BAB I PENDAHULUAN A.
LATAR BELAKANG Pada zaman globalisasi saat ini, menuntut berbagai pihak untuk selalu
berkembang dan berkontribusi banyak dalam perubahan. Organisasi adalah salah satu dari agen perubahan yang akan banyak memberikan kontribusi untuk menghadapi globalisasi. Organisasi adalah sekelompok orang yang bekerjasama dalam struktur dan koordinasi tertentu dalam mencapai serangkaian tujuan (Paramita, 2008). Organisasi memiliki tiga elemen yaitu dapat menampung tujuan bersama, terdapat orang-orang yang ingin memberikan kontribusi terhadap kegiatan atau tujuan organisasi dan terdapat orang-orang yang dapat berkomunikasi satu sama lain (Mangundjaya, 2002). Organisasi merupakan sarana untuk melakukan kerjasama antara orang-orang dalam rangka mencapai tujuan bersama, dengan mendayagunakan sumber-sumber yang dimiliki (Griffin, 2002). Sekumpulan orang yang berada di dalam organisasi merupakan aspek penting terbentuknya suatu organisasi yang bekerja secara bersama-sama untuk mencapai suatu tujuan (Siagian, 2012). Organisasi selalu menuntut individu yang bekerja didalamnya agar selalu responsif, aktif, dan inovatif untuk membuat organisasinya berkembang dan maju (Hardi, 2009). Individu yang bekerja didalam suatu organisasi merupakan salah satu hal penting dalam menentukan keberhasilan organisasi tersebut (Ulrich, 1998).
1
2
Individu tersebut harus memiliki kualitas perilaku untuk dapat memajukan organisasi yang dijalankannya, hal ini dapat dilihat dari saat individu tersebut melakukan tugas didalam organisasi (Putra, 2013). Hal ini bertujuan untuk membuat organisasi menjadi efektif. Efektifitas organisasi dapat dilihat dari minimnya perilaku menyimpang dalam organisasi, iklim organisasi yang kondusif, perputaran karyawan yang rendah, tercapainya kepuasan kerja dan karyawan yang memiliki Organizational Citizenship Behavior (OCB) (Robbins & Judge, 2007). OCB merupakan perilaku bebas dan sukarela, karena perilaku tersebut tidak diharuskan oleh persyaratan peran atau deskripsi jabatan yang secara jelas dituntut berdasarkan kontrak dengan organisasi; melainkan sebagai pilihan personal demi tercapainya tujuan organisasi (Organ, Podsakoff, & MacKenzie 2006). OCB merupakan perilaku penting yang harus ada pada setiap individu dalam organisasi karena dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas organisasi (Borman & Montowidlo, 1993). OCB merupakan perilaku individu yang bersifat bebas, tidak secara langsung atau secara eksplisit mengharapkan sistem imbalan formal, dan secara keseluruhan meningkatkan efisiensi dan keefektifan fungsi organisasi (Robbins, 2006). Seseorang dengan OCB yang tinggi rela tidak dibayar dalam bentuk uang atau bonus tertentu sebab ia hanya menginginkan kemajuan organisasinya (Ahdiyana, 2010). Jika kita bicara tentang OCB, tidak akan terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya. Organ, Podsakoff, & MacKenzie (2006) menyebutkan ada
3
empat faktor yang dapat mendorong munculnya OCB pada individu, yaitu karakteristik tugas, karakteristik individual, karakteristik organisasional, dan perilaku pemimpin. Perilaku pemimpin berkaitan dengan bagaimana kualitas interaksinya dengan anggota organisasi. Kualitas interaksi atasan-bawahan dipercaya dapat mempengaruhi OCB seorang individu. Miner (dalam Novliadi, 2007) menyebutkan bahwa kualitas interaksi yang baik antara atasan-bawahan akan memberikan dampak besar dalam meningkatkan OCB karyawan. Kualitas interaksi atasan-bawahan dapat dilihat berdasarkan teori Leader Member Exchange (LMX) (Sandjaja & Handoyo, 2012). Teori Leader Member Exchange (LMX) pertama kali diperkenalkan oleh Dansereau, Graen, dan Cashman pada tahun 1975. LMX adalah teori yang menjelaskan bagaimana hubungan interpersonal berkembang diantara atasan dan bawahan (Graen, dalam Ping & Yue, 2010). LMX merupakan suatu proses interaksi yang terjadi pada dua individu dan secara berkesinambungan akan mengalami perkembangan (Yukl, 2010). Kualitas interaksi atasan dan bawahan sebagai konsep yang menjelaskan upaya untuk meningkatkan kualitas antara atasan dan bawahan yang akan mampu meningkatkan kinerja keduanya (Robbins, 2006). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Murphy, Wayne, & Liden (2003) yang menyatakan bahwa bila di dalam hubungan atasan dan bawahan memiliki kualitas interaksi yang baik, maka hubungan tersebut akan saling memberikan manfaat satu sama lain. Artinya, kualitas interaksi atasan dan bawahan merupakan suatu hal yang penting dalam meningkatkan kinerja individu di organisasi.
4
LMX menjelaskan bahwa terdapat perbedaan sikap yang diterima bawahan dari atasannya. Perbedaan itu membentuk kelompok terpisah yang menerangkan hubungan antara atasan dan bawahan yang disebut dengan in-group dan out-group. Pada in-group, bawahan lebih dipercaya, mendapatkan perhatian dalam porsi yang lebih besar dari atasan, dan tak jarang mendapatkan hak-hak khusus dari atasan (Robbins, 2006). Bawahan yang tergabung dalam out-group mendapatkan waktu yang terbatas dari atasannya dan hubungan antara atasan dan bawahan berdasarkan pada hubungan formal yang biasanya dapat dilihat dari penggunaan bahasa pada saat berkomunikasi (Robbins, 2007). Dalam organisasi, atasan cenderung akan mengkategorikan bawahannya ke dalam in-group dan out-group (Robbins, 1989). Kategorisasi ini tergantung dari kesesuaian antara atasan dengan anggota dalam dyad-nya (Tosi, Rizzio, & Carrol, 1990). Menurut Luthans (2006), kelompok in-group akan menemukan masalah yang lebih sedikit dalam melakukan interaksi dengan atasannya dibandingkan dengan kelompok out-group. Kategori keanggotaan inilah yang akan menentukkan kualitas interaksi antara atasan dengan bawahannya. Apabila interaksi atasan-bawahan berkualitas tinggi maka seorang atasan akan berpandangan positif terhadap bawahannya sehingga membuat bawahan merasa atasannya memberikan perhatian dan motivasi kepada dirinya dalam bekerja sehingga ia merasa puas dengan pekerjaannya, demikian sebaliknya. Anggota yang merasa puas dengan pekerjaannya akan lebih sedikit menunjukkan perilaku positif seperti kehadiran yang tinggi, bersemangat dalam bekerja, bersedia bekerja lebih dari yang diharapkan dan perilaku-perilaku lainnya ketika bekerja (Boehm
5
& Lyubomirsky, 2008). Perilaku-perilaku ini menunjukkan anggota tersebut memiliki organizational citizenship behavior (OCB). Hal seperti ini lebih sering terjadi dalam in-group dibandingkan out-group (Luthans, 2006). Kategorisasi in-group dan out-group sering terjadi pada partai politik di Indonesia, termasuk Partai Golkar Sumatera Utara. Sebagai salah satu partai besar di Indonesia, Partai Golkar tentu tidak luput dari berbagai masalah, seperti masalah in-group dan out-group. Sudah menjadi rahasia umum bahwa kategorisasi in-group dan out-group sangat terasa di dalam sebuah partai politik. Mengingat jumlah anggota partai yang sangat besar membuat pimpinan partai sulit untuk menjangkau seluruh anggota partai. Dalam struktur partai, terdapat anggota yang mengurusi bidang-bidang tertentu yang masuk ke dalam kepengurusan partai yang selanjutnya disebut sebagai Pengurus Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Pada dasarnya orang-orang yang menjadi Pengurus DPD partai merupakan orang-orang yang berada dalam kategori in-group, sebab untuk masuk dalam kepengurusan partai tidaklah mudah. Akan tetapi kenyataannya tidak demikian. Walaupun sudah termasuk dalam kepengurusan partai, masih banyak Pengurus DPD yang merasa masih belum memiliki hubungan yang baik dengan sesama Pengurus DPD maupun dengan pimpinan partai itu sendiri (Hardi, 2009). Hal ini tentu akan menimbulkan berbagai masalah. Masalah yang timbul seperti anggota yang bermalas-malasan dalam mengurusi tugasnya dalam partai dan bila pun bekerja semata-mata hanya untuk mengharapkan imbalan dari hasil pekerjaan yang telah dilakukannya bukan demi kemajuan partainya (Hardi, 2009).
6
Tentu hal seperti ini bukanlah seperti yang diharapkan oleh pimpinan maupun organisasi itu sendiri Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui pengaruh persepsi kualitas interaksi atasan dan bawahan terhadap organizational citizenship behavior pada Pengurus DPD Partai Golkar Sumatera Utara. B.
RUMUSAN MASALAH Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “apakah ada pengaruh
persepsi kualitas interaksi atasan bawahan terhadap organizational citizenship behavior pada Pengurus DPD Partai Golkar Sumatera Utara?” C.
TUJUAN PENELITIAN Untuk mengetahui adakah pengaruh persepsi kualitas interaksi atasan
bawahan terhadap organizational citizenship behavior pada Pengurus DPD Partai Golkar Sumatera Utara. D.
MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis a. Memberi informasi untuk pengembangan ilmu Psikologi, khususnya di bidang Psikologi Industri dan Organisasi, terutama persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan dan organizational citizenship behavior (OCB). b. Memberikan masukan yang bermanfaat untuk penelitian-penelitian yang berhubungan dengan persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan dan organizational citizenship behavior (OCB).
7
2. Manfaat Praktis a. Dapat mengetahui tingkat organizational citizenship behavior (OCB) dan persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan Pengurus DPD Partai Golkar Sumatera Utara b. Diharapkan dengan diketahuinya tingkat OCB dan kualitas interaksi atasan bawahan, dapat memberikan masukan kepada pimpinan partai dalam menjaga OCB anggota organisasi sehingga dapat mencapai tujuan partai.
E.
SISTEMATIKA PENULISAN Penelitian ini disajikan dalam beberapa bab dengan sistematika penelitian
sebagai berikut: BAB I : Pendahuluan Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. BAB II : Tinjauan Pustaka Bab ini menguraikan tinjauan pustaka yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori organizational citizenship behavior yang terdiri dari definisi OCB, dimensi
OCB, serta faktor-faktor OCB. Teori tentang persepsi
kualitas interaksi atasan-bawahan yang terdiri dari definisi kualitas interaksi atasan-bawahan, dimensi kualitas interaksi atasan-bawahan, serta dampak kualitas interaksi atasan-bawahan. Di bab ini juga dijelaskan
8
pengaruh persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan terhadap OCB Pengurus DPD Partai Golkar Sumatera Utara, serta hipotesa. BAB III : Metode Penelitian Bab ini berisi identifikasi variabel, defenisi operasional, subjek penelitian, metode pengambilan data, validitas dan reliabilitas alat ukur, prosedur penelitian, dan metode analisis data. BAB IV : Analisa Data dan Pembahasan Bab ini berisi hasil penlitian yang disertai dengan interpretasi dan hasil penelitian tambahan yang didapat dan pembahasan. BAB V : Kesimpulan dan Saran Bab ini menguraikan kesimpulan sebagai jawaban permasalahan yang diungkapkan berdasarkan hasil penelitian serta saran penelitian yang meliputi saran metodologis dan saran praktis.