BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Republik Rakyat Tiongkok (RRT), saat ini merupakan salah satu negara terbesar di dunia. RRT dulu, memainkan Hard power dalam membina politik luar negerinya dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara, RRT membantu pergerakan komunis dengan jenis bantuan persenjataan. Setelah perang dingin, terjadi pergeseran strategi diplomasi RRT, yaitu dari Hard power menjadi Soft power, terutama di negara-negara kawasan Asia Tenggara. RRT, melakukan pembangunan perkembanagan negaranya secara menyeluruh baik di bidang Ekonomi, Militer, Industri, Teknologi, dan kebudayaan. Tapi dalam konteks tertentu, RRT sendiri juga menjelaskan pembagian tertentu misalnya dengan pendekatan yang lebih spesifik, khususnya pada kawasan Asia Tenggara, pendekatan tersebut lebih dikenal dengan istilah soft power. Soft power yang dilakaukan RRT bertujuan untuk mempengaruhi negaranegara yang ada di kawasan Asia Tenggara, dalam melakukan kerjasama dengan menggunakan kebudayaan, partisipasi dalam organisasi internasional, dan diplomasi. Menurut Igor Dirgantara dalam tulisannya yang berjudul Analisis
Cina di Asia Tenggara, dijelaskan bahwa, Soft power dibangun karena didasari oleh pertimbangan tertentu, yakni :1 1. RRT merasa memiliki hubungan khusus dengan masyarakat Asia Tenggara, karena adanya ikatan dengan Tiongkok perantauan. 2. RRT merasa memiliki kedekatan wilayah dengan Asia Tenggara. 3. Adanya hubungan bisnis antara RRT dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Sumber kekuatan RRT, terletak pada perilaku masyarakatnya. Dimana masyarakat RRT, pada umunya perilaku sosialnya mengacu pada kepercayaan dan tata nilai tradisional. Hal ini yang menyebabkan negara-negara di kawasan Asia Tenggara terus melakukan kerjasama dengan orang-orang Tionghoa. Kebijakan baru yang dimiliki RRT, seperti diplomasi senyum, diplomasi publik, dan diplomasi bertetangga telah memasuki negara RRT. Diplomasi senyum dan diplomasi bertetangga yang dimaksud, adalah RRT harus bersikap baik kepada tetangganya. Sedangkan diplomasi publik yang dimaksud adalah cara yang paling tepat dalam penggunaan soft power. Diplomasi publik ini bersifat terbuka yang bertujuan untuk mendorong pertukaran informasi dan membangun citra negara. Selain itu, pemerintah RRT mengirim delegasi pertunjukan, dokter dan guru ke berbagai negara, dan pada saat yang sama juga RRT menerima delegasi budaya, mahasiswa dan pelajar untuk berkunjung ke negaranya sebagai bagian dari program pertukaran budaya.
1
Igor
Dirgantara. 2010. Analisis Cina di Asia Tenggara. Diakses melalui http://oseafas.wordpress.com/2010/02/09/analisis-cina-di-asia-tenggara/. Pada tanggal 14 Desember 2014.
Samuel P. Huntington menyebut RRT sebagai salah satu peradaban yang akan bersaing dalam percaturan global. Dengan mengidentifikasikan RRT dengan budaya Konfusianisme, yang diyakini bahwa RRT akan menjadi kuat karena pengaruh warisan agama Timur.2 Jika pada abad ke XX, para intelektual memandang
Konfusianisme
sebagai
sumber
kemunduran
RRT,
maka
dipertengahan abad, nilai-nilai tradisi RRT itu dibawa kembali dan dikukuhkan sebagai sumber kemajuan RRT.3 Para pemimpin RRT adalah orang-orang yang yang selalu menggelorakan semangat kebangsaan dan mereka juga yang mengajak rakyatnya untuk bangga akan budaya bangsa di tengah serangan dan persaingan budaya lain di era globalisasi sekarang ini. Misalnya, dalam kesempatan sebuah konfrensi para seniman dan sastrawan, Hu Jintao, Kepala Negara dan sekaligus juga Sekertaris Jenderal Komunis China (PKC), membuat sebuah pernyataan:4 “Pokok paling penting untuk dibahas adalah bagaimana mendefinisikan arah yang benar bagi perkembangan kebudayaan negara kita, bagaimana menciptakan sebuah kebudayaan nasional yang baru dan megah, bagaimna meningkatkan daya saing internasional dari kebudayaan negara kita, dan bagaimana memperbaiki kekuatan lunak nasional.”
2
3
4
A. Zaenurrofik. 2008. “China Naga Raksasa Asia: Rahasia Sukses China Menguasai Dunia”. Yogyakarta: Garasi. Hal. 18-19. Agama Sebagi Antitesa Clash of Civilization, http://www.jurnal-kopertis4.org/file/kopwil4313.doc. dikutip dari A. Zaenurrofik. 2008. “China Naga Raksasa Asia: Rahasia Sukses China Menguasai Dunia”. Yogyakarta: Garasi. Hal. 19. Zhao Qizheng. “How China Becomes a Major World Power: Four Major Elements”. Wenhui Daily, 15 Maret 2006, diakses dari http://www.zsr.cc/ExpertHome/ExpertAttention/200603/12959.html . diakses pada tanggal 4 Desesmber 2014.
Pandangan ini sekali lagi dikemukakan dalam kesempatan Kongres Partai Komunis China ke-17. Suatu perasaan romantic yang memang dibutuhkan untuk membangun peradaban bangsa adalah dengan mengingat masa lalunya, yaitu bahwa RRT sempat menjadi imperium yang besar di dunia, dan peradaban lain masih belum bernama. RRT membangun Institut Konfusius, yang bertujuan untuk memajukan bahasa, budaya, lingkungan usaha dan berbagai dimensi soft power lainnya. Sebaliknya, di Asia Tenggara juga memberi tempat bagi pelajar atau mahasiswa asing untuk menetap dan mempelajari kebudayaan masing-masing negara. Hadirnya pelajar asing di Tiongkok merupakan akternatif dalam membangun soft power yang efektif. Banyaknya produk-produk Republik Rakyat Tingkok, yang masuk ke negara-negara kawasan Asia Tenggara akhir-akhir ini, dapat dipahami dengan baik apabila dilihat dari peran Tiongkok perantauan di Asia Tenggara. Dukungan RRT terhadap Tiongkok perantauan, yaitu sebagai suatu kebijakan luar negeri RRT yang dimulai sejak Revolusi Kebudayaan di RRT. Menteri yang berkunjung ke beberapa negara di Asia Tenggara, bertujuan untuk membangun kesepahaman dan persahabatan internasional antar negara dengan negara. Misalnya saja, Singapura yang merupakan negara yang menjadi salah satu negara yang memiliki kekuatan dalam melakukan kerjasama dengan RRT. Singapura dengan kondisi geografinya sebagai negara kecil memiliki, potensial soft power yang sangat kuat bila dibandingkan dengan negara-negara di
Asia Tenggara lainnya. Dari segi demografi atau penduduk yang berdomisili di Singapura, mayoritas merupakan etnis Tionghoa, yang kemudian diikuti oleh etnis Melayu. Kondisi perpolitikan Singapura mengadopsi sistem Westminster (seperti di Inggris), yang mana kekuasaan berdaulat terletak pada kabinet dan dipimpin oleh Perdana Menteri. Tatkala Singapura adalah negara berbentuk republik perlementer dan telah menetapkan perwakilan demokrasi sebagai sistem politik negara. Singapura adalah benteng terpenting jaringan bisnis Tiongkok perantauan. Berbicara mengenai kemajuan Singapura, aspek yang menarik tentang negara ini adalah karakter budaya penduduknya yang kosmopolitan, hal ini menjadi keuntungan tersendiri bagi Singapura. Sebagai negara yang populer akan komersialnya, para imigran banyak datang dan membawa budaya, bahasa, adat istiadat, serta kebiasaan mereka ke Singapura. Perkawinan silang dan perpaduan budaya turut berperan dalam mempengaruhi keragaman budaya yang kemudian berbentuk kedalam masyarakat Singapura dari berbagi aspek, sehingga menjadikan warisan budaya yang beragam dan dinamis. Sebagian besar kaum Melayu Singapura adalah Muslim Sunni, yang memeluk Islam sebagai agama mereka, salah satu peninggalan budaya mereka, yakni Masjid Jamae Chulia, yakni dengan gaya arsitektur eklektik serta gerbang masuk yang bergaya India Selatan dan kedua ruang salatnya bergaya neo-klasik.5
5
Asean News Network. Politik & Pemerintah di Singapura . Diakses melalui http://www.aseannewsnetwork.com/singapore/politics-malay.html. 14 Desember 2015.
Selain Singapura, negara lain yang dijadikan kekuatan dalam melakukan kerjasama oleh RRT adalah Malaysia. Orang Tionghoa di Malaysia merupakan kaum yang kedua dari orang Melayu. Malaysia dan RRT telah lama menjalin hubungan. Agama yang di pegang oleh masyarakat Tionghoa adalah agama Buddha. Di Malaysia, ajaran Konfusius dan Taoisma juga penting bagi masyarakat Tionghoa. Peran strategis telah dimainkan oleh RRT kepada negara Singapura dan Malaysia, dimana hubungan negara-negara di Asia Tenggara dengan RRT, terus mengalami perubahan yang menonjol. RRT, sudah menjadi negara yang berhasil, mengingat RRT memiliki hubungan khusus dengan Asia Tenggara yang dapat memberikan pengaruh bagi negara-negaranya. Berdasarakan dari penjelasan di atas, maka penulis tertarik untuk mengangkat judul yang membahas tentang “Kebijakan Soft Power Republik Rakyat Tiongkok (RRT) di Asia Tenggara”. B. Batasan dan Rumusan Masalah RRT merupakan salah satu negara yang memiliki nilai-nilai budaya yang mempunyai pengaruh yang kuat di Asia. RRT memiliki potensi untuk menggunakan atau mempraktekkan Soft Power yang dimilikinya kepada negaranegara di kawasan Asia Tenggara dalam bidang budaya dan value. Penulis disini dalam penafsirannya hanya memfokuskan membahas beberapa negara di kawasan Asia Tenggara, yaitu Singapura dan Malaysia. Hal ini dilakukan mengingat di Asia Tenggara terdapat 10 negara, namun hanya kedua negara ini yang memiliki kekuatan yang digunakan dalam rangka menjalin
hubungan dan kerjasama baik dengan RRT dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara. Agar penelitian dapat dilaksanakan dengan terarah, maka haruslah dirumuskan permasalahan yang jelas. Penulis merumuskan dua (2) masalah dalam penelitian ini, antara lain: 1. Apa yang mendasari kebijakan soft power Republik Rakyat Tiongkok (RRT) di Asia Tenggara? 2. Bagaimana wujud soft power Republik Rakyat Tiongkok (RRT) di Asia Tenggara ? C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Setiap penelitian ilmiah senantiasa diupayakan ke arah terwujudnya tujuan yang diinginkan. Adapun tujuan dari penulisan ini, antara lain : a. Untuk mengetahui yang mendasari kebijakan soft power RRT di Asia Tenggara. b. Untuk mengetahui wujud kebijakan soft power RRT di Asia Tenggara. 2. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan yang diharapkan dari penelitian ini dapat dan mampu memberikan masukan-masukan yang bermanfaat kepada semua pihak, yaitu : a. Bagi penulis, untuk mengembangkan kemampuan berpikir dari ide-ide atau gagasan-gagasan yang dituangkan untuk diaplikasikan bagi bangsa dan negara.
b. Bagi akademis, untuk memberikan pengetahuan dan informasi khususnya mahasiswa dan dosen ilmu hubungan internasional ataupun masyarakat pada umumnya yang berniat untuk mengkaji tentang kebijakan soft power RRT di Asia Tenggara. Dan juga sebagai referensi bagi pembuat kebijakan utamanya dalam bidang ekonomi dan politik. D. Kerangka Koseptual Dalam penulisan ini, penulis menggunakan konsep Soft Power. Dalam konteks soft power, RRT, mendefinisikan yaitu kemampuan untuk memperoleh apa yang dikehendaki dengan menggunakan daya pikat, dibandingkan dengan menggunakan ancaman atau uang dan kemampuan untuk membentuk keberpihakan seseorang.6 Soft power sendiri disini sebagai pelengkap dalam menggantikan hard power. Menurut Joseph Nye, Soft power adalah7 : ” an ability to do things and control others, to get others to do what they otherwise would noy (suatu kemampuan untuk melakukan segala sesuatu dan mengontrol pihak lain, unutk membuatnya melakukan sesuatu yang belum tentu ingin mereka lakukan.” Sebagai kebalikan dari pendekatan Hard Power, yang cenderung menggunakan cara kekerasan, seperti penggunaan kekuatan militer, soft power menawarkan instrument yang lebih bersahabat dan tidak memaksa dalam 6
Joseph S. Nye, Soft Power: The Means to Success in World Politics, 1st ed. (New York: Public Affairs, 2004), x, 5. Dikutip dari http://kyotoreview.org/issue-15/diplomasi-soft-powerTiongkok-dan-kebijakan-constructive-engagement-asean-hubungan-sino-asean-danlaut-Tiongkok-selatan/. Diakses tanggal 5 Desember 2014. 7 Joseph S. Nye, Jr. “Soft Power”. Foreign Policy, 80, Twentieh Anniversary, Autunum 1990, P. 154. Dikutip dari http://faculty.maxwell.syr.edu/rdenever/PPA-73027/Nye%201990.html. Pada Tanggal 4 November 2014.
mengejar kepentingan nasional. Instrument tersebut bersifat menarik sehingga dapat diterima oleh negara yang menjadi target kepentingan nasional. Dengan menghapus persepsi tentang Tiongkok sebagai ancaman di Asia Tenggara, dan membentuk kembali keberpihakan negara-negara Asia Tenggara terhadap RRT dalam menggunakan diplomasi soft power. Secara normatif, tujuan penerapan strategi soft power RRT adalah terciptanya
perdamaian
internasional.
Perdamaian
berarti
memberikan
kesempatan bagi kebudayaan RRT untuk terus tumbuh dan memastikan selalu ada tempat bagi RRT untuk memasarkan barang-barang mereka. Di hadapan Kongres Rakyat Nasional ke-11 awal maret 2013, Perdana Menteri Wen Jiabao menyisipkan sinyal halus mengenai perubahan gagasan kebijakan luar negeri RRT.8 Sebelum pidato itu, gagasan kebijakan luar negeri RRT bertumpu pada pandangan bahwa hubungan dengan negara adidaya atau kekuatan utama adalah prioritas utama perumus kebijakan RRT. E. Metode Penelitian 1. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan yaitu tipe data deskriptif analitik yaitu penelitian yang menggunakan pola penggambaran keadaan fakta empiris disertai argument yang relevan. Kemudian dari hasil uraian tersebut dilanjutkan dengan analisis yang akan berujung pada kesimpulan yang sifatnya analitik. Tipe
8
http://www.csis.or.id/post/kebijakan-baru-luar-negeri-Tiongkok, diakses tanggal 13 November 2014.
penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran mengenai kasus atau fenomena yang terjadi, dimana hal tersebut relevan dengan masalah penelitian. Metode penelitian deskriptif digunakan untuk menggambarkan fakta-fakta mengenai kebijakan soft power Republik Rakyat Tiongkok (RRT) di Asia Tenggara. 2. Sumber Data Penulis dalam penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dari situs resmi RRT serta data teoritis lainnya yang diperoleh peneliti dari sumber yang sudah ada melalui studi literatur, seperti buku-buku, jurnal, artikel, koran, majalah dan situs-situs pendukung. 3. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, penulis menelaah sejumlah literatur yang berkaitan dengan masalah yang diteliti berupa buku, jurnal, artikel, dokumen dari berbagai media baik elektronik maupun non elektronik. Adapun bahan-bahan tersebut diperoleh melalui: a. Situs Resmi RRT; b. Perpustakaan Ali Alatas di Jakarta; c. Perpustakaan Wilayah Makassar; d. Perpustakaan Pusat Universitas Hasanuddin di Makassar; 4. Teknik Analisis Data Penulis menggunakan teknik analisis data hasil penelitian yaitu dengan teknik analisis data kualitatif berupa data-data deskriptif serta data lain yang
mendukung untuk menunjukkan kebijakan soft power Republik Rakyat Tiongkok (RRT) di Asia Tenggara dan juga terdapat data kuantitafi lainnya untuk menunjukkan kekuatan RRT dan kerjasamanya dengan negara-negara di Asia Tenggara. 5. Metode Penulisan Dalam penelitian ini, metode penulisan yang digunakan adalah pola deduktif. Pola ini menggambarkan permasalahan yang diteliti secara umum, kemudian menarik kesimpulan secara khusus dengan menampilkan data-data disertai analisis penulis.
BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG SOFT POWER RRT DI ASIA TENGGARA A. Kebijakan Soft Power RRT 1. Dasar Kebijakan Sejak dulu RRT dikenal sebagai negara yang menjunjung tinggi nilainilai sejarah dan kebudayaan negara. Meskipun dalam beberapa periode waktu pernah terjadi permusuhan besar-besaran terhadap karya sastra dan filfus, akan tetapi hal ini tidak melenyapkan penghargaan masyarakat RRT terhadap warisan sejarah dan budaya mereka yang tinggi. Ada masa transisi yang diwarnai dengan gejolak sosial yang memicu terjadinya kesadaran akan modernitas. Tiongkok kuno ditandai dengan “abad kegelapan” dibawah naungan para raja (kaisar) yang menyebarkan pemahaman bahwa diri mereka adalah wakil para dewa untuk membuat rakyat RRT tunduk patuh dan membiarkan diri mereka ditindas. Isu besar yang sampai sekarang jadi salah satu rintangan utama terciptanya hubungan mesra antara RRT dan Asia Tenggara adalah masalah golongan etnik Tionghoa, lebih popular dengan sebutan hoakiao atau hoaqiao. Sejak terbukanya RRT tahun 1949, masalah minoritas Tiongkok itu makin menjadi-jadi.9 Hampir semua negara Asia Tenggara menghadapinya, antara lain,
9
A. Dahana. 1997. Berita Dari Tembok Besar: Politik Cina Dalam Kolom Tempo. Jakarta: PT. Penebar Swadaya. Hal. 149.
karena pemerintah komunis di daratan Tiongkok selalu mengajak seluruh huaqiao berpartisipasi dalam “pembangunan sosialis di tanah air”.10 Untuk memikat mereka, di RRT dibentuklah Komisi Urusan Cina Perantauan. Dalam propaganda RRT terdapat istilah-istilah seperti “huaqiao”, “huaqiao yang kembali”, lengkap dengan “sanak saudara” mereka. Golongan itu, konon, mendapatkan perlakuan istimewa. Hal itu diperkuat lagi oleh munculnya ancaman komunis. Ambil contoh Malaysia, yang jumlah presentasi penduduk Tionghoa dibanding pribumi tidak berbeda banyak. Partai Komunis Malaysia (PKM), yang hingga sekarang masih giat bergerilya di hutan rimba. Awal dari kerunyaman itu sendiri sebenarnya kembali kepada Beijing juga. Dengan mengajak orang Tiongkok di luar RRT turut membangun negeri leluhur, pada dasarnya RRT menerapkan dasar jus sanguinis yang artinya, bila seseorang lahir dan berasal dari ayah atau ibu Tionghoa, atau bila kebangsaan ayahnya tidak jelas atau tidak bisa dipastikan, maka ia termasuk dalam warga negara Tiongkok, tanpa melihat dimana ia dilahirkan. Guna mencapai stabilitas negaranya, RRT masih terus berusaha untuk melanggengkan posisinya di dunia internasional. Dan kebijakan luar negeri yang di tetapkan oleh negara ini diletakkan atas dasar prinsip perdamaian dan harmonisasi dunia.
10
ibid
Oleh karena itu, dengan adanya prinsip dasar kebijakan tersebut, RRT tidak menggunakan kekerasan dan peperangan untuk mempengaruhi negara lain dalam melakukan kerjasama, tetapi lebih mengutamakan cara-cara yang lembut dan persuasif. Mengingat akan nilai sejarah dan budaya yang dimiliki oleh bangsanya dan seiring dengan pembangunan dan perkembangan konsep soft power, maka RRT menetapkan kebudayaan sebagai salah satu sumber dari soft power negaranya. RRT mempunyai banyak filfus yang sangat mempengaruhi peradaban dan kebudayaannya. Salah satu filfus yang disegani adalah Konfusius yang lahir 500 tahun sebelum Masehi. Konfusianisme secara umum disebut sebagai “guru pertama Tiongkok” yang menarik murid pengikut dalam jumlah besar sepanjang hidupnya. Keberadaan seorang filfus yang dianggap sebagai guru pertama merupakan satu cirri masyarakat yang telah maju. Nasihat Konfusius diberikan dalam bentuk oral kepada murid-muridnya, namun setelah kematian sang guru, murid-muridnya mulai menulis pesan-pesan yang mereka dapat dari sang guru, dan tulisan-tulisan ini menjadi “Pepatah-Pepatah Konfusius” .11 Meskipun Konfusianisme secara resmi didiskreditkan oleh Mao, nialinilai kultur yang dibawahnya meninggalkan bentuk permanen dalam psikologis
11
Ames, R. dan H. Rosemont. 1998. Analects Confusius: Sebuah terjemahan filosofis. New York: Ballantine.
masyarakat Tiongkok.12 Baru-baru ini, Konfusianisme telah diperkenalkan ulang kedalam system pendidikan Tiongkok dan sejumlah institute Konfusianis pun telah didirikan.13 Nilai-nilai Konfusianis memerlukan seorang individu untuk pertama-tama menghormati kewajiban seseorang terhadap keluarga dan masyarakatnya.seorang individu tidak dipandang sepenting kelompok. Kebutuhan individu di korbankan supaya kepentingan kelompok dapat dicapai. Setiap orang memiliki tugas dan kewajiban kepada keluarga dan masyarakat yang mengalahkan tanggung jawab pada dirinya sendiri. Nilai-nilai ini membantu membentuk sebuah pola pikir manajerial yang memberikan penekanan lebih besar pada kolektifisme, kerja tim, usaha-usaha yang dijalankan keluarga, dan harmoni di atas konflik. Kebudayaan Tiongkok sangat berbeda dengan kebudayaan Amerika dalam sejumlah dimensi. Kebudayaan Tiongkok merupakan konteks tinggi, yang artinya, komunikasi dipandang sebagai sebuah proses multidimensional yang melibatkan lebih banyak dari kata-kata yang tertulis. Kebudayaan Amerika
12
Mooney, P. 2007. Confusius kembali: Di Cina, karya filsfuf paling berpengaruh yang pernah dilarang kini dipelajari dan dirayakan. Catatan Pendidikan Tinggi. Diakses melalui http://www.freepatentsonline.com/article/Journal-International-BusinessResearch/219002339.html. pada tanggal 28 April 2015.
13
Osnos, E. (2007). Orang bijak selama bermasa-masa kembali: Apa arti dari menjadi orang Cina di Abad ke-21? Sebuah generasi mencari jawaban dalam kebijaksanaan Confusius yang tumbuh dirumah sendiri. Knight Ridder Tribune News, 31 Mei. Diakses melalui http://www.freepatentsonline.com/article/Journal-International-BusinessResearch/219002339.html. pada tanggal 28 April 2015.
cenderung merupakan konteks rendah dan sangat bergantung pada kata-kata tertulis, termasuk kontrak dan kepentingannya. Kebudayaan
Tiongkok
cenderung
tinggi
dalam
penghindaran
ketidakpastian dan lebih tidak nyaman untuk berubah disbanding Amerika. Tradisi sangatlah penting bagi masyarakat Tiongkok. Kebudayaan Tiongkok sebagai intuitif, mengendalikan diri, dan sabar dibangingkan dengan kebudayaan Amerika yang digolongkan sebagai rasional, agresif, independen terang-terangan, dan tidak sabaran.14 Ketika seseorang mendeskripsikan pendekatan manajerial masyarakat Tiongkok, beberapa karakteristik yang lebih umum untuk disebutkan termasuk kolektifisme,
harmoni,
control
yang
tersentralisasi,
dan
kepemimpinan
paternalistis, ekspektasi untuk pegawai yang bekerja keras, dan jaringan organisasional yang kuat, serta koneksi-koneksi bisnis. Karakteristik-karakteristik ini dipraktekkan baik di Tiongkok maupun luar negara oleh diaspora Tiongkok, dan praktek-praktek ini dapat dilacak kepada system nilai yang didiktekan oleh Konfusius. Praktek-praktek dipengaruhi oleh Lima Hubungan dalam Konfusiasime dan Lima Nilai Kebajikan. Lima Hubungan mendiktekan perilaku yang pantas dan peranan dari anggota organisasi; Lima Nilai Kebajikan pentingnya harmoni;
14
ibid
Etika Kerja Konfusius menekankan pentingnya kerja keras, kesetiaan dan dedikasi, penghematan, dan cinta belajar.15 1.1 Lima Hubungan dalam Konfusianisme Suatu aspek penting Konfusianisme melibatkan hubungan.perilaku yang pantas didiktekan melalui pemikiran Konfusianis berkaitan dengan hubungan seseorang dengan atasannya, orang tuanya, suami/istrinya, para tetua, dan temantemannya. Konfusius sangat memperhatikan hubungan dan kepantasan sosial. Sementara Konfusius tidak mengarahkan nasihatnya kepada oragnisasiorganisasi bisnis, hubungan-hubungan ini bermanifestasi sendiri saat ini dalam praktek-praktek manajerial di tiongkok. 1.1.1
Kesetiaan antara Raja dan Subyeknya Konfusis mengajukan sebuah hirarki sosial yang kuat dan berdasarkan
pada posisi. Hirarki tersebut akan terjalin melalui seorang pemimpin yang bijak yang bertindak untuk kepentingan subjeknya. Hubungan antara raja dan subjeknya ini memiliki hubungan yang feudal, namun dijman modern, hubungan ini telah berubah dari kesetiaan kepada penguasa, menjadi kesetiaan kepada organisasi seseorang urutan dan hirarki merupakan aspek penting dalam organisasi-organisasi Tiongkok.dalam sebuah organisasi Tiongkok yang tipikal, keputusan diambil oleh pemimpin di urutan atas organisasi dan 15
Charles A. Rarick, Ph. D. 2012. Confusisus dalam Manajemen: Memahami Nilai-Nilai Kebudayaan Cina dan Praktek-Praktek Manajerial. Diterjemahkan oleh Drs. Ongky Setio Kuncono, MM, MBA. Dikutip dari http://www.spocjournal.com/ekonomi/manajemen/93-confusius.html. pada tanggal 28 April 2015.
semua orang diharapkan untuk menjalankan arahan-arahan dari pemimpin tanpa pertanyaan. Para pegawai diharapkan dapat setia dan berbakti kepada organisasi mereka dan sebagai balasannya, oragnisasi diharapkan untuk menjaga mereka. 1.1.2
Hubungan antara Ayah dan Anak Laki-lakinya Konfusius merasa ada hubungan spesial diantara seorang ayah dengan
anak laki-lakinya. Ayah mesti membimbing anak laki-lakinya, dan anak mesti menunjukka rasa hormat dan mematuhi nasihat ayahnya. Seperti seorang ayah yang menasehati, mengajar, dan memberikan arahan kepada anak lakilakinya, manajer Tiongkok diharapkan untuk melakukan hal yang sama dengan pegawainya. Dalam masyarakt konfusius, manajer berinteraksi dengan pegawainya sama dengan
bagaimana seoranga ayah yang hanya
memperhatikan kepentingan anak-anaknya. 1.1.3
Tugas antara Suami dan Istri Prinsip Konfusianis ini mendiktekan peran-peran yang pantas untuk di
mainkan oleh suami dan istrinya. Konfusius mendiktekan sebuah peran penurut untuk para wanita. Ia merasa perlu dikurung dirumah dan tidak diijinkan untuk mengambil keputusan wanita perlu di bimbing oleh suami mereka dan memberikan loyalitas dan bakti total kepada suami mereka wanita tidak diizinkan untuk memegang posisi penting dalam level birokrasi Tiongkok.
Peranan wanita di Tiongkok adalah peranan domestic dan penurut, dan bahkan sampai sekarang ketidak setaraan masih ada diantara pria dan wanita. Meskipun kesetaraan uang lebih besar berhasil dicapai dibawah komunisme, kebudayaan Tiongkok masih memberikan penekanan dan kepentingan yang lebih besar bagi pria. Perbedaan persepsi masih ada di Tiongkok berkaitan dengan peranan wanita. Namun, di sisi yang lebih positif, prinsip Konfusianis ini juga dapat digunakan untuk menjelaskan peranan yang tepat dari sosok pemimpin organisasi. Ketika organisasi dipandang sebagai sebuah perpanjangan dari keluarga, kita menemukan bahwa peranan utama dari pimpinan adalah untuk bertindak sebagai figure orangtua dalam menjaga harmoni, rasa hormat, dan kohesi di dalam organisasi. 1.1.4
Ketaatan kepada yang lebih tua Konfusis menjaga bahwa yang muda harus hormat kepada senior-
seniornya. Penghormatan usia masih merupakan aspek penting dalam budaya Tiongkok, dan usia juga pentingdalam menentukan pergerakan keatas di organisasi-organisasi.ini adalah suatu hal yang tidak biasa bagi para manajer muda untuk menjadi lebih maju daripada para manajer senior, bahkan jika si manajer yang lebih muda mempunyai kualifikasi yang lebih baik, yang menurut standar Barat, ia lebih layak dipromosikan. Para manajer muda diharapkan untuk mendengar, mematuhi, dan menghormati senior-senior mereka untuk menunggu giliran mereka sampai ke
level kemajuan. Sebagai balasan untuk kepatuhan tanpa syarat kepada yang lebih tua ini, organisasi dan anggota-anggota seniornya diharapkan untuk memenuhi kebutuhan daripada pegawai yang lebih muda. Para manajer senior dipandang sebagai figure pimpinan penting, mewakili usia, kebijaksanaan, dan perhatian kepada semua anggota organisasi. Organisasi mengurus anggota-anggotanya yang lebih muda dan para anggota lebih muda diharapkan untuk menunjukkan hormat kepada para seniornya. 1.1.5
Saling percaya diantara teman Seperti Lao Tze, penemu mistis Taoisme, Konfusius menekankan
pentingnya kerjasama diantara manusia. Saat ini, prinsip ini berarti para anggota organisasi harus bekerjasama untuk menjaga harmoni grup. Dalam kebudayaan Barat, adalah pantas untuk memfokuskan perhatian pada individu. Kita menugaskan tanggung jawab individu dan memberikan pujian bagi para individu yang istimewa. Praktek seperti ini tidak dapat diterima dikebudayaan Tiongkok. Hal yang tidak wajar yaitu, apabila menyisikan satu orang anggota dari kelompok untuk kemudian memuji anggota-anggota yang lainnya. Perilaku seperti ini bisa mengganggu keharmonisan grup. Sama halnya, tanggungjawab kolektif lebih disukai dibangdingkan dengan tangungjawab individual. Fokus kepada individulisme mendasari kepercayaan bahwa anggota kelompok dapat saling mengembangkan satu sama lain. Konfusius percaya
bahwa ketika individu-individu diperlakukan sebagai sebuah kelompok dan didorong untuk menjaga harmoni didalam kelompok, hasil yang lebih besar pun dapat dicapai. 1.2 Lima Nilai Kebaikan Sebagai tambahan terhadap menjaga harmoni melalui hubungan, Konfusianisme mendorong lima nilai, yaitu ren (kebajikan), yi (kebenaran), zhi (kebijaksanaan), dan xin (bisa dipercaya). Para manajer Konfusianis diharapkan untuk peduli, bermoral, menjaga martabat mereka, memiliki kebijaksanaan, dan dapat dipegang kata-katanya. Dalam budaya Konfusisus, para manajer diharapkan untuk menujukkan ren, yang artinya kebijaksanaan atau humanism. Ren terkadang diterjemahkan sebagai “niat baik” atau kebaikan kepada orang lain. Seorang manajer konfusiasis diharapkan untuk menjadi seorang manajer berperilaku baik dan untuk mengatur dengan kebaikan. Sebuah aspek penting dari pemikiran Konfusianis berkenaan dengan orientasi etis. Yi, atau kebenaran berarti bahwa seorang manajer diharapkan untuk menegakkan standar perilaku moral yang tinggi. Kepentingan diri sendiri harus dikorbankan demi kebaikan organisasi. Perilaku pantas, atau li, didiktekan melalui pemikiran Konfusianis dalam hal hubungan seseorang dengan atasannya, orangtuanya, suami/istrinya, orang yang lebih tua, dan teman-temannya (Lima Hubungan). Konfusius sangat memikirkan hubungan dan kepantasan sosial. Istilah Konfusianisme li
sebenarnya merujuk kepada ritual. Ritual-ritual yang dimanifestasikan tidak hanya dalam peran-peran dan perilaku yang pantas, tetapi juga untuk upacaraupacara dan proses-proses sosial lainnya. Para manajer Konfusius diharapkan memiliki xin atau dapat dipercaya. Sebagai tambahan dari menajdi orang yang dapat dipercaya, manajer juga diharapkan setia kepada misi dari organisasi. Manajer Tiongkok bertugas untuk menjaga control dan memastikan agar semua bawahannya mengikuti kebijakankebijakan, konsisten dengan misi organisasi. Solidaritas RRT kuat dan akan tetap kuat, untuk jangka waktu yang dapat diperhitungkan kedepan. Berbagi pertemuan yang terselenggara guna menggalang jejaring usaha yang bersifat internasional, dan meretas dari hulu sampai hilir baik dalam sektor modern maupun tradisonal. Malaysia dan Singapura, etnis Tionghoa berperan amat signifikan. Seiring dengan berjalannya waktu, diperkirakan RRT dapat bersifat instrumental untuk multiplikasi soft power dalam bidang kultural, human capital, dan diplomasi secara meluas, dan mengalami internalisasi sehingga berhasil mengubah orientasi politik luar negeri, yang berpengaruh terhadap imperialisme kultural. Wacana diplomasi RRT, penuh dengan nada bersahabat. Di panggung diplomasi, delegasi RRT menegaskan tentang multilateralisme. Kebijakan baru seperti diplomasi senyum, diplomasi bertetangga baik dan diplomasi publik, memasuki RRT. Pesan pemimpin RRT berulang kali menyebut “bersikap baik
kepada tetangga, perlakukan mereka sebagai rekan” (yullin weishan, yillin weiban) dan “pelihara perkawanan dengan tetangga, bantu mereka merasa aman, dan menjadi kaya” (mulin, anlin, fulin).16 Pemerintah RRT sendiri mengirim beberapa delegasi ke berbagai belahan bumi yaitu delegasi pertunjukan. Pada saat yang sama RRT juga banyak menerima delegasi budaya, mahasiswa serta pelajar untuk mengunjungi Tiongkok Konfusius di beberapa negara dengan misi utama untuk memajukan bahasa, budaya, lingkungan usaha dan berbagai dimensi soft power lainnya.17 Pemerintah RRT sudah mengirim lebih dari 2000 sukarelawan ke 35 negara untuk mengajar bahasa Tiongkok di Indonesia, Laos, Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam. Hal ini yang disebut dengan civil diplomat yang dimana dipercaya memiliki potensi penting untuk memberikan pengaruh sosial dan budaya Tiongkok di Asia Tenggara.18 Beberapa dekade sebelumnya, RRT masih menerapkan kebijakan luar negeri secara defensif untuk menghadapi tekanan-tekanan dari barat. Akan tetapi, Inggrit d‟Hooghe mengusulkan untuk menggunakan konsep public diplomacy 16
Sheng Ding, To Build A “Harmonious World”: Tiongkok‟s Soft Power Wielding in the Global South, Journal of Chinese Political Science. Volume 13, Number 2 (Agustus 2008). Dikuti dari Jurnal Luar Nergeri. Soft Power Tiongkok di Asia Tenggara: Dampak, Pengaruh dan Antisipasi. Vol. 27, No. 2. (Mei-Agustus 2010). Hal. 124. 17 Joseph S. Nye Jr, „The Rise of Tiongkok‟s Soft Power‟, The Wall Street Journal-Asia, 29 December 20005. Anggaran Tiongkok untuk soft power juga meningkat, misalnya dari 122.3 billion menjadi 23 billion (2007) untuk membiayai program bantuan, PKO, dan membayar iuran keanggotaan berbagai organisasi internasional. Dikutip dari Jurnal Luar Negerei. Soft Power Tiongkok di Asia Tenggara: Dapak, Pengaruh, dan Antisipasi. Vol. 27. No.2. (Mei-Agustus 2010). Hal. 126 18 N. Mark Lam dan John L. Graham. 2007. “Tiongkok Now: Berbisnis di Pasar Paling Dinamis di Dunia”. Jakarta: PT. Gramedia. Hal. 341.
yang lebih langsung menjelaskan penampilan manis RRT. Public diplomacy menurut Inggrit d‟Hooghe diartikan sebagai pembinaan opini publik di luar negeri yang tidak hanya memberikan informasi, tetapi juga mengenai menjalin hubungan jangka panjang berdasarkan trust.19 RRT mengembangkan kerjasamanya dengan negara-negara di Asia dengan menggunakan berbagai cara untuk meningkatkan pengaruhnya di dunia berkembang. Soft power telah menjadi bagian yang tumbuh dalam upaya RRT memengaruhi dunia. Sejarah perkembangan seni yang ada di RRT dapat digambarkan, sebagai berikut:20 1. Kontinuitas Seni Tiongkok Di dunia Barat, era berbeda membentuk gaya berbeda, sebaliknya seni di Tiongkok sendiri memiliki kontinuitas yang menakjubkan. Seni sangat dipengaruhi oleh penghormatan terhadap sejarah Tiongkok. Masalahnya disini adalah bukan menciptakan sesuatu yang baru, melainkan cara meneruskan tradisi yang ada di masa lalu. 2. Globalisasi Kesenian Tiongkok Kesenian Tiongkok telah mendunia. Dengan waktu yang cukup singkat, Tiongkok menjadi magnet bagi beberapa galeri terbesar di dunia, museum 19
20
Ingrrid d‟Hooghe dalam ”The Rise of Tiongkok’s Public Diplomacy”. Dikutip dari artikel “Tebar Pesona di indonesia: Cara Tiongkok Mengambil Hati Indonesia” yang ditulis oleh Natalia Soeebagjo. John & Doris Naisbitt. 2010. “China’s Megatrends: 8 Pilar Yang Membuat Dahsyat China”. Jakarta: PT. Gramedia. Hal. 121.
kolektor, dan spekulan seni. Tidak ada yang lebih baik dibandingkan dunia seni kontemporer dalam menunjukkan gerak maju Tiongkok menuju era baru individualisme. Setiap seniman berusaha mengekspresikan pengalaman dan pemikiran pribadi mereka. Seniman dan cendikiawan adalah yang pertama merespon emansipasi pikiran, dan diikuti oleh para wirausaha. Kebebasan individu yang baru menyebabkan ledakan ekspresi seni yang kini membanjiri dunia, bersamaan dengan penguatan ekonomi Tiongkok. RRT sedang bergerak menjadi pemimpin dunia di bidang seni, arsitektur, dan desain. 3. Lahirnya Kembali Seni Pertunjukan Seni pertunjukan di RRT telah berkembang pesat. Pusat Seni Pertunjukan menggelar empat pertunjukan baru pada tahun 2009. Pertunjukan opera yaitu La Boheme, Women Teachers in the Countryside, dan Xi Shi. Dan juga pertunjukan drama, yaitu Jane Eyre.21 Dalam RRT yang baru, ada peretasan batas-batas serta peningkatan ambisi sehingga keterampilan dan bakat orang-orang Tionghoa bebas berkembang. Seniman dan cendikiawan adalah yang pertama melepaskan diri dari aturan pembatasan, membuka pemikiran mereka untuk berimajinasi. Kreativitas dilepaskan, seniman dan cendikiawan akan selalu menjadi pelari depan, tapi karena merekalah taraf keseluruhan bangsa akan meningkat.
21
ibid
2. Tujuan Kebijakan Ketika Joseph Nye pertama kali memperkenalkan istilah soft power di dunia, RRT merupakan salah satu dari banyak negara yang mengambil perhatian serius terhadap perkembangan soft power. RRT terus berupaya untuk membentuk persepsi dan citra baik dunia terhadap negaranya dan soft power adalah salah satu cara utama yang digunakan oleh RRT. Munculnya kekuatan RRT dan dampak yang akan muncul di masa yang akan datang sangat berkaitan dengan stabilitas internasional. Pandangan “Charm Offensive” adalah bagian dari strategi RRT mencapai tujuannya sebagai negara soft power di dunia sudah banyak disuarakan. Sebuah perbedaan gaya hidup yang dilakukan oleh RRT dalam membangun hubungan dengan negara-negara lain di dunia adalah dengan diterapkannya kebijakan “amni-directional friendship”. Meskipun hubungan RRT dengan negara-negara lainnya masih di dasari pada motif ekonomi, akan tetapi RRT juga mulai memperkuat hubungan dengan mempromosikan integrasi ekonomi dan mekanisme keamanan di wilayah kawasan, menekankan aturan-aturan bagi PBB, berpartisipasi dalam misi kemanusiaan, menyediakan pinjaman dan hibah, meningkatkan program pertukaran kebudayaan dan pelajar serta mempererat komunitas lokal melalui diplomat-diplomat yang terlatih.22
22
Soft Power and Its Implications for the United States: Competition and Cooperation in the Developing World. A Report of the CSIS Smart Power Initiative. Maret 2009. Hlm. 2
Manifestasi yang paling menonjol dari perubahan-perubahan besar di Tiongkok, dimulai dari Deng Xiaoping yang berkata, “Kita harus membangun dua peradaban: peradaban material dan peradaban spiritual. Keringanan artistic dan intelektual di Tiongkok hari ini merefleksikan luapan energy peradaban spiritual itu”.23 Pemikiran visioner Deng Xiaoping menginspirasi transisi ekonomi Tiongkok. Imajinasi dan kreativitas seniman Tiongkok menyiapkan lahan bagi kreativitas di bidang lain. Misalnya saja seni, seni mencerminkan masyarakat dan menguatkan identitas suatu bangsa. Dalam Tiongkok lama, ketaatan dijunjung tinggi dan pekerja kelas bawah melayani Tiongkok dengan sangat baik di tahap pertama sebagai bengkel kerja dunia. Namun yang akan mendorong Tiongkok ke tahap lebih lanjut. Penciptaan produk-produk Tiongkok yang khas adalah semangat seniman serta intelektual yang anti keseragaman, berbakat, dan kreatif. Ketika kemajuan suatu negara melebihi negara-negara lain yang ada di dunia, maka negara tersebut akan menjadi target yang wajib di pelajari. Begitupun dengan RRT, negara yang mempunyai kebudayaan yang sangat tinggi. Tidak heran jika negara-negara yang lain ingin mengetahui keberhasilan kebudayaan RRT yang begitu maju. Tiongkok memang ditakdirkan sebagai negara sumber pelajaran hidup yang penuh misteri. Kekaguman atas budaya yang
23
John & Doris Naisbitt. 2010. “China‟s Megatrends: 8 Pilar yang Membuat Dahsyat China”. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hal. 121.
sangat tua ini membuat orang berbondong-bondong pergike Tiongkok untuk melihat secara langsung bukti peninggalan budaya tersebut. Kebudayaan yang luar biasa itu tidak hanya berupa bangunan dan gaya hidup. Cara berkomunikasi dengan manusia lainnya dan cara menghargai bumi, juga termasuk dalam ajaran yang diberikan oleh sang filsuf. Selain berusaha menajdi yang terbaik dan hanya melakukan yang terbaik. Tiongkok terkenal dengan ketekunan dan kesabarannya dalam menaklukkan emosi dirinya sendiri. Konfusius merupakan filfus yang tidak hanya terkenal dan cukup berpengaruh di Tiongkok, melainkan di seluruh dunia. Konfusius mengajarkan bagaimana cara hidup dengan menghargai alam dan manusia. Konfusius mengajarkan untuk menjadi patuh. Namun, kepatuhan itu sendiri tidaklah buta. Kepatuhan yang masih dalam koridor kemandirian. Oleh karena itu, setiap orang harus belajar. Belajar itu tidak hanya dengan mendengar, tetapi harus melakukan. “I hear and I forget, I see and I remember, I do and I understand.”24 Konfusius melarang muridnya untuk khawatir tentang kehidupan setelah mati. Beliau malah menganjurkan murid-muridnya untuk hidup dalam harmonisasi yang sebenarnya. Misalnya, setiap orang harus menghargai membantu, dan menghormati orang lain dengan cara melayani kebutuhan orang lain, mengajarkan ilmu yang dimiliki, atau sekedar menjadi anak yang baik bagi orang tua, dan menjalankan tugas sebagai anggota masyarakat dengan baik pula.
24
Ibid. hal. 136
Konfusisus menekankan tiga pilar ajaran yang harus dilakukan oleh para muridnya. Ketiga pilar tersebut adalah ritual, pendidikan, dan keluarga. Ritual termasuk upacara-upacara menghormati para leluhur karena tidak aka nada kekinian tanpa masa lampau, upacara kematian, cara-cara berpakaian, makan yang baik, hingga memperlakukan tamu dengan hormat. Konfusius berpendapat bahwa kebaikan yang dilakukan oleh seseorang itu akan berdampak pada orang itu sendiri. Tidak ada satu kebaikan yang tidak memberikan kebaikan. Jadi, jika ingin mendapatkan akhir yang baik, harus terus berusaha menjadi baik kepada siapapun dan apapun. Kebaikan yang diberikan kepada hewan yang menjijikan sekalipun, suatu saat akan berbuah satu kebaikan yang tak pernah disangka-sangka. Dalam pendidikan, Konfusius mengajarkan untuk selalu berpikir dengan matang sebelum melakukan sesuatu. Sementara itu, keluarga merupakan tempat pertama untuk belajar bagaimana saling menghormati dan menghargai. Ajaran Konfusius yang begitu luas dan melingkupi seluruh tata kehidupan itulah yang membuatnya masih memainkan peran yang sangat penting hingga kini dalam kehidupan rakyat Tiongkok. B. Kawasan Asia Tenggara Kawasan Asia Tenggara pada masa protosejarah sebenarnya merupakan wilayah yang dinamis dalam perkembangan kebudayaan. Zama protosejarah adalah era terbentuknya kebudayaan awal di wilayah Asia Tenggara,
penduduk kawasan tersebut telah mampu menghasilkan berbagai bentuk pencapaiannya. Walaupun demikian masih memerlukan adanya masukan anasir baru dari kebudayaan luar, sehingga dapat mempercepat perkembangan kebudayaan mereka. Dalam upayamengembangkan kebudayaannya, masyarakat didaratan dan di kepulauan Asia Tenggara dalam periode kemudian akhirnya menerima berbagai pengaruh kebudayaan luar. Seorang ahli sejarah Kebudayaan bernama J.L.A Brandes pernah melakukan kajian yang mendalam tentang perkembangan kebudayaan Asia tenggara dalam masa protosejarah. Brandes menyatakan bahwa penduduk Asia Tenggara daratan ataupun kepulauan telah memiliki 10 kepandaian yang meluas di awal tarikh Masehi sebelum datangnya pengaruh asing, yaitu telah dapat membuat figure boneka, mengembangkan seni hias ornament, mengenal pengecoran logam, melaksanakan perdagangan barter, mengenal instrument music, memahami astronomi, menguasai tekhnik navigasi dan pelayaran, menggunakan tradisi lisan dalam menyampaikan pengetahuan, menguasai teknik irigasi, dan telah mengenal tata masyarakat yang teratur. RRT merupakan salah satu peradaban yang akan bersaing dalam percaturan
global.
Dengan
mengidentifikasikan
RRT
dengan
budaya
Konfusianisme, yang diyakini bahwa RRT akan menjadi kuat karena pengaruh warisan agama Timur. Samuel P.Hungtinton salah satu pakar politik, dengan
lihai menguraikan bahwa, peradaban RRT muncul 1500 SM, yang dimana sering disebut dengan peradaban konfusian. Ketika RRT tidak mampu menghadapi ekspansi kemajuan Barat, Dinasti Ching runtuh. Keruntuhan tersebut mengakibatkan perpecahan, perang saudara, dan dimasukkannya konsep-konsep Barat dalam kehidupan intelektual dan politik RRT; Sun Yat Sen mengajukan konsep nasionalisme demokrasi dan persamaan; Liang Ch‟i-sh‟ao mengajarkan liberalism; dan Mao Tse Tung membawa Marxis Leninisme. Pada tahun 1970, ketika komunisme gagal membawa kemajuan ekonomi, RRT kemudian mulai mempertanyakan apa yang selama ini mereka yakini. Adanya pilihan untuk berkiblat ke Barat ternyata hanya wacana saja, 800 juta rakyat di desa-desa tidak mendukung Baratisasi di RRT. Akhirnya RRT memunculkan gaya kepemimpinan baru, yaitu kapitalisme dan keterlibatan dalam dunia ekonomi dan disisi lain juga otoritarianisme politik, dan rekomitmen terhadap kebudayaan RRT menurut Ti-Yong. Jika pada awal abad XX, para intelektual memandang Konfusianisme sebagai sumber kemunduran RRT, maka di pertengahan abad, nilai-nilai tradisi RRT itu dibawa kembali dan dikukuhkan sebagai sumber kemajuan RRT.25 Para pemimpin dan tokoh RRT berani mengambil tindakan yang tegas, yaitu dengan cara bekerja keras, berpikir praktis, dan siap berubah yang merupakan mental 25
Agama Sebagai Antitesa Clash of Civilization, http://www.jurnal-kopertis4.org/file/kopwil4313.doc. dikutip dari A. Zaenurrofik. 2008. Tiongkok Naga Raksasa Asia: Rahasia Sukses Tiongkok Menguasai Dunia. Jogjakarta: Garasi. Hal. 19.
yang timbul dari orang-orang RRT. Hal ini terbukti dengan adanya Tiongkok Perantauan, yang dengan cepat menguasai peradaban.26 Singapura dan Malaysia merupakan contoh negara kecil yang maju pesat. Ada darah orang-orang Tiongkok di dalam tubuh orang-orangnya. RRT akan selalu menjadi negara yang adikuasa karena penduduknya yang banyak dan wilayahnya yang luas. Mentalitas RRT dengan demikian adalah mentalitas kerja keras, reponsif pada perubahan, dan bahkan cara berpikir yang ilmiah, terutama sejak mengalami sebuah momentum besar yaitu revolusi. Revolusi 1949, dan kemudian disusul menjadi Revolusi Kebudayaan pada tahun 1966 yang merupakan revolusi mentalitas. Pada tahun 1949, RRT masih menganut ideologi Komunis, namun spirit kapitalisme RRT terus tumbuh di kalangan pengusaha Tiongkok Perantauan (Hamilton, 2006: 2-3).27 Ini dibuktikan dengan munculnya negara industri baru yaitu Hong Kong, Taiwan, dan Singapura dan munculnya konglomeratkonglomerat besar Tiongkok Perantauan di Asia Tenggara. Masyarakat RRT adalah masyarakat yang lebih suka perubahan dan mereka berani mengambil resiko. Terbukti, orang-orang Tiongkok adalah orang yang suka merantau ke berbagai wilayah dan keluar dari wilayahnya untuk memperjuangkan nasibnya. Hal ini terbukti terhadap dua negara di Asia
26 27
ibid John & Doris Naisbitt. 2010. “China‟s Megatrends: 8 Pilar yang Membuat Dahsyat China”. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hal. 125.
Tenggara yakni Singapura dan Malaysia yang mempunyai persentase sektor usaha yang didominasi oleh masyarakat Tiongkok perantauan. Hampir 89 persen dari 4,6 juta penduduk Singapura berbicara dalam bahasa Tiongkok sebagai bahasa pertama. Kenyataannya, penduduk di negeri ini didominasi oleh etnis Tiongkok sehingga pada tahun 1965 Malaysia memutuskan untuk melepaskan wilayah yang berfungsi sebagai gerbang dan perantara perdagangan regional ini. Sebuah keputusan yang sangat menarik.28 Sebagian besar keberhasilan ekonomi negara pulau ini dihasilkan dari kuatnya hubungan yang dijalin dengan para relasi dan perusahaan di RRT. para pemegang kekuasaan dari bekas koloni Inggris ini menggabungkan etos kerja RRT dan jaringan guanxi global dengan investasi yang agresif dalam sistem pendidikan public untuk mengubah negeri kecil ini menjadi pusat keuangan dan teknologi tinggi di Asia Tenggara. Pada masa pemerintahannya, Lee Kuan Yew segera memusatkan perhatiannya pada penciptaan identitas Singapura yang menggabungkan antara bahasa Tiongkok (Mandarin), Melayu, India, dan Inggris sebagai bahasa resminya. Bahasa Inggris ditetapkan sebagai bahasa resmi dalam dunia bisnis.dan sebagai konsekuensinya, sekarang ini 35 persen penduduk Singapura berbicara dalam bahasa Mandarin sebagai nahasa pertamanya, 23 persen berbicara bahasa Inggris, 14 persen berbahasa Malaysia, 11 persen menggunakan bahasa Hokkian,
28
N. Mark Lam dan John L. Graham. 2007. “Tiongkok Now: Berbisnis di Pasar Paling Dinamis di Dunia”. Jakarta: PT. Gramedia. Hal. 339.
6 persen berbaha Kanton, 5 persen berbahasa Teocheu, dan 3 persen dalam bahasa Tamil.29 Setelah menajdi pemimpin politik tertinggi, Lee Kwan Yew bertekat membersihkan Singapura dari korupsi dan mengefesienkan birokrasi. Terbuti dalam masa kepemimpinannya,Singapura menjadi negara maju dan kekuatan ekonominya kemudian disebut sebagai salah satu macan Asia, hingga kini. Dalam kepemimpinan Lee, korupsi turun drastis, hokum berjalan sebagaimana seharusnya. Tentu terdapat sejumlah nilai budaya yang akomodatif dalam diri manusia Singapura, sehingga Singapura bisa berubah dengan cepat. Kisah Lee Kwan Yew memperlihatkan bahwa keteguhan diri manusia, yang berimplikasi pada keputusan dan tindakan politik, bisa mengubah kebudayaan. Lee berhasil memotong dan menaklukkan sejarah. Masalahnya adalah, nilai yang dipraktekkan Lee mendapat dukungan modal budaya yang dimiliki orang Singapura, khususnya etos Konghucu. Modal budaya adalah pemilikan masyarakat terhadap nilai-nilai, kepercayaan, sikap, pandangan, dan orientasi hidup, yang dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari (Samuel P. Huntington, 2000). Dengan demikian, modal budaya adalah bagaimana kehidupan diparktekkan. Budaya Malaysia merujuk kepada kebudayaan semua masyarakat majemuk yang terdapat di Malaysia dan berbagai suku. Misalnya, Kebudayaan Melayu, Kebudayaan Tiongkok, Kebudayaan India, Kebudayaan Kadazan29
Ibid. Hal. 341.
Dusun, kebudayaan Dayak, Iban, Kayan, Kenyah, Murut, Lun Bawang, Kelabit, dan Bidayuh. Malaysia adalh masyarakat multi-suku, multi-budaya, dan multibahasa. Penduduknya adalah 26,6 juta terdiri dari 62% Bumiputera (termasuk Melayu), 24% Tiongkok, 8% India, dengan sedikit minoritas dan suku asli.30 Suku Melayu merupakan kelompok terbesar yang didefinisikan sebagai Muslim di dalam Konstitusi Malaysia. Suku melayu memainkan peran dominan secara politis dan digolongkan sebagai salah satu bumiputra. Bahasa aslinya adalah bahasa Melayu, dan dijadikan sebagai bahasa nasional Malaysia. Sedangkan kaum Tiongkok di Malaysia pada umumnya menganut agama Buddha atau juga menganut tao. Tiongkok di Malaysia mampu berbicara di dalam beberapa dialek bahasa Tiongkok, termasuk Mandarin, Hokkien, Kanton, Hakka, dan Teochew. Mayoritas Tiongkok di Malaysia, Terkhusus mereka dari kota-kota besar misalnya Kuala Lumpur, Petaling Jaya, dan Penang mampu berbahasa Inggris. Dan juga terdapat sejumlah Tiongkok yang semakin bertambah generasinya yang memandang bahasa inggris sebagai bahasa ibu mereka. Tiongkok di Malaysia berdasarkan pada sejarah yang telah menajdi dominan di dalam komunitas perdagangan Malaysia. Tiongkok dan Islam sangat berpengaruh bagi music tradisional Malaysia. Music tersebut terutama didasarkan pada gendang (drum), tetapi melibatkan alat tabuh lain misalnya bercangkang, rebab, alat berdawai dan serunai yang mirip 30
ibid
dengan biola. Malaysia memiliki tradisi kuat di dalam hal tari dan sendratari yang biasanya berasal dari Tiongkok. Malaysia mempromosikan tradisi tersebut sebagai ikon budaya nasional. Orang Peranakan atau Tionghoa Peranakan adalah istilah yang digunakan oleh para keturunan imigran Tionghoa. Baba-Nyonya adalah sebutan bagi anggota etnis di Malaka. Baba adalah istilah sebutan untuk laki-laki, sedangkan nyonya sebutan untuk wanitanya. Sebutan ini berlaku terutama untuk populasi etnis Tionghoa dari negeri-negeri Selat di Malaya pada era kolonial. Etnis peranakan biasanya merupakan pedagang, perantara antara Inggris dan Tiongkok, atau Tiongkok dan Melayu. Istilah Peranakan paling sering digunakan dikalangan etnis Tionghoa bagi orang keturunan Tiongkok, di Singapura dan Malaysia, orang yang keturunan Tionghoa dikenal sebagai Tionghoa Selat, karena domisili mereka di negerinegeri selat. Beberapa negara-kota kecil di Semenanjung Malaya sering membayar upeti kepada berbagai kerajaan seperti Kekaisaran Tiongkok atau sekarang yang disebut dengan Republik Rakyat Tiongkok. Orang Peranakan sendiri kemudian berimigrasi di antara Malaysia dan Singapura, yang mengakibatkan tingginya tingkat kesamaan adat dan budaya di antara komunitas Peranakan di negara-negara tersebut. Alasan pendidikan biasanya mendorong migrasi Peranakan di antara Malaysia dan Singapura. dalam perkembangannya, karena alasan politik orang Peranakan dan Tionghoa Nusantara dikelompokkan sebagai satu kelompok etnis, yaitu Tionghoa.
Tionghoa Singapura dan Tinghoa Malaysia menjadi semakin lebih menunjukkan budaya Tionghoa daratan. Hal tersebut dapat dikaitkan dengan adanya Sekolah Kebangsaan Tionghoa di Malaysia dan Kebijakan Bahasa Ibu (“Mother Tongue Policy”) di Singapura. Di Malaysia dan Singapura, Peranakan mempertahankan sebagian besar etnis dan agama asal mereka, seperti penujaan leluhur. Peranakan biasanya memperingati tahun baru imlek dan festival lampion, sembari mengadopsi adat istiadat yang mereka tinggali, dan adat istiadat orang penguasa kolonial. Adalah hal yang biasa bagi pedagang Tionghoa untuk memperistri perempuan Melayu. Akibatnya, Peranakan memiliki campuran yang sinergis dari cirri-ciri budaya Melayu-Tionghoa.31 Upacara pernikahan Peranakan sebagian besar didasarkan pada tradisi Tionghoa, dan merupakan salah satu upacara pernikahan yang paling berwarna di Malaysia dan di Singapura.
31
Joo Ee Khoo, The Straits Chinese: a cultural hissstory, Pepin Press: 1996. Hal. 232.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah penulis berikan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat menarik kesimpulan, sebagai berikut: 1. Republik Rakyat Tiongkok (RRT) adalah negara yang memiliki berbagai sumber kekuatan yang digunakannya dalam rangka menjalin hubungan dan kerjasama dengan berbagai negara di kawasan Asia Tenggara, khususnya dengan negara Singapura dan Malaysia. Salah satu kekuatan yang dimaksud adalah soft power; 2. Soft power RRT, meliputi substansi budaya, kebudayaan dan nilai-nilai (value) yang digunakannya untuk semakin mendekatkan RRT dengan Singapura dan Malaysia sekaligus meningkatkan kerjasama dalam bidang budaya dan kebudayaan untuk kepentingan masing-masing pihak; 3. Untuk mewujudkan tujuan yang dimaksud, RRT terus meningkatkan kekuatan budayanya, dan memanfaatkan jaringan Tiongkok Perantauan yang terdapat dan menyebar di Singapura dan Malaysia yang notabene cukup dominan di kedua negara tersebut.
B. Saran-Saran 1. Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dalam mengembangkan kekuatan soft power nya, agar selalu konsisten dengan tujuannya, dalam artian, tidak menyisipkan maksud-maksud tertentu yang menyimpang dari substansi soft power; 2. Penerapan nilai-nilai dan budaya dari substansi soft power RRT di kawasan Asia Tenggara, khususnya, kepada Singapura dan Malaysia tidak mengganggu bahkan merusak nilai-nilai asli yang telah dianut oleh masyarakat Singapura dan Malaysia; 3. Pemanfaatan Tiongkok Perantauan yang berdomisili sebagai warga negara di Singapura dan Malaysia oleh RRT, kiranya tidak menimbulkan pergeseran nilai-nilai budaya terhadap etnis lain, dengan justru menimbulkan pertentangan dengan etnis-etnis lain di Singapura dan Malaysia.
DAFTAR PUSTAKA Buku-Buku A.A.B. Perwita dan Y.M. Yani. 2005. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. Bandung: Remaja Rosdakarya. Ames, R. dan H. Rosemont. 1998. Analects Confusius: Sebuah terjemahan filosofis. New York: Ballantine Brecher, Michael. 1963. The New States of Asia. London: Oxford University Press. Buck, Pearl S. “China Sebuah Pengantar”, dalam Negara Bangsa. Internasional,.1988. Jakarta: PT. Widyadara.
Grolier
Dahana, A. 1997. Berita Dari Tembok Besar: Politik Cina Dalam Kolom Tempo. Jakarta: PT. Penebar Swadaya. Hal. 149. Cahyadi, Gundy. 2004. Singapore’s Economic Transformation. Prague: Global Urban Development. Cipto, Bambang. 2007. Hubungan Internasional di Asia Tenggara. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Haryono, Endi & Saptopo B.Ilkodar. 2005. Menulis Skripsi: sPanduan untuk Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Jackson, Robert & Georg Sorensen. 2005. Pengantar Studi Ilmu Hubungan Internasional. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Joshua Kurlantick. Tiongkok’s Charm, Impication of Chinese Soft Power. Carnegie Endowment Policy Brief, June 2008. Lam, N.Mark & John L.Graham. 2007. Tiongkok Now. Jakarta: PT. Gramedia. Mardalis. 2014. Metode Penelitian: Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara. McCloud, Donald G. 1995. Southeast Asia: Tradition and Modernity in the Contemporary World. Boulder: Westview Press.
Naisbitt, Doris & John. 2010. “China‟s Megatrends: 8 Pilar yang Membuat Dahsyat China”. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Nye, Joseph. 1990. Bound to Lead. The Changing Nature of American Power (New York: Basic Books, 1990). Saverini, Rodolfo C. 2008. ASEAN-Tiongkok Relations: Past, Present, and Future (Singapore: Head of ASEAN Studies Centre dalam Institude of Southeast Asian Studies). Simon, Sheldon W. 1976. “East Asia,” dalam World Politics. Diedit oleh James N, Rosenau, Kenneth Thomson, and Gavin Boyd, New York: Free Press. Zaenurrofik, A. 2008. “China Naga Raksasa: Rahasia Sukses China Menguasai Dunia”. Yogyakarta: Garasi.
Jurnal Joseph S. Nye Jr, „The Rise of Tiongkok‟s Soft Power‟, The Wall Street JournalAsia, 29 December 20005. Anggaran Tiongkok untuk soft power juga meningkat, misalnya dari 122.3 billion menjadi 23 billion (2007) untuk membiayai program bantuan, PKO, dan membayar iuran keanggotaan berbagai organisasi internasional. Dikutip dari Jurnal Luar Negeri Soft Power Tiongkok di Asia Tenggara: Dampak, Pengaruh dan Antisipasi. Vol. 27, No. 2. (Mei-Agustus 2010). Liu, Changle. 2005. “Have Chinese Media‟s Voices Heard in the World.” Speech at the Advanced Forum of the Chinese Media Development. Diakses dari http://academic.mediaTiongkok.net/academic_jlt_lw_view.jsp?id=4528 . tanggal 4 Desember 2014. Seth Mydans, Tiongkok‟s „soft power‟ winning allies in Asia-The New York Time, 11 July 2001. Dikutip dari dari Jurnal Luar Nergeri. Soft Power Tiongkok di Asia Tenggara: Dampak, Pengaruh dan Antisipasi. Vol. 27, No. 2. (Mei-Agustus 2010). Sheng Ding, To Build A “Harmonious World”: Tiongkok‟s Soft Power Wielding in the Global South, Journal of Chinese Political Science. Volume 13, Number 2 (Agustus 2008). Dikuti dari Jurnal Luar Nergeri. Soft Power Tiongkok di Asia Tenggara: Dampak, Pengaruh dan Antisipasi. Vol. 27, No. 2. (Mei-Agustus 2010).
Soft Power: A New Focus at Tiongkok‟s Two Session, National People‟s Congress, People‟s Republic of Tiongkok, URL: www.npc.gov.cn. Dikutip dari Kusanto Anggoro. ”Soft Power Tiongkok di Asia Tenggara: Dampak, Pengaruh, dan Antisipasi”. Jurnal Luar Negeri. Vol. 27, No. 2. (MeiAgustus 2010). Hal. 123. V. R. Raghavan dalam ”Soft Power In The Asia Pacific”. V R. Raghavan adalah penasehat dari Delhi Policy Group. Xu, Suqin. 2007. “Tiongkok‟s Soft Power and the Neo-Liberal Agenda ASEAN,”dlm. Mingjian Li (ed.), Soft Power. Tiongkok’s Emerging Strategy in International Politics (Lanham, BO: Lexington Books, 2009). Yamada, Yasuhiro . 2009. International Relations of East Asia in Transition, and ASEAN, Tiongkok, the United States and Japan. Discussion Papers in Contemporary Tiongkok Studies, Osaka University Forum on Tiongkok No.2009-3.
Dokumen Asean News Network. Politik & Pemerintah di Singapura [online]. dalam http://www.aseannewsnetwork.com/singapore/politics-malay.html. Diakeses pada tanggal 14 Desember 2014. Communism in Tiongkok, tt, [online], dalam http://www-csfaculty.standford.edu/’eroberts/sc181/projects/communism-computingTiongkok/Tiongkok.html. Diakses pada tanggal 6 April 2015. Dirgantara, Igor. 2010. Analisis Cina di Asia Tenggara. Diakses melalui http://oseafas.wordpress.com/2010/02/09/analisis-cina-di-asia-tenggara/. Pada tanggal 14 Desember 2014. Farhan, Muhammad. 2013. Unsur-unsur Fisik dan Sosial Kawasan Asia Tenggara. Di kutip dari http://www.tuliskan.com/2013/02/unsur-unsurfisik-dan-sosial-kawasan.html. diakses pada tanggal 28 Maret 2015. http://www.csis.or.id/post/kebijakan-baru-luar-negeri-Tiongkok, diakses tanggal 13 November 2014. Joseph S. Nye, Jr. “Soft Power”. Foreign Policy, 80, Twentieh Anniversary, Autunum 1990, P. 154. Dikutip dari http://faculty.maxwell.syr.edu/rdenever/PPA-730-27/Nye%201990.html. Tanggal 4 November 2014.
Joseph S. Nye, Soft Power: The Means to Success in World Politics, 1st ed. (New York: Public Affairs, 2004), x, 5. Dikutip dari http://kyotoreview.org/issue15/diplomasi-soft-power-Tiongkok-dan-kebijakan-constructiveengagement-asean-hubungan-sino-asean-dan-laut-Tiongkok-selatan/. Diakses tanggal 5 Desember 2014. Mangowal, Stella Edwina. Soft Power. Fisip UI. 2010. Diakses melalui http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/html. diakses pada tanggal 27 November 2014. Mooney, P. 2007. Confusius kembali: Di Cina, karya filsfuf paling berpengaruh yang pernah dilarang kini dipelajari dan dirayakan. Catatan Pendidikan Tinggi. Diakses melalui http://www.freepatentsonline.com/article/JournalInternational-Business-Research/219002339.html. pada tanggal 28 April 2015. Nikita. 2013. :Huayi-Chinese Festival of Arts. Di akses melalui http://www.wisatasingapura.web.id/2013/02/03/huayi-chinese-festival-ofarts-%E5%8D%8E%E8%89%BA%E8%8A%82/. Pada tanggal 5 Mei 2015. Osnos, E. (2007). Orang bijak selama bermasa-masa kembali: Apa arti dari menjadi orang Cina di Abad ke-21? Sebuah generasi mencari jawaban dalam kebijaksanaan Confusius yang tumbuh dirumah sendiri. Knight Ridder Tribune News, 31 Mei. Diakses melalui http://www.freepatentsonline.com/article/Journal-International-BusinessResearch/219002339.html. pada tanggal 28 April 2015. Rarick, Charles A. Ph. D. 2012. Confusisus dalam Manajemen: Memahami Nilai-Nilai Kebudayaan Cina dan Praktek-Praktek Manajerial. Diterjemahkan oleh Drs. Ongky Setio Kuncono, MM, MBA. Dikutip dari http://www.spocjournal.com/ekonomi/manajemen/93-confusius.html. pada tanggal 28 April 2015. Supriadi dan Saiful Hakam. “Membangun Tanah Leluhur”: Kembalinya Chin Perantauan Ke Cina Daratan. Diakses melalui http://selayaronline.com/?m=bWVudT1jb250ZW50JmdpZD0yMDA4MTIz MCZhaWQ9MTIyOTg3MzIwNSZ0cGFnZT0x, pada tanggal 28 Maret 2015. Thompshon, Drew. “Tiongkok’s Soft Power in Africa: From the “Beijing Consensus” to Health Diplomacy. Tiongkok Brief 5. No. 21. 13 oktober
2005. Diakses dari http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/. Diakses pada tanggal 6 April 2015. Tjhin, Cristine Susanna. 2013. Kebijakan Batu Luar Negeri Tiongkok. Diakses dari http://www.csis.or.id/post/kebijakan-baru-luar-negeri-Tiongkok, diakses tanggal 13 November 2014. Uni Sosial Demokrat. 2014. Konglomerasi Singapura di ASEAN. Dalam http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=7710&coid=2&caid=30 &gid=4 . Diakses tanggal 14 Desember 2014. Wayne M. Morrison, ”Tiongkok’s Economic Condition”, 20 November 2008. Hal.2 http://www.fas.org/sgp/crs/row/RL33534. Diakses pada tanggal 28 Maret 2015. Zhao, Qizheng. 2006. “How Tiongkok Becomes a Major World Power: Four Major Element.” Wenhui Daily (March 15, 2006) diakses dari http://www.zsr.cc//ExpertHome/ExpertAttention/200603/12959.html. tanggal 4 Desember 2014. 1MDB (1Malaysia Development Behard). 2014. Kenyataan media bersamaEximbank Tiongkok dan 1MDB.Beijing: SIARAN MEDIA. Dikutip dari http://www.1mdb.com.my/bm/siaran-media/fasa-baru-hubungan-Tiongkok--malaysia. diakses pada tanggal 6 Arpil 2015.
Artikel Ingrrid d‟Hooghe dalam ”The Rise of Tiongkok’s Public Diplomacy”. Dikutip dari artikel “Tebar Pesona di indonesia: Cara Tiongkok Mengambil Hati Indonesia” yang ditulis oleh Natalia Soeebagjo. Soft Power and Its Implications for the United States: Competition and Cooperation in the Developing World. A. Report of the CSIS Smart Power Initiative. Maret 2009. Hal.2