1
SELEKSI MENGGUNAKAN PCR BERDASARKAN MARKA GEN badh2 PADA PEMBENTUKAN BC2F1 CIHERANG/MENTIK WANGI DAN BC3F1 CIHERANG/PANDAN WANGI
TAUFIQ
DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
2
ABSTRAK TAUFIQ. Seleksi Menggunakan PCR Berdasarkan Marka Gen badh2 pada Pembentukan BC2F1 Ciherang/Mentik Wangi dan BC3F1 Ciherang/Pandan Wangi. Dibimbing oleh DJAROT SASONGKO HAMISENO dan TRI JOKO SANTOSO. Nilai komersial dan permintaan pasar (nasional maupun internasional) padi aromatik besar dan semakin meningkat. Namun, karakter agronomi padi aromatik tidak sebaik varietas nonaromatik sering menjadi kendala bagi petani untuk menanam padi aromatik. Penelitian ini merupakan bagian dari usaha pengembangan varietas aromatik baru nontransgenik dengan karakter agronomi sebaik padi nonaromatik secara persilangan terarah (site-directed crossing). BC1F1 Ciherang/Mentik Wangi (CM) dan BC2F1 Ciherang/Pandan Wangi (CP) hasil penelitian sebelumnya disilangbalikkan (backcross) dengan Ciherang untuk mendapatkan turunan progeni BC2F1 CM dan BC3F1 CP. Seleksi dilakukan mengunakan PCR berbantuan marka Bradbury untuk CM dan RM223 untuk CP. Sampel DNA padi diisolasi dari daun muda, diamplifikasi PCR, dan produk PCR dielekroforesis agaros 1,5% untuk CM dan 3% untuk CP. Hasilnya diperoleh pitapita heterozigot baik untuk BC2F1 CM maupun BC3F1 CP, menunjukkan keberhasilan introgresi gen aroma (heterozigot badh2) dari Mentik Wangi atau Pandan Wangi ke Ciherang. Hasil amplifikasi DNA tanaman padi BC2F1 CM menggunakan primer Bradbury menghasilkan ukuran pita 580 bp, 355 bp, dan 257 bp. Hasil amplifikasi DNA tanaman padi BC3F1 CP menggunakan primer RM223 dapat membedakan pola pita padi aromatik dan nonaromatik dengan ukuran pita sebesar 160 bp dan 140 bp.
3
ABSTRACT TAUFIQ. PCR Selection Based on badh2 Gene Marker in the Formation of BC2F1 Ciherang/Mentik Wangi and BC3F1 Ciherang/Pandan Wangi. Under the direction of DJAROT SASONGKO HAMISENO and TRI JOKO SANTOSO. Commercial value and market demand (national and international) of aromatic rice is increasing. However, its less agronomy quality traits. This research is part of the development of new nontransgenic aromatic varieties with good agronomy character as nonaromatic rice through site-directed crossing. BC1F1 Ciherang/Mentik Wangi (CM) and BC2F1 Ciherang/Pandan Wangi (CP) obtained from previous studies were backcrossed with Ciherang to obtain progenies BC2F1 CM and BC3F1 CP. Selection were carried using Bradbury marker assisted PCR for CM and RM223 assisted PCR for CP. DNA samples were isolated from young leaves, PCR amplificated, and analyze using agarose 1.5% for CM and 3% for CP. Results showed heterozygous bands for both BC2F1 CM and BC3F1 CP, indicated succesful transfer of aroma badh2 heterozygous gene from Mentik Wangi or Pandan Wangi to Ciherang. DNA amplification result of BC2F1 CM using Bradbury marker obtained size of band about 580 bp, 355 bp, and 257 bp. Furthermore, RM223 marker can differentiate both the patterns of aromatic and nonaromatic rice by the band size about 160 bp and 140 bp.
4
SELEKSI MENGGUNAKAN PCR BERDASARKAN MARKA GEN badh2 PADA PEMBENTUKAN BC2F1 CIHERANG/MENTIK WANGI DAN BC3F1 CIHERANG/PANDAN WANGI
TAUFIQ
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biokimia
DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
5
Judul Skripsi Nama NRP
: Seleksi Menggunakan PCR Berdasarkan Marka Gen badh2 pada Pembentukan BC2F1 Ciherang/Mentik Wangi dan BC3F1 Ciherang/Pandan Wangi. : Taufiq : G84063560
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Djarot Sasongko Hamiseno, MS. Ketua
Dr. Tri Joko Santoso, M.Si Anggota
Diketahui
Dr.Ir. I. Made Artika M.App.,Sc Ketua Departemen Biokimia
Tanggal Lulus:
6
PRAKATA Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah berkehendak atas segala sesuatu yang terjadi di alam semesta sehingga laporan penelitian ini dapat terselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan sejak April 2010 sampai dengan Oktober 2010 di Laboratorium Biologi Molekuler dan Rumah Kaca Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BB-BIOGEN) dengan materi Seleksi Menggunakan PCR Berbantuan Marka Gen badh2 pada Pembentukan BC2F1 Ciherang/Mentik Wangi dan BC3F1 Ciherang/Pandan Wangi. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak terutama Dr. Djarot Sasongko Hami Seno, MS. dan Dr. Tri Joko Santoso, M.Si yang telah membimbing penulis selama penyusunan laporan penelitian. Terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis ucapkan kepada teknisi-teknisi BBBIOGEN khususnya Pak Asep dan Pak Iman yang telah banyak membantu penulis selama penelitian. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada keluarga di rumah yang selalu mendukung dan mendoakan juga kepada Dewi Praptiwi, Ganti Swara Pratama, Sugihartati, Euis Marlina, dan Joel Rivandi Sinaga selaku rekan kerja yang telah banyak membantu penelitian ini. Juga kepada teman-teman Biokimia 43 yang selalu memberi saran dan dukungan untuk kelancaran laporan penelitian ini. Akhir kata bahwa tak ada sesuatu yang sempurna, begitu pun laporan penelitian ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan di masa yang akan datang. Semoga laporan penelitian ini dapat digunakan dengan sebaik-baiknya. Bogor, Maret 2011 Taufiq
7
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Makkah, Arab Saudi pada tanggal 26 Juli 1987 dari ayahanda Wardoyo dan ibunda Hartati. Penulis merupakan anak ke dua dari tiga bersaudara. Tahun 2005 penulis lulus dari SMU Sekolah Indonesia Jeddah dan pada tahun berikutnya lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Program Studi Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA). Selama sekolah di Sekolah Indonesia Jeddah, penulis aktif menjadi pengurus OSIS menjabat sebagai sekretaris II periode 2003/2004. Penulis juga aktif dalam kegiatan KIR (Karya Ilmiah Remaja) dan pernah meraih juara 1 tingkat sekolah dengan tema yang diangkat Pengaruh Pembuatan Tempe dengan Air Zamzam. Selama kuliah, penulis pernah aktif dalam UKM MAX (Music Agriculture Xpression) dan BKIM (Badan Kerohanian Islam Mahasiswa). Praktek Lapangan juga pernah dilakukan penulis di LIPI dengan judul Evaluasi Semen Segar Sapi Friesien Holstein untuk Persiapan Inseminasi Buatan selama periode Juli sampai dengan Agustus 2009.
8
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ ix DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... ix PENDAHULUAN ................................................................................................ 1 TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman Padi .............................................................................. Aroma Padi .................................................................................................. Gen Aroma .................................................................................................. Metode Persilangan Terarah (Site-directed Crossing)................................. Pengembangan Varietas Padi Aromatik ...................................................... Metode Analisis Aroma ...............................................................................
2 3 4 4 5 5
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat ............................................................................................ 6 Metode Penelitian ........................................................................................ 6 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembentukan Populasi BC2F1 CM dan BC3F1 CP .................................... 7 Pengujian Kualitatif dan Kuantitatif DNA .................................................. 8 Seleksi Tanaman Padi BC2F1 CM Menggunakan Marka Bradbury .......... 9 Seleksi Tanaman Padi BC3F1 CP Menggunakan Marka RM223 ............... 10 Pengamatan Karakter Tanaman Padi BC2F1 CM dan BC3F1 CP .............. 11 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ...................................................................................................... 12 Saran ............................................................................................................ 12 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 12 LAMPIRAN .......................................................................................................... 15
9
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Ciherang, Pandan Wangi, dan Mentik Wangi.................................................. 2 2 Jalur pembentukan 2-asetil-1-pirolin ............................................................... 3 3 Perbandingan sekuen DNA alel badh2 pada berbagai varietas padi................ 4 4 Diagram metode persilangan terarah (site-directed crossing) ......................... 5 5 Pembentukan populasi tanaman padi BC2F1 CM maupun BC3F1 CP ........... 8 6 Proses amplifikasi dengan marka Bradbury ..................................................... 9 7 Amplifikasi DNA padi BC2F1 CM menggunakan marka Bradbury ............... 10 8 Proses amplifikasi dengan marka RM223........................................................ 10 9 Amplifikasi DNA padi BC3F1 CP menggunakan marka RM223 ................... 10 10 Gabah padi yang berbulu pada tanaman BC3F1 CP ........................................ 11
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Diagram alir penelitian...................................................................................... 16 2 Isolasi DNA dengan metode CTAB.................................................................. 17 3 Komposisi bufer ekstraksi DNA ....................................................................... 18 4 Pengukuran konsentrasi, kemurnian, dan perhitungan pengenceran DNA....... 19 5 Contoh hasil elektroforesis produk PCR ........................................................... 21 6 Sekuens marka Bradbury dan RM223 .............................................................. 22
1
PENDAHULUAN Berdasarkan aromanya, padi dapat dibedakan menjadi padi aromatik dan nonaromatik. Umumnya padi nonaromatik lebih tahan terhadap penyakit dan stres, tidak terlalu selektif dalam pemilihan lokasi dan kondisi lahan, penanaman dan pemeliharaan lebih mudah, waktu tanam lebih singkat, dan produktivitasnya lebih tinggi. Namun demikian, rasa dan aroma yang merupakan satu-satunya kelebihan padi aromatik mempunyai aspek komersial yang tinggi. Selain nilai jualnya yang lebih tinggi, permintaan pasar nasional maupun internasional akan padi aromatik sangatlah tinggi dan meningkat terus, terutama pada masyarakat dengan taraf ekonomi yang baik. Krisnamurthi (2006) menyebutkan bahwa setiap peningkatan pendapatan per kapita Rp 1.000,- menyebabkan kenaikan permintaan beras aromatik sebesar 3.570 kg, sedangkan setiap kenaikan jumlah penduduk 1.000 orang menyebabkan kenaikan permintaan beras nonaromatik sebesar 2.140 kg. Oleh karena itu, dalam rangka ketahanan pangan akan sangat prospektif jika aroma dapat ditambahkan pada padi nonaromatik dengan tanpa merusak kelebihan-kelebihan padi tetua pemulih (host) seperti yang telah disebutkan. Hal ini akan membuat petani mendapatkan produk beras aromatik dengan kemudahan, waktu, resiko dan produktivitas seperti menanam padi nonaromatik. Hasil penelitian mendapatkan aroma padi disebabkan karena mutasi pada gen badh2 (Bradbury et al. 2005a,b; Borguis et al. 2008). Oleh karena itu karakter aroma dapat diintrogresi (dimasukkan) pada padi nonaromatik melalui inaktivasi gen badh2nya. Inaktivasi dapat dilakukan dengan berbagai metode rekayasa genetik (Wanchana et al. 2004, Vanavichit et al. 2008). Namun metodemetode ini akan menghasilkan produk varietas tanaman transgenik yang pemasarannya terhambat dengan regulasi GMO (Genetically Modified Organisms) yang ketat. Di lain pihak, persilangan acak (random crossing) akan menghasilkan turunan dengan karakter yang sulit diramalkan. Aromatisasi nontransgenik padi nonaromatik dapat dilakukan melalui penggantian alel gen badh2 padi nonaromatik dengan alel gen terkait dari varietas aromatik, menggunakan metode persilangan terarah (site-directed crossing) untuk mendapatkan turunan homozigot resesif (Hami Seno et al. 2009).
Penelitian ini merupakan bagian dari usaha pengembangan varietas aromatik baru nontransgenik yang karakter agronominya sebaik padi nonaromatik (BC5F2), menggunakan host Ciherang dan donor aroma Mentik Wangi atau Pandan Wangi. Tanaman BC1F1 Ciherang/Mentik Wangi (CM) dan BC2F1 Ciherang/Pandan Wangi (CP) yang diperoleh dari penelitian sebelumnya (Sugihartati 2009) disilangbalikkan (backcross) lebih lanjut dengan Ciherang sehingga menghasilkan BC2F1 CM dan BC3F1 CP. Seleksi dilakukan mengunakan PCR berbantuan marka Bradbury (Bradbury et al. 2005b) untuk CM dan RM223 (Lang dan Buu 2008) untuk CP. Pemilihan Ciherang karena merupakan varietas pengembangan lokal yang akrab dengan petani maupun konsumen, tahan hama dan penyakit, kondisi lahan budidaya tidak memerlukan prasyarat yang ketat sehingga budidaya dapat dilakukan di berbagai lokasi di Indonesia dengan produktivitas yang tinggi (hampir 8 ton/ha) (Krisnamurthi 2006). Mentik Wangi dan Pandan Wangi juga merupakan varietas lokal yang juga telah akrab dengan petani dan konsumen serta aroma digemari masyarakat Indonesia, bahkan Internasional. Namun demikian, kurang tahan hama dan penyakit, lokasi dan kondisi lahan budidaya spesifik, waktu panen lebih lama, dan produktivitas kurang tinggi (hampir 4 ton/ha) (Krisnamurthi 2006). Diharapkan jika varietas aromatik tersebut disilangkan dengan varietas Ciherang, disilangbalikkan lima kali, kemudian diselfing, seperti pada metode persilangan terarah (site-directed crossing) (Hami Seno et al. 2009), akan diperoleh varietas Ciherang aromatik (BC5F2). Varietas baru dengan karakter agronomi sebaik Ciherang seperti yang telah disebutkan, serta beraroma seperti Mentik Wangi dan Pandan Wangi. Karakter positif dari varietas baru tersebut diharapkan dapat meningkatkan ekonomi petani dan sekaligus devisa negara jika diekspor, serta lebih menggairahkan minat pertanian, baik petani maupun industri. Penelitian ini bertujuan menyeleksi tanaman BC2F1 CM dan BC3F1 CP dengan marka terkait. Hipotesis penelitian ini adalah pembentukan BC2F1 CM dan BC3F1 CP dilakukan dengan metode persilangan terarah dan gen aromatik pada tanaman hasil persilangan dideteksi dengan marka aromatik berbasis PCR yaitu marka RM223 dan Bradbury. Manfaat penelitian ini adalah padi varietas baru akan lebih menguntungkan karena dapat menghasilkan beras beraroma
2
dengan resiko kegagalan panen, kemudahan tanam, produktivitasnya seperti menanam padi Ciherang sehingga berimplikasi padi aromatik menjadi murah.
TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman Padi Tanaman padi (Oryza sativa L.) diklasifikasikan dalam divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Monocotyledone, ordo Poales/Glumiflorae, famili Graminae, genus Oryza, dan spesies Oryza sativa (Siregar 1981). Padi yang termasuk ke dalam genus Oryza, Oryza sativa L. merupakan tanaman padi yang banyak dibudidayakan di Asia, sedangkan Oryza glaberrima dibudidayakan di Afrika. Berdasarkan aromanya, padi dikelompokkan atas padi aromatik dan nonaromatik. Varietas padi aromatik diantaranya yaitu Sintanur, Gilirang, Pulu Mandoti, Pare Bau, Gunung Perak, Pinjan, Celebes, Pandan Wangi, Pare Kembang, Rojo Lele, Cianjur, Mentik Wangi, dan Situ Patenggang. Padi aromatik merupakan bagian kecil yang istimewa dari kelompok padi karena memiliki mutu beras yang baik, yaitu beraroma dan tekstur nasi yang pulen, sangat disukai konsumen dan mempunyai harga yang tinggi (Bradbury et al. 2005b; Lang dan Buu 2008). Namun padi aromatik memiliki memiliki karakter agronomi yang kurang tahan terhadap hama dan penyakit, memerlukan kondisi lahan budidaya tertentu, waktu panen lama, dan produktivitas yang kurang tinggi (±4 ton/ha). Padi Pandan Wangi (Gambar 1a) yang terkenal sejak tahun 1973 memiliki aroma wangi menyerupai pandan yang merupakan karakter paling menarik dari padi ini yang banyak diminati di pasaran dunia. Pandan Wangi mengandung kadar amilosa 7 – 20% dan amilopektin 80 – 93% yang menyebabkan padi varietas ini bertekstur pulen. Selain itu cocok tumbuh di suhu 25 – 30 °C dengan ketinggian 500 – 800 meter dari permukaan laut. Padi Mentik Wangi memiliki ciri bulat dan tahan rontok (Gambar 1b). Usia tanamnya mencapai 150 – 160 hari dan tingginya mencapai 150 cm. Kelemahan varietas ini diantaranya tingkat produktivitas rendah serta tidak tahan terhadap hama dan penyakit. Varietas nonaromatik contohnya adalah Ciherang, IR64, Nipponbare, T309, Fatmawati, Situ Bagendit, Andel Rojo, Andel Lombok (beras merah) untuk tepung, dan
Andel Lombok (beras merah) untuk konsumsi langsung. Ciherang merupakan kelompok padi nonaromatik varietas unggul hasil beberapa kali persilangan, yaitu IR18349-53-1-3-13/IR19661-131-3-1//IR119661-131-3-1///IR64 ////IR64 (Bhattacharjee 2002). Padi Ciherang memiliki karakteristik umur tanamannya cukup singkat yaitu 116 hingga 125 hari, bentuk tanaman tegak, tingginya mencapai 107 sampai 115 cm, menghasilkan anakan produktif 14 sampai 17 batang, warna kaki hijau, warna batang hijau, warna daun hijau, muka daun kasar pada sebelah bawah, posisi daun tegak, bentuk gabah panjang ramping, warna gabah kuning bersih, tekstur nasi pulen, kadar amilosa 23%, bobot 1000 per butir 27 hingga 28 g, rata-rata produksi 5 - 8,5 ton/ha, tahan terhadap bakteri hawar daun (HDB) strain III dan IV, tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan 3 (Gambar 1c). Padi Ciherang dilepas oleh menteri pertanian pada tahun 2000 dengan anjuran cocok ditanam pada musim hujan dan kemarau dengan ketinggian di bawah 500 m di atas permukaan laut (Hermanto 2006). Introgresi karakter aroma dari padi varietas Pandan Wangi atau Mentik Wangi ke varietas Ciherang diharapkan dapat menghasilkan varietas dengan karakter agronomi yang hampir sama dengan karakter tanaman pemulih Ciherang (tahan hama dan penyakit, dapat dibudidayakan di berbagai lokasi di Indonesia, waktu panen yang tidak lama, dan produktivitasnya tinggi) ditambah dengan karakter aroma dari donor Pandan Wangi atau Mentik Wangi.
[a]
[b]
[c] Gambar 1 Contoh padi nonaromatik dan aromatik [a] Pandan Wangi; [b] Metik Wangi; [c] Ciherang.
3
Aroma Padi Aroma padi disebabkan oleh senyawa kimia yang mudah menguap. Hasil penelitian menunjukkan terdapat lebih dari 114 senyawa terdapat pada padi aromatik. Namun, senyawa utama yang menyebabkan aroma wangi pada padi adalah 2-asetil-1-pirolin (2AP) (Itani 2004). Akumulasi dari 2AP dalam genotip padi aromatik dapat disebabkan oleh adanya mutasi delesi pada ekson 7 di kromosom nomor 8 yang mengakibatkan kodon stop sehingga menyebabkan hilangnya aktivitas enzim betain aldehida dehidrogenase (BADH2) ketika prolina mensintesis asam amino glutamat. Enzim BADH2 memainkan peranan kunci dalam jalur konversi ke arah glutamat. Penghambatan lintasan ini akan meningkatkan ketersediaan prolina untuk sintesis 2AP (Bradbury et al. 2005a,b). Berbeda dengan padi nonaromatik, pada kromosom nomor 8 tidak terjadi delesi ekson 7 sehingga prolina lebih mengarah ke pembentukan asam amino glutamat dan pembentukan 2AP lebih sedikit. Padi aromatik mengandung senyawa 2AP lebih tinggi (0,04–0,07 ppm) dibandingkan padi nonaromatik (0.004–0.006 ppm) (Adijono et al. 1993). Hal yang sama dikemukakan oleh Buttery et al. (1983) bahwa kandungan senyawa 2AP padi aromatik mencapai 0.04–0.09 ppm, sepuluh kali jauh lebih tinggi dibanding padi nonaromatik yang hanya 0.004–0.006 ppm. Senyawa 2AP sebenarnya terdeteksi di semua bagian tanaman padi, kecuali di akar (Lorieux et al. 1996). Biosintesis jalur reaksi yang rinci tentang kompleks ini belum sepenuhnya dijelaskan (Bradbury et al. 2005a). Namun, telah ditemukan bahwa prekursor dan sumber nitrogen 2AP pada varietas aromatik Thai Hom Mali adalah senyawa prolina (Yoshihashi et al. 2002). Diduga jalur pembentukan 2AP seperti pada gambar 2. Jalur pembentukan 2AP dimulai dari pemecahan prolina menjadi putresin kemudian membentuk senyawa gama aminobutiraldehid (GABald), substrat dari enzim BADH2. Jika enzim BADH2 aktif, maka enzim ini dapat mengubah GABald menjadi asam gama-aminobutirat (GABA). Tetapi jika enzim BADH2 tidak aktif, GABald mengalami asetilasi (penambahan gugus asetil) membentuk 2AP. Putresin akan ditemukan dalam jumlah tinggi pada jaringan yang tumbuh aktif membelah. Putresin dipecah menjadi GABald oleh diamina oksidase (DAO) selama proses pembentukan
lignin dan dinding sel, setelah sebagian besar pembelahan sel telah terjadi. Oleh karena itu, pembentukan GABald cenderung terjadi di jaringan muda yang secara aktif membelah dan dinding sel menjadi kaku. Ujung daun padi mengandung 2AP dalam jumlah yang lebih tinggi daripada di pangkal daun, sementara daun muda lebih beraroma daripada daun tua (Lorieux et al. 1996). Penurunan jumlah 2AP dalam jaringan yang lebih tua kemungkinan besar disebabkan oleh sifat volatil kimia. Pada tanaman, prolina berfungsi sebagai zat pelindung terhadap resiko kerusakan daun ketika tanaman terpapar oleh cekaman kekeringan atau terdapatnya kandungan garam yang tinggi di dalam tanah (Heldt 2005). Aroma padi aromatik tidak hanya tercium pada saat pemasakan nasi. Seringkali aroma dapat tercium saat tanaman padi berbunga di lahan (Mittal et al. 1995). O
O
HO
Prolina
HO
NH2 Ornitin
HN
NH2
O
NH2
H2N
H2N Putresin
GABald H BADH2inaktif
BADH2aktif
O (Z)
H2N
N
OH GABA
Pirolin
O
O
O (E)
N
OH
HO 2-asetil-1-pirolin
Asamglutamat NH2
Gambar 2 Jalur pembentukan 2-asetil-1pirolin. Pembentukan 2AP ketika enzim BADH2 tidak aktif (Bradbury 2005b).
4
Gen Arooma Mutasi gen g badh2 paada berbagai varietas tanaman padi di berbagaai negara diseebabkan oleh peristiiwa domestikkasi atau terrjadinya evolusi dalaam suatu poppulasi yang teerisolasi secara geneetik. Studi perbandingan p sekuen gen badh2 pada 81 varietas paddi yang i japoniica, aus, mewakili suubkelompok indica, dan padi Baasmati menunjjukkan bahwaa mutasi badh2 idenntik pada varrietas-varietass aroma dari subkeelompok yanng berbeda,, yaitu KDM105 dari d indica, Baasmati dari Grup G V, dan Azucenna dari tropiical japonica terjadi delesi 8 baasa, sedangkaan padi nonaaromatik (Nipponbaree dan 93-11)) tidak terjaddi delesi (kotak meraah pada Gambbar 2). Hal ini sangat mendukung teori tentanng asal tungggal dari mutasi badhh2 pada padi budidaya Assia yang mengalami mutasi m dan doomestikasi yanng akan menghasilkaan polimorfiisme yang berbeda b (Bourgis et al. a 2008). Studi geenetik awal kelompok Tanksley T (Ahn et al. 1992) berhasil melokalisirr sebuah (f y yang mengenndalikan gen fgr (fragance) karakter arroma pada varietas v Dellaa (padi aromatik turrunan Jasminee) pada kromoosom 8. Hasil penellitian Bradbuury et al. (22005a,b) lebih memppersempit wiilayah genom m untuk karakter arooma dan menggidentifikasi satu s gen resesif tungggal yang bertaanggung jawaab untuk karakter arooma pada varietas-varieta v as padi seperti Jasm mine dan Baasmati. Gen tersebut merupakan gen yang menyandi enzim BADH2. Haasil penelitian menunjukkann bahwa gen yang mengkode m enziim BADH2 memiliki m polimorfism me di daeraah pengkodee pada genotip tannaman. Gen badh2 disanndi oleh kromosom nomor n 8 yangg bertanggungg jawab dalam mennyebabkan arroma. Gen badh2 terdapat padda spesies paadi aromatik maupun m padi nonarom matik (Bradbuury et al. 20055 a,b).
NA alel Gambar 3 Perbandingan sekuen DN baadh2 pada beerbagai variettas padi (B Bourgis et al. 2008).
Metode Persilangan Terarah (Site-dirrected Crossingg) p teerarah atau disebut d Metode persilangan juga site-direected crossingg (Hami Seno o et al. 2009) sering digunakan deengan nama marker m assisted bacckcrossing aatau PCR-asssisted backcrossing (Mackill et al. 2007). Melalui M metode ini, pemasukkan gen donor dapat diminimalisassi dan haanya sifat yang diinginkan yang y terintroggresi pada tan naman induk. Peminndahan gen paadi aromatik ke k padi nonaromatik untuk mennghasilkan tu urunan n ini varietas aroomatik padda penelitian dilakukan denngan metode persilangan teerarah. Padi nonarom matik disilanngkan dengan n padi aromatik selanjutnya inndividu turun nannya disilangbalikkkan dengann tetuanya dari nonaromatik. Proses silaang balik inii akan B diulangi limaa kali sampaai generasi BC5F1. Silang balik merupakan teknik persilangan dahkan yang dapat digunakan unntuk memind satu atau bebberapa gen yaang diinginkaan dari tanaman donnor ke tanam man pemulih (host). Namun, diperrlukan persilanngan balik beb berapa kali agar diperoleh d intrrogresi sifat yang diinginkan dan d sekecil m mungkin mem mbawa introgresi neegatif fragmeen liar yang tidak diinginkan (R Reyes 2000). Gen baddh2 pada gennerasi silang balik selalu dalam keadaan heterozigot, sem mentara gen ini hannya terekspreesi dalam keeadaan resesif dan keberadaannnya tidak dapat ma. Oleh karen na itu, dideteksi denngan uji arom digunakan marka m molekuular berbasiss PCR untuk melacaak keberadaann alel gen badh h2 dari padi aromatiik Pandan W Wangi dan Mentik M Wangi padaa individu turunan di setiap generasi silanng balik. Tannpa bantuan analisis a molekuler PC CR, penyerbukkan sendiri (sselfing) harus selalu dilakukan paada setiap geenerasi s janggka waktu pen nelitian silang balik, sehingga menjadi dua kali lebih laama (Mackill et al. 2007). merupakan metode m Persilangaan terarah m persilangan yang y memiliiki kelebihan yaitu penggabungaan sifat tanam man bersifat sp pesifik atau selektif dengan keteppatan terhadaap satu s gen tunggal, memiliki staabilitas gen selama puluhan tahuun, menghasiilkan produk k yang aman (bukann organisme modifikasi) dengan d kepastian perrubahan geneetiknya mudah h atau dapat dikaraakterisasi denngan baik, waktu pengerjaannyya 2 hingga 3 tahun. Kelem mahan dari persilanngan terarah adalah metode ini hanya dapat digunakan ddalam satu spesies s d melibatkan organismee utuh atau genus dan (Nasution 20002).
5
Pengembangan Variettas Padi Arom matik Berdasarrkan studi literatur (Bradbuury et al. 2005b; Lanng dan Buu 2008), aromaa dapat diintrogresi pada padi nonaromatik n dengan t menginaktivvasi gen badhh2 pada padi tersebut. Umumnya inaktivasi i dappat dilakukan dengan beberapa meetode salah saatunya dengann teknik rekayasa geenetik (Wancchana 2004). Namun demikian metode m tersebuut akan menghhasilkan produk tanaaman transgeenik. Di lainn pihak, retensi tanam man pemulih atau introgressi donor sulit diprediiksi atau dikoontrol jika dilakukan pemuliaan konvensional k melalui perssilangan acak (Mackkill et al. 20077). Metode alternatif a lain yang tidak mennghasilkan tanaman t transgenik adalah melallui penggantiian alel p nonarom matik dengan alel a gen gen badh2 padi tersebut darri varietas aroomatik, mengggunakan metode peersilangan teerarah (site-ddirected crossing) untuk menndapatkan turunan r (Gambar 3). homozigot resesif Pada meetode ini inttrogresi donoor dapat diminimalisasi, sehingga hanya karaktter yang t diinginkan yang terintroogresi pada tanaman pemulih daan dapat dipeertahankan karakterk karakter yanng baik pada padi p host (Cihherang). Pembentukaan populasi hingga h BC5F F1 akan menghasilkaan turunan deengan karakteer yang mendekati hampir 100% % (retensi tanaman t pemulih maaksimal) (Maackill et al. 2007), sehingga hanya h karaktter diinginkaan saja dalam hal ini i aromatik yang y terintroggresi ke tanaman pem mulih. Pembentukan BC5F2 hanya diperlukan untuk introggresi karakteer yang progeni gennya bersifaat resesif (m misalnya karakter arromatik), seddangkan untukk yang
Gambar 4 Diagram D m metode perssilangan teerarah (site--directed crrossing) (H Hami Seno et al. 2009).
dominan (missalnya tolerannsi genangan) cukup hingga BC55F1. Persilanngan terarah (sitedirected crosssing) memiliiki kelebihan n yaitu introgresi karakter k berssifat selektiff atau spesifik, mennghasilkan prooduk nontranssgenik, karakter rekoombinasi teraarah, dan meemiliki stabilitas genn hingga puluuhan tahun (M Mackill et al. 2007) . Introgresi karakter aroma d melalui perssilangan teraarah perlu dibantu dengan analissis molekulerr untuk memaastikan bahwa progeeni yang akaan disilangbaalikkan (backcross) telah mengaandung gen badh2 aromatik. Meetode Analisiis Aroma Sejumlah metode paanca indera telah u membaantu petani dalam digunakan untuk menyeleksi padi p aromatikk. Namun, teerdapat keterbatasan saat memprooses sejumlah h besar n salah sampel. Penggecapan indiviidu merupakan satu metode asli untuk m menyeleksi kualitas k padi aromattik. Sekelom mpok panel analis digunakan unntuk mendeteeksi variasi aroma, a namun kemaampuannya m menjadi berk kurang karena inderaa pengecap m menjadi jenuh h atau terjadi kerussakan fisik (lecet) pada lidah sebagai akibaat dari penguunyahan berass yang keras (Bradbuury et al. 20055b). Metode lainnya dikembangkaan oleh Srivonng et al. (2008 8) yang melakukan pengukuran aktivitas enzim ubstrat BADH2 melaalui pemberiaan sejumlah su 4-aminobutiraaldehid dan hasilnya diukur dengan mengggunakan speektrofotometerr pada panjang gelom mbang 340 nnm. Namun, metode m ini memiliki sensitivitas teerbatas, memeerlukan waktu banyakk, dan memerrlukan sampeel yang banyak. k melipputi uji bau yang Metode kimia, melibatkan jaringan j daunn atau butirr padi dipanaskan dalam aiir atau dengan d H atau menggunakann larutan peereaksi KOH I2KI. Namun,, metode ini dapat mengakib batkan kerusakan pada bagian ronngga nasal di hidung h (Sood dan Sidiq 1978). Metode lainnyaa untuk unakan mengidentifikkasi 2AP addalah menggu kromatografi gas. Nam mun, metode ini mpel dalam jumlah j memerlukan jaringan sam besar dan meemakan waktuu yang cukup p lama (Lorieux et al. a 1996). Meetode PCR beerbasis marka gen adalah teknik yang digu unakan ode ini untuk mengiddentifikasi genn aroma. Meto memiliki keelebihan yaiitu murah, dapat membedakann antara omatik, padi aro nonaromatik, maupun heterozigot atau o et al. homozigot haasil persilangaan (Hami Seno 2009).
6
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan untuk isolasi DNA padi meliputi daun padi BC2F1 CM dan daun padi BC2F1 CP, etanol 70%, etanol 95%, fenol kloroform isoamilalkohol (PCI), isopropanol, larutan buffer Tris-EDTA (TE), natrium klorida (NaCl), setiltrimetil amonium bromida (CTAB), polivinil pirolidon (PVP), etilendiamin tetraasetat (EDTA), dan merkaptoetanol. Bahan untuk menguji hasil isolasi DNA dengan PCR adalah bufer PCR 10×, MgCl2 50 mM, dNTP mix 10 mM (dGTP, dATP, dTTP, dCTP), marka external sense primer (ESP), internal fragrant antisense primer (IFAP), internal nonfragrant sense primer (INSP), external antisense primer (EAP), marka RM223 (forward dan reverse), Taq polymerase (FastStart), DNA 50 ng/μL, dan MQ H2O. Bahan untuk elektroforesis meliputi loading dye, bufer Tris HCl-EDTA 1× (TAE), agarosa, DNA hasil isolasi atau hasil PCR, DNA standar (1 kb ladder), etidium bromida (EtBr), dan akuades. Alat yang digunakan dalam penelitian antara lain gunting, microfuge, autopipet, neraca analitik, autoklaf, ruang asam, mesin PCR PTC-100 (MJ Research, Inc.), vorteks, gelas piala, magnetic stirer, spektrofotometer (SmartSpec™ Plus Spectrophotometer, Biorad), pH meter, alat dokumentasi gel (chemidoc EQ gel system), elektroforesis, sentrifus (Backman rotor 12), mortar, tip pipet mikro, pipet mikro, inkubator, neraca analitik, labu Erlenmeyer, tabung mikro, inkubator bergoyang, kuvet, kertas aluminium, stopwatch, penyedot vakum, bak plastik, ember, penangas air, microwave, stirrer plate, kertas minyak, dan cawan petri. Metode Penelitian Pembentukan Populasi BC2F1 CM dan BC3F1 CP (Soedyanto et al. 1978) Materi yang digunakan adalah tetua pemulih Ciherang dan tanaman BC2F1 CM serta BC3F1 CP. Masing-masing materi tanaman dikecambahkan dalam cawan petri. Kecambah-kecambah pertumbuhannya dipindahkan ke dalam bak pembibitan. Setelah itu, dipindahkan ke dalam ember selama ± 3 – 4 minggu. Sebelumnya, setiap tanaman dilakukan penomoran untuk mempermudah proses seleksi. Setelah masingmasing varietas padi berbunga secara bersamaan, maka dilakukan silang balik
(backcross). Sehari sebelum disilangbalikkan, dilakukan kastrasi atau emaskulasi pada bunga-bunga tanaman tetua betina agar putik menjadi masak sempurna saat penyerbukan sehingga tingkat keberhasilannya lebih tinggi. Kastrasi adalah membuang bagian tanaman yang tidak diperlukan. Setiap bunga memiliki enam benang sari dan dua kepala putik yang menyerupai rambut. Keduanya tidak boleh rusak atau pun cacat. Bunga pada malai yang akan dikastrasi dijarangkan hingga tinggal 15-50 bunga. Sepertiga bagian bunga dipotong miring menggunakan gunting kemudian benang sari diambil dengan vacuum pump. Bunga yang sudah bersih dari benang sari ditutup dengan kertas minyak agar tidak terserbuki oleh tepung sari yang tidak dikehendaki. Bunga jantan diambil kemudian disimpan dalam bak plastik. Setelah kepala sari membuka, segera dilakukan penyerbukan. Bunga betina yang sudah dikastrasi dibuka tutupnya kemudian bunga jantan diletakkan di atasnya. Proses ini dilakukan dengan menyalakan semua lampu dalam ruangan untuk meningkatkan suhu hingga 32°C dan kelembapan udara hingga 80% sehingga dapat mempercepat pemasakan tepung sari. Isolasi DNA Padi (Doyle dan Doyle 1987) Senyawa DNA diisolasi dari daun muda tanaman padi yang berumur ± 3 minggu. Pemecahan sel dilakukan dengan cara penggerusan dalam mortar. Sebanyak 1000 µL (2 × 500 μL) bufer ekstraksi CTAB dimasukkan ke dalam mortar dan dicampur hingga homogen. Suspensi diinkubasi di dalam penangas air selama 15 menit (setiap 5 menit dikocok). Pemurnian DNA dari pengotor dihilangkan dengan penambahan 500 µL fenol kloroform isoamilalkohol (PCI) ke dalam tabung dan dikocok hingga merata. Suspensi selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama 5 menit. Pemekatan DNA dilakukan dengan menambahkan 240 µL isopropanol ke supernatan. Sampel divorteks dan disentrifugasi kembali pada kecepatan 12000 rpm selama 5 menit. Pelet yang diperoleh dicuci dengan 500 µL etanol 70%. Campuran disentrifugasi kembali selama 5 menit pada kecepatan 12000 rpm. Pelet selanjutnya dikeringkan dalam oven dengan suhu 450C selama 10 menit. Pelet yang telah kering dilarutkan dengan larutan TE yang mengandung ribonuklease sebanyak 50100µL.
7
Kuantifikasi DNA dengan Spektrofotometer (Sambrook et al. 1989) Hasil isolasi DNA selajutnya dianalisis dengan spektrofotometeri untuk melihat konsentrasi dan kemurnian DNA. Sebanyak 2 µL DNA ditambahkan dengan 398 µL akuades dalam kuvet. Pengukuran konsentrasi sampel dilakukan pada panjang gelombang 260 nm. Kemurnian DNA sampel diukur pada perbandingan panjang gelombang 260/280nm. Sampel DNA yang murni mempunyai rasio 1.8 hingga 2.0. Apabila rasionya kurang dari 1.8 maka sampel DNA masih mengandung kontaminan protein, dan untuk menghilangkannya ditambahkan proteinase. Apabila rasionya lebih dari 2.0 maka sampel DNA masih mengandung kontaminan RNA, dan untuk menghilangkannya ditambahkan ribonuklease. Tahap selanjutnya DNA diencerkan dengan konsentrasi akhir 50 ng/ µL untuk proses amplifikasi PCR. Seleksi PCR dengan Marka Bradbury (Bradbury et al. 2005b) Hasil isolasi DNA tanaman BC2F1 CM yang telah disamakan konsentrasinya selanjutnya diamplifikasi dengan mesin PCR. Campuran reaksi untuk PCR terdiri atas 2 µL bufer PCR 10×, 1.2 µL MgCl2 50 mM, 0.4 µL dNTP mix 50 mM, 1 µL untuk masing-masing marka external sense primer (ESP), internal fragrant antisense primer (IFAP), internal non-fragrant sense primer (INSP), dan external antisense primer (EAP), 0.16 µL Taq polymerase, 2 µL DNA 50 ng/ µL, dan ddH2O. Kemudian diamplifikasi dengan mesin PCR sebanyak 30 siklus pada kondisi denaturasi awal 940C selama 2 menit, denaturasi 940C selama 30 detik, penempelan marka 550C selama 30 detik, perpanjangan marka 720C selama 45 detik, dan perpanjangan marka akhir 720C selama 5 menit. Amplifikasi DNA dengan Marka RM223 (Lang dan Buu 2008) Hasil isolasi DNA tanaman BC3F1 CP yang telah disamakan konsentrasinya selanjutnya diamplifikasi dengan mesin PCR. Campuran reaksi untuk PCR terdiri atas 2 µL bufer PCR 10×, 1.2 µL MgCl2 50 mM, 0.4 µL dNTP mix 50 mM, 1 µL masing-masing marka RM223 0.8 μL (forward dan reverse), 0.16 µL Taq polymerase, 2 µL DNA 50 ng/ µL, dan MQ H2O. Kemudian diamplifikasi dengan mesin PCR sebanyak 35 siklus pada kondisi denaturasi awal 94°C selama 5 menit,
denaturasi 94°C selama 1 menit, penempelan marka 55°C selama 30 detik, perpanjangan marka 72°C selama 1 menit, dan perpanjangan marka akhir 72°C selama 5 menit. Elektroforesis DNA Produk PCR selanjutnya dilihat dengan elekroforesis. Sebanyak 10 µL produk PCR ditambahkan dengan 2 µL loading dye dan dicampur sempurna serta dimasukkan ke dalam sumur gel agarosa (1.5% untuk elektroforesis dengan marka Bradbury dan 3% untuk elektroforesis dengan marka RM223). Marka 1 kb ladder disertakan untuk melihat ukuran DNA. Tahap selanjutnya sampel DNA dialiri arus dengan tegangan listrik 80 volt selama 35 menit. Gel agarosa diwarnai dengan larutan etidium bromida (10 mg/L) selama 10 menit, kemudian dihilangkan pewarnaannya dengan air selama 5 menit. Gel agarosa selanjutnya divisualisasi dengan chemidoc gel system.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pembentukan Populasi BC2F1 CM dan BC3F1 CP Persilangan tanaman padi merupakan penggabungan karakter melalui pertemuan tepung sari dengan kepala putik yang menghasilkan embrio dan kemudian embrio berkembang menjadi benih. Menurut Welsh (1981), kombinasi karakter dari kedua tetua pada individu generasi pertama terjadi secara acak, sehingga dapat menghasilkan kombinasi karakter yang lebih menguntungkan dari kedua tetuanya. Komposisi gen yang diperoleh dari hasil persilangan padi BC3F1 CP yaitu 93.75%:6.25%, sedangkan padi BC2F1 CM adalah 87.5%:12.5%, artinya gen dari tetua Ciherang bersegregasi lebih banyak dalam tanaman yang disilangbalikkan. Individu BC2F1 maupun BC3F1 yang dihasilkan bersifat heterozigot dan akan mengalami pemisahan pada generasi-generasi berikutnya. Pembentukan populasi BC2F1 CM dan BC3F1 CP bermula dari persilangan. Dari persilangan ini dihasilkan biji tanaman padi. Biji ini yang kemudian dipelihara hingga membentuk suatu populasi tanaman hasil persilangan. Biji padi hasil persilangan dijemur atau dipanaskan terlebih dahulu selama kurang lebih 2 atau 3 hari dengan suhu ±45°C. Kemudian biji disemai dalam cawan petri selama kurang lebih 7 hari dan
8
dipindahkann ke dalam baak berisi tanaah untuk menyesuaikkan diri dengann kondisi linggkungan yang baru. Masa penyessuaian ini dilakukan m agar tanaman t selama kuraang lebih 2 minggu tidak stres dengan perrubahan lingkkungan. k dippindahkan kee dalam Tanaman kemudian ember berisii tanah hinggaa masa panen. Persilanggan dilakukkan ketika masa pembungaann antara tetuua jantan daan tetua betina b bersamaan. Pengaturan dan penghitungaan jarak waktuu tanam pun menjadi m hal kunci dalam persilanngan. Pada peenelitian C ditannam tiga kalli yaitu: ini, tetua Ciherang seminggu sebelum tannaman silangg balik (backcross) ditanam, saat tanaman silang balik ditanaam, dan seminnggu setelah tanaman t silang balikk ditanam. Peembentukan populasi p tanaman BC2F1 CM maupun m BC33F1 CP dapat dilihatt pada gambarr 5.
t Gambar 5 Pembentukan populasi tanaman padi BC2F1 CM C maupun BC3F1 C (a) benih yang telah dijemur; CP; d (bb) disemai daalam cawan petri; p (c) benih sudahh tumbuh;; (d) dipindahkan ke k dalam bakk berisi taanah; (e) dippindahkan kee dalam em mber berisi tanah; (f) populasi p taanaman; (g) malai yangg telah berbunga (buntting); (h) disilangkan (ppenyerbukan); (i) benihh hasil persilangan.
Ketelitiann khusus ddalam persilangan sangat dibutuuhkan terutam ma ketika kaastrasi. Jika kastrasi tidak dilakuukan dengan benar menyebaabkan terjadinya maka akann penyerbukan sendiri pada bunga betinaa. Jika h (sitehal itu terjaddi maka persillangan terarah directed crosssing) dinyataakan tidak beerhasil. Kastrasi adaalah pembuanngan bagian-b bagian tanaman yanng tidak dibbutuhkan. Kastrasi K dilakukan paada bunga bbetina, yaitu pada tanaman BC22F1 CM dan BC3F1 CP. Dalam D hal ini, bagiian yang tidaak diperlukan n yaitu benang sari dan tepung sari. Setiap bunga memiliki enaam benang saari serta dua kepala putik yang menyerupai rambut dan tidak boleh rusak. Penyerbukann dilakukan sehari setelah kastrasi, sehinggaa putik benarr-benar k ppenyilangan menjadi m matang dan keberhasilan lebih tinggi. Bunga yanng telah dik kastrasi kemudian dittutupi dengan kertas minyaak agar tidak terjaddi persilanggan yang tidak diharapkan (G Gambar 5h). Penyerbukkan dilakukkan dengan cara mengambil teepung sari darri bunga tetua jantan yaitu tanam man Ciheranng. Bunga jantan diletakkan di d atas bunnga betina sambil digerakkan agar a tepung sari jatuh ke kepala putik. Bijji terbentuk 2 minggu u dari dilakukannyaa penyerbukkan. Biji hasil persilangan akan meempunyai bentuk b melengkung, ramping, dan tanpa sekam (Gambar 5i). K daan Kualitatif DNA Pengujian Kuantitatif Uji kuantiitatif digunakkan untuk men ngukur konsentrasi DNA, D sedangkan uji ku ualitatif digunakan untuk u menggetahui kem murnian DNA. Konsentrasi DNA ddiukur pada panjang 260 nm gelombang dengan faktor pengenceran 200 kali, seddangkan kem murnian p panjang gelom mbang dilihat pada perbandingan 260/280 nm. Menurut Sam mbrook et al. (1989), ( rasio kemurnnian DNA yaang baik adalah 1.8 hingga 2.0. Apabila rasioo berada beraada di bawah angkka 1.8 menggindikasikan bahwa sampel DNA A masih terrdapat kontaaminan berupa proteiin, sedangkan rasio berada di atas angka 2.0 mengindikasik m kan bahwa sampel s masih terdapaat kontaminann berupa RNA A. Hasil p pengukuran yang dip peroleh menunjukkann bahwa sam mpel DNA kurang k murni. Hal ini dapat dilihat dari rasio kemurniannya yang beradda pada kisaraan 1.3F1 CM 2.2 baik itu saampel DNA taanaman BC2F maupun BC33F1 CP. Kuraang murninyaa DNA disebabkan karena k proses isolasi DNA A yang kurang steril,, sehingga menyebabkan protein p ataupun lingku ungan) RNA (daari
9
mengkontaminasi DNA sampel. Namun hal ini masih bisa ditolerir karena konsentrasi protein maupun RNA sangatlah kecil yaitu berkisar 5 – 10 μg/mL, sehingga tidak mengganggu analisa selanjutnya. Konsentrasi DNA yang diperoleh berada pada kisaran 1000 – 5000 μg/mL baik itu sampel DNA tanaman BC2F1 CM maupun BC3F1 CP. Konsentrasi DNA yang beragam tersebut kemudian diseragamkan menjadi 50 μg/mL dengan cara pengenceran menggunakan air destilata. Tujuan penyeragaman konsentrasi DNA agar hasil amplifikasi pada sampel yang satu dengan yang lainnya tidak berbeda jauh, sehingga ketika dielektroforesis akan mempunyai ketebalan pita yang sama. Seleksi Tanaman Padi BC2F1 CM dengan Menggunakan Marka Bradbury Tidak semua bunga yang disilangkan menghasilkan benih BC2F1 yang mengandung gen heterozigot badh2, sehingga perlu dilakukan seleksi tanaman BC2F1 CM. Seleksi tanaman BC2F1 CM tidak dapat diuji secara langsung melalui uji aroma biasa untuk melihat apakah gen badh2 dari tanaman aromatik telah bergabung dengan alel gen padi nonaromatik. Oleh karena itu, digunakan marka molekuler berbasis PCR. Analisis PCR dalam penelitian ini menggunakan marka berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Padmadi (2009). DNA tanaman padi BC2F1 CM hasil persilangan Ciherang dengan Mentik Wangi diamplifikasi dengan menggunakan marka Bradbury. Berdasarkan penelitian sebelumnya (Padmadi 2009), marka Bradbury tidak sepenuhnya dapat membedakan padi aromatik dan nonaromatik pada beberapa varietas lokal Indonesia. Varietas padi aromatik yang mempunyai pola pita DNA yang berbeda dengan padi varietas nonaromatik adalah Mentik Wangi dan Gunung Perak. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh perbedaan delesi pada kromosom 8. Selain itu, penggunaan marka RM 223 tidak dapat membedakan Mentik Wangi dengan varietas nonaromatik lainnya. Oleh karena itu, marka Bradbury digunakan untuk menyeleksi tanaman BC2F1 CM. Keuntungan menggunakan marka ini yaitu mampu membedakan gen yang homozigot dominan (pada varietas nonaromatik dalam hal ini Ciherang), homozigot resesif (pada varietas aromatik dalam hal ini Mentik Wangi), dan heterozigot (pada varietas hasil persilangan). Penelitian sebelumnya Bradbury et al. (2005)
mengatakan bahwa gen aroma (badh2) merupakan gen yang bersifat resesif. Tanaman hasil persilangan disinyalir memiliki gen dengan pola heterozigot yang mana pada tanaman hasil persilangan telah mengandung pita alel dari kedua tetua. Gen aroma yang bersifat resesif ini tidak terkspresi secara utuh sehingga untuk mengekpresikan karakter aroma ini perlu dilakukan selfing pada generasi BC5F1. Marka Bradbury terdiri dari empat marka, yaitu ESP (External Sense Primer), EAP (External Antisense Primer), INSP (Internal Nonfragrant Sense Primer), dan IFAP (Internal Fragrant Antisense Primer). Prinsip kerja dari keempat marka tersebut adalah dua marka EAP dan ESP akan menempel pada varietas padi aromatik dan nonaromatik. Kedua marka tersebut merupakan kontrol positif yang akan menghasilkan pita DNA berukuran 580 bp. Pasangan marka ESP dan IFAP akan menempel pada varietas aromatik dan akan menghasilkan pita DNA berukuran 257 bp. Pasangan marka EAP dan INSP akan menempel pada varietas nonaromatik dan menghasilkan pita DNA berukuran 355bp (Gambar 6). Hasil amplifikasi menunjukkan terdapat tujuh tanaman yang positif memiliki gen heterozigot badh2 dari keseluruhan dua puluh empat tanaman. Pola gen heterozigot badh2 memiliki dua buah pita yang merupakan gabungan dari kedua tetua tanaman padi Ciherang 355 bp dan Mentik Wangi berukuran 257 bp, hal ini mendukung pernyataan Bradbury et al. (2005) dan penelitian sebelumnya (Padmadi 2009; Praptiwi 2010; Sugihartati 2010). Hasil amplifikasi PCR ditampakkan dengan gel agarosa 1,5%. Penggunaan konsentrasi gel agarosa tersebut berdasarkan ukuran produk PCR yang dihasilkan. Menurut Sambrook et al. (1989), penggunaan konsentrasi tersebut untuk ukuran fragmen DNA 250 bp – 12 kbp.
Gambar 6 Proses amplifikasi dengan marka Bradbury (Bradbury et al. 2005).
10
Pola gen heeterozigot ini terlihat t dari pola p pita hasil ampliffikasi yang ditampakkan d melalui elektroforeggram (Gam mbar 7). Dari elektroforeggram dapat diketahui bahwa ukuran prodduk hasil ampplifikasi padi Mentik Wangi lebihh kecil dibandiingkan padi Ciherang C karena adannya delesi baasa pada genn badh2 padi Mentiik Wangi. Ini I mengindiikasikan bahwa gen badh2 padi Mentik Wanggi telah mengalami mutasi akibat peristiwa evolusi dalam suatuu populasi yaang terisolasii secara genetik. Genn badh2 padaa padi Ciheranng tidak mengalami mutasi atau masih m dalam keadaan k fertil.
H amplifikkasi DNA tanaman t Gambar 7 Hasil padi BC2F1 CM mengggunakan m marka Bradburry. Marker (M M) 1 kb laadder; Ciherrang (Cih); Mentik W Wangi (MW)); Tanaman BC2F1 C nomor 2, 4, 5, 12, 15, 18, dan CM 19. P BC3F1 CP C Menggunaakan Seleksi Padi Marka RM M223 Marka aromatik a yanng digunakann untuk menyeleksi tanaman hasil perssilangan d Panddan Wangi adalah Ciherang dengan marka RM M223 (Lang dan Buu 2008). Berdasarkann penelitian seebelumnya (P Padmadi 2009), marrka RM223 dapat membbedakan secara jelas pola amplifikasi antarra padi Ciherang deengan Pandan Wangi akibatt adanya polimorfism me pada kroomosom nom mor 8. Namun, ketika digunakkan marka Bradbury B pola amplifiikasi antara padi p Ciherang dengan Pandan Waangi tidak dappat dibedakann. Oleh karena itu, marka RM223 digunakann untuk F1 CP. Keunntungan menyeleksi padi BC3F menggunakaan marka ini yaitu mampu membedakaan homozigot noonaroma (dominan), homozigot aroma a (resesiif), dan heterozigot. Marka RM223 dappat mengampplifikasi DNA Ciheraang dengan ukkuran 160 bp, Pandan Wangi 140 bp, dan BC33F1 CP menggasilkan
dua pita denngan ukuran 140 dan 16 60 bp. Penelitian seebelumnya (Padmadi 2009 9) juga telah membuuktikan markka RM223 mampu m membedakann padi Panndan Wangii dan Ciherang. Pennggunaan maarka RM223 mampu m mengamplifikkasi padi aromatik dan nonaromatik dengan variaasi panjang fragmen mbar 8) DNA antara 120 bp – 160 bp (Gamb (Lang dan Buuu 2008). Elektroforregram yang diperoleh daari dua puluh tiga tanaman ppadi BC3F1 1 CP mbilan menunjukkann bahwa sebanyak sem tanaman padii BC3F1 CP ppositif mengaandung gen heteroziggot badh2. Poola gen heterrozigot seperti yang terlihat padda pola pitaa hasil elektroforesiss gel agarosa memiliki duaa buah pita yang merupakan m kom mbinasi dari kedua tetua padi Ciherang daan Pandan Wangi W H penelitiaan diperoleh ukuran u (Gambar 9). Hasil produk amplifikasi dari ppadi Ciherang g lebih besar daripadda Pandan Wan angi disebabkaan oleh adanya delesii basa pada ppadi Pandan Wangi. W Adanya deleesi basa padaa gen badh2 2 padi Pandan Wanngi mengindikkasikan bahw wa gen tersebut telahh mengalami m mutasi sama halnya h yang terjadi pada padi M Mentik Wangi.. Hasil penelitian juuga menunjuukkan bahwaa pola amplifikasi pada tanam man BC3F1 1 CP sifat hheterozigot menunjukkann yaitu mengandung gen dari keduua tetua.
120–160bp
Gambar 8 Prooses amplifikkasi dengan marka RM M223 (Lang ddan Buu 2008)).
naman Gambar 9 Haasil amplifikaasi DNA tan paddi BC3F1 CP menggu unakan maarka RM223. Marker (M)) 1 kb laddder; Ciheranng (Cih); Pandan P Waangi (PW); T Tanaman BC3F1 CP nom mor 1, 3, 7, 9, 12, 14, 15, 18, 1 dan 21.
11
Hasil PCR ditam mpakkan d dengan menggunakaan gel agarossa 3%. Pengggunaan konsentrasi tersebut berddasarkan perbbedaan basa yang sangat kecil yaitu 20 bassa dan tidak akan terlihat berbeeda jika diguunakan konsentrasi gel agarosa dii bawah 3%. matan Karaktter Tanaman n Padi Pengam BC22F1 CM dan BC3F1 CP Pengamaatan karakter tanaman dilaakukan terhadap tannaman yang positif p mengaandung gen heterozzigot badh2. Variabel kaarakter tanaman yang diamati meliputi jumlah anakan, tinnggi tanamann, rata-rata jumlah butir padi per malai, waktu w tanam m, dan waktu berbbunga. Hasil pengamatan yang dilakukan (Tabel ( 1) meenunjukkan adanya a keragaman karakter k dari tetua t donor maupun m pemulih terhhadap tanamann hasil persilaangan. Pengamaatan tanamann padi BC2F1 CM menunjukkaan jumlah anakan a (11 – 16 anakan) dann jumlah gabbah padi per malai (39 – 123 butir) telah mengikuti kaarakter Ciherang (14 – 17 anakann dan 90 gabaah per malai) (Hermanto 20066). Adapun waktu tanam BC22F1 CM (1177 – 120 harii) dan waktu berbuunganya (bulaan ke-3) jugaa telah mengikuti karakter Cihherang (116 hari m dan berbungga pada bulann ke-3) waktu tanam (Hermanto 2006). Sementara, S tinggi C2F1 CM (68 – 90 cm) masih tanaman BC belum menngikuti karaktter Ciherang (107 cm). Karakkter ini masiih mengikuti tetua
donornya yaitu Menttik Wangi yang 9 cm memiliki tiinggi tanamaan berkisar 95 (Hermanto 2006). Seecara keselu uruhan, M telah mengikkuti Ciherang. BC2F1 CM Gabah padi Pandann Wangi berb bentuk k. Dari bulat gemukk, berbulu, dann tahan rontok hasil pengaamatan, ada bbentuk gabah h yang sudah mengikuti karaktter Ciherang (tidak berbulu, beentuk, panjanng ramping, warna gabah kuninng bersih). Seebagian lain, masih ada yang berbulu b (Gambbar 10) akan tetapi sudah menggikuti karakter Ciherang (g gemuk, bulat, dan taahan rontok).
Gambar 10
Tabel 1 Hassil pengamatann karakter tanaaman padi Tinnggi Rata-rata R Juumlah Tanamann padi tanaaman jum mlah bulir annakan (ccm) padii per malai BC2F1 (2)* CM 13 7 72 51 BC2F1 (4)* CM 11 9 90 123 BC2F1 (12)* CM 55 13 7 70 BC2F1 (15)* CM 39 10 6 68 BC2F1 (18)* CM 98 16 7 75 45 BC2F1 (19)* CM 15 8 85 BC3F1 (1)* CP 39 19 6 68 BC3F1 (3)* CP 21 7 74 75 BC3F1 (7)* CP 63 19 7 72 BC3F1 (9)* CP 73 14 8 85 136 BC3F1 (12)* CP 20 7 77 BC3F1 (14)* CP 106 20 7 78 95 BC3F1 (15)* CP 19 7 74 Ciherang 90 17 107 Mentik Wanngi 12 9 95 27 85 Pandan Wanngi 9 150 Ket.: (*) = nomor n sampel tanaman
b Gabah paadi yang berbulu (panah meerah) pada tan naman BC3F1 CP.
Waktu tanam (hari) 117 120 120 117 117 117 118 118 118 119 119 118 118 116 120 150
Waktu u berbung ga (bulan kee-) 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4
12
Pengamatan tanaman BC3F1 CP diketahui bahwa waktu tanam BC3F1 CP (118 – 119 hari) dan waktu berbunganya (bulan ke-3) telah mengikuti karakter Ciherang (116 hari waktu tanam dan berbunga pada bulan ke-3) (Hermanto 2006). Pengamatan yang dilakukan terhadap jumlah anakan BC3F1 CP (14 – 21 anakan) dan jumlah gabah per malai (39 – 136 bulir) juga telah mengikuti karakter Ciherang (14 – 17 anakan dan 90 gabah per malai) (Hermanto 2006). Sementara, tinggi tanaman BC3F1 CP (68 – 85 cm) masih belum mengikuti karakter Ciherang (107 cm). Namun, secara keseluruhan karakter BC3F1 CP telah mengikuti karakter Ciherang.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pembentukan tanaman padi BC3F1 CP dan BC2F1 CM berhasil dilakukan. Keberhasilan ini dapat dilihat dari pita heterozigot menggunakan marka spesifik Bradbury untuk BC2F1 CM dan RM223 untuk BC3F1 CP. Marka Bradbury dan RM223 dapat melacak introgresi badh2 termutasi dari padi Mentik Wangi dan Pandan Wangi ke padi Ciherang. Kedua marka tersebut juga dapat menentukan status gen (fertil atau termutasi) dan alel (homozigot atau heterozigot) badh2. Tanaman BC2F1 CM dan BC3F1 CP secara umum telah mengikuti karakter tetua Ciherang. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut hingga dihasilkan tanaman generasi BC5F2 untuk mendapatkan benih Ciherang nontransgenik aromatik. Penentuan urutan basa nukleotida pada padi varietas aromatik dan nonaromatik lokal lainnya juga perlu dilakukan untuk menentukan marka aromatik yang lebih spesifik untuk padi-padi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA Adijono P, Bambang K, Allidawati, Suwarno. 1993. Pemuliaan padi aromatik dan ketan. Dalam: Mahyudin Syam, Hermanto, A. Musadad dan Sunihaardi (eds.). Kinerja Penelitian Tanaman Pangan. Pusat Penelitian Tanaman Pangan. Bogor. hal 422428.
Ahn SN, Bollish CN, Tanksley SD. 1992. RFLP tagging of a gene for aroma in rice. Theor Appl Genet 84: 825828. Berner DK, Hoff BJ. 1986. Inheritance of scent in American long grain rice. J Crop Sci 26: 876-878. Bhattacharjee et al. 2002. Basmati rice: a review. International. J Food Sci and Tech 37: 1-12. Bourgis et al. 2008. Characterization of the major fragrance gene from an aromatic japonica rice and analysis of its diversity in Asian cultivated rice. Theor Appl Genet 117: 353358. Bradbury L. 2007. Identification of the gene responsible for fragrance in rice characterisation of the enzyme transcribed from this gene and its homolog [tesis]. Australia: Faculty of Science and Management, School of Environmental. Bradbury LM, Fitgerald TL, Henry RJ, Jin Q, Waters DLE. 2005a. The gene for fragrance in rice. J Plant Biotech 3: 363-370. Bradbury LMT, Henry RJ, Jin Q, Reinke RF, Waters DLE. 2005b. A perfect marker for fragrance genotyping in rice. J Mol Breed 16: 279-283. Buttery
RG, Ling LC, Juliano BO, Turnbaugh JG. 1983. Cooked rice aroma and 2-acetyl-1-pyroline in rice. J Agric Food Chem 31: 823826.
Doyle JJ, JL Doyle. 1990. Isolation of plant DNA from fresh tissue. Focus 12: 13-15. Gasser CS, Farley RT. 1989. Genetically engineered plants for crop improvement. Science 244: 12931299. Hami Seno DS, Santoso TJ, Tri Jatmiko KR, Padmadi B, Praptiwi D. 2009. Konstruksi padi nonaromatik yang beraroma wangi menggunakan PCR berbantuan marka gen badh2. Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian IPB 2009, 678-688. ISBN: 978-602-8853-03-3, 978-602-885308-8.
13
Heldt W. 2005. Plant Biochemistry. German: Elvesier All Right Reserved.
http://indonesiaindonesia.com/wart a [20 Mei 2009].
Hermanto. 2006. Padi Ciherang makin populer. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 28:14-15. [terhubung berkala]. http://
[email protected]/journal/warta [10 Jan 2010].
Padmadi B. 2009. Identifikasi sifat aroma tanaman padi menggunakan marka berbasis gen aromatik [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Itani
Praptiwi D. 2010. Pembentukan dan seleksi F1 padi Ciherang-Pandan Wangi dan Fatmawati-Mentik Wangi menggunakan marka aromatik [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
et al. 2004. Variation of 2-acetyl-1pyrroline concentration in aromatic rice grains collected in the same region in Japan and factors affecting its concentration. Plant Production Science 7: 178-183.
Krisnamurthi B. 2006. Produksi padi nasional naik minimum sama dengan kenaikan penduduk 1,5 %. Sinar Tani. [14 Maret 2006] Krishnan HB, Okita TW. 1986. Structure relationship among the rice glutelin polypeptides. Pant Physiol 88: 649655. Lang NT, Buu BC. 2008. Development of PCR based markers for aroma (fgr) gene in rice (Oryza sativa L.). Omonrice 16: 16-23. Lorieux M, Petrov M, Huang N, Guiderdoni E, Ghesquiere A. 1996. Aroma in rice: genetic analysis of a quantitative trait. Theor App Genet 93: 1145-1151. Mackill et al. 2007. Marker assisted selection for submergence tolerance in rice. J Mol Plant Breed 5: 207-208. Mikkelsen SR, Corton E. Bioanalytical Chemistry. Jersey: John Wiley & Sons.
2004. New
Mittal, UK, Preet K, Singh D, Shukla KK, Saini RG. 1995. Variability of aroma in some land races and cultivar of scented rice. J Crop Improv 22: 109-122. Nasution MA. 2002. Biologi molekuler dan ketahanan pangan nasional. [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Nurcahyo. 2009. Padi dan segala permasalahannya: Rekayasa genetika padi tidak berguna dibanding praktik pengembangan padi tradisional. Warta Pertanian 1 – 5 [terhubung berkala].
Reyes MH. 2000. A model for marker based selection in gene introgression breeding program. J Crop Sci 40: 91–98. Sambrook J, Fritsch EF, Maniatis T. 1989. Molecular Cloning 3rd edition. New York: Cold Spring Harbor Laboratory Pr. Soedyanto et al. 1978. Bercocok Tanam Jilid II. Jakarta: Yasaguna. Sood BC, Sidiq EA. 1978. A rapid technique for scent determination in rice Indian. J Genet Plant Breed 38: 268-271. Srivong P, Wangsomnuk P, Pongdontri P. 2008. Characterization of a fragrant gene enzymatic activity of betaine aldehyde dehydrogenase in aromatic and non aromatic Thai rice cultivar. J KKU Sci 36:290301. Sugihartati. 2010. Aplikasi marka aromatik Bradbury dan RM223 untuk identifikasi hasil persilangan Ciherang-Mentik Wangi dan Ciherang-Pandan Wangi [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Vanavichit, Tragoonrung A, Toojinda S, Wanchana T, Kamolsukyunyong S, Wintai. 2008. Transgenic rice plants with reduced expression of Os2AP and elevated levels of 2acetyl-1-pyroline. National Science & Technology Development Agency. Intl class: C12N 15/82 (20060101).
14
Wanchana S et al. 2004. Enhancing 2 acetyl-1-pyroline synthesis in rice leaves by RNAi-mediated suppression of Os2Ap convert nonaromatic to aromatic rice (Oryza sativa L.). Proceedings of the 1.sup.st International Conference on Rice for the future, p. 105. Xu K, Mackill DJ. 1996. A major locus for submergence tolerance mapped on rice chromosome 9. Mol Bree 2: 219–224. Yoshihashi T, Huong NTT, Inatomi H. 2002. Precursors of 2-acetyl-1-
pyrroline, a potent flavour compound of an aromatic rice variety. J Agric Food Chem 50: 2001–2004. Zhang et al. 2007. Comparison of near infrared spectroscopy models for determining protein and amylose contents between calibration samples of recombinant inbred lines and conventional varieties of rice. J Agric Sciens in China 6: 941-948.
15
LAMPIRAN
16
Lampiran 1 Diagram allir penelitiann
17
Lampiran 2 Isolasi DNA A dengan meetode CTAB B (Doyle & Doyle 1990)
18
Lampiran 3 Komposisi bufer ekstraksi DNA
Larutan Stok Tris-HCl 1 M (pH = 8,5) NaCl 5 M EDTA 0.25 M CTAB PVP Merkaptoetanol
Jumlah untuk 500 mL 50 mL 140 mL 40 mL 10 g 10 g 1 mL
Konsentrasi akhir 100 mM 1.4 M 20 mM 2% (b/v) 2% (b/v) 0.2% (v/v)
19
Lampiran 4 Pengukuran konsentrasi, kemurnian, dan contoh perhitungan pengenceran DNA
•
Pada tanaman BC2F1 CM
Sampel A260 [ Konsetrasi ] A280 A260/A280 1 0.262 2624.9424 0.149 1.7568 2 0.560 5596.7666 0.359 1.5580 3 0.357 3571.5569 0.203 1.7579 4 0.319 3188.4675 0.233 1.3701 5 0.276 2764.0200 0.144 1.9223 6 0.413 4126.1475 0.280 1.4746 7 0.207 2074.6455 0.130 1.6006 8 0.271 2707.8533 0.173 1.5626 9 0.531 5312.3774 0.335 1.5853 10 0.401 4014.7375 0.219 1.8373 11 0.370 3695.0454 0.194 1.9057 12 0.384 3837.4502 0.222 1.7287 13 0.354 3536.4558 0.190 1.8601 14 0.343 3432.8232 0.226 1.5158 15 0.291 2914.5796 0.199 1.4673 16 0.284 2844.5715 0.212 1.3440 17 0.190 1904.0212 0.098 1.9446 18 0.283 2829.3538 0.157 1.8023 19 0.208 2080.3240 0.110 1.8840 20 0.521 5207.7222 0.339 1.5354 21 0.491 4912.7627 0.262 1.8777 22 0.367 3668.7546 0.205 1.7883 23 0.274 2742.4585 0.148 1.8583 24 0.408 4084.4839 0.284 1.4371 25 0.403 4027.1741 0.253 1.5889 26 0.312 3117.1870 0.161 1.9356 27 0.153 1532.9608 0.084 1.8232 28 0.329 3290.8687 0.186 1.7657 29 0.376 3761.4783 0.270 1.3926 30 0.456 4563.3438 0.294 1.5500 31 0.451 4505.0259 0.304 1.4835 32 0.270 2698.0168 0.201 1.3422 Cih 0.165 1648.0126 0.087 1.8893 MW 0.025 253.0215 0.010 2.4586 Contoh perhitungan pengenceran DNA pada sampel nomor 5: M1 = konsentrasi DNA; V1 = volume DNA yang akan diambil M2 = konsentrasi akhir (50 μg/mL); V2 = volume akhir (500 μL) M1 × V1 = M2 × V2 2764.0200 μg/mL × V1 = 50 μg/ml × 500 μL 25000 μL μg/mL V1 = 2764.0200 μg/mL = 9.04 μL = 9 μL Jadi, air yang perlu ditambahkan sebanyak = 500 – 9 = 491 μL
20
(Lanjutan lampiran 4)
•
Pada tanaman BC3F1 CP
Sampel A260 [ Konsentrasi ] A280 A260/A280 1 0.266 2656.9900 0.132 2.0134 2 0.287 2868.5237 0.149 1.9240 3 0.270 2698.4805 0.149 1.8148 4 0.295 2946.1194 0.143 2.0641 5 0.234 2336.9387 0.105 2.2238 6 0.416 4156.6206 0.209 1.9911 7 0.337 3366.4985 0.160 2.1088 8 0.330 3304.3716 0.165 1.9920 9 0.188 1882.8676 0.089 2.1117 10 0.126 1262.8243 0.062 2.0291 11 0.379 3787.0259 0.189 2.0076 12 0.155 1551.8027 0.076 2.0392 13 0.408 4084.5293 0.202 2.0220 14 0.531 5305.7427 0.264 2.0098 15 0.272 2723.9312 0.136 2.0099 16 0.321 3207.1067 0.160 2.0038 17 0.281 2810.1077 0.144 1.9544 18 0.196 1957.1079 0.090 2.1711 19 0.551 5512.1055 0.275 2.0017 20 0.401 4010.3457 0.216 1.8574 21 0.195 1946.4240 0.095 2.0444 22 0.358 3576.1089 0.183 1.9501 23 0.255 2552.3354 0.126 2.0326 Cih 0.165 1648.0126 0.087 1.8893 PW 0.093 929.4803 0.049 1.8801 Contoh perhitungan pengenceran DNA pada sampel nomor 3: Nomor sampel 3 M1 : konsentrasi DNA; V1 : volume DNA yang akan diambil M2 : konsentrasi akhir (50 μg/mL); V2 : volume akhir (500 μL) M1 × V1 = M2 × V2 2698.4805 μg/mL × V1 = 50 μg/ml × 500 μL 2698.4805 μg/mL × V1 = 25000 μLμg/mL 25000 μL μg/mL V1 = 2698.4805 μg/mL = 9.26 μL = 9.3 μL Jadi, air yang perlu ditambahkan sebanyak = 500 – 9.3 = 496.7 μL
21
Lampiran 5 Contoh hassil elektroforresis produk PCR
•
Coontoh hasil seleksi s BC22F1 CM
* * * * * * ** Ket: (M) = marker; (C C) = tetua Ciiherang; (MW W) = tetua Mentik M Wanggi; (1-24) = nomor n sampel tanaaman BC2F11 CM; [*] = tanaman yan ng menganduung gen heterozigot badh h2.
•
Coontoh hasil seleksi s BC33F1 CP
* * * * * * * ** * * Ket: (M) = marker; (C) = tetua Ciherang; C (P P) = tetua Paandan Wangii; (1-23) = nomor n C3F1 CP; [**] = tanamann yang mengaandung gen heterozigot h bbadh2. tanaman BC
22
Lampiran 6 Sekuens marka Bradbury dan RM 223 Marka Bradbury (Bradbury et al. 2005) EAP : 5’-AGTGCTTTACAAAGTCCCG-3’ ESP : 5’-TTGTTTGGAGCTTGCTGATG-3’ INSP : 5’-CTGGTAAAAAGATTATGGCTTCA-3’ IFAP : 5’-CATAGGAGCAGCTGAAATATATACC-3’ Marka RM223 (Lang dan Buu 2008) forward : 5’-GAGTGAGCTTGGGCTTGGGCTGAAAC-3’ reverse : 5’-GAAGGCAAGTCTTGGCACTG-3’