BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1
2.1.1
2.1.2
Supplier Selection Dalam pembahasan kali ini, akan dibahas mengenai pemilihan supplier yang baik dengan beberapa metode agar keberlangsungan proses produksi dan kualitas perusahaan tetap terjaga dengan beberapa metode diantaranya adalah Fuzzy Logic Fuzzy logic ini diperkenalkan oleh Zadeh (1965) yang digunakan untuk memperhitungkan ketidakpastian dan memecahkan masalah di mana tidak ada batas yang kritis dan nilai-nilai yang tepat. Himpunan fuzzy adalah alat matematika yang kuat untuk menangani ketidakpastian dalam sebuah keputusan. Himpunan fuzzy adalah bentuk umum dari sebuah set dengan nilai interval 0 dan 1, nilai 1 adalah nilai keanggotaan penuh dan 0 menyatakan nilai ketidakanggotaan. Salah satu jenis fuzzy yang sering digunakan adalah bilangan fuzzy segitiga (TFN).TFN ini sering digunakan karena TFN ini memiliki perhitungan sederhana, dan berguna dalam mempromosikan representasi dan pengolahan informasi dalam lingkungan fuzzy.(Khamseh, A.A. & Mahmoodi, M., 2014, p.1-10).Menurut Alavi dan Rokny, penyertaan Fuzzy Logic di dalam penghitungan Vendor Selection adalah untuk memvisualisasikan proses Decision Making yang dilakukan oleh Decision Maker dimana pada prakteknya proses tersebut pada dasarnya bersifat penuh ketidakpastian dan ketidakjelasan persepsi yang subjektif, sehingga dengan menggunakan Fuzzy Logic, diharapkan hasil perhitungan menjadi lebih efektif dan akurat. (Alavi & Alinejad-Rokny, 2011). Fuzzy TOPSIS TOPSIS adalah salah satu metode classical multicriteria pengambilan keputusan, dikembangkan oleh Hwang dan Yoon. Hal ini didasarkan pada konsep bahwa setiap alternatif yang terpilih harus memiliki jarak terpendek dari ideal positif solusi (PIS) dan terjauh dari solusi ideal negatif (NIS). Sejumlah Metode TOPSIS telah dikembangkan dalam beberapa tahun terakhir(Khamseh, A.A. & Mahmoodi, M., 2014, p.1-10).TOPSIS Fuzzy telah diperkenalkan untuk beragam multi-attribute masalah pengambilan keputusan. Selanjutnya Chen menggunakan fuzzy TOPSIS untuk pemilihan supplier(C.Chen, 2000, p.1-9). Menurut Alavi dan Rokny, Metode TOPSIS dikatakan lebih unggul dibandingkan metode lain seperti Analytical Hierarchical Process (AHP) dan Analytical Network Process (ANP), adalah karena metode ini dinilai lebih dapat merepresentasikan apa saja sesungguhnya criteria serta Key Performance Index yang menjadi pembanding seperti yang diharapkan oleh decision maker, karena sesungguhnya TOPSIS menggunakan linguistic variable untuk menjadi dasar penilaian yang secara sederhana dasar penilaian dapat ditentukan sendiri ukurannya oleh decision maker(Alavi & Alinejad-Rokny, 2011). Dalam memperluas metode fuzzy TOPSIS untuk pengambilan keputusan kelompok situasi dengan mempertimbangkan segitiga bilangan fuzzy dan mendefinisikan jarak antara dua angka fuzzy. Dalam fuzzy TOPSIS Chen, dapat digunakan preferensi linguistik dengan mudah mengkonversi bilangan fuzzy kepada sebuah Lingusitic Terms. Dalam pengaplikasian metode fuzzy 5
6
TOPSIS ini, beberapa contoh kriteria yang dapat dijadikan parameter pengukuran performa supplier antara lain adalah price, quality, responsiveness, serta deliverables. Selain itu, kriteria lain yang juga dapat digunakan adalah criteria green atau yang berarti penilaian terhadap aspek environmental awareness. Dikatakan menurut (Deshmukh & Vasudevan, 2014) , seiring dengan meningkatnya awareness terhadap lingkungan atas impact dari industri, maka sangat penting untuk ikut serta mempertimbangkan keseimbangan antara aspek ekonomis dengan aspek environmental awareness dari supplier sehingga proses vendor selection yang traditional menjadi Green Vendor Selection atau Green SCM, salah satunya adalah dengan cara mengikutsertakan criteria green sebagai salah satu parameter pengukuran. Tujuan dari Green SCM adalah selain untuk meraih competitive advantage , juga untuk mensosialisasikan sebuah paradigma dimana segala aktifitas bisnis juga sesungguhnya memiliki sebuah ketergantungan absolute terhadap lingkungan. Selanjutnya konsep matematika dari Fuzzy ini dapat dijelaskan sebagai berikut(Khamseh, A.A. & Mahmoodi, M., 2014, p.1-10): 1. Pilih linguistic ratings untuk criteria dan alternatif terhadap kriteria. Dalam langkah ini, bobot kriteria evaluasi dan penilaian alternatif dinyatakan dalam bentuk linguistic untuk menilai resiko dalam lingkungan fuzzy, seperti ditunjukan pada tabel 1 dan tabel 2. Tabel 2.1 Linguistic terms for criteria (Criteria) Linguistic Terms Fuzzy Number High Unimportant ( HU ) ( 0.0, 0.0, 0.25 ) Unimportant ( U ) ( 0.0, 0.25, 0.5 ) Fair ( F ) ( 0.25, 0.5, 0.75 ) Important ( I ) ( 0.5, 0.75, 1.0 ) High Important ( HI) ( 0.75, 1.0, 1.0 ) Tabel 2.2 Lingustic rating for alternatif (Supplier) Linguistic Terms Fuzzy Number Very Poor ( VP ) ( 0.0, 0.0, 2.5 ) Poor ( P ) ( 0.0, 2.5, 5.0 ) Fair ( F ) ( 2.5, 5.0, 7.5 ) Good ( G ) ( 5.0, 7.5, 10.0 ) Very Good ( VG ) ( 7.5, 10.0, 10.0 ) 2. Buatlah matrix keputusan fuzzy, jika menganggap bahwa jumlah dengan kiteria adalah n dan jumlah alternatif adalah m. 3. Setelah membangun matrix keputusan fuzzy, lakukan normalisasi terhadap keputusan fuzzy tersebut dengan menggunakan transformasi skala linear. Perhitungan dapat dilakukan dengan formula sebagai berikut: R = [ rij ] mxn , i = 1,2,…..,m; j = 1,2,…..,n(2.1) Dimana rij adalah nilai normalisasi dari Xij = (aij, bij, cij).
7
4. Menghitung bobot normalisasimatrix keputusan fuzzy. Bobot normalisasifuzzyVij adalah kalkulasi dari perkalian antara bobot dari kriteria dengan normalisasimatrix keputusan fuzzyrij. 5. Hitung nilai fuzzy positive ideal solution (FPIS A+) dan fuzzy negatif ideal solution (FNIS A-) yang dijelaskan seperti pada bagian berikut: A+ = (V1+, V2+, V3+,.….Vn+) = { max Vij ( i = 1,2,…..,n) }(2.2) A- = (V1-, V2-, V3-,.….Vn-) = { min Vij ( i = 1,2,…..,n) }(2.3) 6. Setelah menempatkan FNIS dan FPIS, jarak dari masing-masing alternatif dari A+ dan A- dapat dihitung dengan persamaan: (2.4) (2.5) Dimana jarak pengukuran antara dua fuzzy number a= (a1, a2, a3) dan b= (b1, b2, b3) dapat dikalkulasi menggunakan Vertex method seperti formula berikut: (2.6) 7. Menghitung The Closseness Coefficient (CCi). Closseness coefficient atau koefisien kedekatan ini memperhitungkan jarak FPIS pada di+ dan FNIS pada di- secara bersamaan. Closseness coefficient untuk setiap alternatif dapat diperoleh dengan persamaan: (2.7) 8. Urutkan Nilai bobot sesuai dengan ranking yang paling besar hingga yang paling kecil (Descending). 2.2
Inventory Inventory atau persediaan adalah seluruh item yang digunakan untuk mendukung kesuksesan dari proses manufaktur sebuah produk dalam perusahaan, barang-barang yang termasuk dalam inventory adalah barangbarang yang berada di gudang atau sedang dalam proses produksi, produk jadi yang siap dijual, produk pelengkap, produk pendukung, produk setengah jadi atau dapat juga berupa bahan mentah. (Fogarty, Donald W.dkk, 1991,p.8). Menurut (Carson, G.B., Bolz, A., Young, H.H, 1972, p.5-1) inventory sangatlah penting karena mencakup semua aspek dari proses produksi hingga ke operasi bisnis sehingga perlu dilakukan pengendalian agar semua rantai proses dapat berjalan dengan efisien dan efektif. Inventory Control sendiri didefinisikan sebagai sebuah teknik untuk mengatur penyimpanan stok sesuai dengan level yang diinginkan dan mencakup segala macam bentuk barang mulai dari bahan mentah, barang setengah jadi, work in process, maupun barang jadi.
8
2.2.1
2.2.2
Pengendalian inventorymemunculkan kondisi dan situasi yang serba pasti dan tidak pasti sehingga timbul model-model persediaan deterministik dan nir-deterministik ( Siswanto, 2007, p.14). Manajemen persediaanefektif dan efisien sangatlah penting dalam sebuah organisasi. Manajemen Inventoryjuga sangat penting dalam proses pengendalian bahan baku dan barang yang harus dipesan (atau disimpan) untuk digunakan dalam proses produksi atau kegiatan lainya. Sehingga dapat meminilalis biaya-biaya yang tidak harus dikeluarkan seperti penyimpanan, kerusakan, pencurian dan, mencapaitujuan utama yaitu dapat membuat barang-barang yang tersedia kapanpun dan di manapun apabila ada pesanan. Sehingga untuk menghindari biaya tidak memenuhi persyaratan tersebut kita perlu melakukan manajemen Inventory. Masalah Inventory (dalam jumlah terlalu besar atau terlalu kecil) dapat menyebabkan kegagalan bisnis. Alasan untuk lebih memperhatikan manajemen persediaan adalah, bagi banyak perusahaan, inventory adalah pengeluaran terbesar yang dikeluarkan oleh perusahaan. Pada dasarnya, manajemen Inventory, melibatkan perencanaan dan pengendalian. Aspek perencanaan melibatkan peramalan dalam hal penentuan untuk berapa banyak jumlah yang harus dipesan dalam suatu periode waktu tertentu(S.L. Adeyemi, A.O. Salami,2010, p. 1). Inventory Probabilistic Single Period Model inventory dalam single periodatau periode tunggal terjadi ketika suatu barang dipesan hanya satu kali untuk memenuhi periode tertentu. Misalnya, suatu barang dengan model tertentu segera menjadi usang dan kerena itu tidak dapat dipesan kembali. Dalam bagian ini model-model periode tunggal akan diselidiki dalam kondisi yang berbeda-beda antara lain setup model dan non-setup model.Diasumsikan bahwa pengisian inventory barang akan segera terjadi. Tingkat kesediaan optimal akan diperoleh berdasarkan minimasi dari biaya inventory yang diharapkan meliputi pemesanan ( persiapan dan pembelian/produksi), penyimpanan dan kekurangan. Karena permintaan bersifat probabilistic, biaya pembelian per unit, walaupun tetap, menjadi faktor yang efektif dalam fungsi biaya (A. Taha, Hamdy, 2009, p.535).Simbol yang digunakan untuk membangun single period model ini meliputi: K = Setup cost per order h = Holding cost per held unit selama periode p = Penalty cost per shortage unit selama periode D = Random variabel yang merepesentasikan permintaan selama periode (D) = Pdf dari permintaan selama periode y = jumlah order x = inventory on hand sebelum order ditempatkan Non-Setup Model Non-setup model ini terjadi dengan asumsi bahwa permintaan terjadi secara instan pada awal periode dan tidak ada biaya setup yang dikeluarkan (A. Taha, Hamdy, 2009, p.535). Dalam asumsi jumlah permintaan dipenuhi diawal periode, jadi dapat diformulasikan biaya perkiraan untuk memenuhi suatu periode adalah biaya Pengembangan sebelumnya mengasumsikan bahwa demand D adalah continuous. Jika D adalah discrete , lalu adalah titik discrete dan fungsi biaya yang terkait adalah
9
E{ C (y) } = h
(2.8)
Dengan kondisi yang optimal adalah E{ C ( y – 1 ) } ≥ E{ C ( y ) } dan E{ C ( y + 1 ) } ≥ E{ C ( y ) }
(2.9)
kondisi ini cukup karena E{ C ( y ) } adalah fungsi convex. setelah beberapa manipulasi aljabar penerapan kondisi ini menghasilkan ketidaksamaan berikut untuk menentukan y* : (2.10) Selanjutnya untuk menentukan perhitungan jumlah optimal dari produk yang harus diproduksi agar mendapat profit yang maksimal dapat dilakukan dengan beberapa fase diantaranya adalah 1. Menentukan critical ratio Menentukan critical ratio yang akan digunakan untuk proses penghitungan selanjutnya, critical ratio adalah rasio yang terkait dengan probabilitas sampel, biasanya rasio deviasi dari rata-rata dengan deviasi standar. 2. Mencari PDF (Probabilistic Distributive Function) Menentukan PDF yang nantinya akan berguna untuk tahap selanjutnya yaitu mencari CDF. PDF adalah fungsi yang menggambarkan kemungkinan relatif variable random untuk mengambil nilai yang diberikan. 3. Mencari CDF (Cumulative Distibutive Function) Menentukan CDF yang nantinya akan berguna untuk tahap analisa kasus, CDF adalah nilai kumulatif dari PDF. 2.3
Penjadwalan Flow Shop-Algoritma Kelelawar Bat Algorithm - Algoritma Kelelawar (BA) pertama kali dikembangkan oleh Yang (Yang, X,2010,p.65-74) pada tahun 2010, untuk menyelesaikan permasalahan optimisasi. BA terinspirasi oleh gerak-gerik serta tingkah laku microbats yang memanfaatkan kemampuan echolocation di dalam mencari mangsa. Marichelvam dan Prabaharan, pada tahun 2012 berhasil menerapkan BA untuk permasalahan Flow Shop Scheduling Problem(FSSP) (Marichelvam M, P. T,2012,p.428-233).Menurut Yang,Algoritma kelelawar dinilai sangat efisien dibandingkan algoritma metaheuristik sejenis karena algoritma ini juga menjanjikan hasil yang sangat menjanjikan. Tidak seperti algoritma lainnya yang memiliki pengecualian untuk pengaplikasiannya, seperti misalnya Firefly Algorithmserta Particle Swarm Optimization yang memiliki kelemahan pada sisi hasil yang dijanjikan dalam memecahkan permasalahan yang bersifat multi-objective. Selain itu algoritma kelelawar juga dinilai sangat efektif dalam pengaplikasiannya, karena memungkinkan pembagian antara fase eksplorasi dan eksploitasi di dalam prosesnya menjadi sangat seimbang, sehingga hasil optimal dapat diiringi dengan performa komputasi yang minimum(Yang X. , 2013).
10
2.3.1
Konsep Algoritma Kelelawar Dalam mencari mangsa, microbat memanfaatkan echolocation yang mana memanfaatkan gelombang ultrasonic yang memiliki beberapa parameter yaitu frekuensi,velocity,pulse, dan loudness. Setiap pulse memiliki hanya bertahan sekitar 8-10 ms, namun frekuensinya cenderung konstan dimana berkisar antara 25 kHz – 150 kHz. Microbats mengeluarkan kurang lebih antara 10 hingga 20 gelombang ultrasonik setiap detiknya. Ketika microbats berburu mangsanya, nilai pulse dapat meningkat hingga 200 pulse per detiknya. Pada kecepatan suara di udara, 340 m/s, panjang gelombang ultrasonic dari micobat memancar dengan frekuensi konstan, dimana panjang gelombangnya, secara fisika direpresentasikan dengan, (2.11) dimana v adalah kecepatan suara di udara dan f adalah frekuensi.
2.3.2
Algoritma Kelelawar - Asumsi Beberapa aturan asumsi yang harus diterapkan dalam mengimplementasikan BA(Yang, X,2010,p.65-74) adalah: 1. Semua kelelawar menggunakan echolocation untuk mengindra jarak, serta echolocation ini juga dapat membedakan antara mangsa dengan penghalang, dengan cara yang unik. 2. Kelelawarterbang secara random dengan kecepatan viserta pada posisi xidengan frekuensi fmin, selain itu kelelawarjuga memiliki panjang gelombang serta loudness yang bervariasi dalam mencari mangsa. Setiap kelelawardapat secara otomatis mengatur besaran frekuensi serta pulse rate dengan besaran r , yang mana nilai tersebut memiliki ketergantungan dengan jauh-dekatnya jarak antara kelelawar dengan mangsanya. 3. Meskipun secara alamiah tingkatan loudness dapat bervariasi, namun pada prakteknya, nilai loudness diasumsi hanya berkisar antara A0yang bernilai positif hingga mencapai nilai minimum konstan Amin. 2.3.3 Langkah &Pseudocode Algoritma Kelelawar Secara keseluruhan, langkah algoritma kelelawar dapat dirangkum menjadi pseudocode di bawah ini
11
Gambar 2.1Pseudocode Algoritma Kelelawar Sumber:(Yang, X,2010,p. 65-74) 2.3.4 Pergerakan Virtual Bat Untuk setiap iterasi, Untuk setiap kekelawar, nilai dari posisi Xiserta Velocity Vipada d-dimensi harus di-update dengan rumus, (2.12) (2.13) (2.14) Dimana [0.1] , adalah nilai random yang di-generate mengikuti distirbusi uniform, lalu X*adalah nilai solusi terbaik atau global optimal sementara, yang didapat setelah membandingkan antara kelelawar satu dengan yang lainnya. Selain itu nilai fmindiasumsi sebesar 0 dan fmax sebesar 1, sesuai dengan apa yang dianjurkan oleh Yang. Meskipun begitu, inisialisasi nilai f untuk setiap kelelawar kembali di-generate secara random mengikuti distribusi uniform mengikuti nilai [fmin,fmax].Untuk bagian local search, untuk setiap kelelawar dengan solusi terbaik yang terpilih, solusi baru untuk kelelawar tersebut di-generate menggunakan Brownian Random Walk, dimana, Xnew = Xold + At (2.15) Dimana adalah random number yang nilainya antara [-1,1], serta A adalah nilai rata-rata loudness dari seluruh kelelawar didalam populasi pada saat iterasi ke-t. Besaran Loudness dan Pulse Untuk setiap iterasi ke-t nilai loudness Ai serta nilai pulse ri harus diupdate secara berkelanjutan, Dimana secara teori, kelelawar mengurangi nilai loudness serta meningkatkan nilai pulse ketika sudah mendapatkan mangsanya. Untuk inisialisasi loudness, sesuai yang diimplementasikan oleh Yang, pada penelitian ini akan menggunakan nilai A0=100 serta nilai Amin = 0. Dimana nilai 0 pada Amin menandakan bahwa kelelawar sudah menemukan t
2.3.5
12
mangsanya, dan secara temporary berhenti mengeluarkan echolocation, sehingga, (2.16) (2.17) Dimana nilai α dan merupakan nilai konstan, dimana 0 < α < 1 dan >0. Untuk implementasi, Yang menganjurkan untuk menggunakan α = = 0.9. Untuk inisialisasi, setiap kelelawar harus memiliki nilai loudness dan pulse yang berbeda-beda, dan untuk menghasilkan nilai tersebut, dapat digunakan randomisasi. Perlu diketahui juga bahwa, nilai loudness serta pulse hanya di-update apabila kelelawar menemukan solusi yang lebih baik, yang dengan kata lain kelelawar selalu bergerak ke arah solusi yang optimal secara global. 2.4 Sistem Informasi Sistem informasi adalah sekumpulan komponen yang terorganisasi dan saling berhubungan atau berinteraksi secara sistematis untuk membangun atau mengolah data menjadi informasi (Rainer, R. Kelly.Jr. Turban, E, 2009, p.8). Sedangkan pengertian lain dari sistem informasi adalah mengumpulan, memproses, menyimpan, menganalisis dan menyebarkan informasi untuk sebuah tujuan spesifik (Rainer, R. Kelly.Jr. Turban, E, 2009, p.15) Selain itu sistem informasi dapat membantu segala jenis bisnis untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses bisnis, pengambilan keputusan manjerial dan kerja sama kelompok kerja hingga dapat memperkuat posisi kompetitif perusahaan dalam pasar yang cepat sekali tumbuh. (O'Brien, J. A., & Marakas, G. M, 2011, p.4). Sistem informasi ini adalah suatu alat yang membantu menyediakan infromasi bagi penerimanya dan untuk membantu pengambilan keputusan dalam kegiatan operasional perusahaan dan informasi yang layak untuk pihak luar perusahaan (O'Brien, J. A., & Marakas, G. M, 2011, p.26). Beberapa fungsi dari sistem informasi adalah: 1. Mengembangkan proses perencanaan dan strategi yang efektifdan Kompetitif. 2. Meningkatkan accessibility data yang tepat dan akurat. 3. Memperbaiki produktivitas dalam pengembangan organisasi. 4. Membantu dalam pengambilan keputusan. 5. Efisiensi dan efektivitas kinerja dalam suatu organisasi. 2.4.1 Decision Support System (DSS) Decision Support System adalah sebuah sistem informasi yang bersifat interaktif dan bertindak sebagai sistem penyokong dalam pengambilan keputusan untuk memecahkan masalah dan mengambil keputusan yang didasari oleh informasi (Biswas, T., T.-H.Wang, and R. Krishnamurti, 2008, p.85). Sedangkan menurut Al-Hamdany (2003: 519), DSS adalah sistem informasi interaktif yang mendukung proses pembuatan keputusan melalui presentasi informasi yang dirancang secara spesifik untuk pendekatan penyelesaian masalah dan kebutuhan-kebutuhan aplikasi para pembuat keputusan, serta tidak membuat keputusan untuk pengguna. Menurut Sprague (2003), terdapat beberapa perbedaan yg mendasar antara DSS dengan Management Information Systems atau MIS / SIM, yaitu :
13
SIM
2.4.2
2.4.3
Mendukung pengambilan keputusan yang bersifat terstruktur pada level operasional dan manajemen. Umumnya SIM berorientasi pada laporan dan pengawasan. SIM didesain untuk membantu membuat laporan kegiatan yang ada serta menyediakan pengawasan harian terhadap kegiatan tersebut. SIM bergantung pada data gabungan dan alur data MIS tidak terlalu memiliki kemampuan analisis Umumnya digunakan untuk mengambil keputusan dengan menggunakan data lampau dan kini Relatif tidak fleksibel dan lebih memiliki orientasi internal daripada eksternal
DSS DSS menawarkan fleksibilitas, adaptabilitas dan respon yang cepat dapat bekerja dengan hanya mengandalkan sedikit bantuan bahkan tanpa bantuan seorang programmer DSS menyediakan bantuan untuk pengambilan keputusan dan masalah yang jalan keluarnya tidak dapat di spesifikasiDSS menggunakan peralatan dan model analisis data yang mutakhir. System Development Life Cycle (SDLC) System Development Life Cycle (SDLC) adalah seluruh proses yang membangun, menyebarkan, menggunakan dan memperbaharui sistem informasi (Satzinger, Jackson, &Burd, 2009, p.38). SDLC ini merupakan kumpulan dari beberapa proses untuk mencapai suatu tujuan dari pembangunan sistem informasi. Model dari SDLC ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.2 System Development Life Cycle Sumber: (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p.40) Object-Oriented Analysis and Design (OOAD) Untuk merancang suatu sistem informasi dibutuhkan suatu platform atau suatu metode untuk mengembangkan suatu sistem tersebut. Dalam OOAD ini terdiri dari Object oriented analysis dan object oriented design. Object oriented analysis adalah Kegiatan penting dari analisis sistem untuk siklus hidup pengembangan sistem yangberkembang dengan orientasi objek, secara lebih khusus (Satzinger, Jackson, &Burd, 2009, p.240). Sedangkan
14
2.4.4
Object oriented design adalah suatu proses dimana satu set object-oriented rinci dalam model desain yang dibangun dan kemudian digunakan oleh programmer untuk menulis dan menguji sistem baru (Satzinger, Jackson, &Burd, 2009, p.388). Unfied Modeling Languange (UML) Dalam membangun sistem informasi, diperlukan adanya notasi model untuk membangun suatu sistem yang dinamakan dengan Unified Modeling Languange(Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p.240). Dalam UML terdapat beberapa bentuk media yang dibuat dalam proses perencanaan ini dimulai dari fase yang paling awal hingga fase paling akhir dari UML, diantaranya adalah: A. Event Table Event table merupakan sebuahkatalog use case yang memberi daftar peristiwa dalam baris dan informasi tentang setiap peristiwa dalam setiap kolom (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p.168). Tabel ini mencatat berbagai informasi di dalam sistem diantaranya adalah Event, Trigger, Source, Use Case, Response, dan Destination. B. Activity Class Diagram Activity diagram merupakan salah satu metode dari UML yang berbentuk diagram alir kerja sederhana yang menggambarkan beberapa aktivitas dari user atau entitas sistem serta langkah-langkah dari proses bisnis secara keseluruham (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p.141). C. Use Case Diagram Use case diagram adalah sebuahdiagram untuk menunjukkan berbagai peran pengguna dan bagaimana aturan-aturan menggunakan sistem (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p.242). Use case diagram ini ditampilkan dalam beberapa notasi seperti lingkaran, elips, orang, garis dan batasan berbentuk persegi. D. Use Case Description Use Case Description merupakan daftar yang berisi informasi detail mengenai use case diagram dalam suatu sistem (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p.171). E. Domain Class Diagram Domain class diagram merupakan suatu model UML yang menggambarkan kumpulan dari suatu entitas yang nantinya dinamakan sebagai suatu kelas dalam suatu sistem dan memiliki fungsi satu sama lain (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p.187). F. Activity Data Matrix Activity Data Matrixmerupakan martriks yang digunakan untuk identifikasi berbagai aktivitas dalam mengakses data yang tersimpan yang mempunyai tujuan untuk aksesbilitas dari setiap actor dan keamaanan dalam sistem (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p.231) G. System Sequance Diagram (SSD) System sequence diagram merupakan suatu model dari UML yang bebentuk diagram yang menggambarkan interaksi antara pengguna dengan sistem yang menjelaskan alur informasi yang masuk (Input) dan keluar (Output) (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p.252).
15
2.4.5
H. State Transition Diagram State Transition Diagram merupakan model UML yang menggambarkan siklus hidup dari suatu objek beserta transisi yang dilakukan (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p.252). Design System Dari model penggambaran model UML yang telah diberikan, UML tersebut dapat digunakan sebagai input data dalam merancang sistem, berikut langkah-langkah dalam menggunakan data dari model UML tersebut diantaranya adalah A. First-Cut Design Class Diagram First-Cut Design Class Diagram dikembangkan dengan memperluas domain class diagram yang membutuhkan dua langkah yaitumengelaborasi pada atribut dengan jenis dan informasi nilai awal dan menambahkan panah visibilitas navigasi (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p.413). B. Deployment Environment Deployment Environment adalah kolaborasi ataupun konfigurasi dari hardware, software dan jaringan (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p.291). C. Software Architecture Software Architecture ini terintegrasi dengan Deployment Environment yang merupakan analisa untuk membangun sistem secara fisik (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p.340). Dalam Software Architecture ini terdapat beberapa jenis diantaranya adalah 1. Single and Multitier Computer Architecture 2. Centralized and Distibuted Architecture 3. Client / Server Architecture 4. Three Layer Client / Server Architecture D. Compeleted Three-Layer Sequance Diagram Dalam diagram ini menggambarkan detail dari sequence diagram yang terbagi menjadi tiga lapisan yaitu view layer, business layer, dan data access layer (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p.435). E. Updated Design Class Diagram Updated Design Class Diagram adalah salah satu metode dari UML yang dikembangkan dari first cut design class diagram dengan menambahkan constructor, data get dan set methods serta use casespecific methods (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p.457). F. Package Diagram Package Diagram adalah salah satu dari model UML yang menggambarkan hubungan antara ketiga lapisan utama yaitu view layer, domain layer dan data access layer (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p.460). G. Interface Design Standards Interface design Standards adalah prinsip dasar dan peraturan yang harus diikuti untuk merancang suatu sistem antar-muka dalam suatu organisasi (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p.540). Dalam membangun suatu sistem antarmuka ini terdapat peraturan yang harus diikuti berdasarkan aturanShneiderman’s Eight Golden Rules yang
16
mencentuskan peraturan ini berdasarkan research yang dia jalankan (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p.541). Shneiderman’s Eight Golden Rules tersebut adalah 1. Strive For Consistency 2. Enable frequent Users to Use Shortcuts 3. Offer Information Feedback 4. Design Dialogs to Yield Closure 5. Offer Simple Error Handling 6. Permit Easy Reversal of Actions 7. Support Internal Locus of Control 8. Reduce Short-Term Memory