BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Warung kopi adalah tempat yang mudah dijumpai hampir di seluruh wilayah belahan dunia, mulai dari warung kopi tradisional sampai kepada warung kopi modern sekelas Starbucks. Kebiasaan minum kopi dan menghabiskan waktu di warung kopi sambil menikmati berbagai fasilitas yang tersedia seakan telah menjadi gaya hidup bagi berbagai kalangan dari berbagai profesi dan generasi di dunia. Dewasa ini, warung kopi tidak hanya menyediakan minuman kopi dengan cita rasa yang nikmat, namun juga berbagai fasilitas seperti free Wi-Fi, TV satelit, layar lebar untuk menonton pertandingan sepak bola dunia, ruang pertemuan, live music dan lain sebagainya. Sejumlah penelitian di belahan dunia bahkan melihat fenomena warung kopi ini sebagai “tempat ketiga” setelah rumah dan kantor, sebagai sebuah institusi yang memungkinkan interaksi sosial terjadi di dalamnya. Di samping itu, pertumbuhan dari sebuah organisasipun melihat adanya keuntungan yang diperoleh dari fenomena “tempat ketiga” ini terhadap peluang dan keuntungan bagi hubungan sebuah organisasi dengan para karyawannya dalam melihat kebutuhan publik (Crick, 2011:63-77). Starbucks sebagai warung kopi kelas dunia bahkan mendominasi konsumsi kopi di Taiwan dan melayani sebagai “tempat ketiga” bagi kehidupan para konsumennya. Penelitian menemukan bahwa dalam budaya
1
Universitas Sumatera Utara
2
konsumen, Starbucks telah mempengaruhi budaya minum kopi lebih daripada sekedar percakapan dari mulut ke mulut, melainkan telah menjadi gaya hidup dan memiliki hubungan yang signifikan dengan kegiatan mengkonsumsi kopi (Lin, 2012:119-128). Sementara Robinson dan Deshano (2011:642-657) melihat fenomena orang-orang yang terlibat dalam situs-situs berita lokal berusaha mencapai perasaan masyarakat dengan memanfaatkan “tempat ketiga” khas Amerika yakni warung kopi, perpustakaan dan titik-titik pertemuan masyarakat lainnya. Para jurnalis warga (citizen journalists) berupaya untuk memenuhi kebutuhannya akan pemberdayaan atas informasi dan koneksi komunal lokal dalam keterlibatannya terhadap situs berita lokal dan blog online. Rosenbaum (2006:59-72) menggambarkan bagaimana dan mengapa “tempat ketiga” seperti warung kopi dan bar menjadi bermakna dalam kehidupan para pelanggannya. Penelitian menunjukkan bahwa beberapa pelanggan mengunjungi “tempat ketiga” ini tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi mereka, tetapi juga memenuhi kebutuhan mereka akan persahabatan dan dukungan emosional. Kebutuhan-kebutuhan yang lazim dilakoni oleh para pelanggan berusia tua, yang sering mengalami kerenggangan pada hubungan sosial mereka. Oleh karena itu, pelanggan tersebut bisa berpaling kepada “persahabatan komersial” mereka di “tempat ketiga” untuk memperoleh dukungan penuh secara sosial. Beberapa penelitian tersebut menggambarkan betapa masyarakat hampir di seluruh belahan dunia sering memanfaatkan warung kopi sebagai bagian dari aktifitasnya seharihari.
Universitas Sumatera Utara
3
Fenomena minum kopi dan menghabiskan waktu di warung kopi ini juga
telah
menjadi
bagian
dari
kehidupan
masyarakat
Indonesia.
Berkembangnya warung-warung kopi dengan merk lokal di Indonesia pun kian marak dari tahun ke tahun. Di Aceh misalnya, kehadiran warung kopi di Aceh sangat terkait dengan sejarah perkembangan Aceh itu sendiri. Ketika Kesultanan Aceh berkembang, mereka kerap kali berkomunikasi dan menjalin kerjasama dengan Kesultanan Ottoman yang sekarang telah menjadi negara Turki. Bahkan hubungan dengan Turki ini sudah terjalin sejak pertengahan abad ke-16 (Said, 1981:182). Orang Aceh berkumpul dan berinteraksi di warung kopi, awalnya lebih kepada untuk mempererat rasa persaudaraan. Warung kopi telah menjadi titik untuk bertemu bagi mereka yang suka berbincang, mulai dari soal seni, politik, bisnis, hingga topik lainnya. Teuku Kemal Fasya dalam Maryoto dan Muhammad (2011) melihat bahwa pengunjung warung kopi kini pun tak hanya didominasi oleh kaum pria dan para lanjut usia, kaum wanita dan para remaja juga kerap menghabiskan waktunya di warung kopi. Warung kopi kini semakin menjadi pilihan yang menarik untuk tempat berkomunikasi. Kini warung kopi identik dengan tempat yang nyaman, interior bagus, fasilitas free Wi-Fi, ruang rapat, televisi berlayar lebar untuk menonton pertandingan sepak bola, live music dan lain sebagainya, sehingga pengunjungnya merasa betah untuk berlama-lama di warung kopi. Fungsi warung kopi kini telah berubah dari tempat minum kopi menjadi sejenis ruang sosial, tempat tukar-menukar informasi.
Universitas Sumatera Utara
4
Warung kopi pun kini tak lagi sekedar tempat minum kopi. Banyak peristiwa penting berawal dari sebuah meja warung kopi, seperti penggalangan dana bagi korban bencana, sosialisasi kebijakan aparatur pemerintah seperti program “Saweu Keude Kupi (Pulang ke warung kopi)” yang merupakan program Polda Aceh dalam mensosialisasikan program tertib lalu lintas dan sadar hukum, terbentuknya sebuah komunitas pers yang bernama Persatuan Wartawan Aceh (PWA) pada tanggal 15 Juni 2007 di warung kopi Caf Elit Jl. T. Hamzah Bendahara, Lhokseumawe oleh sejumlah wartawan, lahirnya Komunitas Wartawan Peduli Bencana (KWPB) pada awal tahun 2014 (YD, 2014) dan lain sebagainya. Terjadinya beragam pemaknaan makna warung kopi yang ada pada saat ini, tidak terlepas dari bagaimana proses komunikasi itu terjadi. Hal ini erat kaitannya dengan konstruksi makna yang dibentuk oleh masyarakat dalam hal ini pelanggan warung kopi itu sendiri. Dalam sebuah penelitian, Citra Abadi (2013:3) menyebutkan bahwa: “Dalam memaknai suatu hal, individu memerlukan suatu dasar yang dijadikan sebagai sebuah nilai dalam mendorong individu untuk mengkonstruksi sebuah makna. Dengan adanya nilai yang dijadikan sebagai pedoman untuk memaknai realitas, nilai tersebut akan mempengaruhi individu dalam bertindak ke depannya. Interpretasi yang dilakukan oleh individu, memunculkan sebuah motif dalam diri individu” Motif seseorang untuk mengunjungi warung kopi pun tidaklah sama. Artinya tentu ada sebuah tujuan yang mereka inginkan ketika berada di sebuah warung kopi, apakah itu untuk dirinya sendiri ataukah untuk kepentingan lain yang ada di lingkungan sekitarnya. Motif ini juga sangat mempengaruhi seseorang dalam memaknai realitas sosial di sekitarnya.
Universitas Sumatera Utara
5
Berdasarkan hasil pra penelitian dalam bentuk observasi yang dilakukan terhadap para pengunjung di warung-warung kopi di Kota Lhokseumawe, peneliti mengamati bahwa ada begitu banyak pengunjung dari berbagai latar belakang yang berbeda mengunjungi warung kopi tersebut. Di beberapa warung kopi bahkan tampak dengan jelas sangat didominasi oleh kalangan-kalangan tertentu, seperti wartawan, PNS dan para mahasiswa. Pada penelitian ini peneliti memilih salah satu dari kelompok-kelompok dominan tersebut untuk menjadi fokus, yakni pada profesi wartawan saja. Hal ini dikarenakan kelompok profesi wartawan yang merupakan bagian dari pers ini memiliki kemerdekaan untuk mencari dan menyampaikan informasi sangat penting untuk mewujudkan hak masyarakat untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi. Di samping itu, salah satu tanggung jawab media terhadap publik adalah membuka akses penuh ke berbagai sumber informasi. Masyarakat industri modern seperti saat ini membutuhkan informasi jauh lebih banyak daripada masa-masa sebelumnya. Kalaupun masyarakat tidak membutuhkan semua informasi yang ada, tersebarnya informasi akan memudahkan pemerintah menjalankan tugasnya (Rivers, W. L., Peterson, T. & Jensen, J., W., 2003:109). Media massa, seperti halnya pesan lisan dan isyarat, sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari komunikasi manusia. Pada hakikatnya, media adalah perpanjangan lidah dan tangan yang berjasa meningkatkan kapasitas manusia untuk mengembangkan struktur sosialnya (Rivers et al., 2003:27).
Universitas Sumatera Utara
6
Salah satu syarat yang dituntut oleh masyarakat modern terhadap pers adalah media harus menyajikan “pemberitaan yang benar, komprehensif dan cerdas”. Media dituntut untuk selalu akurat dan tidak boleh berbohong. Fakta harus disajikan sebagai fakta dan pendapat harus dikemukakan murni sebagai pendapat. Hal yang berbeda terjadi dalam masyarakat sederhana, kebenaran akan dicari dengan cara membandingkan pemberitaan media dengan informasi dari sumber-sumber lain. Namun dalam masyarakat modern, isi media merupakan sumber informasi dominan, sehingga media lebih dituntut untuk menyajikan berita yang benar (Rivers et al., 2003:105). Demikian pula halnya dengan masyarakat Aceh yang masih tergolong ke dalam masyarakat sederhana,
sehingga
kebenaran
masih
akan
dicari
dengan
cara
membandingkan pemberitaan media dengan informasi dari sumber-sumber lain, dalam hal ini warung kopi. Pada penelitian ini, peneliti ingin melihat bagaimana keberadaan para wartawan di warung-warung kopi menjalankan fungsi dan tugasnya sebagai wartawan dalam mencari, mengumpulkan dan menyampaikan informasi kepada khalayak melalui sebuah sarana, yaitu warung kopi. Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah sebanyak 3 (tiga) orang wartawan dengan mempertimbangkan data jenuh (saturated data) yang diperoleh di lapangan. Keberadaan wartawan di warung-warung kopi sambil menjalankan tugas dalam mencari informasi menurut peneliti sangat menarik untuk didalami, terlebih lagi karena belum banyak penelitian sebelumnya yang membahas tentang profesi wartawan dan warung kopi. Guna memperkaya
Universitas Sumatera Utara
7
hasil penelitian, peneliti juga akan mewawancarai seorang informan perwakilan dari media dan Antropolog yang bertindak sebagai informan kunci yang akan memberikan gambaran secara menyeluruh perihal dinamika warung kopi Aceh secara umum dan kaitannya dengan profesi wartawan secara khusus. 1.2. Fokus Masalah Berdasarkan data yang telah diperoleh peneliti dalam melakukan penelitian, maka peneliti menemukan fenomena dari realitas warung kopi bagi profesi wartawan, sehingga dapat menetapkan fokus pada penelitian ini yaitu pada bagaimana profesi wartawan memaknai realitas warung kopi di Warung Kopi Corner Coffee Kota Lhokseumawe? 1.3. Tujuan Penelitian 1) Mengetahui makna warung kopi bagi wartawan. 2) Mengetahui faktor-faktor yang melatarbelakangi keberadaan wartawan di warung kopi. 3) Mengetahui fungsi dan peran warung kopi bagi wartawan. 1.4. Manfaat Penelitian 1) Peneliti berharap penelitian ini berguna untuk menambah wawasan bagi peneliti baik dari segi teoritis maupun praktis tentang permasalahan yang berhubungan dengan realitas warung kopi dan proses komunikasi yang berlangsung di dalamnya. Dari segi keilmuan, penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk menambah wawasan ilmiah di bidang Ilmu Komunikasi khususnya, terkait dengan pembentukan makna melalui
Universitas Sumatera Utara
8
proses komunikasi dan interaksi sosial dan dapat menjadi bahan rujukan bagi penelitian-penelitian selanjutnya. 2) Kegunaan praktis dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan masukan bagi pembaca dalam memahami dan memandang realitas warung kopi sebagai sarana komunikasi. Selain itu, peneliti berharap penelitian ini dapat memberikan konstribusi positif bagi masyarakat Aceh dalam mempertahankan keberadaan warung kopi sebagai bagian dari identitas budaya masyarakat Aceh dan bagi wartawan khususnya, sebagai pengumpul dan penyampai informasi bagi publik.
Universitas Sumatera Utara