BAB II DASAR TEORI
2.1. Pengantar Knowledge adalah expertise atau experience (webster dictionary). Dalam hal ini perlu dibedakan antara data, informasi dan knowledge. Setiap perubahan data ke informasi dan akhirnya menjadi knowledge harus memberikan added value terhadap proses pengambilan keputusan, sehingga keputusan terakhir tersebut benar-benar mempunyai added value. Konversi data ke informasi sudah dapat dilakukan secara cepat dengan menggunakan bantuan komputer, misalnya dengan program statistik kita dapat merubah data menjadi kumpulan data yang memberikan arti. Karena konversi data ke informasi sudah mulai bisa diotomatisasi maka kita dapat fokus kepada penciptaan knowledge. Banyak terdapat alat-alat bantu konversi data menjadi informasi, misalnya Ms. Excel sangat membantu dalam melakukan simulasi informasi baik simulasi yang sifatnya alfa numerik maupun simulasi yang sifatnya grafis. Berbeda dengan pengembangan sistem lainnya seperti TQM, TQC, QCC, Six Sigma, dan lain-lain, kesemuanya tersebut merupakan suggestion system yang sangat fokus terhadap penciptaan knowledge. Sedangkan Knowledge Management fokus terhadap sharing knowledge. Perlu diketahui jika knowledge secara terus menerus diciptakan, maka akan terjadi knowledge gap dan dampaknya bagi pihak perusahaan akan mengakibatkan ketimpangan informasi dan pengetahuan yang akan mengakibatkan kerugian perusahaan. Terdapat lebih dari sepuluh definisi Knowledge Management (KM). Ada yang mengatakan KM adalah suatu proses, suatu kegiatan, suatu entity, suatu kemampuan (capability), bahkan ada pula yang mengatakan bahwa KM adalah suatu cara berfikir. Namun apapun definisinya, KM selalu berbicara mengenai pengelolaan knowledge atau pengetahuan. Oleh sebab itu penting dalam penelitian ini untuk memahami apa yang dimaksud dengan pengetahuan (knowledge), dan yang lebih penting lagi adalah untuk memahami Knowledge Management. Untuk
15
menyamakan pemahaman, penelitian ini akan diawali dengan uraian mengenai apa yang dimaksud dengan knowledge, kemudian definisi dari knowledge management. 2.2. Pengertian Knowledge Pengetahuan atau knowledge, adalah data dan informasi yang digabung dengan kemampuan, intuisi, pengalaman, gagasan, motivasi dari sumber yang kompeten. Data, informasi dan knowledge merupakan hal yang berbeda, namun sulit sekali dipisahkan antara ketiga hal tersebut. Perbedaan antara data, informasi dan pengetahuan seringkali hanya pada masalah derajat kedalamannya, dimana pengetahuan dipandang sebagai sesuatu yang lebih mendalam dibandingkan informasi, apalagi data. Namun ini tidak berarti bahwa pengertian pengetahuan tidak perlu dibicarakan secara lebih mendalam, karena dalam dunia bisnis misalnya, kebingungan mengenai perbedaan antara data, informasi, dan pengetahuan telah menyebabkan banyak perusahaan tidak memanfaatkan pengetahuan yang dimilikinya. Gambar II.1. di bawah ini menunjukkan hubungan antara tingkat-tingkat dalam hirarki konsep mengenai simbol, data, informasi, dan pengetahuan. Terlihat bahwa simbol merupakan tingkat yang paling dasar dalam hirarki konsep pengetahuan. Setiap gerakan ke arah atas, menuju pengetahuan dikatakan sebagai proses pengayaan (enrichment). Capability
Expertise di tingkat organisasi
Expertise
Investasi dengan mempertimbangkan mekanisme pasar uang
Knowledge
Informasi
Mekanisme Pasar Uang
Nilai tukar Rp. terhadap US$ US$ 1 = Rp. 8.500
Data
Rp. 8.500,-
Simbol
8, 5, R, P, 0
Gambar II.1. Hirarki Knowledge
16
Informasi dikonversi menjadi knowledge sesudah diproses di dalam pikiran seseorang dan knowledge menjadi informasi setelah ia diartikulasikan dan dipresentasikan di dalam bentuk teks, grafis, kata, dan bentuk simbolik lainnya, Alavi dan Leidner (2001). Orang-orang yang terlibat dalam suatu perusahaan untuk sampai pada pemahaman yang sama terhadap data atau informasi, maka mereka harus melakukan sharing satu basis knowledge (pengetahuan) yang pasti. Untuk memudahkan pemahaman awal dari Knowledge Management. Perlu untuk memahami definisi dari Knowledge itu sendiri. Banyak definisi mengenai knowledge yang dikemukakan oleh para ahli. Definisi mengenai knowledge tersebut antara lain adalah sebagai berikut : Davenport & Prusak (1998) Knowledge is a fluid mix of framed experience, values, contextual information, and expert insight that provides a framework for evaluating and incorporating new experiences and information. It originates and is applied in the minds of knowers. In organization, it often becomes embedded not only in documents or repositories but also in organizational reoutines, processes, practices, and norms. Knowledge is organized information applicable to problem solving (Woolf, 1990). Knowledge is information that has been organized and analyzed to make it understandable and applicable to problem solving or decision making (Turban, 1992). Knowledge encompasses the implicit and explicit restrictions placed upon objects (entities), operations, and relationships along with general and specific heuristics and inference procedures involved in the situation being modeled (Sowa, 1984). Knowledge consists of truths and beliefs, perspectives and concepts, judgments and expectations, methodologies and know-how (K.M. Wiig, 1993). Knowledge is the whole set of insights, experiences, and procedures that are considered correct and true and that therefore guide the thoughts, behaviors, and communications of people (Van der Spek & Spijkervet, 1997).
17
Knowledge is reasoning about information and data to actively enable performance,
problem-solving,
decision-making,
learning,
and
teaching
(Beckman, 1997). Secara umum dapat disimpulkan bahwa Knoweldge lebih dari sekedar informasi karena pengetahuan mencakup komponen yang lebih luas (pengalaman, nilai-nilai, wawasan, capacity to act, dll.) sehingga bentuknya bisa eksplisit atau tacit, dan harus dapat diaplikasikan dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Terdapat beberapa taksonomi pengetahuan, salah satu yang banyak digunakan dalam knowledge-base adalah klasifikasi sebagai berikut (Natarajan & Shekar, 2001) : 1. Deklaratif (know about) 2. Prosedural (know how) 3. Kausal (know why) 4. Kondisional (know when) 5. Relasional (know with) 2.3. Definisi Knowledge Management Berikut ini adalah beberapa definisi knowledge management yang dikutip dari beberapa peneliti: Maholtra (1998) menyatakan bahwa Knowledge Management memenuhi isu kritis dari adaptasi, bertahan hidup dan kompetensi organisasi dalam menghadapi perubahan lingkungan yang berubah tidak menentu. Pada dasarnya, knowledge management memasukkan proses-proses organisasional yang mencari kombinasi sinergis kapasitas pemrosesan data dan informasi dari teknologi informasi, dan kapasitas inovatif dari manusia. Laudon and Laudon (1999) memandang knowledge management sebagai proses mengelola dan meningkatkan penyimpanan knowledge secara sistematis dan aktif dalam organisasi. Davenport et al (1998) memfokuskan knowledge management pada upayaupaya untuk melakukan sesuatu yang berguna terhadap knowledge, untuk menyelesaikan tujuan organisasi melalui penstrukturan manusia, teknologi dan knowledge content. Knowledge management terdiri dari proses-proses untuk
18
meng-capture, mendistribusikan dan menggunakan knowledge secara efektif (Davenport and Prusak, 1998). Starr (1999) menuliskan bahwa knowledge management, manajemen data dan informasi dengan praktik tambahan penghimpunan tacit experience dari individu untuk di-share, digunakan dan dibangun di atas kepemimpinan organisasi untuk meningkatkan produktivitas. Business Architects (1999) mendefinisikan knowledge management sebagai proses
mengidentifikasi,
menangkap,
mengorganisasi,
mengungkit
dan
mendiseminasi informasi yang berkontribusi pada profitabilitas dan keunggulan bersaing. APQC (1996), mendefinisikan knowledge management sebagai proses yang luas dari penglokasian, pentransferan, dan penggunaan informasi dan kepakaran di dalam sebuah organisasi. Sveiby (1996) menerangkan bahwa knowledge management sebagai suatu pendekatan dinamis untuk mengelola pengetahuan bisnis kritis secara optimal yang dimaksudkan untuk membangkitkan nilai dari sebuah intangible assets perusahaan. Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa knowledge management adalah suatu proses atau upaya yang dilakukan secara sistematis, efektif, aktif dan cerdas untuk mengelola knowledge (data, informasi maupun knowledge itu sendiri ), baik yang eksplisit (form bisnis, dokumen, prosedur, laporan dll.) maupun yang tacit (dalam diri manusia), dengan dukungan perangkat teknologi informasi (termasuk tool dan perangkat lunak pendukung), manusia (tacit knowledge, attitude, peran, kapasitas dan kapabilitas), dan lingkungan organisasi yang baik (struktur, budaya dll.) untuk mencapai tujuan sebagai berikut: 1. Beradaptasi dan bertahan hidup dilingkungan yang berubah dengan sangat dinamis 2. Mengelola dan meningkatkan kompetensi individu dan perusahaan untuk meningkatkan keunggulan bersaing perusahaan 3. Mengelola dan meningkatkan penyimpanan knowledge 4. Meningkatkan produktivitas kerja
19
5. Meningkatkan kontribusi pada profitabilitas perusahaan, 6. Meningkatkan respon terhadap peluang secara cepat dan cerdas 7. Dan lain-lain 2.4. Strategi Penerapan Knowledge Management Strategi dari penerapan knowledge management mencakup 3 aspek penting didalamnya (Davenport & Prusak, 1998), yaitu : 1. People aspect Hal ini terdiri dari pendidikan, pengembangan, rekrutmen, motivasi, retensi, organisasi, uraian pekerjaan, perubahan budaya perusahaan, dan mendorong adanya pengembangan pemikiran, kerjasama dan partisipasi seluruh pegawai (share knowledge to creating value through social interaction) 2. Process aspect Hal ini terdiri dari proses inovasi, continues improvement, dan perubahan radikal seperti re-engineering 3. Technology aspect Hal ini terdiri dari informasi dan decision support system, knowledge based system, dan data mining system Disamping itu, ada metode lain yang dapat digunakan untuk menciptakan knowledge dalam perusahaan. Menurut Davenport & L Prusak (1998) hal tersebut adalah sebagai berikut : 1. Acquistion Menyewa, membeli atau merekrut orang atau perusahaan yang telah memiliki intangible asset sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Intangible asset tersebut diharapkan dapat memberikan skill dan pengalaman mereka untuk dikembangkan dalam perusahaan. Menyewa konsultan termasuk salah satunya. 2. Dedicated Resource Menciptakan suatu unit kerja tertentu yang bertanggung jawab terhadap pengembangan pemikiran / ide-ide baru. Pembentukan atau pengembangan divisi R&D adalah salah satu contoh.
20
3. Fusion Membangun kerja sama tim (team work) yang terdiri dari berbagai orang dari latar belakang / perspektif keahlian yang berbeda-beda untuk menciptakan sinergi. 4. Adaption Melakukan penyesuaian terhadap perkembangan pasar. Hal ini terutama sangat dibutuhkan SDM yang mampu menyerap dan memanfaatkan new knowledge dan skill secara cepat. 5. Networks Knowledge yang dihasilkan dari pembentukan tim non struktural dan tim informal yang dibentuk sendiri oleh pegawai berdasarkan minat tertentu. Jika tim-tim ini semakin meluas dalam perusahaan maka network akan terbentuk. Networks dapat pula dibentuk melalui pembicaraan langsung lewat telepon, e-mail, dan groupware untuk saling share expertise dan solve problem bersama-sama. 2.5. Information Value Chain dan Knowledge Value Chain Jika informasi yang dihasilkan oleh sistem komputer yang tidak memiliki potensi untuk melakukan tindakan, maka knowledge terkandung dalam tindakan subyektif dari user berdasarkan informasi yang diperolehnya. Jadi knowledge management sebenarnya adalah bagaimana memanfaatkan input berupa data, informasi, sumber daya manusia yang kreatif untuk menghasilkan output berupa barang dan jasa yang tidak terbatas hanya pada voice of the customer tetapi juga beyond voices of the customer. Hal ini dimungkinkan karena produk dan jasa yang dihasilkan dapat berupa sesuatu yang belum pernah terpikirkan dan terbayangkan oleh customer karena sifatnya yang reinventing the product, service, dan market. Dalam hal ini customer mulai berfungsi sebagai learner dan perusahaan sebagai educator. Fenomena ini yang kemudian banyak disebut telah beralihnya era informasi atau information value chain menuju kepada era knowledge atau knowledge value chain. Information value chain adalah suatu pendekatan proses bisnis yang lebih menekankan kepada teknologi informasi sebagai unsur terpenting dalam menunjang keberhasilan perusahaan, sementara SDM hanya berfungsi secara pasif dalam mengoperasikan sistem informasi. Sebaliknya
21
knowledge value chain lebih menekankan dan memperlakukan SDM sebagai unsur utama dengan memanfaatkan teknologi informasi. 2.6. Intellectual Capital dan Knowledge Management Perbedaan antara knowledge management dan intellectual capital sebenarnya hanya pada sifat katanya saja. Jika knowledge management itu aktif maka intellectual capital bersifat pasif. Oleh karena itu, pengertian knowledge hampir sama dengan pengertian managing intellectual capital. Namun demikian, sebagai sebuah ilmu nampaknya knowledge mangament kemudian lebih berkembang
dibandingkan
intellectual
capital.
Knowledge
Management
kemudian lebih berkembang dibandingkan intellectual capital. Knowledge management pada dasarnya tidak menggantikan berbagai operation strategy yang ada tetapi justru melengkapi dan mengembangkan konsep-konsep sistem manajemen seperti TQM, benchmarking, dan reengineering untuk meningkatkan core competence perusahaan. Knowledge Management sangat bermanfaat bagi perusahaan antar lain dalam mengurangi cycle times processing, meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dengan informasi yang lebih baik, meningkatkan inovasi dan produktivitas SDM, mengurangi terulangnya kesalahan-kesalahan yang sama, meningkatkan
respon
kepada
customer,
meningkatkan
fleksibilitas
dan
kemampuan adaptasi, dan kemampuan perusahaan untuk share dan learn. Oleh karena itu, jika knowledge management diterapkan maka perusahaan akan menjadi apa yang disebut sebagai learning organization, yaitu salah satu kompetensi yang sangat dibutuhkan dalam lingkungan pasar yang serba tidak pasti (uncertainty) seperti sekarang ini (Yogesh Maholtra, 1996). Dengan learning organization maka fast respons organization (FRO) dapat diwujudkan. FRO-based strategies tidak hanya reaktif tetapi proaktif dalam mengantisipasi perubahan dengan mengutamakan pada flexibility, responsiveness, quality, dependability, service, dan cost. Disamping itu, knowledge management lebih memfokuskan pada doing the right thing (effectiveness-based competition) dan bukan pada doing the thing right (effeciency-based competition). Hal ini disebabkan karena knowledge management adalah suatu kerangka berfikir yang memandang seluruh proses bisnis dalam perusahaan sebagai knowledge process.
22
Dalam hal ini seluruh proses bisnis melibatkan penciptaan (creation), penyebaran (dissemination), pembaharuan (renewal), dan penerapan (application) knowledge untuk pengembangan perusahaan. Sesuai dengan definisi knowledge management, yaitu sebuah seni dalam menghasilkan value dari asset tidak berwujud (intangible asset) yang dimiliki perusahaan, maka intangible asset dapat dikelompokkan seperti pada gambar II.2. di bawah ini :
Market Value
Tangible Net Book Value
Intangible Assets
External Structure
Internal Structure
Individual’s Competence
Gambar II.2. Struktur Intagible Aset (Sumber : Sveiby, Karl Erik., Measuring Intangible and Intellectual Capital: An Emerging First Standard,1998) 1. External Structure Asset yang berasal dari luar perusahaan seperti dari supplier dan konsumen. 2. Internal Structure Asset yang berasal dari dalam perusahaan seperti patent, merk, sistem, dan strong culture. 3. Individual Competence Asset yang berasal dari knowledge yang dimiliki SDM baik yang menyangkut potensi kemampuan (tacit), kemampuan implementasi (explicit), kemampuan saling mendistribusi pengetahuan (sharing), dan kemauan belajar untuk meningkatkan pengetahuannya (learning). Berdasarkan struktrur intangible asset pada gambar II.2 tersebut, maka untuk meningkatkan nilai intangible asset suatu perusahaan dapat dilakukan dengan cara meningkatkan tiap asset External, Internal dan Individual
23
competence. Masing-masing asset dapat ditingkatkan melalui 3 cara sebagai berikut : •
External Structure Dapat ditingkatkan melalui peningkatan asset dari supplier dan konsumen dan meningkatkan arus asset dari individual’s competence dan internal structure. Asset ini misalnya dapat dibangun dengan cara menggali knowledge dari customer (gain knowledge from customer) dan menawarkan pelayanan (knowledge) ekstra kepada customer (offer customers additional knowledge).
•
Internal Structure Dapat ditingkatkan melalui peningkatan asset dari dalam perusahaan dan meningkatkan arus asset dari external structure dan individual’s comptence. Asset ini misalnya dapat dibangun dengan cara menciptakan budaya yang menekankan pada peningkatan pengetahuan (build knowledge sharing culture), memanfaatkan knowledge yang ada untuk menghasilkan pendapatan (create new revenues from existing knowledge), menyimpan, memanfaatkan, dan menyebarluaskan kembali knowledge yang berbentuk best practise, database pengalaman masa lalu, dan mengukur kinerja intangible asset.
•
Individual’s Competence Dapat
ditingkatkan
melalui
peningkatan
knowledge
pegawai
dan
meningkatkan arus asset dari external structure dan internal structure. Asset ini misalnya dapat diperoleh dengan cara membuat sistem SDM berdasarkan knowledge management, menciptakan iklim kerja yang mendorong adanya transfer knowledge kepada pegawai yang berpotensi, dan mendukung program pendidikan dengan teknologi komunikasi, dan belajar dari berbagai uji coba dan simulasi program / kebijaksanaan perusahaan. 2.7. Jenis Knowledge Knowledge pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu tacit knowledge serta explicit knowledge (Nonaka, Takeuchi, 1995). 1. Tacit knowledge Tacit knowledge adalah knowledge yang ada pada diri seseorang dan relatif sulit untuk diformalkan/diterjemahkan, sehingga masih ada hambatan untuk dikomunikasikan dengan individu lain. Tacit knowledge bersifat subyektif,
24
intuisi, terkait erat dengan aktivitas dan pengalaman individu serta idealisme, values, dan emosi. Tacit knowledge memiliki 2 dimensi, yaitu : a. Dimensi teknis Yang lebih bersifat informal dan know-how dalam melakukan sesuatu. Dimensi teknis yang mengandung prinsip- prinsip dan teknis pengetahuan yang diperoleh karena pengalaman ini, relatif sulit didefinisikan dan dijelaskan. b. Dimensi kognitif Terdiri dari kepercayaan persepsi, idealisme, values, emosi dan mental yang juga sulit dijelaskan. Dimensi ini akan membentuk cara seseorang menerima segala sesuatu yang ada di lingkungannya. 2. Explicit Knowledge Explicit knowledge adalah knowledge yang sudah dapat dikemukakan dalam bentuk data, formula, spesifikasi produk, manual, prinsip-prinsip umum, dan sebagainya. Knowledge ini telah menjadi milik perusahaan dan siap untuk ditransfer kepada semua individu dalam perusahaan secara formal dan sistematis. 2.8. Konversi Knowledge/ Spiral Knowledge Interaksi antara tacit dan explicit knowledge ini disebut sebagai proses konversi knowledge (process knowledge conversion). Proses konversi dapat berasal dari knowledge yang bersifat tacit atau explicit untuk diubah menjadi knowledge yang bersifat tacit atau explicit. Proses perubahan knowledge dari tacit menjadi explicit dijelaskan dengan gambar II.3 di bawah ini. Apabila knowledge telah berubah menjadi tacit, maka knowledge siap digunakan antara lain untuk menghasilkan produk baru dan melakukan pelayanan yang lebih baik, sedangkan bila knowledge telah diubah menjadi explicit, maka knowledge siap untuk ditransfer kepada seluruh karyawan dalam perusahaan atau diubah ke dalam expert system. Menurut cara yang digunakan, terdapat empat proses konversi knowledge yaitu :
25
1. Socialization adalah proses mentransfer pengalaman untuk menciptakan tacit knowledge melalui aktivitas pengamatan, imitasi, dan praktek. Proses ini tidak cukup hanya dilakukan dengan mendengarkan dan berpikir. 2. Externalization adalah proses mengungkapkan dan menterjemahkan tacit knowledge ke dalam konsep yang eksplisit seperti buku, manual, laporan, dan sebagainya. 3. Combination adalah proses mengkombinasikan explicit knowledge yang berbeda
menjadi
explicit
knowledge
yang
baru
melalui
analisis,
pengelompokkan, dan penyusunan kembali. Alat untuk melakukan proses ini misalnya data base dan computer network. 4.
Internalization adalah proses penyerapan explicit knowledge menjadi tacit knowledge yang biasanya dilakukan melalui belajar sambil bekerja atau melakukan simulasi.
Gambar II.3. Spiral Knowledge (Sumber: Nonaka,Ikujiro & Takeuchi, Hirotaka)
26
2.9. Aliran Pengetahuan (Knowledge Flow) Mengatur suatu pengetahuan adalah suatu kebiasaan atau habit (Brian Newman, 1996). Dalam proses analisa terdapat sesuatu yang dinamakan siklus/aliran pengetahuan (Knowledge flow). Proses aliran pengetahuan ini dapat dilihat pada gambar II.4 di bawah ini.
Penciptaan Knowledge
Penggunaan Knowledge
Transfer Knowledge
Penyimpanan Knowledge
Gambar II.4. Knowledge Flow 1. Penciptaan knowledge (Creation) Tahap memasukkan segala pengetahuan yang baru kedalam sistem, termasuk juga pengembangan pengetahuan dan penemuan pengetahuan. 2. Penyimpanan knowledge (Retention) Ini adalah tahap penyimpanan pengetahuan kedalam sistem agar pengetahuan selalu awet. Proses ini juga menjaga hubungan antara pengetahuan dengan sistem. 3. Transfer knowledge (Transfer) Menyangkut dengan aktifitas pemindahan pengetahuan dari satu pihak ke pihak lain. Termasuk juga dengan komunikasi, penerjemahan, konversi, penyaringan dan pengubahan. 4. Penggunaan knowledge (Utilization) Kegiatan yang berhubungan dengan aplikasi pengetahuan sampai pada proses bisnis, termasuk dalam tahap penggunaan pengetahuan.
27
2.10. Teknologi di dalam Knowledge Management Pertumbuhan teknologi informasi mengenai Knowledge Management beberapa tahun ini terjadi dengan sangat cepat. Teknologi-teknologi yang terdapat dalam knowledge management dapat dipisahkan ke dalam bidang yang berbeda, tergantung kepada fungsi yang akan digunakan. Secara umum fungsi yang terdapat di dalam knowledge management adalah sebagai berikut : 1) Capturing (Acquiring) Mengacu pada aktivitas mengidentifikasi Knowledge di dalam lingkungan organization dan menjelmakannya ke dalam suatu penyajian yang dapat digunakan suatu organisasi (Holsapple ; Joshi, 1997) 2) Representing (organizing) Customisasi penyajian Knowledge sesuai dengan pemilihan pengetahuan. 3) Retrieving Filterisasi Knowledge dari sumber daya pengetahuan dikenali (yaitu: dokumen, sistem komputer, karyawan). Teknik Retrieving adalah sering dihubungkan dengan gaya penyajian Knowledge. Banyak interdependencies antar gaya penyajian dan gaya perolehan kembali (Holsapple, Joshi 1997) 4) Sharing Transfer Knowledge dari satu hal ke tempat yang lain melalui suatu media khusus. 5) Securing Mengacu pada aktivitas melindungi informasi yang masuk melalui/sampai ke sistem KM. Teknologi-teknologi yang dapat diaplikasikan dalam knowledge management, dengan mengutip dari berbagai sumber adalah sebagai berikut:
28
Function : Capture of Knowledge
1 Title
: Data Mining
Teknologi : Data Mining
Source : Becker G. 1999 Short Description
Penyaringan (ekstrak) selengkapnya, yang tak diketahui sebelumnya, dan informasi bermanfaat yang potensial dari data [Frawley et al 1992] memungkinkan untuk
menemukan dan menyajikan pengetahuan di dalam
suatu format yang mudah dimengerti Key Words : Pattern, classification, clustering, regression Objective Identifikasi dan melakukan ekstraksi dari bentuk-bentuk/pola-pola sumber pengetahuan manapun yang berhubungan dan memiliki arti mengenai isu pengetahuan tertentu. Description Data mining bersandar pada pattern-matching yang spesifik, algoritma penggolongan atau regresi yang dapat diterapkan pada : •
Fielded Data (yang didefinisikan ke dalam suatu data base)
•
Free text
•
Multimedia documents.
Proses ini dapat diotomatkan, atau dapat melibatkan interaksi dengan manusia. Beberapa metoda tersedia untuk mendukung data mining: Statistical classifier, Adaptive classifier, multi dimensional analysis, rule-based system, semantic network, intelligent agents.
29
Function : Representation of knowledge
2
Title : Expert System, Rule Based System Source : Huntington 1999
Teknologi : Rule Based System
Short Description Program-program komputer di mana knowledge direpresentasikan sebagai rules yang menguraikan bagian-bagian dari suatu proses logis yang dapat maintain secara independent pada saat program tidak dijalankan. Rules ini diproses oleh suatu inference engine yang dapat menggunakan kombinasi-kombinasi dari rules sesuai tujuan yang diingikan. Key Words : backward chaining ,forward chaining, Heuristics, Inference engine, Logic, Modus Pollens, Modus Tollens, Predicate, Rule Objective Untuk
menangkap
pengetahuan
dari
ekspert
pengambilan
keputusan,
mengkodifikasi pengetahuan tersebut, sehingga dapat diproses oleh suatu inference engine yang menggunakan “backward chaining” atau “forward chaining”. Description Rule Based Systems (Expert Systems) telah menjadi bagian spesifik yang penting di antara keluarga perangkat lunak.Di masa lalu, perangkat ini diharapkan sebagai langkah terakhir menuju thinking machine. Sialnya, hal ini hanya menjadi khayalan belaka, tetapi bagaimanapun Rule based systems menjadi sangat efisien dalam menangani permasalahan-permasalahan yang spesifik, hasilnya tergambar dengan baik dan mudah dipahami. Kekurangannya, tdaklah mampu menghadapi permasalahan-permasalahan yang menuntut imajinasi atau kreativitas manusia. Rule based systems dapat digunakan untuk membantu seorang human expert untuk menyelesaikan tugas membosankan atau sepele. Rule based systems dapat digunakan untuk menangkap dan menyebarkan pengetahuan bagi users dengan mengemulasi interaksi dengan suatu human expert yang terkait. System expert memiliki media pertanyaan, menyediakan rekomendasi, dan menjelaskan proses yang logis untuk keputusan.
30
Function : Representation of knowledge
3
Title : Case based reasoning Teknologi : Case Based reasoning
Source : www.cbrweb.org/CBRWeb/cbrintro/sld001.html Short Description
Suatu case-based reasoner memecahkan permasalahan-permasalahan baru dengan mengadaptasikan solusi-solusi yang digunakan untuk memecahkan permasalahan-permasalahan lama (Riesbeck& Schanck, 1989). Metoda yang memungkinkan untuk memecahkan suatu masalah baru dengan mendapat kembali dan mengadaptasikan dari solusi yang dikenal atau diketahui yang digunakan untuk memecahkan permasalahan-permasalahan. Key Words : Learning Objective Untuk
menggunakan
perolehan
kembali
kemampuan-kemampuan yang
serupa
yang
penghafalan
ditujukan
untuk
dan
proses
menghadapi
permasalahan baru dengan membandingkannya dengan yang lama. Description CBR menyangkut pada suatu kasus-kasus yang tersimpan. Suatu kasus sering dijadikan sebagai sebuah pasangan: diagnostic dan solusi. Diagnostik memungkinkan untuk mengidentifikasi sifat alami suatu masalah melalui list of variables values. Solusi merupakan list of actions memecahkan masalah yang dikenali. CBR mengandung proses memilih kasus yang paling mirip sesuai dengan situasi baru yang dideteksi, dan penyesuaian solusi yang dipilih. Kemudian proses yang baru dapat ditambahkan kepada case base, yang menyediakan learning adaptabilities.
31
4
Function : Representation of knowledge
Title : Database Source : Natarajan [2001]
Teknologi : Database
Short Description Suatu kelompok/koleksi informasi tersusun yang dimuat dalam suatu bentuk yang terstruktur. Sebagaian besar system-sistem yang modern pada umumnya ini mengartikannya sebagai suatu relational database atau suatu object database. Key Words: Data structure, table, relational, object, SQL Objective Untuk mendukung pengolahan data dengan menyediakan fasilitas untuk membentuk, memindahkan, membaharui dan mengakses bagian per bagian dari data. Description Teknologi Data base telah menjadi salah satu penting yang terkenal dan menunjukkan gambaran kemajuan teknologi sejak awal munculnya ilmu pengetahuan komputer; ini menjadi komponen inti dari aplikasi komputer. Ada tiga jenis data base : •
Hierarchical data base
•
Relational data base
•
Object data base
32
5
Function : Representation of knowledge
Title : Data warehouse
Teknologi : Data Warehouse
Source : [Sena J.A Shani A.B 1999] Short Description
Suatu kumpulan/koleksi informasi dari berbagai database operasional. Key Words: Data, history Objective Untuk memungkinkan pemoresan data operasional yang sistematik yang mungkin digunakan untuk analisis. Description Data warehouse bukanlah suatu tempat non volatile time-based repository. 6
Function : Representation of knowledge
Title : Semantic network Source : [Michalski 1983], [Kodratoff, 1990], Teknologi: Semantic Network [Becker 1999] Short Description Objek-objek berlabel yang dihubungkan dengan hubungan yang memiliki arti. Key Words: Ontology, data mining, machine learning. Objective Untuk menyediakan suatu conceptualisasi dari area of interest, dengan mendefinisikan kategori semua konsep-konsep yang diidentifikasi ke dalam areanya yang dihubungkan dengan relasi. Description Suatu Semantic Network bisa diuraikan sebagai sebuah grafik yang terdiri dari nodes yang direpresentasikan dalam bentuk phisik atau objek-objek dan lingkaran-lingkaran konseptual yang menjelaskan hubungan antarnodes, seperti suatu entity-relation diagram. Semantic nets menyertakan mekanisme inheritance yang mencegah duplikasi data. Semantic Network sekarang ini digunakan banyak area dalam ilmu pengetahuan komputer. Dalam Knowledge Management, Semantic Network dapat Mengartikan berbagai isu, seperti ontology representation, machine learning, data mining, dan lain lain.
33
Function : Representation of knowledge
7 Title : Ontology
Source : http://burks.brighton.ac.uk/burks/
Teknologi : Ontology
Short Description Suatu
spesifikasi
formal
yang
eksplisit
tentang
bagaimana
cara
merepresentasikan objek-objek, konsep-konsep dan entitas-entitas yang diasumsikan untuk ada dalam beberapa area of interest dan hubunganhubungan diantara mereka. Key Words: Specification, concept, relationship, entity Objective Untuk menyediakan sebuah representasi yang lengkap dari dari semua konsepkonsep yang diperlukan yang menyangkut dengan area of interest. Description Pengertian
ontology
pertama
diperkenalkan
oleh
ahli
filsafat
untuk
menggambarkan “a systematic account of Existence”. Dalam Artificial Intelligence. Istilah “ontology” digunakan untuk menunjuk suatu structuring of knowledge tentang berbagai hal dengan mengkategorikannya menurut knowledge itu sendiri.
34
8
Function : Retrieval of Knowledge
Title : Search Engine Source : http://searchenginewatch.com/
Teknologi : Search Engine
Short Description Suatu remotely accessible program yang digunakan dengan memasukan kata kunci untuk mencari-cari informasi dari Internet. Ada beberapa jenis search engine; pencarian meliput judul dokumen, URLS, headers, atau full text. Key Words: Search, crawler, spider Objective Untuk menginventarisir dan untuk menggolongkan halaman-halaman web menurut isi dan level of interest. Description Tiga jenis search engine bisa didefinisikan : •
Crawler: merayap, mencari di web untuk mendapatkan lokasi web baru, dan membentuk daftar secara otomatis (contoh: HotBot)
•
Direktory: Men-submit webmaster dengan sebuah deskripsi singkat lokasi web untuk deregister (contoh: yahoo).
•
Hybrid: Beberapa search engines menggunakan teknik kedua-duanya.
35
9
Function : Retrieval of Knowledge
Title : Electronic Document Management Systems (DMS) Source : [Dieng & al 2000]
Teknologi : DMS
Short Description Tools yang mendukung keseluruhan life cycle dari dokumen perusahaan penting. Key Words: Document, retrieval Objective Menyediakan fasilitas-fasilitas untuk mendukung manajemen dokumen yang lengkap. Description Biasanya, life cycle dari dokumen yang lengkap didukung oleh tools jenis ini. Fungsi-fungsinya berisikan : • Creation, • Updating, • Storage And Archiving, • Retrieval, • Consultation, • Diffusion, • Confidentiality And • Security.
36
Function : Retrieval of Knowledge
10 Title :
Ontology
retrieval
oriented Teknologi : Ontology Oriented Retrieval
Source : [Dieng et al 2000] Short Description Teknik retrieval bersandar pada suatu ontologi acuan untuk mendukung proses pencarian dokumen. Key Words: Ontology, retrieval, document, semantic web. Objective Untuk meningkatkan kaitan hasil yang diharapkan dari suatu usaha document retrieval yang menyediakan konvensi-konvensi simetris yang menunjukkan definisi dan formulasi query. Konvensi ini didukung oleh ontology. Description Teknik retrieval bersandar pada suatu ontologi acuan untuk mendukung proses pencarian dokumen. Sebuah engine spesifik mencoba untuk mencocokan suatu query yang dirumuskan oleh seorang pemakai ke annotations spesifik yang dihubungkan ke dokumen.
37
Function : Sharing of Knowledge
11 Title :
Workflow
system Teknologi : Workflow Management
management Source : [XPERT D11]
System
Short Description Sistem yang menyediakan modeling sistematis dan mendukung organisasi struktur dan proses Key Words: Process, work, organization, modeling. Objective Menyediakan pendukung-pendukung untuk memonitor dan pelaksanaan bagian dari semua proses-proses bisnis yang ada dalam suatu organisasi perusahaan. Description Workflow Management Software mengintegrasikan sumber-sumber daya dan kemampuan-kemampuan organisation dengan strategi bisnis, pemercepat arus proses, memotong biaya-biaya, mengeliminasi kesalahan-kesalahan dan meningkatkan produktivitas kelompok kerja. Workflow
Management
Software
didasarkan
pada
kemampuan
untuk
menangkap dan menggunakan pengetahuan tentang proses-proses bisnis, workflow membantu organisasi untuk mendefinisikan, dokumen test, control, execute, meningkatkan dan mengintegrasikan proses-proses bisnis, dengan jaminan penyerahan informasi. Lebih dari itu, Workflow Software menyediakan routing capabilities pekerjaan-pekerjaan karyawan. Ada tiga kategori Workflow Management Software : • Messaging based workflow: MS exchange, Lotus Notes. • Web based workflow: use of a web browser. • Production based workflow: itu menghubungkan secara rinci kepada organisasi dan aktivitas perusahaan melalui suatu kepemilikan sistem.
38
12 Title : Groupware Source : [Coleman 1999]
Function : Sharing of Knowledge Teknologi : Groupware
Short Description Kolaborasi bermedia komputer yang meningkatkan produktivitas atau fungsionalitas tentang proses orang ke orang. Key Words: Collaborative tools Objective Mendukung usaha-usaha tim dan paradigma-paradigma lain, yang memerlukan orang-orang untuk bekerja sama. Groupware memaksimalkan interaksi manusia yang meminimalkan iterferensi teknologi iterference. Description Groupware adalah suatu istilah payung yang menggambarkan teknologi elektronik yang mendukung orang ke orang untuk berkolaborasi. Groupware meliputi e-mail, electronic meeting systems, video conferencing, workflow systems, non real-time data conferences (forum), group calendaring dan scheduling, collaborative-Internet based applications.
39
13
Function : Sharing of Knowledge
Title : Multi agent system Source : [Baek 1999], [Maes Teknologi : Multi Agent System 1995] Short Description Computational Systems dalam lingkungan dinamis yang kompleks, yang bertindak secara otonomi, dan dengan melakukan atau mengerjakan sesuai dengan tujuan atau tugas dan rancangannya. [Bu 1995] Key Words: Agent, intelligent agent Objective Untuk mendistribusikan Arsitektur Knowledge Management System melalui komponen-komponen proaktif berbeda yang mampu bekerja sama dan untuk mencapai beberapa tugas yang telah diidentikasi oleh para human users. Description Beberapa definisi dari intelligent agents ditawarkan oleh research community. Level kecerdasan/inteligen” dari suatu agen bisa dievaluasi melalui kemampuan berikut: reactivity, autonomy, adaptivity, goal-orientation, cooperativity, flexibility, self-starting, mobility, personality [Wooldridge& Jennings, 1996]. Dua macam agen dibedakan menjadi: •
Personnal assistant: yang fokus pada interaksi antar seorang pemakai dengan komputer.
•
Communicating/collaborative agents: Fokus pada interaksi antar agen-agen komputer.
2.11. Populasi, Sampel, dan Teknik Penarikan Sampel Ditinjau dari jenis data yang dikumpulkan, penelitian dibagi menjadi dua, yaitu penelitian kualitatif dan penelitian kuantitatif. Dari segi pendekatannya, terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara penelitian kualitatif dan kuantitatif. Pengumpulan data pada penelitian kualitatif lebih intensif dengan mengambil daerah penelitian atau subyek penelitian yang relatif terbatas. Pada
40
penelitian kualitatif, peneliti berfungsi sebagai instrumen penelitian (pengumpul data). Analisis data penelitian kualitatif cenderung tidak menggunakan statistik, karena data yang terkumpul pada umumnya dalam bentuk uraian. Di lain pihak, penelitian kuantitatif, cenderung menggunakan subyek yang lebih banyak dan daerah penelitian yang lebih luas. Instrumen yang digunakan cukup bervariasi, misalnya: tes, kuesioner, dan pedoman wawancara. Analisis data cenderung menggunakan statistik, karena data yang terkumpul adalah dalam bentuk bilangan atau angka-angka. Ada tiga jenis penelitian kuantitatif yaitu eksperimen, quasi-eksperiment, dan survei (Kerlinger, 1986 di dalam makalah Indriyanto, 1997). Analisis yang digunakan mulai dari statistik univariat (misalnya presentase), bivariat (misalnya korelasi), sampai dengan multivariat (misalnya korelasi ganda, regresi ganda, analisa varians dan kovarians, serta analisis multivariat lainnya). Karena cenderung melingkupi daerah penelitian yang lebih luas, untuk menghemat dana, waktu, dan tenaga, penelitian kuantitatif cenderung menggunakan sampel. Dengan demikian, peneliti kuantitatif harus mempunyai pengetahuan tentang populasi dan kerangka sampel. Pelaksanaan penelitian kuantitatif tidak hanya berhenti sampai dengan penarikan sampel saja, tetapi adanya sampel ini membawa konsekuensi dalam penarikan kesimpulan dari hasil analisis. Hal yang perlu dipertimbangkan dalam penarikan kesimpulan tersebut adalah generalisasi hasil terhadap populasi. Agar hasil analisis data kuantitatif yang dilakukan berdasarkan pada sampel dapat digeneralisir pada populasi dimana sampel tersebut diambil, berbagai ketentuan perlu diperhatikan. Pembahasan di bawah ini adalah berkenaan dengan ketentuan dalam
penarikan
sampel
agar
mencerminkan
karekateristik
populasi
(representatif). Ketentuan-ketentuan tersebut tidak hanya tercermin dalam pembahasan tentang metode tetapi juga pada alasan pengambilan sampel. Dalam berbagai laporan penelitian atau disain penelitian, sering kita jumpai bahwa pengambilan sampel dilakukan oleh karena adanya keterbatasan waktu, tenaga, dan dana. Alasan ini masuk akal, karena mengumpulkan data dari seluruh anggota populasi tidaklah efisien. Alasan berkenaan dengan dana, waktu, dan tenaga merupakan alasan efisiensi ekonomis.
41
Pelaksanaan
penelitian
dengan
menggunakan
sampel
juga
mempertimbangkan efisiensi dari segi statistik. (Gay, 1987 di dalam makalah Indriyanto, 1997) menyebutkan bahwa the purpose of selecting a sample is to gain information concerning a population. Efisiensi di sini mengandung arti, sampel dapat digunakan untuk mewakili populasi sebagai induk dari sampel. Pada dasarnya, untuk memperoleh sampel yang mewakili populasi, pengambilan sampelnya harus bersifat acak. Konsep acak dalam pengambilan sampel berkaitan dengan konsep probabilitas (peluang). (Hinkle, Wiersma, and Jurs, 1979 di dalam makalah Indriyanto, 1997) menyebutkan bahwa kriteria acak ada dua yaitu : •
Setiap anggota populasi mempunyai kesempatan (probabilitas) yang sama untuk diambil sebagai sampel (non-zero probability)
•
Semua anggota populasi yang terpilih sebagai sampel harus terpilih secara independen.
2.11.1. Sampel dan Populasi Populasi merupakan kelompok yang menjadi pusat perhatian bagi peneliti yang dijadikan sebagai tempat untuk menjeneralisasi hasil penelitiannya (Gay, 1987 di dalam makalah Indriyanto, 1997). Anggota kelompok yang disebut populasi ini bervariasi bentuknya. Sampel merupakan bagian dari populasi. Dalam pelaksanaan penelitian, ruang lingkup populasi masih merupakan area yang luas batasnya. Oleh karena itu, untuk menenuhi kelayakan dalam pelaksanaan penelitian, ditentukan populasi sasaran (target population), yaitu populasi yang digunakan untuk menjeneralisasi hasil penelitian. Namun demikian, populati sasaran ini masih relatif sulit untuk ditentukan. Untuk menentukan pengambilan sampel ditentukan accesible population. Pada populasi tingkat ini peneliti menarik sampel. 2.11.2. Teknik Penarikan Sampel Seperti yang dikemukakan sebelumnya, salah satu ketentuan pokok dari pengambilan sampel adalah sampel harus representatif, artinya mencerminkan karakteristik populasi. Untuk menjadikan sampel representatif, maka cara pengambilannya adalah secara acak yaitu setiap anggota populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Namun demikian, cara
42
pengambilan secara acak tidak dapat menjamin bahwa sampel yang diambil betulbetul reprensentatif (Fraenkel dan Wallen, 1990 di dalam makalah Indriyanto, 1997). Hal ini bisa terjadi karena adanya unsur subyektivitas peneliti yg tidak dapat dikontrol oleh peniliti pada saat mengambil sampel. Penetapan sampel agar dapat benar-benar mewakili populasi dilakukan dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi (Nawawi, 1995). Penetapan sampel yang ideal mempunyai sifat sebagai berikut : •
Dapat menghasilkan gambaran yang dipercaya dari seluruh populasi yang diteliti.
•
Sederhana dan mudah dilaksanakan.
•
Dapat memberi keterangan sebanyak mungkin dengan biaya sedikit.
•
Dapat menentukan katepatan (Tiken,1965, didalam buku Singarimbun,1989). Besarnya jumlah sampel yang perlu diambil tergantung pada karakteristik
populasi. Terdapat beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam menentukan jumlah sampel. Faktor tersebut adalah sebagai berikut : •
Derajat keseragaman dari populasi, makin seragam populasi makin kecil sampel yang diambil.
•
Ketepatan sampel, makin besar jumlah sampel semakin tinggi ketepatan.
•
Tingkat ketepatan analisis yang akan dilakukan. Ada beberapa cara atau teknik yang dapat digunakan dalam penetapan
sampel. Cara-cara tersebut, menurut Sugiyono (1997) dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu probability sampling, dan non-probability sampling Selajutnya masing-masing kelompok tersebut dapat diuraikan lagi sebagaimana diperlihatkan pada gambar II.5 berikut.
Gambar II.5. Teknik Pengambilan Sampel Sumber: Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi, 1997
43
2.11.2.1. Probability Sampling Probability
sampling
adalah
teknik
pengambilan
sampel
yang
memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Teknik ini meliputi lima cara, yaitu simple random sampling, systematic sampling, stratified random sampling, cluster sampling, dan multistage sampling. Simple Random Sampling (Pengambilan Sampel Acak Sederhana)
a.
Pengambilan sampel acak sederhana adalah suatu cara pengambilan sample dengan cara acak tanpa memperhatikan strata anggota populasi, semua anggota populasi mempunyai peluang yang sama untuk dijadikan sampel. Langkah-langkah pengambilan sampel acak sederhana adalah : •
Melakukan identifikasi seluruh elemen populasi
•
Menentukan besarnya sampel
•
Melakukan pengambilan sampel dengan cara undian, atau menggunakan tabel bilangan acak (random). Cara pengambilan sampel ini dikatakan sederhana, karena cara
pengambilan sampel dari semua anggota populasi dilakukan dengan cara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam anggota populasi itu. Cara demikian dapat dapat dilakukan apabila populasi dianggap homogen. Teknik ini dapat digambarkan dengan gambar II.6 di bawah ini:
Populasi Homogen
Sampel Representatif
Gambar II.6. Simple Random Sampling Sumber: Teknik Pengambilan Sampel, Badan Penelitian Dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional Jakarta, 2002
44
Alasan memilih metode ini adalah : •
Sifat populasi tidak tersebar secara geografis.
•
Sifat populasi homogen.
•
Tersedia daftar kerangka sampel. Keuntungan menggunakan cara pengambilan sampel acak sederhana
adalah mudah dan sederhana serta memerlukan waktu, dana dan tenaga yang tidak terlalu besar. Sedangkan kelemahannya adalah sulit dilakukan bila anggota populasi heterogen, dan jumlahnya besar. b.
Systematic sampling Systematic sampling adalah suatu metode pengambilan sampel dimana
hanya unsur pertama saja dari sampel yang dipilih secara acak, sedangkan unsurunsur selanjutnya dipilih secara sistematis menurut suatu pola tertentu (Singarimbun, 1995). Metode ini, menurut Eriyanto (1999), dapat dijalankan pada dua keadaan, yaitu : •
Apabila nama atau identifikasi dari satuan-satuan elementer dalam populasi itu terdapat dalam suatu daftar (kerangka sampling), sehingga satuan-satuan tersebut dapat diberi nomor urut,
•
Apabila populasi itu mempunyai pola beraturan, seperti blok-blok bangunan dalam kompleks pertokoan, atau rumah-rumah pada suatu jalan. Blok-blok atau rumah-rumah itu dapat diberi nomor urut. Ada pendapat bahwa pengambilan sampel dengan metode ini tidak acak,
karena yang diambil secara acak adalah unsur pertama saja, sedangkan unsurunsur selanjutnya ditentukan berdasakan interval yang sudah tertentu dan tetap. Oleh karena itu, untuk dapat menggunakan metode ini, harus dipenuhi beberapa syarat : 1.
Populasi harus besar sehingga pengambiloan sampel mendekati acak
2.
Harus tersedia daftar kerangka sampel
3.
Populasi harus bersifat homogen (Singarimbun, 1995). Cara penarikan sampel ini adalah dari semua unit populasi diberi nomor
dan diurutkan, kemudian ditentukan satu nomor sebagai titik tolak pertama memilih sampel, kemudian nomor berikutnya dari anggota populasi yang ingin dipilih ditentukan secara sistematik. Keuntungan menggunkan metode ini adalah
45
apabila populasi besar, maka penarikan sampel dapat dengan segera dilaksanakan. Sedangkan kelemahanya adalah dapat menimbulkan terjadi penyimpangan yang berhubungan dengan representasi unsur dalam sampel yang berlebih atau kurang. c.
Stratified Random Sampling (Pengambilan Sampel Acak Berstrata) Metode ini digunakan bila populasi mempunyai anggota/unsur yang
heterogen dan terdiri dari berbagai lapisan (strata), misalnya tingkat pendidikan, pekerjaan, tempat tinggal, dan lain-lain. Makin heterogen suatu populasi, makin besar pula perbedaan sifat di antara lapisan-lapisan tersebut. Cara pengambilan sampel ini dapat menggambarkan secara tepat sifat populasi yang heterogen. Mula-mula populasi harus dibagi dalam tahap atau lapisan (strata), kemudian sampel diambil dalam setiap strata yang mungkin sama (proporsional) mungkin juga berbeda antara lapisan yang ada dari populasi. Ada tiga syarat yang harus dipenuhi untuk melakukan pengambilan sample acak berstrata, yaitu : 1. Harus ada kriteria yang jelas yang digunakan sebagai dasar untuk menstratifikasi populasi dalam lapisan-lapisan 2. Harus ada data pendahuluan mengenai strata populasi 3. Harus diketahui dengan tepat jumlah satuan-satuan elementer dari tiap lapisan (strata) dalam populasi itu (Eriyanto, 1999). Cara melakukan pengambilan sampel acak berstratifikasi adalah sebagai berikut. Setelah daftar kerangka sampel ditetapkan menurut stratanya masingmasing, kemudian sampel diambil sesuai dengan proporsinya dalam populasi dengan perbandingan tertentu. Proporsi yang terbesar tentu mendapat sample terbesar, sedangkan proporsi kecil akan mendapatkan sampel yang kecil juga. Keuntungan memilih metode ini adalah : •
semua ciri populasi yang heterogen dapat terwakili, sehingga lebih menjamin keadilan dan representasi dari populasi,
•
kemungkinan peneliti dapat menganalisis hubungan atau membandingkan antar strata. Sedangkan kelemahannya adalah membutuhkan pengetahuan tentang
komposisi populasi sebelum diambil unsur-unsur sampel, karena itu metode ini membutuhkan waktu yang lama dalam menyusun kerangka sampel.
46
d. Cluster Sampling (Pengambilan Sampel Berkelompok) Metode ini digunakan apabila populasi cukup besar, sehingga perlu dibuat beberapa kelas atau kelompok. Dengan demikian, dalam sampel ini unit analisisnya bukan individu tetapi kelompok atau kelas yang terdiri atas sejumlah individu.
Untuk
satu
kelompok
atau
kelas
sampel,
dipandang
satu
individu/subyek, misalnya dengan menghitung rata-rata dari kelompok tersebut (Sudjana, N. dan Ibrahim, 2001). Cluster sampling digunakan untuk menentukan sampel bila obyek yang diteliti atau sumber data sangat luas, sehingga sangat sulit untuk mendapatkan kerangka sampel dari semua unsur populasi tersebut. Untuk mengatasi hal ini maka unit analisis dikelompokkan ke dalam gugus yang merupakan satuan dimana sampel diambil. Ada dua situasi dimana cluster sampling dipakai. Pertama, wilayah / area sampel tersebar sangat luas sehingga untuk menyusun kerangka sampel sangat sulit. Kedua, peneliti tidak mempunyai kerangka sampel yang baik dari populasi, atau kalaupun ada harus dibuat dengan biaya yang mahal dan memerlukan waktu yang cukup lama (Eriyanto, 1999). Keuntungan pengambilan sampel dengan metode ini adalah dapat menghemat waktu, tenaga, dan biaya, karena tidak perlu menyusun kerangka sampel sampai pada unsur-unsur paling kecil dari populasi. Sedangkan kelemahannya adalah akurasi sampel yang rendah (dibanding dengan simple random sampling), karena melakukan beberapa kali sampling error (tergantung banyak tahap pengambilan sampel). Dengan demikian sangat sulit untuk menghitung standard error. e.
Multistage Sampling (Pengambilan Sampel Banyak Tahap) Penggunaan metode pengambilan sampel ini dikarenakan besarnya
cakupan populasi, terutama dalam penelitian pendidikan, sering kali disain sampel dibuat dengan mengkombinasikan berbagai jenis probability sampling seperti yang telah dijelaskan. Populasi dapat dilihat dari hirarki unit sampel dengan jenis dan jumlah yang berbeda. Kondisi semacam ini menuntut desain sampel yang kompleks yang bersifat berjenjang (multistage). Pengambilan sampel dengan metode ini dilakukan melalui beberapa tahapan. Setiap tahap didahului oleh penetapan strata tertentu, misalnya wilayah dari yang lebih luas menuju kepada yang lebih terbatas. Acak atau random dilakukan pada setiap tahap untuk menentukan wilayah sampel yang lebih terbatas. Pada tahap terakhir ditentukan
47
jumlah subyek yang ada dalam wilayah sampel sebagai unit analisis atau elemen sampel penelitian. 2.11.2.2. Non-Probability Sampling Non-probability sampling adalah metode pengambilan sampel yang memberikan peluang atau kesempatan tidak sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Metode pengambilan non-probability sampling meliputi: quota sampling, convenience / accidental sampling, purposive sampling, dan snowball sampling. Secara rinci dapat djelaskan sebagai berikut. a.
Quota Sampling Quota sampling adalah teknik untuk menetukan sampel dari populasi yang
mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah kuota yang diinginkan tercapai (Sugiyono 1997). b.
Convenience atau Accidental Sampling Convenience sampling merupakan teknik pengambilan sampel dengan
proses penarikan sampel dimana peneliti memilih unit sampel yang tersedia dengan mudah (Bahrul, 1996). c.
Purposive Sampling Metode ini digunakan apabila peneliti memiliki pertimbangan tertentu
dalam menetapkan sampel sesuai dengan tujuan penelitiannya (Sudjana, N., dan Ibrahim 2001) d.
Snowball Sampling Snowball sampling adalah teknik penentuan sampel yang mula-mula
jumlahnya kecil, kemudian sampel tersebut secara berantai memilih sampel lain (misal: teman-temannya) untuk dijadikan sampel. Begitu seterusnya, sehingga jumlah sampel semakin banyak, ibarat bola salju yang bila menggelinding, makin lama makin besar (Sugiyono, 1997). Teknik sampling ini banyak dipakai pada studi penelusuran lulusan suatu program pendidikan (tracer study). Teknik sampling ini dapat diilustrasikan dengan gambar II.7. di bawah ini:
48
Gambar II.7. Snowball Sampling Sumber: Teknik Pengambilan Sampel, Badan Penelitian Dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional Jakarta, 2002 2.12. Jenis Data Berdasarkan skala ukurnya, data dapat dibedakan menjadi data nominal, data ordinal, data interval / continous, dan data rasio. Data nominal adalah data yang hanya mengandung unsur penamaan (bahasa latin, nomos = nama). Data ordinal adalah data yang selain mengandung unsur penamaan juga memiliki unsur urutan (order = urutan). Data interval adalah data yang selain mengandung unsur penamaan dan urutan, juga memiliki sifat interval (selang)-nya bermakna. Disamping itu, data ini memiliki ciri angka nol-nya tidak mutlak. Data ratio adalah data yang memiliki unsur penamaan, urutan, intervalnya bermakna dan angka nolnya mutlak, sehingga rationya mempunyai makna. Berdasarkan pada kategori data yang dimiliki, Lisrel membagi jenis data menjadi 2 yaitu data continous dan data ordinal. Penggunaan skala likert dan dummy merupakan bagian dari data ordinal (Joreskog dan Sorbom, 1993, 1996). Meskipun terdapat banyak bukti bahwa semakin banyak kategori yang terdapat pada suatu data, semakin kecil kemungkinan bias (Byrne, 1998), tetapi Joreskog dan Sorbom (1993) menyatakan bahwa variabel ordinal tersebut bukan merupakan variabel continous dan tidak seharusnya diperlakukan seperti data continous. Joreskog dan Sorbom (1993) juga menyatakan bahwa karena variabelvariabel ini tidak memiliki metrik, maka nilai mean, varians dan kovarians variabel tersebut tidak berarti. Akibatnya hasil analisis dengan data ordinal yang diperlakukan sebagai data continous, dengan menggunakan SEM akan menghasilkan estimasi yang bias. Sehingga Joreskog dan Sorbom (1993)
49
menganjurkan penggunaan polychoric correlation sebagai input data apabila data memiliki skala ordinal dan menggunakan prosedur estimasi weighted least square (WLS). Akan tetapi penggunaan WLS tersebut memiliki beberapa keterbatasan yang sangat sulit untuk dipenuhi. Kesulitan tersebut adalah : •
Jumlah data yang diperlukan untuk WLS tersebut harus sangat besar (Lebih dari 1000)
•
Jumlah variabel observasi harus kurang daripada 25 (Bentler & Chou, 1987) dan didukung oleh (Mislevy, 1986)
•
Asumsi bahwa variabel laten tersebut adalah variabel continous dan seluruh variabel laten tersebut harus memenuhi asumsi multivariat normalitas (Bentler dan Wu, 1995) Terdapat beberapa peneliti yang memperbolehkan, data ordinal tersebut
dianggap sebagai data continous sehingga dapat langsung dianalisis (dengan data mentah atau kovarians matriks) dengan menggunakan likelihood dan melakukan koreksi atas beberapa bias yang mungkin timbul (Chou et al, 1991) dan didukung oleh Hu et al (1992). Tentu saja untuk memenuhi ketiga asumsi diatas sangat sulit dan tidak sesuai untuk digunakan di beberapa konteks penelitian. Chou et al (1991) dan Hu et al (1992) bahkan berpendapat bahwa akan lebih masuk akal jika memperlakukan variabel-variabel kategorial sebagai variabel continous dan mengkoreksi uji statistik, daripada menggunakan WLS dengan menggunakan sattora-bentler chi-square. Beberapa penelitian SEM yang berbasiskan pada skala likert pada 15 tahun terakhir menunjukkan bahwa penelitian tersebut menggunakan estimasi maximum likelihood (ML) dan bukannya WLS (Breckler, 1990). Dengan memperhatikan beberapa pertimbangan diatas, maka apapun pendekatan yang digunakan adalah dapat diterima, asal segala asumsi dapat dipenuhi. 2.13. Normalitas Data Dalam pengolahan data dengan menggunakan alat bantu Lisrel ada beberapa asumsi yang harus dipenuhi sebelum melakukan analisis lanjutan. Asumsi sifatnya harus terpenuhi. Bila asumsi tersebut tidak terpenuhi maka akan menghasilkan estimasi yang bias.
50
Asumsi yang paling fundamental dalam analisis multivariat adalah normalitas, yang merupakan bentuk suatu distribusi data pada suatu variabel metrik tunggal dalam menghasilkan distribusi normal (Hair, 1998). Suatu distribusi data yang tidak membentuk distribusi normal, maka data tersebut tidak normal, sebaliknya data dikatakan normal apabila ia membentuk suatu distribusi normal. Apabila asumsi normalitas tidak dipenuhi dan penyimpangan normalitas tersebut besar, maka seluruh hasil uji statistik adalah tidak valid karena perhitungan uji t dan lain sebagainya, dihitung dengan asumsi data normal. Normalitas dibagi menjadi dua yaitu normalitas univariat dan normalitas multivariat. Multivariat normalitas berbeda halnya dengan univariat normalitas, yang dapat diuji dengan menggunakan data ordinal maupun data continous, uji multivariat normalitas hanya dapat dilakukan dengan data continous. Apabila suatu data memiliki multivariat normalitas, maka data tersebut pasti juga memiliki univariat normalitas. Tetapi, hal tersebut tidak berlaku sebaliknya, apabila data adalah univariat normalitas, belum tentu data juga memiliki multivariat normalitas. Untuk menguji dilanggar/tidaknya asumsi normalitas, maka dapat digunakan nilai statistik Z untuk skewness dan kurtosisnya. Nilai Z skewness dapat dihitung sebagai berikut : Z skewness =
skewness 24 N
Dimana N merupakan ukuran sampel. Nilai statistik Z untuk kurtosisnya dapat dihitung dengan menggunakan formula berikut ini : Z kurtosis =
kurtosis 24 N
Jika nilai Z, baik Zskewness dan/atau Zkurtosis adalah signifikan (kurang daripada 0,05 pada tingkat 5%), maka dapat dikatakan bahwa distribusi data adalah tidak normal. Sebaliknya, jika nilai Zskewness dan/atau Zkurtosis tidak signifikan (lebih besar daripada 0,05) maka distribusi data adalah normal. Sehingga dapat
51
disimpulkan bahwa untuk uji normalitas ini kita mengharapkan hasil yang tidak signifikan. Disamping itu, Curran et al (1996) memiliki suatu rules of thumb yang dapat membantu dalam memberikan judgement mengenai normalitas data, Curran et al (1996) membagi jenis distribusi data menjadi tiga bagian : •
Normal
•
Moderately Non-normal Tidak normalitasnya data besarnya adalah sedang
•
Extremely Non-normal Distribusi data sangat tidak normal Tiga kategori distribusi data tersebut dinilai berdasarkan nilai kurtosis dan
skewness-nya. Apabila nilai skewness kurang dari 2 dan nilai kurtosis kurang dari 7, maka data adalah normal. Sedangkan jika nilai skewness berkisar antara 2 samapi 3 dan nilai kurtosis berkisar antara 7 sampai 21 maka distribusi data termasuk dalam moderately non normal. Distribusi data termasuk dalam kategori sangat tidak normal (extremely non normal) apabila memiliki nilai skewness lebih besar daripada 3 dan nilai kurtosis lebih besar daripada 21. Normalitas tidaklah merupakan suatu permasalahan yang serius dalam Lisrel, karena Lisrel memiliki beberapa solusi yang dapat dilakukan. Solusi-solusi tersebut adalah sebagai berikut : 1.
Tambahkan estimasi asympthotic covariance matrix. Hal tersebut akan mengakibatkan estimasi parameter beserta goodness of fit statistik akan dianalisis berdasarkan pada keadaan data yang tidak normal. Apabila asymptotic kovarian matrik tidak dimasukkan, sedangkan data tidak normal, sebagai input data suplemen, maka model akan diestimasi berdasarkan keadaan data normal, dan tentu saja hasilnya akan bias.
2.
Khusus untukdata continous, transformasi data diperbolehkan (Joreskog, 2002). Akan tetapi untuk berskala ordinal, transformasi data tidak dianjurkan karena akan mengakibatkan data sulit diinterpretasikan
3.
Apabila jumlah data memenuhi, gunakan metode estimasi selain maximum likelihood (ML), seperti generalized least square (GLS) atau weighted least square (WLS)
52
4.
Bootstrapping dan jackniffing. Kedua metode ini adalah metode baru yang mengasumsikan data di-resampling dan kemudian dianalisis. Standar error yang diperoleh dari metode bootstrapping tersebut kemudian dibandingkan dengan metode ML, apabila selisih signifikan, maka ketidaknormalan data menghasilkan hasil yang sangat bias. Dalam suatu penelitian yang memiliki jenis data continous, asumsi
normalitas tidak dapat dipenuhi, program bantu Lisrel memiliki beberapa opsi yang dapat dilakukan dengan menggunakan metode Weighted Least Square (WLS) dalam estimasi perhitungannya. Tetapi metode WLS memiliki beberapa aturan mengenai jumlah data yang harus dipenuhi, yaitu berkisar 1000 atau lebih. Data yang tidak normal juga dapat dianalisis dengan menggunakan metode Maximum Likelihood (ML) dan kemudian melakukan koreksi standar error dan chi-square yang timbul akibat tidak normalnya data. Tetapi hal tersebut juga memerlukan data yang besar. Salah satu yang opsi yang mungkin dapat dilakukan oleh Lisrel adalah dengan menerapkan normal score dimana data ditransformasi menjadi normal oleh PRELIS. Perlu ditekankan, bahwa normal scores tersebut hanya dapat diterapkan pada data yang sifatnya adalah continous. 2.14. Validitas Alat Ukur Validitas suatu item menunjukkan bahwa item pengukuran tersebut memang mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas ini merupakan pengujian validitas dengan menggunakan pembuktian secara statistika, yang mengukur sejauh mana isi suatu alat ukur telah mewakili semua aspek kerangka konseptual yang diinginkan. Validitas dapat ditunjukkan dengan model pengukuran yang fit. Selain itu juga dilakukan uji statistik t terhadap masingmasing nilai estimasi item pengukuran. Agar dapat dikatakan suatu model fit atau tidak, dapat dilihat dengan memperhatikan indikator-indikator yang menilai suatu model tersebut dinyatakan baik. Suatu indeks yang menunjukkan bahwa model adalah fit tidak memberikan jaminan bahwa model memang benar-benar fit. Sebaliknya, suatu indeks fit yang menyimpulkan bahwa model adalah sangat buruk, tidak memberikan jaminan bahwa model tersebut benar-benar tidak fit. Dalam hal ini, peneliti tidak boleh
53
hanya tergantung pada satu indekd atau beberapa indeks fit. Tetapi sebaiknya mempertimbangkan seluruh indeks fit. Evaluasi suatu model fit merupakan suatu masalah yang masih belum terpecahkan dan sangat sulit. Mulaik et al (1989) dan Steiger (1990) memberikan suatu pandangan dan rekomendasi yang sangat berbeda mengenai indikatorindikator model fit. Secara keseluruhan goodness of fit dari suatu model dapat dinilai berdasarkan beberapa ukuran fit sebagai berikut (dijelaskan lebih rinci dalam sub-bab 2.14.1 sampai dengan sub-bab 2.14.8): 2.14.1. Chi Square dan P-Values Nilai Chi Square ini menunjukkan adanya penyimpangan antara sample covariance matrik dan model covariance matrik. Namun nilai Chi Squre ini hanya akan valid apabila asumsi normalitas data terpenuhi dan ukuran sampel adalah besar (Joreskog dan Sorbom, 1993). Chi Square ini merupakan ukuran mengenai baik buruknya fit suatu model. Nilai Chi Square sebesar 0 menunjukkan bahwa model memiliki fit yang sempurna (perfect fit). P-Values adalah probabilitas untuk memperoleh penyimpangan (deviasi) besar sebagaimana ditunjukkan oleh nilai chi-square. Sehingga nilai chi-square yang diperoleh memiliki perbedaan dengan teori yang telah dibangun. Sedangkan nilai probabilitas yang tidak signifikan adalah yang diharapkan, yang menunjukkan bahwa data empiris sesuai dengan model. Nilai
probabilitas
dan
chi-square
memiliki
permasalahan
yang
fundamental dalam validitasnya. Probabilitas ini sangat sensitif dimana ketidaksesuaian antara data dengan model sangat dipengaruhi besarnya ukuran sampel. Jika ukuran sampel sangat kecil, maka uji chi-square akan menunjukkan data secara signifikan berbeda dengan teori, meskipun perbedaan tersebut adalah sangat kecil. Sehingga prosedur untuk menilai model fit hanya dengan menggunakan probabilitas ini kurang dapat dibenarkan (Bentler dan Bonett, 1980), karena probabilitas dapat dijadikan tidak signifikan dengan cukup menurunkan nilai chisquare (Joreskog dan Sorbom, 1996). Dengan demikian diperlukan indikatorindikator lainnya untuk menghasilkan suatu justifikasi yang pasti mengenai model fit.
54
2.14.2. Goodness Of Fit Index Goodness of Fit Index (GFI) merupakan suatu ukuran mengenai ketepatan model dalam menghasilkan observed matriks kovarians. Nilai GFI ini harus berkisar antara 0 dan 1. Meskipun secara teori GFI mungkin memiliki nilai negatif tetapi hal tersebut seharusnya tidak terjadi, karena model yang memiliki nilai GFI negatif adalah model yang paling buruk dari seluruh model yang ada (Joreskog dan Sorbom, 1993). Nilai GFI yang lebih besar daripada 0,9 menunjukkan fit suatu model yang baik (Diamantopaulus dan Siguaw, 2000). 2.14.3. Adjusted Goodness of Fit Index Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) adalah sama seperti GFI, tetapi telah menyesuaikan pengaruh degrees of freedom pada suatu model. Sama seperti GFI, nilai AGFI sebesar 1 berarti bahwa model memiliki perfect fit. Sedangkan model yang fit adalah yang memiliki nilai AGFI lebih besar dari 0,0 (Diamantopaulus dan Siguaw, 2000). 2.14.4. Non – Centrality Parameter Nilai Non – Centrality Parameter (NCP) digunakan untuk mengukur tingkat penyimpangan antara sampel kovarians matriks dan fitted (model) kovarians matrik. Model dikatakan baik apabila memiliki nilai NCP kecil dan model adalah buruk apabila NCP besar. 2.14.5. Root Mean Square Error of Approximation Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) sudah lama diperkenalkan oleh Steiger dan Lind (1990), tetapi baru akhir-akhir ini saja para penulis statistik sadah bahwa RMSEA ini merupakan indikator model fit yang paling informatif. RMSEA ini mengukur penyimpangan nilai parameter pada suatu model dengan matriks kovarians populasinya (Browne dan Cudeck, 1993). Nilai RMSEA yang kurang dari 0,05 mengindikasikan adanya model fit, dan nilai RMSEA yang berkisar antara 0.08 menyatakan bahwa model memiliki perkirakan kesalahan yang reasonable. Nilai RMSEA yang berkisar antara 0,08 sampai dengan 0,1, menyatakan bahwa model memiliki fit yang cukup
55
(medicore). Sedangkan RMSEA yang lebih besar daripada 0,1 menyatakan bahwa model fit sangat jelek. 2.14.6. Expected Cross Validation Index Expected Cross Validation Index (ECVI) digunakan untuk menilai kecenderungan bahwa model, pada sampel tunggal, cross validates (dapat divalidasi silang) pada ukuran sampel dan populasi yang sama (Browne dan Cudeck, 1993). ECVI mengukur penyimpangan antara fitted (model) kovarians matrik pada sampel yang dianilisis dan kovarians matriks yang akan diperoleh pada sampel lain tetapi yang memiliki ukuran sampel sama besar (Byrne, 1998). Model yang memiliki ECVI terendah berarti model tersebut sangat potential untuk direplikasi. Karena Koefisien ECVI tidak dapat ditentukan, maka kita tidak dapat memberikan suatu judgement nilai ECVI berapa yang diharuskan agar model dapat dikatakan baik. Namun bila nilai ECVI yang lebih rendah daripada ECVI yang diperoleh pada saturated model dan independence model, mengindikasikan bahwa model adalah fit (Byrne, 1998). 2.14.7. Akaike Information Criterion (AIC) dan CAIC AIC dan CAIC digunakan untuk menilai mengenai masalah parsimony dalam penilaian model fit. Meskipun nilai AIC tersebut tidak sensitif terhadap kompleksitas model, dan demikian juga dengan CAIC, namun AIC lebih sensitif dan dipengaruhi oleh banyaknya jumlah sampel yang digunakan. Sedangkan CAIC tidak sensitif terhadap jumlah sampel (Bandalos, 1993). AIC dan CAIC digunakan dalam perbandingan dari dua atau lebih model, dimana nilai AIC dan CAIC yang lebih kecil daripada AIC model saturated dan independence berarti memiliki model fit yang lebih baik (Hu dan Bentler, 1995). 2.14.8. Fit Index Normed Fit Index (NFI) yang ditemukan oleh Bentler dan Bonnets (1980), merupakan salah satu alternatif untuk menentukan model fit. Namun, karena NFI ini memiliki tendensi untuk merendahkan fit pada sampel yang kecil, Bentler (1990) merevisi indeks ini dengan nama Comparative Fit Index perbandingan antara model yang dihipotesiskan dan independence model. Suatu model dikatakan fit apabila nilai NFI dan CFI lebih besar daripada 0,9 (Bentler, 1990)
56
Sedangkan Non-Normed Fit Index (NNFI), digunakan untuk mengatasi permasalahan yang timbul akibat kompleksitas model. Tetapi karena NNFI adalah non-normed, nilainya dapat lebih besar daripada 1, sehingga susah untuk diinterpretasikan. Meskipun besaran nilai dari NFI, CFI, NNFI, dan Bentler (1990) menganjurkan penggunaan CFI sebagai ukuran fit dari suatu model. Incremental Fit Indeks (IFI) diperkenalkan oleh Bollen (1989), digunakan untuk mengatasi masalah parsimony dan ukuran sampel, dimana hal tersebut berhubungan dengan NFI. Batas cut-off adalah 0,9 (Byrne, 1998). Sedangkan Relative Fit Index (RFI), digunakan untuk mengukur fit dimana nilainya adalah 0 sampai 1, dimana nilai yang lebih besar menunjukkan adanya superior fit. 2.15. Reliabilitas Alat Ukur Menurut Hair et al. (1998), statistik alfa Cronbach merupakan koefisien reliabilitas yang mengukur konsistensi keseluruhan item dalam suatu dimensi. Faktor yang reliabel adalah yang mempunyai nilai statistik alfa Cronbach, lebih besar dari 0,5. Sedangkan menurut Jöreskog dan Sörbom (1996) Koefisien determinasi (R2) yang dihasilkan untuk masing-masing item pengukuran diinterpretasikan sebagai reliabilitas item pengukuran.
57