BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kualitas Udara Dalam Ruang ( Indoor Air Quality ) Indoor air quality atau kualitas udara dalam suatu ruangan adalah salah satu aspek keilmuan yang memfokuskan pada kualitas atau mutu udara dalam suatu ruang yang akan dimasukkan kedalam ruang atau gedung yang di tempati oleh manusia (Idham, 2001). Menurut National Health Medical Research Council (1993) mendefinisikan udara dalam ruangan adalah udara yang berada dalam suatu ruang gedung yang ditempati oleh sekelompok orang yang memiliki tingkat kesehatan yang berbeda-beda selama minimal satu jam. Ruang gedung yang dimaksud dalam pengertian ini meliputi sekolah, restoran, rumah, gedung untuk umum, hotel, rumah sakit, dan perkantoran, tidak termasuk tempat kerja atau tempat-tempat yang mengacu pada standart kesehatan kerja. Pengertian indoor air quality dari USA Environmental Protection Agency (EPA) adalah hasil interaksi antara tempat, suhu, sistem gedung (baik disain asli maupun modifikasi terhadap struktur dan system mekanik), teknik konstruksi, sumber kontaminan ( material, peralatan gedung, kelembaban proses, dan aktifitas didaam gedung serta sumber dari luar ) dan pekerja. Kualitas udara di dalam ruangan merupakan gambaran dari kondisi udara di dalam ruangan yang memadai untuk dihuni oleh manusia. Definisi dan standard mengenai kualitas udara dalam ruangan yang memadai yang umum digunakan adalah berdasrkan standard ASHRAE 62-2001 mengenai ventilasi untuk kualitas
7 Universitas Sumatera Utara
8
udara yang memadai (Ventilation for acceptable indoor air quality). Pengertian kualitas udara dalam ruang yang memadai menurut standard tersebut adalah udara dimana tidak ada kontaminan pada konsentrasi yang membahayakan ang sudah ditetapkan oleh para ahli dimana sebesar 80% atau lebih para penghuni suatu gedung merasakan ketidakpuasan dan ketidaknyamanan. 2.1.1
Sumber Kontaminan Udara Dalam Ruangan Pencemaran udara di bagi menjadi dua yaitu pencemaran udara luar ruangan
dan pencemaran udara dalam ruang. Pencemaran udara dalam ruang, walaupun tidak berhubungan langsung dengan emisi global, namun sangat penting untuk menentukan keterpajanan seseorang. Di daerah perkotaan isu mengenai pencemaran udara dalam ruang berkembang pesat mengingat sebagian besar masyarakat menghabiskan waktunya lebih banyak didalam ruangan terutama dalam ruang kerja perkantoran dan industri (Kusnoputranto, 2000). Berikut adalah beberapa sumber kontaminan dalam udara menurut EPA (1991) yaitu : a. Sumber dari luar bangunan, yang terdiri dari : 1. Udara luar bangunan yang terkontaminasi seperti debu, spons jamur, kontaminasi industri, dan gas buang kendaraan. 2. Emisi dari sumber di sekitar banguan seperti gas buangan kendaraan pada area sekitar atau area parkir, tempat bongkar muat barang, bau dari tempat pembuangan sampah, udara buangan, yang berasal dari gedung itu sendiri atau gedung sebelahnya yang dimasukkan kembali, kotoran disekitar area intake udara luar bangunan.
Universitas Sumatera Utara
9
3. Soil gas seperti radon, kebocoran gas dari bahan bakar yang disimpan di bawah tanah, kontaminan yang berasal dari penggunaan lahan sebelumnya, dan pestisida. 4. Kelembaban atau rembesan air yang memicu perkembangan mikroba. b. Peralatan, yang terdiri dari : 1. Peralatan HVAC seperti debu atau kotoran pada saluran atau komponen lain, pertumbuhan mikroba pada humidifier, saluran, penggunaan biosida, penggunaan produk pembersih yang tidak sesuai ketentuan, system ventilasi yang kurang baik, alat pendingin (refriginerator) yang bocor. 2. Peralatan non-HVAC seperti emisi dari peralatan kantor (VOCs, ozon), suplai (pelarut, toner, ammonia), emisi dari took, laboratorium, proses pembersihan, mesin penggerak elevator dan sistem mekanik lainnya. c. Kegiatan manusia, yang terdiri dari : 1. Kegiatan personal seperti merokok, memasak, aroma kosmetik dan bau badan 2. Kegiatan housekeeping seperti bahan pembersih, emisi dari gudang penyimpanan bahn suplai atau sampah, penggunaan pengharum, debu atau kotoran udara dari menyapu (vacumming). 3. Kegiatan pemeliharaan seperti mikroorganisme dalam uap air akibat kurangnya pemeliharaan cooling tower, debu atau kotoran udara,
Universitas Sumatera Utara
10
VOCs dari penggunaan perekat dan cat, pestisida dari kegiatan pengendalian hama, emisi dari gudang penyimpanan. d. Komponen bangunan dan peralatan interior, yang terdiri dari : 1. Lokasi yang menghasilkan debu atau serat seperti permukaan yang dilapisi ( penggunaan karpet, tirai, dan bahan tekstil lainnya ), peralatan interior yang sudah tua atau rusak, bahan yang mengandung asbestos. 2. Bahan kimia dari komponen bangunan atau peralatan interior seperti VOCs atau senyawa anorganik. e. Sumber lainnya, yang terdiri dari : 1. Kejadian kecelakaan seperti tumpahan cairan, pertumbuhan mikroba akibat banjir, kebocoran atap atau pipa, kerusakan akibat kebakaran 2. Penggunaan area secara khusus seperti area merokok, ruang print, laboratorium dan penyiapan makanan 3. Emisi dari peralatan interior yang baru, bau dari uap organic maupun anorganik dari cat atau bahan perekat. Hasil pemeriksaan The National Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH), menyebutkan ada 5 sumber pencemaran di dalam ruangan yaitu (Aditama, 2002): a) Pencemaran dari alat -alat di dalam gedung seperti asap rokok, pestisida, bahan-bahan pembersih ruangan. b) Pencemaran di luar gedung meliputi masuknya gas buangan kendaraan bermotor, gas dari cerobong asap atau dapur yang terletak di dekat gedung,
Universitas Sumatera Utara
11
dimana kesemuanya dapat terjadi akibat penempatan lokasi lubang udara yang tidak tepat. c) Pencemaran akibat bahan bangunan meliputi pencemaran formaldehid, lem, asbes, fibreglass dan bahan -bahan lain yang merupakan komponen pembentuk gedung tersebut. d) Pencemaran akibat mikroba dapat berupa bakteri, jamur, protozoa dan produk mikroba lainnya yang dapat ditemukan di saluran udara dan alat pendingin beserta seluruh sistemnya. e) Gangguan ventilasi udara berupa kurangnya udara segar yang masuk, serta buruknya distribusi udara dan kurangnya perawatan sistem ventilasi udara. 2.2 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Udara Dalam Ruangan 2.2.1 Kualitas Fisik 2.2.1.1 Suhu / Temperatur Panas dalam ruangan diproduksi oleh tubuh sebagai proses biokimia yang berhubungan pembentukan jaringan, konversi energi dan kerja otot. Panas yang dihasilkan oleh proses metabolism dapat dibagi menjadi dua yaitu metabolism basal misalnya proses-proses otomatis seperti denyut dan metabolisme maskular seperti mengontrol kerja otot (Fardiaz, 1992). Namun dari semua energi yang dihasilkan tubuh hanya 20% saja yang dipergunakan dan sisanya akan dibuang ke lingkungan (Arismunandar dan Saito, 2002). Suhu udara sangat berperan dalam kenyamanan bekerja. Menurut Heryuni (1993) untuk lingkungan kerja disarankan mempunyai suhu kering 22- 26°C dan suhu basah 21-24°C. Sedangkan menurut mukono (1993), temperatur yang dianggap
Universitas Sumatera Utara
12
nyaman
untuk
bekerja
adalah
23-25°C.
Menurut
KepMenKes
No
261/Menkes/SK/II/1998 suhu ruangan adalah 22-26°C. Perubahan suhu lebih dari 7°C secara tiba-tiba dapat menyebabkan pengerutan saluran darah, sehingga perbedaan suhu dalam dan luar ruangan sebaiknya kurang dari 7°C. Tingkat panas di dominasi oleh temperatur sekitarnya. Namun demikian, standard udara kering atau pengukuran temperature ambient udara kering sering tidak cukup sebagai indikator untuk criteria tingkat kenyamanan. Temperatur diukur dengan menggunakan thermometer untuk mewakili keadaan penghuni. 2.2.1.2 Kecepatan Aliran Udara Kecepatan alir udara mempengaruhi gerakan udara dan pergantian udara dalam ruang. Besarnya berkisar antara 0,15 sampai dengan 1,5 meter/detik, dapat dikatakan nyaman. Kecepatan udara kurang dari 0,1 meter/detik atau lebih rendah menjadikan ruangan tidak nyaman karena tidak ada pergerakan udara. Sebaliknya bila kecepatan udara terlalu tinggi akan menyebabkan kebisingan di dalam ruanagn (Arismunandar dan Saito, 2002). Menurut keputusan Menteri Kesehatan No. 261/ Menkes/SK/II/1998, kecepatan aliran udara yang normal adalah 0,15-0,25 meter/detik. Tingkat kenyamanan panas dipengaruhi oleh kecepatan udara. Ketika pendinginan diperlukan, dapat dilakukan peningkatan kecepatan udara. 2.2.1.3 Kelembaban Udara Air bukan merupakan polutan, namun uap air merupakan pelarut untuk berbagai polutan dan dapat mempengaruhi konsentrasi polutan di udara. Uap air dapat menumbuhkan dan mempertahankan mikroorganisme di udara dan juga dapat
Universitas Sumatera Utara
13
melepaskan senyawa-senyawa volatile yang berasal dari bahan bangunan seperti formaldehyde, ammonia, dan senyawa lainya yang mudah menguap, sehingga kelembaban yang tinggi melarutkan senyawa kimia lain lalu menjadi uap dan akan terpapar pada pekerja (Fardiaz, 1992). Pada lingkungan yang ada dalam ruangan, sekitar 25% dari panas tubuh diemisikan oleh transprasi. Sebagai temperatur ambient dan meningkatnya aktivitas metabolisme, transpirasi yang hilang meningkat 50%-80% dari total emisi tubuh. Kehilangan panas karena transpirasi ditandai dengan tingginya kelembaban relatif (Arismunandar dan Saito, 2002). Kelembaban udara yang relatif rendah yaitu kurang dari 20% dapat menyebabkan kekeringan selaput lender membrane. Sedangkan kelembaban yang tinggi dapat meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme dan pelepasan formaldehid dari material bangunan (Molhave,1990). Menurut Heryuni (1993) berdasarkan surat edaran Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi No. SE-01/Men/1987 tentang Nilai Ambang Batas (NAB) yang berlaku untuk lingkungan kerja di industry adalah kelembaban 65% 95%
dengan
kisaran
suhu
26°-30°C.
Sedangkan
menurut
KepMenKes
No.261/MenKes/ SK/II/1998 untuk kelembaban adalah 40%-60%. 2.2.1.4 Kalor Radiasi Beban kalor radiasi rata-rata diperhitungkan dengan perancangan system ventilasi. Hal ini berkaitan dengan besarnya kalor diterima udara dalam ruangan. Semakin tinggi kalor yang diterima maka beban AC semakin besar sehingga pengelolaan gedung kurang efisien (Arismunandar dan Saito, 2002). Sumber
Universitas Sumatera Utara
14
penghasil kalor radiasi antara lain reaksi eksotermik dari bahan-bahan kimia, kalor yang dilepas lampu, sistem pemanasan ruang dan alat-alat, sinar matahari yang masuk, serta tungku / kompor untuk memasak. Selain itu terdapat pula sumber yang dapat menyerap kalor radiasi, yaitu jendela yang terbuka, dinding yang tidak dilapisi dengan baik, serta lantai tanpa pelapis (Kodak, 1990). 2.2.1.5 Pencahayaan Cahaya merupakan pancaran gelombang elektomagnetik yang melayang melewati udara. Illuminasi merupakan jumlah atau kuantitas cahaya yang jatuh ke suatu permukaan. Apabila suatu gedung tingkat illuminasinya tidak memenuhi syarat maka dapat menyebabkan kelelahan mata, sehingga dapat menimbulkan terjadinya kesalahan dalam melakukan pekerjaan serta kelelahan pada indra mata yang terus menerus dapat mengakibatkan gangguan kesehatan pada mata. NAB Surat Edaran Permenaker No. SE-01/MEN/1987 tentang besarnya illuminasi yaitu 300-900 lux. 2.2.1.6 Kebersihan Udara Kebersihan udara berkaitan dengan keberadaan kontaminan udara baik kimia maupun mikrobiologi. Sistem ventilasi AC umumnya dilengkapi dengan saringan udara untuk mengurangi atau menghilangkan kemungkinan masuknya zat-zat berbahaya ke dalam ruangan. Untuk ruangan pertemuan atau gedung-gedung dimana banyak orang berkumpul, dan ada kemungkinan merokok, dibuat suatu perangkat hisap udara pada langit-langit ruangan. Sedangkan lubang hisap dibuat di lantai dan cenderung mengisap debu (Arismunandar dan Saito, 2002).
Universitas Sumatera Utara
15
2.2.1.7 Kebisingan Menurut Purdom P.W. (1980) secara fisik suara adalah energi berbentuk getaran yang bergerak dari satu titik dan erambat pada media udara. Suara – suara yang tidak atau kurang dikehendaki dan menimbulkan gangguan disebut kebisingan; hal ini berarti subjektifitas seseorang terhadap suara tertentu atau sensitifitas orang terhadap kebisngan berbeada satu sama lain. Namun secara umum batasan kebisingan ditentukan sesuai dengan peruntukan bangunan. 2.2.1.8 Bau Bau merupakan faktor kualitas udara yang penting. Bau dapat menjadi penunjuk keberadaan suatu zat kimia berbahaya seperti Hidrogen sulfide, Ammonia, dan lain-lain. Selain itu bau juga dihasilkan oleh berbagai proses biologi
oleh
mikroorganisme. Kodisi ruangan yang lembab dengan suhu tinggi dan aliran udara yang tenang biasanya menebarkan bau kurang sedap karena proses pembusukan oleh mikroorganisme (Mukono, 1993). 2.2.1.9 Ventilasi Ventilasi dalam lingkungan kerja di tunjuk untuk: 1) mengatur kondisi kenyamanan ruangan; 2) memperbaharui udara dengan pengenceran udara ruangan pada batas normal; 3) menjaga kebersihan udara dari kontaminan berbahaya. Ventilasi ruangan secara alami didapatkan dengan jendela terbuka yang mengalirkan udara luar ke dalam ruangan, namun selama beberapa tahun terakhir AC (Air Conditioner) menjadi salah satu pilihan. Mekanisme kerja AC, udara diluar gedung dihisap, didinginkan, kemudian udara yang dingin itu dihembuskan kedalam ruangan. Terdapat dua jenis AC, yaitu
Universitas Sumatera Utara
16
AC sentral dan AC non-sentral. Perbedaan jenis AC non- sentral dan sentral terletak pada volume udara segar yang dipergunakan. Biasanya AC non-sentral hanya memiliki gerakan udara masuk (inlet), sedangkan outlet melalui lubang atau pintu yang sedang di buka. Sistem ventilasi AC non-sentral memungkinkan masuknya pencemar dari udara luar ke dalam ruangan. 2.2.2 Kualitas Kimia 2.2.2.1 Partikulat Partikulat merupakan salah satu parameter yang diukur dalam menentukan kualitas udara dalam ruang, khususnya PM-10 dan PM-2,5. Pajanan terhadap saluran nafas terutama berasal dari dalam ruang, yaitu hasil-hasil pembakaran, jamur dan kapang, mikroorganisme dari tubuh manusia, hewan, atau tanaman, dan allergen dari debu ruangan. Partikulat adalah padatan atau likuid di udara dalam bentuk asap, debu dan uap, yang dapat tinggal diatmosfer dalam waktu yang lama. Di samping mengganggu estetika, partikel berukuran kecil di udara dapat terhisap ke dalam sistem pernafasan dan menyebabkan penyakit gangguan pernapasan dan kerusakan paru-paru. Partikulat juga merupakan sumber utama haze (kabut asap) yang menurunkan visibilitas. Di udara, partikulat dapat berbentuk sebagai berikut : a. Dust merupakan suatu satuan campuran material atau partikel padat dalam berbagai ukuran (diameter). b. Fibres merupakan material atau partikel padat dalam bentuk filament-filamen yang mempunyai diameter kurang dari 3µm dan panjangnya lebih dari 5µm
Universitas Sumatera Utara
17
dan antara panjang dan lebarnya mempunyai 3:1 atau lebih (WHO, 1997). Contoh : fiberglass, rockwool/stonewool, ceramic fibres, asbestos fibres. c. Fume merupakan bentuk dari proses kimia atau fisika suatu partikel atau material padat yang berubah menjadi gas karena adanya pemanasan. Dalam beberapa menit dapat kembali berubah menjadi padatan atau dalam bentuk partikel cair. Biasanya mengandung unsure logam seperti Zn, Mg, Fe, Pb, dan lain-lain. Umumnya berukuran ≤ 1µm. d. Mist merupakan aerosol yang berbentuk dropplet atau bola yang dihasilkan dari proses mekanik seperti splasing, bubbling, atau spraying. Mist merupakan perubahan bentuk dari suatu cairan yang tersuspensi di udara dalam bentuk aerosol. Ukuran dropplet lebih besar dari 100 µm e. Smokes terdiri dari partikel padat dan cairan berukuran < 1µm, biasanya <0,05µm; dihasilkan selama pembakaran tidak sempurna dan penyulingan. Sifat fisik partikel yang penting adalah ukurannya, yang berkisar antara diameter 0,0002 mikron sampai sekitar 500 mikron. Pada kisaran tersebut partikel mempunyai umur dalam bentuk tersuspensi di udara antara beberapa detik sampai beberapa bulan. Umur partikel tersebut dipengaruhi oleh kecepatan pengendapan yang di tentukan dari ukuran dan densitas partikel serta aliran (turbulensi udara).
Universitas Sumatera Utara
18
Tabel berbagai komponen partikel dan bentuk umum yang terdapat di udara: Tabel 2.1 Komponen dan Bentuk Umum Partikel di Udara Komponen
Bentuk
Karbon Besi
Fe2O3, Fe2O4
Magnesium
MgO
Kalsium
CaO
Aluminium
Al2O3
Sulfur
SO2
Titanium
TiO2
Karbonat
CO3
Silikon
SiO2
Fosfor
P2O5
Kalium
K2O
Natrium
Na2O
Lain-lain (Sumber : Laporan NIOSH, 1984 )
Partikel yang mempunyai diameter 0,1 mikron akan mengendap dengan velositi 8 x 10 cm/detik, sedangkan yang mempunyai diameter 1000 mikron akan mengendap dengan velositi 30 cm/detik. Jadi kenaikan diameter sebanyak 10.000 kali akan menyebabkan kenaikan kecepatan pengendapan enam juta kalinya. Partikel yang berukuran lebih besar dari 2-40 mikron (tergantung dari densitasnya) tidak bertahan terus di udara, mlainkan akan mengendap. Partikel yang tersuspensi secara permanen di udara juga mempunyai kecepatan pengendapan, tetapi partikel-partikel ini di udara karena gerakan udara.
Universitas Sumatera Utara
19
Sifat partikel lainnya yang penting adalah sebagai tempat absorbsi (sorbsi secara fisik) atau kimisorbsi (sorbsi disertai dengan reaksi kimia). Sifat ini merupakan fungsi dari luas permukaan yang pada umumnya luas untuk kebanyakan partikel. Jika molekul yang terabsorbsi tersebut larut di dalam partikel, maka keadaanya disebut absorbs. Jenis sorbsi tersebut sangat menentukan tingkat bahaya dari suatu partikel. Sifat partikel tersebut lainnya adalah sifat optiknya. Partikel yang mempunyai diameter kurang dari 0,1 mikron berukuran sedemikian kecilnya dibandingkan dengan penjang gelombang sinar, sehingga partikel-partikel tersebut mempengaruhi sinar seperti halnya molekul-molekul dapat menyebabkan refraksi. Partikel yang berukuran jauh lebih besar dari 1 mikron jauh lebih besar dari jauh panjang gelombang sinar tampak dan mempunyai objek makroskopik yang menyebarkan sinar sesuai dengan penampang melintang partikel tersebut. Sifat optic ini penting dalam menentukan pengaruh pertikel atmosfer terhadap radiasi dan visibilitas solar energi. Partikel yang terhisap kedalam sistem pernapasan akan disisihkan tergantung dari diameternya. Partikel berukuran besar akan tertahan pada saluran pernapasan atas, sedangkan partikel kecil (inhalable) akan masuk ke paru-paru dan bertahan di dalam tubuh dalam waktu yang lama. Partikel inhalable adalah pertikel dengan diameter dibawah 10µm (PM10). PM10 diketahui dapat meningkatkan angka kematian yang disebabkan oleh penyakit jantung dan pernapasan, pada konsentrasi 140 µg/m³ dapat menurunkan fungsi paru-paru pada anak-anak, sementara pada
Universitas Sumatera Utara
20
konsentrasi 350 µg/m³ dapat memperparah kondisi penderita bronchitis. Toksisitas dari partikel inhalable tergantung dari komposisinya. Partikel yang terhirup (inhalable) juga dapat merupakan partikulat sekunder, yaitu partikel yang terbentuk di atmosfer dari gas-gas hasil pembakaran yang mengalami reaksi fisik-kimia di atmosfer, misalnya partikel sulfat dan nitrat yang terbentuk dari gas SO2 dan NOX. Umumnya partikel sekunder berukuran 2,5 mikron atau kurang. Proporsi cukup besar dari PM 2,5 adalah ammonium nitrat, ammonium sulfat, natrium nitrat dan karbon organic sekunder. Partikel – partikel ini terbentuk diatmosfer dengan reaksi yang lambat sehingga sering ditemukan sebagai pencemar udara lintas batas yang di transportasikan oleh pergerakan angin ke tempat yang jauh dari sumbernya (Harrop, 2002). Partikel–partikel yang masuk dan tertinggal dalam paru-paru mungkin berbahaya bagi kesehatan karena tiga hal penting yaitu : 1. Partikel tersebut beracun karena sifat kimia dan fisiknya 2. Partikel tersebut mungkin bersifat inert (tidak bereaksi) tetapi jika tertinggal di dalam sistem pernapasan dapat mengganggu pembersihan bahan-bahan lain yang berbahaya. 3. Partikel –partikel tersebut mungkin dapat membawa molekul-molekul gas yang berbahaya, baik dengan cara mengabsorbsi maupun dengan cara mengadsorbsi molekul-molekul gas pada permukaannya. TSP (Total Suspended Particulate) adalah banyaknya bagian dari suatu bahan yang terbawa ke udara setiap menit. Partikulat-partikulat tersebut menjadi perhatian
Universitas Sumatera Utara
21
karena mempengaruhi kesehatan, serta berada dalam kisaran PM-10 dan PM-2,5. Menurut EPA (1987), 50%-60% dari TSP merupakan PM-10 (berlaku di Amerika Serikat). PM-10 merupakan indikator yang paling cocok untuk pengukuran pencemaran partikulat dalam ruang yang dikaitkan dengan efek terhadap saluran pernapasan. 2.2.2.2 Karbon dioksida (CO2) Karbon dioksida bersifat inert dan tidak dapat bereaksi dengan material bangunan, memiliki berat jenis yang lebih tinggi dari udara sehingga terakumulasi di tempat-tempat yang lebih rendah. CO2 dalam ruangan tertutup bersumber dari hasil pernapasan manusia. Pada ruangan yang menggunakan system pengatur udara, udara yang di hasilkan dari penghuni tidak dapat keluar sehingga secara langsung penghuni menghirup kembali CO2. Pada udara dalam ruangan khususnya ruangan yang menggunakan system sirkulai udara terpusat, keberadaan CO2 meningkat, sementara keberadaan O2 semakin menurun, hal ini karena manusia pada proses respirasi membutuhkan oksigen dan mengeluarkan karbondioksida (Fardiaz, 1992). 2.2.2.3 Karbon monoksida (CO) Karbon monoksida merupakan pencemaran udara yang paling besar dan umum di jumpai. Sebagian besar CO terbentuk akibat proses pembakaran bahanbahan karbon yang digunakan sebagai bahan bakar secara tidak sempurna. Misalnya dari pembakaran bahan bakar minyak, pemanas, proses-proses industri dan pembakaran sampah (Soedomo, 2001).
Universitas Sumatera Utara
22
Daya reaksi CO paling kecil dibandingkan dengan bahan pencemar lain. Di alam dapat bersumber dari proses-proses berikut (Fardiaz, 1992): 1. Pembakaran tidak sempurna terhadap karbon atau senyawa yang mengandung karbon. 2. Reaksi antara senyawa karbondioksida dengan senyawa lain yang mengandung karbon pada suhu tinggi. 3. Pada suhu tinggi gas karbon dioksida akan terurai menjadi karbon monoksida dan atom O (kemampuan CO mengikat hemoglobin 200-300 kali lebih besar daripada oksigen). Pengaruh beracun CO terhadap tubuh terutama disebabkan oleh reaksi antara CO dengan hemoglobin (Hb) di dalam darah. Hb di dalam darah secara normal berfungsi dalam system transport untuk membawa oksigen dari paru-paru ke sel-sel tubuh dan membawa CO2 dari sel-sel tubuh ke paru-paru. Adanya CO, Hb, dapat membentuk COHb. Jika terjadi demikian maka kemampuan darah untuk mentranspor oksigen menjadi berkurang. Polusi udara oleh CO juga terjadi selam merokok. Konsentrasi CO yang tinggi di dalam asap rokok yang terisap tersebut mengakibatkan kadar COHb di dalam meningkat (Fardiaz, 1992). Jika
CO
terhirup
dapat
mengakibatkan
hal-hal
sebagai
berikut
(Kusnoputranto, 2000): 1. Gangguan keseimbangan refleksi, sakit kepala, pusing, koma, kerusakan sel otak dengan terpajan CO selama 1 jam atau lebih dengan konsentrasi 50-100 ppm.
Universitas Sumatera Utara
23
2. Menyebabkan sakit kepala yang cukup berat, pusing, koma, kerusakan sel otak, dengan terpajan selama 2 jam den konsentrasi CO sebesar 250 ppm. 3. Keterpajanan CO selama 1 jam dengan konsentrasi 750 menyebabkan kehilangan kesadaran, keterpajanan 3-4 jam menyebabkan kematian. 2.2.2.4 Nitrogen oksida (NOX) Nitogen oksida adalah kelompok gas yang terdapat di atmosfer yang terdiri dari gas nitrit okside (NO) dan Nitrogen dioksida (NO2). NO2 merupakan gas beracun bewarna coklat-merah, berbau seperti asam nitrat. Dari seluruh jumlah NOX yang dibebaskan ke atmosfer, jumlah yang terbanyak adalah dalam bentuk NO yang diproduksi oleh aktifitas bakteri. Namun polusi NO dari sumber alami ini tidak menjadi masalah karena tersebar merata sehingga jumlahnya menjadi kecil. Yang menjadi masalah adalah polusi NO yang diproduksi oleh kegiatan manusia karena jumlahnya akan meningkat hanya pada tempat-tempat tertentu saja (Fardiaz, 1992). Menurut Fardiaz, kedua bentuk NOX sangat berbahaya terhadap manusia. Penelitian aktivitas mortalitas kedua komponen tersebut menunjukkan bahwa NO2 empat kali lebih beracun daripada NO. Selama ini belum pernah di laporkan terjadinya keracunan NO yang mengakibatkan kematian. Pada konsentrasi normal, NO tidak mengakibatkan iritasi dan tidak berbahaya, tetapi pada konsentrasi udara ambient yang normal dapat mengalami oksida menjadi NO2 yang lebih beracun.
Universitas Sumatera Utara
24
2.2.2.5 Timbal (Pb) Timbal (Pb) dan persenyawaanya dipergunakan untuk bahan pembuatan cat, batu, baterai, kaca/gelas, bahan-bahan industri, percetakan dan lain-lain; dalam bentuk senyawa Tetra Ethyl Lead (TED) digunakan sebagai campuran bensin untuk menaikkan nilai oktan. Sumber emisi Pb di udara kawasan perkotaan terutama berasal dari sarana transportasi. Dampaknya bagi kesehatan adalah keracunan akut maupun kronis, karena Pb terakumulasi dalam tubuh manusia. Pemaparan Pb kepada manusia melalui makanan (5%-10%), air, dan udara (80%). Akibat keracunan Pb berupa anemia, penurunan IQ pada anak, gangguan metabolisme tubuh, dan kematian (Ostro, 1994). 2.2.2.6 Asap Rokok Asap rokok merupakan sumber pencemar ruangan yang potensial. Asap rokok terdiri dari berbagai zat kimia kompleks, yaitu bahan-bahan hasil pembakaran yang tidak sempurna, pestisida yang digunakan pada waktu penanaman tembakau, bahan pengawet, perekat, dan kertas rokok. Secara umum bahan-bahan tersebut dibedakan atas : nikotin, tar , CO , NOX, dan gas lainnya. Bahaya asap rokok tidak saja mengganggu kesehatan perokok tetapi juga orang-orang di sekitarnyaa (perokok pasif) yang menghisap rokok secara tidak sengaja dan tidak dikehendaki. Perokok pasif mempunyai risiko lebih besar dibandingkan perokok aktif. Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan asap rokok adalah penyakit-penyakit system pernapasan, system sirkulasi darah, luka lambung, kanker pada bibir, lidah, dan kandung kemih.
Universitas Sumatera Utara
25
2.2.2.7. Volatile Organic Compound (VOC) Dalam ruangan gedung dapat dideteksi ratusan jenis VOC, yaitu bahan organic yang mudah menguap. Bahan-bahan itu muncul dari peluruhan degradasi, penguapan dari bahan material bangunan, bahan perekat dan pelarut, pembersih ruangan, kosmetik, cat , serta asap rokok. Beberapa jenis VOC dikenal bersifat racun (toxic), menimbulkan perubahan sel dan kanker. Salah satu jenis VOC yang penting adalah formaldehid. Dalam konsentrasi normal dan waktu yang relative pendek, pada umumnya VOC kurang serius bagi kesehatan manusia (Roe, Perry & Gee, 1995). Tidak ada standar tertentu untuk total VOC, karena setiap VOC memiliki standard TLV masing-masing. Rata-rata hasil pengukuran VOC pada kualitas udara dalam ruangan masih di bawah nilai ambang batas. Pengendalian yang paling memungkinkan adalah menyediakan sistem ventilasi yang memadai, peningkatan kecepatan ventilasi agar VOC dapat cepat menguap, dan penyimpanan bahan-bahan kimia dengan baik (Binardi, 2003). 2.2.2.8. Formaldehida Formaldehid adalah gas yang tidak berwarna dengan bau yang menyengat. Banyak bahan yang ada dalam ruang dapat mengimisikan gas formaldehid termasuk bahan yang diisolasi, plafon, kayu lapis , furniture kantor, lem karpet, plastik, serat sintetis dalam karpet , plastisida, cat , dan kertas. Tingkat emisi gas formaldehid naik sebanding dengan kenaikan suhu (Pudjiastuti, 1998).
Universitas Sumatera Utara
26
Formaldehid adalah aldehida yang paling sederhana yang memiliki sifat mudah menguap. Dalam indsutri sering digunakan sebagai antiseptic, sterilisasi khususnya untuk alat pembersih ginjal (Fardiaz, 1992). Pemaparan formaldehid ke tubuh manusia dapat dengan berbagai cara antara lain melalui penyuntikan, kuloit, dan pernapasan. Berikut adalah efek akut dari formaldehid ( Burson dan Muhadhar, 1996). 1. Melalui pernapasan, iritasi terhadap kulit, dan sistem pernapasan. Formaldehid dapat menimbulkan iritasi pada selaput lender di rongga hidung, bagian mulut, system pernapasan atas yang menimbulkan perasaan panas, penyempitan kerongkongan, tercekik, dan batuk terus menerus. 2. Sensitif Formaldehid dapat menimbulkan bau yang tidak sedap, dan bau tersebut sangat sensitif pada bagian pernapasan atas. 3. Anasthesia Formaldehid dapat digunakan sebagai anasthesia yang diberikan melalui oral dan suntikan. Bila pemberian tidak memenuhi dosis yang sesuai dengan peruntukkan mata tidak terjadi anasthasia. Formaldehid akan mengalami metabolisme secara cepat yang menimbulkan mual, muntah-muntah, sakit kepala, dan kelemahan. 4. Penyakit Organ dalam keterpajanan formaldehid secara terus-menerus pada dosis yang tinggi, di samping merusak sistem pernapasan, infeksi paru, dapat mengganggu fungsi hati, ginjal, sistem saraf pusat, jaringan tubuh, dan sistem reproduksi wanita.
Universitas Sumatera Utara
27
2.2.3. Kualitas Mikrobiologi Mikroorganisme dapat berasal dari lingkungan luar (seperti serbuk sari, jamur, dan spora) dan dapat pula berasal dari dalam ruangan (seperti serangga, jamur, pada ruang yang lembab, kutu binatang peliharaan , bakteri). Mikroorganisme dalam lingkungan ruang sulit untuk diperkirakan, namun pengaruh kesehatan diketahui cukup besar yang disebabkan oleh penyebaran beberapa organisme (Pudjiastuti, 1998). Menurut Pudjiastuti (1998) , udara di satu ruangan dalam rumah yang bersih, mungkin saja masih terdapat ratusan partikel-partikel biologis yang beraneka ragam dan teknologi tidak dapat menghitung keberadaan mereka semua. Mikroorganisme yang sering dijumpai di dalam ruangan adalah bakeri, jamur, serangga, atau partikelpartikel biologi lainnya. 2.2.3.1 Parameter Biologi Mikroorganisme dapat muncul dalam waktu dan tempat yang berbeda. Pada penyebaran lewat udara, mikroorganisme harus mempunyai habitat untuk tumbuh dan berkembang biak (Tilman, 2007). Seringkali ditemui tumbuh pada air yang menggenang atau permukaan interior yang basah. Selain itu, mikroorganisme juga dijumpai pada system ventilasi atau karpet yang terkontaminasi. a. Jamur Menurut Hargreaves dan Parappukkaran (1999) menyatakan bahwa pajanan terhadap khamir dan kapang terjadi setiap hari, namun ada 3 faktor yang mempengaruhi populasi fungi adalah teknik konstruksi yang buruk,
Universitas Sumatera Utara
28
kegagalan dalam mengidentifikasi atau memperbaiki kerusakan air, kesalahan dalam mengoperasikan dan menjaga sistem AC. ACGIH 1989 merekomendasikan inspeksi secara rutin bagi sumber yang berpotensi terhadap tumbuhnya mikroorganisme. Fungi merupakan organisme yang dipercaya memiliki keterkaitan erat dengan SBS pada sistem ventilasi mekanik di gedung perkantoran di kota Sydney (Stephen, 2006; Seneviratne, 1994). b. Bakteri Selain jamur, bakteri juga merupakan makhluk hidup yang tidak kasat mata, dan dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan serta efek deteriorisasi bagi gedung
apabila tumbuh dan berkembang biak pada
lingkungan indoor (Stephen, 2006; Setzenbach, 1998). Gangguan kesehatan yang muncul dapat bervariasi tergantung dari jenis dan rute pajanan. Bakteri dalam gedung datang dari sumber luar (misalnya dari kerusakan tengah, endapan kotoran, dan sebagainya) serta dapat memberi pengaruh bagi manusia seperti saat bernafas, batuk, bersin. Selain itu, bakteri juga didapati pada system cooling towers
(seperti Legionella), bahan bangunan dan
furniture, wallpaper, dan karpet lantai (Stephen, 2006). Di dalam gedung, bakteri tumbuh dalam standing water tempat water spray dan kondensasi AC. 2.3 Legionella sp Legionella ada pada lingkungan yang lembab dan hangat. Kuman ini tahan pada suhu antara 30°C-63°C, tumbuh subur pada suhu antara 30°C-45°C serta dapat bertahan hidup pada proses chlorinasi air.
Universitas Sumatera Utara
29
Legionella berasal dari family Legionellaceae yang jumlahnya 40 species, tapi yang pathogen terhadap manusia 20 species antara lain Legionella pneumophila yang menyebabkan penyakit legionnaires yang dapat menyebabkan pneumonia sampai kematian, sedangkan Pontiac Fever dapat memeberikan gejala yang mirip dengan Sick Building Syndrome atau influenza (Benenson, 1995; Depkes RI, 2002; Jawetz, 2001). 2.3.1 Bentuk dan Identifikasi Legionella mempunyai bentuk yang bermacam-macam, umumnya berbentuk batang, gram negatif, aerobik, lebarnya 0,5 sampai 1 µm dan panjang 2 sampai 50 µm. Mereka seringkali kurang terwarnai dengan baik bila menggunakan metode gram dan tidak tampak dalam pewarnaan specimen klinis. Kuman dapat terlihat dengan pewarnaan Dieterle’s silver impregnation dengan metode antibody fluoresen yang mempunyai sensitivitas 50% sampai 80% bahkan dapat sampai 95 %. Dapat tumbuh pada media komplek yaitu Buffered Charcoal Yeast Extract (BCYE) dengan ∝ ketoglutarat, pH 6,9 suhu 35°C dan kelembaban 90 %. Dapat di tambahkan antibiotic pada media agar supaya lebih selektif terhadap kuman ini, sehingga sensitivitas dapat mencapai 70 % (Benenson, 1995; Depkes RI, 2002; Jawetz, 2001). Kuman ini tumbuh secara perlahan, koloni baru dapat terlihat sesudah tiga hari dari penanaman. Koloni-koloni muncul pada larut malam berupa bentuk bulat dengan seluruh pinggiran meninggi, warnanya bervariasi dari pucat sampai dengan pelangi (merah muda/biru), bening dan berbintik-bintik tetapi warna dan bintiknya mudah hilang.
Universitas Sumatera Utara
30
Waktu generasi berkisar antar dua sampai enam jam dengan suhu optimal untuk tumbuh 37°C, di mana kadar CO2 mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan, bila kadarnya lebih dari 5 % dapat menghambat pertumbuhan, kira-kira tiga sampai lima hari sehingga masa inkubasi diperkirakan tiga sampai lima hari (Melnick, 1991 ; Bernard, 1980). Walaupun kuman ini dapat hidup pada temperature 65°C, tetapi tidak dapat tumbuh pada suhu lebih dari 42°C. Pertumbuhan kuman ini umumnya mempunyai katalase positif, sedangkan Legionella pneumophila mempunyai oksidase positif, hidrolisa hippurate, karbohidrat dan gelatin sedangkan pada Legionellae lainnya mempunyai aktivitas yang bervariasi dari oksidase, dan pada umumnya Legionellae memproduksi gelatinase dan ß lactamase, sedangkan Legionella micdadei tidak memproduksinya (Joklik, 1992). 2.3.2 Ekologi dan Transmisi Pertumbuhan kuman legionella ditemukan secara luas pada sumber-sumber air alami, seperti saluran air perumahan, danau, sungai-sungai kecil, atau genangan air lainnya dengan suhu lingkungan yang relatif panas (sampai 60°C). Namun, pertumbuhan yang optimal terjadi pada penampungan air dengan suhu berkisar 3543°C. Terdapat korelasi antara jarak lokasi sumber penularan dan objek penularan. Kenyataannya, resiko terjangkitnya penyakit legionair pada individu yang bertempat tinggal 500 m dari sumber penularan 3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang bertempat tinggal 2 km dari sumber penularan.
Universitas Sumatera Utara
31
Genangan / stagnasi air yang cukup lama, tersedianya O2 dan CO2, tempat penampungan yang berlumut atau berkarat, akan mempercepat berkembangbiaknya kuman tersebut. Oleh sebab itu, gedung-gedung tinggi yang menggunakan AC sentral atau sistem pendistribusian air panas dengan menara penyimpanan air di puncak gedung, pipa-pipa pendistribusian dan keran-keran air yang kurang terpelihara merupakan media yang baik untuk berkembangbiaknya kuman ini. Sistem pendingin udara pada AC sentral dilakukan dengan cara mengalirkan air dalam gulungan pipa-pipa pendingin dari menara penyimpanan air di puncak gedung, selanjutnya dialirkan melalui mesin pelembab udara untuk menambah kelembaban udara. Uap air yang dihasilkan dari gedung untuk mendinginkan ruangan. Genangan air yang terdapat dimenara penyimpanan air memungkinkan penyebaran infeksi ke lingkungan di sekitar gedung. Penyebaran kuman Legionella pneumophila ke ruangan-ruangan di dalam gedung lebih mungkin terjadi, terutama bila jarak antara menara penyimpanan air pendingin terlalu dekat dengan pintu masuk udara luar dari sistem AC sentral di puncak gedung, apalagi bila cawan-cawan penampungan air kondesan tidak terawat dengan baik sehingga merupakan media yang baik untuk berkembang biaknya kuman Legionella (Harrianto, 2009). Sistem pendistribusian air panas lebih sering menjadi sumber penyebaran infeksi legionella di hotel dan rumah sakit karena penggunaan air panas dalam jumlah yang cukup besar terjadi secara serentak. Kuman ini akan mati pada suhu diatas 60°C. Oleh karenanya penyebaran infeksi kuman ini jarang terjadi pada sistem pendistribusian air panas dalam jumlah yang kecil dan tidak serentak seperti pada
Universitas Sumatera Utara
32
rumah tinggal. Jika air panas dialiri secara serentak sebelum mencapai suhu 60°C, atau adanya kerusakan pada sistem pengaturan suhu air panas, atau jika campuran air panas dan air dingin harus melalui instalasi pipa-pipa yang panjang dan berlekuklekuk, kemungkinan akan menjadi media yang baik untuk kuman ini bertumbuh (Harrianto, 2009). 2.3.3 Patologi dan Patogenesis Penularan Legionella melalui inhalasi dari menara pendingin dan kondensor penguapan sistem air conditioner sentral, shower, air mancur, reservoir air yang terkontaminasi yaitu dengan cara menghirup udara yang diperkirakan mengandung Legionella secara kontak erat dan tidak dapat ditularkan antar manusia (Depkes RI, 2002). Legionella pnemophila masuk kedalam paru-paru, tumbuh dalam makrofag alveolus dan monosit manusia dan tidak secara efektif dibunuh oleh leukosit poliforonuklear. Proses masuk kedalam sel adalah menggunakan proses fagositik yang diliputi gulungan pada sekeliling pseudopoda tunggal bakteri. Segera sesudah masuk dalam sel, individu bakteri ada dalam vakuola fagosomal, tetapi mekanisme pertahanan sel makrofag berhenti pada titik tersebut. Bakteri membelah dalam vakuola hingga menjadi banyak, kemudian sel di rusak, bakteri dilepaskan dan kemudian terjadi infeksi pada makrofag lain (Jawetz, 2001). Legionaire disease merupakan penyakit yang sangat progresif dengan angka kematian yang dapat mencapai 10 % - 20 %, dengan faktor resiko tinggi pada perokok, penderita kelainan paru kronis, peminum alcohol berat, penderita immunosupresi, penderita diabetes dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
33
2.3.4 Gejala Klinis Legionellosis Legionellosis merupakan istilah umum untuk penyakit “legionnaires” dan “pontiac fever”. Pada penyakit legionair, gejala awal yang timbul mirip dengan demam Pontiac, tetapi biasanya dalam bentuk pneumonia atipikal yang lebih berat. Timbul batuk yang tidak produktif, terkadang mengeluarkan sputum yang encer, bahkan pada sebagian kasus dapat terjadi hemoptisis. Bergantung pada beratnya penyakit, gejala sesak napas dapat timbul dalam derajat yang ringan sampai berat (Harrianto, 2009). Pada demam pontiac, gejala yang timbul biasanya mendadak tampak seperti demam dan menggigil, nyeri otot, lemah badan dan sakit kepala. Sedikit gatal, fotobia, kekauan leher dan rasa kebingungan juga muncul. Simtom respirasi sedikit tampak pada demam Pontiac dari pada penyakit “legionnaires”. Gejala penyakit ini dapat timbul setelah terpajan kuman legionella 5 jam atau lebih dari 3 hari dan biasnya berlangsung hanya 2 sampai 5 hari ( Depkes RI, 2002; Evans, 1991). 2.3.5 Diagnosis Legionellosis Penyakit “legionnaires” maupun “pontiac fever” dapat didiagnosis berdasarkan gambaran klinik, kultur atau biakan, test serologi dan foto rontgen.
Universitas Sumatera Utara
34
Tabel 2.2 Cara Mendiagnosa Penyakit Legionellosis No 1
Hal Gambaran Klinis
Penyakit Legionnaires
Bermanifestasi sebagai pneumonia, dengan gejala awal panas tinggi, menggigil, sakit kepala, nyeri otot. Kemudian menjadi batuk kering dan sebagian besar penderita kesulitan bernafas. Penderita juga dapat mengalami diare dan muntah-muntah yang menyebabkan confused dan delirium dan sering fatal (menyebabkan kematian). Masa inkubai dari 2 sampai 10 hari. 2 Kultur/ Biakan Dari sampel sputum dan secret broncus. Tujuan : memastikan adanya kuman legionella Cara: 1. Pewarna langsung DFA 2. Kultur 3 Test serologi 1. Dari sampel darah : adanya ntibodi terhadap kuman legionella. (Elisa,IFA,Aglutinasi) 2. Dari sampel urine : adanya antigen (hanya pada penderita yang sedang terinfeksi) 4 Foto Rontgen Memberikan gambaran pneumonia (Sumber : Depkes RI, 2002)
Pontiac fever Demam menggigil, nyeri otot dan sakit kepala. Memberikan gejala seperti flu dan merupakan “self limited desease” ( berlangsung 2 sampai 5 hari )serta tidak sampai menyebabkan kematian. Masa inkubasi dari 5 jam atau lebih sampai 3 hari. Idem
Idem
Normal
Setiap orang dapat terinfeksi oleh agent atau penyebab penyakit, tetapi pada orang dengan gangguan kekebalan, perokok, usia lanjut, serta penderita kencing manis akan lebih mudah terinfeksi. Transmisi dari orang ke orang belum pernah di laporkan (Depkes RI, 2002).
Universitas Sumatera Utara
35
Pemyakit legionellosis bisa terjadi pada semua kelompok umur namun jarang menyerang mereka yang berusia dibawah 20 tahun. Resiko terkena penyakit ini bertambah dengan bertambahnya usia. Perokok memiliki resiko 3 sampai 4 kali lebih besar untuk terserang penyakit ini daripada yang tidak merokok. Orang yang sering mengkonsumsi minuman yang beralkohol juga lebih beresiko terkena penyakit ini (Evans, 1991). 2.3.6 Pencegahan dan Pengendalian Legionellosis Menurut Scaffer (2000) cara penularan adalah mekanisme yang digunakan untuk memindahkan agen-agen yang infeksius dari reservoir ke hospes yang rentan karena itu cara penularan merupakan mata rantai yang paling rentan dari rantai infeksi dan yang termudah untuk diputuskan. Evans (1991) menyatakan legionellosis dapat dikendalikan dengan memutuskan transmisi bakteri dari lingkungan ke manusia. Upaya
terbaik
untuk
mencegah
penyebaran
penyakit
ini
adalah
meminimalisasi pertumbuhan mikroorganisme di lokasi fisik yang menggunakan penampungan air buatan, dengan cara memperhatikan prinsip-prinsip desain, instalasi, operasi, dan pemeliharaan yang memadai (Harrianto, 2009). Pada menara air sistem AC sentral, harus diperhatikan posisis komponenkomponen instalasi, desain dinding pembatas, lokasi jendela udara AC sentral, arah angin, tinggi dan jarak bangunan yang berdekatan. Desain komponen-komponen instalasi sistem AC sentral harus memungkinkan adanya fasilitas pembersihan dan pemeliharaan, seperti keran penyetop aliran dan pembuangan, permukaan penampungan air yang tahan karat, kantong pengumpul endapan, bahan yang tahan
Universitas Sumatera Utara
36
dengan penggunaan desinfektan, dan penyemprotan bertekanan tinggi, serta lekaklekuk pipa yang efisien dan memenuhi persyaratan (kehilangan sirkulasi air yang mengalir maksimum 0,02 %). Menara penyimpanan air pendingin AC sentral harus diinspeksi secara teratur sebulan sekali, disamping pengurasan regular yang di jadwalkan dengan selang waktu tidak lebih dari 6 bulan sekali. Penyemprotan dan pembersihan harus dilaksanakan sebelum AC dinyalakan, bila AC tidak digunakan secara terus-menerus. Seluruh permukaan yang dalam basah, terutama kantongkantong air dan mulut pipa harus dibersihkan dengan semprotan air atau uap air yang bertekanan tinggi dan dilaksanakan disinfeksi dengan 5 ppm klor bebas, klor dioksida delapan jam sebelum AC di bersihkan dan dialirkan (Harrianto, 2009). 2.4 Pendingin/Penyegaran Udara ( AC ) 2.4.1 Defenisi Pendingin/ penyegar udara adalah suatu proses untuk mendinginkan udara sehingga dapat mencapai temperature dan kelembaban yang sesuai dengan yang dibutuhkan pada kondisi udara dalam suatu ruangan tertentu. Selain itu juga untuk mengatur laju aliran udara dan kebersihannya (Daryanto, 2002). 2.4.2 Penggolongan Sistem pendingin udara umumnya dibagi menjadi dua golongan menurut fungsinya, yaitu : 1. Untuk Kenyamanan Menyegarkan ruangan udara untuk memberikan kenyamanan kerja bagi orang yang melakukan kegiatan tertentu.
Universitas Sumatera Utara
37
2. Untuk Industri Menyegarkan udara ruangan karena diperlukan oleh proses, bahan dan peralatan. Kebanyakan unit pendingin/penyegaranan udara ruangan digunakan untuk kenyamanan. Di wilayah beriklim panas, sistem pendingin/penyegaran udara menciptakan suasana kerja yang lebih efektif dibandingkan dengan yang tidak menggunakannya. Untuk mempermudah pengoperasian, pada bangunan besar seperti perkantoran, hotel dan gedung biasanya digunakan sistem pendingin udara secara sentral. 2.4.3
Proses Penyegaran Udara (AC) Pada dasarnya banyak instalasi pendingin udara untuk kenyamanan, karena
kadar ventilasi dari luar minimum yaitu sekitar 10-20% dari laju aliran suplai udara total. Udara ventilasi dari luar yang dicampurkan dengan udara daur ulang dialirkan ke dalam sistem pendingin udara menuju ke ruang yang dikondisikan. Udara balik kemudian berbagi, sebagian di buang dan sebagian lagi di daur ulang. Laju aliran udara diatur oleh pintu pengatur (dumper). Pintu pengatur jalur udara luar dan udara yang akan dibuang ini membuka dan menutup secara serentak, berlawanan dengan pintu pengatur udara daur ulang. Pada suhu tinggi pintu pengatur membatasi laju udara yang masuk, namun bila suhu udara luar lebih rendah dari 24°C akan lebih ekonomis bila 100% menggunakan udara luar (Arismundar dan Saito, 2002).
Universitas Sumatera Utara
38
Untuk pendingin, perlu dijaga agar suhu udara campuran dalam sistem berkisar pada suhu sekitar 13-14°C dengan menggunakan alat pengatur suhu udara luar yang standar. Pada sistem AC sentral, udara luar dihisap masuk kedalam chiller, mengalami proses pendinginan, kemudian di hembuskan keruangan. Selanjutnya, udara di ruangan yang masih agak dingin dihisap kembali untuk didinginkan kemudian di hembuskan lagi. Aliran udara demikian disebut udara sirkulasi, dimana 85%-100% berupa udara campuran. Bangunan atau gedung yang menggunakan system sirkulasi artificial umumnya di buat relatif tertutup untuk mengurangi pengggunaan kalor (efisiensi energi), artinya kurang memiliki system pertukaran udara segar dan bersih yang baik (Achmadi, 1994). Jenis AC peruntukkan rumah, gudang dan gedung yang tidak memerlukan pengaturan suhu dan kelmbaban secara tepat, umumnya menggunakan sistem penyegaran udara tunggal atau sentral (Arismunandar dan Saito, 2002). 2.4.4 Aplikasi Sistem Penyegaran Udara untuk Berbagai Macam Gedung 2.4.4.1
Gedung Kantor
Penyegaran udara gedung kantor diperlukan untuk memberikan kenyamanan lingkungan kerja bagi para karyawan. Dalam banyak hal penyegaran udara itu juga diadakan untuk melindungi peralatan kantor. Di dalam gedung yang terdiri dari ruangan pribadi dan ruangan pertemuan, sebaiknya terdapat pengatur temperatur dan kelembaban udara atau penyegar udara untuk setiap kelompok ruangan dengan tingkat kegiatan sama.
Universitas Sumatera Utara
39
Sebuah gedung besar dapat dibagi menjadi daerah pinggir, yang dipengaruhi oleh kondisi udara luar dan daerah interior (dalam) yang tidak banyak dipengaruhi oleh kondisi udara luar dan karena selalu ada tambahan kalor (heat gain) di dalam ruangan, boleh dikatakan selalu memerlukan pendinginan. Untuk penyegaran udara gedung kantor sebaiknya pembagian daerah dilakukan berdasarkan titik-titik cardinal, lama kegiatan, adanya ruangan khusus seperti ruangan pertemuan dan sebagainya (Arismunandar dan Saito, 2002). 2.4.4.2
Hotel
Hotel yang terdiri dari ruang tamu, ruangan umum seperti ruang duduk, ruang makan, ruang pertemuan dan sebagainya sebaiknya memiliki sistem penyegaran dilengkapi dengan pengatur temperatur dan kelembaban yang disesuaikan dengan keperluan. Pada hotel yang khusus dipakai untuk keperluan pekerjaan, sebaiknya digunakan kesetiap ruang tamu. Dalam hal tersebut dapat pula digunakan unit kipas udara jenis air penuh, pendingin ruangan yang terpasang pada dinding atau pendingin ruangan jenis pompa kalor (Arismunandar dan Saito, 2002). 2.4.5 Perawatan Sistem Pendingin/Penyegar Udara (AC) Perawatan sistem pendingin udara meliputi pekerjaan untuk mempertahankan agar semua peralatan yang ada dalam keadaan sebaik-baiknya. Untuk menghindari kerusakan dan kecelakaan, maka semua peralatan dan alat keamanan harus diperiksa secara periodik. Pemeriksaan dan perawatan harus meliputi : a. Membersihkan saluran udara
Universitas Sumatera Utara
40
b. Terminal rangkaian harus kokoh c. Tegangan tali kipas diperiksa d. Penyetelan tekanan e. Pemeriksaan baut yang kendor f. Pemeriksaan kebocoran gas g. Membersihkan kotoran dan debu dari pipa pembuangan 2.5 Kerangka Konsep
Karakteristik Responden 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Permenkes No. 261/Menkes/SK /II/1998
Umur Jenis Kelamin Pendidikan Lama Kerja Perilaku Merokok Alergi dingin Keluhan Kesehatan Pegawai Kantor GUBSU
Kualitas Udara dalam Ruangan Ber AC ( Bakteri Legionella sp ) Faktor Pendukung - Suhu - Kelembaban - Durasi Pencucian AC
Universitas Sumatera Utara