Bab II Perancangan “Place” Kawasan Wisata Budaya Johar Sebagai Upaya Revitalisasi II.1
REVITALISASI KAWASAN KOTA BERSEJARAH
II.1.1 Pengertian Revitalisasi
“Revitalisasi adalah upaya untuk mengembalikan serta menghidupkan kembali vitalitas yang pernah ada pada kawasan kota yang mengalami degradasi, melalui intervensi fisik maupun nonfisik, seperti rehabilitasi ekonomi, rekayasa sosialbudaya serta pengembangan institusional.” (Danisworo/ Martokusumo, 2002).
Upaya revitalisasi pusat kota seringkali menjadi permasalahan apabila kawasan revitalisasi tersebut memiliki bangunan cagar budaya, khususnya pada negara berkembang seperti Indonesia. Adakalanya revitalisasi terjadi tanpa pendekatan konservasi, apalagi terdapat kecenderungan bahwa negara dunia ketiga kurang memberi perhatian terhadap warisan-warisan budayanya.
Pada revitalisasi kawasan bersejarah, terdapat dua proses yang tidak selalu sejalan, yakni preservasi yang bertujuan untuk menghindari perubahan dan menjaga karakter lingkungan tersebut, dan adaptasi bangunan/kawasan yang bertujuan untuk mengakomodasi konsekuensi dari perubahan ekonomi. Namun menurut Lynch dalam Tiesdell et al (1996), sebuah lingkungan yang tidak boleh mengalami perubahan akan mengundang kehancurannya sendiri. Oleh karena itu, perubahan fisik masih diperbolehkan dalam konservasi kawasan kota bersejarah, namun dalam tingkat yang masih relevan dan melalui kajian-kajian mendalam terlebih dahulu. Dengan demikian intervensi fisik yang dilakukan dalam revitalisasi dengan pendekatan konservasi ini dengan sendirinya akan menjadi salah satu bagian dari sejarah objek atau kawasan tersebut.
Pada umumnya, rencana revitalisasi pada negara berkembang malah menjadi alasan bagi pihak-pihak tertentu untuk membongkar bangunan cagar budaya
II - 1
untuk digantikan bangunan modern yang lebih menguntungkan. Hal ini dapat dimungkinkan terjadi akibat perangkat pengendalian yang kurang memadai dalam hal perlindungan cagar budaya.
Tiesdell et al (1996) berpendapat bahwa tindakan perencanaan dalam proses revitalisasi dengan pendekatan konservasi adalah proses untuk mengakomodasi perubahan dengan sikap yang ‘sensitif’ dan ‘pantas’ dalam mempreservasi karakter dari lokalitas setempat, sejalan dengan mengizinkan perubahan ekonomi yang diperlukan. Maka dengan adanya bangunan cagar budaya di kawasan Johar, perlulah kita mengkaji kembali dengan sikap yang sensitif dan pantas, agar revitalisasi kawasan Johar akan menguntungkan bagi banyak pihak namun sekaligus tidak merusak nilai sejarah dan budaya yang telah terkandung di dalamnya.
Sebagai sebuah kegiatan yang sangat kompleks, revitalisasi mencakup tiga proses utama, yakni revitalisasi fisik, ekonomi, dan sosial-budaya (Tiesdell, 1996; Danisworo/Martokusumo, 2002), yang selanjutnya dapat dijabarkan sebagai berikut :
1) Revitalisasi Fisik Intervensi fisik merupakan proses revitalisasi yang bersifat visible dan bersifat jangka pendek, oleh karena itu hendaknya revitalisasi fisik ini tetap harus dilandasi pemikiran jangka panjang. Revitalisasi fisik meliputi perbaikan dan peningkatan kualitas dan kondisi fisik bangunan, tata hijau, sistem penghubung, sistem tanda/reklame dan ruang terbuka kawasan. Mengingat citra kawasan sangat erat kaitannya dengan kondisi visual kawasan, khususnya dalam menarik kegiatan dan pengunjung, intervensi fisik ini perlu dilakukan. Isu lingkungan pun perlu turut diperhatikan dalam pelaksanaan intervensi fisik ini. Sebagai contoh, dapat kita lihat pada kasus ruko pada kawasan bersejarah kota di Singapura. Dalam prakteknya, Pemerintah Singapura mengintegrasikan konservasi bangunan dalam perencanaan kotanya melalui instansi Urban
II - 2
Redevelopment Authority (URA) berikut conservation guidelines, serta publikasi populer untuk mendidik masyarakat, termasuk pemotongan pajak besar bagi pemilik yang melestarikan bangunan tuanya. Usaha merestorasi ruko-ruko kuno di daerah Chinatown dan beberapa daerah lainnya ini mendapat dampak positif, ruko-ruko tersebut kini memiliki estetika tinggi dan selanjutnya berkembang menjadi daerah wisata yang menarik banyak turis dalam negeri maupun luar negeri.
Gambar II.1.
Revitalisasi fisik bangunan : Rumah-toko (ruko) di kawasan bersejarah kota di Singapura, sebelum restorasi (foto kiri) dan sesudah restorasi (foto kanan). Sumber : George P. Landow, 1999. The Shophouse : A Characteristic Singaporean Architectural Form.
2) Rehabilitasi Ekonomi Revitalisasi yang diawali dengan intervensi fisik harus turut mendukung proses rehabilitasi kegiatan ekonomi. Perbaikan fisik kawasan yang bersifat jangka pendek, diharapkan bisa mengakomodasi kegiatan ekonomi informal dan formal yang bersifat jangka panjang. Upaya revitalisasi perlu ditambahkan aktivitas manusia dan aktivitas ekonomi, sehingga dengan sendirinya akan meningkatkan nilai ekonomi kawasan. Sebagai contoh, dapat kita lihat pada kasus Ghirardelli Square, San Francisco. Saat bangkrut pada tahun 1960an, blok bangunan yang berfungsi sebagai pabrik coklat pada tahun 1940an ini ditutup dan dijual ke masyarakat umum yng berminat. Dua orang penduduk yang peduli akan isu pelestarian, yakni William Mason Roth dan ibunya, William P. Roth, membeli blok Ghirardelli Square,
lalu
kemudian
menerapkan
cara
pemasaran
baru
dengan
mengembangkan pabrik coklat kuno tersebut menjadi daerah pertokoan dan food center yang memiliki sense of place yang kuat dengan nuansa masa lalu.
II - 3
Cara ini terbukti berhasil karena sukses mengundang banyak orang untuk datang dan secara ekonomi pun profit kawasan ini sangat menguntungkan. Pada tahun 1982, Ghirardelli Square diberi status National Historic Register untuk mempertahankan preservasi tersebut demi generasi mendatang.
Gambar II.2.
Rehabilitasi ekonomi : Kawasan Ghirardelli yang sebelumnya berfungsi sebagai pabrik coklat pada tahun 1940an yang sudah menurun vitalitasnya, disuntikkan fungsi baru berupa area pertokoan dan food center, dan akhirnya meningkatkan profit kawasan tersebut. Sumber : www.imagesearch.com
3) Revitalisasi Sosial dan Institusional Keberhasilan revitalisasi sebuah kawasan akan terukur bila mampu menciptakan lingkungan yang menarik (attractive), jadi bukan sekedar membuat beautiful place. Dengan kata lain, kegiatan revitalisasi tersebut harus berdampak positif serta dapat meningkatkan dinamika dan kehidupan sosial masyarakat setempat. Strateginya adalah bagaimana membuat suatu “space” menjadi “place”, yakni membuat sebuah tempat menjadi lebih hidup, bekerja, dan menjadi bagian organik dari sebuah kota. Penciptaan lingkungan sosial yang berjati diri (placemaking) dapat dilakukan dengan memberikan aktivitas manusia yang bersifat fisik dan sosial. Strategi placemaking ini selanjutnya perlu didukung oleh pengembangan institusi yang baik, sehingga manajemen perubahan yang terjadi pada proses revitalisasi pun dapat berlangsung dengan baik dalam jangka panjang.
Dari penjelasan di atas, maka hal pertama yang dapat dilakukan pada revitalisasi kawasan Johar, yakni tahap di mana bidang rancang kota (urban design) amat berperan penting, adalah perbaikan kawasan secara fisik. Revitalisasi fisik dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas lingkungan secara bertahap dengan
II - 4
memperbaiki fisik bangunan bersejarah dan ruang luar kawasan, dengan tidak lupa juga meningkatkan kualitas infrastruktur yang telah ada.
Kemudian perlu adanya rehabilitasi ekonomi dengan penyuntikan aktivitasaktivitas komersial baru yang mendorong peningkatan ekonomi kawasan, semua ini dengan sendirinya secara perlahan akan menimbulkan revitalisasi sosial di mana penduduk lokal akan semakin makmur dengan adanya peningkatan ekonomi kawasan tersebut.
Tentunya semua proses revitalisasi tersebut tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan dari banyak pihak, terutama apabila kawasan yang akan direvitalisasi menggunakan strategi pengembangan kawasan menjadi kawasan wisata. Dibutuhkan kerjasama dari pihak pemerintah sebagai pengembang strategi pariwisata dan dari pihak swasta sebagai penanam modal.
Apabila dikaitkan dengan kawasan Johar, maka revitalisasi pasar tradisional ini harus melibatkan berbagai pihak. Pihak-pihak tersebut antara lain : (1)
Government,
pihak
pemerintah
sebagai
pemeran
utama
dalam
mengembangkan strategi pariwisata, yakni dalam menyediakan dan memanage ruang terbuka publik, dalam kasus ini adalah Pemerintah Kota Semarang, (2)
Developers, yakni pihak swasta sebagai investor,
(3)
Retailers, yakni pihak pedagang yang akan berjualan di kawasan tersebut, dalam kasus ini adalah pihak pedagang Pasar Yjohar, Pasar Yaik, serta Kanjengan, dan
(4)
Community, yakni pihak masyarakat untuk masukan opini publik dan kepentingan lingkungan setempat, yaitu masyarakat sekitar Kawasan Johar dan penduduk Kota Semarang secara keseluruhan.
II.1.2 Pengertian Konservasi dan Kaitannya Dengan Revitalisasi Konservasi
adalah
seluruh
proses
pelestarian
yang
bertujuan
untuk
mempertahankan signifikansi budaya (cultural significance) dari suatu tempat dan
II - 5
harus menyertakan jaminan keamanan, keselamatan, pemeliharaan, serta kelanggengan objek tersebut (Burra Charter, 1982).
Seringkali pengertian istilah ‘konservasi’ dan ‘preservasi’ tertukar, atau menimbulkan keraguan dalam pemakaiannya. Dalam Burra Charter (1982), proses konservasi dapat mencakup kegiatan preservasi 1 , restorasi 2 , rekonstruksi 3 , dan adaptasi 4 . Pada umumnya proses konservasi merupakan kombinasi dari berbagai penerapan bentuk-bentuk kegiatan pelestarian berikut tadi. Dapat dikatakan bahwa kegiatan ‘preservasi’ merupakan bagian dari proses ‘konservasi’.
Walaupun kegiatan konservasi terkait dengan preservasi, namun prinsip konservasi lebih luas daripada preservasi yang bersifat pasif (mempertahankan dengan menghindari perubahan), karena tujuan utama konservasi adalah menuntun sebuah area untuk kembali hidup (Buchanan 5 dalam Larkham, 1996).
Menurut studi yang dilakukan oleh Susiyanti (2003), lingkup sasaran revitalisasi dengan pendekatan konservasi adalah gedung, lahan, dan kawasan dengan kehidupan budaya dan tradisi yang mempunyai arti atau kelompok gedung termasuk lingkungannya (cagar budaya, hutan lindung, dan sebagainya). Kemudian untuk dapat direvitalisasi dengan pendekatan konservasi, objek tersebut harus memiliki signifikansi budayanya sendiri, yakni memiliki (1) kriteria arsitektural yang tinggi, (2) kriteria historis dan kelangkaan yang memberikan insprirasi dan referensi bagi kehadiran bangunan baru, meningkatkan vitalitas
1
Preservasi adalah upaya pelestarian yang bersifat pasif, karena hanya mempertahankan suatu bangunan/lingkungan bersejarah sesuai kondisi aslinya dengan menghindari adanya perubahan (Burra Charter, 1982). 2 Restorasi adalah upaya mengembalikan kondisi asli fabric (semua material fisik dari sebuah lingkungan binaan/place) sejauh yang dapat diketahui, dengan menghilangkan penambahan baru maupun merakit kembali komponen objek tersebut tanpa penggunaan material baru (Burra Charter, 1982). 3 Rekonstruksi adalah upaya mengembalikan kondisi asli sebuah lingkungan binaan yang telah hilang ataupun rusak, perbedaan bentuk kegiatan pemugaran ini dengan restorasi adalah bahwa kegiatan rekonstruksi ini dapat menggunakan material baru (Burra Charter, 1982). 4 Adaptasi adalah upaya memperbaiki sebuah lingkungan binaan dengan menyesuaikannya dengan kondisi masa kini (Burra Charter, 1982). 5 ‘conservation is bound to involve preservation, but it is more than preservation: it is bringing an area back to life’ (Buchanan dalam Larkham, 1996).
II - 6
bahkan menghidupkan kembali keberadaannya yang memudar, serta (3) memiliki kriteria simbolis yang paling efektif dalam pembentukan citra kota.
Strategi revitalisasi dengan pendekatan konservasi yang dapat diterapkan adalah sebagai berikut (Susiyanti, 2003): (1)
Melestarikan
suatu
tempat
sedemikian
rupa
sehingga
dapat
mempertahankan makna kulturalnya. (2)
Melestarikan, melindungi, memanfaatkan sumber daya suatu tempat.
(3)
Memanfaatkan kegunaan dari suatu tempat untuk menampung atau memberi wadah bagi kegiatan yang sama/baru sama sekali.
(4)
Mencegah perubahan sosial masyarakat dan tradisi.
(5)
Meningkatkan nilai ekonomi suatu bangunan sehingga bernilai komersial untuk modal bagi suatu tempat.
(6)
Mengupayakan semaksimal mungkin agar orisinalitas/keaslian bentuk, wajah (fasade) bangunan serta pola kawasan tetap dipertahankan.
Menghidupkan area bersejarah dengan aktivitas masa kini perlu disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, dengan turut menyertakan potensi lingkungan dan masyarakat sekitar, serta dengan penambahan fungsi-fungsi baru. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka dapat kita lihat bahwa di sinilah prinsip konservasi terkait erat dengan prinsip revitalisasi.
Melihat kawasan Johar sebagai salah satu kawasan historis Kota Semarang, maka diperlukan suatu analisis tersendiri mengenai signifikansi budaya kawasan Johar, agar proses revitalisasi yang akan diterapkan tetap memperhatikan dan menjaga keutuhan serta kelanggengan cagar budaya yang terdapat pada kawasan tersebut.
II - 7
II.1.3 Hambatan dalam Revitalisasi Kawasan Kota Bersejarah Praktek revitalisasi kawasan kota bersejarah terkadang menimbulkan eksternalitas negatif yang seharusnya dapat dihindari. Hambatan yang mungkin terjadi dalam proyek revitalisasi dapat dirangkum sebagai berikut : (1) Perlunya dana yang cukup besar untuk pembebasan lahan. Seringkali bangunan-bangunan pada kawasan revitalisasi mempunyai status kepemilikan lahan yang berbeda-beda, maka untuk itu diperlukan adanya pembebasan lahan yang membutuhkan dana yang tidak sedikit. (2) Perbedaan visi dan tujuan yang memungkinkan terjadinya konflik. Proyek revitalisasi yang melibatkan banyak stakeholder tentu pada awalnya akan menimbulkan perbedaan pendapat. Dalam hal ini, Pemerintah Kota sebagai pemegang tampuk tertinggi dalam sebuah proyek revitalisasi kawasan kota diharapkan mampu menyatukan visi dan inspirasi seluruh stakeholder yang terlibat dalam proyek revitalisasi tersebut sehingga dapat meminimalkan konflik yang mungkin terjadi. Diperlukan sosialisasi secara konsisten yang melibatkan para stakeholder tersebut. (3) Matinya aktivitas komersial di lingkungan luar kawasan revitalisasi. Penambahan fungsi dan fasilitas baru dalam kawasan revitalisasi terkadang malah mematikan aktivitas pedagang kecil yang telah ada sebelumnya, karena berpindahnya konsumen mereka ke dalam kawasan revitalisasi yang pada umumnya berkondisi lebih nyaman ataupun lebih ekonomis. (4) Mendorong terjadinya gentrifikasi. Naiknya harga lahan sekitar kawasan sesudah proyek revitalisasi akan memberatkan masyarakat sekitar kawasan tersebut, hal ini disebabkan karena tingginya pajak yang dibebankan maka secara perlahan masyarakat asli yang tidak sanggup membayar pajak sesuai ketentuan yang berlaku akan pindah ke tempat lain. (5) Menurunnya kualitas bangunan bersejarah dalam kawasan tersebut. Terkadang proses revitalisasi tidak mengindahkan kaidah konservasi bangunan yang seharusnya, sehingga pekerjaan konstruksi malah merusak bangunan bersejarah yang ada.
II - 8
Menurut Eko Budiharjo (1996), agar upaya pelestarian dan revitalisasi suatu kawasan kota bersejarah dapat berhasil, sekaligus untuk menghindari eksternalitas negatif dalam upaya revitalisasi tersebut adalah dengan cara sebagai berikut : (1) Perlu adanya aturan daerah tentang konservasi bangunan dan lingkungan bersejarah. Pemerintah daerah beserta pakar dan konsultan yang kompeten dalam bidang konservasi, seperti LSM dan pihak akademisi yang bergerak pada bidang konservasi kota, perlu menyusun panduan perencanaan dan perancangan (planning and design guidelines) pada kawasan konservasi pusat kota lama sebagai pegangan bagi para pelaksana teknis program revitalisasi. (2) Diperlukan kerjasama (joint venture) antara pemerintah dan pihak swasta. Melalui penggalangan dana dan daya kemitraan tersebut dapat diupayakan revitalisasi kawasan pusat kota lama yang tidak sekedar berorientasi pada kepentingan budaya, tetapi juga berwawasan ekonomis-finansial. (3) Adanya upaya kepemilikan oleh Pemda atau public acquisition. Beberapa bangunan kuno yang bermakna sebagai tengeran atau landmark yang berskala kota, idealnya dimiliki oleh pemda. Atau setidaknya Pemda memiliki saham cukup besar pada kepemilikan bangunan tersebut, agar pihak pemerintah dapat tetap memegang peran yang menentukan masa depan bangunan kuno yang bersangkutan. (4) Sistem insentif dan disinsentif, bonus dan sanksi (reward and punishment). Sistem ini perlu diterapkan dalam menggairahkan iklim investasi di kawasan pusat kota lama. Sektor swasta yang berminat menanam modal di kawasan bersejarah, misalnya dengan mendirikan hotel, restoran, toko cinderamata, kafetaria, dan lain-lain diberi insentif yang menarik oleh pemerintah yang bersangkutan. (5) Keringanan pajak (tax relief) bagi pemilik bangunan kuno. Bagi pengusaha atau pemilik bangunan kuno di kawasan bersejarah yang ditetapkan sebagai kawasan konservasi, diberi keringanan pajak. Tentunya
II - 9
keringanan pajak itu disertai dengan persyaratan yang mengikat tentang pelestarian dan pemanfaatan bangunan kunonya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pihak pemerintah sebagai team leader memiliki peran terpenting dalam suatu proses revitalisasi. Dengan adanya peraturan dan pedoman mengenai revitalisasi, pembagian kepentingan yang adil untuk seluruh stakeholder, pemberian insentif, keringanan pajak bagi pemilik bangunan bersejarah, dan pengupayaan kerjasama dengan pihak swasta dalam penyuntikan kegiatan ekonomi, diharapkan akan mampu mensukseskan upaya revitalisasi kawasan kota bersejarah.
II.1.4 Pendekatan Pariwisata sebagai Upaya Revitalisasi Salah satu upaya revitalisasi kawasan adalah dengan cara menyuntikkan aktivitas wisata pada kawasan yang akan direvitalisasi. Pariwisata adalah salah satu industri gaya baru yang mampu menyediakan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam hal kesempatan kerja, pendapatan, taraf hidup, dan dalam mengaktifkan sektor produksi lain di dalam negara penerima wisatawan (Wahab, 1976). Maka dapat dikatakan bahwa pariwisata adalah salah satu alat terbaik (powerful tool) untuk menghidupkan kembali suatu kawasan kota lama yang telah mati dengan cara meningkatkan nilai ekonomi kawasan tersebut.
Definisi “cultural heritage tourism” (pariwisata warisan budaya) menurut the National Trust for Historic Preservation (2005), adalah “traveling to experience the places and activities that authentically represent the stories and people of the past and present. It includes historic, cultural and natural resources." National Trust berpendapat bahwa kombinasi antara pariwisata (tourism), budaya (culture), dan warisan budaya (heritage), akan menghasilkan peningkatan ekonomi yang berkelanjutan (sustainable economy).
Maka dapat dikatakan bahwa mengkaitkan pariwisata dengan cagar budaya dan kebudayaan itu sendiri akan lebih menguntungkan ekonomi lokal dibandingkan mempromosikan kedua aspek tersebut secara terpisah. Ketika pengembangan
II - 10
wisata budaya dilakukan secara benar, maka selain terjadi peningkatan ekonomi, hal tersebut juga turut membantu menjaga aset lingkungan dan budaya yang dimiliki kawasan sekaligus meningkatkan kualitas hidup dari masyarakat sekitarnya.
Dapat dikatakan bahwa inti pemikiran besar dari pariwisata warisan budaya (cultural heritage tourism) adalah : menyelamatkan cagar budaya dan budaya itu sendiri, membaginya dengan pengunjung, dan meraup keuntungan ekonomi dari sektor pariwisata. Oleh karena itu, strategi pengembangan kawasan Johar sebagai Kawasan Wisata Budaya diharapkan dapat menghidupkan kembali kawasan tersebut secara cepat tanpa menghilangkan nilai kesejarahan dan nilai sosial yang dimiliki kawasan bersejarah tersebut.
II.2
POTENSI PARIWISATA KOTA SEMARANG DAN KAWASAN JOHAR
II.2.1 Potensi Pariwisata Kota Semarang Dalam usulan pengembangan Kawasan Johar menjadi sebuah destinasi wisata tentunya dibutuhkan analisa dan fakta bahwa kawasan terkait memang memiliki potensi untuk dikembangkan lebih lanjut menjadi kawasan wisata budaya. Dengan demikian, akan dijabarkan potensi pariwisata Kota Semarang berupa kawasan historis dan aktivitas budaya yang terdapat pada kota di mana kawasan Johar berlokasi ini.
a) Kawasan Historis Kota Berdasarkan Studi Perencanaan Teknis Pengembangan Kota Lama Semarang (1999), sebagai ibukota Propinsi Jawa Tengah yang mulai berkembang sejak jaman Kerajaan Demak, Semarang memiliki potensi wisata budaya dan historis yang tidak ternilai.
Bermula sebagai pelabuhan penting yang banyak disinggahi oleh pedagang manca negara hingga berkembang menjadi bandar utama Mataram dan akhirnya jatuh ke tangan VOC yang diikuti dengan berpindahnya kantor VOC dari Jepara ke
II - 11
Semarang, Semarang kini tumbuh menjadi kota metropolitan yang kaya dengan warisan budaya.
Sejarah panjang selama 450 tahun ini walaupun telah merubah Semarang menjadi kota metropolitan yang semakin hidup dengan peran dan fungsi penting yang tetap bertahan, namun kota tua yang cantik ini tetap kaya akan warisan budaya yang potensial dan masih dapat ditemui hingga saat ini. Namun seiring dengan berlalunya zaman, kawasan historis kota ini tumbuh sebagai kawasan kumuh dan bahkan sekarat. Hal ini turut diperparah dengan terjadinya fragmentasi dan kesalahan
manajemen,
tingginya
kepentingan
ekonomi,
dan
kurangnya
penghargaan akan warisan budaya yang ada. Hal ini mengakibatkan hilangnya potensi urban heritage, historis, arkeologi, dan budaya yang ada dalam kawasan. Untuk menghindari hal tersebut, setiap potensi yang ada harus digali, diselamatkan, diangkat, diperbaiki untuk kemudian diintegrasikan dalam suatu mata rantai yang solid dan dipromosikan.
Dalam Studi Teknis Perencanaan Kota Lama Semarang yang dikerjakan oleh Sekretariat Kodya Dati II Bagian Perkotaan Semarang (1999), terdapat enam Zona Wisata Kota Tua Semarang yang berpotensi untuk dikembangkan (gambar II.3), yakni (1) Kawasan Kauman dan Johar, (2) Kota Lama Semarang, (3) Kampung Melayu, (4) Kampung Pecinan, (5) Kampung Kulitan, dan (6) Kawasan Pelabuhan.
II - 12
Gambar II.3.
Zona Wisata Kota Tua Semarang secara keseluruhan. sumber : olahan pribadi 2007, dan Studi Perencanaan Teknis Pengembangan Kota Lama Semarang (1999).
II - 13
b) Aktivitas Budaya Kota Selain memiliki sejumlah kawasan historis yang hingga kini masih dapat ditemui, Kota Semarang pun memiliki tradisi kebudayaan yang kuat dengan beragam upacara tradisional dan kesenian (lihat tabel II.1). Dengan adanya unsur budaya yang kuat ini maka diharapkan penataan ruang publik dengan pemberian tema dan aktivitas budaya untuk kawasan Johar akan mampu mendukung pengembangan kawasan menjadi kawasan wisata budaya.
Tabel II.1.
No. 1.
Upacara Tradisional dan Kesenian Kota Semarang
Nama Aktivitas Budaya Dug Der
Gbr. II.4a. Tradisi Dug Der dan Warak Ngendog. Sumber : http://www.semarang.go.id/cms/ pemerintahan/dinas/pariwisata/ seni-budaya/Budaya
2.
Pengantin Semarangan
Keterangan Kata Dug Der, nama upacara ini, diambil dari perpaduan bunyi bedug yang dipukul sehingga berbunyi “dug”, dan bunyi meriam yang mengikuti kemudian diasumsikan dengan “der”. Telah dilakukan sejak 1881 dibawah Pemerintah Kanjeng Bupari RMTA Purbaningrat, tradisi ini menjadi tanda bahwa bulan Ramadhan sudah menjelang karena dilaksanakan tepat satu hari sebelum bulan puasa. Beliaulah yang pertama kali memberanikan diri menentukan mulainya hari puasa, yaitu setelah Bedug Masjid Agung dan Meriam di halaman Kabupaten dibunyikan masing-masing tiga kali. Sebelum membunyikan bedug dan meriam tersebut, diadakan upacara di halaman Kabupaten.
Potensi Untuk Diadakan Di Kawasan Johar
T
Adanya upacara Dug Der tersebut makin lama makin menarik perhatian masyarakat Semarang dan sekitarnya, menyebabkan datangnya para pedagang dari berbagai daerah yang menjual bermacammacam makanan, minuman dan mainan anak-anak. Tradisi ini pertama kali dilakukan di Kawasan Johar, tapi karena alun-alun dan lahan untuk pasar malam semakin menyempit, maka lokasinya dipindahkan di halaman Balaikota di Jl. Pemuda. Semarang mempunyai tradisi pengantin yang beraneka ragam. Walaupun terdapat perbedaanperbedaan baik dalam tata upacara maupun busana dan kelengkapannya, namun pada sejarahnya, semua tradisi tersebut bernafas Islam yang kemudian mendapat pengaruh dari Arab, Jawa, Cina dan Melayu. Berbagai ragam tradisi pengantin itu terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman, sebagai aset budaya Semarang. Ditengah-tengah arus perkembangan tradisi
II - 14
-
No.
Nama Aktivitas Budaya
Keterangan
Potensi Untuk Diadakan Di Kawasan Johar
pengantin di Semarang yang cenderung dipengaruhi budaya modern (barat), sebenarnya Semarang memiliki tradisi khas pengantin yang disebut “ Pengantin Semarangan “. Gaya Pengantin Semarangan ini juga telah mengalami perkembangan dan modifikasi. Supaya kekayaan budaya Semarang tersebut terus dapat diketahui oleh masyarakat dan tidak musnah, maka perlu ada upaya pelestarian atau nguri-uri gaya Pengantin Semarangan. Gbr. II.4b. Pengantin Semarangan Sumber : http://www.semarang.go.id/cms/ pemerintahan/dinas/pariwisata/ seni-budaya/Budaya
3.
Ruwatan
Gbr. II.4c. Tradisi Ruwatan Sumber : http://www.semarang.go.id/cms/ pemerintahan/dinas/pariwisata/ seni-budaya/Budaya
4.
Ba’do Gablog
Gbr. II.4d Tradisi Ba’do Gablog Sumber : http://www.semarang.go.id/cms/ pemerintahan/dinas/pariwisata/ seni-budaya/Budaya
5.
Gambang Semarangan
Sebagaimana adat pengantin lain, dalam gaya Pengantin Semarangan juga didahului prosesi lamaran, Srah-srahan Peningset, Upacara Ukupan/Midodareni (Jawa) dan Upacara Ijab Kabul antara pengantin pria dan wanita. Pada masa modern ini ternyata tradisi Ruwatan masih diyakini masyarakat untuk membuang kesialan yang biasa menghambat langkah dalam hidup orang-orang yang tergolong dalam Sukerta. Orang-orang Sukerta ini, menurut cerita, adalah orang-orang yang akan dimangsa oleh Betara Kala. Untuk keluar dari Sukerta, seseorang harus diruwat. Dalam upacara ini para Sukerta disirami oleh sang dalang dan dilakukan pengguntingan rambut, yang kemudian dilarung ke laut. Dalang, yang kemudian menggantikan kisah wayang kulit mengenai kisah asal mula dijadikannya bocah Sukerta sebagai mangsa Betara Kala ini, bukan sembarang dalam dan harus menjalani tirakat sebelum memimpin upacara ini. Upacara yang dilakukan tiap satu Syura ini sekarang berlangsung massal dan diselenggarakan oleh Yayasan Permadani. Upacara yang diselenggarakan di daerah Sodong, Mijen ini merupakan upacara tradisional di bulan Syawal pada hari jatuhnya Ba’da Kupat yaitu tanggal 6 Syawal.
-
-
Upacara ini dilakukan untuk memohon berkah dan keselamatan Yang Maha Kuasa dengan membawa berbagai sesaji khususnya “gablog” yaitu ketupat nasi yang besar. Sesaji yang dibawa oleh masingmasing penduduk dikumpulkan jadi satu dan kemudian diadakan doa bersama. Setelah doa bersama tersebut Gablog disantap bersama-sama. Kesenian ini merupakan perpaduan antara tari dengan diiringi alat musik dari bilah-bilah kayu dan
II - 15
T
No.
Nama Aktivitas Budaya
Keterangan
Potensi Untuk Diadakan Di Kawasan Johar
gamelan Jawa yang biasa disebut “gambang”. Muncul pada event-event tertentu : Festival Dugderan, Festival Jajan Pasar.
Gbr. II.4e. Gambang Semarangan Sumber : http://www.google.com
6.
Tari Semarangan
Gambang Semarang telah ada sejak tahun 1930 dengan bentuk paguyuban yang anggotanya terdiri dari pribumi dan peranakan Cina dengan mengambil tempat pertunjukan di Gedung Pertemuan Bian Hian Tiong di Gang Pinggir. Tari Semarangan ini merupakan tari khas dari Semarangan yang ditarikan oleh dua orang putri berpasangan. Tari yang sering ditampilkan dalam event-event seperti dugderan dan festival jajan tradisional ini sekarang dikembangkan oleh Fakultas Sastra Universitas Diponegoro Semarang.
T
Kethoprak merupakan kesenian tradisional yang mengangkat cerita tentang babad Tanah Jawa. Sejarah yang dijadikan landasan cerita sering dibumbui dengan berbagai pemanis sehingga menjadi cerita yang enak dinikmati. Saat ini ketoprak sering ditampilkan di Taman Budaya Raden Saleh setiap malam Selasa Kliwon.
T
Semarang memiliki kelompok wayang orang yang terkenal sejak tahun 70-an. Pada waktu itu setiap malam kelompok ini menggung di Gedung Ngesti Pandowo yang berada satu komplek dengan GRIS.
T
Gbr. II.4f . Tari Semarangan Sumber : http://www.google.com
7.
Kethoprak
Gbr. II.4g. Pertumjukan Kethoprak Sumber : http://www.google.com
8.
9.
Wayang Orang
Wayang Kulit
Setelah Gedung Ngesti Pandowo diambil oleh Pemerintah, kelompok wayang orang yang biasa manggung disana diberi tempat lain yaitu gedung kesenian di komplek Taman Majapahit dan manggung setiap malam dari pukul 20.00 WIB. Wayang kulit adalah wayang yang menggunakan wayang-wayang dari kulit dimainkan oleh seorang dalang dengan cerita yang sudah terkenal sebagaimana dimainkan oleh wayang orang.
II - 16
T
No.
Nama Aktivitas Budaya
Potensi Untuk Diadakan Di Kawasan Johar
Keterangan Wayang kulit ini biasanya rutin dimainkan setiap malam Jumat Kliwon di Taman Budaya Raden Saleh.
Gbr. II.4h. Wayang Kulit Sumber : http://www.google.com
Sumber : Bappeda Tk. II Kota Semarang (1999), www.semarang.go.id (2006), hasil analisa (2007)
Dari penjabaran di atas, dapat kita lihat bahwa Semarang memiliki kawasan kota yang kaya dengan warisan budaya serta aktivitas sosial-budaya yang unik dan menarik, oleh karena itu dapat kita simpulkan bahwa kawasan historis dan aktivitas sosial-budaya inilah yang menjadi potensi utama pariwisata Kota Semarang.
II.2.2 Sejarah dan Signifikansi Budaya Pasar Djohar Pasar Johar adalah sebuah bangunan pasar tradisional bersejarah yang merupakan salah satu pusat perdagangan terpenting di Semarang. Bangunan inilah yang kini menjadi topik perbincangan hangat warga kota Semarang (2007), terkait dengan rencana revitalisasi Kawasan Johar yang mulai direalisasikan oleh pemerintah kota. Adanya rencana pembongkaran bangunan Pasar Johar untuk membangun sebuah pasar modern sekaligus sebagai upaya revitalisasi mengundang aksi negatif dari banyak pihak, khususnya dari pihak pedagang (retailer) dan masyarakat (community). Mengingat bahwa pihak pedagang dan masyarakat merupakan stakeholder penting dalam sebuah proses revitalisasi, maka dibutuhkan
jalan
tengah,
yakni
melakukan
revitalisasi
tanpa
adanya
pembongkaran bangunan bersejarah tersebut.
Salah satu cara untuk mempertahankan sebuah bangunan bersejarah dalam proses revitalisasi adalah menyusun aturan daerah tentang konservasi bangunan dan lingkungan bersejarah, panduan ini dapat disusun melalui kajian kesejarahan dan signifikansi budaya yang memberikan nilai penting bagi bangunan bersejarah
II - 17
tersebut. Untuk itu, diperlukan wawasan kesejarahan dan kajian signifikansi budaya bangunan Pasar Johar ini untuk kemudian dikembangkan menjadi salah satu potensi wisata kawasan Johar.
a) Sejarah Pasar Johar Semarang
Gambar II.5.
Kondisi Lingkungan Pasar Johar sekitar tahun 1930an, sebelum (kiri) dan sesudah (kanan) bangunan Pasar Johar dibangun. Sumber : http://www.semarang.go.id dan Sumalyo, 1993.
Sejarah Pasar Johar dimulai lebih dari seabad yang lalu. Pada tahun 1860 terdapat pasar yang menempati bagian timur alun-alun ini dipagari oleh deretan pohon Johar di tepi jalan. Dari sanalah diperkirakan nama Pasar Johar itu lahir. Lokasi pasar ada di sebelah barat pasar Semarang yang disebut pula Pasar Pedamaran, dan berdekatan pula dengan penjara sehingga menjadi tempat menanti orang yang menengok kerabat dan kenalan yang dipenjara. Pasar Johar menjadi semakin ramai dan memerlukan perluasan ruang. Setelah melalui proses pengkajian, akhirnya diadakan perluasan Pasar Johar dengan menebang pohon Johar dan membangun los baru. Sampai dengan saat ini, Pasar Johar masih dimiliki oleh partikelir (swasta).
Pada tahun 1931, gedung penjara tua yang terletak di dekat Pasar Johar dibongkar sehubungan dengan rencana pemerintah kota praja mendirikan Pasar Centrale modern.
Pasar
Centrale
kemudian
memang
didirikan
dengan
tujuan
mempersatukan fungsi lima pasar yang telah ada, yaitu pasar Johar, Pedamaran, Benteng, Jurnatan dan Pekojan. Tapak pasar yang akan direncanakan melihat tapak Pasar Pedamaran, Pasar Johar, ditambah tapak rumah penjara, beberapa toko, sebagian halaman Kanjengan dan sebagian alun-alun.
II - 18
Gambar II.6.
Gambar potongan, tiga buah pasar di Semarang karya Karsten : (II) pasar Jatingaleh Semarang, (III & V) Centrale Pasar (Pasar Johar) Semarang. Sumber : Karsten dalam Sumalyo, 1993.
Pada tahun 1933, dibuatlah usulan rancangan pertama oleh Ir. Thomas Karsten, yang bentuk dasarnya menyerupai Pasar Jatingaleh dengan ukuran lebih besar. Pada tahap ini terdapat susunan atap datar beton dengan bagian tertinggi berada di pusat. Bagian kulit dibuat bertingkat, mengingat harga tanah yang sudah tinggi di kawasan tersebut. Namun demikian rancangan tersebut diubah pada tiga tahun berikutnya dengan tujuan untuk mengadakan efisiensi. Karena belum memenuhi keinginan, maka rancangan ini pun diubah kembali dengan gagasan konstruksi cendawan kembali dimunculkan. Kemudian untuk mengantisipasi harga tanah yang mahal, Karsten memutuskan untuk memanfaatkan tanah yang ada secara maksimum dengan menutup seluruh permukaan tanah yang tersedia. Rencana yang terakhir inilah yang jadi dibangun.
II - 19
Gambar II.7.
Pasar Johar pada tahun 1985. Masih dalam konstruksi asli, tetapi keadaannya kurang terawat. Terlihat bagian depan bangunan dipenuhi pedagang dengan menggunakan tenda. Sumber : Sumalyo, 1993.
Sekitar tahun 1930-an ini, Pasar Johar dikenal sebagai pasar yang terbesar dan tercantik di Asia Tenggara (Sumalyo, 1993). Pada tahun 1960-an pernah diadakan perubahan berupa penempelan dinding tambahan pada sekeliling pasar. Hal ini menyebabkan tampilan arsitektur tidak serasi serta sistem penghawaan yang kurang lancar. Tambahan ini sekarang sudah dibongkar kembali.
Kini fasad bangunan Pasar Johar telah tertutup oleh berbagai tambahan bangunan pasar lainnya, hal ini dipengaruhi oleh densitas kawasan yang padat dan tidak terkontrol dengan banyaknya los pedagang yang tidak terdaftar pada Dinas Pasar. Hal ini dipengaruhi pula dengan banyaknya pungutan liar oleh para ‘preman’ yang secara tidak lagsung membuat para pedagang ilegal tersebut beranggapan bahwa mereka memiliki hak untuk berjualan di sana. Berbagai permasalahan kompleks non-desain mengenai konsep manajemen pasar tidak akan dikaji lebih mendalam dalam tesis ini, namun berbagai usulan untuk memperbaiki hal tersebut akan dimasukkan dalam bab terakhir.
II - 20
Gambar II.8.
Kondisi Pasar Johar Semarang pada tahun 2006. Terlihat kolom-kolom berbentuk cendawan dan lubang ventilasi yang juga berfungsi sebagai sumber pencahayaan. Sumber : dokumentasi pribadi, September 2006.
b) Signifikansi Budaya Kawasan Johar Konsep Signifikansi Budaya adalah konsep yang membantu memperkirakan nilai sebuah tempat, tempat yang dimaksud ‘signifikan’ adalah tempat-tempat yang mampu menjelaskan dan menerangkan kejadian masa lalu, memperkaya masa kini, dan yang dianggap akan menjadi sesuatu yang berharga bagi generasi masa depan. Perlu ditekankan di sini bahwa nilai-nilai yang dimaksud tidak bersifat eksklusif atau berdiri sendiri, kemudian dapat dikatakan bahwa nilai yang satu dapat turut mendukung nilai yang lainnya, sebagai contoh : gaya arsitektural memiliki aspek historis dan estetika (Burra Charter, 1982).
Konsep signifikansi budaya itu sendiri diciptakan untuk mengkaji nilai suatu tempat dilihat dari kepentingan budaya. Penentuan signifikansi budaya dilakukan karena dengan diketahuinya nilai-nilai ini, kita akan dapat memahami dan memperkaya budaya kita dengan lebih baik, kemudian juga akan turut menambah pengalaman dan pengetahuan kita di masa mendatang.
II - 21
Dalam Burra Charter (1982), ada empat nilai utama yang dapat digunakan untuk menilai adanya signifikansi budaya pada suatu kawasan. Ada pun empat nilai tersebut adalah sebagai berikut : (1) Nilai Estetika (aesthetic value) Nilai Estetika mencakup aspek persepsi indra manusia yang bersifat terukur. Contoh : bentuk, skala, warna, tekstur, dan material, serta aroma dan bunyi yang berhubungan dengan tempat tersebut dan fungsinya. (2) Nilai Kesejarahan (historic value) Nilai kesejarahan mencakup sejarah dari estetika, ilmu pengetahuan, dan masyarakat setempat. Suatu tempat dapat bernilai sejarah apabila berkaitan dengan figur, peristiwa, fase, maupun aktivitas sejarah. (3) Nilai Keilmuan (scientific value) Nilai keilmuan atau penelitian akan bergantung dari kepentingan data tersebut terkait dengan kelangkaan, baik secara kualitas maupun representatif, dan dalam sudut di mana data tersebut dapat mengkontribusikan informasi substansial lebih lanjut. (4) Nilai Sosial (social value) Nilai sosial muncul apabila suatu tempat telah menimbulkan rasa kepemilikan bagi lingkungannya, baik secara spiritual, politikal, nasional, maupun budaya, bagi masyarakat mayoritas atau minoritas.
Dengan merunut nilai-nilai Kawasan Johar sebagai kawasan bersejarah, maka didapatkan penilaian signifikansi budaya sebagai berikut :
(1) Nilai Estetika (aesthetic value) Kawasan Johar memiliki dua buah cagar budaya berskala internasional, yakni Masjid Kauman dan Pasar Johar. Dilihat dari segi estetika, kedua cagar budya ini memiliki elemen arsitektural yang unik dan menarik. Masjid Kauman memiliki kaca patri dan detail arsitektural yang indah, sedangkan Pasar Johar sendiri memiliki struktur kolom cendawan (mushroom konstruktie) yang unik,
II - 22
selain dirancang untuk mencegah burung untuk bersarang di dalam bangunan pasar, dan termasuk jenis konstruksi terbaru pada masanya.
Gambar II.9.
Masjid Kauman, memiliki detail arsitektural dan detail kaca patri yang indah. Sumber : pengamatan pribadi, 2006.
Gambar II.10. Pasar Johar Semarang, memiliki detail arsitektural kolom cendawan yang unik serta sistem pencahayaan dan ventilasi yang amat baik untuk bangunan pasar. Sumber : pengamatan pribadi, 2006.
(2) Nilai Kesejarahan (historic value) Pada skala makro, Pasar Johar berperan besar terhadap titik awal sejarah tumbuhnya Kota Semarang pada umumnya dan Kawasan Johar pada khususnya. (Fakultas Teknik Universitas Diponegoro dan Bappeda tingkat II Semarang, 1994) Sedangkan pada skala mikro, Pasar Johar yang dirancang oleh arsitek kenamaan, Thomas Karsten, pada masanya diyakini merupakan pasar sentral yang termegah dan terindah di seluruh Asia Tenggara, yang terkenal dengan sistem ventilasi dan pencahayaannya yang baik, dan keindahan kolom-kolom
II - 23
cendawannya sebagai kolom struktur. Sedangkan Masjid Kauman pada masanya merupakan masjid terbesar di Semarang, yakni pada abad ke 19.
(3) Nilai Keilmuan (scientific value) Dilihat dari segi keilmuan, Pasar Johar merupakan salah satu contoh bangunan pasar yang terancang dengan baik. Pasar Johar memiliki pembagian zona yang teratur dan terencana dengan baik, yakni lantai dasar digunakan sebagai area jual-beli rempah-rempah dan barang kebutuhan pokok yang bersifat kering, sedangkan untuk area lantai atas digunakan sebagai area jual-beli pangan yang bersifat basah, seperti daging, ikan, dan sebagainya. Hal ini untuk mencegah timbulnya lalat yang bertebaran di sekitar pasar tersebut. Kemudian sistem ventilasi dan pencahayaan yang dimiliki Pasar Johar cukup efektif diterapkan pada bangunan pasar ini, walaupun luasan bangunan cukup lebar, namun pada saat siang hari bagian dalam bangunan dapat dikatakan cukup terang dengan pencahayaan bersumber dari matahari. Ada pula kenyataan bahwa struktur Pasar Johar yang sudah berusia lebih dari 50 tahun ini masih amat kuat hingga saat tulisan ini dibuat (2007). Kualitas konstruksi beton Pasar Johar termasuk sangat baik apabila dibandingkan dengan bangunan baru. Dari studi yang dilakukan, diketahui bahwa sebenarnya bangunan ini masih memiliki kekuatan konstruksi yang amat kuat, yakni rata-rata 400 kg per sentimeter kubik. Sedangkan bangunan baru yang memiliki ukuran dan tinggi setara dengan bangunan Pasar Johar hanya memiliki kekuatan 225-250 kg per sentimeter kubik (Tim Pengkajian Penataan Pasar Johar Unika Soejapranata, 2005).
(4) Nilai Sosial (social value) Kawasan Kauman yang berada di ujung barat Jurnatan, merupakan salah satu pemukiman yang timbul karena banyaknya pedagang asing yang datang dan memutuskan untuk menetap. Pada mulanya kawasan ini merupakan pemukiman dengan rumah-rumah sederhana yang dihuni oleh para pedagang Arab. Faktor adanya masyarakat yang bermukim di sekitar Masjid ini, maka Masjid Kauman sebagai tempat ibadah tentunya memiliki makna sosial yang mendalam bagi
II - 24
masyarakatnya, karena masjid selain menjadi tempat bersilaturahmi, masjid juga menimbulkan rasa kepemilikan oleh masyarakat secara spiritual. Kemudian Pasar Johar sebagai pasar sentral memiliki skala pelayanan hingga tingkat regional Jawa Tengah, sehingga menjadi trademark tersendiri bagi Kota Semarang. Pasar sentral ini didirikan dengan tujuan mempersatukan fungsi lima pasar yang telah ada pada masa itu, yaitu pasar Johar, Pedamaran, Benteng, Jurnatan dan Pekojan. Bangunan ini merupakan bangunan yang cukup populer dan mendapat perhatian yang cukup besar dari masyarakat karena merupakan area jual-beli yang memiliki komoditi cukup lengkap. Nama Djohar sendiri diberikan karena pasar tradisional ini dahulunya merupakan area jual-beli yang digunakan masyarakat yang dinaungi oleh deretan pohon Johar di tepi-tepinya.
Dengan menganalisa signifikansi budaya Kawasan Johar berdasarkan beberapa literatur, yaitu Burra Charter (1982), Tiesdell (1990), Kerr (1985), dan Attoe (1979), maka dapat disimpulkan bahwa Kawasan Johar ini amat berpotensi sebagai kawasan wisata budaya. Penilaian signifikansi budaya Kawasan Johar dapat dilihat pada tabel II.2.
Tabel II.2. Kesimpulan Penilaian Signifikansi Budaya Kawasan Johar Burra Charter (1982)
Tiesdell (1990)
ESTETIKA - Memiliki bentuk, skala, warna, tekstur, dan material, serta aroma dan bunyi yang berhubungan dengan tempat tersebut dan fungsinya yang dapat merangsang persepsi indra manusia KESEJARAHAN - Memiliki nilai sejarah (dari faktor estetika, ilmu pengetahuan, masyarakat setempat, ataupun berkaitan dengan
Memiliki nilai estetika
Memiliki kontinuitas terhadap sejarah sosial-budaya
Kerr (1985)
Attoe (1979)
Memiliki kualitas formal atau estetika
Signifikansi Budaya Kawasan Johar Kawasan Johar memiliki dua buah cagar budaya, yakni bangunan Pasar Johar & Masjid Kauman, yang memiliki detail arsitektural yang unik dan menarik yang menjadi objek wisata budaya.
Memiliki nilai kesejarahan
II - 25
- Kawasan Johar memiliki peran dalam perkembangan pertumbuhan kota Semarang secara keseluruhan, karena adanya Pasar Johar yang pada masanya merupakan pasar sentral Jawa Tengah dan merupakan pasar terindah dan
Burra Charter (1982)
Tiesdell (1990)
Kerr (1985)
Attoe (1979)
figur, peristiwa, fase, maupun aktivitas sejarah)
KEILMUAN - Memiliki nilai kelangkaan, baik secara kualitas maupun representatif
SOSIAL/ LINGKUNGAN - Menimbulkan rasa kepemilikan bagi lingkungannya, baik secara spiritual, politikal, nasional, maupun budaya, bagi masyarakat mayoritas atau minoritas
- Resource value - Menambah keberagaman arsitektural - Menambah keberagaman lingkungan sekitar - Menambah keberagaman fungsi dan aktivitas - Menambah nilai ekonomi dan komersial
Memiliki kemampuan demonstratif
Memberikan sumbangan ilmu kepada masyarakat
Memiliki hubungan asosiatif dengan faktor lain di luar dirinya
Memberi sumbangan terhadap wajah kota, membantu pembentukan wajah kota bersama dengan elemen kota lainnya
Signifikansi Budaya Kawasan Johar termegah di Asia Tenggara. - Adanya Masjid Kauman sebagai masjid terbesar di Semarang pada abad ke19 menunjang aspek kesejarahan Kawasan Johar. Kawasan Johar memiliki Pasar Johar yang merupakan bangunan karya Karsten yang memiliki pembagian zona pasar yang teratur dan terencana dengan baik, dan walaupun sudah berusia lebih dari 70 tahun namun konstruksi pasar ini tetap kuat. - Kawasan Johar merupakan area pusat jual-beli di Semarang yang terkenal dengan komoditinya yang lengkap sehingga menjadi salah satu pasar yang menjadi objek destinasi masyarakat Semarang dan sekitarnya. - Adanya masjid Kauman sebagai tempat ibadah memiliki makna sosial bagi masyarakat sekitarnya.
Sumber : Burra Charter (1982), Tiesdell (1990), Kerr (1985), Attoe (1979), hasil analisa (2007)
II.2.3 Potensi Kawasan Johar Sebagai Kawasan Wisata Budaya a) Definisi Wisata Budaya Terdapat beberapa definisi mengenai wisata budaya yang dituturkan oleh para ahli dan lembaga pariwisata. Definisi Pariwisata Budaya sendiri adalah suatu gejala yang terwujud karena maksud bepergian untuk memperkaya informasi dan pengetahuan tentang negara lain dan untuk memuaskan kebutuhan hiburan. Dalam hal ini termasuk kunjungan ke cagar purbakala, pameran-pameran dan fair, perayaan adat, cagar alam, dan lain-lain (Wahab, 1976).
Menurut Pendit (2002), Wisata Budaya adalah perjalanan yang dilakukan atas dasar keinginan, untuk memperluas pandangan hidup seseorang dengan jalan mengadakan kunjungan atau peninjauan ke tempat lain atau ke luar negeri, mempelajari keadaan rakyat, kebiasaan, dan adat istiadat mereka, cara hidup
II - 26
mereka, budaya, dan seni mereka. Seringkali wisata ini disatukan dengan kesempatan-kesempatan mengambil bagian dalam kegiatan-kegiatan budaya, seperti eksposisi seni, atau kegiatan yang bermotif kesejarahan dan sebagainya. Jenis wisata budaya ini dapat dibilang adalah jenis yang paling populer dan potensial di tanah air kita, terbukti bahwa jenis wisata ini adalah tujuan utama wisatawan asing datang ke Indonesia, di mana mereka ingin mengetahui kebudayaan kita, kesenian kita dan segala sesuatu yang dihubungkan dengan adatistiadat dan kehidupan seni budaya kita.
Page (1995) menekankan tiga aspek utama (tourism attraction) yang diperlukan dalam mengarahkan suatu tempat menjadi destinasi wisata, yakni : (1) Wisatawan (Tourist/ human element) : diperlukan manusia dengan kebutuhan wisata; (2) Objek wisata (Nucleus/ central element) : diperlukan sebuah fitur atau atribut dari sebuah tempat yang akan dicari wisatawan untuk dikunjungi; (3) Informasi wisata (Marker/ informative element) : diperlukan sarana untuk pusat informasi wisata yang mudah diakses wisatawan. Pada tesis desain ini, aspek yang akan dikedepankan adalah aspek objek wisata dan aspek informasi wisata sebagai pendukung, karena dengan adanya objek wisata dan pusat informasi yang terencana dengan baik maka fasilitas untuk para wisatawan yang datang akan terpenuhi. Untuk menjadikan kawasan Johar menjadi sebuah destinasi wisata, diperlukan pula kebutuhan-kebutuhan utama yang mampu menarik pengunjung domestik maupun internasional.
b) Kawasan Johar Sebagai Tujuan Wisata Menurut Pendit (2002), suatu daerah harus memenuhi tiga kebutuhan utama untuk menjadi tujuan wisata : (1) Memiliki atraksi atau objek menarik : Atraksi atau objek menarik yang dimaksudkan adalah sesuatu yang dihubungkan dengan keindahan alam, kebudayaan, perkembangan ekonomi, politik, lalu-lintas, kegiatan olahraga dan sebagainya, tergantung terhadap potensi suatu daerah dalam soal pemilikan atraksi atau objek ini;
II - 27
(2) Mudah dicapai dengan alat-alat kendaraan : Dilewati oleh angkutan umum dan terletak pada lokasi yang strategis; serta (3) Menyediakan tempat untuk tinggal sementara : Lokasi tujuan wisata memiliki sarana akomodasi yang baik sebagai tempat para wisatawan untuk beristirahat.
Apabila dikaji lebih lanjut menurut tiga kebutuhan utama tempat tujuan wisata (Pendit, 2002), maka potensi kawasan Johar untuk menjadi tujuan wisata telah dipenuhi, yang kemudian dapat dijabarkan sebagai berikut :
(1) Memiliki atraksi atau objek menarik Dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata (RIP) Kotamadya Dati II Semarang, objek wisata budaya dapat diartikan luas, di antaranya kesenian dan adat-istiadat dalam masyarakat yang dapat berwujud benda hasil karya maupun tingkah laku. Selain itu dapat berupa kebudayaan yang masih hidup atau peninggalan bersejarah. Kawasan Johar dapat dikategorikan menjadi Daerah Tujuan Wisata tergantung atas kebudayaan (Pendit, 2002), yakni kategori yang memiliki salah satu atau lebih objek wisata sebagai berikut : (1) kota-kota bersejarah (mempunyai bangunan-bangunan bergaya arsitektur unik, monumen, balairung, teater, dan sebagainya), (2) pusat pendidikan, (3) tempat yang mempunyai acara-acara khusus bersifat kebudayaan setempat, (4) pusat beribadah (masjid, gereja, pura, kuil, dan sebagainya). Mempelajari kategori di atas, maka kawasan Johar memiliki potensinya sebagai daerah tujuan wisata budaya, karena kota Semarang sendiri memiliki banyak atraksi budaya yang menarik dan cukup beragam seperti yang terlihat pada tabel II.1. Selain itu kawasan Johar sebagai bagian dari kota Semarang memiliki bangunan bersejarah Pasar Johar yang berarsitektur unik dan juga memiliki Masjid Kauman sebagai pusat ibadah sekaligus sebagai bangunan bersejarah dengan detail arsitektur yang menawan.
II - 28
(2) Mudah dicapai dengan alat-alat kendaraan Menilik dari letaknya yang berada di pusat kota, dan dilalui oleh beberapa moda kendaraan, maka faktor kemudahan aksesibilitas pun telah dipenuhi oleh kawasan Johar.
(3) Menyediakan tempat untuk tinggal sementara Pada segi akomodasi atau penyediaan tempat untuk tinggal sementara, kawasan Johar ini berada dekat dengan dua buah hotel yang cukup baik untuk dijadikan tempat tinggal sementara, yakni Hotel Dibya Puri dan Metro Hotel. Namun pada strategi pengembangan kawasan ke depannya, kawasan ini justru berpotensi untuk ditambahkan fungsi hunian sebagai pendukung aktivitas kawasan.
c) Kawasan Johar Sebagai Kawasan Wisata Budaya Dari berbagai kajian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Kawasan Johar berpotensi besar untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata budaya. Alasanalasan yang mendukung tesis tersebut adalah sebagai berikut :
(1) Kawasan Johar sudah memiliki kebutuhan utamanya dalam menjadi daerah tujuan wisata. Kawasan Johar telah memiliki tiga kebutuhan utama untuk menjadi tujuan wisata, yakni (1) memiliki atraksi atau objek menarik, (2) mudah dicapai dengan alat-alat kendaraan, serta (3) menyediakan tempat untuk tinggal sementara.
(2) Kawasan Johar terletak di pusat kota. Koswara (2005) menekankan bahwa perkotaan berpotensi besar menjadi sumber
pasar
wisatawan.
Selain
jumlah
dan
kecenderungan
pertumbuhannya, penduduk kota sendiri juga memiliki karakteristik yang berpotensi sebagai sumber pasar. Tingkat pendidikan yang relatif lebih baik dan jenis pekerjaan yang menuntut untuk banyak melakukan perjalanan menjadikan penduduk kota sering bepergian untuk berbagai maksud.
II - 29
Tingkatan pendapatan dan tekanan pekerjaan juga menyebabkan munculnya kebutuhan untuk melepaskan ketegangan dan kepenatan setelah bekerja keras pada hari kerja. Kemudian penduduk perkotaan juga lebih terbuka dalam menerima kemajuan teknologi informasi, termasuk informasi pariwisata. Potensi-potensi demikianlah yang menjadikan kawasan Johar , yang terletak di pusat kota Semarang, yakni kota yang masih kental mengandung unsur-unsur budaya Jawa Tengah yang kuat, memiliki potensi yang kuat untuk dikembangkan menjadi kawasan wisata budaya.
(3) Kawasan Johar merupakan salah satu zona pengembangan kawasan wisata historis Semarang. Dalam Studi Teknis Perencanaan Kota Lama Semarang yang dikerjakan oleh Sekretariat Kodya Dati II Bagian Perkotaan Semarang (1999), terdapat enam Zona Wisata Kota Tua Semarang yang berpotensi untuk dikembangkan, yakni (1) Kawasan Kauman dan Johar, (2) Kota Lama Semarang, (3) Kampung Melayu, (4) Kampung Pecinan, (5) Kampung Kulitan, dan (6) Kawasan Pelabuhan. Namun pada saat ini, kawasan historis yang sudah dikembangkan di Semarang barulah Kawasan Kota Lama saja. Kawasan Kota Lama yang telah dikembangkan jejalur wisatanya ini terletak persis di timur laut kawasan Johar, sehingga pada nantinya jejalur wisata Kawasan Johar berpotensi untuk dikaitkan dengan jejalur wisata Kota Lama Semarang.
(4) Kawasan Johar memiliki aset cagar budaya berskala internasional (Wijayanti, 2005). Pasar Johar dan Masjid Kauman yang terletak dalam kawasan ini merupakan aset berharga bagi Kota Semarang, karena telah mendapat pengakuan internasional sebagai cagar budaya yang memiliki nilai estetika, kesejarahan, keilmuan, dan sosial.
(5) Pasar Johar sebagai pasar tradisional merupakan aset wisata budaya. Faktor adanya keanekaragaman jumlah dan jenis komoditi barang
II - 30
dagangan yang terdapat pada Pasar Johar, kontak personal pada proses tawar menawar yang terjadi di pasar tradisional yang tidak dimiliki pasar modern, adanya kemungkinan “berhutang” yang hanya dapat terjadi pada pasar tradisional, secara tidak langsung turut mewarnai kekayaan budaya Indonesia yang akan menarik wisatawan asing.
Dari analisa tersebut, maka disimpulkan bahwa Kawasan Johar sudah memiliki potensinya sebagai kawasan wisata budaya, dan memerlukan strategi lebih lanjut agar potensi tersebut dapat dikembangkan menjadi sebuah masterplan kawasan wisata.
II.3
PERANCANGAN “PLACE” UNTUK KAWASAN WISATA
II.3.1 Pengertian “Place”
“Whatever space and time mean, place and occasion mean more.” (Aldo van Eyck dalam Zahnd, 1999)
Christian Norberg-Schulz dalam Zahnd (1999) mendefinisikan place sebagai space yang memiliki suatu ciri khas tersendiri. Kemudian Trancik dalam Zahnd (1999) merumuskan bahwa sebuah ‘ruang’ (space) akan muncul apabila terdapat pembatas dalam sebuah void, dan selanjutnya sebuah space akan menjadi sebuah place apabila memiliki makna atau citra dari lokalitas setempat. Dapat dikatakan bahwa sebuah space akan bertranformasi menjadi sebuah place jika memiliki ciri khas dan suasana tertentu yang berarti bagi lingkungannya. Suasana tersebut dapat berupa benda yang konkret, seperti bahan, rupa, tekstur, dan warna, maupun benda yang abstrak, seperti asosiasi kultural dan regional yang dilakukan manusia di tempatnya.
Relph dalam Carmona (2003) berpendapat, bahwa bagaimanapun tidak terstruktur dan tidak terdefinisikannya sebuah tempat, namun di saat manusia dapat merasakan dan menyadari “space” (ruang) yang mengelilinginya tersebut, maka itulah yang pada umumnya dikatakan sebagai konsep “place”. “Place” adalah
II - 31
suatu ruang yang terbangun dari pengalaman-pengalaman yang dirasakan langsung pada saat itu (lived-experience). Dengan demikian, untuk mengubah suatu “space” menjadi “place”, maka dibutuhkan penambahan “space” dengan suatu arti (meaning).
Kemudian salah satu unsur penting yang harus terdapat pada elemen-elemen rancang kota adalah sense of place. “Sense of place” (Jackson dalam Carmona, 2003) seringkali dikaitkan dalam sebuah istilah konsep Latin yang disebut “genius loci”, yang menyarankan manusia untuk menjalani pengalaman ruang melalui indra fisik maupun sensorik dari sebuah tempat, dan merasakan suatu ikatan terhadap jiwa tempat (spirit of place).
Gambar II.11. Sebuah space yang tidak terancang dengan baik dan tidak memiliki manajemen aktivitas pada akhirnya akan gagal menjadi sebuah ruang publik yang baik. Sumber : www.pps.org
Gambar II.12. Sebuah place akan mampu mengundang banyak orang untuk datang dan beraktivitas di dalamnya, hingga timbul suatu pengalaman ruang yang ‘hidup’ dan menyenangkan. Sumber : Design Trust for Public Space (2005), Torbay Council (2004).
II - 32
Beberapa pendapat mengatakan bahwa salah satu indikator kesuksesan sebuah perancangan ruang publik yang berhasil menjadi sebuah ‘place’ adalah apabila ruang publik tersebut dapat mengundang banyak orang untuk datang, namun hal ini terkadang masih sulit untuk menjadi indikator utama, sebab dengan demikian maka ruang publik tersebut harus dibangun terlebih dahulu untuk kemudian dilihat hasilnya (Carmona, 2003). Untuk itu dibutuhkan sebuah pedoman untuk penciptaan place yang sudah teruji sebelumnya.
Diagram II.1. John Punter (1991) dan John Montgomery (1998) mengilustrasikan bahwa tindakan rancang kota dapat berperan dalam peningkatan potensi sense of place pada suatu tempat. Sumber : digambar ulang menurut Carmona, 2003.
Punter dan Montgomery dalam Carmona (2003) mengilustrasikan bahwa tindakan rancang kota dapat berkontribusi dalam meningkatkan potensi sense of place pada kawasan perancangan, dengan menambahkan unsur aktivitas, bentuk, identitas,
II - 33
dan aspek fisik. Sedangkan Project for Public Spaces (2003) menekankan empat aspek utama yang dibutuhkan dalam perancangan place, yakni : (1) sosiabilitas, (2) fungsi dan aktivitas, (3) akses dan tautan, dan (4) kenyamanan dan imej. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram II.1 dan diagram II.2.
Diagram II.2. Project for Public Spaces (2003) menekankan empat aspek utama yang dibutuhkan dalam perancangan place, yakni : (1) sosiabilitas, (2) fungsi dan aktivitas, (3) akses dan tautan, dan (4) kenyamanan dan imej. Sumber : digambar ulang menurut Project for Public Spaces, 2003.
Dengan mempelajari diagram II.1 dan II.2, maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa dengan adanya penyuntikan aktivitas dan fasilitas-fasilitas umum pada sebuah ruang publik, serta pemberian identitas terhadap sebuah tempat, dengan sekaligus mempertimbangkan keamanan dan kenyamanan untuk para pejalan kaki, maka space tersebut akan berhasil menjadi sebuah place dan dengan sendirinya akan mengundang banyak orang untuk datang ke tempat tersebut.
II - 34
II.3.2 “Place” pada Kawasan Wisata
“Every place is potentially a brand. In every way as much as Disneyland and Las Vegas, cities like Paris, Edinburgh and New York area their own brands, because of a consistent, clear image has emerged of what each place looks, feels like, and the story or history it conveys.” (Sircus dalam Carmona, 2003)
Jansen-Verbeke dalam Page (1995) menuturkan bahwa dalam penciptaan sebuah kawasan wisata, maka diperlukan elemen-elemen pariwisata, yakni seperti yang diperlihatkan pada tabel II.3.
Tabel II.3. Elemen Pariwisata ELEMEN PRIMER Activity Place Fasilitas Budaya : - Concert Hall - Bioskop - Exhibition Center - Museum dan Galeri Seni - Teater Fasilitas Olahraga : - Indoor dan Outdoor
Leisure Setting Karakteristik Fisik : - Monumen dan patung kuno - Pelabuhan - Pola jalan bersejarah - Bangunan unik - Area taman dan ruang terbuka hijau - Air, kanal, dan tepi sungai
ELEMEN SEKUNDER - Hotel dan fasilitas katering - Pasar - Fasilitas berbelanja
ELEMEN PENUNJANG - Aksesibilitas dan fasilitas parkir - Fasilitas wisatawan : kantor informasi dan sign system.
Aspek Sosio-Kultural : - Cerita daerah - Keramahtamahan - Bahasa - Liveliness dan suasana place Sumber : Jansen-Verbeke dalam Page, 1995 Fasilitas Hiburan : - Festival - Night club - Event-event yang diorganisir
Dengan demikian, maka elemen pariwisata yang perlu diperbaiki dan ditambahkan pada Kawasan Johar sebagai upaya pengembangan kawasan wisata akan mencakup : (1)
Fasilitas Hunian, contoh : hotel, youth hostel, apartemen.
II - 35
(2)
Fasilitas Budaya, contoh : concert hall, bioskop, exhibition center, museum, galeri seni, teater, aspek sosio-kultural.
(3)
Fasilitas Hiburan, contoh : fasilitas olahraga indoor/outdoor, acara festival, night club.
(4)
Fasilitas berbelanja, contoh : pasar, retail, kios temporer.
(5)
Fasilitas infrastruktur, contoh : perbaikan struktur jalan, aksesibilitas dan sirkulasi, parkir.
(6)
Fasilitas penunjang kawasan wisata, contoh : restoran, kafe, WC umum, tourist information center, tata informasi dan sign system.
II.3.3 “Place” pada Kawasan Wisata Budaya Arahan pengembangan Kawasan Johar menjadi Kawasan Wisata Budaya akan membutuhkan fungsi-fungsi penunjang sebagai katalisator aktivitas kawasan. Burtenshaw dalam Page (1995) membagi kebutuhan fungsional pada suatu kawasan wisata budaya seperti yang ditunjukkan pada gambar II.13.
Gambar II.13. Kebutuhan Fungsional dalam Kawasan Wisata. Sumber : digambar ulang menurut Burtenshaw dalam Page, 1995.
II - 36
Berdasarkan kebutuhan Kawasan Johar yang merupakan bagian kota bersejarah, kawasan budaya, serta kawasan belanja, maka Kawasan Johar membutuhkan sumber daya primer sebagai berikut : monumen bersejarah, museum, galeri, teater, concert hall,kafe dan restoran, dan pertokoan. Kebutuhan fungsional yang dianalisa dari keadaan eksisting Kawasan Johar dapat dilihat pada tabel II.4.
Tabel II.4. Kebutuhan Fungsional pada Kawasan Wisata Johar KEBUTUHAN FUNGSIONAL
FUNGSI PRIMER Monumen bersejarah
FUNGSI PENUNJANG -
• Kebutuhan penduduk kota • Wisata
Museum, galeri
-
• Kebutuhan penduduk kota • Wisata • Tempat bertemu/ bersosialisasi
Teater, concert hall
-
-
Nightclub & redlight area
• Kebutuhan penduduk kota • Wisata • Tempat bertemu/ bersosialisasi • Pekerjaan
• Wisata • Tempat bertemu/ bersosialisasi • Pekerjaan • Kebutuhan penduduk kota • Wisata • Tempat bertemu/ bersosialisasi • Pekerjaan
Cafe & restoran
-
• Kebutuhan penduduk kota • Wisata • Tempat bertemu/ bersosialisasi
Pertokoan
-
II - 37
KEADAAN EKSISTING Sudah ada, yakni Pasar Johar dan Masjid Kauman.
Tidak tersedia. Akan ditambahkan fungsi museum yang berisi mengenai kesejarahan kawasan ini, dan galeri seni yang berfokus terhadap budaya Jawa Tengah. Tidak tersedia. Akan ditambahkan fungsi bioskop dan area layar lebar dengan konsep ‘layar tancap’ yang dapat dinikmati secara bersamasama di ruang terbuka. Terdapat beberapa hotel kelas melati. Fungsi ini boleh ditambah maupun dikurangi karena hanya merupakan fasilitas penunjang. Sudah tersedia area jajanan PKL dan beberapa warung makan dengan kelas menengah-bawah, maka perlu ditambahkan tempat makan untuk kelas menengah-atas. Banyak tersedia, namun pembagian zona barang dagangan masih perlu ditata ulang.
• Pekerjaan • Kebutuhan penduduk kota • Pekerjaan
Perkantoran
-
Tidak tersedia. Perlu ditambahkan area perkantoran/jasa dengan fokus terhadap jasa kreatif dan semacamnya.
Sumber : hasil analisa, 2007
II.3.4 Pendekatan “Placemaking” sebagai Daya Tarik Wisata
Gambar II.14. Strategi placemaking yang sukses akan menarik banyak orang ke dalam kawasan pengembangan. Sumber : www.gettyimages.com, www.cabe.org
“Placemaking” adalah proses mengubah ruang (space) menjadi place 6 sehingga akan menarik sejumlah besar manusia karena bersifat menyenangkan, menarik, dan menawarkan kesempatan untuk bertemu dan melihat manusia lainnya. Placemaking terkenal dengan karakternya yang berfokus terhadap aktivitas, manajemen, komunitas, dan sosialibilitas, sebagaimana terlihat dari rancangan arsitektural atau lansekap pada kawasan tersebut (Wikipedia, 2007).
Hasil akhir dari strategi placemaking ini adalah terciptanya pengembangan ruang publik yang berkualitas baik dan bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungannya (Tiesdell, 1996), seperti plaza, taman, jalan, serta kawasan tepi air. Strategi placemaking adalah prinsip mendasar yang dibutuhkan dalam setiap perancangan ruang publik.
6
Sebuah place adalah sebuah space yang memiliki suatu ciri khas tersendiri. (Norberg-Schulz dalam Zahnd, 1999). Secara lebih spesifik, Trancik dalam Zahnd (1999) merumuskan bahwa “sebuah space akan ada kalau dibatasi sebagai sebuah void, dan sebuah space akan menjadi sebuah place jika memiliki makna dari lingkungan yang berasal dari budaya lokal setempat”.
II - 38
II.3.5 Penerapan “Placemaking” pada Kawasan Johar Tanpa adanya strategi placemaking yang baik, banyak ruang publik yang gagal dalam menjadi sebuah ruang ‘publik’, dalam artian gagal menjadi sebuah ruang yang bersifat menyenangkan dan rekreatif serta dapat dimanfaatkan sejumlah besar manusia.
Dengan dasar teori bahwa penciptaan place memerlukan penguatan identitas tempat sebagai ruang publik, yang akan menjadi fitur atau atribut kawasan Johar yang akan dicari wisatawan untuk dikunjungi, maka dibutuhkan strategi placemaking, yakni penguatan identitas tempat sebagai ruang publik.
Salah satu strategi penguatan identitas sebuah tempat adalah dengan pengembangan dan perbaikan sejumlah aspek kawasan (Garnham, 1985), yakni dengan mengembangkan dan memperbaiki aspek-aspek berikut: (1) Permeabilitas kawasan, yakni kemudahan memandang dan bersirkulasi ke arah dalam maupun keluar kawasan, (2) Orientasi visual, (3) Sense of place, (4) Titik masuk (entry point) dan gerbang masuk kawasan, (5) Pedestrian life, (6) Daerah preservasi, (7) Lokasi bangunan maupun struktur yang dianggap penting untuk imej kota, (8) Hubungan kawasan dengan lingkungan luarnya.
Mempelajari aspek-aspek utama dalam penciptaan place menurut Punter dan Montgomery dalam Carmona (2003), Project for Public Spaces (2003), dan Garnham (1985), maka dapat disimpulkan bahwa indikator sebuah ruang publik berpotensi menjadi sebuah place adalah seperti yang diperlihatkan pada tabel II.5.
Tabel II.5. Indikator Place No.
Aspek yang Dibutuhkan
1. Aktivitas 2. Aksesibilitas
3. Kenyamanan
Indikator Place Terdapat berbagai pilihan dan variasi aktivitas yang dapat dilakukan oleh pengunjung. Mudah diakses dan terkoneksi dengan lingkungan sekitarnya. Kawasan terbuka secara visual, tidak menggunakan pagar masif. Ruang terbuka dalam kawasan saling terintegrasi satu sama lain, sehingga muncul kontinuitas yang baik. Jalur pedestrian ternaungi oleh vegetasi maupun naungan buatan
II - 39
No.
Aspek yang Dibutuhkan
Indikator Place
(pergola dan sebagainya) untuk sebagai peneduh dan penurun suhu lingkungan sekitar kawasan. Trotoar menerus dan tidak terpotong oleh jalur kendaraan maupun los pedagang ilegal. Tersedia fasilitas penerangan yang memadai. Tersedia perabot jalan dan tata informasi yang tertata dan fungsional. Terdapat area TPS yang tertata dan tersembunyi dari area publik. Area parkir tersembunyi dari pandangan publik. Jalur sirkulasi jelas dan tidak membingungkan pengunjung. Ruang terbuka dapat digunakan sebagai sarana untuk bertemu, 4. Sociability berinteraksi, dan bersosialisasi dengan manusia lain. Menggunakan potensi lokal sebagai penguat karakter kawasan. 5. Karakter, imej, dan identitas Adanya peranan tokoh lokal dalam aktivitas kawasan untuk memperkuat citra lokalitas setempat. Adanya aktivitas komersial yang partisipatif, yakni proses timbal balik antara “sang tempat” dan “sang pengunjung”. Ruang publik dan ruang privat terdefinisikan dengan jelas. Ruang terbuka publik dapat berubah fungsi dengan mudah. 6. Adaptability Terdapat berbagai variasi dan pilihan komoditi barang dagangan. 7. Keberagaman Tersedia ruang parkir yang memadai sehingga tidak terbentuk 8. Pelayanan kantong-kantong parkir ilegal. (service) Tersedia fasilitas kendaraan umum dan fasilitas transportasi lainnya, seperti halte, jaringan jalan yang baik, dan sebagainya. Sarana infrastuktur tersedia dengan memadai. Adanya manajemen acara-acara festival, special event, dan street 9. Daya tarik entertainment, untuk menghibur para pengunjung. Adanya landmark, public art, maupun magnet kawasan berupa anchor tenant. Sumber : hasil analisa (2007), Garnham (1985), Urban Design Compendium (2000), Carr (2002), Susiyanti (2003), Carmona et al (2003), Project for Public Spaces (2003), CABE Space (2007).
Dengan menerapkan strategi placemaking tersebut pada ruang publik, diharapkan akan tercipta perancangan ruang publik yang baik, yang selanjutnya akan menghidupkan suatu tempat dengan menarik orang-orang beserta aktivitasnya sekaligus secara bersamaan akan meningkatkan kualitas lingkungan tersebut (Carr, 1992; Gehl dan GemzØe, 1996; Carmona et al, 2003; Project for Public Space, 2005; CABE Space, 2007). Oleh karena itu pendekatan perancangan Kawasan Johar ini akan lebih ditekankan pada pendekatan ruang publik.
II - 40
‘Ruang publik’ sendiri merupakan salah satu aspek ruang terbuka 7 yang berfokus pada skala kota (Zahnd, 1999). Dalam Carr (1992), ruang publik dapat didefinisikan sebagai ruang maupun lahan umum di mana masyarakat dapat melakukan kegiatan fungsional maupun kegiatan sampingan lainnya yang dapat mengikat suatu komunitas, baik itu kegiatan sehari-hari atau berkala.
Carr (1992) membagi tipologi ruang publik menjadi sebelas tipe utama, yang kemudian terbagi lagi berdasarkan bentuk dan ukurannya, yakni seperti yang diperlihatkan pada tabel II.6.
Tabel II.6. Tipologi Ruang Publik No. Tipe Karakteristik 1. Taman Publik (Public parks) - Taman nasional - Dikembangkan untuk umum (Public/central park) - Merupakan zona ruang terbuka yang berperan penting - Ukurannya lebih luas dibanding taman lingkungan kota - Taman pusat kota Lapangan rumput hijau dan pepohonan yang terletak di (Downtown parks) kawasan pusat kota, dapat berbentuk tradisional, tamantaman sejarah atau ruang-ruang terbuka pengembangan baru. - Taman kota Areal hijau kota yang digunakan untnuk kegiatan sosial. (Commons) - Taman lingkungan Ruang terbuka yang dikembangkan di lingkungan (Neighborhood park) perumahan, untuk kegiatan umum, dan merupakan bagian zoning kota atau bagian pengembangan perumahan, termasuk tempat bermain, fasilitas olah raga, dan sebagainya. - Taman kantong Taman kota kecil yang dikelilingi oleh bangunan(Mini/vest-pocket park) bangunan , termasuk air mancur. 2. Lapangan dan Plaza (Squares and plazas) - Lapangan pusat kota Meruipakan bagian dari pengembangan sejarah pusat (Central square) kota, sering digunakan untuk kegiatan formal atau tempat pertemuan jalan-jalan utama kota, sering digunakan pula untuk kegiatan-kegiatan umum. - Plaza pengikat - Plaza yang dikembangkan sebagai bagian dari (Corporate plaza) perkantoran atau bangunan komersial. - Berada di pusat kota - Dibangun dan dikelola oleh pemilik kantor atau pemimpin perusahaan secara mandiri. Ruang publik yang memiliki memori kejadian penting 3. Memorial bagi umat manusia atau masyarakat di lokasi tersebut. 7
Ruang terbuka (open space) dapat dibagi dalam tiga aspek yang fungsional, yakni (1) public space yang berfokus pada kota, (2) semi public space dan semi private space, dan (3) private space yang berfokus pada rumah/ tempat hunian. (Zahnd, 1999)
II - 41
No. Tipe 4. Pasar Kebutuhan Pokok (Farmers’ Markets)
5.
6.
7.
8.
9.
Karakteristik - Ruang terbuka atau ruas jalan digunakan untuk pasar hasil bumi atau pasar loak. - Biasanya bersifat temporer atau hari tertentu dan berlokasi di ruang yang tersedia, jalan, atau lapangan parkir.
Jalan (Streets) - Trotoar jalan (Pedestrian sidewalks) - Mal pedestrian (Pedestrian mall)
Merupakan bagian kota yang dilalui oleh pejalan kaki sepanjang jalan yang berhubungan dengan jalan lain. - Suatu jalan yang ditutup untuk lalu lintas kendaraan. - Biasanya dilengkapi dengan pagar, tanaman, dan biasanya berlokasi di sepanjang jalan utama di pusat kota. - Mal transit (Transit Pengembangan pencapaian transit kendaraan umum pada mall) penggal jalan yang dikembangkan untuk pedestrian. - Jalan dengan lalu Jalan yang digunakan sebagai ruang terbuka, untuk lintas lambat (Traffic menghambat lalu lintas kendaraan, dengan restricted street) mengembangkan pola pedestrian dan tanaman pinggir jalan. - Gang kecil kota - Menghubungkan bagian-bagian kota melalui jalan-jalan (Town trails) kecil di kota yang terintegrasi. - Penggunaan jalan dan ruang terbuka yang direncanakan dan dikemas untuk mengenal lingkungan. Taman Bermain (playgrounds) - Tempat bermain Berlokasi di lingkungan perumahan, dilengkapi dengan (Playground) peralatan tradisional seperti papan luncur, bandulan, dan fasilitas tempat duduk untuk dewasa. Terkadang dilengkapi dengan alat permainan untuk petualangan. - Halaman sekolah Berlokasi di halaman sekolah, yang terkadang dilengkapi (Schoolyard) fasilitas untuk pendidikan lingkungan atau ruang berkomunikasi. Ruang Komunitas (Community Open Spaces) Ruang kosong di lingkungan perumahan yang didesain Taman untuk dan dikembangkan serta dikelola sendiri oleh masyarkat masyarakat setempat, termasuk fasilitas gardu pandang, areal bermain, (Community taman masyarakat yang dikembangkan atau dibangun di garden/park) atas tanah milik pribadi. Jalur Hijau dan Jalur Taman (Greenways and parkways) Jalan penghubung antar Jalan pedestrian atau jalur sepeda yang menghubungkan area rekreasi dan ruang tempat-tempat rekreasi dan alam terbuka. terbuka alami (Interconnected recreational and natural areas) Atrium/indoor marketplace - Atrium - Ruang dalam milik swasta yang dibangun sebagai atrium; berada plaza atau jalan pedestrian yang diperhitungkan sebagai ruang sistem kota. - Pembangunan dan pengelolaannya ditangani sendiri oleh pihak swasta yang memiliki gedung tersebut sebagai ruang komersial. - Marketplace/ Biasanya memanfaatkan bangunan tua yang kemudian downtown shopping direhabilitasi baik ruang luar maupun dalam. Terkadang
II - 42
No.
Tipe
Karakteristik center digunakan untuk festival pasar dan dikelola secara komersial oleh pemiliknya. 10. Ruang di Lingkungan Rumah (Found/neighborhood spaces) Ruang terbuka sehari- Ruang terbuka yang mudah dicapai seperti sudut jalan, hari tangga menuju bangunan dan sebagainya. - Dapat berlokasi di tanah kosong atau tapak bangunan di lignkungan perumahan setempat yang belum mulai dimanfaatkan. 11. Kawasan Tepi Air (Waterfronts) Pelabuhan, pantai, tepi Ruang terbuka sepanjang rute aliran air di dalam kota. sungai, tepi danau, Terdapat jalan umum menuju waterfront area, sebaai dermaga pengembangan taman untuk waterfront. Sumber : Carr (1992), Darmawan (2005)
Dalam penggolongan ruang publik pada tabel di atas, maka kawasan Johar sendiri sudah berperan sebagai menjadi ruang publik karena sesuai dengan tipe ruang publik berupa farmers’ market dan indoor marketplace.
Langkah selanjutnya adalah memberikan identitas yang kuat dan khas, serta meningkatkan sense of place kawasan Johar dengan penerapan strategi placemaking.
Perancangan ruang publik dengan strategi placemaking ini diharapkan akan bermanfaat bagi upaya revitalisasi Kawasan Johar, karena perancangan ruang publik yang direncanakan dengan baik akan mampu meningkatkan kualitas ruang kota sekaligus kualitas masyarakatnya, sebagaimana yang dijabarkan pada tabel II.7.
Tabel II.7. Manfaat Placemaking bagi Kawasan Johar Aspek Ekonomi
Sosial
Manfaat Placemaking bagi Kota
Manfaat Placemaking bagi Kawasan Johar
Dengan adanya perancangan ruang publik dengan strategi placemaking akan mampu menarik lebih banyak orang ke suatu area dan meningkatkan daya jual kawasan. - Akses ke ruang publik yang berkualitas dan terawat dengan baik akan membantu meningkatkan kesehatan fisik dan mental dengan mendorong kita untuk berjalan lebih banyak, untuk bermain olahraga, atau hanya untuk menikmati lingkungan hijau dan alami.
Mengundang masyarakat dan wisatawan untuk datang ke kawasan Johar untuk berwisata sekaligus berbelanja sehingga meningkatkan daya jual kawasan. Mendorong pengunjung untuk berjalan kaki menikmati suasana kawasan Johar sehingga membantu meningkatkan kesehatan fisik dan mental Selain itu perancangan ruang publik pada kawasan ini akan mampu menurunkan tingkat kriminalitas dan ketakutan akan
II - 43
Aspek
Lingkungan
Manfaat Placemaking bagi Kota - Ruang publik yang berkualitas, termasuk di dalamnya lapangan sekolah, memberikan kesempatan untuk anak-anak dalam bermain, latihan, dan belajar dengan lingkungan alaminya, yang bermanfaat positif bagi perkembangan mental dan fisiknya. - Menurunkan tingkat kriminalitas dan ketakutan akan terjadinya kriminalitas karena kriteria perancangan ruang publik yang visible, memiliki sumber penerangan yang baik, serta.adanya aktivitas kawasan selama 24 jam. - Ruang publik yang baik akan menyediakan tempat bertemu dan bersosialisasi sehingga akan mengundang komunitas untuk beraktivitas. Hal ini pun turut memberi identitas yang unik bagi kawasan dan menciptakan sense of place bagi komunitas lokal. - Menciptakan lingkungan yang lebih aman dan menjamin keselamatan, karena konsep ruang publik yang mengutamakan pejalan kaki dan pengguna sepeda, serta karena mengurangi penggunaan dan kecepatan kendaraan. - Penanaman vegetasi dan paving untuk kenyamanan pejalan kaki akan menciptakan pembayangan, menurunkan suhu udara, dan menambah daerah resapan air sehingga sesuai dengan konsep lingkungan yang berkelanjutan.
Manfaat Placemaking bagi Kawasan Johar terjadinya kriminalitas karena kriteria perancangan ruang publik yang visible, memiliki sumber penerangan yang baik dan.adanya aktivitas kawasan selama 24 jam, serta memberi identitas yang unik bagi kawasan dan menciptakan sense of place bagi komunitas lokal.
Kawasan Johar akan lebih aman dan menjamin keselamatan, karena konsep ruang publik yang mengutamakan pejalan kaki dan pengguna sepeda, serta karena mengurangi penggunaan dan kecepatan kendaraan. Selain itu tingkat kenyamanan pun meningkat karena adanya penambahan penanaman vegetasi.
Sumber : Carr et al (1992), CABE Space (2007), Project for Public Space (2007).
Menurut Susiyanti (2003), pusat perdagangan diharapkan dapat menawarkan dan menjamin lingkungan belanja yang memperhatikan kenyamanan, keamanan, keselamatan, dan kesenangan atau daya tarik. Dengan dipenuhinya aspek-aspek tersebut diharapkan pengunjung akan banyak datang ke pusat perdagangan. Oleh karena itu, hal ini akan menjadi dasar penyusunan kriteria perancangan kawasan secara umum. Dengan menggabungkan indikator ruang publik yang ideal yang diletakkan pada kawasan yang berfungsi sebagai pusat perdagangan, maka dapat dirumuskan kriteria perancangan kawasan perdagangan sebagai ruang publik seperti yang diperlihatkan pada tabel II.8.
II - 44
Tabel II.8. Kriteria Perancangan Kawasan Perdagangan sebagai Ruang Publik ASPEK Kenyamanan
VARIABEL Jalur Pejalan Kaki
Ruang terbuka dan vegetasi
Sirkulasi dan Parkir
Kebersihan
Tata Bangunan Keamanan
Jalur Pejalan Kaki Penerangan Aktivitas Sirkulasi dan Parkir
Keselamatan
Jalur Pejalan Kaki Struktur Bangunan
INDIKATOR Ternaungi oleh vegetasi maupun naungan buatan (pergola dan sebagainya) untuk perlindungan terhadap cuaca. Trotoar menerus dan tidak terpotong oleh jalur kendaraan maupun los pedagang ilegal.
PENILAIAN KAWASAN JOHAR (EKSISTING) 1
1
Tersedia ruang terbuka yang bersifat publik sebagai sarana pendukung aktivitas atraksi kawasan.
1
Ruang terbuka saling terintegrasi satu sama lain. Tersedia vegetasi yang memadai sebagai peneduh dan penurun suhu lingkungan sekitar kawasan. Jalur sirkulasi jelas dan tidak membingungkan pengunjung. Tersedia tata informasi yang jelas. Tersedia ruang parkir yang memadai sehingga tidak terbentuk kantong-kantong parkir ilegal. Tersedia fasilitas kendaraan umum dan fasilitas transportasi lainnya, seperti halte, jaringan jalan yang baik, dan sebagainya Tersedia tempat sampah dalam jarak-jarak tertentu yang dapat terjangkau dengan mudah.
1
Adanya manajemen maintenance kebersihan kawasan yang berkesinambungan. Adanya keteraturan bangunan dan kepadatan bangunan yang memadai. Pandangan kepada jalur-jalur sirkulasi maupun ruang publik tidak terhalangi. Tersedia penerangan yang cukup dan penampakan (visibility) yang baik. Aktivitas kawasan menciptakan pola kehidupan 24 jam. Kantong-kantong parkir dapat terlihat dengan jelas dan tidak terhalang dari pengawasan security setempat. Crossing antara jalur pejalan dan jalur kendaraan diberikan traffic calming demi keamanan pejalan kaki.
1
Setiap bangunan harus dapat mendukung beban yang timbul akibat perilaku alam dan manusia, menjamin keselamatan manusia dari kemungkinan kecelakaan maupun luka akibat kegagalan struktur bangunan, serta menjamin
II - 45
1
1 1 2 2
2
2 1 1 0 1
1
1
ASPEK
VARIABEL
INDIKATOR
PENILAIAN KAWASAN JOHAR (EKSISTING)
kepentingan manusia dari kehilangan atau kerusakan benda yang disebabkan oleh perilaku struktur. Bahaya kebakaran
Kesenangan (daya tarik)
Gerbang masuk kawasan Anchor tenant Atraksi wisata
Public art Jalur Pejalan Kaki
Setiap bangunan memiliki tata informasi yang memadai dalam penanggulangan bahaya kebakaran. Setiap bangunan dengan luasan yang cukup besar memiliki tangga-tangga kebakaran yang cukup banyak dengan lokasi yang tersebar, dinding tahan api 2 jam, adanya ruang antara yang disebut ‘fire zone’. Gerbang masuk kawasan (entrance) dirancang sebagai salah satu landmark kawasan. Tersedia magnet kawasan berupa department store, restoran, bioskop, dan sebagainya. Adanya manajemen event yang dilakukan secara berkesinambungan. Tersedia sarana pendukung bagi atraksi wisata yang dilakukan di dalam kawasan, seperti kedai informasi wisatawan dan sebagainya. Tersedia public art pada ruang publik utama sebagai salah satu landmark kawasan. Area lantai dasar dirancang bersifat transparan agar tercipta ruang aktif sekaligus menarik pengunjung, baik konsumen maupun windowshopper.
0
0
1 0 0 0
0 1
Keterangan Penilaian : 3 = Sudah terpenuhi dengan kualitas yang baik 2 = Sudah terpenuhi, namun kualitasnya perlu ditingkatkan lagi 1 = Sudah ada tapi kualitasnya kurang baik 0 = Tidak ada Sumber : hasil analisa (2007), Urban Design Compendium (2000), Bohl (2002), Carr (2002), Susiyanti (2003), Carmona et al (2003), Project for Public Spaces (2007), CABE Space (2007).
Keseluruhan penilaian yang sebagian besar memperlihatkan angka 0 hingga 1 menunjukkan bahwa kualitas sarana dan prasarana fisik Kawasan Johar sudah menurun atau bahkan tidak tersedia, sehingga dibutuhkan peningkatan dan penambahan fasilitas sarana dan prasarana pada kawasan ini sebagai suatu strategi dalam menata kembali kawasan Johar sebagai kawasan wisata. Dengan merujuk beberapa studi tentang placemaking, maka setelah didapatkan indikator ruang publik yang ideal, yang selanjutnya akan merumuskan gagasan strategi perancangan ruang publik pada Kawasan Johar sebagaimana ditunjukkan pada tabel II.9.
II - 46
Tabel II.9. Gagasan Strategi Placemaking Untuk Kawasan Johar Aspek yang Dibutuhkan
Gagasan untuk Kawasan Johar Indikator
Kondisi Kawasan Johar Desain
Non-Desain
Aktivitas
Terdapat berbagai pilihan dan variasi aktivitas yang dapat dilakukan oleh pengunjung.
Tidak ada variasi pilihan aktivitas.
Menambah fungsi galeri seni, workshop seni/budaya, dan sebagainya.
Aksesibilitas
Mudah diakses dan terkoneksi dengan lingkungan sekitarnya. Kawasan terbuka secara visual, tidak menggunakan pagar masif. Ruang terbuka dalam kawasan saling terintegrasi satu sama lain, sehingga muncul kontinuitas yang baik. Jalur pedestrian ternaungi oleh vegetasi maupun naungan buatan (pergola dan sebagainya) untuk sebagai peneduh dan penurun suhu lingkungan sekitar kawasan. Trotoar menerus dan tidak terpotong oleh jalur kendaraan maupun los pedagang ilegal. Tersedia fasilitas penerangan yang memadai.
Sudah terpenuhi.
Perlu peningkatan kualitas.
Menambahkan variasi pilihan aktivitas, seperti workshop seni membatik, pembuatan wayang, pasar seni, dan sebagainya. -
Sudah terpenuhi.
Perlu peningkatan kualitas.
-
Ruang terbuka saling berdiri sendiri dan tidak ada kontinuitas.
- Menata ruang terbuka yang dirancang agar saling terintegrasi. - Memberi tema untuk masing-masing ruang terbuka Perlu penambahan penanaman vegetasi dengan tema berbeda pada tiap spot ruang terbuka.
-
Kenyamanan
Tersedia perabot jalan dan tata informasi yang tertata dan fungsional.
Vegetasi kurang sehingga kawasan terasa panas.
Trotoar terputus dan terpotong oleh jalur kendaraan maupun los pedagang ilegal. Pencahayaan kurang sehingga pasar tutup pada sore hari (jam17:00-18:00). Perabot jalan tidak tertata dan kurang fungsional.
-
Perlu peningkatan kualitas.
-
Perlu peningkatan kualitas.
-
Perlu penataan perabot jalan yang sesuai dengan skala manusia dan fungsional.
-
II - 47
Aspek yang Dibutuhkan
Gagasan untuk Kawasan Johar Indikator
Desain Terdapat area TPS yang tertata dan tersembunyi dari area publik. Area parkir tersembunyi dari pandangan publik.
Sociability
Karakter, imej, dan identitas
Kondisi Kawasan Johar
Jalur sirkulasi jelas dan tidak membingungkan pengunjung. Ruang terbuka dapat digunakan sebagai sarana untuk bertemu, berinteraksi, dan bersosialisasi dengan manusia lain.
Menggunakan potensi lokal sebagai penguat karakter kawasan. Adanya peranan tokoh lokal dalam aktivitas kawasan untuk memperkuat citra lokalitas setempat. Adanya aktivitas komersial yang partisipatif, yakni proses timbal balik antara “sang tempat” dan “sang pengunjung”.
Persampahan kurang tertata.
Menentukan area TPS yang tidak akan mengganggu aktivitas perdagangan.
Area parkir menggunakan badan jalan dan menghalangi jalur pejalan kaki. Jalur sirkulasi membingungkan dan tidak jelas. - Sudah adanya Masjid Kauman sebagai bangunan di mana masyarakat dapat bertemu, berinteraksi, dan bersosialisasi dengan manusia lain. - Belum ada ruang terbuka dengan imej ruang publik yang kuat. Potensi lokal kurang tergali dengan baik.
Perlu adanya penambahan kantong parkir dan parkir basement.
Non-Desain
Perlu peningkatan kualitas. Merancang area ruang terbuka dengan penambahan aktivitas tertentu, seperti pusat jajanan, sarana olahraga dan rekreasi, dan sebagainya, yang dapat digunakan sebagai area bertemu dan bersosialisasi.
-
-
Sewaktu-waktu mengadakan festival seni dan budaya khas Semarang pada kawasan ini. Mengundang tokoh-tokoh seniman Semarang (pewayang, pemain ketoprak, dan sebagainya) untuk meramaikan aktivitas kawasan. -
Tokoh lokal kurang dilibatkan pada aktivitas kawasan.
-
Sudah terpenuhi dengan adanya interaksi dan komunikasi antar penjual dan pembeli.
-
II - 48
Aspek yang Dibutuhkan
Gagasan untuk Kawasan Johar Indikator Ruang publik dan ruang privat terdefinisikan dengan jelas.
Adaptability
Ruang terbuka publik dapat berubah fungsi dengan mudah.
Keberagaman
Terdapat berbagai variasi dan pilihan komoditi barang dagangan. Tersedia ruang parkir yang memadai sehingga tidak terbentuk kantong-kantong parkir ilegal. Tersedia fasilitas kendaraan umum dan fasilitas transportasi lainnya, seperti halte, jaringan jalan yang baik, dan sebagainya. Sarana infrastuktur tersedia dengan memadai.
Pelayanan (service)
Kondisi Kawasan Johar Desain
Non-Desain
- Perlu adanya penataan dan pengelolaan los-los pasar. -Perlu penambahan area parkir yang aman serta nyaman.
-
-
Sudah terpenuhi.
Perlu penambahan ruang terbuka untuk publik yang sehari-harinya dapat digunakan untuk area berdagang atau area pujasera, namun sewaktu-waktu ruang terbuka tersebut dapat digunakan untuk festival seni dan budaya. -
Area parkir kurang memadai dan tidak mencukupi kebutuhan ruang parkir pada kawasan.
Menambah area parkir berupa kantong parkir dan parkir basement dengan aksesibilitas yang baik.
-
Tidka terdapat halte khusus untuk angkota sehingga angkot bebas menaik-turunkan penumpang di mana pun.
Memberikan area halte angkot dan parkir bis untuk sarana fasilitas pariwisata.
-
Jalur publik sering digunakan untuk kepentingan privat, seperti penggunaan ruang publik untuk ruang parkir dan los pasar. Kurang ruang terbuka untuk publik.
Air rob terkadang masuk ke dalam pasar, namun tidak mempengaruhi aktivitas perdagangan.
-
II - 49
-
Perlu penanganan infrastruktur yang baik.
Aspek yang Dibutuhkan Daya tarik
Gagasan untuk Kawasan Johar Indikator
Kondisi Kawasan Johar
Adanya manajemen acara-acara festival, special event, dan street entertainment, untuk menghibur para pengunjung.
Tidak terpenuhi.
Adanya landmark, public art, maupun magnet kawasan berupa anchor tenant.
Ada penanda gerbang masuk kawasan Kauman namun tidak terlihat jelas karena tertutup signage ruko-ruko di sekitarnya.
Desain
Non-Desain
-
Perlu adanya manajemen acara-acara festival, special event, dan street entertainment, untuk menghibur para pengunjung yang khusus ditujukan untuk kawasan ini.
Perlu ditingkatkan lagi kualitasnya.
Sumber : hasil analisa (2007)
II - 50
-
II.4
Studi Banding Pengembangan Kawasan Wisata Budaya
II.4.1 Prinsip Pengembangan Kawasan Wisata Budaya The National Trust for Historic Preservation (2005) mengusulkan lima prinsip utama yang harus dilakukan untuk mendorong kesuksesan pengembangan kawasan wisata budaya. Lima prinsip utama pengembangan kawasan wisata budaya tersebut adalah :
(1) Perlu adanya kerjasama antara banyak pihak Menjalin kerjasama antar instansi dan masyarakat lokal amat penting untuk membantu meningkatkan dukungan lokal, serta karena pariwisata membutuhkan sumber daya yang tidak satu pun badan tunggal yang mampu menyediakan. Partisipasi aktif dengan banyak pihak akan mendukung kesuksesan pengembangan kawasan budaya, seperti kerjasama dengan political leaders, business leaders, biro wisata, seniman dan pengrajin, hotel/motel, dan sebagainya. (2) Memberikan ciri khas tertentu dari lokalitas setempat untuk dikembangkan lebih lanjut sebagai daya tarik yang sarat akan unsur sejarah dan budaya setempat Program revitalisasi harus bersifat realistis dan berbasis lokalitas setempat, sebaiknya dapat memberikan apa yang dibutuhkan oleh lingkungan setempat serta memanfaatkan potensi budaya lokal sehingga sesuai dan dengan sendirinya akan dapat diterima oleh masyarakat lokal. (3) Menghidupkan kawasan perancangan dengan menyuntikkan aktivitasaktivitas yang menarik Pengunjung lebih mencari cerita dan sejarah yang menarik, tidak hanya nama dan tanggal. Semakin banyak indra aktif yang mereka gunakan di suatu tempat, semakin kuat ikatan mereka dengan tempat tersebut, hal ini akan menyebabkan sebuah tempat akan menjadi lebih berkesan mendalam. (4) Fokus terhadap kualitas ruang dan keunikan tempat Keunikan dan keaslian dari suatu sejarah akan menciptakan nilai dan daya tarik. Kisah lokal dari sebuah kawasan bersejarah adalah kisah berharga yang patut diceritakan. Kisah otentik dari kontribusi generasi masa lalu yang membentuk
II - 51
sejarah dan budaya di tempat tersebut akan menarik pengunjung, karena hal tersebutlah yang membedakan tempat bersejarah tersebut dengan tempat lainnya di dunia. (5) Preservasi dan Proteksi Penanganan preservasi yang baik dan tidak hanya ‘menambal’ kerusakan yang terjadi pada bangunan lama, akan membantu memperbaiki citra kawasan dan kualitas lingkungan, sehingga nilai tempat tersebut akan semakin terlihat oleh mata para pengunjung.
Menurut studi sebelumnya oleh Susiyanti (2003), rumusan strategi umum revitalisasi dan perancangan yang dapat diterapkan pada kawasan studi adalah sebagai berikut : (1)
Konservasi kawasan Johar mempertahankan pola kota lama Semarang dan mempertahankan akumulasi kawasan perdagangan tradisional dan modern.
(2)
Rehabilitasi sarana dan prasarana kawasan.
(3)
Menata aktivitas modern maupun tradisional yang sudah ada dengan menambah aktivitas baru yang sesuai untuk menciptakan pola kehidupan 24 jam yang sesuai dengan daya dukung kawasan, kemampuan, dan sumber daya.
(4)
Menata kembali tautan kawasan, baik pada jalur pergerakan, jalur pejalan, parkir, serta keberadaan halte angkutan umum pada kawasan studi.
(5)
Menegaskan arah orientasi bangunan di kawasan perdagangan Johar dengan menciptakan ruang terbuka untuk mengikat bangunan-bangunan eksisting sekaligus sebagai ruang publik bagi aktivitas pendukung dna temporer kawasan.
Dengan menggabungkan kajian prinsip pengembangan kawasan wisata budaya oleh The National Trust for Historic Preservation (2005) dan studi sebelumnya (Susiyanti, 2003), diharapkan akan menelurkan strategi pengembangan kawasan wisata budaya yang terbaik untuk Kawasan Johar.
II - 52
II.4.2 “Placemaking” pada Kawasan Pasar Tradisional Bersejarah Berikut ini adalah beberapa studi kasus revitalisasi kawasan pasar tradisional bersejarah yang terletak pada pusat kota, dan berhasil dikembangkan menjadi sebuah destinasi wisata yang mampu meningkatkan kualitas fisik dan ekonomi kawasan. Revitalisasi pasar tradisional yang dijadikan studi banding adalah antara lain Faneuil Hall Marketplace di Amerika Serikat, Covent Garden Market di Inggris, Queen Victoria Market di Australia, Pike Place Market di Amerika Serikat, dan Pasar Beringharjo di Indonesia.
a) Faneuil Hall Marketplace, Boston, Amerika Serikat
Gambar II.15. Empat area utama Faneuil Hall Marketplace, Boston, Amerika Serikat : Faneuil Hall, Quincy Market, North Market, dan South Market. Sumber : www.faenuilhallmarketplace.com.
Gambar II.16. Suasana Faneuil Hall Marketplace, Boston, Amerika Serikat. Sumber : www.gettyimages.com
Faneuil Hall Marketplace adalah sekumpulan bangunan bersejarah yang berlokasi pada satu tempat, yakni Faneuil Hall, Quincy Market, North Market, dan South Market, yang mengelilingi promenade di mana para street entertainer seperti juggler, pesulap, dan pemusik menghibur para pengunjung yang datang.
II - 53
Menurut sejarah, Faneuil Hall adalah sumbangan dari seorang penduduk kota Boston yang merupakan seorang pengusaha yang kaya raya bernama Peter Faneuil. Bangunan utama mulai dibangun pada tahun 1740 dan selesai pada tahun 1742. Faneuil Hall ini dibangun sebagai tempat para pedagang lintas benua, nelayan, tukang daging menjajakan dagangannya, sekaligus disediakan panggung untuk tempat berpidato para orator terkenal di kota tersebut. Untuk menambah kebutuhan akomodasi para pedagang, Faneuil Hall diperluas pada tahun 1826 dengan membangun Quincy Market, yang dirancang dengan gaya Greek Revival. Kata ‘Quincy’ sendiri muncul dari nama seorang Walikota Boston bernama Josiah Quincy. Selama periode 1800-an, pasar ini termasuk area perdagangan yang penting bagi kota Boston, namun pada pertengahan 1900-an, bangunan-bangunan pada kawasan ini mulai rusak dan mengalami penurunan vitalitas. Bangunan-bangunan di sekitar Faneuil Hall sempat direncanakan akan dibongkar oleh pemerintah kota, hingga pada awal 1970-an sebuah komite dari masyarakat Boston menuntut mempreservasi kawasan pasar tersebut Melalui visi dari Jim Rouse, arsitek Benjamin Thompson, dan Walikota Kevin White, struktur yang rusak direvitalisasi. Hal ini secara tidak langsung mengubah wajah pusat kota Boston. Renovasi tahun 1976 ini adalah proyek urban renewal pertama pada negara tersebut yang mengilhami proyek-proyek serupa ke depannya. Pada saat ini, Faneuil Hall Marketplace tetap menjadi tempat pertemuan sentral kota Boston, yang menawarkan konsep unparalleled urban marketplace. Pertokoan, restoran, dan hiburan outdoor menjadikan Faneuil Hall sebagai tempat tujuan wisatawan yang dikunjungi 18 juta pengunjung secara rutin.
b) Covent Garden Market, London, Inggris Covent Garden yang terletak di kota London, Inggris, merupakan area wisata yang terkenal oleh keberagaman aktivitas perdagangannya, berbagai atraksi street performer yang meramaikan kawasan, dan berbagai macam tempat bertemu serta besosialisasi bagi para warganya yang berupa bar, restoran, teater, dan the Royal Opera House.
II - 54
Covent Garden sendiri adalah sebuah piazza bergaya Italia yang dikemas dengan berbagai restoran, bar, dan butik-butik ternama. Pada piazza terbuka ini, seringkali diadakan pertunjukan juggler, pantomim, berbagai variasi pertunjukan drama serta musik menghidupkan dan mengagumkan para penontonnya. Restoran, kafe, dan bar di sekeliling piazza ini menawarkan pemandangan menarik pada kesehariannya. Dikelilingi oleh Theatreland, terletak di jantung London's West End, area ini dikenal secara luas sebagai pusat rekreasi dan hiburan utama ibukota yang menjadi destinasi para turis domestik maupun internasional. Atap kaca yang menutupi salah satu bangunan di kawasan ini menaungi arkade dari berbagai butik ternama, kafe-kafe, serta Apple Market yang merupakan pusat kesenian dan kerajinan. Pada pusat Covent Garden Piazza terdapat pasar terkenal yang dirancang pada tahun 1632 oleh Inigo Jones. Covent Garden Piazza merupakan tapak di mana terdapat area pasar bunga, buah dan sayuran pada sekitar tahun 1500 hingga 1974, yakni ketika seluruh pusat pasar direlokasikan ke New Covent Garden Market di Nine Elms. Setelah pembukaan dari Piazza pada pertengahan abad ke-17, perlahan-lahan muncul pedagang kaki lima yang menjual buah dan sayuran di area piazza ini. Pasar buah dan sayuran pada Covent Garden Piazza ini pada mulanya hanya mencakup sebagian kecil area tersebut pada tahun 1649, namun tanpa terduga secara perlahan-lahan merambah cukup luas sampai terjadinya kebakaran besar yang melanda London menghancurkan pasar tersebut pada tahun 1666. Pada tahun 1670, Earl of Bedford V menyadari bisnis yang potensial tersebut dan kemudian memiliki hak untuk memegang kepemilikan pasar ini dengan surat kepemilikan lahan yang diperolehnya dari Raja Charles III. Pada abad ke-18, dengan kepopuleran pasar ini sekaligus luasnya yang semakin bertambah, para aristokrat yang memiliki dan tinggal di perumahan sekitar Covent Garden mulai menghidupkan pengembangan baru area fashion di Soho dan Mayfair. Sekitar tahun 1760an pasar ini menduduki sebagian besar piazza. Area sekelilingnya yang turut mencakup teater di Drudy Lane dan Bow Street serta berbagai perumahan
II - 55
publik mendukung lingkungan ini menjadi terkenal dengan reputasinya sebagai kawasan rekreasi dan hiburan.
Gambar II.17. Perspektif mata burung kawasan Covent Garden Market, Inggris, sekitar tahun 1800-an. Sumber : www.british-history.ac.uk
Gambar II.18. Suasana Covent Garden Piazza, Inggris. Sumber : www.wikipedia.org.
Gambar II.19. Suasana dalam Covent Garden Market, Inggris. Terlihat atap transparan yang melindungi selasar pasar di dalamnya (kiri). Sumber : www.wikipedia.org, www.gettyimages.com
Dapat dikatakan bahwa kawasan ini didominasi oleh bangunan pasar. Bangunan utama pada piazza ini dibangun oleh Charles Fowler pada tahun 1830, yang kemudian diberi tambahan atap kaca pada tahun 1870an. Kemudian secara
II - 56
bertahap, bangunan pasar lainnya mulai ditambahkan. Bagian pertama dari pasar bunga (Flower Market) dibangun pada tahun 1872, yang pada saat ini digunakan oleh London Transport Museum dan National Theatre Museum. Secara signifikan, pasar ini merambah pula ke area perumahan dan pertokoan di sekeliling piazza tersebut. Pasar ini pun menjadi salah satu daerah terpadat di London. Kemudian beberapa lama setelah perang selesai, diambil keputusan untuk merelokasikan pusat pasar tersebut ke New Covent Garden Market di Nine Elms. Pada tahun 1973, proyek relokasi ini meninggalkan bangunan pasar dan banyak lot-lot pasar yang kosong. Hingga pada tahun 1975, kawasan ini direncanakan akan dikembangkan seluruhnya dengan mendemolisi bangunan-bangunan sekitar kawasan tersebut, hal ini memunculkan tindakan masyarakat dalam menuntut perlindungan terhadap 250 bangunan bersejarah yang terdapat pada kawasan tersebut. Pada akhirnya Greater London Council memulai proyek restorasi besar-besaran yang dimulai pada bangunan utama pasar. Pada tahun 1980, Covent Garden Market dibuka kembali sebagai specialty shopping center pertama di Eropa. Kini kawasan Covent Garden Market merupakan tujuan wisata terkenal di Inggris dan dikunjungi oleh 30 juta turis tiap tahunnya, baik dari dalam maupun luar negeri.
c) Queen Victoria Market, Melbourne, Australia
Gambar II.20. Queen Victoria Market, Melbourne, Australia. Tampak depan (kiri) dan suasana dalam pasar yang rapi, bersih, dan teratur (kanan). Sumber : www.qvm.com.au.
Queen Victoria Market di Melbourne, Australia, merupakan pasar tradisional yang digunakan bukan hanya digunakan sebagai tempat berbelanja, namun juga sebagai destinasi yang sangat menarik bagi penduduk Australia, terutama bagi turis-turis
II - 57
mancanegara. Pasar tersebut dikunjungi oleh para pelanggan domestik maupun wisatawan mancanegara. Jumlah pengunjung sepanjang tahun 2002 yang lalu adalah sekitar 8,5 juta orang. Queen Victoria Market resmi dibuka pada tanggal 20 Maret 1878. Pada usianya yang 125 tahun lebih, Queen Victoria Market memiliki sejarah yang berwarna dan sekaligus kontroversial. Selama periode waktu tersebut, tapak ini sempat menjadi pekuburan, pasar ternak, sekaligus menjadi pasar buah dan sayuran. Setiap operasional aktifitas-aktifitas tersebut memiliki sejarahnya masing-masing dan sebuah elemen kontroversi. Pada tahun 1970an, kawasan Queen Victoria Market ini sempat akan dihancurkan untuk digantikan menjadi kompleks trade center, kantor, dan hotel. Namun rencana ini menuai aksi protes dari masyarakat dan kemudian berkat kerja keras serta kerjasama masyarakat dan pemerintah, pada akhirnya pasar ini dilindungi oleh badan National Trust. Kemudian selanjutnya bangunan-bangunan pada kawasan pasar ini dimasukkan dalam daftar bangunan konservasi yang dilindungi undang-undang dalam Historic Building Register. Kini, Queen Victoria Market menjadi salah satu pasar terbesar di Melbourne sekaligus merupakan bukti sejarah sebagai pasar Melbourne termegah pada abad ke 19. Penanganan perawatan (maintenance) pasar tradisional bersejarah ini terus berlangsung dari tahun 1970an hingga saat ini. Dapat dikatakan bahwa keberhasilan pasar tradisional ini muncul karena karena pasar ini memiliki komoditi terlengkap dan unik yang tidak dimiliki oleh pasar lainnya di kota Melbourne, selain itu pasar ini juga menawarkan layanan night market yang hanya beroperasi di malam hari sekaligus memberikan hiburan gratis berupa acara musik. Semua ini menjadikan Queen Victoria Market menjadi objek wisata yang menarik banyak wisatawan.
II - 58
d) Pike Place Market, Seattle, Amerika Serikat Pike Place Market pertama kali didirikan oleh Frank Goodwin, pemilik lahan Pike Place, yang menjadi makmur karena pertambangan emas pada demam emas ketika itu. Ia melihat potensi kawasan Pike Place untuk dikembangkan sebagai kawasan perdagangan, hal ini terlihat dari banyaknya konsumen yang membeli bahan pangan pada pasar kaget yang digelar oleh para petani di daerah tersebut ketika musim panen tiba Kemudian Goodwin membangun sebuah pasar sentral yang aksesibel untuk pejalan kaki dan kendaraan bermotor yang hingga kini terus berkembang. Hotel dan sebuah panggung auditorium yang ditambahkan sebagai fasilitas pendukung sekaligus membawa hiburan dan pemasukan tambahan pada area ini, Pike Place Market ini sempat terkenal dengan sebutan "The Finest Public Market In The World."
Gambar II.21. Suasana Pike Place Market, Seattle, USA. Sumber : www.wikipedia.org, www.pikeplacemarket.com
Pada tahun 1940-1950an, kepopuleran Pike Place mulai menurun akibat pengaruh perkembangan supermarket modern dan lalu lintas kendaraan. Sehingga pada tahun 1971, masyarakat sekitar mulai bergerak dalam menyelamatkan Pike Place yang pernah berperan secara signifikan dalam perkembangan kota Seattle secara keseluruhan. Kampanye “Keep the Market” yang berorientasi kepada upaya revitalisasi dan restorasi serta didukung oleh banyak pihak pada akhirnya menyelamatkan Pike Place Market dari ancaman developer.
II - 59
Pada saat ini konsumen, wisatawan, dan lebih dari 600 pedagang sekali lagi berhasil membangun imej Pike Place Market menjadi pasar bersejarah Seattle yang terkenal dengan atmosfer keberagaman sosial dan sukunya.
e) Pasar Beringharjo, Yogyakarta, Indonesia Menurut GudegNet (2007), Pasar Beringharjo sempat dijuluki "Eender Mooiste Passer op Java" atau salah satu pasar terindah di Jawa. Pasar yang berkonstruksi beton bertulang dalam bentuk dan wujud yang akrab dengan arsitektur tropis ini juga merupakan pasar tertua yang keberadaannya mempunyai nilai historis dan filosofis yang tidak dapat dipisahkan dengan kraton Yogyakarta, karena Pasar Beringharjo ini merupakan salah satu komponen dalam pola tata kota Kerajaan, biasa disebut pola “Catur Tunggal” yaitu Keraton, Alun-alun, Pasar dan Masjid (Bangunan Suci).
Gambar II.22. Suasana Pasar Beringharjo, Yogyakarta, Indonesia. Sumber : www.gudeg.net
Sejarah mencatat bahwa pada awalnya lokasi pasar ini merupakan lapangan yang agak luas, berlumpur dan agak becek, dan ditanami sejumlah pohon beringin, kemudian pada sebelah timur pasar (bangunan non permanen) adalah bekas makam orang-orang Belanda. Pasar tradisional yang terus berkembang ini dibangun di atas tanah seluas 2,5 hektar dan mengalami rehabilitasi sebanyak dua
II - 60
kali pada tahun 1951 dan 1970. Seiring dengan perkembangan zaman dan pemerintahan, maka pasar Beringharjo diambil alih oleh pemerintah kota Yogyakarta. Tempat ini secara resmi dipergunakan sebagai ajang pertemuan rakyat, setelah ditunjuk oleh Sri Sultan Yogyakarta tahun 1758. Setelah itu orangorang mulai memanfaatkan dengan mendirikan payon-payon sebagai peneduh panas dan hujan. Keadaan semakin berkembang hingga Pemerintah memandang perlu membangun pasar yang representatif dan layak sebagai pasar pusat di Yogyakarta. Nederlansch Indisch Beton Maatschapij ditugaskan membangun los-los pasar pada tanggal 24 Maret 1925. Pada akhir Agustus 1925, 11 kios telah terselesaikan, dan kemudian menyusul yang lainnya secara bertahap. Pada akhir Maret 1926, pembangunan pasar selesai dan mulai dipergunakan sebulan setelah itu. Nama Beringharjo sendiri baru diberikan setelah bertahtanya Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Beliau memerintahkan agar nama-nama Jawa yang dipergunakan untuk semua instansi di bawah Kasultanan Ngayogyakarta. Nama ‘Beringharjo’ dinilai tepat karena lokasi pasar merupakan bekas hutan beringin dan beringin merupakan lambang kebesaran dan pengayoman bagi banyak orang, sehingga sesuai dengan citra pasar yang sempat terbakar pada tahun 1986 ini , yakni sebagai pasar pusat atau pasar “Gede” bagi masyarakat Yogyakarta.
II.4.2 Kesimpulan Studi Banding Dari penjabaran studi banding revitalisasi pasar tradisional bersejarah menjadi sebuah destinasi wisata pada sub bab sebelumnya, maka didapat tabel keunggulan objek studi banding sebagai berikut (tabel II.10) :
II - 61
Tabel II.10. Studi Banding Keunggulan Pasar Wisata Tradisional Bersejarah STUDI BANDING
KEUNGGULAN
Faneuil Hall Marketplace (Boston, Amerika Serikat)
- Memiliki nilai estetika, nilai kesejarahan, dan nilai sosial. - Menjual komoditi yang unik dan lengkap. - Suasana dalam pasar yang rapi, bersih, dan teratur. - Memiliki ruang publik sebagai area pertemuan dan bersosialisasi bagi masyarakat sekitarnya. - Menghadirkan hiburan berupa atraksi jalanan oleh para seniman yang terpilih (juggler, pantomim, pemusik, pesulap, dan sebagainya).
Covent Garden Market (London, Inggris)
- Memiliki nilai estetika, nilai kesejarahan, nilai keilmuan, dan nilai sosial. - Menjual komoditi yang unik dan lengkap. - Suasana dalam pasar yang rapi, bersih, dan teratur. - Memiliki ruang publik sebagai area pertemuan dan bersosialisasi bagi masyarakat sekitarnya. - Menghadirkan hiburan berupa atraksi jalanan oleh para seniman yang terpilih (juggler, pantomim, pemusik, pesulap, dan sebagainya).
Queen Victoria Market (Melbourne, Australia)
- Memiliki nilai kesejarahan dan nilai sosial. - Memiliki manajemen dan maintenance yang baik dan berkelanjutan. - Menjual komoditi yang unik dan lengkap. - Suasana dalam pasar yang rapi, bersih, dan teratur. - Memiliki ruang publik sebagai area pertemuan dan bersosialisasi bagi masyarakat sekitarnya. - Layanan 24 jam, karena adanya layanan night market yang sekaligus menghadirkan hiburan berupa acara musik.
Pike Place Market, (Seattle, Amerika Serikat)
- Memiliki nilai kesejarahan dan nilai sosial. - Memiliki manajemen dan maintenance yang baik dan berkelanjutan. - Menjual komoditi yang unik dan lengkap. - Suasana dalam pasar yang rapi, bersih, dan teratur. - Memiliki ruang publik sebagai area pertemuan dan bersosialisasi bagi masyarakat sekitarnya.
II - 62
STUDI BANDING Pasar Beringharjo, (Yogyakarta, Indonesia)
KEUNGGULAN - Memiliki nilai kesejarahan dan nilai sosial. - Memiliki manajemen dan maintenance yang baik dan berkelanjutan. - Menjual komoditi yang unik dan lengkap dengan harga terjangkau. - Terdapat fasilitas pendukung dan penunjang yang lengkap sebagai kawasan wisata
Sumber : hasil analisa, 2007
Dari tabel kesimpulan dapat dilihat bahwa kesuksesan revitalisasi pasar tradisional pada Faneuil Hall Marketplace, Covent Garden Market, Queen Victoria Market, Pike Place Market, dan Pasar Beringharjo, terjadi karena hal-hal berikut ini : (1) adanya objek cagar budaya yang sudah dikenal masyarakat, (2) adanya komoditi yang unik dan lengkap, (3) memberikan ruang publik sebagai sarana berkumpul dan bersosialisasi untuk para pengunjungnya, (4) manajemen pariwisata dan perawatan (maintenance) yang dilakukan secara berkesinambungan, (5) memiliki atraksi wisata yang disesuaikan dengan kultur daerah dan kebutuhan masyarakat sekitarnya, (6) adanya kerjasama antar banyak pihak, terutama oleh pihak pemerintah sebagai pengelola pariwisata kota dan swasta sebagai penanam modal.
Mempelajari studi banding di atas, maka didapatkan tabel kesimpulan sebagai berikut (tabel II.11):
Tabel II.11. Kesimpulan Studi Banding Revitalisasi Pasar Tradisional Bersejarah No. 1. 2.
Kriteria Pasar Tradisional Kondisi dan Potensi Bersejarah yang Sukses sebagai Kawasan Johar Kawasan Wisata Adanya objek cagar budaya yang sudah Kawasan Johar telah memiliki Pasar dikenal masyarakat Johar dan Masjid Kauman. Adanya komoditi yang unik dan Kawasan Johar telah memiliki
II - 63
No.
3.
Kriteria Pasar Tradisional Bersejarah yang Sukses sebagai Kawasan Wisata lengkap Memberikan ruang publik sebagai sarana berkumpul dan bersosialisasi untuk para pengunjungnya
4.
Manajemen pariwisata dan perawatan (maintenance) yang dilakukan secara berkesinambungan 5. Memiliki atraksi wisata yang disesuaikan dengan kultur daerah dan kebutuhan masyarakat sekitarnya 6. Adanya kerjasama antar banyak pihak, terutama oleh pihak pemerintah sebagai pengelola pariwisata kota dan swasta sebagai penanam modal Sumber : hasil analisa, 2007
II - 64
Kondisi dan Potensi Kawasan Johar komoditi barang dagangan yang unik dan lengkap. - Kondisi alun-alun Masjid Kauman sebagai ruang publik utama kawasan ini kurang luas dan menyempit karena penggunaannya sebagai area parkir dan tempat angkot menunggu penumpang. - Penanaman vegetasi amat minim. Tidak adanya manajemen pariwisata dan perawatan yang khusus ditujukan untuk kawasan ini. Tidak ada atraksi wisata di kawasan ini. Kurang adanya kerjasama dan pembagian manajemen yang baik antara Dinas Pasar dan pengelola pasar di kawasan ini.