BAB I PENDAHULUAN
1.1. ALASAN PEMILIHAN JUDUL Judul Penelitian ini adalah “Pengembangan Koperasi di Daerah Konflik Tambang Pasir Besi (Studi kasus koperasi binaan Community DevelopmentPT. Jogja Magasa Iron)”
1.1.1. AKTUALITAS Pesona koperasi kiranya tak pernah padam dari perhatian Masyarakat Indonesia. Berbagai title tersemat dalam tubuh koperasi, sebagai “soko guru perekonomian Indonesia”, sebagai “institusi ekonomi kerakyatan”, sebagai “institusi ekonomi sekaligus sosial”, dan berbagai ungkapan lainnya yang mengAGkan koperasi. Sejak zaman penjajahan Hindia Belanda hingga Jepang Pemerintah telah melakukan pembinaan terhadap koperasi, sehingga pada saat orde lama, orde baru, hingga masa reformasi volume koperasi terus mengalami peningkatan. Namun yang disayangkan, semakin pesat perkembangan koperasi, semakin banyak pula koperasi yang mati suri. Pertanyaan penting menanggapi haltersebut adalah sejauh mana koperasi mampu memainkan perannya sesuai dengan apa yang telah diamanahkan Undang-Undang Dasar 1945. “Hidup segan mati tak mau.” Itulah kiranya ungkapan yang tepat untuk menggambarkan bagaimana kehidupan koperasi saat ini di
Indonesia.
Berbagai
keberhasilan
koperasi
dalam
mewujudkan
peningkatan ekonomi anggotanya selalu saja tertutupi oleh berbagai kasus yang merusak citra koperasi. Kenyataan ini kemudian membawa koperasi pada posisi marginal bila dibandingkan dengan badan ekonomi lainnya seperti Perseroan Terbatas. Koperasi sebagai badan ekonomi yang ramah dengan rakyat kecil pada akhirnya juga memperoleh stigma sebagai badan ekonomi dengan level sederhana, karena hanya dimainkan oleh rakyat kecil. Hal ini kemudian berimplikasi pada rendahnya daya saing koperasi dengan badan usaha ekonomi lainnya yang notabene perkembangannya jauh diatas koperasi. Koperasi sejak dulu berada di bawah naungan pemerintah, sehingga segala permasalahan menjadi tanggung jawab pemerintah sebagai aktor tunggal pembangunan. Namun pada era reformasi muncul konsep pluralisme kesejahteraan yang memberikan warna baru terhadap model pembangunan saat ini, khususnya Indonesia. Konsep ini menjelaskan bahwa tanggung jawab untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam sebuah negara, tak lagi dimiliki oleh negara saja, namun masyarakat dan korporasi atau perusahaan. Baik negara, masyarakat, dan perusahaan
masing-masing
dituntut
untuk
berkontribusi
dalam
pembangunan Negara Indonesia. Fenomena yang menjadi trend saat ini adalah kemunculan CSR sebagai
wujud
kepedulian
perusahaan
terhadap
lingkungan
dan
masyarakat sekitar perusahaan. Diharapkan melalui CSR, perusahaan
mampu memberikan kontribusi nyata terhadap pembangunan Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Fenomena ini kemudian semakin menarik ketika salah satu perusahaan, yaitu PT. Jogja Magasa Iron (PT. JMI) mengimplementasikan program CSR nya kedalam bentuk koperasi. Hal ini tentunya menjadi kajian menarik melihat kolaborasi antara CSR yang kini hangat diperbincangkandengan koperasi sebagai institusi ekonomi kerakyatan. Apakah koperasi akan lebih “hidup” bersama perusahaan, atau stagnan berjalan di tempat seperti pada saat di bawah naungan pemerintah, atau justru menjadi lebih buruk. Menanggapi hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kemudian pengembangan dan perjalanan koperasi yang dibentuk oleh perusahaan.
1.1.2. ORISINALITAS Orisinalitas merupakan sesuatu yang mutlak dalam sebuah penelitian. Hal ini penting untuk mencegah plagiarisme yang menjadi penyakit ganas dalam dunia penelitian. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan cara melakukan komparasi terhadap penelitian sebelumnya yang memiliki kesamaan tema dengan penelitian ini. Semenjak zaman sebelum kemerdekaan hingga saat ini, koperasi selalu menjadi bahan perbincangan menarik bagi khalayak umum, khususnya pengamat sosial dan ekonomi. Telah banyak penelitian yang menjadikan koperasi sebagai objek penelitian, salah satunya adalah penelitian milik
Febriani Dwi N, Jurusan Sosiologi Universitas Gadjah Mada tahun 2014 yang berjudul “Dinamika Pengembangan Usaha Koperasi : Studi Pada Koperasi Kerajinan Keparakan „Mandiri Sejahtera‟ Kampung Kerajinan Keparakan Kidul Yogyakarta”. Penelitian ini berfokus pada bagaimana perkembangan usaha koperasi. Sehingga dapat dikatakan bahwa penelitian ini hanya berfokus pada kondisi internal koperasi. Contoh penelitian yang kedua adalah penelitian milik Ineu Melani, Jurusan Manajemen, Universitas Gunadarma tahun 2011 yang berjudul “Peran Koperasi Dalam Ekonomi Kerakyatan”. Penelitian ini lebih condong kepada kontribusi apa saja yang telah diberikan koperasi dalam upaya menggerakkan ekonomi kerakyatan. Ekonomi kerakyatan menjadi nafas utama koperasi, karena institusi ini selain bersifat ekonomi, juga bersifat sosial sehingga memiliki kedekatan khusus dengan rakyat kecil. Oleh karena itu tak sedikit penelitian yang membawa koperasi ke dalam ranah ekonomi kerakyatan, karena dua aspek tersebut saling berkaitan satu sama lain. Di antara dua penelitian yang telah disebutkan di atas, penelitian ini memiliki fokus objek yang berbeda dan belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya. Penelitian ini meletakkan titik fokus pada dinamika koperasi yang dibentuk oleh perusahaan. Pembahasan pun akan lebih mengarah pada kondisi operasional koperasi mengingat lembaga ini berada di wilayah konflik antara perusahaan dengan masyarakat kontra tambang. Setelah melalui proses studi pustaka serta melakukan
pemeriksaan hasil-hasil penelitian dengan tema, objek, dan judul tersebut, tidak ditemukan hasil penelitian serupa yang pernah dilakukan pada koperasi yang dibentuk oleh PT. JMI. Maka dapat disimpulkan bahwa belum pernah ada yang melakukan penelitian serupa pada koperasi bentukan PT. JMI dengan tema tersebut. Sehingga penelitian ini menjadi hal yang baru, orisinil dan menarik untuk dikaji lebih dalam.
1.1.3. RELEVANSI DENGAN ILMU PSDK Sudah sejak lama Indonesia dirundung masalah terkait pemenuhan hidup yang layak bagi masyarakat. Baik sebelum maupun sesudah meraih kemerdekaan, masalah tersebut terus bergerak dan tak kunjung teratasi. Hilang satu kemudian tumbuh seribu. Begitulah sekiranya gambaran permasalahan yang mendera Indonesia. terlebih pada masa sesudah kemerdekaan, masalah justru bertambah, hingga euforia kemerdekaan tak lagi bisa dirasakan. Ilmu Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan sebagai bagian dari lingkup studi ilmu sosial kemudian lahir untuk memecahkan persoalan tersebut. Studi ini membahas tentang berbagai isu atau masalah sosial berikut solusi untuk mengatasinya, sehingga akan terwujud masyarakat yang sejahtera. Adapun studi pembangunan sosial dan kesejahteraan terbagi atas 3 fokus yaitu kebijakan sosial yang mengarah pada ranah pemerintahan, pemberdayaan masyarakat yang membahas tentang berbagai pola dan strategi untuk melakukan peningkatan kapasitas masyarakat
melalui
proses
pemberdayaan
yang
secara
langsung
menyentuh elemen masyarakat, dan terakhir yaitu Corporate Social and Responsibility (CSR) yang berada di tangan perusahaan. Secara tidak langsung, tiga fokus studi dalam Ilmu Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan menggambarkan tiga aktor yang masing-masing memiliki peran dalam pembangunan Indonesia. Aktor tersebut adalah negara, masyarakat, dan perusahaan. Tulisan ini membahas tentang dinamika koperasi yang dibentuk oleh PT. JMI. Komitmen perusahaan dalam melaksanakan tanggung jawab sosial terhadap lingkungan dan masyarakat akan terlihat dari perkembangan koperasi dari waktu ke waktu. Selain itu, koperasi yang notabene digerakkan oleh masyarakat lokal sebagai anggota turut memperluas ranah studi pembangunan sosial yang diperankan langsung oleh masyarakat.Oleh karena itu tulisan ini relevan dengan studi Ilmu Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan, khususnya pada bagian fokus studi Corporate Social and Responsibility (CSR) dan pemberdayaan masyarakat. Untuk itu, tulisan ini diharapkan dapat memperkaya studi pembangunan sosial melalui penelitian terkait koperasi yang dibentuk oleh PT. JMI.
1.2. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia ibarat sebuah bangunan, memiliki beberapa pilar yang berfungsi untuk menyangga kekuatan bangunan. Pilar tersebut berjumlah 3 buah dengan kekuatan masing-masing dalam menyokong perekonomian Indonesia. Apabila salah satu pilar tersebut mengalami kerusakan, maka otomatis kekokohan
bangunan juga akan terganggu. Pilar-pilar tersebut adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Swasta (BUMS), dan yang terakhir adalah koperasi. Dapat kita lihat, bahwa pembangunan ketiga pilar ini bukan tanpa alasan. Pemerintah telah menyiapkan dasar sebaik mungkin untuk memperkokoh bangunan Indonesia yang tertuang dalam Pasal 33 UUD 1945. Pada ayat 1 pasal tersebut dikatakan bahwa "Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan". Hal ini menyiratkan bahwa sejatinya ketiga pilar ekonomi Indonesia baik BUMN, BUMS, dan koperasi dibangun atas dasar semangat kebersamaan dan kekeluargaan, tak terkecuali. Namun pada kenyataannya, koperasi memiliki prestige tersendiri sebagai satu-satunya pilar yang memiliki branding gotong royong dan kekeluargaan. Hal ini tak lain karena BUMN dan BUMS berkiblat pada profit dalam setiap kegiatannya, sehingga segala asas yang dibawa oleh pasal 33 UUD 1945 lebih tertuju pada koperasi. Koperasi merupakan institusi yang unik karena memiliki beberapa ciri khas yang tidak dimiliki oleh institusi ekonomi lainnya. Ciri khas yang membedakan hal tersebut adalah dua unsur penting yang dimiliki oleh koperasi. Kedua unsur ini terkait satu sama lain dan saling melengkapi hingga terbentuklah satu kesatuan sebagai sebuah koperasi. Unsur tersebut ialah unsur ekonomi dan unsur sosial. Unsur ekonomi menjelaskan bahwa sebagai suatu bentuk perusahaan, koperasi berusaha memperjuangkan pemenuhan kebutuhan ekonomi para anggotanya secara efisien. Sedangkan unsur sosial menjelaskan bahwa sebagai perkumpulan orang, koperasi memiliki watak sosial. Keuntungan bukanlah tujuan utama koperasi. Sebagaimana dikemukakan oleh Bung Hatta
(1954), yang lebih diutamakan dalam koperasi adalah peningkatan kesejahteraan ekonomi para anggotanya.1 Perjalanan koperasi di Indonesia dilalui dengan perjuangan para rakyat sejak sebelum mencapai kemerdekaan hingga saat ini. Sejarah ini berawal dari seorang Patih di Purwokerto yang bernama R. Aria Wiriaatmaja. Beliau mendirikan sebuah bank yang bertujuan untuk melindungi para pegawai agar tidak terjerat oleh lintah darat. Sejak saat itu semangat koperasi mulai menggelora dalam diri Bangsa Indonesia, setelah ratusan tahun kendali ekonomi dikemudi langsung oleh para pedagang asing. Kebangkitan ini ditandai oleh peristiwa penting yang menjadi gerakan koperasi di awal masa kemerdekaan. Peristiwa ini adalah penyelenggaraan konferensi di Ciparay untuk mendirikan Pusat Koperasi Priangan.2 Pada zaman ekonomi terpimpin tahun 1959-1965, koperasi memiliki dua ciri. Pertama, koperasi telah dijadikan alat perjuangan politik golongan, sehingga terjadi perpecahan internal koperasi karena faktor politik. Kedua, campur tangan pemerintah sangat mendalam, sejalan dengan ideologi politik yang dianut oleh penguasa. Pada zaman orde baru, koperasi mengemban misi yang mendukung program industrialisasi. Pemerintah sangat mengarahkan kegiatan koperasi, dengan memberikan obyek bisnis yang tertentu. Di bawah misi itu, berkembang tiga posisi, fungsi, dan peran koperasi. Pertama, secara nasional koperasi ditempatkan sebagai alat kebijakan pemerintah, terutama di bidang pembangunan pertanian dan secara lebih khusus dalam rangka mencapai swasembada pangan. 1Revrisond 2Ibid.
6.
Baswir, Koperasi Indonesia. (Yogyakarta: BPFE, 2000) hlm. 2.
Kedua, dalam rangka itu koperasi dikembangkan sebagai pusat pelayanan kebutuhan anggota, tetapi yang berkaitan peranannya sebagai alat kebijakan pemerintah. Misalnya, koperasi diberi peran sebagai distributor pupuk dan obatobatan, juga pengkulak bahan pangan untuk disetorkan ke Bulog. 3 Tabel 1.1 Perkembangan Koperasi dan KUD PELITA I-PELITA V No.
Uraian
Satuan
PELITA I
1
Kop & Unit
13.523
II 17.625
III
IV
V
24.791
35.512
37.560
KUD 2
Anggota Orang
2.478.960 7.615.000 8.507.321 15.823.450 19.167.776
3
Modal
Rp. Jt
38.817
102.197
480.147
4
Volume
Rp. Jt
88.401
421.981
1.490.112 4.260.190
4.918.474
Rp. Jt
2.656
9.859
22.000
120.376
583.511
727.943
Usaha 5
SHU
86.443
Sumber: Departemen Koperasi 1992
Data diatas menjelaskan bahwa pada masa orde baru, koperasi terus mengalami peningkatan dari Pelita I hingga Pelita V. Hal ini dapat dilihat dari kuantitas yang terbagi atas jumlah unit koperasi, jumlah anggota, jumlah modal, volume usaha, dan jumlah SHU. Hal ini menunjukkan bahwa koperasi terus berkembang secara pesat pada masa orde baru. Namun peningkatan ini hanya dilihat dari segi kuantitas tanpa mempertimbangkan kualitas koperasi di seluruh
3Suyono,
AG. Koperasi Dalam Sorotan Pers. (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996), hlm. 8
Indonesia. Apakah terus berjalan dan berkembang, atau justru berhenti di tengah jalan. Selain itu pokok permasalahan yang jarang dilihat oleh publik ialah besarnya intervensi pemerintah dalam perjalanan koperasi. Koperasi ibarat tubuh yang tak bernyawa bila tidak ada ruh dari pemerintah. Hal ini mengakibatkan tingginya ketergantungan koperasi terhadap pemerintah, sehingga dampak yang ditimbulkan adalah peningkatan kuantitas koperasi yang tidak diikuti dengan kualitas. Tabel 1.2 Rekapitulasi Data Koperasi Nasional Tahun 2013-2014 No.
Uraian
Satuan
Periode 2013
2014
1
Koperasi
Unit
203.701
209.488
2
Anggota
Orang
35.258.176
36.443.953
Sumber: Laporan SKPD yang membidangi KUKM (2014) Kemudian pada periode tahun 2013 hingga tahun 2014 kita juga dapat melihat peningkatan kuantitas dari jumlah unit koperasi dan jumlah anggota koperasi di seluruh Indonesia. Hal ini tentunya menjadi catatan positif apabila kita melihat perkembangan koperasi semenjak orde baru yang terus mengalami peningkatan volume. Namun, data koperasi tahun 2014 memperlihatkan bahwa pada provinsi DIY terdapat 2.610 unit koperasi yang berdiri dan terdapat 341 unit yang tidak aktif. Jumlah ini tergolong tidak sedikit, sehingga perlu penanganan lebih lanjut terhadap koperasi yang mati suri. Terlebih masalah ini tidak jauh berbeda dengan kondisi koperasi pada zaman orde baru, yaitu ketimpangan antara kuantitas dengan kualitas. Oleh karena itu, penanganan perlu dilakukan secara
bertahap, baik kepada anggota koperasi dan khususnya kepada pengurus dengan melakukan identifikasi masalah dan kembali flashback, mengingat semangat saat berjuang bersama membentuk koperasi. Tak bisa dipungkiri bahwa di setiap institusi pasti akan mengalami berbagai permasalahan, tak terkecuali koperasi. Namun mengingat kembali prinsip koperasi yang berlandaskan pada asas kekeluargaan, tentunya masalah dapat segera diselesaikan apabila seluruh anggota menyadari prinsip tersebut. Rasa kekeluargaan memang menjadi bagian penting dari perjalanan sebuah koperasi yang terbentuk oleh kesadaran diri masing-masing anggota akan kondisi kehidupan yang terbatas, sehingga dibutuhkan wadah khusus untuk menyatukan visi misi mereka. Wadah ini kemudian mereka bentuk dengan semangat bersama untuk mengubah hidup menjadi lebih baik. Selama ini, khususnya pada era orde baru, perjalanan koperasi lebih banyak didampingi oleh pemerintah, karena model pembangunan pada saat itu memang berpusat pada pemerintah, sehingga segala hal berada di bawah naungan pemerintah, termasuk koperasi. Berakhirnya orde baru ditandai dengan lengsernya Presiden Soeharto dan mulai berkibarnya bendera reformasi. Rakyat lambat laun mulai melupakan kenangan otoriter ala orde baru. Rakyat kini memiliki ruang gerak untuk ikut serta memantau jalannya pemerintahan. Segalanya berkaitan dengan rakyat, dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Rakyat yang dulunya hanya berlaku sebagai figuran, kini kembali menemukan nyawanya sebagai sosok yang utuh, bebas melakukan apa yang ingin mereka lakukan, bukan negara. Panggung pembangunan kini telah beralih tema dari semula konsep Top Down menuju konsep Bottom Up. Hegemoni
model pembangunan berbasis People Centre Development mulai meluas4. Masyarakat dan korporasi dituntut untuk aktif memainkan perannya sebagai aktor pembangunan. Seluruh institusi diberi kebebasan penuh untuk turut dalam proses pembangunan, tak terkecuali koperasi. Semenjak saat itu koperasi terus berdinamika. Dinamika ini ditunjukkan oleh berkurangnya intervensi negara. Peran-peran yang selama ini dijalankan oleh pemerintah, diambil alih oleh pihak korporasi. Hingga saat ini tak sedikit koperasi yang terus tumbuh dan berkembang di bawah asuhan sebuah perusahaan melalui Corporate Social Responsibility (CSR). Konsep CSR sendiri pada mulanya berawal dari pemahaman terkait kegiatan perusahaan yang terus berkembang, dimana kegiatan ini semula berorientasi pada profit yang cenderung berkiblat pada nilai ekonomi, kemudian bergeser ke arah nilai sosial. Hal ini serupa dengan pernyataan berikut terkait sejarah awal mula terbentuknya konsep CSR: One important thesis that contributed towards the development of CSR concept is a view that firms can no longer be seen as purely as private institutions but as social institutions. Firms are expected to operate in full understanding of the general welfare of society and to share benefits from their economics activities with society. Therefore, firms retain their social role within the society by responding to society’s needs and giving society what it wants (Wood, 1991; Frederick et al, 1992; Walden and Schwartz, 1997; Balabanis et al, 1998; Buchholz, 1998).5
4Soetomo.
Strategi-Strategi Pembangunan Masyarakar. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hlm. 5. 5Yakokleva, Natalia. Corporate Social Responsibility in the Mining Industries.(Ashgate: UK,2005), hlm. 1.
Pernyataan diatas mengisyaratkan bahwa perusahaan dituntut untuk membuka mata lebih lebar, memandang lebih luas. Hingga pada akhirnya perusahaan menyadari bahwa apa yang mereka lihat selama ini hanya profit yang selalu bertengger tepat di depan mata mereka. Perusahaan belum melihat bahwa dibalik profit masih ada yang perlu diperhatikan, yaitu planet dan people. John Elkington (1998) dalam bukunya berjudul Cannibals With Forks: The Triple Bottom Line in 21st Century Business menjelaskan bahwa untuk mencapai bisnis yang baik, perusahaan perlu memperhatikan keseimbangan 3 unsur P, yaitu profit, planet, dan people. Selanjutnya, CSR terbagi ke dalam beberapa subjek inti tanggung jawab sosial. Pada tahun 2010, ISO 26000 telah menetapkan 7 subjek inti tanggung jawab sosial, yaitu organizational governance (tata kelola organisasi),
human
rights
(hak
asasi
manusia),
labour
practices
(ketenagakerjaan), the environment (lingkungan), fair operating practices (praktik operasi yang adil), consumer issues (isu konsumen), dan community involvement and development (pengembangan dan pelibatan masyarakat).6 Saat ini aktivitas CSR banyak di identikkan dengan kegiatan pemberdayaan masyarakat. Padahal sesuai dengan ISO 26000, sesungguhnya pemberdayaan masyarakat merupakan bagian kecil dari CSR. Namun realita di Indonesia khususnya memang lebih mengedepankan pemberdayaan masyarakat sebagai bentuk respon terhadap kebutuhan masyarakat. Lambat laun seiring berjalannya waktu, CSR menjadi sebuah mainstream di dunia. Perusahaan mulai berlomba-lomba untuk merealisasikan segala agenda kegiatan terkait tanggung 6Prastowo,
Joko. Corporate Social Responsibility, Kunci Meraih Kemuliaan Bisnis. (Yogyakarta: Samudra Biru, 2011), hlm.27.
jawab sosial mereka terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar. Berbagai program pemberdayaan masyarakat dicanangkan sebagai bentuk manifestasi dari konsep CSR. Hal serupa dilakukan oleh perusahaan PT. Jogja Magasa Iron yang lebih dikenal dengan sebutan PT. JMI kepada masyarakat sekitar proyek perusahaan dengan mendirikan 9 koperasi serentak di sejumlah desa yang menjadi wilayah tambang pada akhir 2011.7 Pendirian koperasi dilakukan sebagai wujud kepedulian sosial PT. JMI terhadap masyarakat sekitar perusahaan., juga sebagai bentuk ganti rugi akibat pembebasan lahan. Perlu diketahui bahwa koperasi yang dibentuk oleh PT. JMI berada dibawah pAYng community development, belum sampai pada tahap Corporate Social Responsibility. Pendirian Koperasi oleh PT. JMI di beberapa desa pesisir selatan Kabupaten Kulonprogo berawal dari konflik antara warga dengan perusahaan yang beniat untuk menambang pasir. Kedatangan PT. JMI disambut oleh kecaman dari para warga yang merasa mata pencahariannya sebagai petani dan nelayan akan terancam dengan adanya pembangunan perusahaan tambang pasir besi. Berbagai bentuk penolakan dilakukan oleh warga yang begitu menentang rencana penambangan. Mulai dari pelaksanaan aksi demo, hingga memasang atribut penolakan tambang di sepanjang wilayah calon tambang pasir besi. Hal ini berakibat pada permusuhan antara warga yang mendukung rencana tambang dengan warga yang bersikeras menolak. Proses pendekatan yang terus dilakukan semenjak tahun 2006 hingga 2011 akhirnya memberikan jalan terang bagi
Eka Zuni Lusi Astuti. Tesis berjudul “Konstruksi Konflik antar Masyarakat Pesisir dalam Rencana Penambangan Pasir Besi di Kabupaten Kulonprogo”. 2013. Universitas Gadjah Mada. 7
perusahaan. Sebagian warga melunak dan menyerahkan lahannya. Adapun nama koperasi yang dibentuk sebagai berikut: Tabel 1.3Sembilan Koperasi bentukan Community Development PT. JMI NO
1
2
NAMA KOPERASI
KSU “FKMP Manunggal”
SEKRETARIAT
JENIS USAHA
Keboan, Karangwuni,
Simpan-pinjam,
Wates, Kulon Progo
pengadaan barang
Garongan, Panjatan, Kulon
Simpan-pinjam
KSU “Tani Jaya” Progo Simpan-pinjam, Pedukuhan I Pleret,
3
. KSU “Cemara Pleret”
perdagangan Panjatan, Kulon Progo
4
KSU “Perak Bugel”
Pedukuhan l RT 1/RW 1,
Simpan-pinjam
Bugel, Panjatan, KP
perdagangan
Sewugalur, Karangsewu, 5
KSU “Sido Mukti”
6
KSU “Banaran Jaya”
Galur, KP
Simpan- pinjam
Bunder Pedukuhan IV peternakan kambing Banaran Galur, KP
Tabel 1.3Sembilan Koperasi bentukan Community Development PT. JMI (lanjutan) NO
7
NAMA KOPERASI
KSU “Makmur Abadi”
SEKRETARIAT
JENIS USAHA
Sorogenen Ped. III,
Simpan-pinjam,
Nomporejo, Galur, KP
laundry
Nepi, Pedukuhan IV, Simpan-pinjam 8
KSU “Kranggan Maju”
Kranggan, Galur, KP
Dusun Pandowan, Galur, Simpan-pinjam 9
. KSU “Jaya Abadi”
Kulon Progo
Sumber: Astuti, 2013 Pembentukan koperasi oleh PT. JMI merupakan hal menarik, melihat sejarah berdirinya koperasi yang tidak di inisiasi oleh kesadaran warga, namun melalui perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa koperasi yang notabene selama ini berada di naungan state sector, telah mengepakkan sayapnya menuju private sector. Kemunculan koperasi sebagai produk perusahaan bagaikan pisau bermata dua. Pada satu sisi menunjukkan bahwa PT. JMI memiliki komitmen untuk meningkatkan kesejahteraan melalui pembentukan lembaga ekonomi yang berbasis pada ekonomi kerakyatan. Pada sisi lain dapat menjadi bumerang bagi masyarakat, apabila ke depannya koperasi tak berjalan seesuai dengan harapan
Hal ini semakin menarik karena pendirian koperasi oleh perusahaan didasari oleh adanya konflik yang telah berlangsung sekian tahun. Konflik yang sempat memanas ini kemudian semakin mereda setelah pendirian koperasi. Sembilan koperasi yang tersebar di tiga kecamatan sesungguhnya dapat menjadi tonggak perekonomian masyarakat sekitar. Namun sangat disayangkan bahwa fakta lapangan yang terjadi tidak sesuai dengan harapan. Sebuah sumber dari penelitian sebelumnya mengatakan bahwa sampai saat ini, hanya Koperasi FKMP Manunggal di Desa Karangwuni yang masih bertahan. Delapan koperasi lainnya mandul, bahkan tidak memiliki aktivitas karena kehabisan modal. Berangkat dari permasalahan ini, peneliti ingin mengetahui lebih lanjut bagaimana sejarah pembentukan dan keberlangsungan hidup koperasi hingga saat ini. Dinamika koperasi perlu dikaji lebih lanjut, sejauh mana institusi ini sebagai sebuah sistem sosial mampu mewadahi kegiatan sosial ekonomi masyarakat dengan tujuan untuk peningkatan kesejahteraan atau hanya sekedar alat untuk melegitimasi masyarakat atas keberadaan perusahaan. Selain itu relasi antara perusahaan sebagai struktur dan anggota koperasi sebagai agen juga menjadi bagian penting dalam mengkaji bagaimana pengembangan koperasi yang berada di daerah konflik tambang pasir besi. Penelitan ini diharapkan dapat memperluas kajian tentang koperasi sekaligus kajian mengenai komitmen perusahaan dalam melaksanakan community development sebagai bagian dari Corporate Social Responsibility.
1.3. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengembangan koperasi di daerah konflik tambang pasir besi? Untuk mengetahui hal tersebut, peneliti berpijak pada empat fokus masalah, yaitu: 1.
Bagaimana sejarah terbentuknya koperasi?
2.
Bagaimana peran koperasi dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat?
3.
Aspek apa saja yang menjadi dasar keberlanjutan dan kemunduran koperasi?
4.
Bagaimana relasi sosial yang terbentuk antara PT. JMI, anggota koperasi, dan pemerintah terkait saat ini?
1.4. TUJUAN PENELITIAN 1.4.1. TUJUAN SUBSTANSIAL Tujuan substansial dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengembangan 9 koperasi binaan community development PT. JMI di daerah konflik tambang pasir besi dengan berfokus pada: a. Sejarah pendirian Koperasi b. Kegiatan Koperasi c. Temuan fakta di lapangan bagaimana peran koperasi terhadap masyarakat. d. Temuan fakta di lapangan apa saja penyebab keberlanjutan koperasi dan kemunduran.
e. Temuan fakta di lapangan bagaimana relasi sosial yang terbentuk antara PT. JMI, anggota koperasi, dan pemerintah terkait.
1.4.2. TUJUAN OPERASIONAL Tujuan operasional dari penelitian ini adalah: a. Memberikan tambahan referensi bagi civitas akademika, baik bagi peneliti umum, ataupun yang berasal dari Ilmu Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan. b. Memberikan tambahan informasi kepada peneliti selanjutnya juga memperluas kajian terkait koperasi dan community development sebagai bagian dari CSR. c. Memberikan gambaran terkait pengembangan koperasi binaan community development PT. JMI di daerah konflik tambang pasir besi.
1.5. TINJAUAN PUSTAKA 1.5.1. KOPERASI DALAM PENDEKATAN KELEMBAGAAN EKONOMI Kelembagaan berasal dari kata lembaga, yang berarti aturan dalam organisasi atau kelompok masyarakat untuk membantu anggotanya agar dapat berinteraksi satu dengan yang lain untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Selain itu lembaga juga dapat diartikan sebagai aturan dalam sebuah kelompok sosial yang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, politik dan ekonomi. Pada dasarnya kelembagaan mempunyai dua pengertian yaitu: kelembagaan sebagai suatu aturan main (rule of the
game) dalam interaksi personal dan kelembagaan sebagai suatu organisasi yang memiliki hierarki (Hayami dan Kikuchi:1987). Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Nasution (2002) yang mengatakan bahwa kelembagaan mempunyai pengertian sebagai wadah (organisasi) dan sebagai norma (aturan main). 8 Kelembagaan sebagai aturan main diartikan sebagai sekumpulan aturan baik formal maupun informal, tertulis maupun tidak tertulis mengenai tata hubungan manusia dan lingkungannya yang menyangkut hak-hak
dan
perlindungan
hak-hak
serta
tanggung
jawabnya.
Kelembagaan sebagai organisasi biasanya merujuk pada lembaga-lembaga formal seperti departemen dalam pemerintah, koperasi, bank dan sebagainya. Jadi dapat disimpulkan bahwa kelembagaan merupakan suatu hubungan dan tatanan antara anggota masyarakat atau organisasi yang melekat, di wadahi dalam suatu jaringan atau organisasi, yang dapat menentukan suatu hubungan antara manusia atau organisasi dengan ditentukan oleh faktor-faktor pembatas dan pengikat berupa norma, kode etik atau aturan formal dan non-formal untuk bekerjasama demi mencapai tujuan yang diinginkan.
http://mardianpratama10.co.id/2012/10/definisi-
8
kelembagaan.html?m=1diakses pada 4 November pukul 09.32
Suatu kelembagaan (institution) baik sebagai suatu aturan main maupun sebagai suatu organisasi, dicirikan oleh adanya tiga komponen utama (Nasution:2002) yaitu: a. Batas kewenangan (Jurisdictional boundary) Batas kewenangan merupakan batas wilayah kekuasaan atau batas otoritas yang dimiliki oleh seseorang atau pihak tertentu terhadap sumberdaya, faktor produksi, barang dan jasa. Dalam suatu organisasi, batas kewenangan menentukan siapa dan apa yang tercakup dalam organisasi tersebut. b. Hak Kepemilikan (Property right) Konsep property right selalu mengandung makna sosial yang berimpiklasi ekonomi. Konsep property right atau hak kepemilikan muncul dari konsep hak (right) dan kewajiban (obligation) dari semua masyarakat perserta yang diatur oleh suatu peraturan yang menjadi pegangan, adat dan tradisi atau consensus yang mengatur hubungan antar anggota masyarakat. Oleh karena itu, tidak ada seorang pun yang dapat mengatakan hak milik atau penguasaan apabila tidak ada pengesahan dari masyarakat sekarang. Pengertian diatas mengandung dua implikasi yakni, hak seseorang adalah kewajiban orang lain dan hak yang tercermin oleh kepemilikan (ownership) adalah sumber kekuasaan untuk memperoleh sumberdaya.
c. Aturan representasi (Rule of representation) Aturan representasi mengatur siapa yang berhak berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Keputusan apa yang diambil dan apa akibatnya terhadap performance akan ditentukan oleh kaidah representasi yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan. Dalam proses ini bentuk partisipasi ditentukan oleh keputusan kebijaksanaan organisasi dalam membagi beban dan manfaat terhadap anggota dalam organisasi tersebut.
Ada beberapa bidang yang menjadi fokus sebuah wadah atau organisasi, yang kemudian disebut sebagai lembaga. Seperti yang telah disebutkan diatas bahwasanya kelembagaan sebagai organisasi biasanya merujuk pada lembaga-lembaga formal seperti departemen dalam pemerintah, koperasi, bank, bahkan sekolah. Hal ini menggambarkan bagaimana lembaga memiliki spesialisasi tersendiri yang menjadi naungannya, contohhnya seperti sekolah yang bergerak di bidang pendidikan, lembaga pemerintah yang berada di bidang politik, dan bank juga koperasi yang berada pada bidang ekonomi. Koperasi sebagai sebuah lembaga ekonomi tentunya memiliki rule of the game yang berbeda dengan sekolah ataupun instansi pemerintah. Perbedaan ini kemudian membawa ciri khusus kepada lembaga ekonomi. Lembaga ekonomi adalah seperangkat norma atau aturan-aturan yang
dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat. Lembaga ekonomi dapat diklarifikasikan sebagai berikut: a. Sektor Agraris Sektor agraris pada dasarnya dapat digolongkan melalui: tahaptahap dari yang sederhana, transisi, dan modern. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi masyarakat. b. Sektor Industri Sektor industri di tandai dengan kegiatan profuksi barang. Sektor ini membutuhkan lembaga ekonomi yang semakin kompleks bagaikan rangkaian bagian-bagian yang saling berhubungan dan saling bergantung dalam satu sistem. c. Sektor Perdagangan Sektor perdagangan merupakan aktifitas penyaluran barang dari produsen ke konsumen. Sektor ini mengembangkan tatanan sosial untuk menjalin hubungan antara pembeli dan penjual. Pada sektor ini, diatur cara memperoleh keuntungan, cara pembelian baik kontan maupun kredit, dan bagaimana cara memupuk semangat wirausaha.
Ketiga sektor ini secara tidak langsung memberikan pemahaman tersendiri mengenai tujuan dari lembaga ekonomi, yaitu memenuhi kebutuhan masyarakat pada umumnya, mulai dari kebutuhan pokok atau primer, sekunder, hingga tersier. Manusia sebagai makhluk yang memiliki berbagai macam kebutuhan, sehingga keberadaan lembaga ekonomi
menjadi hal yang sangat penting mengingat kebutuhan manusia yang semakin kompleks. Tuntutan dari berbagai macam kebutuhan manusia kemudian mendorong lembaga ekonomi untuk terus berkembang dari yang bersifat konvensional hingga modern. Koperasi sebagai bagian dari sekian banyak jenis lembaga ekonomi memiliki peran yang tak kalah pentingnya dalam memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Keberadaan koperasi dalam sebuah wilayah khususnya pedesaan memiliki kontribusi besar dalam upaya peningkatan ekonomi masyarakat, sehingga akan berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat. Selain itu koperasi juga merupakan semangat juang dari kumpulan beberapa orang yang memiliki tujuan yang sama untuk meningkatkan taraf ekonomi mereka. Oleh karena itu koperasi memiliki watak ganda, yaitu watak ekonomi dan watak sosial. Koperasi berasal dari kata Cooperative yang berarti usaha bersama. Menurut Undang-Undang Perkoperasian Nomor 12 Tahun 1967, Koperasi Indonesia adalah organisasi ekonomi rakyat yang berwatak sosial, beranggotakan orang/badan hukum koperasi yang merupakan atas susunan ekonomi sebagai usaha bersama berdasarkan azas kekeluargaan. Koperasi Indonesia adalah kumpulan dari orang yang bersama-sama bergotong royong berdasarkan persamaan tujuan untuk memajukan kepentingan perekonomian anggota dan masyarakat umum. Selain itu koperasi juga merupakan badan usaha yang beranggotakan orang atau badan hukum yang berlandaskan pada asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
Kegiatan usaha koperasi merupakan penjabaran dari UUD 1045 pasal 33 ayat 1.9 Dengan adanya penjelasan Undang-Undang tersebut koperasi berkedudukan sebagai soko guru perekonomian nasional dan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam sistem perekonomian nasional. Sebagai salah satu pelaku ekonomi, koperasi merupakan organisasi ekonomi yang berusaha menggerakkan potensi sumberdaya ekonomi demi memajukan kesejahteraan anggota sesuai dengan konsep ekonomi kerakyatan. Ekonomi kerakyatan adalah tatalaksana ekonomi yang bersifat kerakyatan yaitu penyelenggaraan ekonomi yang member dampak kepada kesejahteraan rakyat kecil dan kemajuan ekonomi rakyat, yaitu keseluruhan aktivitas perekonomian yang dilakukan oleh rakyat kecil. Pendapat lain mengatakan bahwa ekonomi kerakyatan (demokrasi ekonomi) adalah sistem ekonomi nasional yang disusn sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan, dimana produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua, di bawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat yang bertujuan utuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengendalikan jalannya roda perekonomian.10 Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan ke dalam beberapa poin bahwasanya koperasi terbentuk atas dasar kesadaran dari masing-masing anggota untuk mencapai tujuan yang sama, yaitu meningkatkan kondisi sosial ekonomi sehingga dapat mewujudkan kesejahteraan annggota. Kata 9Hatta,
Mohammad. Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun. (Jakarta: Kompas, 2015), hlm. 25. 10Baswir, Revrisond. Opcit., hlm. 10.
“sosial” selalu melekat dalam diri koperasi disamping sebagai badan ekonomi. Hal ini dikarenakan oleh asas kekeluargaan yang dibawa oleh koperasi, sehingga segala hal yang berkaitan dengan koperasi selalu melibatkan seluruh anggota, karena setiap anggota memiliki hak yang sama dalam bersuara dan mengeluarkan pendapat demi kemajuan koperasi. Oleh karena itu koperasi merupakan satu-satunya badan ekonomi sekaligus sosial yang berdasar atas usaha bersama, bukan kepentingan pribadi tiap-tiap anggota. Untuk
melihat
bagaimana
perkembangan
koperasi
juga
pengaruhnya terhadap masyarakat, maka dibutuhkan sebuah analisis yang berkaitan dengan kelembagaan, khususnya lembaga ekonomi. Pendekatan kelembagaan ekonomi dimulai dari tesis mengenai teori kelembagaan baru dalam sosiologi (New Institutionalism Theory) yang menjelaskan tentang dua jenis kajian pokok dalam kelembagaan yaitu kajian ekonomi dan sosiologi. Teori kelembagaan di bidang ekonomi dibawa oleh beberapa tokoh, yaitu Ronald Coase, Douglass North, dan Oliver Williamson. Teori ini menjelaskan tentang evolusi lembaga ekonomi yang menjadi basis kelembagaan di ekonomi. Dalam arti singkat teori ini menjelaskan bahwa untuk menjelaskan pada dasarnya persoalan ekonomi maupun politik di sebuah negara tidak hanya disebabkan oleh kondisi internal ekonomi politik negara tersebut, namun juga disebabkan oleh kondisi eksternal yaitu kelembagaan yang mengatur proses kerja suatu perekonomian maupun proses-proses politik. Sedangkan teori kelembagaan yang berada
di ranah sosiologi dibawa oleh tokoh John Meyer, Richard Scott, Paul DiMaggio, dan Walter Powell. Kajian ini fokus kepada bagaimana cara menganalisa institutional environment dan cultural beliefs yang kemudian akan membentuk perilaku. Apabila dua kajian ini digabung menjadi sebuah kajian kelembagaan yang ditinjau dari pendekatan sosiologi dan ekonomi, maka akan ditemukan benang merah yang telah dibawa oleh beberapa tokoh yaitu Neil Fligstein, Richard Swedberg dan Victor Nee. Konsep kelembagaan sosiologi ekonomi menjelaskan tentang bagaimana institutions berinteraksi dengan social networks dan norma untuk membentuk economic action11. Tiap kelembagaan dipengaruhi oleh lingkungan yang lebih luas (institutional peer pressure). Artinya lembaga itu tidak berdiri sendiri dalam suatu wilayah, tetapi berada diantara lembaga lainnya, sehingga lembaga berperan pada dua sisi sekaligus yaitu sebagai penghambat (institutions-as-constraints) dan sebagai pemberi ruang (institutions-asconstitutive). Menyadari bahwa kelembagaan berjalan dalam satu lingkungan yang terdiri dari kelembagaan lain (institutional environment). Kelembagaan ditentukan oleh batasan legal, prosedural, moral dan kultural yang memiliki legitimasi. Andre Lecours mengatakan bahwa pendekatan kelembagaan juga membahas mengenai debat tentang struktur dan agen, relasi masyarakat dan negara, bagaimana kelembagaan diciptakan dan
11Syahyuti.
hlm. 15.
Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani. (Bogor: IPB Press, 2011),
berubah, preference formation, dan relasi yang kompleks antara institutions, culture, ideas, identity, rasionality dan interests.
1.5.2. TEORIPENGEMBANGAN KOPERASI Koperasi memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari beberapa faktor. Pertama, kedudukannya sebagai pemain utama dalam kegiatan ekonomi di berbagai sektor. Kedua, sebagai penyedia lapangan kerja yang terbesar. Ketiga, sebagai pemain penting dalam pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan pemberdayaan masyarakat. Keempat, sebagai pencipta pasar baru dan sumber inovasi, serta terakhir sumbangannya dalam menjaga neraca pembayaran melalui kegiatan ekspor. Hal ini menunjukkan bahwa koperasi memiliki posisi strategis dalam perekonomian nasional, sehingga perlu menjadi fokus utama dalam agenda pembangunan ekonomi nasional. Oleh karena pentingnya peran koperasi dalam ranah perekonomian Indonesia, maka dibutuhkan pengembangan koperasi secara tersktuktur dan berkelanjutan sesuai dengan konsep pemberdayaan, sehingga diharapkan koperasi mampu menyelaraskan struktur perekonomian nasional, mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional, mengurangi tingkat pengangguran terbuka, menurunkan tingkat kemiskinan, dan memperbaiki pemerataan pendapatan masyarakat. Pemberdayaan koperasi juga akan meningkatkan pencapaian sasaran di bidang pendidikan, kesehatan, dan indikator kesejahteraan masyarakat Indonesia lainnya.
Pengembangan koperasi telah dilakukan sejak awal berdirinya koperasi. Pengembangan koperasi sebagai penjabaran dari UndangUndang Dasar 1945 pasal 33 ayat 1 dan penjelasannya telah dilakukan oleh pemerintah melalui serangkaian kebijakan politis. Telah ada 4 Undang-Undang yang mengatur koperasi di Indonesia. Pertama UndangUndang Nomor 14 tahun 1965. Undang-Undang ini lebih banyak menekankan koperasi sebagai gerakan politik (onderbouw) ketimbang gerakan ekonomi. Undang-undang tersebut menempatkan koperasi sebagai abdi langsung partai politik dan mengabaikan koperasi sebagai wadah perjuangan ekonomi rakyat dan landasan azas- azas dan sendi dasar koperasi dari kemurniannya. Undang-undang Nomor 14 tahun 1965 kemudian diganti dengan Undang-undang Nomor 12 tahun 1967 yang mencoba mengembalikan rel gerakan koperasi sesuai dengan azas dan sendi dasar koperasi yang benar. Tidak banyak perubahan yang signifikan secara kelembagaan dan usaha koperasi, kecuali sebatas melepaskan koperasi dari gerakan dan partai politik (non-onderbouw). Duapuluh lima tahun kemudian, pada tahun 1992 Undang-undang koperasi diubah lagi menjadi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992. Terdapat perubahan yang signifikan pada Undang-Undang Nomor 25 tahun 1992. Perubahan yang terpenting diantaranya mengenai definisi koperasi, keterkaitan koperasi dengan kepentingan ekonomi anggotanya, dan kelembagaan pengelolaan dan kesempatan koperasi untuk mengangkat
pengelola dari non-anggota.Setelah berjalan selama 20 tahun, UndangUndang nomor 25 tahun 1992 diubah lagi menjadi Undang-Undang Nomor 17 tahun 2012. Amandemen yan telah dilakukan selama 4 kali ini mmenunjukkan bahwa koperasi secara legal formal memperoleh landasan yang sangat kuat sebagai soko guru perekonomian nasional. Pengembangan ini terus dilakukan
dengan
tujuan
untuk
memperbaiki
kondisi
koperasi.
Pengembangan ini juga mengindikasikan bahwa sebelumnya telah ada model sistem perekonomian, yang mungkin berbentuk koperasi baik di luar maupun di dalam negeri, namun belum bercorak kekeluargaan. Koperasi di Indonesia yang akan dikembangkan hendaknya mengadopsi model kekeluargaan sebagaimana diterapkan dalam pola hubungan guru murid di Tamansiswa. Selanjutnya mengenai individualita, dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut; Untuk menganalisis bentuk dan arah kebijakan pengembangan koperasi sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang 17 tahun 2012, pelacakan teoritis dapat dilakukan dengan menelusuri aliran pemikiran tentang organisasi koperasi. Pertama, pemikiran Eemmlianof, Ronotka dan Philip yang berpendapat bahwa koperasi sebagai joint venture atau pabrik milik bersama, bukan badan usaha tersendiri atau dikenal sebagai patronage system.12 Mencermati aliran ini, maka bisnis anggota larut atau terintegrasi dengan bisnis koperasi. Jika mencermati definisi koperasi versi
12http://soddis.co.id/2014/04/REDIRECT.
diakses pada 18 Mei 2016 pukul 16.55
Undang-Undang baru yang memisahkan kekayaan koperasi dengan kekayaan anggotanya, menunjukkan bahwa bentuk dan arah kebijakan pengembangan koperasi di Indonesia tidak mengikuti aliran ini. Kedua, pemikiran Helmberger, Hoos dan Boulding yang menganggap koperasi sebagai badan usaha sama dengan swasta, sebagaijoint plant firm, sebagai badan yang berdiri sendiri. Koperasi menjalankan usaha sendiri terlepas dari usaha anggota dengan tujuan untuk memaksimalkan laba atau barangbarang kebutuhan anggotanya. Kendati demikian, sebuah koperasi tidak selalu terikat dan melayani kebutuhan bisnis anggotanya. Ketiga, pemikiran Sosnick, yang melihat koperasi sebagai asosiasi untuk memperbaiki posisis tawar para anggota dalam pembelian atau penjualan (join buying and selling) atau dalam rangka monopoli power.Pertanyaan berikutnya bagaimana prospek koperasi pada masa datang.Jawabannya
adalah
sangat
prospektif jika
koperasi
yang
mempunyai jatidiri. Koperasi yang mempraktekkan prinsip-prinsip koperasi dalam organisasi dan usahanya. Koperasi sebagai badan usaha, organisasi dan kegiatan usahanya harus dilakukan berdasarkan prinsipprinsip koperasi. Maka dari itupembangunan koperasi perlu dilanjutkan, karena pembangunan adalah proses, memerlukan waktu dan ketekunan serta konsistensi dalam pelaksanaan,berkesinambungan untuk mengatasi semua masalah yang muncul seperti masalah kemiskinan, jumlah pengangguran yang semakin banyak. Perkembangan koperasi secara nasional di masa
datang diperkirakan menunjukkan peningkatan yang signifikan namun masih lemah secara kualitas. Untuk itu diperlukan komiten yang kuat untuk membangun koperasi yang mampu menolong dirinya sendiri sesuai dengan jatidiri koperasi. Hanya koperasi yang berkembang melalui praktek melaksanakan nilai koperasi yang akan mampu bertahan dan mampu memberikan manfaat bagi anggotanya. Prospek koperasi pada masa datang dapat dilihat dari banyaknya jumlah koperasi, jumlah anggota dan jumlah manajer, jumlah modal,volume usaha dan besarnya SHU yang telah dihimpun koperasi, sangat prosfektif untuk dikembangkan. Model pengembangan koperasi pada masa datang yang ditawarkan adalah mengadobsi koperasi yang berhasil seperti Koperasi Kredit, Koperasi
simpan pinjam
dan lainnya dan
Model Pengembangan
Pemecahan Masalah sesuai dengan kondisi koperasi seperti penataan kelembagaan koperasi yang tidak aktif dan koperasi aktif tidak melaksanakan RAT. Untuk memberdayakan koperasi baik yang sudah berjalan dan tidak aktif perlu dibangun sistem pendidikan yang terorganisir
dan
harus
dilaksanakan
secara
konsesten
untuk
mengembangkan organisasi, usaha dan mampu bersaing dengan pelaku usaha lainnya.Inilah salah satu nilai koperasi yang tidak ada pada organisasi lain yang perlu terus dilaksanakan dan dikembangkan. Ada beberapa hal yang menjadi patokan dasar dalam upaya pengembangan koperasi. Hal ini adalah kelebihan dan kekurangan yang menjadi faktor pengembangan koperasi. Kelebihan dan kekurangan
inikemudian menjadi evaluasi tersendiri untuk melihat bagaimana pengembangan koperasi selanjutnya. Hal ini bertujuan agar koperasi benar-benar menjadi badan usaha yang melindungi dan mengayomi masyarakat. Berikut adalah kelebihan dan kekurangan koperasi di Indonesia: Kelebihan koperasi di Indonesia Hal-hal yang menjadi kelebihan koperasi di Indonesia adalah: a. Bersifat terbuka dan sukarela. b. Besarnya simpanan pokok dan simpanan wajib tidak memberatkan anggota. c. Setiap anggota memiliki hak suara yang sama, bukan berdasarkan besarnya modal. d. Bertujuan meningkatkan kesejahteraan anggota dan bukan sematamata mencari keuntungan. Kelemahan Koperasi Di Indonesia Hal-hal yang menjadi kelemahan koperasi di Indonesia adalah: a. Koperasi sulit berkembang karena modal terbatas. b. Kurang cakapnya pengurus dalam mengelola koperasi. c. Pengurus kadang-kadang tidak jujur. d. Kurangnya kerja sama antara pengurus, pengawas dan anggotanya.13
13http://fuzudhoz.co.id/2012/10/teori-ekonomi-koperasi-secara-harfiah.html.
diakses pada 18 Mei 2016 pukul 16.50
Uraian diatas terkait kelebihan dan kelemahan koperasi di Indonesia setidaknya menjadi pelajaran bersama bagi kita semua sebagai Warga Negara Indonesia untuk mempertahankan dan mengembangkan koperasi. Kelebihan ini kita jadikan sebagai peluang untuk terus mengembangkan koperasi. Sedangkan kekurangan menjadi tantangan tersendiri agar koperasi dapat terus meningkatkan kinerjanya.
1.5.3. RELASI PERUSAHAAN-MASYARAKAT-KOPERASI DALAM PERSPEKTIF STRUKTURASI ANTHONY GIDDENS Gaya berbeda ditampilkan oleh sosiolog asal Inggris, Anthony Giddens dalam melihat realitas sosial. Tidak dapat dipungkiri bahwa realitas sosial kehidupan masyarakat tak dapat dipisahkan dari kedua faktor yang menjadi kajian Anthony Giddens yaitu agen dan struktur. Relasi antara agen dan struktur terus menjadi perbincangan, atau bahkan perdebatan antara para ahli ilmu sosial. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Jenkins (2002) bahwasanya satu-satunya masalah yang masih bertahan dalam teori-teori sosial adalah tidak dapat menyatukan masalah agen dengan struktur.14 Lambat laun seiring perjalanan waktu dan berkembangnya teori-teori sosial, Anthony Giddens datang sebagai juru damai antara agen dan struktur yang selama ini terus diperselisihkan dalam tataran ilmu sosial. Jalan damai dibawa oleh Giddens dengan membawa
14Ritzer,
George. Teori Sosiologi Dari Teori Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern. (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2013), hlm. 568.
teori strukturasi sebagai upaya untuk melerai perdebatan keduanya selama ini. Argumen
yang dibawa
oleh
Giddens
tak
sekedar
ingin
menampilkan suatu hal yang berbeda, karena selama ini agen dan struktur selalu diposisikan sebagai entitas yang berdiri dan juga berjalan sendirisendiri. Upaya yang dilakukan Giddens bukan tanpa alasan. Bahkan ia melangkah lebih jauh ketika berkata (seperti dikutip dalam Ritzer dan Goodman) “Setiap penelitian ilmu sosial atau sejarah pasti melibatkan pengaitan tindakan (seringkali digunakan secara sinonim dengan agensi) dengan struktur …. tidak mungkin struktur „menentukan‟ tindakan atau sebaliknya” (1984:219)1. Inti teori strukturasi terletak pada tiga konsep utama yaitu tentang “struktur”, “sistem”, dan “dualitas struktur” 2, lebih khusus lagi dalam hubungannya antara agen (pelaku, aktor) dan struktur. Giddens dengan teori strukturasinya menekankan kajian pada “praktik sosial yang tengah berlangsung” sebagaimana dinyatakannya, bahwa “ranah dasar studi ilmu-ilmu sosial, menurut teori strukturasi, bukanlah pengalaman aktor individu, ataupun eksistensi bentuk totalitas sosial apapun, melainkan praktik yang ditata di sepanjang ruang dan waktu”. Strukturasi memandang pentingnya praktik sosial baik dalam aksi maupun struktur kehidupan masyarakat. Strukturasi mengacu pada “suatu cara dimana struktur sosial (social structure) diproduksi, direproduksi, dan diubah di dalam dan melalui praktik”. Pengertian strukturasi dikaitkan dengan konsep dualitas struktur, dimana struktur-struktur diproduksi dan
direproduksi baik oleh tindakan- tindakan manusia maupun melalui medium tindakan sosial.15 Teori intelektual
strukturasi aktor-aktor,
Giddens dimensi
mencakup spasial
dan
tentang
kemampuan
temporal
tindakan,
keterbukaan dan kemungkinan tindakan dalam kehidupan sehari-hari, dan kekeliruan pemisahan antara agen dan struktur (agency and structure) dalam sosiologi. Menurut pandangan Giddens struktur merupakan “rules and resources” yakni tata aturan dan sumber daya, yang selalu diproduksi dan direproduksi, serta memiliki hubungan dualitas dengan agensi, serta melahirkan berbagai praktik sosial sebagaimana tindakan sosial. Bagi Giddens struktur merujuk pada aturan-aturan dan sarana-sarana atau sumber daya yang memiliki perlengkapan-perlengkapan struktural yang memungkinkan pengikatan ruang dan waktu yang mereproduksi praktikpraktik sosial dalam sistem-sistem sosial kehidupan masyarakat. Sedangkan sistem sosial secara rutin melibatkan struktur terdiri dari aktivitas-aktivitas tertentu para agen manusia dan direproduksi sepanjang ruang dan waktu. Struktur menurut Giddens, ialah “hal-hal yang menstrukturkan (aturan dan sumberdaya), hal-hal yang memungkinkan adanya praktik sosial yang dapat dipahami kemiripannya di ruang dan waktu serta yang memberi mereka bentuk sistemis”. Menurut Giddens bahwa “struktur hanya ada di dalam dan melalui aktivitas agen manusia”. Dalam pandangan Giddens, berdasarkan konsep „dualitas struktur‟ dalam
15Ibid.,
hlm. 570.
hubungan antara agen dan struktur (agency and structure), bahwa „struktur‟ merupakan medium sekaligus hasil dari tindakan yang ditata secara berulang oleh struktur. Ditekankan pula tentang „keterinformasian‟ aktor yang tergantung pada pengetahuan dan strategi yang ada untuk meraih tujuan. Agen atau pelaku adalah orang-orang yang konkret dalam arus kontinu antara tindakan dan peristiwa. Sedangkan struktur adalah “aturan (rules) dan sumber daya (resources) yang terbentuk dari dan membentuk perulangan praktik sosial”.16 Sedangkan sistem sosial, “memproduksi praktik sosial, atau mereproduksi hubungan antara aktor dengan kolektivitas yang diatur sebagai praktik sosial yang terorganisasi”. Berbeda dengan pandangan strukturalisme yang memandang struktur berada di luar (eksternal) yang menentang dan mengekang pelaku, teori strukturasi Giddens memandang objektivitas struktur tidak bersifat eksternal melainkan melekat pada tindakan dan praktik sosial yang dilakukan agen atau pelaku. Struktur bukanlah benda melainkan skemata yang hanya tampil dalam praktikpraktik sosial (social practices). Praktik sosial itu bersifat berulang dan berpola dalam lintas ruang dan waktu, juga dapat berlangsung kapan dan dimana saja. Dalam praktik sosial yang berpola dan berulang itulah terjadi dualitas antara pelaku (tindakan) dan struktur. Dualitas relasi tersebut terletak dalam fakta bahwa struktur mirip dengan pedoman, yang menjadi prinsip praktik- praktik sosial berlangsung. Karena itu Giddens melihat
16
Ibid.
tiga gugus struktur. Pertama, struktur penandaan atau signifikasi (signification) yang me- nyangkut skemata simbolik, pemaknaan, penyebutan, dan wacana. Kedua, struktur penguasaan atau dominasi (domination) yang mencakup skemata penguasaan atas orang (politic) dan barang/hal (economy). Ketiga, struktur pembenaran (legitimation) yang menyangkut skemata peraturan normatif, yang terungkap dalam tata hukum. Ketiga gugus struktur tersebut saling berkaitan satu sama lain. Contohnya skemata signifikasi orang yang mengajar disebut guru pada gilirannya menyangkut skemata dominasi otoritas guru atas murid dan juga skemata legitimasi hak guru atas pengadaan ujian untuk menilai proses belajar murid. Hal serupa terjadi dalam struktur dominasi dan legitimasi. Giddens sangat menekankan aspek ruang dan waktu, oleh karena itu peneliti akan menggunakan kerangka pemikirannya mengenai teori strukturasi untuk mengkaji secara lebih lanjut bagaimana dinamika koperasi yang dibentuk oleh PT. JMI. PT. JMI sebagai struktur memiliki peran untuk menjalankan rules dan menyediakan resources. Sedangkan masyarakat, khususnya anggota koperasi berperan sebagai aktor atau agen. Selanjutnya agen memiliki peran khusus untuk menjalankan agency yang sesuai dengan rasional mereka. Agency sendiri merupakan tindakan yang bersifat
disengaja
yang
dilakukan
oleh
agen
dan
dapat
dipertanggungjawabkan. Kedua unsur ini, agen dan struktur, kemudian berkolaborasi hingga akhirnya menciptakan sebuah praktik sosial, yaitu
koperasi. Oleh karena itu, masyarakat dan perusahaan tergabung dalam dualitas, karena diantara mereka berjalan beriringan, tidak sendiri-sendiri. Diharapkan riset ini dapat mengggambarkan bagaimana simbiosis yang tercipta antara perusahaan sebagai struktur dan anggota koperasi sebagai agen yang saling mempengaruhi satu sama lain melalui rutinitas yang dijalani dalam ruang dan waktu juga koperasi akan ditelaah lebih lanjut melalui analisis kelembagaan.