BAB II PERILAKU MENYIMPANG DUA TOKOH UTAMA DALAM NOVEL GERHANA KEMBAR
Perilaku menyimpang terbentuk dari dua kata, perilaku dan menyimpang. Dalam KBBI, perilaku artinya tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan, sedangkan menyimpang artinya menyalahi (kebiasaan, menyeleweng (dari hukum, kebenaran, dan agama). Menurut James W. Van den Zanden (dalam Blog Setetes Ilmu di Samudera Pengetahuan), perilaku menyimpang adalah suatu bentuk perilaku yang bagi sebagian orang dianggap sebagai sesuatu yang tercela dan di luar batas toleransi yang umumnya dilakukan terus-menerus. Seorang psikolog, Dr. Sarlito Wirawan Sarwono, dalam bukunya berjudul Psikologi Remaja, hal. 197, menyebutkan bahwa perilaku menyimpang adalah semua tingkah laku yang menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam masyarakat (norma, agama, peraturan sekolah, dan keluraga). Dari beberapa defenisi tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku menyimpang bertentangan dengan masyarakat. Salah satu bentuk perilaku menyimpang adalah penyimpangan individual. Penyimpangan ini dilakukan seseorang dengan melakukan pelanggaran terhadap suatu norma yang berlaku dalam masyarakat. Bentuk penyimpangan individual yang berhubungan dengan masalah seks adalah lesbian. Masyarakat Indonesia masih menganggap hubungan heteroseksual (hubungan
jenis kelamin berbeda) sebagai
hubungan sosial yang sah menurut norma adat dan agama, sedangkan hubungan
Universitas Sumatera Utara
homoseksual (hubungan jenis kelamin yang sama) pada pria disebut gay dan pada wanita disebut lesbian adalah hubungan sosial yang tercela dan melanggar aturan sehingga homoseksual belum dapat diterima dalam masyarakat Indonesia. Psikosastra sebagai salah satu disiplin ilmu yang mengkaji tentang aspek kejiwaan tokoh dalam sebuah karya sastra dapat dikaitkan dengan perilaku menyimpang tersebut. Tokoh-tokoh dalam karya sastra, manusia yang diinvestasikan dan dicangkokkan pengarang ke dalamnya, sama halnya dengan manusia riil. Mereka tidak hanya dapat melakukan perbuatan baik, tetapi juga dapat melakukan perbuatan yang melanggar norma. Tugas psikosastra adalah menganalisis kejiwaan tokoh-tokoh tersebut, mengapa dapat melakukan perilaku menyimpang. Perilaku menyimpang yang terdapat dalam novel Gerhana Kembar karya Clara Ng adalah penyimpangan seksual berbentuk lesbian yang dilakukan dua tokoh utama, Fola dan Henrietta. Kedua tokoh utama dalam novel tersebut diceritakan menjalani sebuah hubungan seksual sesama perempuan yang mengatasnamakan cinta, seperti dalam kutipan berikut ini. “…mencintaimu. Ingin sekali Fola dapat mengatakan kata itu kepada Henrietta. Tapi bukankah kata itu terlalu awal untuk diucapkan? Bibirnya kering dan lidahnya sulit digerakkan.” (GK : 72) Untuk memahami bentuk perilaku menyimpang dua tokoh utama dalam novel Gerhana Kembar akan diuraikan dalam beberapa subbab, seperti:
2. 1 Seputar Lesbian Lesbian berasal dari kata lesbos, sebuah pulau Yunani yang terletak di sebelah Aegean Sea. Lesbos adalah tempat tinggal penyair Yunani kuno, Sappho, dan tempatnya
Universitas Sumatera Utara
mendirikan sekolah khusus perempuan pada abad ke-6 SM. Lesbian adalah perilaku seksual antara sesama perempuan. Banyak yang mengatakan, cinta lesbian sangat mendalam dan lebih hebat dari percintaan pasangan normal. Dalam permainan sanggama pun, mereka lebih hebat-ganas dibanding pasangan gay, homoseksual pada laki-laki. Hal ini dikarenakan elemen erotik dan nafsu yang bergelora pada lesbian itu lebih intens. Lesbian muncul dapat disebabkan beberapa hal, antara lain: wanita yang bersangkutan terlalu mudah jenuh dalam hubungan sanggama dengan suami atau laki-laki serta ia tidak pernah merasakan orgasme. Faktor traumatis berkaitan dengan pengalaman mendapat perlakuan kejam dari laki-laki atau suaminya. Trauma tersebut berubah menjadi sikap benci terhadap semua laki-laki. Cara-cara mereka melakukan hubungan seks hampir mirip dengan kaum gay. Mereka dapat saling bertukar peran, ada yang berperan sebagai maskulin yang aktif dan sadistis atau juga berperan sebagai pasif-feminin. Biasanya mereka menggunakan alat bantu seksual. Dalam bersosialisasi kaum lesbian agak berbeda dengan kaum gay, mereka cenderung lebih tertutup. Hal itu karena adanya tuntutan budaya yang mengarahkan pada tataran hidup normatif. Di Indonesia pernah dikejutkan oleh pengakuan seorang gay karena masyarakat tidak mengira ada gay berperan sebagai pendidik. Ia adalah Dede Oetomo, Doktor Linguistik, staf pengajar di Universitas Airlangga dan sekaligus sebagai Ketua Kelompok Kerja Lesbian dan Gay Nusantara. Namun, hal mengejutkan itu hanya sebentar merebak, masyarakat seolah akhirnya dapat menerima keberadaan gay. (Sa’abah, 2001 : 129-131)
Universitas Sumatera Utara
2. 2 Sifat Dua Tokoh Utama Sifat berarti ciri khas yang ada pada sesuatu (untuk membedakan dengan yang lain) atau dasar watak (dibawa sejak lahir); tabiat. Sebuah novel harus memiliki unsur penokohan. Artinya, setiap tokoh pasti memiliki sifat atau ciri tersendiri. Begitu pula dengan novel Gerhana Kembar, yang bertema lesbian, ada dua tokoh utama yang bersifat bertentangan padahal keduanya adalah wanita. Novel ini bercerita tentang Lendy yang sedang mencari identitas neneknya. Namun, ketika belum mendapatkan yang dicarinya, Lendy menemukan identitas sebenarnya berupa naskah tua yang membawanya ke cerita masa lalu sang nenek. Naskah tersebut mengisahkan tentang Fola dan Henrietta, sepasang lesbian yang menjadi tokoh utama. Dua plot utama yang ada pada novel yaitu pada tahun 1960-an dan pada tahun 2008 mengisyaratkan bahwa kisah lesbian ini tidak berlangsung dalam waktu yang singkat, tetapi selama 48 tahun. Cerita diawali dengan pertemuan Fola dan Henrietta. Pada bab berikutnya, baru diketahui bahwa Fola dan Henrietta adalah tokoh fiktif sebuah naskah berjudul “Gerhana Kembar” yang sedang dibaca Lendy pada tahun 2008. Sedikit demi sedikit, terkuak bahwa naskah “Gerhana Kembar” ditulis oleh Diana, nenek Lendy yang sedang sekarat dan cerita itu berdasarkan pengalaman Diana dengan Selina, pasangan lesbiannya ketika muda. Jadi, Fola adalah Diana dan Henrietta adalah Selina. Tokoh yang bernama Henrietta adalah orang yang bertindak lebih dulu untuk melakukan
perilaku seksual dengan mencium pasangan lesbiannya, Fola. Hal itu
digambarkan seperti kutipan berikut ini. “Lalu, tiba-tiba, Henrietta mengulurkan tangannya ke depan, melingkarkan tangannya tepat pada bahu Fola, memeluknya erat, dan mencium rambut Fola tepat di ubun-ubun. Ini lebih berupa gerakan spontan daripada ciuman lembut penuh kasih sayang. Fola menggeliat keras berusaha menjauh, tapi Henrietta tidak
Universitas Sumatera Utara
ingin berhenti. Malah bibir Henrietta terus bertubi-tubi menjelajahi telinga, tulang pipi, dan akhirnya menjadi sangat dekat dengan sudut bibir Fola. Ketika Fola nyaris berteriak untuk mengakhiri serbuan ini, gerakan Henrietta melambat. Dengan lembut Henrietta mengusapkan bibirnya pada ujung bibir Fola, menciumnya dengan ringan dan santai. Setelah itu dia melepaskan Fola dan membiarkan Fola berputar untuk mundur tiga langkah untuk menjauhi dirinya.” (GK : 70) Dari gambaran di atas, Henrietta tampak bertindak agresif. Hal ini menyiratkan bahwa sifat pria ada dalam dirinya. Stereotip jenis kelamin yang lazim pada pria bersifat agresif, mandiri,
lebih dominan, aktif, percaya diri, senang bertualang, dan kurang
tertarik memperhatikan penampilan diri. Semua sifat tersebut ada dalam perilaku Henrietta sehingga dapat disebut sebagai butch yaitu lesbian maskulin yang bertindak layaknya seorang pria. Hal tersebut juga tergambar dalam kutipan berikut ini. “…, Henrietta tersenyum lebar. Wajahnya wajah yang mudah tersenyum. Profil mukanya polos tanpa polesan riasan sama sekali.” (GK : 18) Pada umumnya seorang wanita suka mempercantik diri, tetapi tidak untuk Henrietta. Wajahnya tanpa polesan. Artinya, dia tidak suka berdandan. Rayuan Henrietta hampir sama seperti seorang pria merayu wanita yaitu dengan banyak memuji dan menggoda pasangannya seperti yang tergambar pada kutipan berikut ini. “Semanis dirimu.” Fola tersipu. “Kau hanya menggodaku.” Henrietta tersenyum, mengulurkan tangan, dan menepuk punggung tangan Fola. “Menggoda?” katanya. “Tadi itu kejujuran.” (GK : 59) Potongan rambut pendek umumnya pada pria, tetapi tidak untuk penampilan fisik Henrietta yang suka memotong pendek rambutnya. Hal tersebut digambarkan seperti kutipan berikut ini. “Rambutnya tetap seperti dulu, hitam dan pendek.” (GK : 114) Sangat jarang perempuan berani memotong rambutnya sependek Henrietta.
Universitas Sumatera Utara
Henrietta jelas-jelas manis, atau cantik, atau tampan…. Henrietta cantik dalam bentuk yang berbeda. Eksotis. Unik. (GK : 175) Sifat Henrietta yang suka pergi ke tempat-tempat yang jauh seperti sifat pria umumya. Karena kesukaanya itu pula Henrietta bekerja sebagai pramugari, seperti kutipan berikut ini. “Aku selalu ingin terbang, Fola. Terbang menjadi cita-citaku sejak kecil.” (GK : 115) Tidak heran Garuda Indonesian Airways memilih Henrietta sebagai pramugari. (GK : 175) Dari beberapa gambaran tesebut, dapat disimpulkan bahwa Henrietta memenuhi hampir semua kriteria pria. Sedangkan Fola menjadi lesbian feminin, disebut femme, karena sifatnya yang lemah lembut, peka terhadap perasaan, rapi, mengungkapkan perasaan dengan lembut, dan mudah menangis. Penampilan fisik Fola seperti dalam kutipan berikut ini. Rambutnya yang hitam kini panjang terurai sampai ke bahu. Setiap pagi, Fola mengikatnya kencang-kencang ke belakang, membentuk kepang dua. Jepit rambut menahan rambutnya di sisi kanan dan kiri supaya tidak berjatuhan. Dia tidak mempunyai poni. Wajahnya agak sedikit bundar, sehingga akan tampak aneh apabila dahinya dipenuhi rambut. Tubuh Fola ditutupi blus sederhana berwarna putih dan rok sebetis berwarna merah. Dia mengenakan sepatu pantofel hitam dengan hak rendah, sepatu kesukaannya. Fola perempuan manis yang selalu tampak anggun dengan pakaian yang dikenakannya. (GK : 13) Dari kutipan yang tergambar di atas dapat dibayangkan bahwa Fola adalah gadis yang suka berdandan walaupun sederhana dan kerapiannya tergambar dari caranya mengenakan pakaian. Saat Fola masih gadis, usianya sekitar 21 tahun, pekerjaannya sebagai guru TK menuntut Fola untuk bersikap sabar menghadapi anak-anak kecil. Hal tersebut tergambar seperti kutipan berikut ini. Bocah-bocah kecil itu berdiri dan seketika kelas pun pecah menjadi sangat berisik. Kotak-kotak roti dikeluarkan. Fola berjalan di antara mereka. Sesekali
Universitas Sumatera Utara
dia berhenti, berjongkok, dan membantu jari-jari mungil itu menggenggam roti isi mentega dan gula pasir atau selai kacang agar isinya tidak berhamburan keluar. Wajah Fola tak lepas dari senyum. Dia mengerjap-ngerjapkan matanya dengan lucu kepada beberapa muridnya. (GK : 11) Untuk mengungkapkan perasaan yang sedih, Fola mudah menangis. Hal tersebut tergambar seperti dalam kutipan berikut ini. Henrietta merenggangkan pelukan dan mencium mata Fola. Dia membelai pipi perempuan itu, menghapus air mata yang meleleh turun. “Lihat, perempuan hamil memang selalu tampak berbinar-binar. Bahkan dalam keadaaan menangis.” (GK : 128-129) Sebagai gadis, Fola juga memiliki sifat pemalu dan pasif. Saat melakukan hubungan badan dengan Henrietta, Fola lebih banyak bertindak sebagai obyek yang dicintai dan menerima perlakuan Henrietta dengan pasrah. Hal itu dapat dilihat dari kutipan berikut ini. Wajah Fola memerah, malu-malu. Dia pasrah. Lagi pula, Henrietta sudah melihat sebagian dadanya ketika dia menyusui Eliza tadi. Tidak ada bedanya dilihat sekarang maupun tadi. Henrietta membuka kancing blus Fola satu per satu. Gerakannya sangat lamban dan lembut, seakan-akan apa yang dilakukannya adalah kegiatan terpenting di dunia. (GK : 184)
2. 3 Faktor Penyebab Dua Tokoh Utama Menjadi Lesbian Pada kenyataannya kemunculan seseorang menjadi homoseksual bukan kehendaknya sendiri. Menurut Kartini Kartono (dalam Sa’abah, 131), perkembangan kemunculan lesbianisme dimulai ketika anak menginjak masa remaja. Pada masa ini, sikap biseksualitas (mencintai kawan putri juga mencintai kawan pria) mereka dapat berkembang ke arah abnormal karena faktor luar maupun dalam diri mereka yang akhirnya menggiring mereka menjadi lesbian. Dalam novel Gerhana Kembar terdapat dua faktor yang menyebabkan dua tokoh utama menjadi lesbian.
Universitas Sumatera Utara
2. 3. 1 Faktor Psikologi Salah satu kelompok dari wanita lesbian adalah mereka yang tidak memiliki tanda-tanda kelainan fisik yang terlalu mencolok. Jadi, mereka memiliki konstitusi jasmaniah sempurna wanita. Adapun tanda-tanda itu diakibatkan oleh faktor-faktor psikogin. Masa pubertas merupakan faktor terpenting bagi pemastian seksualitas wanita yaitu gadis puber ini akan menjadi wanita dewasa yang homoseksual atau akan menjadi heteroseksual. Hal tersebut terjadi karena objek seksual itu tidak selalu berwujud seorang pria saja, akan tetapi bisa juga berwujud seorang wanita. Misalnya saja, bentuk kecintaan anak gadis yang ditujukan pada seorang teman wanita. Dalam periode biseksual, periode mencintai seorang kawan pria dan sekaligus mencintai seorang kawan putri pada usia puber, sering terdapat tendens kelaki-lakian pada diri anak gadis yang diperkuat oleh faktor-faktor psikis seperti identifikasi yang terlalu ketat terhadap ayah. Faktor psikologi inilah yang menyebabkan Henrietta menjadi seorang lesbian yang bertindak sebagai butch yaitu lesbian maskulin. Pada masa puber, seorang anak berusia sekitar 10-12 tahun, Henrietta sering melakukan pekerjaan yang biasa dikerjakan pria seperti mengecat rumah bersama ayahnya. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut ini. “Aku hanya bercanda. Dulu waktu berusia sebelas atau dua belas tahun, aku sering membantu Ayah mengecat rumah.” (GK : 67) Dari kata sering membantu Ayah tersebut dapat disimpulkan bahwa Henrietta dididik dengan kebiasaan melakukan pekerjaan anak laki-laki. Artinya, hubungan Henrietta dengan ayahnya terjalin dekat. Kemungkinan besar dari kedekatan hubungan seorang putri dengan ayahnya menyebabkan anak suka meniru perilaku dan sifat ayah. Padahal pada usia tersebut, seharusnya ia dibiasakan untuk membantu ibu memasak,
Universitas Sumatera Utara
bermain boneka, atau permainan lain yang berhubungan dengan permainan anak perempuan. Hal ini yang mengidentifikasi perilaku Henrietta terhadap ayahnya sehingga perkembangan kejiwaan Henrietta menjadi cenderung bersifat laki-laki yang berusaha selalu bersikap melindungi wanita lain. 2. 3. 2 Faktor Lingkungan Pada masa adolesensi, masa seorang anak menginjak remaja, terjadi proses kematangan yang berlangsung secara lambat dan teratur. Masa ini merupakan kunci dari perkembangan anak. Pada periode tersebut anak gadis banyak melakukan instropeksi dan mencari-cari sesuatu dalam dirinya. Akhirnya, ia menemukan akunya dalam artian menemukan harmoni baru antara sikap dalam diri sendiri dengan sikap ke luar pada dunia obyektif. Menurut banyak ahli, batas waktu adolesensi itu adalah 17-21 tahun. (Kartini, 1992) Seorang anak mulai merasa mantap dan stabil ketika mulai memahami arah hidupnya dan menyadari tujuan hidupnya. Ia mempunyai pendirian tertentu dan memilih satu pola hidup. Fola dan Henrietta bertemu pertama kali ketika Fola berusia sekitar 21 tahun. Jadi, pada saat itu Fola sedang dalam masa adolesensi. Fola telah memutuskan bekerja sebagai seorang guru TK. Seperti dalam gambaran berikut ini. Fola merapikan kertas-kertas pekerjaan murid-muridnya dan mengangkat kepala. Jam di pergelangan tangannya telah nyaris mendekati angka dua belas. Kelas telah hening sejak sepuluh menit yang lalu. Murid-murid mungilnya telah kembali ke rumah masing-masing. (GK : 60) Tetapi pada masa itu, Fola belum memiliki seorang pacar kemudian ia bertemu dengan Henrietta, sosok perempuan yang membawa banyak perubahan dalam hidupnya. Faktor penyebab Fola menjadi lesbian adalah faktor lingkungan, tepatnya lingkungan
Universitas Sumatera Utara
pertemanannya dengan Henrietta. Dikisahkan Fola adalah gadis periang, tetapi tidak diceritakan ia memiliki teman. Seolah-olah keseharian Fola hanya dengan muridmuridnya. Jadi, begitu Henrietta muncul dan menawarkan sebuah hubungan pertemanan, Fola seakan tidak dapat menolak. Salah satu faktor seseorang menjadi lesbian karena orang-orang sekitarnya. Dalam hal ini, Fola menjadi lesbian karena Henrietta. Fola merasa sangat nyaman berada di dekat Henrietta. Itu menandakan dirinya merasa dilindungi dan diperhatikan. Henrietta memang bersikap baik karena seiring dengan berjalannya pertemanan mereka, keduanya saling mencintai. Hal itu tergambar seperti dalam kutipan berikut ini. Fola tidak mengatakan terima kasih atau bahkan mencari-cari alasan untuk menolak ajakan Henrietta. Henrietta justru membuatnya merasa nyaman. Tatapan perempuan itu terlihat tulus dan jujur. (GK : 50) Sifat dasar perempuan adalah suka dipuji. Hal itu membuat seorang perempuan merasa diperhatikan dan secara tidak sadar bisa membuat perempuan tersebut bangga akan dirinya. Hal itu juga terjadi pada Fola. Perilaku Henrietta yang suka memuji Fola dalam hal-hal kecil dan menatap matanya membuat Fola merasa bahagia dan bergetar hatinya walaupun semua itu diberikan oleh seorang perempuan. Fola mulai merasakan getaran cinta kepada Henrietta. Seperti dalam kutipan berikut ini. “Aku tidak pernah merayu siapa pun.” Bola mata Henrietta berubah menjadi lebih gelap. Lebih kelam. “Mungkin kau yang sering dirayu.” ( GK : 70) Setelah menikah pun, Fola tetap berhubungan dengan Henrieta. Ia masih menjadi seorang lesbian. Hal ini dilakukannya karena ketidakbahagiaan hidup, kekecewaan, dan keputusasaan dalam perkawinannya dengan Erwin sehingga Fola tetap menjalani hubungan dengan pasangan lesbiannya. Hal tersebut tergambar dalam kutipan berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
Sejak menikah dengan Erwin, dia merasa kehilangan sesuatu. Sesuatu-entah apa. Fola berusaha mencari tahu, tapi sampai sekarang dia tidak dapat menemukan apa yang salah dengan dirinya. Rentetan peristiwa hubungan buruk dengan mertuanya membuatnya semakin dilanda emosi tinggi. (GK : 111) Fola merasa lebih bahagia dan menikmati hubungannya dengan kehadiran Henrietta daripada ketika ia berhubungan dengan Erwin. Hal tersebut tergambar dalam kutipan berikut ini. Fola pernah dicium Erwin. Hanya lelaki itu, satu-satunya. Ciuman lelaki yang ukuran tubuhnya dua kali lebih besar daripada tubuhnya. Mulut yang lebih besar dan tebal pula. Henrietta mengusapkan bibirnya dengan lembut ke bibir Fola. Sama seperti dulu, hanya kali ini Fola sungguh mendamba. Ia mendekatkan dirinya pada Henrietta. Tubuh itu terasa mungil dan kecil, berbeda ketika dia bersentuhan dengan lelaki. Henrietta memeluknya erat-erat seakan Fola barang yang sangat berharga. (GK : 127) Ada dua faktor lingkungan yang menyebabkan tokoh Fola dalam novel Gerhana Kembar karya Clara Ng menjadi seorang lesbian. Pertama, perasaan nyaman Fola dengan sikap dan sifat Henrietta, yang membuatnya merasa dicintai dan diperhatikan layaknya seorang wanita. Kedua, karena perkawinan Fola dengan Erwin yang tidak bahagia membuat Fola ingin bercerai dengan suaminya.
2. 4 Jenis Lesbian Ada beberapa jenis lesbian yang dapat dikaitkan dengan hubungan Henrietta dan Fola dalam novel Gerhana Kembar. Jenis lesbian itu adalah blatant homosexual pada Henrietta serta desperate homosexual dan secret homosexual pada Fola. a. Tokoh Henrietta Jenis lesbian pada tokoh Henrietta adalah jenis blatant homosexual yaitu hubungan lesbian yang terjadi ketika salah satu pasangannya berkepribadian laki-laki/
Universitas Sumatera Utara
maskulin. Seperti yang telah digambarkan pada karakteristik lesbian sebelumnya yang berperan sebagai laki-laki adalah Henrietta. b. Tokoh Fola Jenis lesbian yang dapat dikaitkan pada tokoh Fola ada dua bentuk yaitu desperate homosexual dan secret homosexual. Pada hubungan desperate homosexual biasanya kaum lesbian ini sudah menikah. Akan tetapi,
mereka tetap menjalani
kehidupan homoseksual dengan bersembunyi dari suaminya. Jenis lesbian ini dapat berlanjut ke jenis lain yaitu secret homosexual ketika kaum lesbian tersebut adalah mereka yang sudah menikah dan mempunyai anak. Kaum homoseksual ini pandai sekali menyembunyikan identitas sehingga tidak seorang pun tahu mereka homoseks. Hanya orang terdekatnya saja yang mungkin tahu. Ketika pertama kali Henrietta dan Fola bertemu, Fola belum menikah. Oleh karena Henrietta diterima sebagai pramugari, mereka berpisah. Selama perpisahan itulah Fola harus menikah dengan dengan Erwin. Padahal saat itu Fola telah mencintai Henrietta. Fola tidak pernah mencintai suaminya. Ia menikah karena terpaksa. Ia tidak tega melihat ibunya yang sedang sakit dan ibunya ingin agar Fola segera menikah dengan Erwin. Walaupun Fola telah menikah, ia tetap berhubungan dengan Henrietta. Diceritakan bahwa saat itu Fola sedang mengandung anak Erwin dan tanpa sengaja Fola dan Henrietta bertemu kembali setelah beberapa tahun terpisah. Hal itu tergambar seperti dalam kutipan berikut ini. “Fola! Ya ampun, kau benar-benar Fola!” mata Henrietta berbinar. Dia menatap ke arah perut Fola yang menggelembung. (GK : 114)
Universitas Sumatera Utara
Sampai akhir hayatnya, Erwin tidak pernah tahu bahwa Fola, istri yang dicintainya, seorang lesbian. Hubungan Henrietta dan Fola terus berlanjut dan yang mengetahuinya pada saat itu hanya Eliza, anak Fola.
2. 5 Perilaku Seks Menyimpang Dua Tokoh Utama Bangsa Barat berpendapat bahwa kebebasan dan pemuasan badani merupakan hak sejak lahir. Pembatasan pemuasan seks seseorang oleh masyarakat adalah perbuatan keji. Pola pikir seperti inilah yang berperan memunculkan kaum homoseksual. Pola pikir yang melulu mencari kepuasan diri padahal batas kepuasan itu dalam dunia seks hampir tidak ada. Mungkin pola pikir seperti ini yang membuat Clara Ng bertutur tanpa prasangka. Ia seolah-olah tidak ingin memberi jarak antara tulisannya dengan pembaca. Adegan ciuman pertama sepasang lesbian mampu Clara Ng ceritakan dengan sangat lumrah seperti adegan ciuman pasangan heteroseksual. Pembaca dapat merasakan feminitas sekaligus maskulinitas yang muncul pada tokoh Henrietta. Anehnya, pembaca tidak merasa jijik jika pun ada seseorang yang mungkin homofobia. Clara Ng dengan sengaja mengesampingkan pendapat pembaca yang mungkin negatif terhadap kaum homoseksual dan berhasil memperkenalkan sisi lesbianisme kepada masyarakat umum. Ada beberapa adegan perilaku seks yang tergambar dalam novel Gerhana Kembar yang dilakukan oleh tokoh Henrietta dan Fola. Hal itu tergambar seperti berikut di bawah ini. Lalu, tiba-tiba, Henrietta mengulurkan tangan ke depan, melingkarkan tangannya tepat pada bahu Fola, memeluknya erat, dan mencium rambut Fola tepat di ubunubun. Ini lebih berupa gerakan spontan daripada ciuman lembut penuh kasih sayang. Fola menggeliat keras berusaha menjauh, tapi Henrietta terus bertubi-tubi menjelajahi telinga, tulang pipi, dan akhirnya menjadi sangat dekat dengan sudut bibir Fola. Ketika Fola nyaris berteriak untuk mengakhiri serbuan ini, gerakan
Universitas Sumatera Utara
Henrietta melambat. Dengan lembut Henrietta mengusapkan bibirnya pada ujung bibir Fola, menciumnya dengan ringan dan santai. Setelah itu dia melepaskan Fola dan membiarkan Fola berputar untuk mundur tiga langkah dan menjauhinya. (GK : 70) Adegan di atas menggambarkan bahwa seorang perempuan juga bisa menikmati hasrat seksualnya sesama perempuan. Ada sisi maskulin pada tokoh Henrietta, ketika ia bertindak seperti pria yang lebih agresif. Seketika itu juga, kantuk yang menguasai dirinya langsung lenyap. Mulanya dia tidak sadar berada di mana, tapi karena gerakan bibir itu semakin bertautan di bibirnya, kini Fola ingat di mana dirinya berada. Di pondokan kamar Henrietta. Tubuh perempuan itu berada di sampingnya, seperti guling yang siap dipeluk. (GK : 181) Cinta lesbian sangat mendalam dan lebih hebat dari percintan pasangan normal. Mungkin hal tersebut benar adanya karena pada umumnya pasangan lesbian merasa sama-sama satu hati. Hal itu tergambar seperti dalam kutipan berikut ini. “Sesama perempuan biasanya mempunyai ikatan yang lebih kuat daripada hubungan antara lelaki dan perempuan.” (GK : 98) Hubungan yang mengatasnamakan cinta pada pasangan tidak akan pernah lepas dari tindakan-tindakan yang mengarah pada hubungan seksual, baik itu sekadar ciuman, pelukan, ataupun hubungan badan. Henrietta dan Fola juga melakukan hubungan badan. Hal tersebut tergambar seperti dalam kutipan di bawah ini. Henrietta menekankan tubuhnya penuh-penuh kepada Fola. Fola menutup mata. Dia membiarkan tangannya melakukan gerakan berdasarkan naluri. Dia membiarkan pinggulnya terangkat, mulutnya mendesah, dan seluruh tubuhnya bereaksi terhadap semua sentuhan itu. Dia membiarkan air matanya menggenang, lalu mengalir turun di pipinya. Dia membiarkan tubuhnya menyerah sepenuhnya kepada Henrietta, dalam satu kepasrahan yang sangat indah. Henrietta merapatkan tubuhnya pada tubuh Fola sehingga tubuh mereka seakanakan terpilin, menjadi satu bagian dan tak terpisahkan. Angin berembus lembut meniup pori-pori tubuh Fola. Dia merasa tubuhnya meledak, bagaikan bom yang meledak dalam hutan rimba. Ini adalah tarian, walaupun tidak dilakukan sepasang perempuan dan lelaki, ini tetap disebut tarian. (GK : 184)
Universitas Sumatera Utara
Clara Ng menceritakan
hubungan badan antara Fola dan Henrietta dengan
kalimat tersirat seperti dalam kalimat Ini adalah tarian, walaupun tidak dilakukan sepasang perempuan dan lelaki, ini tetap disebut tarian. Gambaran tersebut juga menyiratkan
bahwa
dalam
melakukan
hubungan
badan
tentunya
dengan
mengatasnamakan cinta, sepasang lesbian tersebut juga dapat mencapai kenikmatan. Kalau berbicara masalah orientasi seks tentu tidak lepas dari teori Freud. Inti dari teori Freud adalah perbuatan manusia yang didasarkan pada kenikmatan, yaitu satu sistem kepribadian manusia yang paling dasar adalah id yang merupakan dorongan seksual yang disebut libido. Sifat dasar dari sistem kepribadian id adalah untuk menyalurkan kumpulan-kumpulan energi atau ketegangan dengan segera, yang disebabkan oleh rangsangan-rangsangan, baik dari luar maupun dari dalam diri seseorang. Freud (dalam Calvin, 1995 : 30) menyebut sistem id dengan prinsip kesenangan (pleasure principle). Kedua tokoh dalam novel Gerhana Kembar, Fola dan Henrietta, saat melakukan hubungan seks yang merupakan dorongan alamiah sifat manusia bertujuan untuk mendapat kesenangan. Mereka tidak berpikir lagi perbuatan yang mereka lakukan tersebut salah. Padahal kedua tokoh tersebut sadar bahwa hubungan seks yang dilakukan dua orang wanita pasti melanggar norma dalam masyarakat. Namun, dorongan sistem id mengalahkan kesadaran tersebut karena mereka lebih mengutamakan kenikmatan.
Universitas Sumatera Utara