BAB II LANDASAN TEORI A. IFRS (International Financial Reporting Standards) 1. Pengertian (Internationl Financial Reports Standards- IFRS) Standar pelaporan keuangan internasional (International Financial Reports Standards- IFRS) adalah standar kerangka yang diadopsi oleh badan penyusunan standar akuntansi internasional yang dikenal dengan International Accounting Standard Board (IASB). IASB yang dahulu bernama International Accounting Standar Committee (IASC), merupakan lembaga independen untuk menyusun standar akuntansi. Organisasi ini memiliki tujuan mengembangkan dan mendorong penggunaan standar akuntansi global yang berkualitas tinggi, dapat dipahami dan dapat diperbandingkan (Choi et al., 1999 dalam Gamayuni 2009). Standar Akuntansi Internasional disusun oleh empat organisasi utama dunia yaitu Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB), Komisi Masyarakat Eropa (EC), Organisasi Internasional Pasar Modal (IOSOC), dan Federasi Akuntansi Internasional (IFAC). Globalisasi sektor keuangan dan bisnis telah menyebabkan lebih dari 12.000 perusahaan di hampir seratus negara untuk mengadopsi IFRS. Komisi Uni Eropa telah mengadopsi IAS Regulation pada 2002, dan mewajibkan semua perusahaan yang terdaftar di Uni Eropa untuk menggunakan IFRS pada laporan keuangan konsolidasi tahun 2005. Australia, Selandia Baru dan Israel pada dasarnya telah mengadopsi IFRS sebagai standar mereka. Brasil mulai menggunakan IFRS di
9
10
tahun 2010. Kanada mengadopsi IFRS secara penuh pada tanggal 1 januari 2011. Meksiko menggunakan IFRS untuk semua entitas yang terdaftar di negaranya pada tahun 2012. Jepang dalam usahanya mencapai konvergensi IFRS mengizinkan perusahaan domestik tertentu untuk menerapkan IFRS pada tahun fiskal mulai 1 April 2010. Keputusan mengenai penggunaan wajib IFRS di Jepang dilakukan sekitar tahun 2012. Hong Kong telah mengadopsi standar nasional yang setara dengan IFRS dan Cina sedang mengkonversi standar akuntansinya dengan IFRS. Negara-negara lain telah memiliki rencana untuk mengadopsi IFRS atau mengkonvergensi standar nasional mereka dengan IFRS (AICPA, 2011 dalam Febriana 2013). Natawidyana (2008) menyatakan bahwa sebagian besar standar yang menjadi bagian dari IFRS sebelumnya merupakan International Accounting Standars (IAS). IAS diterbitkan antara tahun 1973 sampai dengan 2001 oleh IASC. Pada bulan April 2001, IASB mengadopsi seluruh IAS dan melanjutkan pengembangan standar yang dilakukan. Secara garis besar ada empat hal pokok yang diatur dalam standar akuntansi. Pertama, berkaitan dengan definisi elemen laporan keuangan atau informasi lain yang berkaitan. Definisi digunakan dalam standar akuntansi untuk menentukan apakah transaksi tertentu harus dicatat dan dikelompokkan kedalam aktiva, hutang, modal, pendapatan dan biaya. Yang kedua adalah pengukuran dan penilaian. Pedoman ini digunakan untuk menentukan nilai dari suatu elemen laporan keuangan baik pada saat terjadinya transaksi keuangan maupun pada saat penyajian laporan keuangan (pada tanggal neraca). Hal ketiga yang dimuat dalam
11
standar adalah pengakuan, yaitu kriteria yang digunakan untuk mengakui elemen laporan keuangan sehingga elemen tersebut dapat disajikan dalam laporan keuangan. Yang terakhir adalah penyajian dan pengungkapan laporan keuangan. Komponen keempat ini digunakan untuk menentukan jenis informasi dan bagaimana informasi tersebut disajikan dan diungkapkan dalam laporan keuangan. Suatu informasi dapat disajikan dalam badan laporan (Neraca, Laporan Laba/Rugi) atau berupa penjelasan (notes) yang menyertai laporan keuangan (Chariri, 2009 dalam Siregar, 2012). IFRS dipercaya menjadi satu peraturan akuntansi berkualitas tinggi yang ideal untuk diterapkan secara konsisten oleh perusahaan publik secara global dengan tujuan perusahaan dapat memastikan bahwa mereka diterima oleh pasar saham diseluruh dunia (IASB 2009). IFRS merupakan standar tunggal pelaporan akuntansi yang memberikan penekanan pada penilaian (revaluation) profesional dengan disclosures yang jelas dan transparan mengenai substansi ekonomis transaksi, penjelasan hingga mencapai kesimpulan tertentu. Perbedaan utama standar internasional ini dengan standar yang berlaku di Indonesia terletak pada penerapan revaluation model, yaitu kemungkinkan penilaian aktiva menggunakan nilai wajar, sehingga laporan keuangan disajikan dengan basis ‘true and fair’ (IFRS framework paragraph 46). Mengadopsi IFRS berarti menggunakan bahasa pelaporan keuangan global, yang akan membuat perusahaan bisa dimengerti oleh pasar dunia (global market).
12
2. International Financial Reporting Standards (IFRS) dan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) Badan pengatur standar akuntansi di Indonesia adalah Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) yang merupakan lembaga dibawah Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Dalam hukum Indonesia, baik sektor pemerintah maupun perusahaan swasta harus mematuhi standar akuntansi yang dikeluarkan oleh DSAK-IAI. Menurut Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK), tingkat pengadopsian IFRS dapat dibedakan menjadi 5 tingkat: a. Full Adoption Suatu negara mengadopsi seluruh standar IFRS dan menerjemahkan IFRS sama persis ke dalam bahasa yang negara tersebut gunakan. b. Adopted Program konvergensi PSAK ke IFRS telah dicanangkan IAI pada Desember 2008. Adopted maksudnya adalah mengadopsi IFRS namun disesuaikan dengan kondisi di negara tersebut. c. Piecemeal Suatu negara hanya mengadopsi sebagian besar nomor IFRS yaitu nomor standar tertentu dan memilih paragraf tertentu saja. d. Referenced (konvergence) Sebagai referensi, standar yang diterapkan hanya mengacu pada IFRS tertentu dengan bahasa dan paragraf yang disusun sendiri oleh badan pembuat standar.
13
e. Not adopted at all Suatu negara sama sekali tidak mengadopsi IFRS. Menurut Wiyani (2012), konvergensi standar akuntansi dapat dilakukan denga 3 cara yaitu: harmonisasi (membuat standar sendiri yang tidak berkonflik dengan IFRS), adaptasi (membuat standar sendiri yang disesuaikan dengan IFRS), atau adopsi (mengambil langsung dari IFRS). Apabila adopsi penuh IFRS dilakukan, maka laporan keuangan berdasarkan PSAK tidak memerlukan rekonsiliasi signifikan dengan laporan keuangan berdasarkan IFRS. Dengan demikian diharapkan meningkatnya kegiatan investasi secara global, memperkecil biaya modal (cost of capital) serta lebih meningkatkan transparansi perusahaan dalam penyusunan laporan keuangan. Tujuan Indonesia dalam mengadopsi IFRS adalah untuk memperbaiki standar pelaporan nasional (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan – PSAK) dan mengkonvergensinya secara bertahap. Tahap pertama dari pengadopsian IFRS telah dilaksanakan pada tahun 2008 sampai 2010. Tahap kedua, yang merupakan masa transisi dari PSAK berbasis US GAAP menjadi PSAK berbasis IFRS
dilaksanakan
pada
tahun
2011.
Tahap
ketiga,
yaitu
tahap
pengimplementasian IFRS yang dilaksanakan pada tahun 2012. Dalam IFRS framework paragraph 46, penggunaan nilai wajar dalam laporan keuangan mengharuskan pelaporan keuangan perusahaan disajikan dengan basis ’true and fair’, artinya pengungkapan atas laporan keuangan harus memberikan pengakuan, pengukuran, penyajian dengan pandangan yang benar (informasi yang diberikan objektif dan tidak bias) dan adil.
14
Menurut ketua Tim Implementasi IFRS-Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Dudi M Kurniawan yang dimuat harian kompas tanggal 6 mei 2010 (Harry dan Ludovikus, 2010) mengatakan, dengan mengadopsi IFRS, Indonesia akan mendapatkan tujuh manfaat sekaligus, yaitu : a. Meningkatkan kualitas standar akuntansi keuangan (SAK). b. Mengurangi biaya SAK. c. Meningkatkan kredibilitas dan kegunaan laporan keuangan. d. Meningkatkan komparabilitas pelaporan keuangan. e. Meningkatkan transparansi keuangan. f. Menurunkan biaya modal dengan membuka peluang penghimpunan dana melalui pasar modal. g. Meningkatkan efisiensi penyusunan laporan keuangan.
3. Dasar Perbedaan antara GAAP lokal (PSAK) dan IFRS Banyaknya manfaat dari pengadopsian IFRS , tidak terlepas dari adanya perbedaan yang signifikan antara IFRS dan US GAAP (basis PSAK sebelumnya), misalnya, IFRS tidak mengijinkan metode Last In First Out (LIFO) sebagai metode penilaian persediaan, IFRS menerapkan adanya revaluasi (revaluation model) pada penilaian aktiva dalam keadaan tertentu, IFRS menggunakan single step method untuk penghapusan penurunan nilai (impairment) dari pada two step method yang digunakan US GAAP, sehingga membuat penghapusan lebih mungkin, selanjutnya, IFRS juga mensyaratkan kapitalisasi biaya pengembangan,
15
ketika kriteria tertentu terpenuhi. Adapun perbedaan dasar antara IFRS dengan PSAK berlandaskan US GAAP adalah : a. Prinsip History Cost dan Fair Value Sebelumnya US GAAP menerapkan Pengukuran dan penilaian persediaan dilakukan dengan menggunakan metode historical cost dan fair value. Harga Perolehan atau historical cost yaitu asumsi adanya stable monetary unit yang mengakibatkan semua transaksi yang terjadi dicatat atas dasar nilai historis atau nilai yang didapat saat terjadi transaksi. Penggunaan historical cost dalam akuntansi finansial disebabkan karena beberapa alasan, yaitu Relevan dalam pembuatan keputusan ekonomi bagi manajer dalam membuat keputusan masa depan diperlukan data transaksi masa lalu, historical cost lebih mudah untuk dilakukan audit, dan telah disepakatinya penggunaan prinsip historical cost. Menurut Suwardjono (2008;475) historical cost merupakan rupiah kesepakatan atau harga pertukaran yang telah tercatat dalam sistem pembukuan. Prinsip historical cost menghendaki digunakannya harga perolehan dalam mencatat aktiva, utang, modal dan biaya. Yang dimaksud dengan harga perolehan adalah harga pertukaran yang disetujui oleh kedua belah pihak yang tersangkut dalam tranksaksi. Harga perolehan ini harus terjadi pada seluruh traksaksi diantara kedua belah pihak yang bebas. Harga pertukaran ini dapat terjadi pada seluruh tranksaksi dengan pihak ekternal, baik yang menyangkut aktiva, hutang, modal dan transaksi lainnya. Dalam konsep historical cost, pos-pos laporan keuangan diukur sebesar harga pada waktu terjadinya transaksi. Harga ini kemudian akan menjadi dasar
16
pelaporan besarnya suatu pos untuk periode selanjutnya, selama pos tersebut masih dilaporkan. Keuntungan dari digunakannya pendekatan historical cost ini adalah, besarnya pos laporan keuangan dapat dibuktikan dengan mudah karena berdasarkan transaksi yang telah terjadi. Namun, ketika terjadi penurunan atau peningkatan nilai suatu pos di pasar (bisa jadi karena inflasi atau deflasi, atau karena kelangkaan produk, dan lain sebagainya), pos yang dilaporkan tidak akan mencerminkan nilai yang berubah ini. Misalnya, menggunakan historical cost suatu gedung dicatat sebesar Rp100.000.000 pada tahun pertama. Pada tahun kelima, nilainya menjadi Rp50.000.000 (dengan asumsi depresiasi garis lurus untuk umur ekonomi 10 tahun). Karena peningkatan nilai strategis lingkungan, nilai gedung-gedung di lingkungan sekitar untuk perolehan di tahun yang sama, meningkat 5 kali lipat (berarti untuk gedung yang dimiliki menjadi sekitar 250 juta). Dalam hal ini, historical cost tidak mencerminkan nilai dari aset tetap pada saat pelaporan. Penggunaan historical cost dalam akuntansi finansial disebabkan karena beberapa alasan diantaranya adalah relevan dalam pembuatan keputusan ekonomi. Bagi manajer dalam membuat keputusan masa depan diperlukan data transaksi masa lalu, nilai historis yang berdasarkan data obyektif dapat dipercaya, dapat diaudit dan lebih sulit untuk memanipulasi bila dibandingkan dengan nilai yang lain seperti current cost ataupun replecement cost, dan memudahkan untuk melakukan perbandingan baik antara industri maupun antar waktu untuk suatu industry.
17
Nilai wajar (fair value) dalam IFRS 13 diartikan sebagai harga yang diterima atas penjualan aset atau pembayaran untuk mentransfer liabilitas dalam transaksi antar pihak yang berkepentingan pada tanggal pengukuran (Dwi Martani, 2012). Fair value menurut Suwardjono (2008;475) adalah jumlah rupiah yang disepakati untuk suatu obyek dalam suatu tranksaksi antara pihak-pihak yang berkehendak bebas tanpa tekanan atau keterpaksaan. Nilai wajar (fair value) adalah suatu jumlah yang dapat digunakan sebagai dasar pertukaran aktiva atau penyelesaian kewajiban antara pihak yang paham (knowledgeable) dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar (arm’s length transaction). Sedangkan pengertian-pengertian yang populer adalah sebagai berikut: “Fair value is defined in terms of a price agreed by a willing buyer and a willing seller in an arm’s length transaction. (IAS). “The fair value of an asset is the amount at which that asset could be bought or sold in a current transaction between willing parties, other than in a liquidation. On the other side of the balance sheet, the fair value of a liability is the amount at which that liability could be incurred or settled in a current transaction between willing parties, other than in a liquidation. If available, a quoted market price in an active market is the best evidence of fair value and should be used as the basis for the measurement. If a quoted market price is not available, prepares should make an estimate of fair value using the best information available in the circumstances. In many circumstances, quoted market prices are unavailable. As a result, difficulties occur when making estimates of fair value”. (GAAP).
Menurut IAI dalam Yolinda, 2010 dasar dari definisi fair value adalah asumsi bahwa entitas atau sebuah perusahaan merupakan unit yang akan beroperasi selamanya tanpa adanya keinginan untuk melikuidasi, untuk membatasi secara material skala operasinya atau transaksi dengan persyaratan yang merugikan. Dengan demikian, fair value bukanlah nilai yang akan diterima atau dibayarkan entitas dalam suatu transasksi yang dipaksakan, likuidasi yang
18
dipaksakan, atau penjualan akibat kesulitan keuangan. Fair value menyampaikan informasi tentang nilai kekayaan dan kepengurusan manajemen dengan menyatakan semua aset dan kewajiban pada neraca sebagai nilai kepada pemegang saham. Meskipun bermaksud baik, namun perkiraan manajemen tentang nilai wajar bisa menjadi salah dalam memprediksi dan asumsi yang salah serta memberi kesempatan
dan ketidakjujuran
manajemen dalam mengambil
keuntungan dari penilaian dan estimasi yang digunakan untuk proses manipulasi angka laba yang diinginkan. Namun, ada beberapa keuntungan dari nilai wajar ini, yaitu pengungkapan dengan nilai wajar menyebabkan relevansi laporan keuangan meningkat, karena mengungkapkan keadaan yang sebenarnya. Kelebihan atau keuntungan menggunakan Fair Value, adalah: 1) Relevance. Banyak orang percaya bahwa standard akuntansi historical cost telah banyak kehilangan relevansinya karena kegagalannya mengukur realitas ekonomi. Hampir semua orang setuju bahwa peristiwa ekonomi yaitu, kejadian yang mengubah waktu kapan arus kas diterima dan jumlahnya yang akan datang harus tercermin dan terungkap dalam laporan keuangan lembaga. Akan tetapi, seringkali model historical cost hanya mengukur transaksi sudah selesai dan gagal mengakui adanya perubahan nilai riil lain yang dapat terjadi. 2) Reliability. Masalah yang selalu ada yang tidak dapat dihindari adalah bahwa model akuntansi berdasarkan historical cost tidak mengakui adanya perubahan nilai bersifat ekonomis, dan cenderung membiarkan
19
perusahaan memilih sendiri apakah dan kapan mengakui adanya perubahan tersebut. Ini mendorong adanya bias dalam pemilihan apa yang
dilaporkan,
dan
memperburuk
kompromi
kenetralan
dan
dipercayainya informasi keuangan.
b. Principle Based Sebelum adanya konvergensi PSAK ke IFRS, PSAK yang berlandaskan US GAAP berbasis rule based, yang berarti segala sesuatu diatur dalam batasanbatasan. Contohnya, sesuatu materialitas ditentukan misalkan diatas 75% dianggap material dan ketentuan-ketentuan jelas lainnya. Standar rule based ini akan meningkatkan konsistensi dan keterbandingan antar perusahaan dan antar waktu, namun di sisi lain mungkin kurang relevan karena ketidakmampuan standar merefleksi kejadian ekonomi entitas yang berbeda antar perusahaan dan antar waktu (Febriana, 2013). Beda halnya dengan US GAAP yang menggunakan rule based, standar akuntansi IFRS menggunakan principle based, yang mana berisi prinsip-prinsip yang dapat dijadikan bahan pertimbangan Akuntan / Manajemen perusahaan sebagai
dasar
acuan
untuk
kebijakan
akuntansi
perusahaan.
Namun
kelemahannya, principle based sangat memerlukan penalaran, judgement, dan pemahaman yang cukup mendalam dari pembaca aturan dalam menerapkannya. Standar semacam ini konsisten dengan tujuan pelaporan keuangan untuk dapat menggambarkan kejadian yang sesungguhnya di perusahaan. Standar berbasis prinsip memberi keunggulan dalam hal memungkinkan manajer memilih
20
perlakuan akuntansi yang merefleksikan transaksi atau kejadian ekonomi yang mendasarinya, meskipun hal sebaliknya dapat terjadi. Standar berbasis prinsip memungkinkan manajer, anggota komite audit, dan auditor menerapkan judgment profesionalnya untuk lebih fokus pada merefleksi kejadian atau transaksi ekonomi.
c. Pengungkapan (Disclosure) Yang Lebih Banyak Baik Kuantitatif Maupun Kualitatif Standar IFRS mengandung pedoman pengungkapan informasi secara kuantitatif maupun kualitatif dengan maksud untuk memberikan suatu panduan penyajian dan pengungkapan yang terstandarisasi dengan mendasarkan pada prinsip-prinsip pengungkapan penuh (full disclosure), sehingga dapat memberikan kualitas penyajian dan pengungkapan yang memadai bagi pengguna informasi yang disajikan dalam laporan keuangan perusahaan. Prinsip pengungkapan penuh (full disclosure) mengakui bahwa penyajian informasi dalam laporan keuangan baik jumlah maupun sifat, harus memenuhi kaidah keseimbangan antara manfaat dan biaya. Tingkat pengungkapan yang makin mendekati pengungkapan penuh (full disclosure) akan mengurangi tingkat asimetri informasi (ketidakseimbangan informasi) antara manajer dengan pihak pengguna laporan keuangan. Asimetri informasi adalah kondisi dimana manajer memiliki informasi internal lebih banyak dibandingkan dengan pihak lain (pemegang saham dan stakeholder). Jika dikaitkan dengan nilai perusahaan, ketika terdapat asimetri informasi, manajer
21
dapat memberikan informasi mengenai kondisi perusahaan kepada investor untuk memaksimisasi nilai saham perusahaan.
4. Manfaat dan Tujuan Penggunaan IFRS IFRS (International Financial Report Standard) adalah suatu upaya untuk memperkuat arsitektur keuangan global dan mencari solusi jangka panjang terhadap kurangnya transparansi informasi keuangan. Manfaat dari adanya suatu standar akuntansi global dan kualitas akuntansi adalah: a. Pasar modal menjadi global dan modal investasi dapat bergerak diseluruh dunia tanpa hambatan berarti. Standar pelaporan keuangan berkualitas tinggi yang digunakan secara konsisten di seluruh dunia akan memperbaiki efisiensi alokasi lokal. b. Investor dapat membuat keputusan yang lebih baik. c. Perusahaan-perusahaan dapat memperbaiki proses pengambilan keputusan mengenai merger dan akuisisi. d. Gagasan terbaik yang timbul dari aktivitas pembuatan standar dapat disebarkan dalam mengembangkan standar global yang berkualitas tinggi. Tujuan IFRS adalah memastikan bahwa laporan keuangan intern perusahaan untuk periode-periode yang dimaksudkan dalam laporan keuangan tahunan, mengandung informasi berkualitas tinggi yang: 1. Transparan bagi para pengguna dan dapat dibandingkan sepanjang periode yang disajikan. 2. Menyediakan titik awal yang memadai untuk akuntansi yang berdasarkan pada
22
IFRS. 3. Dapat dihasilkan dengan biaya yang tidak melebihi manfaat untuk para pengguna.
B. Penyajian Laporan Keuangan Laporan keuangan adalah laporan keuangan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pengguna laporan (PSAK 1). Laporan keuangan disusun berdasarkan atas kelangsungan hidup usaha (going concern), jika manajemen tidak bermaksud untuk melikuidasi atau menghentikan perdagangan. Komponen laporan keuangan yang lengkap menurut Ankarath (2012) terdiri dari laporan posisi keuangan pada akhir periode yang bersangkutan, laporan laba rugi komprehensif selama periode, laporan perubahan ekuitas untuk periode yang bersangkutan, laporan arus kas untuk periode yang bersangkutan, catatan atas laporan keuangan yang berisi ringkasan kebijakan akuntansi penting dan ikhtisar kebijakan penting lainnya dan laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif yang disajikan ketika entitas menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara retrospektif atau membuat penyajian kembali pos-pos laporan keuangan,
atau
ketika
entitas
mengklasifikasi
pos-pos
dalam
laporan
keuangannya.
a. Laporan Posisi Keuangan / Neraca Laporan posisi keuangan atau neraca adalah suatu daftar yang menunjukkan posisi keuangan, yaitu komposisi dan jumlah aset, liabilitas,
23
dan ekuitas dari suatu entitas tertentu pada suatu tanggal tertentu. Entitas biasanya menyajikan laporan posisi keuangan dengan memisahkan aset lancar dan liabilitas lancar dari aset tidak lancar dan liabilitas tidak lancar. b. Laporan Laba-Rugi Komprehensif PSAK 1 memperkenalkan laporan laba rugi komprehensif yaitu laporan yang memberikan informasi mengenai kinerja entitas yang menimbulkan perubahan pada jumlah ekuitas entitas yang bukan berasal dari transaksi dengan pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik, misalnya setoran modal atau pembagian dividen. Laba rugi komprehensif terdiri atas : 1) Laba rugi Laba rugi memberikan informasi mengenai pendapatan, beban, dan laba rugi suatu entitas selama suatu periode tertentu. Laporan ini memberikan informasi mengenai hasil bersih entitas, sama dengan jumlah laba bersih yang dilaporkan dalam laporan laba rugi. 2) Pendapatan komprehensif lain Pendapatan komprehensif lain berisi pos-pos pendapatan dan beban yang tidak diakui dalam laba rugi.
Komponen pendapatan
komprehensif lainnya adalah : a) Perubahan dalam surplus revaluasi aset tetap, karena entitas menggunakan metode revaluasi untuk satu atau lebih kelompok aset tetapnya, sebagaimana diatur dalam PSAK 16 aset tetap.
24
b) Keuntungan dan kerugian aktuarial atas program manfaat pasti, sebagaimana diatur dalam PSAK 24 Imbalan kerja. c) Keuntungan dan kerugian yang timbul dari penjabaran laporan keuangan, sebagaimana diatur dalam PSAK 10 pengaruh perubahan nilai tukar valuta asing. d) Keuntungan dan kerugian pengukuran kembali aset keuangan yang dikategorikan sebagai tersedia untuk dijual, sebagaimana diatur dalam PSAK 55 Instrumen keuangan : pengukuran dan pengakuan. e) Bagian efektif dari keuntungan dan kerugian instrumen lindung nilai dalam rangka lindung nilai arus kas, sebagaimana diatur dalam PSAK 55 Instrumen keuangan : pengukuran dan pengakuan. c. Laporan Perubahan Ekuitas Untuk suatu entitas usaha berbentuk badan hukum perseroan terbatas (PT), laba yang ditahan dan tidak dibagikan sebagai dividen disajikan dalam neraca sebagai bagian dari ekuitas. Agar para pemengku kepentingan dapat mengikuti perubahan yang terjadi atas setiap komponen ekuitas dari masa ke masa secara transparan, maka perlu disusun laporan tersendiri dalam suatu laporan perubahan ekuitas. Laporan ini disusun dengan melakukan analisis atas kelompok akun ekuitas serta dokumen dan catatan yang berkaitan dengan ekuitas, antara lain keputusan rapat umum pemegang saham tentang pembayaran dividen, koreksi laba rugi tahun
25
lalu, perubahan struktur modal, dan perubahan pada komponen ekuitas lainnya, seperti pendapatan komprehensif lain. d. Laporan Arus Kas Informasi tentang kas dan setara kas serta arus penerimaan dan penggunaan dana kas dan setara kas adalah informasi yang sangat penting dan berguna untuk dilaporkan kepada para pemangku kepentingan. Penyusunan arus kas dapat dilakukan berdasarkan metode langsung maupun metode tidak langsung. Metode langsung disusun berdasarkan jurnal penerimaan kas dan bank, serta data pendukung lainnya. Sedangkan metode tak langsung menyusun laporan arus kas dengan membandingkan neraca awal dan neraca akhir, laporan laba rugi, serta data pendukung lainnya. e. Catatan atas Laporan Keuangan Menurut PSAK 1 catatan atas laporan keuangan berisi informasi tambahan atas apa yang disajikan dalam laporan posisi keuangan, laporan pendapatan komprehensif, laporan laba rugi terpisah (jika disajikan), laporan perubahan ekuitas dan laporan arus kas. Catatan atas laporan keuangan memberikan penjelasan naratif atau rincian dari pos-pos yang disajikan dalam laporan keuangan tersebut dan informasi mengenai pospos yang tidak memenuhi kriteria pengakuan dalam laporan keuangan. Menurut Hans (2012) pada dasarnya catatan atas laporan keuangan seharusnya memuat informasi sebagai berikut:
26
1) Pernyataan atas kepatuhan SAK. 2) Ringkasan kebijakan akuntansi signifikan yang diterapkan seperti dasar pengukuran yang digunakan dalam menyusun laporan keuangan dan kebijakan akuntansi lain yang diterapkan yang relevan untuk memahami laporan keuangan. 3) Informasi tambahan untuk pos-pos yang disajikan dalam setiap komponen laporan keuangan sesuai dengan urutan penyajian laporan dan penyajian masing-masing pos.
1. Kerangka Dasar Penyusunan Laporan Keuangan Laporan keuangan adalah laporan yang berisi informasi mengenai posisi keuangan, hasil usaha, perubahan posisi keuangan, kewajiban dan proyeksi laba yang disusun untuk memenuhi kebutuhan dari pengguna laporan keuangan. Pengguna laporan keuangan tersebut dapat berasal dari internal perusahaan maupun eksternal perusahaan. Laporan keuangan itu kemudian digunakan oleh pihak-pihak tersebut untuk digunakan sebagai alat pengambil keputusan ekonomi. Oleh sebab itu laporan keuangan menjadi salah satu bagian penting dalam dunia usaha. Karena menjadi bagian penting dalam dunia usaha laporan keuangan tersebut harus mempunyai kualitas penyajian yang baik. Menurut IAI dalam kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan (2007:7) menyatakan terdapat 4 karakteristik kualitatif laporan keuangan, yaitu:
27
a. Dapat dipahami Informasi dalam laporan keuangan harus dapat dipahami oleh pemiliknya dan dinyatakan dalam bentuk dan istilah yang disesuaikan dengan batas pengertian dalam pemakainya.
b. Relevan Informasi harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pemakai dalam proses pengambilan keputusan. Informasi memiliki kualitas relevan apabila dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini, atau masa depan, menegaskan, atau mengoreksi hasi evaluasi mereka di masa lalu. c. Keandalan Informasi harus andal (realible) artinya bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan pemakainanya sebagai penyajian yang tulus atau jujur dari yang seharusnya disajikan. d. Dapat dibandingkan Informasi dalam laporan keuangan akan lebih berguna bila dapat dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya dan dari perusahaan lain dalam periode yang sama untuk mengidentifikasikan kecendrungan posisi dan kinerja keuangan.
28
2. Rasio-rasio Laporan Keuangan Agus Harjito dan Martono (2013:53) menjelaskan bahwa secara garis besar ada 4 jenis rasio yang dapat digunakan untuk menilai kinerja keuangan perusahaan, yaitu rasio likuiditas, rasio aktivitas, rasio leverage, dan rasio profitabilitas (rentabilitas). Keempat jenis rasio dijelaskan sebagai berikut: a. Rasio likuiditas (liquidity ratio), yaitu rasio yang menunjukan hubungan antara kas perusahaan dan aktiva lancar lainnya dengan hutang lancar. Rasio likuiditas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban finansialnya yang harus segera dipenuhi atau kewajiban jangka pendek. b. Rasio aktivitas (activity ratio) atau dikenal juga sebagai rasio efesiensi, yaitu rasio yang mengukur efesiensi perusahaan dalam menggunakan asset-assetnya. c. Rasio leverage finacial (financial leverage ratio) yaitu rasio yang mengukur seberapa banyak perusahaan menggunakan dana dari hutang (pinjaman). Menurut Brealey,Myers dan Marcus (2008:75) rasio leverage terdiri dari rasio utang jangka panjang. Rasio utang jangka panjang ekuitas (rasio utang modal) adalah operating income yaitu gearing ratio yaitu perbandingan antara utang jangka panjang (long term liabilities) dan seluruh modal (net asset) perusahaan untuk menilai tingkat pendapatan modal sendiri sehubungan sengan usaha peningkatan operasioanal.
29
d. Rasio keuntungan (profitabilitas ratio) atau rentabilitas, yaitu rasio yang menunjukan kemampuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan dari penggunan modalnya.
3. Teori Signal Teori signal menjelaskan alasan perusahaan menyajikan informasi kepada publik (Wolk et al.,2001: 308). Informasi tersebut bisa berupa laporan keuangan, informasi kebijakan perusahaan maupun informasi lain yang dilakukan secara oleh manajemen perusahaan. Teori signal mengemukakan tentang bagaimana seharusnya sebuah perusahaan memberikan signal-signal kepada pengguna laporan keuangan. Signal ini berupa informasi mengenai apa yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk merealisasikan keinginan pemilik. Signal dapat berupa promosi atau informasi lainnya yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih baik daripada perusahaan lainnya (Machfoedz, 1999, dalam Wirawan, 2010). Penggunaan peraturan seperti IFRS yang meningkatkan kualitas pelaporan merupakan salah satu signal perusahaan untuk menarik investor atau pengguna lain.
C. Penelitian Terdahulu Telah banyak penelitian mengenai pengadopsian IFRS namun penelitian yang secara langsung berfokus pada suatu perusahaan dan suatu negara masih terbatas adapun penelitian terdahulu adalah sebagai berikut:
30
Nama Peneliti Marjan Petreski (2006)
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Metode TujuanPeneliti Penelitian Menjelaskan Wawancara: dampak adopsi studi kasus IFRS pada laporan keuangan perusahaan dan pada manajemen perusahaan
I Made Narsa (2007)
Menganalisis Analisi literatur struktur meta yang digunakan oleh FASB dan IASC dalam mengembangkan rerangka konseptual serta menelaah upaya dan hambatan yang harus dilakukan agar IFRS diterapkan oleh negara-negara anggota Rindu Rika Melihat apakah Analisis literatur Gamayuni (2009) Indonesia perlu mengadopsi IFRS atau tidak
IonnisTsalavoutas Untuk menguji and Lisa Evans transisi ke IFRS (2010) pada perusahaan yang terdaftar di yunani dengan membedakan perusahaan atas ukuran auditor
Menggunakan indeks comparability Gray
Hasil Penenlitian Pengungkapan laporan keuangan lebih tinggi dan manajemen perusahaan menjadi lebih bertanggung jawab (accountable) Penerapan IFRS memiliki hambatan yang sangat serius karena terdapat banyak perbedaan dari negaranegara anggota yakni seperti perbedaan budaya, politik, sistem ekonomi.
Indonesia memang perlu mengadopsi standar akuntansi yang berlaku global untuk dapat bersaing secara global menarik investor Implementasi IFRS memiliki dampak yang signifikan pada posisi keuangan dan kinerja perusahaan
31
yang digunakan. Untuk menganalisis dampak derajat konvergensi ke IFRS dan sistem pemerintahan ke conservatisme akuntansi: Studi kasus pada negara-negara Asia Ni Kadek Intan Untuk menguji Nuariyanti dan Ni kinerja perusahaan Made Adi dengan Erawati (2012) menggunakan rasio yang dilihat dari perbandingan laporan keuangan sebelum dan sesudah menggunakan IFRS Ratna Wardhani (2010)
Analisis regresi
Konvergensi ke IFRS dan sistem pemerintahan memiliki dampak yang positif terhadap kualitas laba
Penelitian bersifat komparatif dengan membandingkan kinerja perusahaan sebagai variable (Y) dan konvergensi IFRS sebagai variable bebas (X)
Terdapat perbedaan kinerja antara periode sebelum konversi IFRS dan sesudah konversi IFRS.
D. Kerangka Pemikiran Pengadopsian IFRS memiliki pengaruh yang sangat besar pada perusahaan yakni, khususnya pada pelaporan keuangan perusahaan dan kinerja perusahaan akan meningkat dengan adanya pergeseran standar akuntansi yang akan digunakan oleh perusahaan tersebut. Choi, et al. (1999) dalam Gamayuni (2009) menyatakan bahwa Harmonisasi merupakan proses untuk meningkatkan kompatibilitas (kesesuaian) praktik akuntansi dengan menentukan batasan-batasan seberapa besar praktik-praktik tersebut dapat beragam. Pengadopsian standar akuntansi internasional ke dalam standar akuntansi domestik bertujuan menghasilkan laporan keuangan yang memiliki tingkat
32
kredibilitas tinggi, persyaratan akan item-item pengungkapan akan semakin tinggi sehingga nilai perusahaan akan semakin tinggi pula, manajemen akan memiliki tingkat akuntabilitas tinggi dalam menjalankan perusahaan, laporan keuangan perusahaan menghasilkan informasi yang lebih relevan dan akurat, dan laporan keuangan akan lebih dapat diperbandingkan dan menghasilkan informasi yang valid untuk aktiva, hutang, ekuitas, pendapatan dan beban perusahaan (Petreski, 2007). Hung & Subramanyan (2004) dalam Gamayuni (2009) menguji efek adopsi IFRS memberikan bukti bahwa total aktiva, total kewajiban, lebih tinggi yang menerapkan IAS. Adopsi IAS juga berdampak pada rasio keuangan (likuiditas). Tujuan perusahaan mengadopsi IFRS agar perusahaan secara global dapat diterima, sehingga pihak asing ingin berhubungan dengan perusahaan tersebut baik dari segi investasi maupun kreditor serta kualitas pelaporan akuntasi yang dapat digunakan sesuai kebutuhan pengguna.
Gambar 2.1 Model Penelitian
Ekuitas
Laba Bersih
Likuiditas
Laporan Keuangan
33
E. Hipotesis Globalisasi mempengaruhi berbagai aspek di dunia termasuk akuntansi. Kebutuhan akan akses informasi yang tidak terbatas dan intens termasuk dalam laporan keuangan merupakan konsekuensi yang harus dihadapi bidang akuntansi. Melihat akan kebutuhan ini Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), sebagai organisasi yang berwenang dalam membuat standar akuntansi di Indonesia, memutuskan untuk melaksanakan program adaptasi dan harmonisasi standar akuntansi internasional IFRS. Pengadopsian penuh IFRS di Indonesia dimulai tahun 2012. Pengadopsian ini merubah kiblat standar akuntansi Indonesia yang semula mengacu pada rule based (berbasis aturan) menjadi principal based (berbasis prinsip). Pengaturan berbasis prinsip bertujuan untuk memenuhi tujuan dari IFRS yaitu meningkatkan kualitas informasi akuntansi yang terdapat pada laporan keuangan. PSAK dan IFRS memiliki perbedaan yang besar, PSAK Indonesia mengizinkan praktik akuntansi yang fleksibel, yang mana dapat disebut sebagai upaya akuntansi kreatif. Diharapkan bahwa IFRS secara khusus akan membatasi praktik ini dan, sebagai hasilnya, pelaksanaannya akan meningkatkan kualitas informasi akuntansi. Praktek ini meliputi pengakuan biaya awal sebagai aktiva tidak berwujud, yang memungkinkan perusahaan untuk menghindari penurunan laba dan untuk melebih-lebihkan aktiva bersih. Dalam aktiva tidak berwujud mengenai internally goodwill tidak diijinkan pengungkapannya sebagai aset namun harus dibebankan pada biaya riset dan pengembangan, penerapan standar ini mencegah adanya dampak negatif terhadap ekuitas pemegang saham.
34
Adopsi IAS 19 mengenai imbalan kerja, yang membutuhkan pengakuan yang luas akan defined benefit plans dan defined contribution plans untuk seluruh karyawan akan mengurangi aktiva bersih. IAS 37 berisi kriteria pengakuan yang lebih spesifik akan aset kontijensi, kewajiban diestimasi, dan aktiva kontijensi dan karena pengaturan akan pengungkapan yang lebih spesifik tersebut memiliki dampak negatif terhadap nilai aktiva bersih. Demikian pula, IAS 39 berisi kriteria pengukuran tertentu untuk kredit dan piutang. Perbedaan peraturan ini dengan PSAK memiliki dampak negatif pada aset bersih. Penggunaan IAS 32 penyajian laporan keuangan, untuk mengurangi kepemilikian saham sendiri dari ekuitas pemegang saham tersebut diharapkan dapat mengurangi aktiva bersih. IAS 36 mengharuskan perusahaan untuk menilai aset untuk penurunan nilai, dan membuat secara eksplisit pedoman bagaimana melakukannya dan bagaimana setiap kerusakan harus dipertanggung jawabkan. Tidak seperti IAS 2 (persedian), PSAK mengijinkan penggunaan LIFO (masuk terakhir, keluar pertama), yang sering digunakan dalam praktik menilai persediaan. IAS 2 secara eksplisit mengharuskan perusahaan menilai persediaan sebesar nilai terendah antara harga perolehan dan nilai realisasi bersih dan mengakui penurunan nilai, sementara di bawah PSAK, perubahan nilai persediaan diungkapkan dalam catatan tapi tidak diakui. IAS 18 (pendapatan) memperkenalkan persyaratan yang berbeda untuk pengakuan pendapatan penjualan yakni pendapatan diakui pada nilai wajar pendapatan yang akan diperoleh serta pendapatan dari penjualan harus diakui ketika perusahaan menyerahkan hak milik atas barang kepada pembeli, penyesuaian terhadap standar ini diekspektasikan mempengaruhi aktiva bersih
35
dengan mengurangi nilai aktiva lancar (persediaan dan piutang) yang akan berpengaruh juga terhadap nilai laba bersih dan ekuitas perusahaan. Pengadopsian IFRS juga akan berdampak pada setiap item laporan keuangan dan rasio keuangan. Hung dan Subramanyam (2004) dalam Gamayuni (2009) menyatakan bahwa total aktiva, ekuitas, total kewajiban akan lebih tinggi yang menerapkan IAS dibanding dengan standar akuntansi Jerman. Thornton (2006) dalam Ballas (2010) juga menemukan bahwa IFRS berdampak positif terhadap
ekuitas
perusahaan.
Tsalavoutas
(2010)
menemukan
bahwa
implementasi IFRS memiliki dampak yang positif terhadap ekuitas dan laba bersih perusahaan di Yunani. Cordazzo (2008) dalam Tsalavoutas (2010) menemukan laba bersih dan ekuitas yang lebih tinggi pada IFRS dibanding pada Italian GAAP. Peneliti Haller et al ( 2009) dalam Tsalauvoutas( 2010) mengatakan bahwa ; “ The transition from Germany GAAP to IFRS on equity and net income of German companies which had to adopt IFRS in 2005 and they find a significant increase in shareholder’s equity and net income” H1. Transisi ke IFRS berdampak positif pada ekuitas perusahaan H2. Transisi ke IFRS berdampak positif pada laba bersih perusahaan Tingkat akrual mungkin akan mengindikasikan integritas dari nilai buku yang dilaporkan (Bartov dan Kim, 2004 dalam Tsalavoutas,2010) dan rendah tingginya akrual dapat menunjukkan tingkat konservatif dari akuntansi yang berarti nilai yang dilaporkan lebih tinggi dari yang sebenarnya. Dan Leuz et al
36
(2003) mengatakan bahwa perekonomian
dengan kepemilikan tersebar,
perlindungan investor yang kuat dan pasar saham yang besar dapat menunujukkan lebih rendah manajemen labanya dibandingkan dengan kepemilikan yang relatif terkonsentrasi, perlindungan investor yang lemah, dan pasar saham yang kurang berkembang. Manajemen laba yang diidentifikasi di atas juga akan berdampak pada rasio likuiditas. (Ini juga didukung oleh Butler et al. (2004) Selanjutnya, Baralexis (2004) menemukan bahwa pembiayaan kredit merupakan motif yang paling penting bagi perusahaan untuk melebih-lebihkan keuntungan. Penggunaan IFRS meminta pengungkapan yang lebih dibanding dengan standar lokal yang ada, IFRS juga meningkatkan reliabilitas, transparansi, dan komparabilitas laporan keuangan sehingga memungkinkan penurunan rasio-rasio keuangan perusahaan. Jermakowicz (2008) rasio yang dilaporkan akan mengalami penurunan yang signifikan dibawah IFRS dibanding pada US GAAP, serta Tsalavoutas and Evans ( 2010) penerapan IFRS menimbulkan dampak negatif pada rasio keuangan seperti rasio likuiditas. H3: Transisi IFRS berdampak negatif terhadap rasio likuiditas