1
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari
saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura). ISPA umumnya berlangsung selama 14 hari. Adapun yang termasuk dalam infeksi saluran nafas bagian atas adalah batuk pilek biasa, sakit telinga, radang tenggorokan, influenza, bronchitis dan juga sinusitis. Sedangkan infeksiyang menyerang bagian saluran bawah seperti paru salah satunya adalah pneumonia (Aminudin, 2010). World Health Organization (WHO) memperkirakan kematian akibat ISPA mencapai 10% - 20% pertahun dari seluruh jumlah balita yang ada bila tidak diberi pengobatan (WHO 2000). Djaja S, Ariawan I, dan Afifah T. 2001 menyatakan di negara berkembang angka kematian bayi dan anak balita 20 – 35 % disebabkan oleh ISPA. Diperkirakan 2 - 5 juta bayi dan anak balita di berbagai negara setiap tahun meninggal karena penyakit infeksi saluran pernafasan akut (Julviana, 2013). ISPA merupakan penyakit yang sering kali dilaporkan sebagai 10 penyakit utama di Negara berkembang. Gejala yang sering di jumpai adalah batuk, pilek dan kesukaran bernafas. Serangan batuk pada anak, khususnya balita adalah 6 sampai 8 kali per tahun (Maryunani, 2010).
1
2
Di Indonesia ISPA selalu menempati urutan pertama penyebab kematian pada kelompok bayi dan balita. Selain itu ISPA juga sering berada pada daftar 10 penyakit terbanyak di Rumah Sakit. Survey mortalitas yang dilakukan oleh Subdit tahun 2005 menempatkan ISPA/Pneumonia sebagai penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia dengan presentasi 22,30% dari seluruh kematian balita (Ita, 2010) Menurut survey Kesehatan Rumah Tangga 1995, proporsi kematian ISPA (terutama pneumonia) pada bayi adalah 29,5%. Artinya dari setiap 100 orang bayi yang meninggal sekitar 30 orang bayi yang meninggal karena ISPA terutama pneumonia. Dan survey ini mengunggkapkan bahwa kematian terbesar pada bayi adalah ISPA. Pada program pemberantasan penyakit ISPA yang telah dilaksanakan beberapa waktu lalu menetapkan angka 10% Balita sebagai target penemuan penderita pneumoniabalita pada suatu wilayah kerja. Secara teoritis diperkirakan bahwa 10% dari pneumonia akan meninggal bila tidak diberikan pengobatan. Perkiraan angka kematian pneumonia secara nasional adalah 6 per 1000 Balita atau 150.000 Balita per tahun (Maryunani, 2010). Kematian ISPA terjadi jika penyakit telah mencapai derajat ISPA yang berat, karena infeksi telah mencapai paru-paru atau disebut sebagai radang paru mendadak atau pneumonia. Pneumonia merupakan penyakit infeksi penyebab kematian utama, terutama pada balita. Kondisi ISPA ringan dengan batuk pilek biasa sering diabaikan,namun apabila daya tahan tubuh anak lemah penyakit tersebut cepat menjalar ke paru-paru. Kondisi penyakit tersebut bila tidak mendapat pengobatan
3
serta perawatan yang baik dapat menyebabkan kematian. Perawatan yang dimaksud adalah perawatan dalam pengaturan pola makan balita serta menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat (Julviana, 2013). Upaya pengendalian faktor resiko yang mempengaruhi timbulnya ancaman kesehatan telah diatur dalam Kepmenkes RI No. 829/Menkes /SK/VII/1999 Tentang persyaratan kesehatan perumahan. Dalam penilaian rumah sehat menurut Kepmenkes terdapat parameter rumah yang dinilai meliputi 3 kelompok komponen penilaian penilaian yaitu komponen rumah, kelompok sarana sanitasi dan kelompok perilaku penghuni (Febry, 2012). Penelitian Atika menyatakan penderita ISPA seperti di Medan mencapai 185.911 penderita. Deli Serdang mencapai 44,761 penderita, Simalungun mencapai 37.995 penderita. Nias Selatan mencapai 33.797 penderita, Serdang Bedagai mencapai 27.729 penderita. Karo mencapai 23.105 penderita. Penyebab ISPA di sebabkan oleh beberapa hal antara lain bakteri, virus dan lingkungan yang tidak sehat (Irwan, 2014). Angka kematian anak mencerminkan kondisi kesehatan lingkungan yang langsung mempengaruhi tingkat kesehatan anak. Angka kematian anak akan tinggi bila terjadi keadaan salah gizi atau gizi buruk, kebersihan diri dan kebersihan yang buruk. Tingginya prevalensi penyakit menular pada anak atau kecelakaan yang terjadi di dalam atau di sekitar rumah (Maryunani, 2010). Yuwono (2008) menemukan lingkungan fisik rumah yang tidak memenuhi syarat merupakan faktor risiko terjadinya pneumonia pada balita. Keman menyatakan
4
bahwa penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) dan Tuberkulosis erat kaitannya dengan kondisi ventilasi rumah yang tidak sehat. Jendela rumah yang kecil menyebabkan pertukaran udara tidak berlangsung dengan baik, akibatnya asap dapur dan asap rokok terkumpul dalam rumah. Bayi dan anak yang sering menghirup asap lebih mudah terserang ISPA (Febry, 2012). Penelitian Muhedir menyatakan bahwa ternyata kepadatan penghuni rumah, kondisi dapur, kelembaban dan asap rokok mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian ISPA balita. (Desmon, 2002) di Sumatera Barat membuktikan bahwa jenis atap dan kepadatan hunian berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita (Julviana, 2013). Berdasarkan survey pendahuluan yang di lakukan di Desa Bangunsari Baru Dusun X Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang terdapat sebanyak 150 Balita dengan survey awal yang telah dilakukan pada ibu yang memiliki Balita yang terkena ISPA sebanyak 40 Balita (66,67%) sedangkan Balita yang tidak mengalami ISPA sebanyak 20 Balita (33,33%). Maka dari uraian diatas, peneliti tertarik melakukan penelitian tentang “Hubungan Kondisi, Sanitasi Rumah dan Perilaku anggota Keluarga dengan ISPA Pada Balita di Desa Bangunsari Baru Dusun X Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang pada Januari – April 2014”.
5
1.2.
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang maka dapat dirumuskan masalah
dalam penelitian ini sebagai berikut: Apakah ada pengaruh Hubungan Kondisi, Sanitasi Rumah dan Perilaku Anggota Keluarga Merokok dengan Keluhan ISPA Pada Balita di Desa Bangunsari Baru Dusun X Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang pada Januari – April 2014.
1.3.
Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan umum: Untuk mengetahui pengaruh Hubungan Kondisi, Sanitasi Rumah dan Perilaku Anggota Keluarga dengan Keluhan ISPA Pada Balita di Desa Bangunsari Baru Dusun X Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang pada Januari – April 2014. 1.3.2. Tujuan khusus: a. Untuk mengetahui jumlah yang terkena ISPA pada Balita di Desa Bangunsari Baru Dusun Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang . b. Untuk mengetahui hubungan kondisi rumah dengan ISPA pada Balita di Desa Bangunsari Baru Dusun X Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang. c. Untuk mengetahui hubungan sanitasi rumah dengan ISPA pada Balita di Desa Bangunsari Baru Dusun X Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang.
6
d. Untuk mengetahui hubungan perilaku anggota keluarga dengan ISPA pada Balita di Desa Bangunsari Baru Dusun X Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang.
1.4.
Manfaat Penelitian
1.4.1. Instansi Kesehatan Sebagai bahan masukan bagi instasi kesehatan khususnya bagi Desa Bangunsari Baru Dusun X Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang dalam penentuan arah kebijakan program 1.4.2. Pemerintah dan Praktisi Kesehatan Sebagai informasi dan evaluasi kepada pembuat kebijakan dan pelaksana program berkaitan dengan intervensi penyakit ISPA balita bagi pemerintah dan praktisi kesehatan, sehingga dapat merencanakan strategi upaya penanggulangan ISPA. 1.4.3. Masyarakat Umum Memberikan informasi bagi masyarakat tentang ISPA dengan kondisi, sanitasi rumah dan perilaku anggota keluarga sebagai faktor risikonya, sehingga masyarakat dapat menjaga kesehatannya. 1.4.4. Peneliti Bagi peneliti merupakan suatu pengalaman yang sangat berharga dalam mengaplikasikan ilmu yang telah didapat di bangku perkuliahan dan menambah wawasan pengetahuan
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
2.1.1. Definisi ISPA ISPA merupakan kepanjangan dari Infeksi Saluran Pernafasan Atas dan mulai di perkenalkan pada tahun 1984 setelah dibahas dalam lokakarya Nasional ISPA di Cipanas, Jawa Barat. Istilah ini merupakan padanan istilah Bahasa Inggris yakni Acute Respiratory Infection (ARI). ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telingah dan pleura. ISPA umumnya berlangsung selama 14 hari (Aminudin, 2010). Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernapasan yang di tandai dengan gejala batuk, pilek, disertai atau tidak disertai demam dan mengeluarkan ingus atau lendir yang berlangsung sampai 14 hari (Sriyanti, 2013). Istilah ISPA meliputi 3 unsur yakni antara lain (Julviana, 2013) : 1. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. 2. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA secara
7
8
anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran pernafasan. 3. Akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari ini di ambil untuk menunjukan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat di golongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari. ISPA adalah suatu kelompok penyakit yang menyerang saluran pernafasan. Secara anatomis ISPA di bagi menjadi 2 bagian yaitu ISPA atas dan ISPA bawah dengan batas anatomis adalah suatu bagian dalam tenggorokan yang disebut epiglotis (Anik Maryunani, 2010). a. ISPA atas (Acute Upper Respiratory Infections) yang perlu diwaspada adalah radang saluran tenggorokan atau pharingitis dan telinga tengah atau otitis. Pharingitis yang disebabkan kuman tertentu adalah streptococcus hemolyticus dapat berkomplikasi dengan penyakit jantung (endokarditis). Sedangkan radang telinga tengah yang tidak di obati dapat berakibat terjadinya ketulian. b. ISPA bawah (Acute Lower Respiratory Infections) salah satu ISPA bawah yang sangat berbahaya adalah pneumonia. Infeksi saluran pernafasan atas adalah infeksi yang di sebabkan oleh virus dan bakteri termasuk nasofaringitis atau common cold,faringitis akut, uvulitis akut, rhinitis nasofaringitis kronis dan sinusitis. Sedangkan infeksi saluran pernafasan akut bawah merupakan yang telah di dahului oleh infeksi saluran pernafasan atas yang di sebabkan oleh infeksi bakteri sekunder yang termasuk golongan ini adalah bronchitis akut, bronchitis kronis, bronkiolitis dan pneumonia aspirasi.
9
2.1.2. Klasifikasi ISPA Dalam hal penentuan kriteria ISPA ini, penggunaan kriteria ISPA ini, penggunaan pola tatalaksana penderita ISPA adalah Balita, dengan gejala batuk dan atau kesukaran bernafas. Pola tatalaksana penderita ini sediri terdiri atas 4 bagian yaitu pemeriksaan, penentuan ada tidaknya tanda bahaya, penentuan klasifikasi penyakit dan pengobatan juga tindakan (Aminudin, 2010). Dalam penentuan klasifikasi penyakit dibedakan atas 2 kelompok umur yakni: 1. Umur 2 bulan - < 5 tahun terdiri atas pneumonia berat, pneumonia dan bukan pneumonia. 2. Umur < 2 bulan terdiri atas pneumonia berat dan bukan pneumonia. Berdasarkan kelompok umur program-program pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasikan ISPA sebagai berikut : a. Pneumonia berat didasarkan apabila terdapat gejala batuk atau kesukaran bernapas disertai sesak napas atau tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (chest indrawing) pada umur anak usia 2 bulan - < 5 tahun. Sedangkan untuk anak berumur < 2 bulan di tandai dengan napas cepat (fast breathing) yaitu frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih dan di sertai adanya tarikan yang kuat pada dinding dada bagian bawah ke dalam (severe chest indrawing). b. Pneumonia didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernafas disertai adanya nafas seesuai umur. Batas nafas cepat (fast breathing) pada anak usia 2
10
bulan - < 1 tahun adalah 50 kali per menit dan 40 kali permenit untuk anak usia 1 - < 5 tahun. c. Bukan pneumonia mencakup kelompok penderita Balita dengan batuk yang tidak menunjukan gejala peningkatan frekuensi nafas dan tidak menunjukan adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Dengan demikian klasifikasi bukan pneumonia mencakup penyakit-penyakit ISPA lain diluar Pneumonia seperti batuk filek biasa (common cold), faringitis, tonsillitis dan otitis. 2.1.3. Tanda dan Gejala Klinis ISPA Secara Umum Penyakit ISPA pada Balita yang dapat menimbulkan bermacam-macam tanda dan gejala seperti batuk, kesulitan bernafas, sakit tenggorokan, pilek, sakit telinga dan demam. Berikut ini tanda dan gejala ISPA dibagi menjadi 3 antara lain sebagai berikut (Julviana, 2013) : 1. ISPA Ringan Seseorang balita dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut : a) Batuk b) Serak yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (pada waktu berbicara atau menangis). c) Panas atau demam, suhu badan lebih 37C
11
2. ISPA sedang Seseorang balita dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala dari ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut : a) Pernafasan cepat (fast breathing) sesuai umur : untuk kelompok umur kurang dari 2 bulan frekuensi nafas 60 kali per menit atau lebih untuk umur 2 bulan - < 1 tahun dan 40 kali per menit atau lebih pada umur 1 tahun - < 5 tahun. b) Suhu tubuh lebih dari 39C c) Tenggorokan berwarna merah. d) Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak. e) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga. f) Pernapasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur) 3. ISPA Berat Seseorang balita dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejala-gejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut : a) Bibir atau kulit membiru. b) Anak tidak sadar atau kesadaran menurun. c) Pernafasan berbunyi seeperti mengorok dan anak tampak gelisah. d) Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafas. e) Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba. f) Tenggorokan berwarna merah.
12
2.1.4. Proses Terjadinya Infeksi Saluran Pernafasan Saluran pernafasan dari hidung sampai bronkhus dilapisi oleh membran mukosa bersilia, udara yang masuk melalui rongga hidung di saring, dihangatkan dan dilembutkan. Partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut yang terdapat dalam hidung, sedangkan partikel debu yang halus akan terjerat dalam membrane mukosa. Gerakan silia mendorong membran mukosa. Gerakan silia mendorong membran mukosa ke posterior ke rongga hidung dan ke arah superior menuju faring. Secara umum efek pencemaran udara terhadap pernafan dapat menyebabkan pergerakan silia hidung menjadi kaku bahkan dapat berhenti sehingga tidak dapat membersihkan saluran pernafasan akibat iritasi oleh bahan pencemar. Produksi lendir akan meningkat sehingga menyebabkan penyempitan saluran pernafasan dan makrofage di saluran pernafasan. Akibat dari dua hal tersebut akan menyebabkan kesulitan bernafas sehingga benda asing tertarik dan bakteri tidak dapat di keluarkan dari saluran pernafasan, hal ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran pernafasan (Mukono, 2008). 2.1.5. Etiologi ISPA Penyebab penyakit ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan richetsia. Bakteri penyebab penyakit ISPA adalah genus Streptococcus, Pneumococcus, Haemophylus, Bordetella dan Corinebacterium. Virus penyebab ISPA antara
lain
adalah
golongan
Miksovirus,
Adenovirus,
Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus dan lain-lain ( Aminudin, 2010).
Coronavirus,
13
Secara umum terdapat 3 faktor penyebab terjadinya ISPA yaitu faktor lingkungan, faktor individu anak serta faktor perilaku (Maryunani, 2010) : 1. Faktor lingkungan a) Pencemaran udara dalam rumah Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahanan paru sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada rumah yang keadaan ventilasinya kurang dan dapur terletak di dalam rumah, bersatu dengan kamar tidur, ruang tempat bayi dan anak balita bermain. Hal ini lebih di mungkinkan karena bayi dan anak balita lebih lama berada di rumah bersama-sama ibunya sehingga dosis pencemaran tentunya akan lebih tinggi. b) Ventilasi rumah Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara kea tau dari ruangan baik secara alami maupun secara mekanisme. Fungsi dari ventilasi dapat di jabarkan sebagai berikut : Mensuplai udara bersih yaitu udara yang mengandung kadar oksigen yang optimum bagi pernafasan. Membebaskan udara ruangan dari bau-bauan, asap ataupun debu dan lain-lain. Mensuplai panas agar hilangnya panas badan seimbang. Mensuplai panas akibat hilangnya panas ruangan dan bangunan.
14
Mengeluarkan kelebihan udara panas yang di sebabkan oleh radiasi tubuh, konduksi, evaporasi ataupun keadaan eksternal. Mendisfungsikan suhu udara secara merata. c) Kepadatan hunian rumah Kepaadatan hunian dalam rumah menurut keputusan menteri kesehatan nomor 829/MENKES/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan rumah, satu orang minimal menempati luas rumah 8m2. Dengan kriteria tersebut diharapkan dapat mencegah penularan penyakit melancarkan aktivitas. Keadaan tempat tinggal yang padat dapat meningkatkan faktor polusi dalam rumah yang telah ada. Penelitian menunjukan adanya hubungan bermakna antara kepadatan dan kematian dari bronkopneumonia pada bayi, tetapi di sebutkan bahwa polusi udara, tingkat social dan pendidikan memberikan korelasi yang tinggi pada faktor ini. 2. Faktor individu anak a) Umur anak Sejumlah studi yang besar menunjukan bahwa insiden penyakit pernafasan oleh virus pada bayi dan usia dini anak-anak dan tetap menurun terhadap usia. Inssiden ISPA tertinggi pada umur 6 – 12 bulan. b) Berat badan lahir Berat badan lahir menentukan pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental pada masa balita. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) mempunyai resiko
15
kematian yang lebih besar di bandingkan dengan berat badan lahir normal, terutama pada bulan-bulan pertama kelahiran karena pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi, terutama pneumonia dan sakit saluran pernafasan lainnya. c) Status gizi Masuknya zat–zat gizi yang di peroleh pada tahap pertumbuhan dan perkembangan anak dipengaruhi oleh : umur, keadaan fisik, kondisi kesehatannya, kesehatan fisiologis pencernaannya, tersedianya makanan dan aktivitas dari si anak itu sendiri. Penilaian status gizi dapat dilakukan antara lain berdasarkan antropometri: berat badan lahir, panjang badan, tinggi badan, lingkar lengan atas. Keadaan status gizi yang buruk muncul sebagai faktor resiko yang penting untuk terjadinya ISPA. Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA di bandingkan balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh yang kurang. Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan balita yang kurang gizi akan lebih mudah terserang “ISPA berat” bahkan serangannya lebih lama. d) Vitamin A Sejak tahun 1985 setiap enam bulan Posyandu memberikan kapsul 200.000 IU vitamin A pada balita dari umur satu sampai dengan empat tahun. Balita yang mendapatkan vitamin A lebih dari 6 bulan sebelum sakit maupun yang tidak pernah mendapatkannya adalah sebagai resiko terjadinya suatu penyakit terbesar 96,6% pada kelompok kasus dan 93,5% pada kelompok control.
16
Pemberian vitamin A yang dilakukan secara bersamaan dengan imunisasi akan menyebabkan peningkatan titer antibody yang spesifik dan tampaknya tetap berada dalam nilai yang cukup tinggi. Bila antibodi yang ditunjukan terhadap bibit penyakit dan bukan sekedar antigen asing yang tidak berbahaya,. Karena itu usaha untuk pemberian vitamin A dan imunisasi secara berkala terhadap anak-anak prasekolah seharusnya tidak dilihat sebagai dua kegiatan terpisah. e) Status Imunisasi Bayi dan balita yang pernah terserang campak dan selamat akan mendapatkan kekebalan alami terhadap pneumonia sebagai komplikasi campak. Sebagian besar kematian ISPA berasal dari jenis ISPA yang berkembang dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti difteri, pertusis dan campak maka peningkatan cakupan imunisasi akan berperan besar dalam upaya pemberantasan ISPA. Untuk mengurangi faktor yang meningkatkan mortalitas ISPA, diupayakan imunisasi lengkap. Bayi dan balita yang mempunyai status imunisasi lengkap bila menderita ISPA dapat diharapkan perkembangan penyakitnya tidak akan menjadi lebih berat. 3. Faktor perilaku Faktor perilaku dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit ISPA pada bayi dan balita dalam hal ini adalah praktek penangan ISPA di keluarga baik yang dilakukan oleh ibu ataupun anggota keluarga lainnya. Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terkumpul dan tinggal dalam suatu rumah tangga, satu dengan lannya saling tergantung dan berinteraksi. Bila salah satu atau beberapa
17
anggota keluarga mempunyai kesehatan, maka akan berpengaruh terhadap anggota keluarga. Peran aktif keluarga/masyarakat dalam menangani ISPA sangat penting karena penyakit ISPA merupakan penyakit yang ada sehari-hari di dalam masyarakat atau keluarga. Hal ini perlu mendapatkan perhatian serius oleh kita semua karena penyakit ini banyak menyerang balita, sehingga ibu balita dan anggota keluarga yang sebagian besar dekat dengan balita mengetahui dan terampil menangani penyakit ISPA ini ketika anaknya sakit. Keluarga perlu mengetahui serta mengamati tanda keluhan dini pneumonia dan kapan mencari pertolongan dan rujukan pada sistem pelayanan kesehatan agar penyakit anak balitanya tidak menjadi lebih berat. Berdasarkan hal tersebut dapat diartikan dengan jelas bahwa peran keluarga dalam praktek penanganan dini bagi balita saakit ISPA sangatlah penting, sebab bila praktek penanganan ISPA tingkat keluarga yang kurang/buruk akan berpengaruh pada perjalanan penyakit dari yang ringan menjadi bertambah berat. 2.1.6. Cara Penularan ISPA Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang telah tercemar, bibit penyakit masuk kedalam tubuh melalui pernapasan oleh karena itu maka penyakit ISPA ini termasuk golongan Air Borne Disease. Penularan melalui udara dimaksudkan adalah cara penularan yang terjadi tanpa kontak dengan penderita maupun dengan benda yang terkontaminasi. Sebagian besar penularan melalui udara dapat pula menular melalui kontak langsung, namun tidak jarang penyakit yang sebagian besar
18
penularannya adalah karena menghisap udara yang mengandung unsur penyebab atau mikroorganisme penyebab (Rudi, 2011). 2.1.7. Upaya Pencegahan ISPA Karena banyaknya faktor yang mempengaruhi terjadinya ISPA maka dilakukan pencegahan ISPA dan Pneumonia yang efektif dan spesifik. Cara yang terbukti efektif saat ini adalah dengan pemberiaan imunisasi campak dan pertusi (DPT). Secara umum dapat dikatakan bahwa cara pencegahan ISPA adalah dengan hidup sehat, cukup gizi, menghindari populasi udara dan imunisasi lengkap (Maryunani, 2010).
2.2.
Pengertian Kondisi dan Sanitasi Rumah Rumah adalah salah satu persyaratan pokok bagi kehidupan manusia
(Notoatmodjo, 2011). Sanitasi rumah adalah usaha kesehatan masyarakat untuk menitikberatkan pada pengawasan terhadap struktur fisik yang digunakan sebagai tempat berlindung yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Sanitasi rumah sangat erat kaitannya dengan angka kesakitan penyakit menular, terutama ISPA (Julviana, 2013) Kondisi rumah adalah suatu bangunan rumah yang memiliki lantai, dinding rumah, ventilasi, dan atap rumah yang memenuhi syarat dalam suatu anggota keluarga dalam tempat berlindung.
19
Kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimal. Ruang lingkup kesehatan lingkungan tersebut antara lain mencakup : sanitasi perumahan, pembuangan kotoran manusia (tinja), penyediaan air bersih, pembungan sampah, pembungan air kotor (air limbah), rumah hewan ternak (kandang) dan sebagainya (Notoatmodjo, 2011). Kualitas udara dalam ruangan dipengaruhi oleh asap dalam ruangan yang bersumber dari perokok, penggunaan bahan bakar kayu atau arang. Di samping itu kondisi rumah ditentukan oleh ventilasi, kepadatan penghuni, suhu ruangan, kelembaban, penerangan alami, jenis lantai, dinding, atap, saluran pembuangan air limbah, tempat pembuangan sampah, ketersediaan air bersih dan polutan (Julviana, 2013). Asal pencemaran udara dapat diterangkan dengan 3 proses yaitu atrisi (attrition), penguapan (vaporization) dan pembakaran merupakan proses yang sangat dominan dalam kemampuannya menimbulkan bahan polutan (Mukono, 2008). Bahan pencemaran udara atau polutan dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu : 1.
Polutan primer adalah polutan yang dikeluarkan langsung dari sumber tertentu dan dapat berupa : GAS yang terdiri dari : a. Senyawa karbon yaitu hidrokarbon, hidrokarbon teroksigenasi dan karbon oksida (CO atau CO2) b. Senyawa sulfur yaitu sulfur oksida c. Senyawa nitrogen yaitu nitrogen oksida dan amoniak
20
d. Senyawa halogen yaitu flour, klorin, hydrogen klorida, hidrokarbon terklorinasi dan bromine. Penyebab pencemaran lingkungan di atmosfer biasanya berasal dari sumber kendaraan bermotor dan atau industry. Bahan pencemaran yang di keluarkan antara lain adalah gas NO2,SO2,SO3 Ozon, CO, HC dan partikel debu. Gas NO2, SO2, HC dan CO dapat dihasilkan dari proses pembakaran oleh mesin yang menggunakan bahan bakar yang berasal dari bahan fosil. 2.
Polutan sekunder biasanya terjadi karena reaksi dari dua atau lebih bahan kimia di udara misalnya reaksi foto kimia. Sebagai contoh adalah disosiasi NO2 yang menghasilkan NO dan radikal. Polutan sekunder ini mempunyai sifat fisik dan sifat kimia yang tidak stabil. Termasuk dalam polutan sekunder ini adalah ozon, Peroxy Acyl Nitrat (PAN) dan Formaldehid Di daerah perkotaan dan perindustrian, parameter bahan pencemar udara yang
perlu di perhatikan dalam hubungan dengan penyakit saluran pernafasan adalah gas SO2, gas CO, gas NO2 dan partikel debu.
2.3.
Perilaku Anggota Keluarga Merokok Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang
mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau
21
aktivitas manusia, baik yang diamati langsung maupun yang tidak diamati oleh luar (Deny, 2013). Pencemaran udara dalam rumah terjadi akibat adanya polutan dalam rumah yang konsentrasinya dapat beriko menimbulkan gangguan kesehatan penghuni rumahyang tidak sehat. Faktor perilaku dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit ISPA pada Bayi dan Balita lebih efektif dilakukan oleh keluarga baik yang dilakukan oleh Ibu atau Keluarga yang tinggal dalam satu rumah. Keluarga sangat mempengaruhi munculnya penyakit didalam rumah. Bila salah satu keluarga mengalami gangguan kesehatan yang bersifat menular maka akan mempengaruhi anggota keluarga lainnya (Rahmayatul, 2013) Perilaku anggota keluarga merokok merupakan adanya kebiasaan merokok yang memiliki daya merusak cukup besar terhadap kesehatan terutama sistem pernafasan. Sehingga Asap rokok dari orang tua atau penghuni rumah yang satu atap dengan balita merupakan bahan pencemaran dalam ruang tempat tinggal yang serius serta akan menambah resiko kesakitan dari bahan toksik pada anak. Paparan yang terus-menerus akan menimbulkan gangguan pernafasan terutama memperberat timbulnya infeksi saluran pernafasan akut dan gangguan paru-paru saat dewasa. Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm (bervariasi tergantung negara). Diameter sekitar 10 mm yang berisi daun tembakau yang telah dicacah. Bahan baku rokok yang utama adalah daun tembakau yang dirajang dan dikeringkan, ada juga yang dikeringkan. Bahan baku kedua berupa pembungkus yang dibuat dari berbagai jenis bahan. Sering kali rokok digunakan
22
tanpa pembungkus dan bahan tambahan lainnya sebagai pembantu yaitu cengkeh (Rendy, 2012) Rokok terbuat dari tembakau yang diperoleh dari tanaman Nicotiana Tabacum L. Tembakau dipergunakan sebagai bahan sigaret, cerutu, tembakau untuk pipa serta pemakaian oral. Rokok yang tersebar merupakan suatu pabrik kimia yang menghasilkan lebih kurang 4000 komponen akibat berbagai proses yang terjadi. Berikut ini adalah beberapa bahan kimia pada rokok yang paling berpengaruh pada kesehatan antara lain: 1. Karbon Monoksida (CO) Bahan kimia ini sejenis gas yang tidak mempunyai bau. Unsur ini dihasilkan oleh pembakaraan yang tidak sempurna dari unsure zat arang atau karbon yang sangat beracun. Oksigen dan karbon monoksida dapat dibawa oleh hemoglobin kedalam otot-otot seluruh tubuh 2.
Nikotin Bahan kimia ini merupakan cairan berminyak yang tidak berwarna dan dapat
membuat rasa pedih di mata. Zat ini merupakan senyawa pirolidin yang terdapat dalam Nicotina tabacum, Nicotina rushea dan spesies lainnya atau sintesisnya yang bersifat adiktif dan dapat mengakibatkan ketergantungan. Nikotin juga menghalangi kontraksi rasa lapar. Hal ini menyebabkan seseorang bisa merasakan tidak lapar karena merokok dan itu juga sebabnya kalau orang berhenti merokok akan menjadi gemuk karena dia merasa lapar dan ingin makan terus. Nikotin juga diduga sebagai penyebab ketagihan merokok.
23
3. Tar Lebih dari 2000 zat kimia baik berupa gas maupun partikel padat terkandung dalam asap rokok. Diantara zat-zat tersebut ada yang mempunyai efek karsinogen. Tar adalah komponen dalam asap rokok yang tinggal sebagai sisa sesudah dihilangkan nikotin dan tetesan-tetesan cairannya. Sebatang rokok menghasilkan 10 – 30 mg tar. Cerutu dan rokok pipa justru menghasilkan tar yang lebih banyak. Tar merupakan kumpulan berbagai zat kimia yang berasal dari daun tembakau sendiri, maupun yang ditambahkan pada tembakau dalam proses pertanian dan industry sigaret serta bahan pembuat rokok lainnya. Kadar tar yang terkandung dalam rokok inilah yang berhubungan dengan resiko timbulnya kanker karena mempunyai efek karsinogen. Semakin banyak rokok yang dihisap oleh keluarga semakin besar memberikan resiko terhadap kejadian ISPA, khususnya apabila merokok dilakukan oleh ibu bayi. Dan terdapatnya seorang perokok atau lebih dalam rumah akan memperbesar risiko anggota keluarga menderita sakit seperti gangguan pernafasan, memperburuk asma serta dapat meningkatkan risiko untuk mendapat serangan ISPA khususnya pada Balita. Asap rokok dari orang tua atau penghuni rumah yang satu atap dengan Balita merupakan bahan pencemaran dalam ruang tempat tinggal yang serius serta akan menambah resiko kesakitan dari bahan toksik pada anak-anak. Paparan yang terusmenerus akan menimbulkan gangguan pernafasan terutama memperberat timbulnya
24
infeksi saluran pernafasan akut dan gangguan paru-paru pada saat dewasa ( Yuli, 2012). Peran keluarga sangat penting dalam menangani ISPA karena penyakit ISPA termasuk dalam penyakit yang sering diderita sehari-hari didalam keluarga/ masyarakat. Hal ini menjadi focus perhatian keluarga karena penyakit ISPA sangat sering diderita oleh Balita, sehingga Ibu Balita dan anggota keluarga yang sebagian besar dekat dengan Balita harus mengetahui gejala-gejala Balita terkena ISPA. Dalam penanganan ISPA tingkat keluarga keseluruhannya dapat digolongkan menjadi 3 kategori yaitu perawatan oleh Ibu Balita, tindakan yang segera dan pengamatan tentang perkembangan penyakit Balita, pencarian pertolongan pada pelayanan kesehatan. Sebagian besar keluarga tidak mengetahui dari kebiasaan yang sering dilakukan dapat menimbulkan pencemaran udara dalam rumah dan berpengaruh terhadap kesehatan Balita seperti kebiasaan merokok, bahan bakar memasak, penggunaan obat nyamuk (Rahmayatul, 2013)
2.4.
Rumah Sehat Rumah yang sehat adalah bangunan rumah yang tinggal yang memenuhi
syarat kesehatan, yaitu rumah yang memiliki jamban yang sehat, sarana air yang bersih, tempat pembuangan sampah, sarana pembuangan air limbah, ventilasi rumah yang baik, kepadatan hunian rumah yang sesuai dan lantai rumah yang tidak terbuat dari tanah.
25
Rumah yang sehat harusnya memenuhi syarat-syarat antara lain kebutuhan fisiologis, kebutuhan psikologi, terhindar dari penyakit menular dan terhindar dari kecelakaan – kecelakaan. Rumah yang tidak memenuhi syarat akan menimbulkan penularan penyakit antar anggota keluarga (Novi, 2008). Syarat-syarat rumah yang sehat (Notoatmodjo, 2011) 1. Bahan bangunan a. Lantai : ubin atau semen adalah baik, namun tidak cocok untuk kondisi ekonomi pedesaan. Lantai kayu sering terdapat pada rumah-rumah orang yang mampu di pedesaan dan ini pun mahal. Oleh karena itu, untuk lantai rumah pedesaan cukuplah tanah biasa yang dipadatkan. Syarat yang penting di sini adalah tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada musim hujan. Untuk memperoleh lantai tanah yang padat (tidak berdebu) dapat di tempuh dengan menyiram air kemudian di padatkan dengan benda-benda yang berat dan dilakukan berkali-kali. Lantai yang basah dan berdebu menimbulkan sarang penyakit. b. Dinding dengan tembok sangat baik, namun di samping mahal, tembok sebenarnya kurang cocok untuk daerah tropis, lebih-lebih bila ventilasi tidak cukup. Dinding rumah di daerah tropis khususnya di pedesaan lebih baik dinding atau papan. Sebab meskipun jendela tidak cukup maka lubang-lubang pada dinding atau papan tersebut dapat merupakan ventilasi dan dapat menambah penerangan.
26
c. Atap genteng umum dipakai baik di daerah perkotaan maupun di pedesaan. Di samping atap genteng adalah cocok untuk daerah tropis, juga dapat terjangkau oleh masyarakatdan bahkan masyarakat membuat sendiri. Namun demikian, banyak masyarakat pedesaan yang tidak mampu untuk kita, maka atap daun rumbia atau daun kelapa pun dapat di pertahankan. Atap seng atau asbes tidak cocok untuk rumah pedesaan, karena dapat menimbulkan suhu panas di dalam rumah. 2. Ventilasi Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar alairan udara dalam rumah tersebut tetap sejuk. Hal ini berarti keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebakan kurangnya O2 Dalam rumah yang berarti kadar CO2 yang bersifat racun bagi penghuninya menjadi meningkat. Di samping itu, tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan kelembapan udara dalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembapan ini akan merupakan media yang baik untuk bakteribakteri, patologen (bakteri-bakteri penyebab penyakit). Fungsi kedua dari ventilasi adalah membebaskan udara ruangan dari bakterbakteri, terutama bakteri patogen, karena disitu lah selalu terjadi aliran udara yang terus-menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Fungsi lainnya adalah untuk menjaga agar ruangan rumah selalu tetap dalam kelembapan (humidity) yang optimum.
27
Ada 2 macam ventilasi yaitu : Ventilasi alami, dimana aliran udara dalam ruangan tersebut terjadi secara alamiah melalui jendela, pintu, lubang angin, lubang-lubang pada dinding dan sebagainya. Di pihak lain ventilasi alamiah ini tidak menguntungkan. Karena juga merupakn jalan masuknya nyamuk dan serangga lainnya ke dalam rumah. Untuk itu harus ada usaha-usaha lain untuk melindungi dari gigitan nyamuk tersebut. Ventilasi buatan yaitu dengan menggunakan alat-alat khusus untuk mengalirkan udara tersebut . misalnya kipas angin dan mesin pengisap udara. Tetapi jelas alat ini tidak cocok dengan kondisi rumah di pedesaan. Perlu di perhatikan di sini bahwa sistem pembuatan ventilasi harus dijag agar udara tidak mandeg atau membalik lagi, harus mengalir. Artinya dalam ruangan rumah harus ada jalan masuk dan keluarnya udara. 3. Cahaya Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak terlalu banyak. Kurangnya cahaya yang masuk ke dalam rumah, terutama cahaya matahari di samping kurang nyaman juga merupakan media atau tempat yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit penyakit. Sebaliknya terlalu banyak cahaya dalam rumah akan menyebabakan silau dan akhirnya dapat merusak mata. Cahaya dapat dibedakan menjadi dua yakni :
28
a. Cahaya alamiah yakni matahari. Cahaya ini sangat penting, karena dapat membunuh bakteri-bakteri pathogen dalam rumah, missalnya baksil TBC. Oleh karena itu, rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahay (jendela) luasnya sekurang-kurangnya 15% sampai 20% dari luas lantai yang terdapat dalam ruangan rumah. Jalan masuknya cahaya alamiah juga diusahakan dengan genteng kaca. Genteng kaca pun dapat dibuat secara sederhana yakni dengan melubangi genteng biasa pada waktu pembuatannya, kemudian menutupnya dengan pecahan kaca. b. Cahaya buatan yaitu menggunakan sumber cahaya yang bukan alamiah seperti lampu minyak tanah, listrik dan sebagainya. 4. Luas bangunan rumah Luas lantai bangunan rumah yang sehat harus cukup untuk penghuni didalamnya. Artinya luas lantai bangunan tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya. Luas bangunan yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya akan menyebabkan (overcrowded). Hal ini tidak sehat, sebab di samping menyebabkan kurangnya konsumsi O2 juga bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga yang Fasilitas-fasilitas dalam rumah sehat Rumah yang sehat harus mempunyai fasilitas-fasilitas sebagai berikut : a. Penyediaan air bersih yang cukup b. Pembuangan tinja
29
c. Pembuangan air limbah (air bekas) d. Pembuangan sampah e. Fasilitas dapur f. Ruang berkumpul Untuk rumah di pedesaan lebih cocok adanya serambi (serambi muka atau belakang). Disamping fasilitas-fasilitas tersebut, ada fasilitas lain yang perlu diadakan tersendiri untuk rumah pedesaan yakni : a) Gudang merupakn tempat menyimpan hasil panen. Gudang dapat berupa bagian dari rumah tempat tinggal atau bangunan tersendiri. b) Kandang ternak. Oleh karena ternak bagian hidup para petani, maka kandangkandang ternak tersebut ditaruh di dalam rumah. Hali ini tidak sehat karena ternak merupakan sumber penyakit. Maka sebaiknya demi kesehatan, ternak harus terpisah dari rumah tinggal atau dibuat kandang tersendiri.
2.5.
Kerangka Konsep Adapun kerangka konsep penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
kondisi dan sanitasi rumah dengan ISPA pada Balita usia 2-5 tahun di Desa Bangunsari Baru Kec. Tj. Morawa Kab. Deli Serdang.
Variabel Independen
Variabel Dependen
Kondisi Rumah Sanitasi Rumah Perilaku Anggota Keluarga Merokok
ISPA pada Balita
30
2.6.
Hipotesis Penelitian
Ha
: Ada hubungan Kondisi Rumah dengan ISPA pada Balita di Desa Bangunsari Baru Dusun X Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang.
Ha
: Ada hubungan Kondisi Rumah dengan ISPA pada Balita di Desa Bangunsari Baru Dusun X Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang.
Ha
: Ada hubungan Perilaku Anggota Keluarga Merokok dengan ISPA pada Balita di Desa Bangunsari Baru Dusun X Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang.
31
BAB III METODE PENELITIAN
3.1.
Jenis Penelitian Jenis penelitian ini bersifat survey analitik dengan metode cross sectional
yaitu pengambilan dan pengumpulan data dilakukan secara bersamaan (Notoatmodjo, 2010).
3.2.
Waktu dan lokasi penelitian
3.2.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di Desa Bangunsari Baru Dusun X Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang. Adapun alasan pengambilan lokasi penelitian karena masih banyak terjadi ISPA pada Balita sebesar 66,67%. 3.2.2. Waktu Penelitian Adapun waktu penelitian adalah pada bulan Februari - April 2014.
3.3.
Populasi Dan Sampel
3.3.1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak Balita di Desa Bangunsari Baru Dusun X Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang berjumlah 150 orang Balita.
31
32
3.3.2. Sampel Sampel adalah sebagian dari jumlah populasi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Random sampling yaitu dilakukan dengan cara mengambil responden dari seluruh populasi, sehingga yang menjadi sampel dari penelitian ini adalah anak Balita yang ada di Desa Bangunsari Baru Dusun X Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang. N n= 1+N(d)2 150 n= 1+150(0,1)2 n = 60 N = Besar populasi n = Besar sampel d2 = Keterangan yang diinginkan Dalam pengambilan sampel digunakan teknik sistematik random sampling dimana jumlah populasi dibagi dengan jumlah sampel yang diinginkan, yakni 150:60 = 2,5 dibulatkan menjadi 3. Dan selanjutnya yang menjadi sampel adalah yang kelipatan 3 seperti 3, 6, 9, … sampai terpenuhi sebanyak sampel yang diinginkan yaitu 60 orang.
33
3.4.
Metode Pengumpulan Data
3.4.1. Jenis Data a. Data Primer Data didapatkan dengan melakukan dengan membagikan kuesioner terlebih dahulu dijelaskan tentang isi daftar pertanyaan setelah responden mengerti lalu dipersilahkan untuk menjawab. b. Data Sekunder Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengambil data-data dari dokumen atau catatan yang diperoleh dari Puskesmas Pembantu Tanjung Morawa Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang.
3.5.
Defenisi Operasional
1. ISPA adalah suatu penyakit pernafasan akut yang di tandai dengan gejala batuk, pilek, serak, demam dan mengeluarkan ingus atau lendir yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Alat ukur : Kuesioner Hasil ukur : 1. ISPA 2. Tidak ISPA Skala ukur : Nominal 2. Kondisi rumah adalah suatu bangunan rumah yang memenuhi syarat dalam suatu anggota keluarga dalam tempat berlindung, yang meliputi: lantai yang kedap air,
34
dinding rumah yang terbuat dari tembok , adanya ventilasi, dan atap rumah yang terbuat dari genteng. Alat ukur : Kuesioner Hasil ukur : 1. Memenuhi syarat rumah 2. Tidak memenuhi syarat rumah Skala ukur : Nominal 3. Sanitasi rumah adalah usaha pengawasan terhadap suatu tempat yang dipakai untuk berlindung yang dapat memberikan rasa nyaman dan bebas dari kemungkinan-kemungkinan penyebaran penyakit terutama infeksi saluran pernafasan. Alat ukur : Kuesioner Hasil ukur : 1. Dilakukan 2. Tidak dilakukan Skala ukur : Nominal 4. Perilaku Anggota Keluarga Merokok adalah adanya kebiasaan keluarga yang merokok di dalam rumah sehingga memiliki daya merusak cukup besar terhadap kesehatan terutama sistem pernapasan. Alat ukur : Kuesioner Hasil ukur : 1. Merokok 2. Tidak merokok Skala ukur : Nominal
35
3.6
Pengelolahan Data Setelah data berhasil dikumpulkan, selanjutnya data diolah, adapun cara
pengolahan data adalah sebagai berikut : 1. Editing (Pengecekan) Merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir atau kuesioner. 2. Coding (Pengkodean) Merupakan pengubahan data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan. Misalnya jenis 1 = laki-laki, 2 = perempuan. 3. Entry (Memasukkan Data) Kegiatan memasukan data yang telah dikumpulkan ke dalam master table atau base computer, kemudian membuat distribusi sederhana atau dengan membuat table kontigensi. 4. Cleaning (Pembersihan Data) Cleaning merupakan kegiatan pengecekan kembali data kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidak lengkapan dan sebagainya kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi.
3.7.
Analisis Data
1. Analisis Univariat Analisis
data
secara
univariat
bertujuan
untuk
menjelaskan
atau
mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Analisis ini digunakan untuk menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase dari setiap variabel.
36
2. Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk menguji ada tidaknya hubungan kondisi, sanitasi rumah dan perilaku anggota keluarga merokok dengan ISPA pada Balita di Desa Bangunsari Baru Dusun X Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang lalu dilakukan uji chi-square kemudian hasilnya dinarasikan.
37
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1.
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1.
Sebelah Utara berbatasan dengan Kaplingan.
2.
Sebelah Timur berbatasan dengan tanah garapan (tanah PT, PN).
3.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Lapangan Bola dan Dusun IX.
4.
Sebelah Barat berbatasan dengan Dusun VIII
4.2.
Gambaran Umum Responden
4.2.1. Kondisi Lantai Rumah Responden Untuk melihat kondisi lantai rumah responden di Desa Bangun Bangunsari Baru Dusun X Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang pada Januari – April 2014 dilihat pada tabel 4.1 : Tabel 4.1 Gambaran Umum Responden Menurut Kondisi Lantai Rumah di Desa Bangunsari Baru Dusun X Kec. Tanjung Morawa Kab. Deli Serdang pada Januari – April 2014 No 1 2
Kondisi Lantai Rumah Kedap Air Tidak Kedap Air Jumlah
f 45 15 60
% 75 25 100
Dari tabel diatas dapat terlihat bahwa responden yang kondisi lantai rumah yang kedap air sebanyak 45 orang 75%) dan kondisi lantai yang tidak kedap air 15 orang (25%).
37
38
4.2.2. Kondisi Dinding Rumah Responden Untuk melihat kondisi dinding rumah di Desa Bangunsari Baru Dusun X Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang pada Januari – April 2014 dilihat pada tabel 4.2 : Tabel 4.2 Gambaran Umum Responden Menurut Kondisi Dinding Rumah di Desa Bangunsari Baru Dusun X Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang pada Januari – April 2014 No 1. 2.
Dinding Rumah Tembok Papan Jumlah
f 55 5 60
% 91,67 8,33 100
Dari tabel diatas dapat terlihat bahwa responden yang kondisi dinding rumah yang tembok sebanyak 55 orang (91,67%) dan kondisi dinding rumah yang papan 5 orang (8,33%). 4.2.3. Kondisi Atap Rumah Responden Untuk melihat kondisi atap rumah di Desa Bangunsari Baru Dusun X Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang pada Januari – April 2014 dilihat pada tabel 4.3 : Tabel 4.3 Gambaran Umum Responden Menurut Kondisi Atap Rumah di Desa Bangunsari Baru Dusun X Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang pada Januari – April 2014 No 1. 2.
Atap Rumah Genteng Seng Jumlah
f 15 45 60
% 25 75 100
39
Dari tabel diatas dapat terlihat bahwa responden yang kondisi atap rumah yang genteng sebanyak 15 orang (25%) dan kondisi atap rumah yang seng 45 orang (75%). 4.2.4. Ventilasi Rumah Responden Untuk melihat ventilasi rumah di Desa Bangun Bangunsari Baru Dusun X Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang pada Januari – April 2014 dilihat pada tabel 4.4 : Tabel 4.4 Gambaran Umum Responden Menurut Ventilasi Rumah di Desa Bangunsari Baru Dusun X Kec. Tanjung Morawa Kab. Deli Serdang pada Januari – April 2014 No 1. 2.
Ventilasi Rumah Ada Tidak ada Jumlah
f 50 10 60
% 83,33 16,67 100
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa responden yang memiliki ventilasi rumah ada sebanyak 50 orang (83,33%) dan yang tidak ada ventilasi rumah sebanyak 10 orang (16,67%). 4.2.5. Kepadatan Hunian Responden Untuk melihat kepadatan hunian di Desa Bangun Bangunsari Baru Dusun X Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang pada Januari – April 2014 dilihat pada tabel 4.5 :
40
Tabel 4.5 Gambaran Umum Responden Menurut Kepadatan Hunian di Desa Bangunsari Baru Dusun X Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang pada Januari – April 2014 No 1. 2.
Kepadatan Hunian Padat Tidak Padat Jumlah
f 20 40 60
% 33,33 66,67 100
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa responden yang kepadatan hunian rumah yang padat sebanyak 20 orang (33,33%) dan kepadatan hunian yang tidak padat sebanyak 40 orang (66,67%). 4.2.6. Polutan Udara Untuk melihat Polutan Udara di Desa Bangun Bangunsari Baru Dusun X Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang pada Januari – April 2014 dilihat pada tabel 4.6 : Tabel 4.6 Gambaran Umum Responden Menurut Polutan Udara di Desa Bangunsari Baru Dusun X Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang pada Januari – April 2014 No 1. 2.
Polutan Udara Adanya Pencemaran Tidak Ada pencemaran Jumlah
f 15 45 60
% 25 75 100
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa responden yang polutan udara yang adanya pencemaran sebanyak 15 orang (25%) dan polutan udara yang tidak ada pencemaran sebanyak 45 orang (75%).
41
4.2.7. Pengelolaan Sampah Untuk melihat Pengelolaan Sampah di Desa Bangunsari Baru Dusun X Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang pada Januari – April 2014 dilihat pada tabel 4.7 : Tabel 4.7 Gambaran Umum Responden Menurut Pengelolaan Sampah di Desa Bangunsari Baru Dusun X Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang pada Januari – April 2014 No 1 2
Pengelolaan Sampah Dibakar Tidak dibakar Jumlah
f 35 25 60
% 58,33 41,67 100
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa responden yang pengelolaan sampah yang dibakar sebanyak 35 orang (58,33%) dan pengelolaan sampah yang tidak dibakar sebanyak 25 orang (41,67%).
4.3.
Analisis Univariat
4.3.1. ISPA pada Balita Untuk melihat variabel ISPA pada balita di Desa Bangunsari Baru Dusun X Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang pada pada Januari – April 2014 dilihat pada tabel 4.8 : Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Responden dengan ISPA pada Balita di Desa Bangunsari Baru Dusun X Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang pada Januari – April 2014 No 1. 2.
ISPA ISPA Tidak ISPA Jumlah
f 40 20 60
% 66,67 33,33 100
42
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa yang terkena ISPA pada balita sebanyak 40 responden (66,67%) dan yang tidak terkena ISPA pada balita sebanyak 20 responden (33,33%). 4.3.2. Kondisi Rumah Untuk melihat variabel kondisi rumah di Desa Bangunsari Baru Dusun X Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang pada Januari – April 2014 dilihat pada tabel 4.9: Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Responden dengan Kondisi Rumah pada Balita di Desa Bangunsari Baru Dusun X Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang pada Januari – April 2014 No 1 2
Kondisi Rumah Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat Jumlah
f 25 35 60
% 41,67 58,33 100
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa mayoritas responden dengan kondisi rumah yang tidak memenuhi syarat sebanyak 35 responden (58,33%) dan minoritas responden dengan kondisi rumah yang memenuhi syarat sebanyak 25 responden (41,67%). 4.3.3. Sanitasi Rumah Untuk melihat variabel sanitasi rumah di Desa Bangunsari Baru Dusun X Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang pada Januari – April 2014 dilihat pada tabel 4.10 :
43
Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Responden dengan sanitasi rumah di Desa Bangunsari Baru Dusun X Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang pada Januari – April 2014 No 1 2
Sanitasi Rumah Dilakukan Tidak dilakukan Jumlah
f 30 30 60
% 50 50 100
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa responden dengan dilakukan sanitasi rumah sebanyak 30 responden (50%) dan responden dengan tidak dilakukannya sanitasi rumah sebanyak 50 responden (50%). 4.3.4. Perilaku Anggota Keluarga Merokok Untuk melihat variabel Perilaku Anggota Keluarga Merokok di Desa Bangunsari Baru Dusun X Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang pada Januari – April 2014 dilihat pada tabel 4.11 : Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Responden dengan perilaku anggota keluarga di Desa Bangunsari Baru Dusun X Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang pada Januari – April 2014 No 1 2
Perilaku Anggota Keluarga Merokok Merokok Tidak Merokok Jumlah
f 45 15 60
% 75 25 100
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa mayoritas responden dengan perilaku anggota keluarga merokok sebanyak 45 responden (75%) dan minoritas responden dengan perilaku anggota keluarga tidak merokok sebanyak 15 responden (25%).
44
4.4.
Analisis Bivariat Analisis Bivariat untuk menguji apakah hubungan kondisi dan sanitasi rumah
dengan ISPA pada Balita yang dipakai dengan uji statistik Chi-square dan dapat dilihat pada tabel dibawah ini : 4.4,1. Hubungan Kondisi Rumah dengan ISPA pada Balita Untuk mengetahui hubungan kondisi rumah dengan ISPA pada Balita dapat dilihat pada tabel 4.12 : Tabel 4.12 Hubungan Kondisi Rumah dengan ISPA pada Balita di Desa Bangunsari Baru Dusun X Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang pada Januari – April 2014 No Kondisi Rumah 1 2
Memenuhi syarat rumah Tidak memenuhi syarat rumah Total
ISPA n % 8 32
ISPA pada Balita Tidak ISPA n % 17 68
Total N % 25 100
Prob
0,000
30
85,71
5
14,29
35
100
38
63,33
22
36,67
60
100
Dari tabel diatas dilihat bahwa dari 25 responden yang memenuhi syarat rumah yang mengalami ISPA sebanyak 8 orang (32%) dan yang tidak mengalami ISPA sebanyak 17 orang (68%) , sedangkan dari 35 responden yang tidak memenuhi syarat rumah yang mengalami ISPA sebanyak 30 orang (85,71%) dan yang tidak mengalami ISPA sebanyak 5 orang (14,29%).
45
Berdasarkan hasil uji statistic dengan chi-square menunjukkan bahwa probalbilitas ( 0,000 ) < α ( 0,05 ) berarti Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi rumah berhubungan dengan ISPA pada Balita. 4.4.2. Hubungan Sanitasi Rumah dengan ISPA pada Balita Untuk mengetahui hubungan sanitasi rumah dengan ISPA pada Balita dapat dilihat pada tabel 4.13 : Tabel 4.13 Hubungan Sanitasi Rumah dengan ISPA pada Balita di Desa Bangunsari Baru Dusun X Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang pada Januari – April 2014 No Sanitasi Rumah 1 2
Dilakukan Tidak dilakukan Total
n 13 22 35
ISPA % 43,33 73,33 58,33
ISPA pada Balita Tidak ISPA n % N 17 56,67 30 8 26,67 30 25 41,67 60
Total % 100 100 100
Prob
0,000
Dari tabel diatas dilihat bahwa dari 30 responden yang dilakukan sanitasi rumah mengalami ISPA sebanyak 13 orang (43,33%) dan tidak mengalami ISPA sebanyak 17 orang (56,67%) , sedangkan dari 30 responden yang tidak melakukan sanitasi rumah yang mengalami ISPA sebanyak 22 orang (73,33%) dan yang tidak mengalami ISPA sebanyak 8 orang (26,67%). Berdasarkan hasil uji statistic dengan chi-square menunjukkan bahwa probalbilitas ( 0,000 ) < α ( 0,05 ) berarti Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi rumah berhubungan dengan ISPA pada Balita.
46
4.4.3. Hubungan Perilaku Anggota Keluarga Merokok dengan ISPA Untuk mengetahui hubungan perilaku anggota keluarga merokok dengan ISPA pada Balita dapat dilihat pada tabel 4.14 : Tabel 4.14 Hubungan Perilaku Anggota Keluarga Merokok dengan ISPA pada Balita di Desa Bangunsari Baru Dusun X Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang pada Januari – April 2014 No Perilaku Anggota Keluarga Merokok 1 2
Merokok Tidak Merokok Total
ISPA pada Balita Tidak ISPA
ISPA n 34 6 40
% 75,56 40 66,67
n 11 9 20
% 24,44 60 33,33
N 45 15 60
Total % 100 100 100
Prob
0,027
Dari tabel diatas dilihat bahwa dari 45 responden yang perilaku anggota keluarga yang merokok mengalami ISPA sebanyak 34 orang (75,56%) dan tidak mengalami ISPA sebanyak 11 orang (24,44%) , sedangkan dari 15 responden yang perilaku anggota keluarga yang tidak merokok mengalami ISPA sebanyak 6 orang (40%) dan yang tidak mengalami ISPA sebanyak 9 orang (60%). Berdasarkan hasil uji statistic dengan chi-square menunjukkan bahwa probalbilitas ( 0,027 ) < α ( 0,05 ) berarti Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi rumah berhubungan dengan ISPA pada Balita
47
BAB V PEMBAHASAN Dari hasil penelitian tentang Hubungan Kondisi dan Sanitasi Rumah dengan ISPA pada Balita di Desa Bangunsari Dusun X Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang pada Januari – April 2014 maka pembahasan sebagai berikut: 5.1.
Hubungan Kondisi Rumah dengan ISPA pada Balita Hasil penelitian menunjukan kondisi rumah mempengaruhi terjadinya ISPA
pada Balita di Desa Bangunsari Dusun X Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang pada Januari – April 2014 dengan frekuensi responden yang kondisi rumah memenuhi syarat adalah sebanyak 25 responden yang terkena ISPA sebanyak 8 orang (32%) dan yang tidak mengalami ISPA sebanyak 17 orang (68%) sedangkan kondisi rumah yang tidak memenuhi syarat adalah sebanyak 35 orang yang terkena ISPA sebanyak 30 orang (85,71%) dan yang tidak mengalami ISPA sebanyak sebanyak 5 orang (14,29%). Penyakit atau gangguan saluran pernapasan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang buruk. Lingkungan yang buruk tersebut dapat berupa kondisi fisik perumahan yang tidak memenuhi seperti ventilasi, kepadatan hunian, penerangan dan pencemaran udara dalam rumah. Lingkungan perumahan sangat berpengaruh terhadap terjaadinya ISPA (Nur, 2005). 46
48
Dengan adanya ventilasi yang memenuhi syarat maka udara segar dapat masuk ke dalam ruangan rumah. Rumah yang ventilasi tidak memenuhi syarat sehingga sinar matahari pagi tidak dapat masuk dan proses pertukaran udara juga tidak lancar. Ventilasi yang kurang baik dapat membahayakan kesehatan khususnya saluran pernapasan. Ventilasi yang buruk dapat meningkatkan paparan asap (Della, 2010). Lantai rumah dapat mempengaruhi terjadinya ISPA karena lantai yang tidak memenuhi standar merupakan media yang baik untuk perkembangbiakan bakteri atau virus penyebab ISPA. Lantai yang baik adalah lantai yang kering, tidak lembab dan kedap terhadap air (Rudi, 2011). Menurut Krieger dan Higgins mengatakan bahwa kepadatan hunian rumah yang terlalu padat dan tidak cukupnya ventilasi menyebabkan kelembaban dalam rumah juga meningkat Kepadatan penghunian kamar tidur anak Balita yang tidak memenuhi syarat akan menghalangi proses pertukaran udara yang bersih sehingga kebutuhan udara bersih tidak terpenuhi dan akibatnya menjadi penyebab terjadi ISPA (shvoong, 2008). Menurut asumsi peneliti kondisi rumah yang tidak memenuhi syarat dapat mempengaruhi terjadinya ISPA pada Balita yang dapat dilihat dari hasil penelitian dan pernyataan diatas yang menyatakan lantai rumah yang tidak kedap air memicu tempat berkembangbiaknya virus atau bakteri, ventilasi yang tidak ada dan kepadatan hunian menyebabkan tidak adanya pertukaran udara yang bersih, serta atap rumah
49
yang terbuat dari seng dapat menimbulkankan hawa bertambah panas. Kondisi rumah yang kurang baik dapat lebih cepat memicu terjadinya ISPA khususnya pada Balita
5.2.
Hubungan Sanitasi Rumah dengan ISPA pada Balita Hasil penelitian menunjukan kondisi rumah mempengaruhi terjadinya ISPA
pada Balita di Desa Bangunsari Dusun X Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang pada Januari – April 2014 dengan frekuensi responden dilakukan sanitasi rumah adalah sebanyak 30 responden yang terkena ISPA sebanyak 13 orang (43,33%) dan yang tidak mengalami ISPA sebanyak 17 orang (56,67%) sedangkan tidak dilakukan sanitasi rumah adalah sebanyak 30 orang yang terkena ISPA sebanyak 22 orang (73,33%) dan yang tidak mengalami ISPA sebanyak sebanyak 8 orang (26,67%). Sanitasi rumah sangat erat kaitannya dengan angka kesakitan penyakit menular, terutama ISPA. Lingkungan perumahan sangat berpengaruh pada terjadinya dan tersebarnya ISPA ( Nono, 2008 ) Sarana sanitasi tersebut antara lain ventilasi, suhu, kelembaban, kepadatan hunian, penerangan alami, kontruksi bangunan, sarana pembuangan sampah, sarana pembuangan kotoran manusia dan penyediaan air. Sarana pembuangan sampah dengan cara membakar di daerah dekat dengan rumah menimbulkan asap yang masuk kedalam rumah, serta kurangnya ventilasi rumah menyebabkan infeksi pernapasan di dalam suatu anggota keluarga.
50
Berdasarkan hasil penelitian Yusup dan Sulistyorini (2005), diketahui bahwa ada hubungan yang bermakna antara ventilasi, pencahayaan dan kepadatan penghuni dengan kejadian ISPA pada balita. Menurut Shvoong (2008) mengatakan bahwa sanitasi rumah yang kurang baik menyebabkan penyakit ISPA pada balita. Hal ini mungkin karena ventilasi yang ada di rumah tersebut kurang sehingga mengakibatkan udara tidak dapat berganti dengan udara yang lebih bersih, hal inilah yang menyebabkan sanitasi rumah merupakan suatu faktor yang menyebabkan penyakit ISPA pada balita. Rumah yang lembab dan basah di sebabkan karena kurangnya ventilasi dan kurangnya cahaya yang masuk kedalam rumah. Sehingga virus dan kuman akan mudah hidup dan berkembang biak dalam rumah tersebut dan orang yang tinggal di rumah tersebut akan mudah sekali terkena ISPA. Menurut Purwanto (2011) mengatakan bahwa kelembaban udara adalaah kondisi udara yang tidak kering artinya banyak mengandung uap air dalam ruangan. Untuk pengukuran kelembaban udara dikategorikan 2 yaitu kelembaban udara 40%70% dikategorikan memenuhi syarat kesehatan dan kelembaban udara <40% dan >70% dikategorikan tidak memenuhi syarat kesehatan. Menurut asumsi peneliti sanitasi rumah yang kurang baik mempengaruhi terjadinya ISPA. Dan banyaknya anggota keluarga yang mengelola sarana pembuangan sampah dengan cara membakar. Sehingga menyebabkan asap yang masuk ke dalam rumah yang kondisinya rumahnya yang kurang baik dapat menimbulkan terjadinya infeksi saluran pernapasan.
51
5.3.
Hubungan Perilaku Anggota Keluarga Merokok dengan ISPA pada Balita Hasil
penelitian
menunjukan
perilaku
anggota
keluarga
merokok
mempengaruhi terjadinya ISPA pada Balita 2-5 tahun di Desa Bangunsari Dusun X Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang pada Januari – April 2014 dengan frekuensi responden perilaku anggota keluarga yang merokok adalah sebanyak 45 responden yang terkena ISPA sebanyak 34 orang (75,56%) dan yang tidak mengalami ISPA sebanyak 11 orang (24,44%) sedangkan perilaku anggota keluarga yang tidak merokok adalah sebanyak 15 orang yang terkena ISPA sebanyak 6 orang (40%) dan yang tidak mengalami ISPA sebanyak sebanyak 9 orang (60%). Menurut Rendy (2012) mengatakan bahwa perilaku anggota keluarga yang bisa menyebabkan kejadian ISPA pada Balita diantaranya adalah ada anggota keluarga yang menderita ISPA di rumah yang mempunyai kebiasaan kurang baik (tidak menutup mulut pada saat batuk atau bersin dekat Balita), kebersihan rumah yang kurang dalam menggunakan obat nyamuk bakar dan paling berpengaruh adalah merokok didalam rumah. Semakin banyak rokok yang dihisap oleh keluarga semakin besar memberikan resiko terhadap kejadian ISPA, khususnya apabila merokok dilakukan oleh ibu bayi. Dan terdapatnya seorang perokok atau lebih dalam rumah akan memperbesar risiko anggota keluarga menderita sakit seperti gangguan pernafasan, memperburuk asma serta dapat meningkatkan risiko untuk mendapat serangan ISPA khususnya pada Balita.
52
Asap rokok dari orang tua atau penghuni rumah yang satu atap dengan Balita merupakan bahan pencemaran dalam ruang tempat tinggal yang serius serta akan menambah resiko kesakitan dari bahan toksik pada anak-anak. Paparan yang terusmenerus akan menimbulkan gangguan pernafasan terutama memperberat timbulnya infeksi saluran pernafasan akut dan gangguan paru-paru pada saat dewasa ( Yuli, 2012). Hasil penelitian Rendy (2012), mengatakan bahwa pada keluarga yang merokok, secara statistik anaknya mempunyai kemungkinan terkena ISPA 2 kali lipat dibandingkan dengan anak dari keluarga yang tidak merokok. Penelitian lain menunjukkan bahwa episode ISPA meningkat 2 kali lipat akibat orang tua merokok. Menurut asumsi peneliti perilaku anggota keluarga yang merokok memang mempengaruhi terjadinya ISPA pada Balita yang dapat dilihat dari hasil penelitian dan pernyataan diatas yang menyatakan bahwa asap rokok dari anggota keluarga yang merokok di dalam rumah dapat menimbulkan infeksi saluran pernapasan.
53
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1.
Kesimpulan
1. Kejadian ISPA pada Balita di Desa Bangunsari Baru Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang sebanyak 66,67%. 2. Hubungan Kondisi Rumah dengan ISPA pada Balita di Desa Bangunsari Baru Dusun X Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang sebanyak 58,33%. 3. Hubungan Sanitasi Rumah dengan ISPA pada Balita di Desa Bangunsari Baru Dusun X Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang sebanyak 50%. 4. Hubungan Perilaku Anggota Keluarga Merokok dengan ISPA pada Balita di Desa Bangunsari Baru Dusun X Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang sebanyak 75% 5. Ada Hubungan Kondisi, Sanitasi Rumah dan perilaku anggota keluarga merokok dengan ISPA pada Balita di Desa Bangunsari Baru Dusu X Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang. 6.2.
Saran
1. Masyarakat sebaiknya memberikan perhatian pada saat mendirikan rumah yaitu membuat rumah yang memenuhi syarat kesehatan. 2. Meningkatkan pengetahuan masyarakat di bidang kesehatan lingkungan, khususnya sanitasi rumah dan pola hidup sehat guna mengendalikan faktor resiko
53
54
yang dapat menyebabkan terjadinya ISPA
dengan cara penyuluhan atau
peningkatan pengetahuan masyarakat oleh tenaga kesehatan 3. Meningkatkan perilaku hidup sehat yaitu kebiasaan membuka jendela pada pagi dan siang hari, memangkas pohon yang terlalu berdekatan dengan jendela. 4. Menyarankan bagi Orang tua tidak merokok di dalam rumah yang khususnya memiliki balita dan memperhatikan ventilasi rumah untuk sirkulasi udara kotor seperti asap rokok.
55
Lampiran 1 DAFTAR KUESIONER UNTUK DATA TENTANG HUBUNGAN KONDISI SANITASI RUMAH DAN PERILAKU ANGGOTA KELUARGA MEROKOK DENGAN ISPA PADA BALITA DI DESA BANGUNSARI BARU DUSUN X KECAMATAN TANJUNG MORAWA KABUPATEN DELI SERDANG PADA JANUARI–APRIL 2014 Indentitas Responden 1. Nama Ibu
:
2. Nama Anak
:
3. Umur Anak
:
4. Anak ke
:
5. Alamat
:
A. ISPA ( Infeksi Saluran Pernafasan Akut) 1. Apakah saat terjadinya ISPA terhadap anak saudara di mulai dari batuk, pilek dan kemudian beberapa hari disertai dengan demam ? a. Ya b. Tidak 2. Sampai berapa hari anak saudara terkena batuk dan pilek? a. < 14 hari b. > 14 hari
55
56
B. Kondisi Rumah 1. Lantai rumah : a. Semen kasar b. Tanah c. Keramik 2. Kondisi didalam rumah : a. Lembab b. Kering 3. Ventilasi : a. Ada ventilasi b. Tidak ada ventilasi 4.
Dinding rumah: a. Tembok b. Papan
5.
Atap rumah terbuat : a. Genteng b. Seng
6.
Berapa jumlah anggota keluarga dalam satu rumah ? a. < 5 orang b. > 5 orang
57
C. Sanitasi Rumah 1. Apa kondisi rumah terhindar dari debu ataupun kebisingan ? a. Ya b. Tidak 2. Apakah saudara memasak dengan menggunakan bahan bakar kayu ? a. Ya b. Tidak 3. Bagaimana tempat pembuangan sampah akhir? a. Dibuang keparit b. Dibakar c. Diambil petugas D. Perilaku Anggota Keluarga Merokok 1. Apakah anak saudara tinggal di sekitar orang yang suka merokok ? a. Ya b. Tidak 2. Apakah orang tua balita memiliki kebiasaan merokok di dalam rumah ? a. Ya b. Tidak
58
Lampiran 2 Master Data No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37.
Kondisi Rumah
Sanitasi Rumah
2 2 1 1 2 2 1 2 1 2 2 2 2 1 1 2 2 2 1 2 1 2 1 1 2 2 1 2 2 2 2 1 2 1 2 1 2
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 2 1 1 1 2 2 1 2 1 2 1 1 2 2 1 1 2 1 1 1 2 1 1 2 1 58
Perilaku Anggota Keluarga 2 1 1 2 1 1 1 1 2 1 1 1 1 2 1 1 1 2 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 2 1 1 1
ISPA 1 1 2 2 1 1 2 1 2 1 2 1 1 2 1 2 1 1 2 1 2 1 1 2 1 1 2 1 1 1 2 1 1 2 1 1 1
59
38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60.
1 2 1 2 1 2 1 2 1 1 2 1 2 2 1 2 1 2 1 2 1 2 2
1 2 1 2 1 2 2 1 2 1 2 1 2 2 2 2 1 2 1 2 1 2 2
2 1 1 1 2 1 1 2 1 2 1 2 1 1 2 1 1 1 2 1 1 1 1
1 1 2 1 1 1 2 1 1 2 1 2 1 1 2 1 1 1 2 1 2 1 1
KETERANGAN Kondisi Rumah
: Memenuhi syarat rumah Tidak memenuhi syarat rumah
Sanitasi Rumah
: Dilakukan
: Merokok
:2 :1
Tidak Merokok ISPA pada Balita
:2 :1
Tidak Dilakukan Perilaku Anggota Keluarga
:1
: ISPA
:2 :1
Tidak ISPA
:2 58
60
Lampiran 3 Frequencies Statistics Perilaku anggota Sanitasi rumah keluarga merokok
Kondisi rumah N
Valid Missing
Ispa
60
60
60
60
0
0
0
0
Kondisi rumah
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Memenuhi syarat
25
41.7
41.7
41.7
Tidak memenuhi syarat
35
58.3
58.3
100.0
Total
60
100.0
100.0
Sanitasi rumah Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Bersih
30
50.0
50.0
50.0
Tidak bersih
30
50.0
50.0
100.0
Total
60
100.0
100.0
Perilaku anggota keluarga merokok
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Merokok
45
75.0
75.0
75.0
Tidak merokok
15
25.0
25.0
100.0
Total
60
100.0
100.0
60
61
ISPA Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
ISPA
Tidak ISPA Total Crosstabs
40
66.7
66.7
66.7
20
33.3
33.3
100.0
60
100.0
100.0
Case Processing Summary Cases Valid N Kondisi rumah * ispa Sanitasi rumah * ispa Perilaku anggota keluarga merokok * ispa
Missing
Percent
N
Total
Percent
N
Percent
60 60
100.0% 100.0%
0 0
.0% .0%
60 60
100.0% 100.0%
60
100.0%
0
.0%
60
100.0%
Kondisi rumah * ispa Crosstab Ispa Tidak ISPA
ISPA Kondisirumah Memenuhi syarat
Count Expected Count % within kondisirumah
Tidak memenuhi syarat
Count Expected Count % within kondisirumah
Total
Count Expected Count % within kondisirumah
Total
8
17
25
16.7
8.3
25.0
32.0%
68.0%
100.0%
30
5
35
23.3
11.7
35.0
85.7%
14.3%
100.0%
40
20
60
40.0
20.0
60.0
66.7%
33.3%
100.0%
62
Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2- Exact Sig. (1sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 23.177 1 .000 b Continuity Correction 20.580 1 .000 Likelihood Ratio 24.563 1 .000 Fisher's Exact Test .000 Linear-by-Linear 22.791 1 .000 Association N of Valid Casesb 60 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.33. b. Computed only for a 2x2 table
.000
Sanitasi rumah * ispa Crosstab Ispa ISPA Sanitasirumah
Dilakukan
Count Expected Count % within sanitasirumah
Tidak dilakukan
Count Expected Count % within sanitasirumah
Total
Count Expected Count % within sanitasirumah
Tidak ISPA
Total
13
17
30
20.0
10.0
30.0
43.3%
56.7%
100.0%
22
8
30
20.0
10.0
30.0
73.3%
26.7%
100.0%
40
20
60
40.0
20.0
60.0
66.7%
33.3%
100.0%
63
Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2- Exact Sig. (1sided) sided)
Pearson Chi-Square 14.700a 1 .000 b Continuity Correction 12.675 1 .000 Likelihood Ratio 15.823 1 .000 Fisher's Exact Test .000 Linear-by-Linear 14.455 1 .000 Association N of Valid Casesb 60 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.00. b. Computed only for a 2x2 table
.000
Perilaku anggota keluarga merokok * ispa Crosstab ISPA Tidak ISPA
ISPA Perilaku anggota keluarga merokok
Merokok
Count Expected Count % within perilaku anggota keluarga merokok
Tidak merokok Count Expected Count % within perilaku anggota keluarga merokok Total
Count Expected Count % within perilaku anggota keluarga merokok
Total
34
11
45
30.0
15.0
45.0
75.6%
24.4%
100.0%
6
9
15
10.0
5.0
15.0
40.0%
60.0%
100.0%
40
20
60
40.0
20.0
60.0
66.7%
33.3%
100.0%
64
Chi-Square Tests Value
Df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2- Exact Sig. (1sided) sided)
Pearson Chi-Square 6.400a 1 .011 b Continuity Correction 4.900 1 .027 Likelihood Ratio 6.138 1 .013 Fisher's Exact Test .024 Linear-by-Linear 6.293 1 .012 Association N of Valid Casesb 60 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.00. b. Computed only for a 2x2 table
.015