BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Para linguis historis komparatif Indonesia selama ini pada umumnya lebih tertarik pada penelitian bahasa-bahasa Austronesia (AN), padahal telah lama diakui bahwa di Indonesia terdapat juga bahasa-bahasa Non-Austronesia (NAN). Di luar peneliti Indonesia, peneliti Belanda Van deer Veen (1915) telah mengindikasikan adanya bahasa-bahasa NAN di Halmahera Utara (HU). Capell juga telah menunjukkan keberadaan bahasa-bahasa NAN di Timor Leste sejak tahun 1944. Cowan (1957) selain meneliti, bahkan telah menentukan apakah bahasa-bahasa yang ada di sepanjang Flores dan Papua Nugini itu termasuk AN atau NAN. Sampai saat ini bahkan telah teridentifikasi bahasa-bahasa NAN di Indonesia, yakni 10 (sepuluh) bahasa di HU (Voorhoeve, 1984) dan 14 (empat belas) bahasa di sekitar Timor-Alor-Pantar (TAP) (Grimes, 1988) serta sekurangkurangnya terdapat 7 (tujuh) bahasa di wilayah Kepala Burung (KB) (Voorhoeve, 1984) yang semuanya diteliti linguis asing. Terlepas dari itu, diakui pula minat para peneliti terhadap bahasa-bahasa NAN belum terlalu tinggi. Wurm pada tahun 1975 pernah mengatakan adanya kekosongan minat penelitian historis komparatif terhadap bahasa-bahasa NAN kelompok Filum Trans-New Guenia (TNG), kecuali bahasa-bahasa HU, lebihlebih hubungannya dengan AN dan itu terjadi hingga sekarang. Oleh karena itu, penelitian ini dimaksudkan untuk mengisi kekosongan itu, sekaligus merangsang 1
2 para peneliti lain untuk lebih tertarik pada bahasa-bahasa NAN dan lebih jauh tentang relasinya dengan bahasa-bahasa AN di Indonesia. Berkenaan dengan relasi antara bahasa AN dengan NAN, bahasa-bahasa yang termasuk kelompok bahasa HU dan bahasa-bahasa kelompok TAP merupakan wilayah potensial dan penting untuk dikaji selain kelompok bahasa Kepala Burung (KB). Dikatakan potensial, karena
wilayah itu merupakan
wilayah bahasa NAN terbesar di Indonesia dan belum banyak dikenal, lebih-lebih hubungan di antaranya yang belum terungkap dengan jelas (Cowan, 1957). Bahasa-bahasa itu dikatakan penting, mengingat wilayah itu merupakan kawasan pertemuan bahasa-bahasa Indonesia barat (AN) dengan bahasa-bahasa Indonesia timur (NAN) yang disebut juga Filum Papua Barat NAN (Capell, 1975) (bandingkan pula garis batas bahasa Brandes, 1884). Sebagai bahasa yang dalam perkembangannya mengalami proses kontak dengan bahasa-bahasa di sekitarnya, dimungkinkan terjadinya proses borrowing secara bebas dalam jangka waktu yang lama (Greenberg, 1971). Hal ini telah digambarkan bahwa beberapa bahasa di kawasan itu sulit dikatakan bahasa AN berdasarkan indikator leksikal dan gramatikalnya (Capell, 1975). Demikian juga, bahasa-bahasa NAN di wilayah ini banyak mengandung kosakata pinjaman dari bahasa AN, termasuk kata ganti orang kedua dan ketiga (Wurm dan Voorhoeve, 1975). Dalam konteks potensi dan urgensi sebuah kajian bahasa di kawasan itu, bahasa Oirata (Or) memenuhi kriteria yang memadai sehingga layak dijadikan objek penelitian. Pertama, bahasa Or diasumsikan memiliki hubungan dengan bahasa-bahasa di Timor sebagaimana tercermin dalam tulisan Oirata, a Timorese
3 Settlement on Kisar (de Jong, 1937). Kedua, Greenberg (1971) menyatakan bahwa bahasa Or memiliki hubungan dekat dengan bahasa Bunak (Bn) dan Makasai (Mk) di Timor Leste dan bahasa Abui (Ab) di Alor yang dikategorikan sebagai subkelompok internal Timor-Alor (TA). Ketiga, Capell (1975) bahkan melengkapi kelompok TA tersebut menjadi bahasa Ab di Alor, bahasa Bn, Mk, Fataluku (Ft), dan Lovaea (Lov) di Timor Leste serta bahasa Or di Pulau Kisar. Hanya saja, Capell menambahkan bahwa posisi setiap bahasa dalam kelompok TA tersebut belumlah koheren sehingga perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut. Keempat, bahasa Or berada di dua desa di Pulau Kisar, sebuah pulau kecil di sebelah timur laut Timor Leste, termasuk wilayah Maluku Barat Daya (Cowan, 1965). Penduduk Pulau Kisar selain berbicara bahasa Or sebagai bahasa NAN, juga menggunakan bahasa Kisar (Ks) yang termasuk bahasa AN. Penutur bahasa Or sekitar 1.000 orang, sementara penutur bahasa Ks diperkirakan 10.000 orang (Fernandez, 2002). Sebagai bahasa yang hidup berdampingan di sebuah pulau kecil, penutur kedua bahasa dengan kultur yang berbeda itu diyakini saling berinteraksi sesamanya dan bermuara pada terjadinya peristiwa kontak bahasa. Peristiwa tersebut dalam jangka waktu lama, pelan tetapi pasti memberi peluang bagi terjadinya proses perubahan sistem bahasa itu, baik secara internal maupun secara eksternal. Proses perubahan bahasa Or secara internal dapat terjadi akibat perjalanan panjang antara sesama bahasa segenetis dan proses perubahan eksternal terjadi sebagai akibat kontak bahasa dengan bahasa-bahasa lain.
4 1.2 Rumusan Masalah Bahasa Or sampai sejauh ini diyakini telah mengalami proses perjalanan yang panjang sebagaimana terjadi pada setiap bahasa pada umumnya. Jika asumsi de Jong (1937) bahwa bahasa tersebut berasal dari daratan Timor itu benar, penutur bahasa itu akan membawa serta budayanya dan terjadi proses akulturasi dengan budaya penduduk asli di sekitarnya. Kondisi ini diperkuat pula dengan perjalanan sejarah lintas perdagangan di wilayah itu serta faktor penjajahan cukup memberi andil bagi kompleksitas perubahan bahasa itu menjadi bahasa seperti sekarang ini. Hal itu mengindikasikan bahwa menemukan identitas ciri bahasa tersebut dan bahasa-bahasa yang berhubungan dengannya merupakan hal yang esensial dalam penelitian ini. Oleh karena itu, rumusan masalah penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah identitas ciri yang esensial bahasa Or dan bahasabahasa yang berhubungan dengan bahasa tersebut? Bahasa Or yang diindikasikan berkerabat dengan bahasa-bahasa di Timor Leste, yakni bahasa Bn dan Mk (Greenberg, 1971) dan dengan bahasa Mk, Ft, dan Lov (Capell, 1975), maka penelusuran terhadap relasi kekerabatan bahasabahasa tersebut menjadi penting, terutama menyangkut kejelasan hubungan genetisnya serta kedudukan setiap bahasa dalam kelompok itu karena kedua pengelompokan tersebut masih mengandung perbedaan. Oleh karena itu, rumusan masalah penelitian berikutnya adalah: (2) Bagaimanakah hubungan genetis bahasa Or dengan bahasa-bahasa di Timor Leste sebagai sesama bahasa NAN ? (3) Bukti-bukti kebahasaan apa yang dapat memperjelas kekerabatan bahasa-bahasa tersebut?
5 Di samping pentingnya kejelasan hubungan genetis bahasa-bahasa itu, penelusuran lebih lanjut terhadap bahasa Or sebagai bahasa mandiri yang secara hakiki berbeda dengan bahasa-bahasa lainnya dalam kelompok itu juga merupakan masalah yang tidak kalah penting dibandingkan dengan masalahmasalah sebelumnya. Bahasa Or sebagaimana digambarkan di atas merupakan bahasa yang telah mengalami perubahan dengan proses perjalanan yang panjang. Oleh karena itu, penelusuran terhadap eviden-eviden yang terjadi selama proses perubahan bahasa itu, terutama dalam bentuk fitur-fitur fonologis merupakan fakta bahasa penting yang tidak patut diabaikan dalam penelitian bahasa. Dengan demikian, rumusan masalah penelitian selanjutnya adalah: (4) Bagaimanakah wujud perubahan bahasa Or, baik yang terjadi sebagai proses secara internal maupun eksternal? (5) Mengapa perubahan tersebut terjadi dan faktor apa yang berpengaruh terhadap perubahan bahasa tersebut?
1.3 Ruang Lingkup Masalah Klarifikasi terhadap rumusan masalah di atas perlu dilakukan untuk memperjelas ruang lingkup masalah penelitian ini terutama dari aspek jumlah bahasa yang diteliti dan aspek fakta kebahasaan yang dikaji. Untuk survei awal, penelitian ini mengamati enam bahasa, yakni satu bahasa di Pulau Kisar dan lima bahasa di Timor Leste. Selanjutnya, ditetapkan tiga bahasa NAN, yaitu bahasa Or, Ft, dan bahasa Mk dipilih sebagai objek penelitian. Penetapan atas tiga bahasa NAN sebagai objek penelitian, berdasarkan hasil pengumpulan data kuantitatif awal sebagai berikut.
6 Bagan 1: Persentase Kognat (Data Kuantitatif Awal) Fataluku Makasai Bunak Tetun Kisar
43 21 03 03 07
23 01 05 02 01 05 01 01 01 15 Tetun
Bunak
Makasai
Fataluku
Oirata
Data yang dikumpulkan dengan menggunakan Daftar 200 kosakata dasar Swadesh (revisi Blust, 1980) itu menunjukkan bahwa ketiga bahasa Or-Ft-Mk lebih dekat dibandingkan dengan bahasa Bn dan bahasa-bahasa lainnya. Sebuah bahasa yang sering disebut (Capell, 1975), yakni bahasa Lov tidak ditemukan dalam pengumpulan data awal. Dengan demikian, pada survei awal ditetapkan tiga bahasa NAN sebagai objek penelitian. Bahasa Ks, salah satu bahasa AN dipilih sebagai bahasa kaji banding didasarkan atas fakta lapangan bahwa bahasa tersebut hidup berdampingan dengan bahasa Or (Fernandez, 2002). Pada penelitian lanjutan dilakukan pengamatan terhadap sembilan bahasa dengan mencermati pula unsur bahasa lain seperti bahasa In, Bel, Por, dan Am yang terserap pada bahasa Or. Fakta kebahasaan yang dikaji dalam penelitian ini meliputi aspek leksikal, ciri fonologis, hubungan genetis bahasa Or, Ft, Mk, dan wujud perubahan bahasa Or. Ciri fonologis bahasa mencakup jumlah dan jenis vokal, konsonan, diftong, cluster, penyukuan, dan ciri unik lainnya yang ditemukan dalam setiap bahasa itu. Hubungan genetis meliputi pengelompokan bahasa berdasarkan bukti kuantitatif
7 dan kualitatif yang ditemukan, rekonstruksi protobahasa (protofonem dan protokata) pada kelompok dan subkelompok di bawahnya. Wujud perubahan bahasa terdiri atas pernik-pernik fonem dan tahapan pembentukannya menjadi mozaik fonologi dan asal-usul setiap fonem yang mungkin terjadi selama perjalanan bahasa sampai menjadi bahasa Or saat ini.
1.4 Hipotesis Berangkat dari data kuantitatif di atas dan kajian terhadap hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan (de Jong, 1937), (Capell, 1944), (Cowan, 1965), (Greenberg, 1971), dan (Capell, 1975), hipotesis kekerabatan kelompok bahasa yang diteliti dimungkinkan membentuk silsilah dengan pola tripilah atau dwipilah. Jika silsilah relasi kekeratannya menganut pola tripilah dapat digambarkan dalam bentuk bagan 2, tetapi kalau kekerabatannya menganut pola dwipilah akan mengacu pada salah satu dari bagan 3. Bagan-bagan tersebut ditampilkan sebagai berikut. Bagan 2: Kekerabatan Bahasa Or-Ft-Mk dengan Pola Tripilah OFM
Or
Ft
Mk
8 Bagan 3: Kekerabatan Bahasa Or-Ft-Mk dengan Pola Dwipilah A
B
OFM
OFM
FM
OF
Or
Ft
Mk
Or
Ft
Mk
Berdasarkan hasil survei awal di atas, di mana ketiga bahasa tersebut memiliki kedekatan dan angka persentase sementara yang ditemukan berbeda satu sama lain, dapat ditarik sebuah hipotesis kerja dalam bentuk silsilah dengan pola dwipilah seperti pada bagan 3: A. Alasannya adalah angka persentase kognat bahasa Or dengan bahasa Ft paling tinggi dibandingkan dengan angka persentase bahasa-bahasa yang lainnya.
1.5 Tujuan Penelitian Secara umum, tujuan penelitian ini merepresentasikan sejumlah rumusan masalah sebagaimana telah dikemukakan di atas. Pertama, mengidentifikasi ciri esensial bahasa Or, Ft, dan bahasa Mk. Identifikasi ciri esensial bahasa itu dimaksudkan untuk memperoleh gambaran singkat keberadaan setiap bahasa itu dan mendeskripsikan secara konkret fonologi setiap bahasa secara sinkronik. Dengan demikian, secara fonologis sinkronik bahasa-bahasa itu tampak jelas kekhasannya sebagai bahasa yang berbeda dari bahasa-bahasa lainnya.
9 Kedua, mengklarifikasi relasi kekerabatan secara genetis bahasa-bahasa OrFt-Mk melalui pengelompokan dan rekonstruksi protobahasnya. Pengelompokan dilakukan berdasarkan bukti-bukti kuantitatif dan kualitatif yang ditemukan di lapangan. Rekonstruksi protobahasa merupakan penelusuran lebih lanjut terhadap bukti-bukti kualitatif untuk menemukan fakta
keterwarisan unsur-unsur asali
yang dimiliki bersama ketiga bahasa itu. Berdasarkan fakta-fakta kebahasaan itulah, klarifikasi hubungan genetis bahasa-bahasa itu menjadi jelas yang direalisasikan dalam bentuk garis silsilah bahasa (tripilah atau dwipilah). Berdasarkan pola hubungan genetis kelompok bahasa itu akan tergambar pula secara nyata posisi setiap bahasa dalam kelompok dan subkelompok di bawahnya. Kejelasan pola hubungan genetis bahasa Or-Ft-Mk yang diwujudkan melalui proses pengelompokan dan rekonstruksi protobahasanya dapat juga memberi makna sebagai pembuktian kembali pengelompokan Greenberg (1971) dan Capell (1975) yang diyakini mempunyai nilai strategis bagi pengelompokan bahasabahasa NAN yang lebih luas di kawasan itu. Ketiga, merunut asal-usul fonem yang mungkin terjadi pada bahasa Or. Kejelasan asal-usul fonem bahasa Or dapat memberi fakta sejarah perjalanan panjang bahasa ini sebagai bahasa yang berelasi secara internal antarsesama bahasa segenetis sebagai kelompok bahasa NAN dan berinteraksi secara eksternal dengan bahasa-bahasa lain di wilayah itu.