BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Masalah Tuhan Yang Maha Esa memberikan anugerah kepada manusia yaitu sebuah
kehidupan yang harus dihormati oleh setiap orang. Kehidupan yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa tersebut tidak boleh dicabut oleh siapapun termasuk oleh sesama manusia karena hal ini berkaitan dengan hak asasi manusia. Berbicara mengenai aborsi tentunya kita akan banyak berbicara tentang kehidupan manusia karena aborsi memiliki ikatan yang sangat kuat dengan wanita dan janin yang ada di dalam kandungan wanita. Pengguguran kandungan (aborsi) selalu menjadi bahan perbincangan, baik perbincangan di dalam forum yang bersifat resmi maupun forum yang bersifat tidak resmi, serta menjadi bahan perbincangan lintas keilmuan seperti ilmu hukum, ilmu kedokteran, ilmu sosial serta disiplin ilmu yang lainnya. Semakin hari permasalahan aborsi semakin memprihatinkan, dikarenakan hal tersebut maka World
Health
Organization
(WHO)
sampai
menentukan
bahwasanya
permasalahan aborsi termasuk dalam masalah kesehatan reproduksi yang dirasa perlu untuk mendapatkan perhatian dan juga menjadi penyebab dari penderitaan wanita di seluruh dunia. Aborsi sendiri sudah memiliki sejarah yang cukup panjang dan dalam cara melakukan aborsi sendiri telah dilakukan dengan berbagai metode dimulai dari metode tradisional sampai dengan metode yang menggunakan teknologi tinggi. Pada zaman sekarang ini aborsi dilakukan dengan memanfaatkan obat-obatan
2
serta teknologi yang canggih untuk melakukan aborsi. Perjalanan sejarah pengaturan mengenai aborsi sudah cukup panjang maka pandangan-pandangan mengenai aborsipun berbeda-beda di setiap negara, di beberapa negara aborsi merupakan permasalahan yang cukup menonjol serta dapat memecah belah publik dikarenakan munculnya dua buah kubu yaitu kubu pro-life dan pro-choice di banyak negara dan bahkan merambah sampai dengan ke masalah politik nasional di negara tersebut, hal tersebut karena aborsi dan masalah-masalah yang berhubungan mengenai aborsi selalu menjadi topik yang menonjol dan sangat kuat pertentangannya. Di Indonesia saat ini membicarakan hal mengenai aborsi tidak lagi menjadi hal yang tabu karena aborsi yang terjadi sekarang ini sudah menjadi masalah yang cukup aktual di Indonesia. Hal tersebut didukung dengan adanya fakta bahwa sekarang ini aborsi sudah terjadi dimana-mana dan bisa dilakukan oleh berbagai kalangan, baik dilakukan secara legal ataupun dilakukan secara illegal. Permasalahan aborsi di Indonesia sangat perlu ditinjau tentang hal yang berkaitan dengan kedudukan dari hukum aborsi yang berlaku di Indonesia dan juga perlu dilihat dari tujuan perbuatan aborsi tersebut. Stigma yang terbangun di dalam masyarakat Indonesia saat ini menganggap bahwa perbuatan aborsi merupakan suatu tindak pidana. Peraturan hukum positif di Indonesia selama ini mengatur bahwa tindakan aborsi dibenarkan pada sejumlah kasus tertentu dan tindakan aborsi tersebut dapat pula dibenarkan dan harus merupakan bagian dari ketentuan abortus provokatus medicinalis, sedangkan aborsi yang dapat digolongkan menjadi suatu tindak pidana lebih dikenal sebagai abortus provokatus criminalis.
3
Aborsi itu sendiri dapat terjadi dikarenakan oleh perbuatan manusia (abortus provokatus) maupun aborsi yang terjadi karena sebab-sebab yang alamiah, yakni dimana pengguguran kandungan tersebut terjadi dengan sendirinya dan bukan karena adanya campur tangan dari manusia (abortus spontanus). Aborsi yang terjadi akibat campur tangan manusia dapat terjadi karena didorong oleh alasan medis, misalnya karena kehamilan tersebut akan mengakibatkan kelahiran anak yang memiliki cacat fisik yang berat atau isu gangguan mental karena ibu menderita HIV1, sehingga untuk menyelamatkan wanita tersebut maka kandungan wanita tersebut harus digugurkan. Pengguguran kandungan di Indonesia sudah tidak asing lagi untuk dilakukan, biasanya pengguguran kandungan dilakukan oleh para pekerja seks komersial dan remaja wanita yang hamil dikarenakan perilaku seks bebas. Masalah pengguguran kandungan (aborsi) pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dan memiliki kaitan yang erat dengan nilai-nilai serta norma-norma agama yang berkembang di dalam tubuh masyarakat Indonesia. Terkait dengan hukum pidana positif yang berlaku di Indonesia, pengaturan mengenai permasalahan pengguguran kandungan sendiri, telah diatur di dalam Pasal 346, 347, 348, 349, dan 350 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Menurut ketentuan yang tercantum di dalam Pasal 346, 347, 348 KUHP tersebut, dijelaskan bahwa abortus criminalis meliputi bentuk-bentuk perbuatan sebagai berikut2:
1
Paulinus Soge, Hukum Aborsi: Tinjauan Politik Hukum Pidana Terhadap Perkembangan hukum Aborsi di Indonesia, UAJY, 2014, hlm. 362. 2 Musa Perdana Kusuma, Bab-bab Tentang Kedokteran Forensik, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1981, hlm. 192.
4
1. Menggugurkan kandungan (Afdrijing van de vrucht atau vrucht afdrijiving) 2. Membunuh kandungan (de dood van de vrucht atau vrucht doden) Selama ini aborsi telah menjadi permasalahan yang pelik bagi kalangan perempuan dan juga dunia hukum serta kesehatan karena aborsi menyangkut dengan berbagai aspek kehidupan baik itu aspek moral, hukum, politik, dan juga agama. Sedikit banyak permasalahan tersebut timbul dikarenakan oleh banyaknya cara yang digunakan untuk melakukan aborsi oleh kalangan perempuan, ditambah banyak dari cara tersebut tidak sesuai dengan cara standar pada dunia kedokteran modern, karena banyak aborsi yang dilakukan dengan cara-cara tradisional ataupun dilakukan di klinik dan ditangani oleh dokter atau bidang yang sebenarnya tidak ahli dalam melakukan aborsi dan hanya bertujuan mencari keuntungan semata saja. Padahal sebaiknya dan sudah seharusnya aborsi hanya dilakukan pada kondisi tindakan medis yang bermaksud untuk menyelamatkan nyawa ibu, contohnya adalah seperti pre-eklampsia atau keracunan kehamilan. Aborsi menjadi permasalahan tersendiri di Indonesia juga dikarenakan banyaknya penyalahgunaan aborsi, dimana aborsi dijadikan jalan keluar bagi kehamilan yang tidak direncanakan yang umumnya dilakukan oleh kalangan remaja, padahal dalam hukum positif Indonesia telah diatur bahwasanya aborsi hanya dibolehkan apabila terdapat indikasi kedaruratan medis. Timbulnya permasalahan aborsi tersebut berakar dari adanya konflik keyakinan bahwasanya janin atau fetus memiliki hak untuk hidup dan di sisi lainnya para perempuan merasa bahwa mereka memiliki hak untuk menentukan
5
nasibnya sendiri, atau yang dalam hal ini adalah menentukan untuk melakukan pengguran kandungan. Akibat dari konflik yang berkembang terus menerus, maka seiring dengan perkembangan zaman lahirlah dua kubu yang diakibatkan oleh konflik tersebut yaitu kubu yang menganut paham pro-life yang berupaya untuk mempertahankan kehidupan dari janin, dan kubu pro-choice yang mendukung upaya agar perempuan dapat memilih dan menentukan sikap serta nasib atas tubuhnya sendiri yang dalam hal ini adalah aborsi. Muncul sebuah pertentangan yang pada akhirnya menjadi sebuah masalah besar pada bidang moral dan juga agama yang pada akhirnya membuat permasalahan aborsi menjadi permasalahan yang penuh dengan kontroversi. Bila dilihat dari sisi moral dan kemasyarakatan serta efek psikologis dirasa sangat sulit bagi seorang ibu yang harus merawat kehamilan serta membesarkannya ketika sudah lahir, padahal anak tersebut merupakan hasil hubungan yang diakibatkan oleh tindak pidana perkosaan. Selain hal tersebut, banyak pula perempuan yang merasa mempunyai hak atas mengontrol tubuhnya sendiri. Dilihat dari sisi agama, agama manapun dan apapun tidak akan memperbolehkan manusia melakukan tindakan penghentian kehamilan dengan alasan apapun. Pengaturan aborsi di dalam hukum positif yang berlaku di Indonesia, tidak terlepas pula dari perdebatan dan pertentangan dari segi hukum, dimana terdapat kubu pro dan kubu kontra terkait dengan persepsi atau pemahaman mengenai undang-undang yang ada sampai saat ini. Pertentangan tersebut terjadi baik dilihat dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), UU Hak Asasi Manusia (HAM), UU Kesehatan,
6
dan UU Praktik Kedokteran. Dengan timbulnya pertentangan diantara masingmasing peraturan hukum positif, maka membuat permasalahan mengenai aborsi menjadi semakin kompleks dan menimbulkan celah-celah hukum yang dimanfaatkan oleh para pelaku praktik aborsi gelap. Disahkannya Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menggantikan Undang-Undang No. 23 Tahun 1992, menambah polemik dan kontroversi mengenai aborsi, karena di dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tersebut memuat aturan tentang aborsi. Sebelum terjadinya revisi undangundang kesehatan aborsi hanya dapat dilakukan apabila terdapat indikasi kedaruratan medis, namun pasca revisi undang-undang kesehatan, aturan mengenai legalisasi aborsi diperluas, yaitu dengan diperbolehkannya dilakukan aborsi terhadap janin yang merupakan hasil dari tindak pidana perkosaan, dimana hal tersebut di atur di dalam Pasal 75 ayat (2) UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Hal tersebut tentunya menimbulkan perdebatan, karena selama ini banyak pandangan yang menyatakan bahwasanya aborsi yang dilakukan oleh korban perkosaan dapat disamakan dengan indikasi medis dan dapat mengancam psikologis serta nyawa sang ibu. Di sisi yang lain terdapat pandangan bahwa aborsi yang dilakukan oleh korban perkosaan merupakan perbuatan abortus provokatus criminalis karena memang tidak membahayakan nyawa sang ibu sama sekali. Aspek hukum pidana sendiri, apabila dilihat dalam KUHP telah mengatur secara jelas ketentutan mengenai aborsi yang dapat dilihat pada KUHP Bab XIX pada Pasal 229 dan 346 sampai dengan 349, yang memuat jelas mengenai
7
larangan dilakukannya aborsi, sedangkan dalam ketentuan UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan ketentuan mengenai aborsi diatur dalam Pasal 75. Terdapat pertentangan atau perbedaan antara KUHP yang tidak membolehkan aborsi dengan UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang memperbolehkan atau melegalkan aborsi terhadap korban perkosaan. Selanjutnya meskipun pemerintah sudah mengeluarkan PP No. 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi, yang pada Pasal 31 ayat (2) dan Pasal 34 ayat (1) serta ayat (2) mengatur lebih lanjut mengenai aborsi yang dilakukan terhadap korban perkosaan, namun tetap saja masih terjadi perdebatan sengit di antara masing-masing kubu pro dan kubu kontra, hal utama dari perdebatan tersebut adalah berkaitan dengan legalisasi aborsi untuk korban perkosaan yang dipandang bertentangan dengan UndangUndang Hak Asasi Manusia, dimana pada Pasal 53 UU HAM menyatakan bahwa anak memiliki hak hidup mulai dari mulai janin sampai dilahirkan, dan perdebatan selanjutnya adalah mengenai kesiapan dari para aparat penegak hukum sendiri, baik dari institusi kepolisian, kejaksaan serta hakim dan juga kesiapan dari para dokter yang nantinya akan menjadi penentu selain penyidik apakah kehamilan yang dikandung benar hasil dari perkosaan atau tidak. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwasanya masih terdapat banyak permasalahan dan pertentangan mengenai permasalahan legalisasi aborsi terhadap korban tindak pidana perkosaan. Hal tersebut tergambarkan dengan adanya pihak-pihak yang mendukung untuk dilakukannya legalisasi aborsi karena hal tersebut berkaitan dengan kebebasan wanita terhadap nasib tubuhnya dan hak reproduksinya, namun di lain pihak terdapat pandangan yang kontra terhadap
8
aborsi karena setiap janin dalam kandungan mempunyai hak untuk hidup dan tumbuh sebagai manusia nantinya. Selain itu dari uraian diatas juga harus dilihat bagaimana kesiapan dari aparat penegak hukum dan para dokter karena nantinya merekalah yang akan memutuskan apakah benar janin yang dikandung hasil perkosaan atau bukan. Selain itu perlu juga dilihat dan dikaji apakah yang menjadi bahan pertimbangan utama dari para pembuat undang-undang dan juga anggota legislatif
yang mengesahkan undang-undang kesehatan tersebut
dengan
memasukkan peraturan yang melegalkan aborsi bagi para korban tindak pidana perkosaan. Berkaitan dengan uraian sebelumnya, maka penulis akan mengangkat permasalahan tentang kajian legalisasi aborsi terkait dengan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang berjudul “Kajian Terhadap Legalisasi Aborsi Pada Korban Tindak Pidana Perkosaan Dalam UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan”.
B.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka
permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut: 1. Faktor-faktor apakah yang mendorong pengambilan kebijakan legalisasi aborsi bagi korban perkosaan dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan? 2. Faktor-faktor apa saja yang menjadi hambatan terkait kewenangan kepolisian dalam rangka menjalankan legalisasi aborsi bagi korban perkosaan?
9
C.
Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang ada maka dapat diketahui tujuan penulisan
hukum ini, sebagai berikut: 1.
Tujuan Objektif a. Untuk mengetahui faktor-faktor serta pertimbangan yang paling dominan yang menjadi bahan dasar dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) untuk mengatur tentang legalisasi aborsi terhadap korban tindak pidana perkosaan di dalam UndangUndang No. 36 Tahun 2009. b. Untuk mengetahui hambatan apa saja yang dihadapi oleh para penegak hukum dalam mengimplementasikan peraturan legalisasi aborsi terhadap korban tindak pidana perkosaan sebagaimana diamanahkan oleh Undang-Undang No. 36 Tahun 2009.
2.
Tujuan Subjektif Penulisan hukum digunakan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada.
D.
Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran yang dilakukan penulis untuk mengetahui keaslian
penelitian di beberapa perpustakaan universitas di Indonesia melalui sistem repository online, dapat diketahui bahwa terdapat dua penulisan hukum yang menyinggung mengenai legalisasi aborsi terhadap korban tindak pidana perkosaan
10
dan memiliki sedikit kemiripan dengan penulisan hukum yang akan penulis lakukan, yakni sebagai berikut : 1. Penulisan hukum yang disusun oleh Yolanda Oktavina Medista Ginting, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara pada tahun 2010 yang rinciannya sebagai berikut3 : a. Judul Penulisan Hukum “Tinjauan Yuridis tentang Aborsi Ditinjau dari Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan” b. Rumusan Masalah 1) Bagaimanakah
tinjauan
tentang
aborsi
bila
dikaitkan
dengan hak asasi manusia dan hak janin untuk hidup? 2) Bagaimanakah tinjauan yuridis aborsi berdasarkan undangundang kesehatan dan legalisasi aborsi terhadap korban perkosaan? 3) Bagaimanakah pendapat umum masyarakat tentang aborsi yang dilakukan oleh korban perkosaan dan legalisasi terhadap aborsi? c. Kesimpulan Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil bahwa dipandang dari Hak Asasi Manusia janin juga memiliki hak untuk hidup dan berkembang, untuk itu janin juga harus dilindungi dan dijaga sejak dalam kandungan, tetapi permasalahnnya akan sangat Yolanda Oktavina Medista Ginting, 2010, “Tinjauan Yuridis tentang Aborsi Ditinjau dari Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan”, Skripsi, Fakultas Hukum USU, Medan. 3
11
berbeda jika keadaan tersebut mengancam sang ibu dan janin yang dikandung memang tidak dapat hidup diluar kandungan, dalam hal ini aborsi dari persepektif HAM dapat dibenarkan. Aborsi yang dilakukan terhadap ibu yang memang mengancam bayinya dapat dilakukakan sebagai perlindungan atas dirinya dan mempertahankan hidupnya dimana dalam hal ini aborsi memang merupakan jalan terakhir. 2. Penulisan hukum yang disusun oleh Tri Ajis Irjawan, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin pada tahun 2013 yang rinciannya sebagai berikut4: a. Judul Penulisan Hukum “Aborsi Ditinjau dari Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan” b. Rumusan Masalah 1) Bagaimanakah pengguguran anak hasil perkosaan bila dikaitkan dengan Hak Asasi Manusia? 2) Bagaimanakah perlindungan hak-hak korban perkosaan dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia? c. Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengguguran kandungan hasil perkosaan tidak memberikan solusi tepat karena dalam hal ini janin yang dikandung mempunyai hak untuk hidup karena secara Tri Ajis Irjawan, 2013, “Aborsi Ditinjau Dari Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan”, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar. 4
12
kedaruratan medis memang tidak membahayakan nyawa sang ibu dan anak memang dapat terlahir ke dunia. Jalan keluar yang seharusnya dilakukan adalah dengan memberikan konseling secara khusus baik dari konselor ataupun pemuka agama dan melakukan terapi khusus kepada korban. Janin yang dikandung sebaiknya tetap dilahirkan, jika ibu tidak menginginkan anaknya tersebut dapat dijauhkan dari sang ibu jika janin dilahirkan. Setelah paska melahirkan si korban juga harus tetap diberikan terapi dan konseling khusus kalau memang mengalami trauma secara psikis sampai dia sembuh dan dapat menerima kembali anak tersebut. Perlindungan hak-hak korban perkosaan dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia diatur secara umum dalam KUHP dan diatur dalam Undang-Undang No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban serta UndangUndang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
yang mana
memberikan perlindungan fisik, psikis dan hukum. Berdasarkan pada pengamatan penulis terhadap ke 2 (dua) penulisan hukum yang telah dijabarkan di atas, maka terdapat beberapa perbedaan dengan penulisan hukum yang akan penulis lakukan, baik dari segi perumusan masalah, tujuan penelitian, cakupan pembahasan, maupun kesimpulannya. Penulisan hukum yang disusun oleh penulis berbeda dengan ke 2 (dua) penulisan hukum di atas karena penulisan hukum milik penulis lebih fokus dalam membahas tentang faktor-faktor yang menjadi pendorong dari legalisasi aborsi bagi korban tindak pidana perkosaan dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
13
serta faktor-faktor yang menjadi hambatan bagi kepolisian dalam rangka menjalankan kewenangannya utamanya yang terkait dengan pelaksanaan kewenangan legalisasi aborsi bagi korban tindak pidana perkosaan.
E.
Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penulisan hukum yang telah diketahui, maka manfaat
penulisan hukum antara lain: 1. Manfaat akademis a. Untuk mengetahui sinkronisasi antara ilmu yang diperoleh dalam dunia perkuliahan dengan kenyataan dan fakta-fakta yang terjadi di lapangan. b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi ilmu hukum khususnya tentang pengetahuan mengenai legalisasi aborsi terhadap korban tindak pidana perkosaan. c. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi dan sumbangsih nyata dalam pengembangan ilmu hukum di Indonesia utamanya yang berkaitan dengan pengembangan hukum pidana. 2. Manfaat praktis a. Bagi Penulis Penelitian yang dilakukan akan memiliki manfaat bagi penulis sendiri, yaitu menambah wawasan pengetahuan penulis terkait dengan faktor serta pertimbangan yang dominan dalam pengambilan keputusan terhadap UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang salah satu
14
pasalnya mengatur tentang legalisasi aborsi terhadap korban tindak pidana perkosaan serta juga mengetahui bagaimana kesiapan dari aparat penegak hukum yang akan menjalankan regulasi tersebut. b. Bagi ilmu pengetahuan Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran yang bermanfaat dalam perkembangan hukum secara umum dan khususnya bagi pelaksanaan legalisasi aborsi bagi korban tindak pidana perkosaan. c. Bagi masyarakat Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi masyarakat untuk dapat lebih mengetahui faktor pertimbangan serta kesiapan penegak hukum dan juga kendala yang dihadapi terhadap implementasi legalisasi aborsi bagi korban tindak pidana perkosaan.
F.
Sistematika Penulisan Penulisan hukum ini terdiri dari lima bab, dimana masing-masing bab masih
diuraikan lagi menjadi beberapa sub bab yang merupakan materi dari penulisan hukum. Sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut: BAB I. PENDAHULUAN Pada bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, keaslian penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
15
Pada bab ini terdiri dari 3 (tiga) sub bab yang menjelaskan tinjauan umum tentang aborsi yang meliputi pengertian aborsi, macam-macam aborsi dan akibat aborsi. Sub bab berikutnya akan menjelaskan tinjauan umum tentang hukum pidana dan tindak pidana yang meliputi pengertian hukum pidana, pengertian tindak pidana, unsur-unsur tindak pidana, dan jenis jenis tindak pidana. Sub bab terakhir pada bab ini akan menjelaskan tinjauan umum tentang perkosaan yang meliputi pengertian tindak pidana perkosaan, unsur-unsur tindak pidana perkosaan, jenisjenis tindak pidana perkosaan dan karakteristik tindak pidana perkosaan. BAB III. METODE PENELITIAN Pada bab ini terdiri dari 5 (lima) sub bab yang terdiri dari sub bab yang menjelaskan sifat penelitian dan pendekatan masalah, sub bab lokasi penelitian, sub bab jenis data, sub bab pengumpulan data, dan sub bab analisis data. BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini terdiri dari 2 (dua) sub bab, yaitu penyajian data hasil penelitian yang telah dilakukan, terutama penelitian lapangan, dan analisa kasus mengenai faktor dan nilai pendorong kebijakan legalisasi aborsi serta hambatan yang akan dihadapi pihak kepolisian dalam rangka implementasinya. BAB V. PENUTUP Bab ini berisikan kesimpulan dan saran dari penulis yang berdasarkan pada penelitian yang telah dilakukan.