan sebuah produk/jasa, membangun image atau citra, dan mendorong calon customer untuk mengambil tindakan atas sebuah promosi produk/jasa. Namun ada beberapa tantangan yang harus dihadapi iklan tersebut, misalnya harga, daya ingat otak dan remote control.Mengapa harga menjadi tantangan karena dengan semakin banyaknya produk/jasa yang berusaha untuk dikenal melalui iklan sementara kapasitas penempatan iklan justru terbatas, maka harga iklan akan semakin mahal. Hal ini sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran. Lalu apa hubungannya dengan daya ingat otak, tentu saja berhubungan. Ingatan adalah merupakan kekuatan jiwa untuk menerima, menyimpan dan memproduksi kesan-kesan dan 3 unsur dalam perbuatan ingatan, ialah menerima kesan-kesan, menyimpan dan memproduksi (Ahmadi, 2009).
32
Informasi yang diterima indera manusia sangat banyak jumlahnya, terdiri dari suara-suara lingkungan sekitar, gambaran suatu obyek, suhu, sentuhan dan sebagainya. Informasi yang tidak terlalu penting akan disisihkan oleh sebuah mekanisme penyaring agar otak manusia tidak penuh oleh informasi-informasi tersebut. Dengan adanya mekanisme penyaringan dalam otak manusia, sangat wajar jika informasi yang dirasa tidak terlalu penting dan dibutuhkan saat itu „seperti dilupakan‟ sampai ada „pemicu‟ yang memerintahkan otak untuk mengingat kembali informasi tersebut. Informasi yang disaring ini tentu saja termasuk iklan produk/jasa yang didengar, dilihat oleh calon customer.Berkaitan dengan iklan yang dilihat calon customer, salah satunya adalah iklan melalui televisi. Saat ini semua televisi yang diproduksi selalu dilengkapi remote control. Mengapa kita jadi membahas alat pengendali kecil yang mempunyai banyak tombol ini, karena ada kecenderungan pemirsa televisi memindahkan channel saat jeda iklan. Ini juga menjadi tantangan tersendiri bagi produk/jasa yang beriklan. Mari kita menggunakan ilustrasi calon customer yang akan berbelanja ke supermarket. Sebelum berangkat, di rumah dia sempat melihat sekilas iklan sebuah produk sebelum akhirnya mengambil remote control dan mengganti channel televisi.
Saat mengemudi mobil, dia sempat mendengar iklan yang dibacakan oleh penyiar radio kesayangannya, berisi informasi produk yang sama. Sampai di depan supermarket dia melihat banner/spanduk yang menginformasikan promosi produk yang iklannya sudah dia lihat di tv dan dengar di radio. Setelah masuk dan meyusuri lorong-lorong supermarket, dia bertemu dengan SPG kompetitor produk
33
yang sudah dia lihat dan dengar iklannya. SPG tersebut begitu bersahabat, mampu berkomunikasi dengan baik dan meyakinkan, menguasai product knowledge dengan benar. Akhirnya calon customer tersebut menentukan pilihan kepada produk kompetitor. Keputusan membeli memang dapat dikatakan terjadi di toko. Disini semakin terlihat pentingnya peran SPG, untuk membantu calon customer mengambil keputusan pembelian.
F. Kerangka pikir
Berdasarkan kajian pustaka, dapat ditarik suatu kerangka berpikir bahwa perempuan yang bekerja sebagai SPG adalah perempuan biasa yang terlihat gelamor pada saat berprofesi sebagai SPG. Menjadi perempuan biasa pada saat kesehariannya.
Namun
pada
kenyataannya
mungkin
ada
SPG
yang
mencampurkan profesinya dengan kehidupan sehari-hari, tapi tidak tidak semuanya seperti itu. Masyarakat yang melihat lantas memberikan citra yang negatif kepada perempuan pekerja SPG. Lantas image yang negatif tersebut diberikan kepada seluruh pekerja SPG yang sebenarnya tidak semuanya seperti itu. Mereka perempuan yang berprofesi sebagai SPG hanya bekerja dan tidak bermaksud apa yang di image-kan kepada mereka.
34
Berikut bagan kerangka berpikir:
Gambar 1. Bagan kerangka berpikir
Perempuan pekerja
Pekerja sebagai SPG
Persepsi masyarakat
Image negatif