BAB II KONSEP DASAR
A. Pengertian Post partum adalah waktu penyembuhan dan perubahan waktu kembali pada keadaan tidak hamil dan penyesuaian terhadap penambahan keluarga baru. Tubuh akan mengalami perubahan dan akan pulih seperti sebelum hamil dalam waktu 4-6 minggu berikutnya (Hamilton, Persis Mary, 1995). Post partum (masa puerperium) juga disebut masa setelah partus selesai dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu, akan tetapi seluruh alat genetalia baru pulih kembali seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu 3 bulan (Prawiharjo, 1996). Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa post partum merupakan suatu proses penyembuhan atau pengembalian secara fisiologis mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kendungan kembali seperti sebelum hamil dalam waktu 6 minggu.
B. Anatomi Fisiologi Organ reproduksi wanita terbagi atas organ eksterna dan interna. Oragan eksterna dan vagina berfungsi pada kompilasi, sedangkan organ interna berfungsi dalam ovulasi, sebagai tempat fertilisasi sel telur dan perpindahan blastosis, dan sebagai tempat implantasi; dapat dikatakan berfungsi untuk pertumbuhan dan kelahiran janin.
6
1. Organ Reproduksi Eksterna Pudenda, organ reproduksi eksterna yang sering disebut sebagai vulva, mencakup semua organ yang dapat terlihat dari luar, mulai pubis sampai perineum, yaitu: monspubis, labia mayora, dam minora, klitoris, hymen, vestibulum, meatus uretra dan berbagai kelenjar serta pembuluh darah. a. Mons Pubis Mons pubis atau mons veneris adalah bantalan berisi lemak yang terletak dipermukaan anterior simfisis pubis. Setelah pubertas kulit mons tertutup rambut ikal yang membentuk pola distribusi tertentu (escutcheon). Umumnya pola ini berbeda antara pria dan wanita. Pada wanita tberbentuk segitiga dengan dasarnya dibentuk oleh batas atas simfisis dan sebagian tersebar kebawah menutupi bagian luar labia mayora. Pada pria escutcheon tidak terbatas tegas, rambut pubis dapat tumbuh ke atas menuju sekitar umbilicus dan ke bawah. b. Labia Mayora Labia mayora berupa dua buah lipatan bulat jaringan lemak yang ditutupi kulit dan memanjang ke bwah dan kebelakang dari mons pubis. Pada wanita dewasa, bagian ini berbeda beda bentuknya, terutama tergantung
pada
banyaknya
lemakyang
tergantung
pada
banyaknya
lemak
yang
membentuknya, membentuknya.
terutama Secara
embriologis, labia mayora adalah homolog dari skrotum pada pria. Ligamentum rotundum berakhir pada bagian atas labia mayora. Setelah melahirkan beberapa kali labia mayora menjadi tidak terlalu menonjol dan
7
pada usia lanjut biasanya menjadi keriput. Biasanya panjang labia mayora 7-8 cm, lebar 2-3 cm, tebal 1-1,5 cm, dan agak meruncing pada ujung bawah. Pada anak-anak dan nulipara, kedua sisi labia biasanya terletak berdekatan, sehingga menutup sama sekali jaringan di bawahnya. Sedangkan pada multipara, labia mayora biasa terbuka lebar. Labia mayora berlanjut menjadi mons pubis di bagian posterior, sedangkan pada daerah medial bergabung menjadi komisura posterior. Sebelum pubertas
permukaan luar kedua belah labia mayora
serupa dengan kulit di sekitarnya, tetapi setelah pubertas masing-masing tertutup oleh rambut. Pada nulipara, permukaan dalamnya lembab dan menyerupai selaput mukosa, sedangkan pada nulipara, bagian dalamnya makin menyerupai kulit yang tidak berambut. Pada labia mayora banyak terdapat kelenjar minyak. Di bawah kulitnya, terdapat lapisan jaringan ikat padat yang kaya akan serabut elastin dan jaringan lemak, tetapi hamper tidak ditemukan unsure otot. Berbeda dengan epitel gepeng dari vagina dan serviks, pada bagian tertentu kulit vulva terdapat organel epitel. Pada bagian bawah kulit, terdapat gumpalan lemak yang merupakan bagian terbesar labia, pada jaringan lemak ini, terdapat suatu pleksus venosus yang sebagai akibat trauma aksterna, dapat robek dan membentuk hematoma. c. Labia Minora Dua buah jaringan dari jaringan berwarna kemerahan akan terlihat bila labia mayora dibuka. Jaringan yang sisinya menyatu pada ujung atas vulva ini disebut labia minora atau nimfe. Ukuran dan bentuknya
8
sangat bervariasi di antara wanita. Pada nulipara, labia minora biasanya tidak terlihat, tersembunyi di belakang labia mayora yang tertutup, sedangkan pada multipara labia minora sering menonjol di atas labia mayora. Labia minora adalah lapisan jaringan yang tipis dan bila terbuka terlihat lembab dan kemerahan, menyerupai selaput mukosa. Akan tetapi jaringan ini ditutupi oleh epitel gepeng berlapis dengan banyak tonjolan papilla. Tidak ditemukan folikel rambut pada labia minora namun banyak terdapat folikel sebasea dan kadang-kadang terdapat kelenjar keringat. Bagian dalam lipatan terdiri dari jaringan ikat dengan banyak pembuluh darah dan serabut otot polos, seperti biasa ditemukan pada jaringan yang erktil. Jaringan ini sangat sensitive dan memiliki berbagai macam akhiran saraf. Jaringan labia minora menyatu di bagian superior dimana masing-masing terpisah membentuk 2 lamallae. Pasangan lamellae sebelah bawah menyatu membentuk frenulum klitoris. Pada bagian inferior labia ini memanjang mendekati garis tengah sebagian jaringan berlipat-lipat dan menyatu membentuk fourchet yang terlihat jelas pada nulipara. d. Klitoris Klitoris adalah jaringan yang homolog dengan penis, bentuknya kecil, silindris, erektil, dan letaknya dekat ujung superior vulva. Organ ini menonjol ke bawah di antara kedua ujung labia minora, menyatu membentuk prepusium dan frenulum klitoris. Klitoris terdiri dari glans,
9
korpus, dan dua buah kurva. Glans terbentuk dari sel-sel berbentuk fusimoris, dan pada korpus terdapat dua corpora kavernosa di mana pada dindingnya terdapat serabut otot polos. Krura yang bentuknya tipi dan panjang berawal di permukaan inferior ramus iskiopubis dan menyatu tepat di bawah pertengahan arkus pubis membentuk korpus klitoris. Panjang klitoris jarang melebihi 2 cm bahkan saat ereksipun dan posisinya terlipat karena tarikan labia minora. Akibatnya ujung klitoris mengarah kebawah dan ke dalam menuju liang vagina. Kelenjarnya yang panjang yang panjangnya jarang melebihi 0,5 cm tertutup epitel gepeng berlapis yang sangat kaya akan akhiran syaraf dan karenanya sangat sensitive terhadap sentuhan. Klitoris yang erktil dengan pembuluh darah yang berhubungan dengan bulbus vestibularis dipandang sebagai salah satu bahkan mungkin merupakan organ erogen yang paling utama pada wanita. e.
Vestibulum Vestibulum adalah daerah berbentuk bulat amandel yang di batasi labia minora di lateral dan memanjang dari klitoris di atas hingga fuorchet di bawah. Vestibulum adalah jaringan fungsional pada wanita dewasa yang berasal dari sinus urogenital pada embrio. Pada tahap kematangan terdapat 6 buah lubang : uretra, vagina, 2 saluran kelenjar bartholini, dan juga duktus skene. Bagian posterior vestibulum antara vourchet dan liang vagina disebut fosa navikularis yang agak jarang terlihat kecuali pada nulipara, karena biasanya rusak setelah melahirkan.
10
Disekitar vestibulum terdapat kelenjar vestibularis mayor yaitu kelenjar barthilini. Kelenjar ini merupakan sepasang kelenjar majemuk berukuran kecil dengan diameter 0,5-1 cm. Letaknya di bawah vestibulum pada kedua sisi liang vagina. Kelenjar bartholini terletak di bawah otot bulbus vestibularis. Saluran kelenjar ini panjangnya 1,5-2 cm dan bermuara pada sisi vestibulum, tepat di luar batas lateral liang vagina. Pada saat keadaan normal hanya sonde paling halus yang dapat melewati lumen kelenjar ini. Pada saat gairah seksual meningkat, kelenjar ini mengeluarkan secret yang mukoid. Neisseria gonorrheae, atau bakteri lain kadangkala tinggal pada duktasnya dan melalui saluran masuk mencapai kelenjar, sehingga menyebabkan supurasi dan abses kelenjar bartholini. f. Orivisium Uretra Eksterna Dua pertiga bagian bawah uretra terletak tepat di atas dinding depan vagina dan bermuara pada meatus uretra. Meatus uretra terletak pada garis tengah vestibulum, 1-1,5 cm di bawah arkus pubis, letaknya dekat bagian atas liang vagina dan biasanya terlihat menojol berkerut-kerut. Orifisium uretra tampak sebagai celah vertical yang dapat meregang mencapai diameter 4-5 mm. Biasanya duktus parauretral bermuara pada dinding posterior tepat di sebelah dalam meatus. Saluran kelenjar ini diameternya kecil, kurang lebih 0,5 mm, dengan panjang yang bervariasi. g. Bulbus Ventibularis Di bawah selaput mukosa vestibulum pada kedua sisinya terdapat bulbus vestibularis, suatu kumpulan vena berbentuk amandel, panjangnya
11
3-4 cm, lebar 1-2 cm, tebal 0,5-1 cm. Letaknya berdekatan dengan ramus iskiopubis dan sebagian tertutup m. iskiokavernosus dan konstriktor vagina. Ujung bawah bulbus vestibularis biasanya terdapat disekitar pertengahan liang vagina dan kesebelah anterior memanjang ke klitoris. h. Ostium Vagina dan Himen Liang vagina terdapat dibagian bawah vestibulum dan bentuk serta ukuranya bervariasi. Pada gadis, kebanyakan vagina tertutup sama sekali oleh labia minora, dan bila di buka biasanya hampir seluruhnya tertutup oleh selaput hymen. i. Perineum Jaringan yang terutama menopang perineum adalah diagfragma pelvis terdiri dari m. levatorani membentuk sabuk otot yang lebar bermula dari permukaan posterior ramus pubis superior, dari permukaan dalam spina fiscal, dan terdapat di antaranya, dari fasia obturatorius. Serabut otot berinsersi yang efisien untuk keduanya.Diafragma urogenitalia terletak disebelah luar diagfragma pelvis, yaitu di daerah segitiga antara tuberositas iskial dan simfisis pubis. j. Korpus perinealis Persatuan mediana levator ani, yang terletak antara anus dan vagina diperkuat oleh tendon sentralis perineum. Pada mana bersatu m. bulbokavernosus, m. perinalis transversalis superficial dan merupakan pendukung utama perineum, sering robek selama persalinan kecuali dilakukan episiotomy yang memadai pada saat yang tepat.
12
2. Organ Reproduksi Interna a. Vagina Merupakan jaringan muskulo-membranosa berbentuk tabung yang memanjang dari vulva ke uterus, berada diantara kandung kemih di anterior dan rectum posterior. Vagina mempunyai banyak fungsi sebagai saluran keluar dari uterus, dilalui sekresi uterus dan kotoran menstruasi, sebagai organ kopulasi, dan sebagai bagian jalan lahir saat persalinan. Bagian atas vagina
berasal dari duktus mulerian, sedangkan bagian
bawahnya terbentuk dari sinus urogenitalis. Dibagian depan, vagina berbatasan dengan vesika urinaria dan uretra, dipisahkan oleh jaringan ikat yang sering disebut septum vesikovaginalis. Dibagian belakang yaitu antara bagian bawah vagina dan rectum terdapat struktur serupa yang membentuk septum rectovaginalis. Biasanya seperempat bagian atas vagina dipisahkan dengan rectum oleh kantung rektouterina atau kadang-kadang disebut kavum douglasi. b. Uterus Uterus merupakan organ muskuler yang sebagian tertutup oleh peritoneum atau serosa. Rongga ini dilapisi endometrium. 1) Letak anatomis Uterus wanita yang tidak hamilterletak pada rongga panggul antara kandung kemih di anterior dan rectum di posterior. Bagian inferior, yaitu serviks menonjol kedalam vagina.
13
2) Bentuk dan ukuran Bentuk uterus menyerupai buah pir yang gepeng dan terdiri atas dua bagian yang tidak sebangun. Bagian atas berbentuk segitiga yang merupakan badan uterus yaitu korpus dan bagian bawah berbentuk silindris yang merupakan bagian fusimorfis, yaitu serviks. Bentuk dan ukuran uterus bervariasi dan sangat dipengaruhi usia dan paritas seorang wanita. c. Servik Uteri Serviks merupakan bagian uterus dengan fungsi khusus, terletak di bawah isthmus. Di anterior, batas atas serviks yaitu osteum interna kurang lebih tingginya sesuai batas peritoneum pada kandung kemih. Seviks memiliki serabut otot polos, namun terutama terdiri atas jaringan kolagen, ditambah jaringan elastic serta pembuluh darah. d. Korpus Uteri Dinding korpus uteri terdiri dari 3 lapisan: serosa, muskuler, dan mukosa. Lapisanserosa terbentuk dari peritoneum yang menyelubungi uterus, dimana peritoneum melekat erat kecuali pada daerah diatas kandung kemih dan pada tepi lateral dimana peritoneum berubah arah sedemikian rupu membentuk ligamentum latum. 1) Endometrium Bagian terdalam dari uterus, yaitu lapisan mukosa yang melapisi rongga uterus pada wanita yang tidak hamil disebut endometrium. Endometrium berupa membrane tipis berwarna merah muda menyerupai
14
beludru yang bila diamati dari dekat terlihat ditembusi oleh banyak sekali lubang-lubang kecil. 2) Miometrium Merupakan jaringan pembentuk sebagian besar uterus dan terdiri dari kumpulan otot polos yang disatukan jaringan ikat dengan banyak serabut elastin didalamnya.Selama kehamilan terutama melalui proses hipertrofi miometrium sangat memperbesar namun tidak terjadi perubahan yang berarti pada oto di serviks. e.
Ligamentum Dari Uterus Ligamentum latum terdiri dari dua jaringan menyerupai sayap yang melebar dari batas lateral uterus hingga dinding pelvis dan disitu membagi rongga pelvis menjadi kompaltemen anterior dan posterior. Masing-masing
ligamentum
uterosakrum
berawal
pada
perlekatan posterolateraal portio supravaginal serviks untuk kemudian mengintari rectum, dan berinsersi pada fasia dari veterbra sakralis kedua dan ketiga. 1) Posisi Dalam keadaan normal uterus merupakan organ yang dapat digerakkan sebagian; serviks memang tetap terpaku namun korpus uteri bebas bergerak pada bidang interior posterior. Karenanya pada posisi uterus dipengaruhi oleh postur tubuh dan gravitasi.
15
2) Pembuluh darah Suplai vaskuler uterus terutama berasal dari a. uterine dan a. ovarika. Sebagian darah dari bagian atas uterus, ovarium dan bagian atas ligamentum latum membentuk pleksus pampiniformis yang berukuran besar. 3) Sistem limfatik Limfe dari berbagai bagian uterus mengalir menuju beberapa kelompok modus limfatiokus. Yang berasal dari serviks utama bermuara ke mous hipograstikus, yang terletak dekat percabangan pembuluh darah iliaka komunis. 4) Persyarafan Terutama berasal dari sistim saraf simpatis, tetapi sebagian juga berasal dari system serebrospinal dan para simpatis. Sistem parasimpatis pada kedua sisi diwakili oleh n. pelvikus yang terdiri dari beberapa serabut berasal darin. Sakralis kedua, ketiga dan keempat. f. Tuba falopi Saluran ovum yang disebut tuba falopi terentang antara kornu uterine hingga suatu tempat di dekat ovum. Tuba mempunyai banyak sekali jaringan elastin, pembuluh darah dan limfatik. Persyarafan simpatisnya luas, bila dibandingkan dengan parasimpatisnya luas, bila dibandingkan dengan para simpatis namun peran dari persarafan ini pada fungsi tuba sangat sedikit diketahui.
16
g. Ovarium Merupakan organ yang berbentuk seperti buah amandel, fungsinya untuk perkembangan dan pelepasan ovum erta sintetis dan sekresi hormonehormon steroid. Ukuran ovarium bervariasi. Selama masa reproduksi panjang ovariium 2,5-5 cm dan tebal 0,6-1,5 cm. h. Peninggalan embriologis Parovarium yang dapat ditemukan ada jaringan ikat longgar di dalam ligamentum latum di sekitar messosalving. Terdiri dari sejumlah tubuli vertical yang sempit dibatasi epitel bersilia. Bagian cranial parovarim adalah epooforon atau disebut organ rosenmuller (Cunningham, 1999).
C. Etiologi Partus normal merupakan suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina. Partus dibagi menjadi 4 kala; Kala I dinyatakan partus dimulai bila timbul his dan wanita tersebut mengeluarkan lender yang bersama darah. Lendir yang bersama darah ini berasal dari lender kanalis servikalis karena serviks mulai membuka/ mendatar. Sedangkan darahnya berasal dari pembuluh-pembuluh kapiler yang berada disekitar kanalis servikalis itu pecah karena pergeseran-pergeseran ketika servik membuka. Kala II, his menjadi lebih kuat dan cepat kira-kira 2 sampai3 menit. Karena biasanya dalam hal ini kepala janin sudah masuk. Kala III, Setelah bayi lahir, uterus tebal keras denganfundus uteri diatas pusat. Uterus berkontraksi untuk melepaskan plasenta,. Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darahkira-kira 100-200 cc. Kala IV, adalah
17
kala pengawasan 1 jam setelah bayi lair untuk mengawasi keadaan ibu terhadap bahaya pendarahan post partum. ( Prawiroharjo, 2002 ).
D. Patofisiologi ( Mekanisme Pasca Persalinan Normal ) 1. Adaptasi Fisiologis a. Involusi Uteri Pada perubahan yang terjadi setelah selesai proses kembalinya alat kandungan, uterus dan jalan lahir secara berangsur-angsur menjadi kecil sehingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil, (Rustam Mochtar, 1998). Akhir kala III pada persalinan normal, uterus berada pada garis tengah kira-kira 2 cm dibawah umbilikus dengan fundus menetapa pada sakrau promotorium. Ukuran uterus sama dengan saat hamil 26 minggu, panjang sekitar 14 cm, lebar 123 cm, dan berat sekitar 1000 gr. Dalam 12 jam setelah persalinan, tinggi fundus uteri sekitar 12 cm di atas umbilikus, involusi berlangsung cepat, penurunan 1-2 cm per 24 jam, setelah 6 hari post partum menjadi ½ simphisis pubis, setelah 9 hari post partum uterus tidak teraba lagi. Dalam 1 minggu berat 300 gram dan menjadi 50-60 gram stelah 6 minggu (Prawiroharjo, 1996). b. Kontraksi uterus Peningkatan kotraksi uterus setelah persalinan bayi, selama 1-2 jam pertama post partum aktifitas uterus menurun dengan halus dan progresif secara atabil. Periode kontraksi dan relaksasi dengan kuat lebih umum pada
18
kehamilan dan mungkin meyebabkan perut menjadi tidak nyaman atau nyeri yang biasa disebut after pain. 2. Adaptasi Psikologis a. Fase Taking In (Ketergantungan) Terjadi pada 1-2 hari pasca persalinan, dimana ibu membutuhkan perlindungan dan pelayanan maksimal. Pasien memfokuskan energinya pada bayi yang baru lahir dan selalu membicarakan pengalaman melahirkan secara berulang-ulang. Untuk beberapa hari, kesehatan ibu tergantung pada tanggung jawab orang lain, mereka mempercayakan pada orang lain untuk kebutuhan rasa aman, nyaman, istirahat, makanan, kedekatan hubungan keluarga mereka dengan bayi yang baru lahir. b. Fase Taking Hold (Ketergantungan - Ketidaktergantungan) Tahap ini dimulai pada hari ketiga sampai minggu keempat tau bahkan kelima. Pada fase ini ibu secara pelan-pelan bersikap mandiri dan secar bergantian menerima bantuan orang lain. c. Fase Letting Go (Ketidaktergantungan) Fase ini dimulai sekitar hari ke 5-6 setelah kelahiran. Sistem keluarga telah menyesuaikan diri dengan an ggotanya yang baru, ibu sudah sembuh, secara fisik maupun psikis ibu telah mampu menerima tanggung jawab secara normal dan sudah tidak disertai adanya rasa sakit pasca melahirkan.
19
E. Manifestasi Klinik Periode post partum adalah masa 6 minggu sejak bayi lahir sampai organorgan reproduksi kembali kekeadaan sebelum hamil. Adaptasi/ perubahan fisiologis wanita setelah melahirkan meliputi: 1. Sistem reproduksi a. Involusi uterus Proses kembalinya uterus kekeadaan sebelum hamil setelah melahirkan disebut involusi. Pada akhir tahap ke 3 persalinan uterus berada digaris tengah kira-kira 2 cm dibawah umbilicus dengan bagian fundus bersandar pada promotorium sakralis. Besar uterus kira-kira sama dengan besar uterus sewaktu usia kehamilan 16 minggu dan beratnya kira-kira 1000 gr. Dalam waktu 12 jam tinggi fundus mencapai ±1 cm diatas umbilicus. Fundus turun ±1-2 cm setiap 24 jam pada hari ke 6 fundus normal dipertengahan umbilicus dan simfisis pubis. Pada hari ke 9 uterus tidak bisa di palpasi. b. Kontraksi uterus Hormon estrogen yang dilepas dar kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengompresi pembuluh darah dan membantu hemostasis. 1-2 jam pasca post partum kontraksi uterus bias berkurang dan tidak teratur. Mules-mules setelah melahirkan akibat kontraksi muterus disebut Afterpain. c. Tempat plasenta Setelah plasenta dan ketuban, kontraksi vaskuler dan thrombosis menurunkan tempat plasenta ke area yang meninggi dan bernodul tidak
20
teratur. Pertumbuhan endometrium menyebabkan pelepasan jaringan nekrotik mencegah pembentukan jaringan parut. d. Lochea Rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir disebut lochea. Berwarna merah kemudian berubah menjadi merah tua/ merah coklat. 1) Lochea rubra : pada hari ke 1-2, merah terang tua, mengandung darah, debris desidua, debris trofoblastik. 2) Lochea serosa : pada hari ke 3-4, warna merah muda atau coklat, mengandung sel darah, serum, lekosit dandebris jaringan. 3) Lochea alba : pada hari ke 4-10, warna kuning-putih, mengandung lekosit, desidua, sel epitel, mucus, serum, dan bakteri. Lokia alba bertahan selama 2 sampai 6 minggu setelah bayi lahir. e. Serviks Setelah 18 jam pasca partum serviks memendek, menjadi padat dan kembali kebentuk semula. Serviks setinggi segmen bawah uterrrus tetapedematosa, tipis dan rapuh selama beberapa hari setelah melahirkan. f. Vagina dan perineum Vagina kembali secara bertahap keukuran sebelum hamil, 6-8 minggu setelah bayi lahir. Rugae akan terlihat minggu ke-4. Rugae akan memipih secara permanen. Penebalan mukosa vagina terjadi eiring pemulihan fungsi ovarium.
21
2. Sistem endokrin a. Hormon plasenta Kadar estrogen dan progesterone menurun secara mencolok setelah plasenta keluar kadar terendahdicapai 1 minggu pasca patum. b. Hormon hipofisis dan fungsi ovarium Pada wanita menyusui kadar prolaktin meningkat sampai minggu ke-6 setelah melahirkan, wanitatidak menyusui mengalami penurunan kadar prolaktin, mencapai rentng sebelum hamil dalam 2 minggu. c. Abdomen Pada hari pertama setelah melahirkan abdomen masih tampak menonjol. Dalam 2 minggudinding abdomen rileks. ±6 minggu dinding abdomen kembali kekeadaan sebelum hamil. 3. Sistem Urinarius Penurunan kadar steroid menyebabkan penurunan fungsi ginjal selama masa pasca partum. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu 1 bulan pasca partum. ±2-88 minggu supaya hipotonia pada kehamilan dan dilatasi ureter serta pelvis ginjal kembali sebelum hamil. Kehilangan cairan melalui keringat dan peningkatan sejumlah urin menyebabkan penurunan BB 2,5 kg pasca partum. 4. Sistem Cerna Nafsu makan meningkat setelah melahirkan. Motilitas otot traktu cerna menetap selama waktu singkat setelah bayi lahir. BAB tertunda selama 2 sampai 3 hari disebabkan tonus otot usus menurun.
22
5. Payudara Konsentrasi hormone yang menstimulasi perkembangan payudara selama hamil menurun dengan cepat setelah bayi lahir. Pada wanita tidak menyusui kadar prolaktin menurun sekresi, ekskresi kolostrom menetap beberapa hari pertama melahirkan. 6. Sistem kardiovaskuler Tekanan darah ibu harus kembali stabil setelah melahirkan. Penurunan ±20 mmhg atau lebi dari sistolik dapat terjadi bila si ibubergerak atau berubah posisi dari terlentang ke duduk merupakan gangguan sementara pada kompensasi kardiovaskuler yang merefleksikan adanya hipotensi orthostatic, yang ditandai dengan adanya perasaan pusing segera setelah berdiri, dan hal ini terjadi 48 jam pertama setelah persalinan. Penurunan tekanan darah dapat merefleksikan adanya hipovolemia, sekunder terhadap perdarahan. Peningkatan tekanan darah 30 mmhg systolic atau 15 mmhg diastolic bila disertai sakit kepala atau gangguan penglihatan kemungkinan mengarah adanya pre-eklamsia. 7. Sistem neurologi Setelah anak lahir, rasa baal dan kesemutan hilang setelah anak lahir serta rasa tidak nyaman neurologis kehamilan akan menghilang. 8. Sistem musculoskeletal Stabilisasi sendi lengkap pada minggu ke-6 sampai 8. Akan tetapi walaupun semua sendi kembali normal, kaki tidak mengalami perubahan setelah melahirkan.
23
9. Sistem Integumen Hiperpigmentasi dierola dan linea negra tidak menghilang seluruhnya setelah bayi lahir dan kloasma menghilang saat akhir kehamilan. Rambut halus yang tumbuh lebat akan menghilang setelah melahirkan.
F. Komplikasi Post partum 1. Sistem Kardiovaskuler Tekanan darah sama saat bersalin, suhu meningkat karena dehidrasi pada awal post partum terjadi bradikardi. Volume darah menurun karena kehilangan darah dan kembali normal 3-4 minggu (persalinan normal : 200 – 500 cc, sesaria : 600 – 800 cc), Ht meningkat, leukosit meningkat, neutrophil meningkat. Jantung kembali ke posisi normal, COP meningkat dan normal 2-3 minggu. 2. Sistem Gastrointestinal Mobilitas lambung menurun sehingga timbul konstipasi. Kehilangan ratarata berat badan 5,5 kg. 3. Sistem Urinaria Edema pada kandung kemih, urethra dan meatus urinarius terjadi karena trauma. Pada fungsi ginjal: proteinuria, diuresis mulai 12 jam, fungsi kembali normal dalam 4 minggu.
G. Penatalaksanaan Pengkajian post partum dengan TTV, pemberian cairan intravena, oksitoksik, obat nyeri.
24
1. Monitor TTV Tekanan darah meningkat lebih dari 140/90 mungkin menandakan preeklamsia, suhu tubuh meningkat menandakan terjadinya infeksi/ dehidrasi, peningkatan nadi dan pernafasan menandakan infeksi, stress atau dehidrasi. 2. Pemberian cairan intravena Untuk mencegah dehidrasi dan meningkatkan kemampuan peredaran darah dan menjaga agar jangan jatuh dalam keadaan syok, maka cairan pengganti merupakan tindakan yang vital, seperti Dextrose atau Ringer. 3. Pemberian Oksitosin Segera setelah placenta dilahirkan, oksitosin ( 10 unit ) ditambahkan dengan 500 cairan infuse atau diberikan secara intramuskuler untuk membantu kontraksi uterus dan mengurangi perdarahan post partum. 4. Obat nyeri Obat-obatan yang mengontrol rasa sakit termasuk sedative, alaraktik., narkotik dan antagonis narkotik. Anastesi hilangnya sensori. Obat ini diberikan secara regional / umum. ( Hamilton, 1995 )
H. Pengkajian Fokus Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan hal yang penting dilakukan, baik saat penderita baru pertama kali dating maupun selama klien dalam masa perawatan (Hadinegoro, 2006: 10).
25
1. Pemeriksaan Fisik Monitor Keadaan Umum Ibu - Jam I
: tiap 15 menit, jam II tiap 30 menit
- 24 jam I
: tiap 4 jam
- Setelah 24 jam
: tiap 8 jam
a. Monitor Tanda-tanda Vital b. Payudara Produksi kolustrum 48 jam pertama. c. Uterus Konsistensi dan tonus, posisi tinggi dan ukuran. d. Kandung Kemih dan Output Urine Pola berkemih, jumlah distensi, dan nyeri. e. Bowel Pergerakan usus, hemoroid dan bising usus. f. Lochea Tipe, jumlah, bau dan adanya gumpalan. g. Perineum Episiotomi, laserasi dan hemoroid, memar, hematoma, edema, discharge dan approximation. Kemerahan menandakan infeksi. h. Ekstremitas Tanda Homan, periksa redness, tenderness, warna. i. Aktivitas / istirahat Insomnia mungkin teramati
26
j. Sirkulasi Episode diaforetik lebih sering terjadi pada malam hari. k. Eliminasi Diuresis antara hari ke-2 dan ke-5. l. Makanan/cairan Kehilangan nafsu makan mungkin dikeluhkan kira-kira hari ke-3. m. Nyeri/ ketidak nyamanan Melaporkan ketidaknyamanan, berbagai sumber missal: trauma jaringan kandung kemih penuh, nyeri tekan payudara/ pembesaran dapat terjadi, di antara hari ke-3 sampai ke-5 post partum. n. Seksualitas Uterus 1 cm diatas umbilicus pada 12 jam setelah kelahiran, menurun kira-kira 1lebar jari setiap hanya lochea rubra berlanjut sampai hari ke2-3. ( Doengoes, 2001 ). o. Diagnostik Hemoglobin/ hematokrit, penentuan hemoglobin dan hematokrit diperoleh pada hari pertama post partum untuk pemeriksaan darah selama melahirkan, urinalisis, pemeriksaan lain mungkin dilakukan sesuai indikasi dri temuan fisik ( Dongoes, 2001 ).
27
I.
Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan post partum normal adalah : 1. Nyeri berhubungan dengan involusi uterus, nyeri setelah melahirkan 2. Resiko tinggi syok berhubungan dengan trauma jalan lahir 3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan laserasi dan proses persalinan 4. Resiko tinggi konstipasi b.d. ketidaknyamanan perineal dan peristaltik yang lemah. 5. Resiko tinggi kekurangan volume cairan dan elektrolit b.d. kehilangan darah, penurunan intake oral 6. Resiko tinggi gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. peningkatan kebutuhan untuk menyusui. 7. Gangguan pola tidur b.d. ketidaknyamanan fisik, kebutuhan minum anak. 8. Cemas b.d. kurangnya pengetahuan tentang perawatan bayi/ibu, kondisi bayi/ibu. 9. Intoleransi aktifitas b.d. kelemahan ( Doengoes, 2001 )
J.
Fokus Intervensi dan Rasional 1. Nyeri berhubungan dengan involusi uterus, nyeri setelah melahirkan Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang. Kriteria Hasil : a. Klien menyatakan nyeri berkurang dengan skala nyeri 3-4.
28
b. Klien tampak rileks, ekspresi wajah tidak tegang, klien bisa tidur nyaman. c. Tanda-tanda vital dalam batas normal: suhu 36-37 °C, N 60-100 x/menit, R 16-24 x/menit, TD 120/80 mmHg. Intervensi
:
a. Mengkaji nyeri klien dengan PQRST (P = factor penambah dan pengurang nyeri, Q = kualitas atau jenis nyeri, R = regio atau daerah yang mengalami nyeri, S = skala nyeri, T = waktu dan frekuensi nyeri). Rasional : untuk menentukan jenis, skala, dan tempat terasa nyeri. b. Mengkaji factor-faktor yang mempengaruhi reaksi klien terhadap nyeri. Rasional
: sebagai salah satu dasar untuk memberikan tindakan atau
asuhan keperawatan sesuai dengan respon klien. c. Memberikan posisi yang nyaman, tidak bising, ruangan terang, dan tenang. Rasional : membantu klien relax dan mengurangi nyeri. d. Biarkan klien melakukan aktivitas yang disukai dan alihkan perhatian klien pada hal lain. Rasional : beraktivitas sesuai kesenangan dapat mengalihkan perhatian klien dari rasa nyeri. e. Kolaborasi pemberian analgetik. Rasional : untuk menekan atau mengurangi nyeri. 2. Resiko tinggi syok berhubungan dengan trauma jalan lahir Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan perdarahan dapat
diatasi/ berhenti
29
Kriteria Hasil : Tidak adanya perdarahan, tanda-tanda vital normal. (TD=120/80 mmhg, S=36ºC, N=84x/mnt, RR=20x/mnt ) Intervensi
:
a. Monitor perdarahan ( jumlah, warna, bau ) Rasional : Sebagai langkah awal mengetahui tanda syok hipovolemik. b. Monitor TTV Rasional : tanda abnormal dapat segera diketahui. c. Monitor output lochea Rasional : terpantau haluaran cairan. d. Ukur intake dan output cairan Rasional : mengetahui tingkat kebutuhan cairan. e. Palpasi fundus dan obsevasi jumlah perdarahan vagina sampai stabil Rasional : pengukuran jumlah perdarahan f. Mengobservasi kemungkinan adanya tanda-tanda syok Rasional : agar dapat segera dilakukan rehidrasi meksimal jika terdapat tanda-tanda syok. g. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotic. Rasional :Pencegahan terhadap infeksi 3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan laserasi dan proses persalinan Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan terjadi infeksi, tidak
ada tanda- tanda infeksti (rubor, color, dolor dan fungsiolaesa). Kriteria Hasil : a. Tanda-tanda infeksi tidak ada (rubor, color, dolor, dan fungsiolaesa)
30
b. Suhu tubuh normal : 36-37 C c. Dapat melaksanakan tindakan pencegahan terhadap infeksi. d. Mencapai penyembuhan sesuai waktunya. Intervensi
:
a. Monitor tanda-tanda infeksi yaitu rubor, color, dolor, dan fungsiolaesa. Rasional : Sebagai langkah awal penentuan indakan keperawatan lebih lanjut. b. Pertahankan teknik antiseptic dan aseptic dalam perawatan luka Rasional :Mencegah terjadinya infeksi dan kontaminasi. c. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotic Rasional : Pencegahan terhadap infeksi 4. Resiko tinggi konstipasi b.d. ketidaknyamanan perineal dan peristaltik yang lemah. Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan eliminasi BAB normal.
Kriteria Hasil : Klien tidak mengalami gangguan eliminasi BAB; konstipasi. Intervensi
:
a. Mengobservasi frekuensi BAK klien Rasional :Mengetahui gangguan eliminasi klien b. Memotivasi untuk mengonsumsi makanan tinggi serat. Rasional :Memperlancar BAB c. Anjurkan pada klien untuk alih baring dan aktivitas Rasional :Merangsang peristaltic usus. d. Memberikan cairan 2500-3000ml/hari jika tidak ada kontra indikasi.
31
Rasional :Rehidrasi dan memperlancar penyerapan pada usus 5. Resiko tinggi kekurangan volume cairan dan elektrolit b.d. kehilangan darah, penurunan intake oral Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan cairan klien terpenuhi. Kriteria hasil : a. Menyatakan pemahamaman factor penyebab dan perlaku yang perlu untuk memenuhi kebutuhan cairan, seperti banyak minum air putih dan pemberian cairan lewai IV. b. Menunjukkan perubahan keseimbangan cairan, dibuktikan oleh haluaran urine adekuat, tanda-tanda vital stabil, membrane mukosa lembab, turgor kulit baik. Intervensi
:
a. Mengkaji keadaan umum pasien dan tanda-tanda vital. Rasional :
menetapkan
data
dasar
pasien,
untuk
mengetahui
penyimpangan dari keadaan normal. b. Mengobservasi kemungkinan adanya tanda-tanda syok. Rasional : agar dapat segera dilakukan rehidrasi meksimal jika terdapat tanda-tanda syok. c. Memberikan cairan intravaskuler sesuai program. Rasional : pemberian cairan IV sangat penting bagi pasien yang mengalami deficit volume cairan dengan keadaan umum yang buruk karena cairan IV langsung masuk ke pembuluh darah.
32
d. Memotivasi klien untuk banyak minum. Rasional : untuk mengantisipasi terjadinya dehidrasi akibat kebocoran plasma. e. Memonitor haluaran urine dan asupan cairan klien (balance cairan). Rasional : untuk mengetahui keseimbangan cairan atara masukan dan output (pengeluaran) cairan. 6. Resiko tinggi gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. peningkatan kebutuhan untuk menyusui. Tujuan
: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapakan kebutuhan
nutrisi klien terpenuhi secara adekuat. Kriteria hasil : a. Klien makan habis 1 porsi, tidak terjadi mual, muntah, dan anoreksia. b. Klien mengalami kenaikan berat badan sesuai tingkat perkembangan atau BB klien stabil (tidak mengalami penurunan). Rencana tindakan
:
a. Mengkaji pola kebutuhan nutrisi klien dan menimbang berat badan. Rasional : untuk mengetahui status gizi klien dan masalahnya. b. Mengkaji frekuensi mual dan muntah yang dirasakan klien. Rasional : untuk menetapkan cara mengatasi mual dan muntah. c. Memberikan makanan sedikit tapi sering, usahakan dalam keadaan hangat. Rasional : mencegah mual dan muntah. d. Mencatat porsi makanan yang dihabiskan klien setiap hari. Rasional : untuk mengetahui kecukupan nutrisi klien perhari.
33
e. Jika pemberian makanan per oral gagal, kolaborasi pemebrian makanan parenteral. Rasional : memenuhi nutrisi klien jika intake per oral gagal. f. Kolaborasi pemberian antiemetic dan antasisda. Rasional : mengurangi mual, muntah, dan melindungi lambung dari peningkatan asam lanbung. 7. Gangguan pola tidur b.d. ketidaknyamanan fisik, kebutuhan minum anak. Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan istirahat
terpenuhi Kriteria Hasil : a. Pasien tidur 7-8 jam per hari b. Pasien tampak segar Intervensi
:
a. Kaji pola tidur pasien Rasional : Data awal mengetahui tanda gangguan pola istirahat klien. b. Ciptakan lingkungan yang tenang ( batasi pengunjung ) Rasional : Memungkinkan menambah kenyamanan klien. c. Ganti alat tenun setiap hari Rasional : Merangsang rasa nyaman klien. d. Kaji kebiasaan pasien sebelum tidur Rasional : mengidentifikasi penyebab gangguan tidur. e. Ajarkan teknik relaksasi Rasional : Membantu klien untuk rileks.
34
8. Intoleransi aktifitas b.d. kelemahan Tujuan : Setelah dilakukan tindakan selama klien mengalami penurunan intoleransi aktivitas Criteria hasil : a. klien mau berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan atau diperlukan b. klien mampu melakukan aktifitaas ringan (bangun dari tempat tidur) Intervensi : a. Kaji keluhan klien, kaji respon pasien terhadap aktivitas fisik Rasional : Mengetahui rentang atau tingkat toleransi klien terhadap aktivitas sehari-hari sehingga kita dapat memotivasi klien. b. Motivasi klien untuk berlatih menggerakkan tubuhnya sesuai batas kondisinya Rasional : Meningkatkan kemampuan aktivitas latihan secara bertahap c. Motivasi keluarga untuk membantu aktivitas klien Rasional : Agar klien tetap dapat beraktivitas sesuai batas kemampuan geraknya d. Motivasi klien untuk melakukan perawatan diri jika mampu dan berikan bantuan sesuai kebutuhan Rasional : Memandirikan pasien secara bertahap
35