BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Pandan 1. Klasifikasi Tanaman Klasifikasi Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) menurut Van steenis (1997) adalah sebagai berikut: Regnum
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Classis
: Monocotyledonae
Ordo
: Pandanales
Familia
: Pandanaceae
Genus
: Pandanus
Species
: Pandanus amaryllifolius Roxb.
Gambar.1 Daun Pandan (Pandanus amaryllifolius Roxb.)
6
7
2. Deskripsi Tanaman Pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) atau biasa disebut pandan saja adalah jenis tanaman monokotil dari famili Pandanaceae. Pandan wangi merupakan tanaman perdu, tingginya sekitar 1-2 m. Tanaman ini mudah dijumpai di pekarangan atau tumbuh liar di tepi-tepi selokan yang teduh. Batangnya bercabang, menjalar, pada pangkal keluar akar tunjang. Daun pandan wangi berwarna hijau, diujung daun berduri kecil, kalau diremas daun ini berbau wangi. Daun tunggal, dengan pangkal memeluk batang, tersusun berbaris tiga dalam garis spiral. Helai daun tipis, licin, ujung runcing, tepi rata, bertulang sejajar, panjang 40-80cm, lebar 3-5cm, dan berduri tempel pada ibu tulang daun permukaan bawah bagian ujung-ujungnya. Beberapa varietas memiliki tepi daun yang bergerigi (Dalimartha,1999) Tumbuhan pandan wangi dapat dijumpai di daerah tropis dan banyak ditanam di halaman, di kebun dan di pekarangan rumah atau tumbuh liar di tepi-tepi selokan yang teduh. Selain itu, tumbuhan ini dapat tumbuh liar di tepi sungai, rawa dan tempat-tempat lain yang tanahnya agak lembab dan dapat tumbuh subur dari daerah pantai sampai daerah ketinggian 500 m dpl (di atas permukaan laut) (Dalimartha, 1999). 3. Kandungan Kimia Kandungan daun pandan wangi ( Pandanus amaryllifolius Roxb.) yang meliputi flavonoid, alkaloid, saponin, tanin, polifenol, dan zat warna, diduga
8
memiliki kontribusi terhadap aktivitas antibakteri (Arisandi dan Andriani, 2008). B. Ekstraksi Ekstraksi adalah penarikan zat pokok yang diinginkan dari bahan mentah obat dan menggunakan pelarut yang dipilih dimana zat yang diinginkan dapat larut. Bahan mentah obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan ataupun hewan tidak perlu diproses lebih lanjut kecuali dikumpulkan dan dikeringkan. Tiaptiap bahan mentah obat disebut ekstrak, tidak mengandung hanya satu unsur, tergantung pada obat yang digunakan dan kondisi dari ekstraksi (Ansel,1989). Tumbuhan pandan wangi mengandung beberapa zat aktif yang khasiatnya bergantung pada jenis pelarut yang digunakan untuk mengekstraksi daunnya. Pandan wangi memiliki aktivitas antibakteri pada ekstrak etanol dan etil asetat. Etanol dapat melarutkan senyawa alkaloid, flavonoid, diglikosida, flavonoid, dan sedikit minyak atsiri. Sedangkan etil asetat dapat melarutkan senyawa golongan
alkaloid,
aglikon,
monoglikosida,
terpenoid,
dan
steroid
(Mardiyaningsih, 2014). 1. Metode ekstraksi Ekstraksi atau penyarian merupakan peristiwa perpindahan masa zat aktif yang semula berada dalam sel, ditarik oleh cairan penyari. Pada umumnya penyari akan bertambah baik bila permukaan serbuk simplisia yang bersentuhan semakin luas. Untuk mendapatkan senyawa yang khas (zat aktif) dalam suatu tumbuhan, diperlukan metode ekstraksi yang cepat dan teliti (Harborne, 1987). Pemilihan metode ekstraksi tergantung pada
9
sumber bahan alami dan senyawa yang akan diisolasi tersebut (Sarker et al., 2006) Prinsip maserasi adalah ekstraksi zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk dalam pelarut yang sesuai selama beberapa hari pada temperature kamar terlindung dari cahaya, pelaut akan masuk kedalam sel tanaman melewati di dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan diluar sel. Larutan yang konentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh pelarut dengan konsentrasi redah (proses difusi). Peristiwa tersebut akan berulang sampai terjadi keseimbangan antara larutan didalam sel dan larutan diluar sel (Ansel, 1989). Keuntungan dari maserasi adalah hasil ekstraksi banyak serta dapat menghindarkan perubahan kimia terhadap senyawa-senyawa tertentu. Kerugian cara maserasi adalah penyarian kurang sempurna karena terjadi kejenuhan cairan penyari dan membutuhkan waktu yang lama. Dengan pengocokan dijamin keseimbangan bahan ekstraksi lebih cepat dalam cairan.
Keadaan
diam
selama
maserasi
menyebabkan
turunnya
perpindahan bahan aktif (Hargono dkk,1986). C. Krim Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (Anonim, 1995).
10
Sebagai suatu sediaan krim memiliki beberapa fungsi yaitu sebagai pembawa substansi obat, bahan pelumas kulit dan mencegah kontak permukaan kulit dengan larutan berair. Ada 2 tipe krim, yaitu krim tipe minyak dalam air (M/A) dan tipe air dalam minyak (A/M) (Anonim, 1979). Penentuan tipe emulsi dapat dilakukan dengan metode penambahan zat warna, sejumlah tertentu sediaan diletakkan diatas objek gelas, ditambahkan 1 tetes metil biru, di aduk dengan batang pengaduk. Tutup dengan kaca penutup dan diamati dibawah
mikroskop. Bila metil biru tersebar merata berarti
sediaan tersebut tipe emulsi m/a, teapi bila hanya bintik-bintik biru berarti sediaan tersebut tipe emulsi a/m. Pengujian dilakukan pada hari pertama pembuatan dan hari terakhir penyimpanan (Martin dkk,1990). Krim tipe M/A merupakan krim dengan fase terdispersi minyak dan fase pendispersi air. Adanya zat-zat polar yang bersifat lemak seperti setil alkohol dan gliseril monostearat cenderung menstabilkan emulsi M/A dalam sediaan semipadat (Lachman et al., 1986). Krim tipe M/A memiliki beberapa keuntungan yaitu mudah dicuci dengan air, pelepasan obatnya baik karena jika digunakan pada kulit maka akan terjadi penguapan dan peningkatan konsentrasi dari suatu obat yang larut dalam air sehingga mendorong penyerapanya kedalam jaringan kulit (Aulton, 2003). Pembuatan sediaan krim meliputi proses
peleburan dan proses
emulsifikasi. Biasanya komponen yang tidak bercampur dengan air seperti minyak dan lilin dicairkan bersama-sama di penangas air pada suhu 70-75°C, sementara itu semua larutan berair yang tahan panas, komponen yang larut
11
dalam air dipanaskan pada suhu yang sama dengan komponen lemak. Kemudian larutan berair secara perlahan-lahan ditambahkan ke dalam campuran lemak yang cair dan diaduk secara konstan, temperatur dipertahankan selama 5-10 menit untuk mencegah kristalisasi dari lilin/lemak. Selanjutnya campuran perlahan-lahan didinginkan dengan pengadukan yang terus-menerus sampai campuran mengental. Bila larutan berair tidak sama temperaturnya dengan leburan lemak, maka beberapa lilin akan menjadi padat, sehingga terjadi pemisahan antara fase lemak dengan fase cair (Munson, 1991). Menurut Voight (1994) faktor yang menyebabkan ketidakstabiilan sediaan dapat dikelompokan menjadi dua. Pertama adalah staabilittas bahan obat atau bahan pembantunya sendiri yang dihasilkan oleh bangun kimiawi dan kimiafisikanya. Kedua adalah faktor luar seperti suhu, kelembaban udara dan cahaya yang dapat menginduksi atau mempercepat jalannya reaksi. Kualitas dasar krim meliputi : a. Stabilitas Stabil selama masih dipakai mengobati. Maka salep harus bebas dari inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar dan kelembabab yang ada dalam kamar. b. Homogenitas Setiap komponen yang ada dalam krim dapat menyebar merata dan homogen.
12
c. Kelunakan Lunak, yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk menjadi lunak dan homogen, sebab salep digunakan untuk kulit yang teriritasi, inflamasi dan ekskoriasi. d. Mudah Digunakan Umumnya salep tipe emulsi adalah yang paling mudah dipakai dan dihilangkan dari kulit. e. Basis Cocok Dasar salep yang harus kompatibel secara fisika dan kimia dengan obat yang dikandungnya. Dasar salep tidak boleh merusak atau menghambat aksi terapi dari obat yang mampu melepas obatnya pada daerah yang diobati. f. Terdistribusi Merata Terdistribusi merata, obat harus terdistribusi merata melalu dasar salep padat atau cair pada pengobatan (Anief,2007) Stabilitas fisika adalah mengevaluasi perubahan sifat fisika dari suatu produk yang tergantung waktu (periode penyimpanan). Contoh dari perubahan fisika antara lain migrasi (perubahan) warna, perubahan rasa, perubahan bau, perubahan tekstur atau penampilan. Evaluasi dari uji stabilitas fisika meliputi: pemeriksaan organoleptis, homogenitas, pH, bobot jenis (Vadas, 2000). Stiffening agent adalah suatu zat yang ditambahkan kedalam suatu formula, yang berfungsi sebagai pengental / pengeras didalam sedian lotion/krim (Rahmanto,2011).
13
Suatu sistem emulsi dikatakan tidak stabil jika mengalami hal-hal seperti dibawah ini : a. Creaming Adalah terpisahnya emulsi menjadi 2 lapisan, yaitu bagian mengandung fase dispers lebih banyak daripada lapisan yang lain. Creaming bersifat reversible, artinya jika diaduk perlahan-lahan akan terdispersi kembali. b. Cracking/Koalesensi Adalah pecahnya emulsi karena film yang meliputi partikel rusak dan butir minyak berkoalesensi atau menyatu menjadi fase tunggal yang memisah. Cracking bersifat irreversible, artinya tidak dapat terdispersi kembali walaupun dilakukan pengadukan (Syamsuni,2006) D. Tinjauan Bahan 1. Cetyl alcohol (Setil alkohol) Setil alkohol berbentuk butiran serpihan kecil dan licin, berwarna putih, tidak larut air, berfungsi sebagai stiffening agent atau bahan pengeras, pelembutm dan emulgator lemah. Selain itu, setil alkohol juga dapat memperbaiki stabilitas emulsi O/W, memperbaiki konsistensi atau zat pembentuk serta sebagai surfaktan nonionik dan bahan pelembut efektif pada produk krim. Setil alkohol merupakan lemak putih agak keras yang mengandung gugus hidroksil dan digunakan sebagai penstabil emulsi pada produk seperti krim dan losion (Mitsui,1997).
14
2. Cetaceum (Spermaseti) Cetaceum atau spermaseti berbentuk massa hablur bening, putih mutiarayang licin serta memiliki bau dan rasa yang lemah (Anonim, 1979). Titik leburnya antara 44oC sampai 52oC. Cetaceum diperoleh dari kepala paus. Fungsinya adalah sebagai emolien dan untuk meningkatkan konsistensi. Cetaceum larut dalam etanol mendidih dan kloroform, tidak larut dalam air. Biasanya cetaceum digunakan pada konsentrasi 1-15% dalam krim (Rowe et al., 2009). 3. Stearic acid (Asam Stearat) Asam stearat adalah campuran asam organik padat yang diperoleh dari lemak, sebagian besar terdiri dari asam oktadekanoat, C18H36O2 dan asam heksadekanoat, C16H36O2. Pemerian zat padat keras mengkilat, putih atau kuning pucat; mirip lemak lilin. Kelarutan praktis tidak larut dalam air; larut dalam 20 bagian etanol (95%) P, dalam 2 bagian kloroform P dan dalam 3 bagian eter P. Khasiat dan penggunaan sebagai zat tambahan (Anonim, 1979). 4. Methyl paraben (Nipagin) Metil paraben adalah bahan yang mengandung tidak kurang dari 99% dan tidak lebih dari 101% C8H8O3. Pemerian serbuk hablur halus, putih, hampir tidak berbau, tidak mempunyai rasa, agak membakar diikuti rasa tebal. Kelarutan larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air mendidih, dalam 3,5 bagian etanol (95%) P dan dalam 3 bagian aseton, jika didinginkan larutan tetap jernih. Metil
15
paraben ini mempunyai fungsi sebagai zat tambahan dan zat pengawet (Anonim, 1979). 5. Propyl paraben (Nipasol) Propil paraben adalah bahan yang mengandung tidak kurang dari 99% dan tidak lebih dari 101% C10H12O3. Pemerian bahan ini adalah serbuk hablur putih; tidak berbau; tidak berasa. Kelarutan sangat sukar larut dalam air; larut dalam 3,5 bagian etanol (95%) P, dalam 3 bagian aseton P, dalam 140 bagian gliserol P dan dalam 40 bagian minyak lemak, mudah larut dalam alkali hidroksida (Anonim, 1979). 6. Gliserolum (Gliserin) Gliserin adalah cairan seperti sirop; jernih, tidak berwarna; tidak berbau; manis diikuti rasa hangat. Higroskopik jika disimpan beberapa lama pada suhu rendah dapat memadat membentuk massa hablur tidak berwarna yang tidak melebur hingga suhu mencapai lebih kurang 20°C. Kelarutan dapat campur dengan air, dan dengan etanol (95%) P; praktis tidak larut dalam kloroform P, dalam eter P dan dalam minyak lemak. Khasiat dan penggunaan adalah sebagai zat tambahan (Anonim, 1979). 7. Trietanolamin (TEA) Trietanolamin / TEA merupakan cairan kental, jernih, dengan bau ammonia, tidak berwarna hingga kuning pucat. Kelarutan dapat campur dengan air, metanol, etanol (95%), dan aseton. Larut dalam kloroform, larut dalam 24 bagian benzen dan 63 bagian eter pH = 10,5 untuk larutan aqueous 0,1 N.
16
Stabilitas Trietanolamin dapat berubah menjadi berwarna coklat jika terkena paparan cahaya dan udara. Oleh karena itu, selama penyimpanan harus terlindung
dari
cahaya
dan disimpan dalam
wadah
tertutup
rapat
(Anonim,1979). Fungsi dalam formulasi terutama digunakan sebagai pH adjusting agent, kegunaan lain yaitu sebagai buffer, pelarut, humektan, dan polimer plasticizer. Digunakan pada konsentrasi 2-4% (Rowe et al. ,2009). 8. Vaselinum album (Vaselin putih) Vaselin putih merupakan massa lunak, lengket, bening,putih. Sifat ini tetap setelah zat dileburkan dan dibiaarkan hingga dingin tanpa diaduk. Kelarutannya praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%)p. Larutan kadang-kadang beroplasensi lemah. Berkhasiat zat tambahan (pengikat), penyimpanan didalam wadah tertutup baik (Anonim,1979). 9. Aqua destilata Aqua destilata merupakan air suling yang dibuat dengan menyuling air yang dapat diminum. Pemerian cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak mempunyai rasa (Anonim,1979). E. Pengujian Krim Pengujian yang dilakukan terhadap krim ini yaitu uji sifat fisik dan uji sifat kimia.
17
a. Uji Sifat Fisik 1) Organoleptis Uji
organoleptis
adalah
uji
yang
digunakan
untuk
mengukur,
mengidentifikasi, menganalisis, menginterpretasi produk serta sifat produk dengan menggunakan indera manusia (Warsitaatmaja, 1997) 2) Uji Homogenitas Homogenitas krim dilakukan dengan cara meletakkan sejumlah krim ke dalam obyek glass, kemudian ditutup dengan obyek glass lain dan ditekan hingga rata dan diamati secara visual homogenitasnya (Anonim, 1979). 3) Uji tipe krim Pengujian tipe krim dilakukan untuk mengetahui tipe krim sediaan yang dihasilkan. Pengujian menggunakan metode pengecatan menghasilkan warna biru untuk tipe krim M/A saat ditetesi metilen biru, dan warna merah untuk tipe krim A/M saat ditetesi Sudan III (Syamsuni, 2006). 4) Daya sebar Uji daya sebar dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan menyebar sediaan pada tempat yang dikehendaki. Permukaan penyebaran yang dihasilkan dengan meningkatkan beban, merupakan karakteristik daya sebar. Daya sebar yang baik akan menjamin pelepasan bahan obat yang memuaskan (Voight,1984). 5) Uji Viskositas
18
Pengujian viskositas dilakukan untuk mengetahui besarnya tahanan suatu cairan untuk mengalir. Makin tinggi viskositas, makin besar tahanannya (Triayu,2009). 6) Daya lekat Pengujian tehadap daya lekat dilakukan untuk mengetahui kemampuan krim melekat pada kulit. b. Uji sifat kimia 1) Pengukuran pH sediaan. Pengujian pH perlu dilakukan untuk mengetahui stabilitas pH dari produk akhir dan akan membantu menghindari atau mencegah kerusakan produk selama penyimpanan atau penggunaan (Waasitaatmaja,1997). Prinsip uji derajat keasaman (pH) yakni berdasarkan pengukuran potensiometer/ elektrometri dengan menggunakan pH meter, dalam evaluasi pH dilihat perubahan nilai pH sediaan setelah penyimpanan 0,1,2,3, dan 4 minggu (Anonim, 2004). F. Kerangka Pemikiran Pandan wangi merupakan tumbuhan yang mempunyai aktivitas antibakteri dengan konsentrasi hambat minimum 1,1% pada ekstrak etil asetat. Untuk meningkatkan penggunaan daun pandan tersebut dalam bidang kosmetika dan obat-obatan maka dibuatlah sediaan krim. Sediaan krim adalah emulsi setengah padat dengan tipe M/A atau A/M . Penggunaan krim tipe M/A lebih disukai karena daya sebar pada kulit baik, menimbulkan efek dingin akibat lambatnya penguapan air pada kulit, mudah
19
dicuci dengan air sehingga memungkinkan pemakaiannya pada bagian tubuh yang dapat mempengaruhi ketidakstabilan krim yaitu karena adanya perubahan suhu , kebanyakan degradasi obat berlangsung lebih cepat pada temperatur yang lebih tinggi. Penelitian ini dilakukan dengan membuat krim tipe M/A dengan cetaseum, cetyl alcohol dan kombinasi cetaceum dengan cetyl alcohol sebagai stiffening agent atau bahan yang dapat mengentalkan krim dengan konsentrasi masingmasing 6% dan konsentrasi campuran 1:1. Zat pengental seperti setil alkohol dan setaseum dalam sediaan krim di sini haruslah tepat penggunaannya. Penggunaan yang kurang tepat dalam formulasi akan menyebabkan krim menjadi terlalu keras/lunak, kental dan berubah warna menjadi lebih gelap, sehingga menimbulkan rasa kurang nyaman saat penggunaan dan sediaan krim yang kurang stabil (Ansel, 1989). Setiap formula dilakukan pengujian yang meliputi pengujian organoleptis (fisik), homogenitas (fisik), tipe krim (fisik), uji daya sebar(fisik), uji daya lekat (fisik), uji viskositas (fisik), dan uji pH (kimia). Data yang diperoleh akan dianalisa dengan pendekatan teoritis dan dengan statistik uji analisis of varian (ANOVA) dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui perbedaan dari ketiga formula terhadap uji sifat fisik dan kimia. G. Hipotesis Jenis bahan dan konsentrasi dari cetaceum dan cetyl alcohol diduga menyebabkan perbedaan yang signifikan terhadap sifat fisik dan kimia krim yang dihasilkan, yang dibuktikan dengan uji organoleptis, uji homogenitas, uji tipe krim, uji daya sebar, uji daya lekat, uji viskositas, dan uji pH.