BAB II DASAR TEORI Interpretasi grafo-tes dilakukan dengan mengukur parameter citra tulisan hasil pemindaian menggunakan teknik pemrosesan citra, kemudian dilakukan proses penalaran dengan menggunakan fuzzy logic. Pendekatan lain untuk melakukan penalaran seperti pendekatan yang berbasis aturan atau sistem berbasis pengetahuan juga dapat digunakan. Pada bab ini akan diuraikan dasar-dasar teori yang mendukung pendekatan tersebut meliputi fuzzy logic, grafologi, citra digital, pemrosesan pada sebuah citra digital, penyimpanan nilai parameter hasil pengukuran serta sedikit mengenai sistem berbasis pengetahuan.
II.1 Fuzzy Logic II.1.1 Set Himpunan pada Fuzzy Logic Fuzzy logic merupakan pengembangan dari logika klasik yang lebih dikenal dengan logika boolean. Dalam konsep logika klasik, setiap individu dalam semesta dibagi secara tegas menjadi dua bagian kelompok. Yaitu bagian yang merupakan anggota suatu himpunan dan bagian lainnya yang tidak masuk ke dalam himpunan. Misalkan bilangan 3, 6 dan 9 merupakan anggota himpunan bilangan kelipatan 3 sedangkan 2, 4 dan 8 tidak termasuk himpunan dari bilangan kelipatan 3. Pada kenyataannya, penggunaan teorema logika klasik tidak dapat digunakan sepenuhnya pada beberapa kasus yang tidak terdapat batasan (pembeda) yang jelas untuk mengelompokkan suatu individu ke dalam suatu kelompok. Sebagai contoh, untuk mengelompokkan usia menjadi tua dan muda tidak terdapat batasan yang jelas antara keduanya. Jika dipaksakan menggunakan batasan yang jelas untuk membedakannya, hal tersebut tentu tidaklah cocok untuk diterapkan. Sebagai ilustrasi dapat dilihat pada contoh berikut: II-1
II-2
A = {x Є S|x merupakan kelompok usia tua} atau µA(x) = 1 jika x merupakan kelompok usia tua (usia>= 25 tahun) µA(x) = 0 jika x bukan merupakan kelompok usia tua (usia < 25 tahun) Dapat dikatakan bahwa usia >= 25 tahun adalah usia tua dan usia < 25 tahun dikatakan bukan usia tua. Hal ini kurang tepat karena usia 24 tahun dan usia 1 tahun memiliki derajat keanggotaan yang sama, sedangkan usia 24 tahun dengan usia 25 tahun memiliki derajat keanggotaan yang berbeda. Fuzzy logic mampu mengatasi permasalahan dimana batasan untuk memisahkan setiap individu dalam semesta S tidak jelas atau samar-samar. Dalam fuzzy logic dikenal istilah derajat kepercayaan, yaitu nilai yang merepresentasikan seberapa besar individu dapat dikelompokkan kedalam suatu himpunan tertentu. Himpunan fuzzy H dalam semesta S dapat dinyatakan sebagai himpunan pasangan elemen x dengan derajat keanggotaannya yaitu : H = { (x, µH(x))|x Є S } (II-1) Jika S merupakan himpunan kontinu maka H biasanya ditulis sebagai H=
(II-2) dengan tanda “integral” menyatakan kumpulan dari semua titik x Є S dengan fungsi keanggotaan µH(x). Akan tetapi jika U adalah himpunan farik (discrete) maka representasi dari himpunan H menjadi H=∑
μ
(II-3) dengan tanda “jumlah” tidak menyatakan penjumlahan aritmatika tetapi menyatakan kumpulan dari titik-titik x Є S dengan fungsi keanggotaanya µH(x).
II-3
Pada fuzzy logic, derajat keanggotaan individu masuk kedalam himpunan H dapat dilihat dari persamaan µH = S →[0,1] atau nilai derajat keanggotaan pada fuzzy logic memiliki arti sebagai berikut: •
Jika µH (x) = 1, maka x adalah anggota penuh dari himpunan fuzzy H
•
Jika µH (x) = 0, maka x adalah bukan anggota dari himpunan fuzzy H
•
Jika µH (x) = m, dengan m adalah bilangan riil dalam interval 0 < m < 1 maka x adalah anggota dari himpunan fuzzy H dengan derajat keanggotaan sebesar m.
Berikut ini adalah contoh penggunaan fuzzy logic dalam pengelompokan usia. A = {x Є S|x merupakan kelompok usia tua} atau µA(x) = 1 jika x merupakan kelompok usia tua (usia>= 25 tahun) µA(x) = m, dengan 0 < m < 1, jika x berada antara kelompok usia tua dan tidak (usia >= 15 tahun dan usia < 25 tahun) µA(x) = 0 jika x bukan merupakan kelompok usia tua (usia < 15 tahun) Derajat keanggotaan
1
0 5
10
15
20
25
30
35
40
Usia
Gambar II-1 Derajat Keanggotaan Himpunan H pada Fuzzy logic
Dengan menggunakan fuzzy logic dapat dilihat bahwa seseorang dengan usia 24 tahun memiliki derajat keanggotaan sebagai
kelompok usia tua sebesar 0.9
derajat sedangkan usia 1 tahun memiliki derajat keanggotaan sebesar 0. Dengan melihat perbedaan derajat keanggotaan suatu individu antara fuzzy logic dan logika klasik dapat disimpulkan bahwa fuzzy logic mampu mengelompokkan himpunan usia menjadi kelompok usia tua dan bukan tua dengan pendekatan yang lebih baik.
II-4
Pada gambar II-1, secara grafis,
persamaan fuzzy logic tersebut dipetakan
kedalam grafis yang berbentuk S. Dalam kasus lain mungkin ditemukan tipe grafik lainnya seperti berbentuk Z, berbentuk segitiga, trapesium, gausian dan bentuk bentuk lainnya yang disesuaikan dengan fungsi pemetaan. Penjelasan lebih detail mengenai himpunan fuzzy dapat dilihat pada [KRK95]. II.1.2 Operasi Pada Fuzzy Logic
Operasi pada fuzzy logic diturunkan dari operasi yang terdapat pada logika klasik. Dalam logika klasik dikenal tiga operasi utama yaitu penggabungan (union), irisan (intersection) dan komplemen (complement). Operasi penggabungan pada logika klasik sering juga dikorespondensikan dengan operasi AND, operasi irisan dengan OR dan operasi komplemen dengan NOT. Hasil akhir dari operasi operator pada logika boolean akan menghasilkan nilai 0 dan 1 sedangkan pada fuzzy logic hasil akhir yang didapatkan mempunyai nilai antara 0 dan 1. Artinya nilai ketidak jelasan tetap dipertahankan. Sehingga, operasi penggabungan, irisan dan komplemen yang terdapat pada logika klasik perlu disesuaikan pada fuzzy logic. Operasi penggabungan pada fuzzy logic (A OR B), disebut juga operasi S-Norm. Operasi ini didefinisikan sebagai fungsi s:[0,1] x [0,1] → [0,1] yang mentransformasikan fungsi keanggotaan himpunan A dan B ke fungsi keanggotaan penggabungan A dan B yaitu: µ A U B (x) = s [ µA(x), µB(x) ] (II-4) Operasi S-Norm pada fuzzy logic yang berlaku untuk himpunan A dan B merupakan operasi yang menghasilkan nilai maksimum dari derajat keanggotaan individu (x) pada himpunan A dan derajat keanggotaan individu (x) pada himpunan B. Secara matematis dapat dilihat pada persamaan berikut ini s [ µA(x), µB(x) ] = max { µA(x), µB(x) } (II-5)
II-5
Misalkan diketahui sebuah individu x memiliki derajat keanggotaan 0.5 pada himpunan fuzzy H dan derajat keanggotaan sebesar 0.1 pada himpunan fuzzy R. Maka pernyataan “x is H OR x is R” akan bernilai max (0,5 ; 0,1) atau 0.5. Operasi dasar selanjutnya pada fuzzy logic berikutnya adalah operasi irisan (A AND B) yang disebut juga operasi T-Norm. Operasi ini didefinisikan sebagai fungsi t:[0,1] x [[0,1] → [0,1] yang mentrasformasikan fungsi keanggotaan himpunan A dan B ke fungsi keanggotaan penggabungan A dan B yaitu : µ A n B (x) = t [ µA(x), µB(x) ] (II-6) Operasi T-Norm pada fuzzy logic yang berlaku untuk himpunan A dan B merupakan operasi yang menghasilkan nilai minimum dari derajat keanggotaan individu (x) pada himpunan A dan derajat keanggotaan individu (x) pada himpunan B. Secara matematis dapat dilihat pada persamaan berikut ini : t [ µA(x), µB(x) ] = min { µA(x), µB(x) } (II-7) Sebagai contoh misalkan diketahui sebuah individu x memiliki derajat keanggotaan 0.5 pada himpunan fuzzy H dan derajat keanggotaan sebesar 0.1 pada himpunan fuzzy R. Maka pernyataan “x is H AND x is R” akan bernilai max (0,5 ; 0,1) atau 0.1. Pada logika klasik, operasi komplemen akan memetakan fungsi keanggotaan menjadi kebalikannya. Jika x merupakan angota himpunan A maka komplemen dari x bukan merupakan anggota himpunan A dan sebaliknya. Sedangkan dalam fuzzy logic, operasi komplemen didefinisikan sebagai fungsi c:[0,1]→[0,1] yang mentransformasikan fungsi keanggotaan himpunan A ke fungsi kenggotaan komplemen A, yaitu : µĀ(x) = 1- µA(x) (II-8) Misalkan diketahui sebuah individu x memiliki derajat keanggotaan 0.4 pada himpunan fuzzy H. Maka pernyataan “x is not H” akan bernilai 1- 0.4 atau 0.6.
II-6
Bentuk-bentuk operasi penggabungan, irisan dan komplemen pada penjelasan diatas merupakan operasi bentuk dasar pada fuzzy logic. Selain itu juga terdapat beberapa pengembangan operasi penggabungan, irisan dan komplemen seperti operasi yang diusulkan oleh Yager (1980), Dubois dan Prade (1980) Schweizer dan Sklar (1963) serta Sugeno (1977). Penjelasan lebih detail mengenai operasi operator fuzzy logic dapat dilihat pada pustaka [KRK95]. II.1.3 Linguistic Variable Linguistic variable merupakan salah satu komponen dalam fuzzy logic yang merupakan suatu peubah, memiliki nilai linguistik dan berasosiasi dengan himpunan fuzzy. Pengubah linguistik ini dapat berupa kata-kata dalam bahasa natural yang menjelaskan mengenai variabel fuzzy yang diacu. Sebuah peubah linguistik dalam fuzzy logic memiliki karakteristik yang ditentukan oleh : 1.
Nama peubah linguistik
2.
Himpunan nilai linguistik yang memungkinkan
3.
Domain fisik atau nilai kuantitatif
4.
Aturan semantik
Misalkan variabel d merupakan besaran ukuran bunyi (dalam dB) yang dikeluarkan oleh sebuah sumber suara dimana nilainya terletak dalam selang [0, dMax],
dengan dMax menandakan ukuran bunyi maksimal yang mampu
dikeluarkan oleh sumber suara tersebut dan didefinisikan tiga buah himpunan fuzzy “kecil”, “sedang”, dan “besar” dalam domain [0, dMaks] seperti yang ditunjukan pada gambar II-2.
Gambar II-2 Pemetaan Derajat Keanggotaan Sebuah Dentuman
II-7
Jika d dipandang sebagai peubah linguistik, maka karakteristik peubah linguistiknya dapat didefinisikan sebagai: 1.
Nama peubah linguistik : d
2.
Himpunan nilai linguistik yang mungkin (himpunan linguistik d) : {kecil, sedang, besar}
3.
Domain fisik atau nilai kuantitatif : [0, dMaks]
4.
Aturan Semantik : Himpunan {kecil, sedang, besar} yang dihubungkan dengan domain fisik atau nilai kuantitatif seperti terlihat pada gambar II-2.
II.1.4 Sistem Berbasis Fuzzy Setiap sistem yang berbasis aturan fuzzy akan terdiri atas tiga komponen utama penyusun yaitu fuzzification, inference dan defuzzification (dapat dilihat pada gambar II-3).
Gambar II-3 Komponen Penyusun Sistem Berbasis Fuzzy
Fuzzification adalah proses mengubah masukan-masukan yang nilai kebenarannya bersifat pasti (crisp input) ke dalam bentuk fuzzy input (dalam bentuk derajat kepercayaan) yang dilakukan berdasarkan fungsi pemetaan yang diberikan. Inference adalah proses penalaran menggunakan fuzzy input dan fuzzy rules yang telah ditentukan sehingga menghasilkan fuzzy output. Secara sintaks, suatu fuzzy rule dinyatakan kedalam sebuah proposisi yang memiliki skema < IF antecendent THEN consequent >. Skema ini adalah skema yang umum yang digunakan dalam
II-8
sistem berbasis fuzzy. Setiap antecendent dan consequent dalam sebuah proposisi boleh terdiri atas satu variabel saja ataupun banyak variabel. Dalam sistem berbasis fuzzy
terdapat dua model aturan fuzzy yang sering
digunakan secara luas dalam berbagai aplikasi, yaitu model Mamdani dan model Sugeno. Pada model Mamdani, aturan fuzzy didefinisikan sebagai < IF x1 is A1 AND …AND xn is An THEN y is B >, di mana A1, …, An, dan B adalah nilainilai linguistik (atau fuzzy set) dan “x1 is A1” menyatakan bahwa nilai x1 adalah anggota fuzzy set A1. Sedangkan model Sugeno atau
dikenal juga sebagai
Takagi-Sugeno-Kang (TSK) model, yaitu suatu varian dari model Mamdani dimana pada model ini aturan yang digunakan berbentuk
IF
x1
is
A1
AND…AND xn is An THEN y = f(x1,…,xn), di mana f bisa sembarang fungsi dari variabel-variabel input yang nilainya berada dalam interval variabel output. Untuk lebih lengkap dapat dilihat pada [BEZ05]. Tahap terakhir yang harus dilakukan pada sistem berbasis fuzzy yaitu defuzzification. Tujuan dari defuzzification adalah mengubah fuzzy output menjadi crisp value berdasarkan fungsi keanggotaan yang telah ditentukan. Terdapat banyak sekali model defuzzification ini. Namun yang paling sering digunakan adalah Centroid method [GUN03]. Centroid method , disebut juga sebagai Center of Area atau Center of Gravity, menghitung nilai crisp output dari sebuah fuzzy system dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
(II-9)
jika fungsi merupakan fungsi yang kontinu. Namun jika y merupakan persamaan diskrit maka cara menentukan nilai crisp yang dihasilkan menggunakan persamaan berikut :
∑ ∑ (II-10)
II-9
Adapun contoh penggunaan sistem berbasis fuzzy dapat dilihat pada lampiran A tugas akhir ini.
II.2 Grafologi Grafology (dalam istilah latin graph berarti tulisan dan ology menandakan pengetahuan) ialah salah satu metode analisis yang digunakan dalam dunia psikologi untuk mengetahui karakter dan
kepribadian seseorang dengan
menurunkannya dari tulisan tangan orang tersebut [POI04]. Grafologi yang juga disebut handwriting analysis didasarkan atas hubungan antara pikiran sadar dan alam bawah sadar manusia ketika menuliskan sesuatu. Pikiran alam sadar akan memikirkan tentang konteks dari tulisan dan pikiran bawah sadar akan mempengaruhi bagaimana tulisan itu ditulis sehingga disimpulkan bahwa tulisan merupakan salah satu bentuk representasi dari karakter (kepribadian) seseorang [AMNAS]. Grafo-tes dapat digunakan diberbagai keperluan, di antaranya untuk kepentingan pribadi, pengelompokan jaringan sosial, pengobatan, pendidikan, bisnis, kepentingan perorangan dan penyelidikan kasus kriminal [MCA91]. Penjelasan lebih lengkap mengenai grafologi dapat didapatkan pada [MDA80] dan [MCA91]. II.2.1 Aspek-aspek Grafologi Kaidah grafologi di dasarkan pada beberapa aspek yang dipergunakan dalam interpretasi tulisan tangan. Aspek-aspek tersebut antara lain adalah Baselines, Margins, Spacing, Pressure, Size, Speed,
Slant,
Zones, Printing vs
Connected Writing, Connecting Strokes dan Signature [MCA91]. Grafologi dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu grafologi bagian umum dan grafologi bagian khusus. Bagian umum menjelaskan mengenai grafologi yang didasarkan atas kaidah-kaidah umum diantaranya tepi tulisan atau margins, jarak tulisan atau spacing, garis dasar atau baseline, kemiringan tulisan atau slant, ukuran tulisan atau size dan tekanan tulisan atau pressure. Sedangkan bagian
II-10
khusus menjelaskan interpretasi terhadap grafo-tes secara lebih terperinci dengan menambahkan beberapa parameter seperti penelusuran bentuk-bentuk huruf perhuruf ataupun gabungan dari kaidah-kaidah umum [MDA80]. II.2.1.1 Margins Margins atau tepi tulisan merupakan aspek grafologi yang didasarkan atas jarak tulisan tangan terhadap sisi dari media tulisan (kertas). Tepi tulisan ini terbagi atas empat bagian yaitu tepi kiri, tepi kanan, tepi atas dan tepi bagian bawah. Dalam kaidah grafologi, margin tulisan menunjukkan perangai seseorang apakah terpengaruh oleh masa lalu atau masa depan. II.2.1.2 Baselines Baselines atau garis dasar tulisan merupakan aspek grafologi yang didasarkan atas kemiringan tulisan terhadap garis dasar (garis acu) yang merupakan garis khayal dimana tulisan tangan ditulis. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar II-4.
Gambar II-4 Contoh Baseline Tulisan
Baris tulisan dalam kaidah grafologi menandakan sifat optimisme seseorang. Dalam kaidah grafologi, baris yang lurus menunjukkan keseimbangan berfikir, baris yang naik menunjukkan sifat optimis dan baris yang turun menunjukkan sifat pesimis. Contoh tulisan yang memiliki baseline teratur, naik turun dapat dilihat pada gambar II-5, II-6, II-7.
Gambar II-5 Tulisan dengan Baseline Lurus
II-11
Gambar II-6 Tulisan dengan Baseline Menaik
Gambar II-7 Tulisan dengan Baseline Menurun
II.2.1.3 Spacing Spasi tulisan merupakan jarak antar baris dan antar kata dalam tulisan yang ditulis. Spasi tulisan menunjukkan tingkat keborosan seseorang. Pada dasarnya jarak yang rapat menunjukkan sifat yang hemat sedangkan jarak yang lebar menunjukkan sifat yang boros. II.2.1.4 Size Ukuran tulisan merupakan salah satu aspek dasar dari grafologi yang mengacu kepada kebiasaan penulis mengenai besarnya tulisan yang dihasilkan. Pada dasarnya hal ini menunjukkan mengenai sifat penulis apakah ekstrovert atau introvert. Tulisan yang besar menunjukkan bahwa penulisnya memiliki sifat extrovert sedangkan tulisan yang kecil menunjukkan sifat penulisnya yang introvert. Contoh tipe-tipe ukuran tulisan dapat dilihat pada gambar II-8.
Gambar II-8 Contoh Ukuran Tulisan
II.3 Citra Digital Sebuah citra merupakan fungsi dua dimensi, f(x,y), dimana x dan y menandakan koordinat ruang dan fungsi f(x,y) sebagai intensitas atau gray-level dari sebuah gambar yang terletak pada titik koordiat x dan y. Setiap citra digital dibentuk dari beberapa elemen, yang setiap elementnya terletak pada koordinat x dan y yang berbeda. Elemen terkecil tersebut sering disebut dengan titik atau pixel.
II-12
Citra digital dapat disimpan kedalam memori komputer dengan cara vector graphics, raster graphics atau gabungan dari keduanya. Pada citra yang bertipe vector graphics, penyimpanan gambar 2 dimensi pada komputer dilakukan menyerupai vektor yaitu penyimpanan posisi titik-titik yang jika dihubungkan membentuk garis dan garis-garis tersebut kemudian membentuk gambar. Sedangkan pada raster graphics, penyimpanan gambar 2 dimensi pada komputer dilakukan dengan menggunakan matriks yang berisi kumpulan titik atau pixel. Penyimpanan citra dengan cara ini sering juga disebut sebagai bentuk bitmap. Untuk lebih lengkapnya mengenai citra digital dapat dilihat pada [FOL90].
II.3.1 Pemrosesan pada Citra Digital II.3.1.1 Thresholding dan Pembentukan Citra Biner Input yang diberikan dalam proses thresholding ini adalah input citra berwarna atau citra grayscale sedangkan output pada proses thresholding adalah citra biner. Citra biner adalah citra yang hanya memiliki dua nilai intensitas warna, hitam dan putih, hitam untuk mewakili foreground dan putih untuk mewakili background atau sebaliknya. Tresholding dilakukan dengan cara menentukan nilai intensity threshold. Jika intensitas dari sebuah titik lebih besar dari intensity threshold maka titik tersebut akan diset misalnya menjadi putih dan sebaliknya. Dengan demikian akan dihasilkan citra biner setelah seluruh titik dalam citra selesai diperiksa. Cara ini disebut simple thresholding. Selain itu, terdapat metode lain yaitu adaptive thresholding yang memiliki nilai intensity threshold berbeda pada setiap region dari suatu citra, tidak seperti simple thresholding yang menggunakan satu nilai intensity threshold untuk semua titik pada citra. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada [RIT96]. Penentuan nilai intensity threshold dapat dilakukan baik secara manual maupun secara otomatis. Penentuan nilai secara manual biasanya dengan memilih nilai
II-13
pertengahan antara nilai minimum (hitam) dengan nilai maksimum (putih). Sedangkan penentuan intensity threshold dengan cara otomatis dilakukan dengan melihat histogram dari citra tersebut. Dengan melihat dan menganalisa histogram pada citra yang diberikan, maka dapat ditentukan nilai intensity threshold yang tepat untuk citra tersebut. Contoh algoritma yang populer untuk menentukan nilai intensity threshold secara otomatis adalah otsu`s method dan metode Huangwang yang didasarkan atas fuzzy logic. Penjelasan lebih detail mengenai metodemetode thresholding tersebut dapat dilihat pada [SEZ04] dan [HWG93]. II.3.1.2 Smearing Citra Digital Sebuah citra digital tulisan tangan terdiri atas blok-blok baris tulisan yang merupakan kumpulan dari titik foreground dan blok-blok spasi tulisan yang merupakan kumpulan titik-titik background. Untuk dapat mengidentifikasi sebuah blok baris pada citra tulisan tangan akan lebih mudah jika citra tersebut sudah dilakukan proses smearing. Proses smearing citra dilakukan dengan memeriksa setiap titik-titik pada citra berkas tulisan. Jika jarak antara sebuah titik foreground dengan sebuah titik foreground lainnya berada pada jarak batas yang telah ditetapkan sebelumnya maka seluruh titik yang berada diantara keduanya akan diisi dengan titik foreground. Sehingga setelah proses smearing dilakukan, baris-baris pada berkas tulisan akan membentuk sebuah objek yang saling terhubung. Penentuan jarak batas smearing dilakukan dengan mempertimbangkan hasil yang ingin didapat, jika terlalu kecil mungkin hasil smearing yang didapat tidak akan berbeda dengan citra masukan, namun jika terlalu besar mungkin saja bagian yang seharusnya tidak terhubung menjadi terhubung. Dalam kasus ini, nilai batas smearing yang dipilih adalah nilai yang cukup untuk menghubungkan zona bagian tengah tulisan. Smearing dapat dilakukan baik pada arah horizontal maupun vertikal tergantung dari hasil yang ingin didapat. Gambar II-9 bagian kiri menunjukkan citra masukan
II-14
sedangkan gambar II-9 bagian kanan menunjukkan citra hasil proses smearing sepanjang arah horizontal. Penjelasan lebih detail mengenai smearing citra dan variasinya dapat dilihat pada [ZAH06].
Gambar II-9 Hasil Proses Smearing Pada Sebuah Citra
II.3.1.3 Projection Profile Citra Digital Projection profile pada sebuah citra dilakukan dengan cara menghitung jumlah titik foreground pada sebuah citra sepanjang sumbu horizontal untuk setiap titik di sumbu Y. Atau dengan kata lain, persamaan yang digunakan untuk melakukan projection profile pada suatu citra dapat didefinisikan sebagai berikut :
, (II-11)
Gambar II-10 Projection Profile Terhadap Citra Tulisan Tangan
Hasil akhir dari proses projection profile terhadap sebuah citra menggambarkan keterhubungan jumlah titik antara sumbu horizontal dengan sumbu vertikal (seperti terlihat pada gambar II-10). Hasil ini dapat digunakan untuk identifikasi lokasi kumpulan titik foreground pada citra seperti yang terlihat pada gambar II10 dimana grafik sebelah kiri menunjukkan semakin tinggi grafiknya artinya
II-15
semakin banyak titik foreground yang berada pada lokasi tersebut. Penjelasan lebih detail mengenai projection profile dapat dilihat pada [ZAH06]. II.3.1.4 Transformasi Citra Digital Transformasi pada citra merupakan bentuk operasi pengolahan terhadap citra P. Dimana P dapat dinyatakan dalam bentuk matriks. Transformasi standar pada citra meliputi penskalaan, rotasi dan dilatasi. Untuk lebih jelasnya mengenai trasformasi pada citra digital dapat dilihat pada [FOL90].
II.4 XML File XML atau eXtensible Markup Language, merupakan turunan dari SGML atau Standard Generalized Markup Language. Seperti halnya dengan HTML (Hyper Teks Markup Language), XML juga menggunakan element yang ditandai dengan tag pembuka (diawali dengan ‘<’ dan diakhiri dengan ‘>’), tag penutup (diawali dengan ‘ ‘diakhiri ‘>’) dan memiliki isi atribut element (parameter yang dinyatakan dalam tag pembuka misal