Bab I Pendahuluan
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Dewasa ini dunia perancangan bangunan mengarah pada bentuk-bentuk struktur yang langsing dalam rangka mengatasi terbatasnya lahan. Seiring hal tersebut
perkembangan
dalam
dunia
komputerisasi
memungkinkan
perhitungan analisis menjadi lebih kompleks, dan akhirnya menghasilkan analisis dinamik non linier yang menghasilkan analisis yang lebih akurat. Indonesia yang merupakan daerah risiko gempa yang dengan intensitas cukup besar, maka perancangan bangunan bertingkat banyak menjadi suatu masalah yang besar. Diperlukan bangunan yang kuat atau kokoh, sistem perkakuan vertikal yang dapat menambah kekakuan gedung dalam menahan gaya lateral dan stabil. Atas dasar permasalahan tersebut, serta sebagai salah satu persyaratan dalam mencapai
gelar
sarjana
jenjang
Strata-1
(S1),
penulis
mencoba
mengaplikasikan teori-teori dalam bangku kuliah dengan mencoba membuat design stuktur dengan judul “Perancangan Struktur Gedung BPM - PKUD Jakarta.
I-1
Bab I Pendahuluan
Akhirnya dapat diharapkan agar penulis dapat memahami filosofi desain struktur serta dapat menjaga konsistensi desain dalam hal pelaksanaan maupun pengawasan pekerjaan.
1.2 Tujuan 1. Merancang struktur gedung BPM – PKUD Jakarta bagian atas dengan konstruksi beton bertulang tahan gempa yang optimal
1.3 Ruang Lingkup dan Batasan Masalah Penyusunan Tugas Akhir ini bertujuan untuk memberikan arahan dalam mendesain sistem struktur bagian atas meliputi : 1. Melakukan perhitungan analisa struktur dengan menggunakan software SAP 2000. 2. Mendesain output dari SAP 2000 untuk dijadikan gambar detail design bagian balok, kolom dan plat beton. 3. Standar yang digunakan adalah Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Bangunan Gedung “SNI 03-1726-2003 dan Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung “SNI 03-2847-2002. 4. Analisa yang digunakan dengan analisa statik equivalen, karena bangunan ini simetris. 1.4 Metode Penulisan Metode penyusunan yang digunakan pada Tugas Akhir ini sebagai berikut : 1. Pengumpulan data, pada penyusunan ini data yang dipergunakan adalah hasil akhir berupa gambar arsitektur yang telah dilaksanakan oleh PT.
I-2
Bab I Pendahuluan
Ciptanusa
Buana
Sentosa
sebagai
Konsultan
Arsitektur
proyek
“Pembangunan Gedung (BPM & PKUD). 2. Adapun urutan-urutan dalam perancangan Proyek “Pembangunan Gedung (BPM & PKUD) adalah sebagai bagan berikut dibawah ini :
START
Gambar 1.1 Flow chart Design Proyek “Pembangunan Gedung (BPM & PKUD)
I-3
Bab I Pendahuluan
1.5 Sistematika Penulisan Bab I, Pendahuluan, memaparkan latar belakang permasalahan, tujuan, ruang lingkup dan batasan masalah, metode penulisan dan sistematika penulisan.
Bab II, Dasar-Dasar Perencanaan Struktur Beton Bertulang, menjelaskan tentang dasar-dasar teori perencanaan struktur beton bertulang dan rumusanrumusan yang digunakan dalam perhitungan upper struktur yang akan didesain serta referensi lain yang mendukung penyusunan Tugas Akhir ini.
Bab III, Dasar-Dasar Perencanaan Gedung Beton Bertulang Berlantai Banyak, yaitu tentang dasar-dasar teori perencanaan gedung beton bertulang tahan berlantai banyak sesuai dengan Standar Nasional Indonesia.
Bab IV, Study Kasus, Desain pendahuluan, pembebanan, analisa struktur, penulangan pada balok, kolom dan pelat.
Bab V, Simpulan dan Saran
I-4
Bab II Dasar-dasarPerencanaan Struktur Beton Bertulang
BAB II DASAR-DASAR PERENCANAAN STRUKTUR BETON BERTULANG
2.1 Pendahuluan Beton bertulang adalah beton yang terdiri dari beton dan baja sebagai tulangan, dimana beton menahan terhadap tekan dan baja sebagai tulangan menahan gaya tarik pada serat yang menerima gaya tarik sehingga dicapai disain kekuatan batas yang direncanakan. Adapun untuk beton itu sendiri merupakan campuran proporsi tertentu dari semen, pasir dan split/koral atau agregat lainnya dan air untuk membuat campuran sesuai dengan kekuatan karakteristik yang direncanakan.
2.2 Beton dan baja tulangan Bila sebuah balok beton (tidak bertulang ) diberi tekan yang makin membesar dan regangan yang terjadi setelah setiap pertambahan beban diukur, maka diagram σ-ε (tegangan –regangan) dapat dibuat (gambar 2.1). Besar tegangan tekan ultimat σ’cu tergantung pada mutu beton, jadi semakin baik betonnya semakin tinggi harga maksimum σ’cu’. Bila beton dengan mutu yang sama diberi beban tarik yang makin lama makin diperbesar, ternyata hubungan antara tegangan dan regangan berupa non linier. Retakan pada beton sudah terjadi pada nilai σ dan ε (tegangan dan regangan tarik) yang amat rendah dibanding dengan akibat beban tekan. Ini II-1
Bab II Dasar-dasarPerencanaan Struktur Beton Bertulang
terjadi karena beton sangat mampu untuk menahan tegangan tekan tetapi tidak dapat, atau hampir tidak dapat menahan tegangan tarik.
Gambar 2.1. Diagram tegangan dan regangan beton ( sumber : CUR 1, W.S. VIS dan Gideon Kusuma )
Uji tarik pada batang baja tulangan memberikan hasil yang dapat digambarkan pada diagram tegangan-regangan seperti pada gambar 2.2 atau 2.3. Untuk jenis baja tulangan yang dikerjakan dalam keadaan panas (gambar 2.2) berlaku hubungan antara σs dan εs berbentuk linier. Pada awal diagram ini modulus elastisitas baja boleh dikatakan konstan yaitu 2,0 x 10 6 Kg/cm2. Kemudian terdapat bagian horisontal yang dikenal dengan batas leleh dimana regangan bertambah sedangan tegangan boleh dikatakan konstan. Tegangan ini disebut tegangan leleh baja yang dinyatakan dengan σy’. Setelah terjadi pelelehan, garis kurva naik lagi dan melewati titik maksimum (tegangan ultimat), kemudian turun ke suatu nilai tegangan yang lebih rendah dimana batang akan putus. II-2
Bab II Dasar-dasarPerencanaan Struktur Beton Bertulang
Setelah terjadi pelelehan, garis kurva naik lagi dan melewati titik maksimum (tegangan ultimat), kemudian turun ke suatu nilai tegangan yang lebih rendah dimana batang aakan putus. Sebuah batang baja tulangan yang tertanam baik dalam beton yang mengeras akan merekat sedemian rupa, hingga diperlukan gaya yang cukup besar untuk menariknya
keluar.
Gejala
ini disebut
adhesi atau
lekatan
yang
memungkinkan kedua bahan tersebut dapat saling bekerja sama secara struktural. Lagi pula, bila penutup beton cukup padat dan tebal sebagai pelindung tulangan terhadap korosi.
Gambar 2.2.a. Diagram tegangan dan regangan baja wals ( sumber : CUR 1, W.S. VIS dan Gideon Kusuma )
Gambar 2.2.b. Diagram tegangan dan regangan baja pengerjaan dingin ( sumber : CUR 1, W.S. VIS dan Gideon Kusuma )
II-3
Bab II Dasar-dasarPerencanaan Struktur Beton Bertulang
Lekatan yang baik serta kesamaan koefisien muai merupakan suatu alasan utama bahwa, beton dan baja tulangan adalah suatu kombinasi teknis yang baik. Kerja sama kedua material ini, masing-masing melaksanakan fungsi yang paling sesuai yaitu baja melawan tegangan tarik dan beton melawan tegangan tekan. Selanjutnya juga perlindungan terhadap korosi, serta syaratsyarat kekakuan (keadaan batas lendutan) dan pembatasan lebar celah retakan (keadaan batas retak) mudah untuk dapat dipenuhi.
2.3 Balok Balok merupakan salah satu komponen struktur yang menerima gaya lentur merupakan akibat dari adanya regangan yang timbul karena adanya beban luar, apabila bebannya bertambah sampai mengalami failure (kegagalan, kehancuran) akan mengalami tiga tahap perubahan tegangan pada penampang bidang normalnya. Distribusi tegangan dan regangan di dalam penampang sebuah balok dapat dilukiskan dalam gambar 2.3b. Karena deformasi baja tulangan dan serat beton pada lapis yang sama adalah sebanding, gaya internal baja tulangan dapat ditentukan melalui perbandingan regangan. Konsep material homogen berlaku, dan hubungan antara momen dan tegangan dapat dirumuskan melalui persamaan f =
Mc I
II-4
Bab II Dasar-dasarPerencanaan Struktur Beton Bertulang
Dimana
M = Momen lentur c = Jarak ke serat terluar I = Momen inersia f
= tegangan pada serat terluar
Gambar 2.3. Perilaku balok beton akibat peningkatan beban a. Pembebana dan penampangan balok b. Tegangan-regangan penampang sebelum retak c. Distribusi retak-tarik d. Tegangan-regangan setelah terjadi retak-tarik ( sumber : Struktur Beton Bertulang, L.Wahyudi & Syahril A. Rahim )
II-5
Bab II Dasar-dasarPerencanaan Struktur Beton Bertulang
Kemudian beton mengalami penambahan beban yang mengakibatkan deformasi terbesar terjadi pada di daerah tarik. Regangan tarik ε tarik = Rtarik / (Ec/2). Dimana R tarik adalah ketahanan tarik beton. Deformasi tulangan disini juga sama dengan ε tarik, jadi tegangan dalam tulangan. ts = Es * ε tarik ts = Es * Rtarik / (Ec/2) = 2 * Rtarik * Es/Ec = 2 * n * Rtarik Dimana n = Es/Ec Pada saat peningkatan beban terus berlanjut timbul retak-retak, akibatnya letak garis netral naik-turun, terjadi tegangan tulangan ts rata-rata. Tahap ini untuk perhitungan deformasi lentur ( misalnya penurunanan akibat lentur ) dari perhitungan lebar retak. Pada tahap ini retak pada beton membuka. Tegangan tarik dalam tulangan baja mencapai fy Tegangan tekan dalam beton mencapai tegangan batas lentur RI. Tahap ini untuk perhitungan kapasitas penampang misalnya dalam menahan lenturan, gaya aksial dan sebagainya. Pertama, bila baja tulangan terpasang relatif sedikit, sehingga pada tingkat beban
tetentu baja tulangan dapat mencapai tegangan lelehnya. Bila ini
terjadi, regangan beton di bagian tekan akan meningkat hingga mencapai batas regangan-hancur beton, dan terjadi runtuh-tekan sekunder (secondary compression failure), dengan tingkat beban yang sedikit di atas beban yang menyebabkan baja tulangan meleleh. Kedua, Bila baja tulangan relatif banyak dan apabila dengan mutu tinggi, kekuatan-tekan beton dapat dilampaui sebelum baja tulangan mencapai
II-6
Bab II Dasar-dasarPerencanaan Struktur Beton Bertulang
tegangan leleh. Bagian beton tekan akan hancur, karena timbulnua regangan yang terlalu besar yang menyebabkan hilangnya integritas beton. Keruntuhan secara ini terjadi secara mendadak. Berdasarkan keadaan ini, balok harus di desain sedemikian rupa, sehingga pada kondisi beban berlebihan, keruntuhan akan terjadi menurt jenis pertama dengan pelelehan baja tulangan terlebih dahulu. Pada tahap ini blok tegangan tekan beton disederhanakan dari bentuk lengkung menjadi persegi agar mudah menghitung luasnya dan mudah mencari titik beratnya. Sesuai Pasal 12.2.6
SNI 03 -2847-2002 Blok
tegangan beton disederhanakan ini disebut blok tegangan beton equivalen, karena luasnya sama dengan dengan luas blok bentuk lengkung, dan titik beratnya hampir berimpit untuk kedua bentuk itu. Blok tegangan equivalen bentuk persegi ini berlaku untuk setiap mutu beton dan setiap bentuk penampang, selanjutnya regangan beton tertekan diserat terluar antara 0.0015-0.002 yang diikuti oleh kurva turun sampai regangan ultimat (hancurnya beton) sebesar 0,003 sampai lebih tinggi dari 0,008. Tata cara ini menetapkan regangan maksimum yang dapat dipakai untuk desain adalah 0,003. Tahap ini disebut keadaan batas. Ciri-ciri perhitungan kekuatan batas adalah : 1. Memperhitungkan diagram tegangan (stress) dan regangan (strain). 2. Regangan batas normal tercapai sebesar 0,003 Dari penampang normal yang mengalami momen lentur dapat digambarkan
II-7
Bab II Dasar-dasarPerencanaan Struktur Beton Bertulang
diagram regangan dan diagram tegangan yang selanjutnya berlaku ketentuan sebagai berikut :
Gambar 2.4. Pengaruh momen luar M pada penampang beton bertulang ( sumber : Menghitung Beton Bertulang, Ir. Udiyanto )
Pada Pasal 12.2.7.1 SNI 03 – 2847-2002 Ketahanan lentur beton RI = 0,85 * fc = β1*c
Tinggi blok tegangan eqivalen adalah
Tinggi garis netral dari serat terluar tertekan adalah c Adapun faktor β1 Pada Pasal 12.2.7.3 SNI 03 – 2847-2002 sebesar 0,85 untuk beton dengan fc’ ≤ 30 Mpa dan telah ditentukan secara eksperintal nilainya berkurang 0,05 untuk setiap kenaikan 7 Mpa dari fc’ yang melebihi 30 Mpa, tetapi β1 tidak boleh diambil kurang dari 0,65. Pada desain ukuran penampangnya ditentukan terlebih dahulu untuk kemudian dianalisis untuk menentukan apa penampang tersebut dapat dengan aman memikul beban luar yang diperlukan atau tidak, untuk mendalami prinsip-prinsip mekanika dasar mengenai keseimbangan merupakan hal yang harus terpenuhi untuk setiap keadaan pembebanan. Bila gambar 2.4 diperhatikan dengan seksama, resultan gaya tarik T pada baja tulangan dapat ditetapkan sebagai :
II-8
Bab II Dasar-dasarPerencanaan Struktur Beton Bertulang
T = As * fs Pada beton
: C = 0,85 * fc’ * a * b
Kedua resultan gaya ini harus memenuhi keseimbangan horisontal, sehingga T=C As * fs = 0,85*fc’*a*b Diperoleh tinggi blok tegangan a sebagai :
a=
As * fs 0,85 * fc'*a * b
Lengan momen internal, yaitu jarak antara resultan gaya tekan beton dengan gaya tarik di tulangan, adalah sejauh (d-0,5a) sebagaimana dapat dilihat pada gambar 2.4 dengan demikian momen internal dapat dirumuskan sebagai : Mu = Tz = Cz Atau Mu = As*fs (d-0,5a) Tergantung pada nilai fs, terdapat tiga keadaan yang mungkin terjadi yaitu : a. Keruntuhan tarik / tension failure ( underreinforced beams ) b. Keruntuhan imbang / balance failure c. Keruntuhan tekan / compression failure ( overreinforced beams ) Keruntuhan tarik akan terjadi bila prosentase baja tulangan suatu penampang balok relative kecil sehingga tulangan ini lebih dulu mencapai tegangan lelehnya sebelum tegangan tekan beton mencapai maksimum. Pada tahap ini, regangan baja tulangan εs = εsy dan regangan beton εc < εcu. Peningkatan beban luar berikutnya akan memperbesar deformasi baja tulangan secara plastis, yang kemudian memperlebar retak pada daerah tarik beton. Selama proses deformasi, tegangan baja tetap konstan sebesar (Asfy). Tetapi, untuk mengimbangi peningkatan beban tersebut, tegangan teka beton akan bertambah bersama dengan II-9
Bab II Dasar-dasarPerencanaan Struktur Beton Bertulang
naiknya sumbu nertal dan resultan tegangan tekan C (bila daerah tarik terletak di bawah ), yang menyebabkan bertambahnya jarak antara kedua resultan gaya internal z, dan momen internal Tz. Proses ini terus berlanjut hingga daerah tekan beton retak atau regangan serat tekan beton εc = εcu Penampang balok yang memiliki prosentase tulangan seperti ini disebut sebagai balok perkuatan-kurang (underreinforced beams). Penampang akan mengalami deformasi plastis yang cukup besar sehingga menimbulkan retak-retak pada daerah tarik yang merupakan tanda bahwa balok tersebut hancur. Keruntuhan inilah yang disebut keruntuhan tarik (tension failure) Keadaan seimbang terpenuhi bila regangan pada tulangan tarik tepat mencapai regangan yang berhubungan dengan tegangan leleh yang ditentukan fy dan pada saat yang sama, bagian beton yang tertekan mencapai regangan batas asumsi 0,003 sesuai Pasal 12.2.6 SNI 03 -2847-2002. Jika beton maupun baja tulangan mencapai regangan atau tegangan maksimumnya secara bersamaan, keruntuhan penampang ini-mungkin bukan merupakan keruntuhan struktur-dapat terjadi serentak yang disebut keruntuhan imbang (balance failure). Jika prosentase tulangan cukup besar sehingga tegangan di serat beton lebih dahulu mencapai kapasitas maksimumnya sebelum tegangan pada baja tulangan disebut perkuatan berlebihan (overreinforced). Pada kondisi ini regangan beton εc = εcu dan regangan baja tulangan εs < εy. Keruntuhan akan terjadi di daerah tekan beton sehingga disebut keruntuhan tekan (compression failure). Keruntuhan ini terjadi secara tiba-tiba, bahkan sering disertai bunyi ledakan beton hancur, dan sebelumnya tidak ada tanda-tanda berupa defleksi yang besar.
II-10
Bab II Dasar-dasarPerencanaan Struktur Beton Bertulang
Tingkat regangan yang terjadi pada ketiga kondisi tersebut dapat dilihat pada gambar 2.5
(a)
(b)
(c)
Gambar 2.5 Distribusi regangan saat runtuh a. Keruntuhan tarik b. Keruntuhan imbang c. Keruntuhan tekan ( sumber : Struktur Beton Bertulang, L.Wahyudi & Syahril A. Rahim )
Dimensi minimum balok, untuk komponen struktur satu arah yang tidak menahan atau bersatu dengan suatu partisi atau konstruksi lain yang dapat rusak akibat lendutan besar, dapat memakai persyaratan dalam tabel 2.1.
II-11
Bab II Dasar-dasarPerencanaan Struktur Beton Bertulang Tabel 2.1. Tebal minimum balok non prategang atau pelat satu arah bila lendutan tidak dihitung ( sumber : Pasal 11.5 SNI 03-2847-2002 )
Pemilihan lebar balok sangat tergantung dari besarnya gaya lintang. Seringkali dengan mengambil b= ½ sampai dengan ¼ h ternyata cukup memadai. Urutan tahap-tahap perhitungan tulangan balok yang diperlukan untuk melawan momen lentur, secara garis besar identik dengan perhitungan tulangan pelat. Seperti pada plat, balok juga terdapat beberapa peraturan penggambaran detail penulangan yang lebih banyak berhubungan dengan praktek merencana struktur yang baik daripada berdasarkan perhitungan. Jarak antara batang tulangan harus cukup lebar agar butir-butir aggregat terbesar dapat melewatinya dan jarum penggetarpun mungkin dapat dimasukkan kedalam untuk memadatkan beton. Untuk ini jarak antara batang tulangan diambil sebesar
II-12
Bab II Dasar-dasarPerencanaan Struktur Beton Bertulang
40 mm baik untuk tulangan atas maupun bawah dan jarak inipun dianggap sebagai nilai minimum. Dari segi ekonomi, berlaku peraturan praktis berikut bagi tulangan balok : -
batasilah penggunaan beberapa diameter batang yang berbeda-beda
-
gunakan diameter-diameter berikut : 6, 8, 10, 12, 14, 16, 19, 20, 22, 22, 25, 28 dan 32 mm
-
gunakan tulangan sedikit mungkin, yaitu dengan mengambil jarak antara tulangan sebesar mungkin
-
gunakan panjang batang yang ada dipasaran
-
batang yang dibengkokkan harus cukup pendek, sebaiknya gunakan batang tulangan yang panjang hanya untuk tulangan lurus
-
bila mungkin, hanya menggunakan sengkang yang semuanya terbuat dari satu mutu baja dengan diameter yang sama
-
diameter batang yang dipilih dalam satu penampang disarankan jangan mempunyai perbedaan lebih dari satu meter
-
usahakan agar jarak antara sepasang batang pada tulangan atas balok tidak kurang dari 50mm agar dapat terbentuk celah memanjang yang cukup lebar untuk pengecoran dan pemadatan, ini khusunya bila terdapat tulangan dua lapis.
Peraturan ”Syarat penulangan balok yang baik” diatas ini dapat dilihat pada gambar 2.6
II-13
Bab II Dasar-dasarPerencanaan Struktur Beton Bertulang
Jarak minimum tulangan utama 25 mm (disarankan 40 mm)
Penutup beton tidak langsung berhubungan dengan tanah/cuaca - Untuk tulangan utama : 40 mm yang langsung berhubungan dengan tanah/cuaca - untuk > φ 16 : 50 mm - untuk ≤ φ 16 : 40 mm
Jarak maksimum sengkang 250 mm tulangan polos 300 mm tulangan diprofilkan
Jarak maksimum tulangan samping 300 mm
Jarak Minimum 25 mm
Jarak minimum tulangan utama 25 mm
Jarak minimum tulangan utama 150 mm pada maksimum momen lapangan momen tumpuan momen jepit tak terduga 300 mm momen menurun
Gambar 2.6 Syarat-syarat penulangan balok
a. Gaya aksial tekan terfaktor Gaya aksial tekan terfaktor pada komponen struktur tidak boleh melebihi 0,1*Ag*fc’. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 12.3.3. SNI 03-2847-2002 ” Untuk
komponen struktur lentur, dan untuk komponen stuktur yang dibebani kombinasi lentur dan aksial tekan dimana kuat rencana ØPn kurang dari nilai yang terkecil antara 0,1*Ag*fc’ dan ØPb maka rasio tulangan ρ yang ada tidak boleh melampaui 0,75ρb, yang merupakan rasio tulangan yang menghasilkan kondisi regangan seimbang untuk penampang yang mengalami lentur tanpa beban aksial. Untuk komponen struktur dengan tulangan tekan, bagian ρb yang disamai oleh tulangan tekan tidak perlu direduksi dengan faktor 0,75”. b. Bentang bersih komponen struktur tidak boleh kurang dari 4 kali tinggi efektif elemen struktur. c. Perbandingan lebar terhadap tinggi tidak boleh kurang dari 0,3 II-14
Bab II Dasar-dasarPerencanaan Struktur Beton Bertulang
d. Baja tulangan yang dibutuhkan untuk lentur As =
Dimana :
Mu φ * fy * j * d
As
= luas tulangan tarik non prategang (mm2)
Mu
= Momen terfaktor pada penampang (N-mm)
Ø
= Faktor reduksi kekuatan sebesar 0,80 (Pasal 11.3)
fy
= Kuat leleh tulangan non prategang (Mpa)
d
= Tinggi efektif balok
e. Periksa Momen Nominal a=
As * fy 0.85 * fc'*b
Dimana :
a
= tinggi blok tegangan persegi ekivalen (mm)
b
= lebar balok (mm)
fy
= kuat leleh tulangan non prategang (Mpa)
d
= Tinggi efektif balok
φMn = φAs * fy (d − a 2) Dimana :
a
= tinggi blok tegangan persegi ekivalen (mm)
Mn
= Momen Nominal (N-mm)
f. Periksa As Minimum Sesuai Pasal 12.5.1 SNI 03-2847-2002 As min =
fc ' bw * d 4 fy
II-15
Bab II Dasar-dasarPerencanaan Struktur Beton Bertulang
Dan tidak boleh kurang dari : As min =
1,4 bw * d fy
g. Cek rasio tulangan
ρ=
As bw * d
ρ
Dimana :
= rasio tulangan tarik non prategang
h. Pembatasan baja tulangan
ρb = 0,85 * β 1( ρb
Dimana :
fc' 600 )( ) fy 600 + fy = rasio tulangan yang memberikan kondisi regangan yang seimbang (Pasal 12.3.2)
i. Gaya Geser Vc =
fc' * bw * d 6
catatan bw = b dan Ø = 0,65 1. Vu < 0,5 Vc = maka tidak perlu sengkang ; Vu > Vc (perlu sengkang) 2. SNI 03-2847-02 Pasal 13.5.6.9 Vsmax =
3. s =
2*
fc'
3
* bw * d
d * Av * fy Vs
II-16
Bab II Dasar-dasarPerencanaan Struktur Beton Bertulang
SNI Pasal 23.3.3.2 Hoops yang pertama dipasang pada jarak 50 mm dari muka kolom terdekat, dan yang berikutnya dipasang dengan spasi terkecil di antara : 1.
d/4
2.
8 kali diameter tulangan longitudinal terkecil
3.
24 kali diameter tulangan hoop,
4.
300 mm
Berarti tulangan geser diatas (yaitu 3 kali Ø 13 di pasang dengan jarak 150 mm di daerah sepanjang 2h dari muka kolom sesuai SNI Pasal 23.3.3.1. SNI Pasal 23.3.3.4 mengatakan maximum spacing tulangan geser disepanjang balok SRPMK adalah d/2
j.
Splicing for continues bars SNI Pasal 23.3.2.1 sedkitnya harus ada 2 layer tulangan yang dibuat kontinyu, dibagian atas dan bagian bawah penampang. Untuk kasus desain balok ini sudah terpenuhi, karena tulangan longitudinal terpasang minimum 3D25, yang dipasang baik disisi atas maupun bawah penampang. SNI pasal 23.3.2.3 baja tulangan yang disalurkan harus diikat dengan hoops yang dipasang dengan spasi maksimum tekecil yaitu yang terkecil diantara d/4 dan 100 mm.
II-17
Bab II Dasar-dasarPerencanaan Struktur Beton Bertulang
2.4 Kolom
Elemen struktur yang terkena beban tekan, tanpa memperhatikan apakah momen lentur juga bekerja, secara harpiah disebut sebagai batang tekan (compression member), tetapi yang kami maksud disini batang tekan adalah kolom. Fungsinya adalah meneruskan beban dari sistem lantai ke pondasi. Sebuah kolom adalah suatu komponen struktur yang diberi beban tekan sentris atau beban tekan eksentris. Dilihat dari siegi perencanaan ternyata kolom yang bersendi pada setiap ujung dari komponen struktur tekan. Karena itu kolom mengalami gaya-gaya normal (aksial). Dengan demikian kolom adalah sebuah ” komponen struktur yang mendapat beban sentris”. Pada struktur sederhana kolom sering menjadi bagian dari struktur rangka. Bila pada kolom bagian atas dan bawah berhubungan kaku dengan komponen horisontal (balok), maka tegangan yang bekerja pada kolom, selain tegangan aksial mungkin juga terdiri dari tegangan yang disebabkan momen lentur. Kini dapat dikatakan sebuah ”komponen struktur yang mendapat beban tekan eksentris”. Kolom harus direncanakan untuk memikul beban aksial terfaktor yang bekerja pada semua lantai atau atap dan momen maksimum yang berasal dari beban terfaktor pada satu bentang terdekat dari lantai atau atap yang ditinjau. Kombinasi pembebanan yang menghasilkan rasio maksimum dari momen terhadap beban aksial juga harus diperhitungkan Pada konstruksi rangka atau struktur menerus, pengaruh dari adanya beban yang tak seimbang pada lantai atau atap terhadap kolom luar ataupun dalam harus
II-18
Bab II Dasar-dasarPerencanaan Struktur Beton Bertulang
diperhitungkan. Demikian pula pengaruh dari beban eksentris karena sebab lainnya juga harus diperhitungkan . Kolom adalah komponen struktur bangunan yang tugas utamanya menyangga beban aksial tekan vetikal dengan bagian tinggi yang tidak ditopang paling tidak 3 kali dimensi lateral terkecil, bagian-bagian dari suatu kerangka bangunan dengan fungsi dan peran seperti tersebut, kolom menempati posisi penting didalam sistem stuktur bangunan. Kegagalan kolom akan berakibat langsung pada runtuhnya komponen stuktur lain yang berhubungan dengan, atau bahkan merupakan batas runtuh total keseluruhan struktur bangunan, secara garis besar ada 3 jenis kolom beton bertulang, seperti terlihat pada gambar 2.7. Pembahasan kolom ada 2 jenis yang pertama, yaitu kolom dengan mengunakan pengikat lateral sengkang dan spiral, untuk komponen stuktur tekan yang diperkuat dengan gelagar atau pipa baja disebut kolom komposit.
Sengkang
Spiral
Penampang
Gelagar baja
Pipa baja Tulangan pokok memanjang
Spasi
Pengikat sengkang Pengikat spiral
(a)
Kolompengikat sengkang lateral
(b)
Kolompengikat spiral
II-19
(c)
Kolomkomposit beton-baja
Bab II Dasar-dasarPerencanaan Struktur Beton Bertulang
Gambar 2.7 Jenis-jenis kolom
Tulangan pengikat lateral berfungsi untuk memegang tulangan pokok memanjang agar tetap kokoh ditempatnya dan memberikan tumpuan lateral sehingga masing-masing tulangan memanjang hanya dapat tertekuk pada tempat diantara dua pengikat. Dengan demikian tulangan pengikat lateral tidak dimaksudkan untuk memberikan sumbangan terhadap
kuat lentur penampang tetapi
meperkokoh kedudukan tulangan pokok kolom. Untuk merencanakan design kolom terlebih dahulu membuat perancangan terhadap dimensi kolom yang diharapkan nantinya konsep strong kolom weak beam.
Dimensi kolom =
A=
Pu 40% * 0,85 * f ' c
Kolom beton bertulang mempunyai tulangan longitudinal, yang pararel dengan arah kerja beban, dan disusun menurut pola segi empat, bujur sangkar atau lingkaran.Pada Pasal 12.9.1 SNI 03-2847-2002 pembatasan untuk luas tulangan longitudinal komponen struktur tekan non komposit tidak boleh kurang dari 1% ataupun lebih dari 8% kali luas bruto penampang Ag. Walaupun ρmax yang diambil, pada kenyataannya sangat sulit dilaksanakan dilapangan apalagi jika diperlukan sambungan lewatan. Di Indonesia selain harga besi sangat mahal, biasa rasio tulangan yang ekonomis berkisar antara 1%-4%.
II-20
Bab II Dasar-dasarPerencanaan Struktur Beton Bertulang
Berdasarkan Pasal 12.12.2 SNI 03-2847-2002 pengaruh kelansingan pada komponen struktur tekan boleh diabaikan pada rangka tak bergoyang apabila dipenuhi : k * lu M1 ) ≤ 34 − 12( r M2
Dimana
K
= faktor panjang efektif komponen struktur tekan
lu
= Panjang bentang komponen struktur lentur (balok/pelat) yang diukur dari pusat ke pusat titk kumpul
r
= jari-jari girasi penampang kolom
M1
= momen ujung terfaktor yang lebih kecil pada kolom
M2
= momen ujung terfaktor yang lebih besar pada kolom
Gambar 2.8 Bentuk Kelengkungan Kolom
II-21
Bab II Dasar-dasarPerencanaan Struktur Beton Bertulang
Diagram interaksi yang dibuat oleh CUR merupakan salah satu diagram interaksi yang berlaku umum, dengan :
Pu et ( ) φ * Agr * 0,85 * fc' h
Pu φ * Agr * 0,85 * fc'
sebagai absis dan,
sebagai ordinat
Diagram (grafik) yang dibuat CUR terdiri dari 3 type : a. Grafik untuk kolom persegi dengan tulangan pada 2 sisi (simetris) b. Grafik untuk kolom persegi dengan tulangan pada 4 sisi (simetris) c. Grafik untuk kolom bulat. Untuk masing-masing type tersedia 3 buah grafik, untuk d’/h = 0,1 ; 0,15 dan 0,20. Adapun persyaratan untuk memenuhi standart peraturan pada SNI 03-2847-2002 Pasal 23.4.1 adalah : 1.
Gaya aksial terfaktor
maksimum yang bekerja pada kolom melebihi
Ag*fc’/10. 2.
Sisi terpendek kolom tidak kurang dari 300 mm.
3.
Rasio dimensi penampang tidak kurang dari 0,4
4.
Pasal 12.9.1 ρg dibatasi tidak kurang dari 0,01 dan tidak lebih dari 0,06
5.
Trial konfigurasi penulangan dengan menggunakan grafik CUR Pu et ( ) φ * Agr * 0,85 * fc' h
sebagai absis dan,
II-22
Bab II Dasar-dasarPerencanaan Struktur Beton Bertulang
Pu
φ * Agr * 0,85 * fc'
6.
sebagai ordinat
Tulangan geser hc = cross section dimensi inti = bw – 2(65+1/2db) Ach = cross section area inti kolom. Diukur dari serat terluar hoop ke serat terluar hoop di sisi lainnya. hc * fc ' Ag * Ash = 0,3* − 1 fyh Agh
Dan Ash = 7.
0,09 * hc * fc' fyh
SNI Pasal 23.4.4.2 Spasi maksimum adalah yang terkecil di antara : a.
¼ cross section dimensi kolom
b.
6 kali diameter tulangan longitudinal
2.5 Plat Lantai
Untuk merencanakan pelat beton bertulang yang perlu dipertimbangan tidak hanya pembebanan, tetapi juga ukuran dan syarat-syarat tumpuan pada tepi. Syarat-syarat tumpuan menentukan jenis perletakan dan jenis penghubung ditempat tumpuan. Bila pelat dapat berotasi bebas pada tumpuan, maka pelat itu dikatakan ”ditumpu bebas” karena pelat tertumpu oleh tembok bata. Bila tumpuan mencegah pelat berotasi dan relatif sangat kaku terhadap momen puntir, maka II-23
Bab II Dasar-dasarPerencanaan Struktur Beton Bertulang
pelat itu ”terjepit penuh” dimana pelat itu adalah monolit (menyatu) dengan balok yang tebal. Struktur bangunan gedung umumnya tersusun atas komponen plat lantai, balok anak, balok induk, dan kolom yang umumnya dapat merupakan satu kesatuan monolit atau terangkai seperti halnya pada sistem pencetakan, plat juga di pakai untuk atap, dinding, dan lantai tangga, jembatan, atau pelabuhan. Petak plat dibatasi oleh balok anak pada kedua sisi panjang dan terhadap sisi pendek yang saling tegak lurus, namun apabila perbandingan sisi panjang terhadap sisi pendek yang saling tegak lurus lebih dari 2, plat dapat dianggap hanya berkerja sebagai plat satu arah dapat didefinisikan sebagai plat yang didukung pada dua tepi yang berhadapan sehingga lenturan timbul hanya dalam satu arah saja, yaitu pada arah yang tegak lurus terhadap arah dukungan tepi.
II-24
Bab II Dasar-dasarPerencanaan Struktur Beton Bertulang
Beam
Beam
a. Plat Satu Arah
Beam
Beam
b. Plat Dua Arah
Gambar 2.9 Sistem Plat Lantai
Pada perencanaan “Pembangunan Gedung (BPM & PKUD) Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta menggunakan sistem plat 2 arah dan dikerjakan dengan metode monolit, hal ini dapat terlihat pada gambar 2.9. Untuk menentukan tebal plat lantai mengacu pada tabel 2.1. Tebal minimum balok non prategang atau pelat satu arah bila lendutan tidak dihitung ( sumber : Pasal 11.5 SNI 03-2847-2002 ) Tebal pelat yang akan direncanakan berdasarkan SNI 03-2847-2002 Ayat 11.5.3 menentukan bahwa ketebalan pelat tidak boleh kurang dari sebagaimana rumus berikut : a.
untuk 0,2 < αm < 2,0 II-25
Bab II Dasar-dasarPerencanaan Struktur Beton Bertulang
fy ln 0,8 + 1500 h= 36 + 5β (α m − 0,2)
h
= ketebalan pelat (mm)
ln
= Panjang terpanjang bentang diukur dari muka ke muka tumpuan (mm)
Fy
= mutu baja tulangan (Mpa)
β
= ly/lx rasio bentang bersih arah memanjang terhadap arah Memendek
αm
= nilai rata-rata α untuk semua balok pada tepi-tepi suatu panel
dan tidak boleh kurang dari 120 mm
untuk αm > 2,0
b.
fy ln 0,8 + 1500 h= 36 + 9 β
dan tidak boleh kurang dari 90 mm α = rasio kekakuan lentur penampang balok terhadap kekakuan lentur suatu pelat
dengan lebar yang di batasi dalam arah lateral oleh sumbu dari suatu panel yang bersebelahan (bila ada) pada tiap sisi dari balok. Adapun α =
Ecb * Ib Ecp * Ip
Dimana
:
Ecb
:
Modulus elastis balok beton (MPA)
Ecp
:
Modulus elastis pelat beton (MPA)
II-26
Bab II Dasar-dasarPerencanaan Struktur Beton Bertulang
Ib
:
Momen inersia terhadap balok (mm4)
Ip
:
Momen inersia terhadap plat (mm4)
35/70
35/70
Gambar 2.10 Penampang balok terhadap plat
Pada perhitungan pelat ini menggunakan metode perhitungan pelat dari Dr. Marcus 1. Untuk pelat yang keempat sisinya dianggap sebagai sendi Momen lapangan dalam arah : a. Arah Lx :
MLx = C.Kx.
qLx 2 8
b. Arah Ly :
MLy = C.Ky.
qLy 2 8
Dimana : Kx =
1 1 + ( Lx / Ly ) 4
C=1-
5 K2 6 1+ K 4
Ky =
1 1 + ( Ly / Lx ) 4
K = Ly / Lx
2. Untuk pelat yang diasumsikan terjepit dikeempat sisinya ( Gb.4.6 ) Momen di tumpuan : Mtx = -Kx.
Momen dilapangan :
qLx 2 12
MLx = C’
II-27
qLx 2 24
Bab II Dasar-dasarPerencanaan Struktur Beton Bertulang
Mty = -Ky.
qLy 2 12
MLy = C’
qLy 2 24
Dimana : Kx =
1 1 + ( Lx / Ly ) 4
C=1-
5 K2 18 1 + K 4
Ky =
1 1 + ( Ly / Lx ) 4
K = Ly / Lx
Dengan teori dari Dr. Marcus ini, maka perencana mengambil keputusan untuk pelat yang diasumsikan satu sisi terjepit dan sisi yang berhadapan diasumsikan sebagai sendi ;
Momen ditumpuan : Mtx = -Kx.
qLx 2 8
qLy 2 Mty = -Ky. 8
Momen dilapangan : MLx = C’
9.qLx 2 128
9.qLy 2 MLy = C’ 128
Dengan C’untuk keamanan diambil yang terbesar dari prinsip jepit maupun sendi yaitu : C’ = 1 -
5 K2 18 1 + K 4
K = Ly / Lx
Sedangkan untuk Kx dan Ky adalah tetap sama.
2.6 Keamanan Struktur
Untuk dapat memenuhi tujuannya, suatu stuktur harus aman terhadap keruntuhan dan bermanfaat. Suatu struktur mensyaratkan bahwa lendutan-lendutan yang terjadi harus cukup kecil. Apabila ada retak-retak harus diusahakan berada dalam
II-28
Bab II Dasar-dasarPerencanaan Struktur Beton Bertulang
batas-batas yang masih dapat ditoleransi dan getaran-getaran yang terjadi harus diusahakan seminimum mungkin. Keamanan mensyaratkan bahwa suatu stuktur harus mempunyai kekuatan yang cukup untuk memikul semua beban yang mungkin bekerja padanya. Apabila kekuatan dari suatu stuktur yang dibangun sesuai dengan perencanaan dan dapat dengan tepat untuk perhitungan besar beban berserta gaya-gaya dalam yang ditimbulkan (momen gaya geser dan gaya aksial), maka keamanan stuktur dapat ditentukan dengan jalan menyediakan daya dukung stuktur sedikit lebih besar dari beban yang bekerja pada stuktur tersebut, namun demikian pada umumnya didalam analisis, perencananaan dan pembangunaan stuktur-stuktur bertulang
terdapat
sejumlah
sumber
ketidakpastian.
beton
Sumber-sumber
ketidakpastian ini, yang menyebabkan diperlukannya suatu faktor keamanan tertentu, dapat diperinci sebagai berikut : 1. Besar beban yang sebenarnya terjadi dapat berbeda dengan yang ditentukan dalam perencanaan. 2. Beban yang sebenarnya pada stuktur mungkin didistribusi dengan cara yang berbeda dari yang ditentukan dalam perencanaan . 3. Asumsi-asumsi dan penyederhanaan-penyederhanaan yang dilakukan didalam analisis stuktur bisa memberikan hasil perhitungan pembebanan seperti momen, geser dan lain-lainnya yang berbeda dengan besar gayagaya yang sebenarnya bekerja pada stuktur. 4. Perilaku stuktur yang sebenarnya dapat berbeda dari perilaku yang dimisalkan dalam perencanaan, disebabkan karena tidak sempurnanya pengetahuan mengenai perilaku beban yang bekerja pada stuktur .
II-29
Bab II Dasar-dasarPerencanaan Struktur Beton Bertulang
5. Besar dimensi batang yang sesungguhnya terdapat dilapangan dapat berbeda dari dimensi yang ditentukan oleh perencana. 6. Letak tulangan mungkin tidak pada posisi yang sebenarnya. 7. Kekuatan material yang sesungguhnya mungkin berbeda dari yang ditetapkan oleh perencanaan . Disamping itu, didalam menetapkan suatu spesifikasi mengenai keamanan, juga harus diperhatikan akibat-akibat yang ditimbulkan apabila terjadi keruntuhan. Pada beberapa kasus-kasus lainnya, suatu keruntuhan dapat melibatkan suatu kehilangan jiwa atau kerugian material yang sangat besar, apabila terjadi keruntuhan, maka hal lain yang perlu diperhatikan adalah sifat dari keruntuhan tersebut.
II-30
Bab III Dasar-dasarPerencanaan Gedung Beton Bertulang Berlantai Banyak
BAB III DASAR-DASAR PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERLANTAI BANYAK
3.1 Pendahuluan Busur Kepulauan Indonesia terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik bumi yang sangat aktif yakni : lempeng Eurasia, lempeng India, lempeng Australia dan Lempeng Pasifik, hal ini mengakibatkan Indonesia mempunyai potensi ancaman gempa tektonik yang intensitasnya sangat besar, sehingga Indonesia termasuk daerah rawan gempa. Oleh karena itu maka pada tahun 2003 telah diterbitkan Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Bertulang Untuk Bangunan Gedung (SNI 03-2847-2002), yang masih menggunakan konsep perhitungan berbasis gaya (strength based), sementara Asian Concrete Model Codes (ACMC, 1999) yang diharapkan menjadi payung peraturan beton di Asia memperkenalkan perencanaan berbasis kinerja (Performanced based design). Kemudian diberikan beberapa esensi ketentuan umum desain gempa yang ada pada Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Rumah dan Gedung (SNI 03-1726-2003), dan dilanjutkan dengan ciri-ciri ketentuan desain berupa prosedur dan batasan untuk desain struktur dengan mempertimbangkan wilayah gempa, jenis tanah setempat, kategori gedung, konfigurasi, system struktur, tinggi bangunan dan lain-lain.
III-1
`
Bab III Dasar-dasarPerencanaan Gedung Beton Bertulang Berlantai Banyak
Perencanaan berbasis gaya tidak menyatakan dengan jelas criteria kinerja yang ingin dicapai, tetapi mekanisme keruntuhan yang direncanakan menjamin tidak terjadi keruntuhan total (collapse) terhadap gempa bumi besar. Perencanaan berbasis gaya dapat diharapkan memenuhi kinerja serviceability dan safety limit state. Pelajaran yang ditarik dari beberapa gempa besar yang terjadi menunjukkan perencanaan berbasis gaya berhasil mengurangi korban jiwa menjadi sangat kecil, tetapi tidak mengurangi kerugian material yang ternyata masih sangat besar (ATC40, 1996, Boen, T.1999)
3.1.1 Tipe Profil Tanah Pada koefisien gempa rencana pada SNI sebelumnya yakni SNI 17261989 hanya bergantung pada 2 jenis lapisan tanah yaitu tanah keras dan tanah lunak. Karena itu SNI 1726 telah menetapkan jenis-jenis tanah tersebut ada 4 jenis yaitu tanah keras, tanah sedang, tanah lunak, dan tanah khusus yang identik dengan jenis tanah versi UBC berturut-turut SC, SD, SE, dan SF. Spesifikasi tersebut ditentukan oleh kecepatan rambat gelombang geser rata-rata, Test Penetrasi Standar dan Kuat Geser Niralir. Tabel 3.1. Percepatan puncak batuan dasar dan percepatan puncak muka tanah untuk masing-masing Wilayah Gempa Indonesia. Wilayah Gempa 1 2 3 4 5 6
Percepatan Percepatan puncak muka tanah Ao (g) puncak batuan Tanah Tanah Tanah Tanah dasar (g) Keras Sedang Lunak Khusus 0,03 0,03 0,04 0,08 Diperlukan evaluasi 0,1 0,12 0,15 0,23 khusus di setiap 0,15 0,18 0,22 0,3 lokasi 0,2 0,24 0,28 0,34 0,25 0,29 0,33 0,36 0,3 0,33 0,36 0,36
III-2
`
Bab III Dasar-dasarPerencanaan Gedung Beton Bertulang Berlantai Banyak
Jenis Profil Tanah ini dalam proses perambatan gelombang gempa sangat menentukan pembesaran gerakan tanah di muka tanah. Berdasarkan nilai Percepatan Puncak Effektif Bantuan Dasar (PPEBD) maka dapat dipetakan zona gempa di Indonesia menjadi 6 wilayah gempa di Indonesia.
Gambar 3.1 pada SNI 03-1726-2003
Di masing-masing wilayah dan dinyatakan dalam fraksi dari konstanta gravitasi (g). Seperti yang tertera pada SNI 1726 Gambar 1, WG 1 adalah wilayah kegempaan paling rendah dengan PPEBD = 0,03g, sedangkan wilayah gempa 6 menyandang wilayah kegempaan tertinggi dengan PPEBD = 0,30g (PPEBD = PGA tersebut di butir 4.4). Pada kedua peraturan SNI 2847 maupun SNI 1726 tidak mengatur hubungan resiko dan wilayah gempa, namun bila mengacu pada besaran PPEBD maka diperoleh hubungan seperti pada tabel dibawah ini. III-3
`
Bab III Dasar-dasarPerencanaan Gedung Beton Bertulang Berlantai Banyak Tabel 3.2. Ketentuan Resiko Gempa ACI/UBC dan SNI 2847
CODE
RESIKO GEMPA
ACI
LOW
Moderate
High
Zone 0 & 1
Zone 2A & 2B
Zone 3 & 4
PGA = 0,075 g
PGA = 0,15 - 0,20 g
PGA = 0,30 - 0,40 g
SNI 2847
Rendah
Menengah
Tinggi
SNI 1726
WG 1 & 2 PGA = 0,03 - 0,10 g
WG 3 & 4 PGA = 0,03 - 0,10 g
WG 5 & 6 PGA = 0,25 - 0,30 g
UBC
3.1.2 Kategori gedung Pada setiap bangunan yang akan di design, maka harus diketahui fungsi dari bangunan tersebut. Dalam menentukan pengaruh Gempa Rencana maka ditinjau berbagai bagian dan peralatannya secara umum. Pengaruh Gempa Rencana harus dikalikan dengan suatu faktor Keutamaan pada SNI 1726 Tabel 1 (faktor keutamaan) sesuai dengan kategori gedung pada tingkat kepentingan gedung pasca gempa.
Tabel 3.3. Faktor Keutamaan I untuk berbagai kategori gedung dan bangunan.
III-4
`
Bab III Dasar-dasarPerencanaan Gedung Beton Bertulang Berlantai Banyak
3.1.3 Konfigurasi Struktur Gedung Keteraturan (beraturan atau tidak) atau konfigurasi gedung akan sangat mempengaruhi kinerja gedung sewaktu kena gempa rencana, karena itu struktur gedung dibedakan dalam dua golongan yaitu yang beraturan dan yang tidak berdasarkan konfigurasi denah dan elevasi gedung. Pada SNI 1726 Ps.4.2.1 mengatur 9 tipe struktur gedung yang beraturan kemudian Ps.4.2.2 menetapkan struktur yang tidak memenuhi Ps.4.2.1 dianggap sebagai struktur gedung yang tidak beraturan. Analisa gedung beraturan dapat dilakukan berdasarkan analisis statik ekuivalen tersebut pada Ps.6, sedangkan yang tidak, pengaruh gempa rencana harus ditinjau sebagai pengaruh pembebanan dinamik, sehingga analisisnya harus dilakukan berdasarkan analisis respons dinamis tersebut pada Ps.7.
3.1.4 Sistem Struktur Dasar sistem struktur utama yang tercantum dalam SNI-1726 . Ada 4 sistem struktur diantaranya :
3.1.4.1 Sistem Dinding Penumpu Dinding penumpu ini memikul hampir seluruh beban lateral, beban gravitasi juga ditahan oleh dinding ini sebagai dinding strutural (DS). Diwilayah gempa 5 dan 6, dinding struktural ini harus diditail khusus (DSK) sesuai SNI 2847 Pasal 23.6 (6) disamping syarat-syarat yang masih berlaku di Pasal 3 sampai dengan 20. Diwilayah gempa 3 dan 4, tidak dituntut ditail spesial untuk dinding struktural ini.
III-5
`
Bab III Dasar-dasarPerencanaan Gedung Beton Bertulang Berlantai Banyak
3.1.4.2 Sistem Rangka Gedung Pada sistem ini terdapat rangka ruanglengkap yang memikul beban-beban gravitasi, sedangkan beban lateral dipikul oleh dinding struktural. Diwilayah gempa 5 dan 6, dinding struktural ini harus diditail sesuai SNI 2847 Pasal 23.6 (6) disamping syarat-syarat yang masih berlaku di Pasal 3 sampai dengan 20. Dinding struktural di wilayah gempa yang lebih rendah, tidak perlu diditail khusus. Walau dinding struktural direncanakan memikul seluruh beban gempa, namun rangka balok-kolom diatas harus diperhitungkan terhadap efek simpangan lateral dinding struktural oleh beban gempa rencana, mengingat rangka tersebut ditiap lantai masih menyatu dengan dinding struktur melalui lantai. Efek ini dinamakan ”syarat kompatibilitas diformasi” yang oleh SNI 2847 Pasal 23.9 ditetapkan bahwa komponen struktur yang semula bukan merupakan SPBL harus sanggup tetap memikul beban gravitasi bila terkena diformasi lateral yang disebabkan oleh beban gempa rencana. Hal ini telah ditentukan oleh Pasal 23.9, bahwa detail gempa khusus diperlukan untuk komponen-komponen non SPBL.
3.1.4.3 Sistem Rangka Pemikul Momen (SRPM) Menurut Tabel 3 SNI-1726 tercantum 3 jenis SRPM yaitu SRPMB (B=Biasa); SRPMM (M=Menengah); dan SRPMK (K=Khusus). SRPMB tidak perlu pendetailan spesial, komponen strukturnya harus memenuhi syarat Pasal 3 sampai dengan 20 dan hanya dipakai untuk wilayah gempa 1 dan 2. SRPMM harus memenuhi persyaratan pendetailan dipasal 23.8 dan Pasal sebelumnya yang masih relevan dan dipakai untuk SRPM yang berada diwilayah gempa 3 dan 4.
III-6
`
Bab III Dasar-dasarPerencanaan Gedung Beton Bertulang Berlantai Banyak
Sedang yang terakhir SRPMK harus dipakai di wilayah gempa 5 dan 6, dan harus memenuhi persyaratan disain pada Pasal 23.2 sampai dengan 23.7. disamping pasal-pasal sebelumnya yang masih berlaku. Menurut footnote Table 16-N UBC,SRPMM tidak boleh dipakai di Zone 3 dan 4 yang identik dengan WG 4 dan 5. Kiranya ketentuan ini berlaku pula untuk daerah Indonesia.
3.1.4.4 Sistem Ganda (Dual Sistem) Tipe sistem struktur ganda memiliki 3 ciri dasar. Pertama, rangka ruang lengkap berupa SRPM yang penting berfungsi memikul beban gravitasi. Kedua, pemikul beban lateral dilakukan oleh DS dan SRPM dimana yang tersebut terakhir ini harus secara tersendiri sanggup memikul sedikitnya 25% dari beban dasar geser nominal V. Ketiga, DS dan SRPM direncanakan untuk menahan V secara proporsional berdasarkan kekakuan relatifnya. Diwilayah gempa 5 dan 6, rangka ruang itu harus didisain sebagai SRPMK dan DS harus sesuai ketentuan SNI 2847 Pasal 23.6.6, yaitu sebagai DSBK termasuk ketentuan-ketentuan pasal-pasal sebelumnya yang masih berlaku. Di wilayah gempa 3 dan 4, SRPM harus didisain sebagai SRPMM dan DS tak perlu diditail khusus. Sedang untuk wilayah gempa 1 dan 2, SRPM boleh pakai Rangka Pemikul Momen Biasa juga DS pakai DS beton biasa. Disamping 4 tipe sistem struktur tersebut, SNI 1726 juga mengenalkan 3 tipe sistem struktur lain. Di SNI 1726 table 3 kolom 4 tercantum Rm yang merupakan nilai faktor Reduksi Gempa, R, maksimum. R ini adalah ratio Ve/V, dimana arti Ve adalah beban yang dapat direspon oleh struktur berprilaku elastis sepenuhnya, sedangkan V sesuai SNI 2847 pasal 23.2 (1) adalah beban gempa nominal yang telah ditentukan III-7
`
Bab III Dasar-dasarPerencanaan Gedung Beton Bertulang Berlantai Banyak
berdasarkan disipasi energi pada rentang nonlinier dari respons struktur yang bersangkutan. Melihat R selalu >1, berarti semua struktur akan selalu didisain dengan beban gempa
3.1.5 Perencanaan Struktur Gedung SNI-1726 menyediakan prosedur statik maupun dinamis untuk menentukan beban gempa minimum pada SPBL, pada prinsipnya semua struktur boleh didisain sesuai prosedur dinamis tersebut di Ps.7. Namun harus diingat, struktur yang tidak memenuhi Ps.4.1.2, ditetapkan sebagai struktur tidak beraturan, dengan demikian pengaruh gempa rencana harus dianalisis berdasarkan salah satu dari prosedur dinamis yang ada di Ps.7. Sedang untuk struktur yang beraturan dibolehkan memakai beban gempa nominal ekivalen yang ditetapkan di Ps.6.1
3.1.6 Beban Gempa Sementara untuk struktur gedung beraturan beban gempa nominal (V) akibat gempa rencana dalam arah masing-masing sumbu utama denah struktur yang terjadi ditingkat dasar, dihitung dengan rumus Ps.6.1.2 berikut :
V =
C1 I Wt R
III-8
`
Bab III Dasar-dasarPerencanaan Gedung Beton Bertulang Berlantai Banyak
dimana C1 adalah nilai faktor respons gempa yang didapat dari spektrum respons gempa rencana di SNI 1726 gambar 2 untuk waktu getar alami fundamental T. Faktor keutamaan I telah dijelaskan di Butir III.1.b; dan Wt adalah total beban gravitasi (D+L). C1 adalah suatu faktor yang tergantung pada lokasi wilayah gempa dan jenis lapisan tanah yang berada dibawah gedung yang didisain. Sedangkan nilai R harus diambil dari Tabel 3 SNI 1726 sesuai sistem struktur yang akan dipakai. Beban L boleh direduksi sesuai SNI 03-1727-1987 atau yang telah direvisi, dimana beban L untuk perhitungan Wt dikenai koefisien reduksi sebesar 0,30.Beban geser dasar nominal V menurut ps 6.1.2 harus dibagikan sepanjang tinggi struktur bangunan gedung menjadi beban nominal statik ekuivalen Fi yang menangkap pada pusat massa lantai tingkat ke-i menurut persamaan :
Fi =
WiZi n
V
∑WiZi i
III-9
`
Bab III Dasar-dasarPerencanaan Gedung Beton Bertulang Berlantai Banyak
Gambar 3.2 Respons Struktur Terhadap Gempa
Untuk nilai C yang merupakan faktor respons gempa yang dinyatakan dalam percepatan gravitasi yang nilainya bergantung pada waktu getar alami struktur bangunan gedung dan kurvanya ditampilkan dalam spektrum respons gempa rencana.
Gambar 3.3 Hubungan A dengan T
III-10
`
Bab III Dasar-dasarPerencanaan Gedung Beton Bertulang Berlantai Banyak
3.1.7 Periode Natural Gempa Pada SNI 1726 2003 ps 4.7.6 dengan menetapkan spektrum percepatan maksimum Am sebesar Am = 2,5 Ao Tc = 0,5 det, tanah keras 0,6 det, tanah sedang 0,4
T ≤ Tc → C = Am T > Tc → C = Ar / T Dimana Ar = Am x Tc Ao : Percepatan puncak muka tanah.
Tabel 3.4. Spektrum respons gempa rencana
III-11
`
Bab III Dasar-dasarPerencanaan Gedung Beton Bertulang Berlantai Banyak
3.1.8 Daktilitas Struktur Gedung
Pada SNI 1726 ps 4.4.1 Faktor daktilitas struktur gedung µ adalah rasio antara simpangan maksimum struktur bangunan gedung akibat pengaruh gempa rencana,
δm dan simpangan struktur bangunan gedung pada saat terjadinya pelelehan pertama, δy yaitu :
1,4 ≤ µ =
δm ≤ µm δy
(1)
Dalam persamaan diatas µ = 1,4 adalah nilai faktor daktilitas untuk struktur bangunan gedung yang berperilaku elastik, sedangkan µm adalah nilai faktor daktilitas maksimum yang dapat dikerahkan oleh sistem struktur bangunan gedung yang bersangkutan. Atau dengan persamaan lain
Faktor daktilitas adalah µ =
∆ultimit ∆leleh
Tabel 3.5. Parameter respons spektrum
III-12
`
Bab III Dasar-dasarPerencanaan Gedung Beton Bertulang Berlantai Banyak
Mode keruntuhan yang daktil pada struktur beton adalah kelelehan tulangan, sedang pada mode keruntuhan nonductile adalah crushing beton atau keruntuhan geser pada beton.
Tabel 3.6. Faktor daktilitas maksimum, faktor reduksi gempa maksimum dan faktor tahanan lebih total beberapa jenis sistem dan sub sistem struktur bangunan gedung.
III-13
`
Bab III Dasar-dasarPerencanaan Gedung Beton Bertulang Berlantai Banyak
3.1.9 Pengaruh P ∆
Semua struktur akibat beban lateral akan melentur kesamping (∆), begitu juga akibat beban gempa. ∆ ini akan menimbulkan momen sekunder (disebut pengaruh P-∆) oleh beban gravitasi yang titik tangkapnya menyimpang ke samping dan dengan demikian terjadi beban momen tambahan pada komponen-komponen kolom. Pada SNI – 1726 Ps.5.7 ditetapkan, struktur gedung yang bertingkat lebih dari 10 lantai atau 40 m, harus diperhitungkan terhadap pengaruh P-∆ tersebut. Ketentuan ini berbeda dengan pedoman UBC section 1630.1.3 yang menetapkan bila ratio momen sekunder terhadap momen primer > 0,1, maka pengaruh P-∆ harus diperhitungkan. Untuk zone 3 dan 4 (identik dengan Wilayah Gempa 5 dan 6) pengaruh P-∆ tak perlu diperhitungkan bila ∆ s ≤ 0,02 hi/R. Sudah barang tentu struktur fleksibel yang memiliki R lebih besar akan memungkinkan lebih besar terkena peraturan P∆ ini.
3.1.10 Perpindahan Maksimum Antar Lantai ∆s
Perpindahan maksimum lantai = 0,7 Rxi, dimana Xi adalah perpindahan lantai. Selisih perpindahan antar lantai adalah ∆s maksimum 0,02 Hi dimana Hi adalah tinggi lantai yang ditinjau. Beban yang ditinjau dalam perhitungan adalah kombinasi bedban :LRFD.
3.1.11 Eksentrisitas Rencana ed
SNI 1726 mengatur ed ini di Pasal 5.4.3 dan 5.4.4 sebagai berikut : Antara pusat massa dan pusat rotasi lantai tingkat (e) harus ditinjau suatu eksentrisitas rencana ed. Bila ukuran horizontal terbesar denah struktur gedung III-14
`
Bab III Dasar-dasarPerencanaan Gedung Beton Bertulang Berlantai Banyak
pada lantai tingkat itu, diukur tegak lurus pada arah pembebanan gempa, dinyatakan dengan b, maka eksentrisitas rencana ed harus ditentukan sebagai berikut : Untuk 0 < e ≤ 0,3 b : ed = 1,5 e + 0,05 b
.....(21)
ed = e - 0,05 b
.....(22)
atau
Dan dipilih diantara keduanya yang pengaruhnya paling menentukan untuk unsur atau subsistem struktur gedung yang ditinjau : Untuk e > 0,3 b : ed = 1,33 e + 0,1 b
.....(23)
ed = 1,17e - 0,1 b
.....(24)
atau
dan dipilih diantara keduanya yang pengaruhnya paling menentukan untuk unsur atau subsistem struktur gedung yang ditinjau. Dalam perencanaan struktur gedung terhadap pengaruh gempa rencana, eksentrisitas rencana ed antara pusat massa dan pusat rotasi lantai tingkat menurut Pasal .5.4.3. harus ditinjau baik dalam analisis statik, maupun dalam analisis dinamik 3 dimensi.
3.1.12 Pengaruh Gempa Vertikal
Unsur-unsur struktur bangunan gedung yang memiliki kepekaan yang tinggi terhadap beban gravitasi seperti balkon, kanopi dan balok kantilever berbentang
III-15
`
Bab III Dasar-dasarPerencanaan Gedung Beton Bertulang Berlantai Banyak
panjang, balok transfer pada struktur bangunan gedung tinggi yang memikul beban gravitasi dari dua atau lebih tingkat diatasnya serta balok beton pratekan berbentang panjang, harus diperhitungkan terhadap komponen vertikal gerakan tanah akibat pengaruh Gempa Rencana, berupa beban gempa vertikal nominal statik equivalen yang harus ditinjau bekerja ke atas atau ke bawah yang besarnya harus dihitung sebagai perkalian faktor respons gempa vertikal Cv dan beban gravitasi termasuk beban hidup yang sesuai. Faktor respons gempa vertikal Cv harus dihitung dengan persamaan : Cv = ψ * Ao * I Tabel 3.7. Koefisien
ψ untuk menghitung faktor respons gempa vertikal Cv
3.1.13 Struktur Atas dan Struktur Bawah
Struktur atas suatu gedung adalah seluruh bagian struktur gedung yang berada diatas permukaan tanah. Struktur bawah adalah seluruh bagian struktur gedung yang berada dibawah muka tanah harus diperhitungkan memikul pengaruh gempa rencana
→
struktur
basement dan atau struktur pondasi. Bila tidak dilakukan analisis interaksi tanah-struktur atas dan struktur bawah dapat dianalisis tehadap pengaruh gempa rencana secara terpisah, dimana struktur atas dianggap terjepit lateral pada taraf lantai dasar.
III-16
`
Bab III Dasar-dasarPerencanaan Gedung Beton Bertulang Berlantai Banyak
Selanjutnya struktur bawah dapat dianggap sebagai struktur tersendiri yang berada di dalam tanah yang dibebani oleh kombinasi beban yang berasal dari struktur atas, beban gempa yang berasal dari gaya inersia sendiri dan beban gempa yang berasal dari tanah sekelilingnya. Pada gedung tanpa basement, taraf penjepitan struktur atas dapat dianggap terjadi pada bidang telapak pondasi langsung, biadang telapak pondasi rakit dan bidang atas kepala (poer) tiang pancang. Apabila penjepitan tidak sempurna dari struktur atas gedung pada struktur bawah diperhitungkan, maka struktur atas gedung tersebut harus diperhitungkan terhadap pengaruh deformasi lateral maupun rotasional dari struktur bawahnya. Dalam perencanaan struktur atas dan struktur bawah suatu gedung terhadap pengaruh gempa rencana, struktur bawah tidak boleh gagal lebih dahulu dari struktur atas. Respons struktur bawah harus elastik penuh, tidak bergantung pada tingkat daktilitas yang dimiliki struktur atas.
3.1.14 Pengaruh Gempa Pada Struktur Bawah
Pembebanan dari struktur atas : a) Struktur bawah tidak boleh gagal lebih dahulu dari struktur atas. b) Struktur bawah harus dapat memikul gempa maksimum Vm c) Vm = f 2 *Vy d) f 2 = 0,83 + 0,17µ e) Vm = f * Vn
III-17
`
Bab III Dasar-dasarPerencanaan Gedung Beton Bertulang Berlantai Banyak
Pembebanan dari gaya inersia a) Adanya interaksi tanah-struktur, terjadi interaksi kinematik dan inersia, lantai basement mengalami percepatan dan mengalami gaya inersia sendiri. b) Fb = 0,10 * Ao * I * Wb
3.1.15 Kombinasi Beban
SNI 2847 menentukan kombinasi beban sesuai yang dipakai oleh ACI 2002. Load factor lama untuk E memakai nilai 1,4. Kini diganti 1,0, karena peraturan baru telah memakai beban gempa berupa beban batas. Berikut ini tabel kombinasi pembebanan
Tabel 3.8. Kombinasi Pembebanan
Beban kombinasi = 1,4 D = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (A atau R) = 1,2 D + 1,0 L + 1,6 W + 0,5 (A atau R) = 0,9 D + 1,6 W = 1,2 D + 1,0 L = 0,9 D
1,0 E
1,0 E
III-18
`
Bab III Dasar-dasarPerencanaan Gedung Beton Bertulang Berlantai Banyak
3.1.16 Pembatasan penyimpangan lateral
Pada SNI 1726 pasal 8, simpangan antara tingkat akibat pengaruh gempa nominal dibedakan dua macam : -
Kinerja batas layan (KBL) struktur gedung yang besarnya dibatasi ≤
0,03 hi atau ≤ 30 mm R
Pembatasan ini bertujuan mencegah terjadinya pelelehan baja dan peretakan beton yang berlebihan disamping menjaga kenyamanan penghuni. -
Kinerja batas unlimit (KBU) struktur gedung akibat gempa rencana untuk struktur gedung beraturan dibatasi sebesar ≤ 0,7 R x (KBL) atau ≤ 0,02 hi.
Pembatasan ini bertujuan membatasi kemungkinan terjadi keruntuhan struktur yang dapat menimbulkan korban jiwa manusia dan untuk mencegah beraturan berbahaya antar gedung. Tersedia pula batas KBU untuk struktur tak beraturan. Untuk diketahui, UBC juga menetapkan dua macam simpangan yaitu ∆s yang identik dengan KBL dan ∆M yang sama dengan KBU, namun UBC tidak memberi batasan pada ∆s yang nampaknya hanya dipakai untuk menentukan rumus ∆M = 0,7 R ∆s dan batasan interstory drift yang harus memperhitungkan pengaruh P∆.
3.1.17 Pengaruh arah pembebanan gempa
Untuk memperhitungkan pengaruh arah gempa yang kemungkinan tidak searah sumbu utama struktur gedung, maka SNI 1726 Pasal 5.8.2 menetapkan, pengaruh pembebanan searah sumbu utama harus dianggap terjadi bersamaan dengan 30% pengaruh pembebanan dalam arah tegak lurus pada arah utama pembebanan tadi.
III-19
`
Bab III Dasar-dasarPerencanaan Gedung Beton Bertulang Berlantai Banyak
UBC section 1633.1 memberi kemudahan 2 cara menggabung 2 pengaruh pembebanan tersebut sebagai berikut : 1. Desain komponen dengan 100% beban disain gempa pada satu arah ditambah 30% beban disain gempa dari arah tegak lurus atau, 2. Gabung pengaruh beban gempa dari 2 arah orthogonal tersebut dari hasil akar dua dari jumlah kwadrat masing-masing beban. Perlu diketahui UBC membebaskan ketentuan beban tambahan ini bila beban aksial kolom akibat beban gempa yang bekerja pada masing-masing arah ternyata lebih kecil dari 20% kapasitas beban aksial kolom
3.1.18 Kompatibilitas Deformasi
SNI 1726 Pasal 5.2 menetapkan suatu kelompok kolom atau subsistem struktur gedung boleh dianggap tidak menjadi bagian SPBL gempa rencana bila partisipasi memikul pengaruh gempanya adalah kurang dari 10%. Dalam hal ini, unsur atau subsistem tersebut selain kena beban gravitasi juga harus direncanakan terhadap simpangan struktur akibat pengaruh gempa rencana, yaitu terhadap simpangan inelastic sebesar R/1,6 kali simpangan akibat beban gempa nominal (∆S) pada struktur gedung tersebut. UBC section 1633.2.4 juga mengatur ini dengan menetapkan simpangan tadi sebesar nilai yang lebih besar dai ∆M atau simpangan antar tingkat sebesar 0,0025 hi. Pada waktu menghitung penyimpangan ∆S kekakuan dari unsur-unsur non SPBL harus diabaikan.
III-20
`
Bab III Dasar-dasarPerencanaan Gedung Beton Bertulang Berlantai Banyak
3.1.19 Komponen-komponen rangka yang tidak direncanakan untuk menahan gaya akibat gempa bumi
Komponen-komponen rangka jenis ini diatur oleh Pasal 23.9 yang berlaku untuk wilayah gempa 3 sampai 6. Komponen-komponen ini didetail tergantung pada besar momen yang timbul oleh pergeseran lateral akibat beban lateral. Persyaratan ini bertujuan agar tetap terjamin kestabilan komponen struktur tersebut oleh beban gravitasi yang bersamaan dengan timbulnya momen-momen hasil persimpangan antar tingkat (story drift).
3.2 Desain dan Pendetailan
Kriteria struktur tahan gempa yakni : 1. Gempa ringan : Tidak ada kerusakan baik elemen struktural dan non struktural. 2. Gempa sedang : Elemen struktural tidak rusak tetapi non struktural boleh rusak tetapi dapat diperbaiki. 3. Gempa kuat
: Elemen struktural dan non struktural rusak ( terjadi sendi
plastis pada struktur ) tetapi struktur tidak roboh (mekanisme roboh di desain ) Konsep rensponse gedung terhadap gempa adalah kemampuan suatu struktur gedung untuk mengalami simpangan pasca elastik yang besar secara berulang kali dan bolak-balik akibat beban gempa di atas beban gempa yang menyebabkan terjadinya pelelehan pertama, sambil mempertahankan kekuatan dan kekakuan yang cukup, sehingga struktur gedung tersebut tetap berdiri, walalupun sudah berada dalam kondisi di ambang keruntuhan.
III-21
`
Bab III Dasar-dasarPerencanaan Gedung Beton Bertulang Berlantai Banyak
Persyaratan bangunan tahan gempa 1.
Sistem struktur yang digunakan pada suatu daerah harus sesuai dengan tingkat kerawanannya terhadap gempa.
2.
Aspek kontinuitas dan integritas struktur bangunan perlu diperhatikan.
3.
Material yang digunakan harus memenuhi persyaratan.
4.
Kualitas pengerjaan harus sesuai kaidah yang berlaku.
Ketentuan untuk perencanaan gempa 1. Sistem pemikul beban gempa : rangkaian elemen struktur pada bangunan yang menahan beban gempa, termasuk diafragma, strut dan lain-lain. 2. Aturan detailing dibedakan berdasarkan tingkat kerawanan terhadap gempa. 3. Sistem struktur dapat dibedakan atas : a) Sistem rangka pemikul momen (SRPMB,SRPMM.SRPMT & SRPMK) b) Sistem rangka batang pemikul momen (SRBPM) c) Sistem rangka bresing konsentrik (SRBK) d) Sistem rangka bresing eksentrik (SRBE) e) Sistem dinding struktural (SDSB & SDSK) 4. Aturan detailing dapat mengacu pada SNI 03 – 2847 Pasal 23 Struktur beton bertulang yang berada di wilayah gempa 1 dan 2 hanya perlu memenuhi persyaratan desain SNI 2847 Pasal 3 sampai 20, yaitu persyaratan umum desain konstruksi beton bertulang dan tidak ada syarat khusus pendetailan.
III-22
`
Bab III Dasar-dasarPerencanaan Gedung Beton Bertulang Berlantai Banyak
Struktur beton bertulang yang berada di wilayah gempa 3 dan 4 harus memenuhi persyaratan pendetailan menengah seperti dicatat dikolom 3 tabel 6.1 sampai 6.5. SNI 2847. Dengan persyaratan ini struktur akan memiliki perilaku cukup inelastic untuk menyerap beban gempa dengan RG menengah. Ketentuan ini hanya berlaku untuk SRPM (sistem rangka pemikul momen) dan sistem pelat dua arah tanpa balok, tidak termasuk dinding struktural yang dalam hal ini cukup didesain dengan Pasal 3 sampai 20 (persyaratan umum) dan dipandang cukup memiliki daktilitas pada tingkat drift yang terjadi didaerah RG menengah. Untuk struktur beton bertulang yang berada diwilayah gempa 5 dan 6 dengan RG Tinggi (kerusakan merupakan resiko utama), maka semua komponen struktur harus memenuhi syarat perencanaan dan pendetailan dari pasal 23 (kecuali pasal 23.10), seperti yang tercatan di kolom 2 tabel 6.1 sampai dengan tabel 6.5. Tabel 3.9. Ketentuan SNI 03 – 2847 – 2002 Pasal 23.2
III-23
`
Bab III Dasar-dasarPerencanaan Gedung Beton Bertulang Berlantai Banyak Tabel 3.10. Ketentuan Yang harus dipenuhi untuk perancangan tahan gempa pada SNI 03 – 2847 – 2002 Pasal 23
3.3 Komponen struktur yang tidak direncanakan untuk memikul beban gempa
Ketentuan baru ini (pasal 23.9) diadakan berdasarkan pengalaman kegagalan struktur di california, Amerika pada tahun 1994. Pendetailan sesuai pasal 23.9 yang dikenakan pada komponen-komponen struktur pemikul momen adalah untuk menjamin tetap mampu memikul beban gravitasi pada perpindahan lateral yang diatur oleh pasal 23.9 (1). Penyimpangan lateral akibat beban gempa rencana akan menimbulkan beban momen dan lintang pada komponen non SPBL yang lebih besar. Pasal 5.2.2 menetapkan penyimpangan lateral nominal untuk tujuan analisa struktur yang dipakai menentukan syarat-syarat detailing. SNI 2847 pasal 23.9.2 menetapkan pula kombinasi beban batas tersendiri untuk perhitungan kuat perlu komponen struktur yang ditinjau.
III-24
`
Bab III Dasar-dasarPerencanaan Gedung Beton Bertulang Berlantai Banyak
3.4 Faktor reduksi kekuatan
Sesuai pasal 23.2 (3) fakor reduksi kekuatan (φ) yang tercantum di pasal 11.2(2) dapat dipakai untuk desain ini.
3.5 Kuat tekan beton
Kuat tekan beton (fc’) sesuai pasal 23.2 (4(1)) tidak boleh kurang dari 20 Mpa. Kuat tekan 20 Mpa atau lebih dipandang menjamin kualitas perilaku beton. Pemakaian beton ringan harus memenuhi syarat yang tercantum di pasal 23.2.(4(2)).
3.6 Penulangan
Tulangan pada komponen struktur yang merupakan bagian dari SPBL harus memenuhi pasal 23.2.(5).
3.7 Persyaratan pendetailan komponen Lentur SRPM
Syarat-syarat pendetailan untuk berbagai komponen struktur beton bertulang yang berada diwilayah gempa dengan resiko gempa tinggi dan wilayah gempa menengah.
3.7.1 Komponen lentur
Komponen-kompoenn lentur harus memenuhi pasal 23.3 (1(1)) sampai dengan 23.3 (1(4)) agar penampangnya terbukti berkinerja baik. Tiap komponen harus cukup detail dan cukup efisien mentransfer momen ke kolom. Perlu dicatat,
III-25
`
Bab III Dasar-dasarPerencanaan Gedung Beton Bertulang Berlantai Banyak
kolom-kolom yang terkena momen dan hanya kena beban aksial terfaktor < Agfc’/10 boleh didesain sebagai komponen lentur.
3.7.2 Penulangan lentur
Adapun persyaratan penulangan untuk komponen lentur yang berada diwilayah gempa 5 dan 6 ditunjukkan pada gambar 6-1. Syarat momen nominal minimal di sembarang penampang komponen lentur dinyatakan dalam momen nominal pada muka kolom. Syarat ini menjamin kekuatan dan daktilitas bila terjadi lateral displacemen besar. Persyaratan yang mengharuskan sedikitnya ada 2 batang tulangan menerus disisi atas maupun bawah balok, dimaksudkan untuk keperluan pelaksanaan. Sedang persyaratan penulangan untuk komponen lentur yang berada di wilayah gempa menengah 3 dan 4 adalah sama seperti tertera di gambar 6-1.
3.7.3 Sambungan lewatan
Sementara untuk sambutan lewatan (SL) harus diletakkan di luar daerah sendi plastis. Bila dipakai SL, maka sambungan itu harus didisain sebagai SL tarik dan harus dikekang sebaik-baiknya (lihat gambar 6.2). pada sambungan mekanikal boleh juga dipakai dan harus memenuhi ketentuan pasal 23.2 (b).
3.7.4 Tulangan pengekang
Pengekangan yang cukup disyaratkan harus ada diujung-ujung komponen lentur yang kemungkinan besar akan etrjadi sendi plastis untuk menjamin kemampuan daktilitasnya, bila kena beban bolak-balik. Tulangan transversal perlu dipasang
III-26
`
Bab III Dasar-dasarPerencanaan Gedung Beton Bertulang Berlantai Banyak
pula untuk menahan gaya melintang dan menghindarkan tulangan memanjang menekuk. Diwilayah gempa 5 dan 6, tulangan transversal tersebut harus terdiri dari hoops seperti diperlihatkan pada gambar 3.1. sedangkan begel (stirrups) boleh dipakai untuk pengekangan di wilayah gempa 3 dan 4. adapun persyaratan kuat geser ditentukan dipasal 23.3.(4) untuk wilayah gempa 5 dan 6 dan pasal 23.10 (3) untuk wilayah gempa 3 dan 4.
3.7.5 Komponen terkena beban lentur dan aksial
Komponen rangka yang terkena kombinasi beban lentur dan aksial. Persyaratan ini berlaku khas untuk kolom dari suatu rangka dan komponen lentur lainnya yang terkena beban aksial terfaktor Pu > Ag fc’ / 10.
3.7.5.A Persyaratan kuat lentur
Berdasarkan prinsip ”Capacity design” dimana kolom harus diberi cukup kekuatan, sehingga kolom-kolom tidak leleh lebih dahulu sebelum balok. Goyangan lateral memungkinkan terjadinya sendi plastis di ujung-ujung kolom akan menyebabkan kerusakan berat, karena itu harus dihindarkan. Oleh sebab itu kolom-kolom selalu didisain 20% lebih kuat dari balok-balok disuatu hubungan balok kolom (HBK) sebagaimana diperlihatkan pada gambar 3.2. Kuat lentur kolom dihitung dari beban aksial berfaktor, konsisten dengan arah beban lateral yang memberikan kuat lentur paling rendah. Untuk wilayah gempa 5 dan 6, ratio tulangan dikurangi dari 8% menjadi 6% untuk menghindarkan kongesti oleh tulangan, sehingga mengurangi hasil pengecoran yang kurang baik. Ini juga untuk menghindarkan terjadinya tegangan geser besar dikolom. Biasanya pemakaian
III-27
`
Bab III Dasar-dasarPerencanaan Gedung Beton Bertulang Berlantai Banyak
ratio tulangan yang lebih besar dari ± 4% dipandang tidak praktis dan tidak ekonomis.
3.7.5.B Sambungan lewatan (SL)
Sambungan lewatan boleh diletakkan di lokasi lo (lihat gambar 3.2 yang kemungkinan besar akan terjadi pelupasan dan tegangan tinggi, tapi harus diletakkan ditengah tinggi kolom. Sambungan itu harus didisain sebagai sambungan tarik dan harus dikekang oleh tulangan transversal yang cukup. Sedang sambungan mekanikal dan las harus sesuai dengan pasal 23.2 (6).
3.7.5.C Tulangan transversal (TT)
Ujung-ujung kolom perlu cukup pengekangan untuk menjamin daktilitasnya bila terjadi pembentukan sendi plastis. Ujung-ujung itu perlu juga tulangan transversal untuk mencegah pertama kegagalan geser sebelum penampang mencapai kapasitas lentur dan kedua tulangan menekuk (buckling). Peraturan menentukan jumlah, jarak, dan lokasi dari tulangan transversal ini, sehingga kebutuhan tulangan pengekangan, kuat geser, dan tekuk dipenuhi. Tulangan trnasversal untuk wilayah gempa 5 dan 6 harus beripa tulangan spiral atau hoop bulat atau hoop persegi panjang seperti digambar 3.3. untuk kolomkolom penyangga komponen kaku (menumpu dinding struktur) ditunjukkan oleh gambar 3.4, tulangan transversal dipasang sepanjang kolom penuh dan harus diteruskan sedikitnya sama dengan panjang penyaluran tulangan longitudinal kolom yang masuk dalam dinding struktur. Tulangan transversal tersebut harus
III-28
`
Bab III Dasar-dasarPerencanaan Gedung Beton Bertulang Berlantai Banyak
pula membungkus tulangan memnajang kolom yang masuk dalam pondasi atau poer sedikitnya sepanjang 300 mm.
3.7.6 Hubungan balok-kolom (HBK)
Integrasi menyeluruh SRPM sangat tergantung pada perilaku HBK. Degradasi pada hubungan balok-kolom akan menghasilkan deformasi lateral besar yang dapat menyebabkan kerusakan berlebihan atau bahkan keruntuhan. Tabel 3.3 mencantumkan syarat untuk hubungan balok-kolom. Diwilayah gempa 1 dan 2, hubungan balok kolom tak mensyaratkan desain khusus seperti pada wilayah gempa 5 dan 6, walaupun di wilayah gempa 3 dan 4 tidak dituntut pendetailan khusus, namun sebaiknya pendetailan seperti pada wilayah gempa 5 & 6.
3.7.7 Penulangan memanjang
Penulangan memanjang harus menerus menembus hubungan balok kolom dan dijangkar sebagai batang tarik atau tekan dengan panjang penyaluran sesuai pasal 23.5(4) dalam suatu inti kolom terkekang. Lekatan antara tulangan memanjang dan beton tidak boleh sampai lepas (slip) didalam hubungan balok kolom yang berakibat menambah rotasi hubungan balok kolom. Persyaratan ukuran minimum dipasal 23.5(1(4)) mengurangi kemungkinan kegagalan dan kehilangan lekatan pada waktu terjadi beban berbalik diatas tegangan leleh tulangan.
3.8 Analisis dinamis
Apabila tidak ditinjau interaksi tanah-struktur, untuk analisis struktur bagian atas, struktur tersebut dapat dianggap terjepit pada taraf penjepitan lateral, yaitu pada
III-29
`
Bab III Dasar-dasarPerencanaan Gedung Beton Bertulang Berlantai Banyak
taraf lantai dasar jika ada basemant, pada taraf bidang di atas pur tiang pondasi dan pada bidang telapak pada pondasi langsung jika tidak ada basement. Berdasarkan denah struktur yang dihadapi, harus ditetapkan arah gempa yang mnetukan, yaitu searah dengan bidang kerja subsistem struktur penahan beban gempa (portal terbuka, dinding geser) yang dominan. Biasanya, arah ini adalah arah yang paling cocok untuk dijadikan arah salah satu sumbu koordinat (sumbu x atau y) dalam sistem koordinat global yang dipakai dalam analisis struktur. Pada denah struktur gedung yang sangat tidak beraturan, arah gempa yang menentukan harus dicari dengan sebaik-baiknya (trial error). Arah pembebanan gempa dalam kenyataannya adalah sembarang, sehingga pada umumnya selalu terdapat 2 komponen beban gempa dalam arah masing-masing sumbu koordinat ortogonal yang bekerja bersamaan pada struktur gedung. Pembebanan gempa tidak penuh tetapi biaksialdapat menimbulkan pengaruh yang lebih rumit terhadap struktur gedung ketimbang pembebanan gempa penuh tetapi uniaksial. Kondisi ini disimulasikan dengan meninjau pembebanan gempa gempa dalam suatu arah sumbu koordinat yang ditinjau 100%, yang bekerja bersamaan dengan pembebanan gempa dalam arah tegak lurus tetapi ditinjau 30%. Apabila untuk suatu arah sumbu koordinat nilai R untuk sistem struktur yang dihadapi belum diketahui, maka nilainya harus dihitung sebagai nilai rata-rata berbobot dari nilai R semua subsistem struktur yang ada dalam arah itu, dengan gaya geser dasar akibat beban gempa yang dipikul masing-masing subsistem Vs dipakai sebagai besaran pembobotnya. Dalam hal ini, tentunya nilai R dari masing-masing subsistem tersebut harus diketahui, misalnya untuk portal terbuka R = 8.5 dan untuk dinding geser kantilever R = 5.3, yaitu nilai-nilai
III-30
`
Bab III Dasar-dasarPerencanaan Gedung Beton Bertulang Berlantai Banyak
maksimumnya menurut standar SNI 03-1726-2003. Untuk arah sumbu x, perhitungan nilai R rata-rata berbobot dapat ditulis sebagai : Rx =
∑V ∑V R
=
xs
xs
xs
V x0 ………………………… (III-1) ∑ Vxs Rxs
Dan untuk arah sumbu y : Ry =
∑V ∑V R
=
ys
ys
ys
V y0
∑V
ys
R ys
………………………… (III-2)
Untuk dapat menerapkan persamaan IX-1 dan IX-2, untuk masing-masing arah sumbu koordinat harus dilakukan analisis struktur pendahuluan terhadap beban gempa statik ekuivalen untuk mengetahui VS. Strukturnya harus dalam keadaan tidak berotasi (2D) dengan beban gempa statik ekuivalen yang dapat diambil sembarang, tetapi dapat juga akibat penuh Gempa Rencana (artinya dengan I=1 dan R = 1). Nilai terfaktor reduksi gempa yang representatif untuk struktur gedung 3D secara keselkuruhan R, kemudian dihitung sebagai nilai rata-rata berbobot dari nilai Rx dan Ry, dengan gaya geser dasar V x0 dan V y0 diapakai sebagai besaran pembobotnya : R=
Vx0 + V y0 V x0 R x + V y0 R y
………………………… (III-3)
Nilai R, menurut persamaan III-3 merupakan nilai maksimum yang boleh dipakai, sehingga dapat dipakai nilai yang lebih rendah bila dikehendaki, sesuai dengan nilai µ yang dipilih.
III-31
`
Bab III Dasar-dasarPerencanaan Gedung Beton Bertulang Berlantai Banyak
Dalam analisis struktur pendahuluan di atas dan analisis struktur 3D selanjutnya, pengaruh P-Delta harus diperhitungkan, apabila tinggi struktur adalah lebih dari 10 tingkat atau 40 m. Pengaruh P-Delta adalah suatu gejala yang terjadi pada struktur gedung yang fleksible, dimana simpangan ke samping yang besar akibat beban gempa akibat beban gempa menimbulkan beban lateral tambahan akibat momen guling yang terjadi oleh beban gravitasi yang titik tangkapnya menyimpang ke samping. Sifat 3D dari struktur gedung tercerminkan oleh persyaratan harus adanya eksentrisitas rencana ed antara Pusat Massa dan Pusat Rotasi, yang ditinjau di setiap lantai tingkat yang dapat dianggap bekerja sebagai diafragma. Faktor ini adalah untuk menyesuaikan periode ulang gempa, apakah lebih panjang atau lebih pendek dari periode ulang Gempa Rencana 500 tahun (I>1) harus ditinjau, bila dihadapi 2 hal berikut : 1. Probabilistik terjadinya gempa yang merusak dalam kurun waktu umur gedung 50 tahun harus lebih rendah dari 10 % (misalnya rumah sakit), sehingga periode ulangnya menjadi lebih panjang dari 500 tahun. 2. Umur gedung yang dihadapi adalah jauh lebih panjang dari 50 tahun (misal monumen atau gedung yang sangat tinggi), sehingga dengan probabilistik 10% terjadinya gempa yang merusak dalam kurun waktu umur gedung, periode ulangnya menjadi lebih panjang dari dari 500 tahun. Periode ulang yang lebih pendek dari 500 tahun (I<1) dapat ditinjau, pada umumnya bila umur gedung lebih pendek dari 50 tahun (misal gedung rendah), sehingga probabilitas 10% terjadinya gempa yang merusak dalam kurun waktu umur gedung, periode ulangnya menjadi lebih pendek dari 500 tahun. Untuk
III-32
`
Bab III Dasar-dasarPerencanaan Gedung Beton Bertulang Berlantai Banyak
selanjutnya, setiap pengaruh Gempa Rencana harus dikalikan dengan faktor keutamaan I. Bila yang ditinjau adalah taraf pembebanan nominal, maka pengaruh gempa rencana harus dikalikan I/R.
III-33
`
Bab IV Study Kasus
BAB IV STUDY KASUS
4.1
Gambaran Umum Proyek ini berlokasi di Jl. MT. Haryono Jakarta, sehingga lokasi gedung tersebut masuk dalam zona gempa 3. Kondisi tanah di lokasi proyek ini termasuk ke dalam kategori sedang.
Gambar 4.1 Tampak Depan
IV- 1
Bab IV Study Kasus
Gambar 4.2 Tampak Samping
•
Tinggi lantai dasar 5 m’
•
Tinggi lantai diatasnya lt 1 – lt 9 4 m’
•
Tinggi lantai pent house 5 m’
IV- 2
Bab IV Study Kasus
Gambar 4.3 Plan View
IV- 3
Bab IV Study Kasus
4.2
Mutu
fys (karakterisitk U24) = 240 Mpa = 2400 Kg/cm2
fy ( karakteristik U40) = 400 Mpa = 4000 Kg/cm2
beton
K-350 Kg/cm2 , fc’=29,05 Mpa
Preliminary Design 4.2.1 Perhitungan Dimensi Plat Tebal pelat yang akan direncanakan berdasarkan SNI 03-2847-2002 Ayat 11.5.3 menentukan bahwa ketebalan pelat tidak boleh kurang dari sebagaimana rumus berikut : a. untuk 0,2 < αm < 2,0 fy ln 0,8 + 1500 h= 36 + 5β (αm − 0,2)
h
= ketebalan pelat (mm)
ln
= Panjang terpanjang bentang diukur dari muka ke muka tumpuan (mm)
Fy
= mutu baja tulangan (Mpa)
β
= ly/lx rasio bentang bersih arah memanjang terhadap arah Memendek
αm
= nilai rata-rata α untuk semua balok pada tepi-tepi suatu panel
dan tidak boleh kurang dari 120 mm
IV- 4
Bab IV Study Kasus
b. untuk αm > 2,0 fy ln 0,8 + 1500 h= 36 + 9 β
dan tidak boleh kurang dari 90 mm α = rasio kekakuan lentur penampang balok terhadap kekakuan lentur suatu pelat dengan lebar yang di batasi dalam arah lateral oleh sumbu dari suatu panel yang bersebelahan (bila ada) pada tiap sisi dari balok. Adapun α =
Ecb * Ib Ecp * Ip
Dimana
:
Ecb
:
Modulus elastis balok beton (MPA)
Ecp
:
Modulus elastis pelat beton (MPA)
Ib
:
Momen inersia terhadap balok (mm4)
Ip
:
Momen inersia terhadap plat (mm4)
t=15cm
Gambar 4.4 Penampang Balok Terhadap Balok
IV- 5
Bab IV Study Kasus
Modulus elastis beton pada SNI SNI 03-2847-2002 Bagian 10.5 disebutkan untuk Ec = 4700
f 'c
Ecb
= 4700
29,05 = 369,50 Mpa
Ecb
= 4700
29,05 = 369,50 Mpa
Modulus elastis untuk tulangan Es = 200.000 Mpa Untuk α1 balok T uk 25/50 Untuk α2 balok L uk 35/70 Untuk α3 balok T uk 35/70 Untuk α4 balok T uk 35/70 Konstruksi balok T mempunyai syarat : 1. Lebar efektif plat tidak boleh melebihi ¼ bentang balok = L/4 2. b + 8 tp 3. Setengah jarak bersih antara balok – balok yang bersebelahan
Konstruksi balok T mempunyai syarat : 1. Lebar efektif plat tidak boleh melebihi 1/12 bentang balok = L/12 2. b + 6 tp 3. Setengah jarak bersih antara balok – balok yang bersebelahan
IV- 6
Bab IV Study Kasus
Gambar 4.5 Penampang Balok T dan L α1 balok T uk 25/50 dimana mencari I menggunakan tabel pada buku
s”Grafik dan Tabel Perhitungan Beton Bertulang hal. 10 diperoleh be/bo = 1450/250 = 5,8 dan ho/ht = 150/500 = 0,3 ; c1 = 0,168 sehingga Ib1 = c1 * bo *ht3 = 0,168 * 250 * 5003 = 5.250.000.000 mm4 Ip1 = 1/12 * (2000+2000) * 1503 = 1.125.000.000 mm Adapun α1 =
Ecb * Ib 5,25 * 10 9 = = 4.667 Ecp * Ip 1,125 *10 9
α2 balok L uk 35/70 dimana mencari I menggunakan tabel pada buku
”Grafik dan Tabel Perhitungan Beton Bertulang hal. 10 diperoleh be/bo = 1250/350 = 3,57 dan ho/ht = 150/700 = 0,21 ; c1 = 0,146 sehingga Ib2 = c1 * bo *ht3 = 0,146 * 350 * 7003 = 1,75 * 1010 mm4 Ip2 = 1/12 * (4000) * 1503 = 1,125 * 109 mm Adapun α2 =
1,75 *1010 Ecb * Ib = 15.55 = Ecp * Ip 1,125 * 10 9
IV- 7
Bab IV Study Kasus
α3 balok T uk 35/70 dimana mencari I menggunakan tabel pada buku
”Grafik dan Tabel Perhitungan Beton Bertulang hal. 10 diperoleh be/bo = 1550/350 = 4,42 dan ho/ht = 150/700 = 0,21 ; c1 = 0,15 sehingga Ib3 = c1 * bo *ht3 = 0,15 * 350 * 7003 = 1,80 * 1010 mm4 Ip3 = 1/12 * (4000+2500) * 1503 = 1,828 * 109 mm Adapun α3 =
Ecb * Ib 1,80 * 1010 = = 9.84 Ecp * Ip 1,828 * 10 9
α4 balok T uk 35/70 dimana mencari I menggunakan tabel pada buku
”Grafik dan Tabel Perhitungan Beton Bertulang hal. 10 diperoleh be/bo = 1550/350 = 4,42 dan ho/ht = 150/700 = 0,21 ; c1 = 0,15 sehingga Ib4 = c1 * bo *ht3 = 0,15 * 350 * 7003 = 1,80 * 1010 mm4 Ip4 = 1/12 * (2000+2000) * 1503 = 1,125 * 109 mm Adapun α4 =
Ecb * Ib 1,80 * 1010 = = 16 Ecp * Ip 1,125 * 10 9
Maka α rata-rata = α1 + α2 + α3 + α4 = (4.667 + 15.55 + 9.84 + 16 )/4 = 11.51 karena αm = 11.51 maka digunakan αm > 2,0 fy ln 0,8 + 1500 h= 36 + 9 β 240 8000 0,8 + 8000 * 0,96 1500 = h= 54 36 + (9 * 2)
h = 142,22 mm ≈ 150 mm
IV- 8
Bab IV Study Kasus
4.2.2 Perhitungan Dimensi Balok Data untuk mendesain balok :
Mutu
fys (karakterisitk U24) = 240 Mpa = 2400 Kg/cm2
fy ( karakteristik U40) = 400 Mpa = 4000 Kg/cm2
beton
K-350 Kg/cm2 , fc’=29,05 Mpa
Tabel 4.1 Tebal Minimum, h
Dalam SNI 03-2847-2002 Bagian 10.10 Konstruksi balok-T pada point (3) bahwa lebar efektif tidak boleh lebih dari seperduabelas dari bentang balok.
IV- 9
Bab IV Study Kasus
Mendimensi balok induk : h = 1/12 L b = 1/3 s/d ½ h maka : h = 1/12 x 800 = 66.67 cm ; digunakan ukuran 70 cm b = ½ h = ½ x 70 = 35 cm Jadi dimensi balok induk (B1) = 35 x 70 cm
Gambar 4.6 Preliminary balok induk
Mendimensi balok anak : h = 1/16 L b = 1/3 s/d ½ h h = 1/16 x 800 = 50 cm b = ½ h = ½ x 50 = 25 cm Jadi dimensi balok induk (B2) = 25 x 50 cm
IV- 10
Bab IV Study Kasus
4.2.3 Perhitungan Dimensi Kolom Mutu Beton
K-350 Kg/cm2 , fc’=29,05 Mpa
Luas = 7.65 m x 7.65 m = 58.52 m2 Beban Hidup (PLL) PLL = 58.52 x 250 = 14.630 kg Beban Mati Lantai (PDL) Data lantai: Beban Mati Plat = 0,15 x 2.400 Kg/m3
= 360 Kg/m2
M/E =
= 10 Kg/m2
Plafond =
= 18 Kg/m2
Partisi =
= 50 Kg/m2
Keramik =
= 23 Kg/m2
Spesi = 2 x 21
= 42 Kg/m2
Total
= 503 Kg/m2
qDL lantai = 503 kg/m2 PDL lantai = 58.52 x 503 = 29.435 kg
Beban Mati Balok PDL balok = 2400 x 0,35 x 0,70 x 16 = 9.408 kg
Beban Mati Total
PDL = 29.435 + 9.408 = 38.844 Kg Pu = (1.2 x 38.844 + 1.6 x 14.630) = 70.020 Kg
IV- 11
Bab IV Study Kasus
Kolom Lantai I
Pu = 9 x 70.020 Kg = 630.180 Kg = 6.301.800 N Rumus yang digunakan dari ”Dasar-dasar perencanaan beton bertulang” W.C Vis & Gideon Kusuma Pu φ * Agr * 0,85 * f ' c
A=
Pu 40% * 0,85 * f ' c
A=
6.301.800 = 638.027,7412 mm2 40% * 0,85 * 29,05
Asumsi
b = h A = h2 h = √638.027,7412 = 798,76 mm b = h > 798,76 mm
Diambil asumsi ukuran kolom 850 x 850 mm
4.3
Rencana Pembebanan
4.3.1 Pembebanan Gravitasi 4.3.1.1 Beban Plat Atap Beban yang bekerja pada pelat lantai dasar sampai dengan pelat lantai atap adalah beban mati (DL) yaitu beban berat sendiri pelat lantai ditambah beban finishing. Kemudian ada beban hidup (LL) yang tergantung pada fungsi ruang diatas pelat tersebut.
IV- 12
Bab IV Study Kasus
a. Beban Mati Plat = 0,10 x 2.400 Kg/m3
= 240 Kg/m2
Waterproofing =
= 20 Kg/m2
Spesi = 3 x 21
= 63 Kg/m2
M/E =
= 10 Kg/m2
Plafond =
= 18 Kg/m2
Total
= 351 Kg/m2
b. Beban Hidup Beban pekerja
= 100 Kg/m2
Air Hujan = 0,05 x 1.000 Kg/m3
= 50 Kg/m2
Total
= 150 Kg/m2
4.3.1.2 Beban Plat Lt 1-8 a. Beban Mati Plat = 0,15 x 2.400 Kg/m3
= 360 Kg/m2
M/E =
= 10 Kg/m2
Plafond =
= 18 Kg/m2
Partisi =
= 50 Kg/m2
Keramik =
= 23 Kg/m2
Spesi = 2 x 21
= 42 Kg/m2
Total
= 503 Kg/m2
IV- 13
Bab IV Study Kasus
b. Beban Hidup Beban Hidup :
= 250 Kg/m2
4.3.1.3 Beban Mati Pasangan Setengah Bata Bata h : 4 m
= 250 x (4,00-0,70)
= 825 Kg/m
Bata h : 5 m
= 250 x (5,00-0,70)
= 1,075 Kg/m
4.3.1.4 Beban Mati Dinding Lift H:4m
= 0,15 x 2,400 x (4,00-0,70)
= 1,188 Kg/m
H:5m
= 0,15 x 2,400 x (5,00-0,70)
= 1,548 Kg/m
Pelat dua arah yang ditumpu pada keempat sisinya adalah struktur statis tak tentu. Beban pelat tersebut akan di distribusikan kepada balok sehingga menjadi luas tributari pembeban. Untuk proyek BPM-PKUD ini terdapat 6 jenis panel pelat lantai. (lihat pada lampiran gambar )
Lx
Ly
Gambar 4.7 Jenis Plat
IV- 14
Bab IV Study Kasus
Adapun Jenis Plat Tersebut Tabel 4.2 Jenis Plat Lantai dan Distribusi Beban Lx 8.00 5.00 2.90 8.00 5.25 4.00 2.90
4.00 4.00 2.75 1.10 2.90 0.24 2.50
Tebal Plat 15 cm DL LL 1,003.00 500.00 1,003.00 500.00 691.70 343.80 276.70 137.50 729.40 362.50 603.60 300.00 -
Tebal Plat 10 cm DL LL 702.00 300.00 702.00 300.00 482.70 206.30 193.00 82.50 509.00 217.50 421.20 360.00 438.80 187.50
8000
4000
A B C D E F G (Lift)
Ly
Pelat Type A
5000
4000
TIPE
IV- 15
Pelat Type B
Bab IV Study Kasus
2750
2900
Pelat Type C
1100
8000
Pelat Type D
2900
5250
Pelat Type E
240
4000
Gambar 4.8 Pelat Type A - F
IV- 16
Pelat Type F
Bab IV Study Kasus
4.3.2 Pembebanan Gravitasi
Gambar 4.9 Denah Tributary Area
IV- 17
Bab IV Study Kasus
Berat Struktur Berat Struktur pada Lantai 1 Beban Mati Berat Kolom Lantai 1 = (0,85x0,85x((5,00/2)+(4/2))x2400)x24
=
187.272,00 Kg
= = = = = = =
42.336,00 17.640,00 94.080,00 21.600,00 7.500,00 4.350,00 187.506,00 Kg
=
168.192,00 Kg
= = = = = = = =
5.840,00 10.512,00 58.400,00 14.016,00 36.792,00 130.000,00 44.208,00 299.768,00 Kg
=
842.738,00 Kg
=
146.000,00
JUMLAH WL Lt 1
=
146.000,00 Kg
TOTAL BERAT LANTAI 1
=
988.738,00 Kg
-
-
-
Berat Balok Lantai 1 = (0,35x0,70x8,00x2400)x9 = (0,35x0,70x5,00x2400)x6 = (0,35x0,70x40,00x2400)x4 = (0,25x0,50x8,00x2400)x9 = (0,25x0,50x5,00x2400)x5 = (0,25x0,50x2,90x2400)x5
Berat Plat Lantai =((40,00x13,00)+(8,00x8,00))x2400x0,12 Berat Tambahan ME =((40,00x13,00)+(8,00x8,00))x10 Plafond =((40,00x13,00)+(8,00x8,00))x18 Partisi =((40,00x13,00)+(8,00x8,00))x100 Keramik =((40,00x13,00)+(8,00x8,00))x24 Spesi =((40,00x13,00)+(8,00x8,00))x63 Ps. Bata = 1000x(40+40+21+21+8) Ps.Beton = 1440x(5,3+5,3+2,8+2,8+(2,9*5))
JUMLAH WD Lt 1 Beban Hidup =((40,00x13,00)+(8,00x8,00))x250
IV- 18
Bab IV Study Kasus
Berat Struktur pada Lantai 2 Beban Mati Berat Kolom Lantai 2 = (0,85x0,85x4,00x2400)x24 -
-
Berat Balok Lantai 2 = (0,35x0,70x8,00x2400)x(9+3) = (0,35x0,70x5,00x2400)x6 = (0,35x0,70x40,00x2400)x4 = (0,25x0,50x8,00x2400)x(9+4) = (0,25x0,50x5,00x2400)x5 = (0,25x0,50x2,90x2400)x5
=
166.464,00 Kg
= = = = = = =
56.448,00 17.640,00 94.080,00 31.200,00 7.500,00 4.350,00 211.218,00 Kg
Berat Plat Lantai =(40,00x21,00)x2400x0,12 Berat Tambahan ME =((40,00x21,00)x10 Plafond =((40,00x21,00)x18 Partisi =((40,00x21,00)x100 Keramik =((40,00x21,00)x24 Spesi =((40,00x21,00)x63 Ps. Bata = 1000x(40+40+21+21+8) Ps.Beton = 1440x(5,3+5,3+2,8+2,8+(2,9*5))
241.920,00 Kg
= = = = = = = =
8.400,00 15.120,00 84.000,00 20.160,00 52.920,00 130.000,00 44.208,00 354.808,00
Kg
=
974.410,00
Kg
=
210.000,00
JUMLAH WL Lt 2
=
210.000,00
Kg
TOTAL BERAT LANTAI 2
=
1.184.410,00
Kg
JUMLAH WD Lt 2 Beban Hidup =((40,00x21,00))x250
IV- 19
Bab IV Study Kasus
Berat Struktur pada Lantai 3 s/d 8 Berat Mati Berat Kolom Lantai = (0,85x0,85x4,00x2400)x24 -
-
Berat Balok Lantai = (0,35x0,70x8,00x2400)x(9+3) = (0,35x0,70x5,00x2400)x6 = (0,35x0,70x40,00x2400)x4 = (0,35x0,70x2,40x2400)x2 = (0,25x0,50x8,00x2400)x(9+4) = (0,25x0,50x5,00x2400)x5 = (0,25x0,50x2,90x2400)x5 = (0,25x0,25x2,40x2400)x3 = (0,25x0,25x32,00x2400)
=
166.464,00 Kg
= = = = = = = = =
56.448,00 17.640,00 94.080,00 2.822,40 31.200,00 7.500,00 4.350,00 1.080,00 4.800,00 219.920,40 Kg
Berat Plat Lantai =((40,00x21,00)+(32,00x2,40))x2400x0,12 Berat Tambahan ME =((40,00x21,00)+(32,00x2,40))x10 Plafond =((40,00x21,00)+(32,00x2,40))x18 Partisi =((40,00x21,00)+(32,00x2,40))x100 Keramik =((40,00x21,00)+(32,00x2,40))x24 Spesi =((40,00x21,00)+(32,00x2,40))x63 Ps. Bata = 1000x(40+40+21+21+8) Ps.Beton = 1440x(5,3+5,3+2,8+2,8+(2,9*5))
264.038,40 Kg
= = = = = = = =
9.168,00 16.502,40 91.680,00 22.003,20 57.758,40 130.000,00 44.208,00 371.320,00
Kg
=
1.021.742,80
Kg
=
242.000,00
JUMLAH WL Lt 3 s/d 8
=
242.000,00
Kg
TOTAL BERAT LANTAI 3 s/d 8
=
1.263.742,80
Kg
JUMLAH WD Lt 3 s/d 8 Beban Hidup =((40,00x21,00)+(32,00x4))x250
IV- 20
Bab IV Study Kasus
Berat Struktur pada Lantai 9 Beban Mati Berat Kolom Lantai = (0,85x0,85x(4,00/2)x2400)x24 = (0,85x0,85x(5,00/2)x2400)x12 -
-
Berat Balok Lantai = (0,35x0,70x8,00x2400)x(9+3) = (0,35x0,70x5,00x2400)x6 = (0,35x0,70x40,00x2400)x4 = (0,35x0,70x2,40x2400)x2 = (0,25x0,50x8,00x2400)x(9+4) = (0,25x0,50x5,00x2400)x5 = (0,25x0,50x2,90x2400)x5 = (0,25x0,25x2,40x2400)x3 = (0,25x0,25x32,00x2400)
= =
83.232,00 52.020,00 135.252,00 Kg
= = = = = = = = =
56.448,00 17.640,00 94.080,00 2.822,40 31.200,00 7.500,00 4.350,00 1.080,00 4.800,00 219.920,40 Kg
Berat Plat Lantai =((40,00x21,00)+(32,00x2,40))x2400x0,1 Berat Tambahan ME =((40,00x21,00)+(32,00x2,40))x10 Plafond =((40,00x21,00)+(32,00x2,40))x18 WP =((40,00x21,00)+(32,00x2,40))x100 Spesi =((40,00x21,00)+(32,00x2,40))x63 Ps. Bata = 250x2x(40+40+21+21+8) Ps. Bata = 250x2,5x((8+4)*2)*2) Ps. Bata = 250x2,5x(8+1,1+1,1+2,8+5,2) Ps.Beton = 720x(5,3+5,3+2,8+2,8+(2,9*5)) Ps.Beton = 900x(5,3+5,3+2,8+2,8+(2,9*5))
220.032,00 Kg
= = = = = = = = = =
9.168,00 16.502,40 91.680,00 57.758,40 65.000,00 30.000,00 11.375,00 22.104,00 27.630,00 331.217,80
Kg
=
906.422,20
Kg
=
145.200,00
JUMLAH WL Lt 9
=
145.200,00
Kg
TOTAL BERAT LANTAI 9
=
1.051.622,20
Kg
JUMLAH WD Lt 9 Beban Hidup =((40,00x21,00)+(32,00x4))x150
IV- 21
Bab IV Study Kasus
Berat Struktur pada Lantai 10 Beban Mati Berat Kolom Lantai = (0,85x0,85x(5,00/2)x2400)x12 -
-
Berat Balok Lantai = (0,35x0,70x8,00x2400)x6 = (0,35x0,70x4,00x2400)x4 = (0,35x0,70x8,00x2400)x2 = (0,25x0,50x8,00x2400)x3 = (0,25x0,50x2,90x2400)x3
=
52.020,00 52.020,00 Kg
= = = = =
28.224,00 9.408,00 9.408,00 7.200,00 2.610,00 56.850,00 Kg
Berat Plat Lantai =(8,00x16,00)x2400x0,1
30.720,00 Kg
Berat Tambahan ME =(8,00x16,00)x10 Plafond =(8,00x16,00)x18 WP =(8,00x16,00)x100 Spesi =(8,00x16,00)x63 Ps. Bata = 250x2,5x((8+4)*2)*2) Ps. Bata = 250x2,5x(8+1,1+1,1+2,8+5,2) Ps.Beton = 900x(5,3+5,3+2,8+2,8+(2,9*5))
= = = = = = = =
1.280,00 2.304,00 12.800,00 8.064,00 30.000,00 11.375,00 27.630,00 93.453,00
Kg
=
233.043,00
Kg
=
19.200,00
JUMLAH WL Lt 10
=
19.200,00
Kg
TOTAL BERAT LANTAI 10
=
252.243,00
Kg
JUMLAH WD Lt 10 Beban Hidup =(8,00x16,00)x150
IV- 22
Bab IV Study Kasus
Gambar 4.10 Dead Load Pada As 3 A-F
IV- 23
Bab IV Study Kasus
4.4
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Gempa
4.4.1 Berat Struktur
Tabel 4.3 Berat Total Struktur Vb
=
532.00 T Tinggi hx (m)
Lantai 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1
42 37 33 29 25 21 17 13 9 5
Σ
Berat Lantai wx (ton) 252.34 1,051.62 1,263.74 1,263.74 1,263.74 1,263.74 1,263.74 1,263.74 1,184.41 988.74 11,059.56
wx . hx (ton-m) 10,598.28 38,910.01 41,703.49 36,648.52 31,593.55 26,538.58 21,483.61 16,428.65 10,659.69 4,943.69 239,508.07
4.4.2 Periode Natural T
= Ct (hn) ¾ = 0,0488 x (42) ¾ = 0,805 detik
TC
= 0,6 Tanah Sedang
Berdasarkan SNI 1726-2002 Pasal 4.7.6 Ar Untuk T > Tc maka faktor respons gempa, C = T
Jakarta Merupakan Zone 3, maka nilai Ar untuk tanah stiff soil = 0,33 IV- 24
Fi (x,y) 23.54 86.43 92.63 81.40 70.18 58.95 47.72 36.49 23.68 10.98 532.00
Tiap Portal Fi(x) Fi(y) ton ton 11.77 11.77 14.40 21.61 15.44 23.16 13.57 20.35 11.70 17.54 9.82 14.74 7.95 11.93 6.08 9.12 3.95 5.92 1.83 2.75
Bab IV Study Kasus
Ar 0,33 = C = ; T 0,805
= 0,409 Base Shear Respons Spektrum Gempa Rencana
Gambar 4.11 Respons Spektrum
Base Shear Vb =
CIWt R
0,409x1x11.059 Vb = 8,5 Vb
= 532 T
IV- 25
Bab IV Study Kasus
4.5
Perhitungan Mekanika Struktur dan Penulangan
4.5.1 Plat Pada perhitungan pelat ini menggunakan metode perhitungan pelat dari Dr. Marcus 1. Untuk pelat yang keempat sisinya dianggap sebagai sendi ( Gb.4.6 ) Momen lapangan dalam arah : a. Arah Lx :
MLx = C.Kx.
qLx 2 8
b. Arah Ly :
MLy = C.Ky.
qLy 2 8
Dimana : Kx =
1 1 + ( Lx / Ly ) 4
C=1-
5 K2 6 1+ K 4
Ky =
1 1 + ( Ly / Lx ) 4
K = Ly / Lx
2. Untuk pelat yang diasumsikan terjepit dikeempat sisinya ( Gb.4.6 ) Momen di tumpuan :
Momen dilapangan :
Mtx = -Kx.
qLx 2 12
MLx = C’
qLx 2 24
Mty = -Ky.
qLy 2 12
MLy = C’
qLy 2 24
Dimana : Kx =
1 1 + ( Lx / Ly ) 4
C=1-
5 K2 18 1 + K 4
Ky =
1 1 + ( Ly / Lx ) 4
K = Ly / Lx
Dengan teori dari Dr. Marcus ini, maka perencana mengambil keputusan untuk pelat yang diasumsikan satu sisi terjepit dan sisi yang berhadapan diasumsikan sebagai sendi ;
IV- 26
Bab IV Study Kasus
Momen ditumpuan :
Momen dilapangan :
Mtx = -Kx.
qLx 2 8
MLx = C’
9.qLx 2 128
Mty = -Ky.
qLy 2 8
MLy = C’
9.qLy 2 128
Ly
Ly
Lx
Lx
Gb.4.12 Pelat yang dimodelkan Gb.4.12 Pelat yang dimodelkan sebagai jepit sebagai sendi
Dengan C’untuk keamanan diambil yang terbesar dari prinsip jepit maupun sendi yaitu : C’ = 1 -
5 K2 18 1 + K 4
K = Ly / Lx
Sedangkan untuk Kx dan Ky adalah tetap sama.
Beban Mati Plat = 0,12 x 2.400 Kg/m3
= 288 Kg/m2
M/E =
= 10 Kg/m2
Plafond =
= 18 Kg/m2
Partisi =
= 100 Kg/m2
Keramik =
= 24 Kg/m2
Spesi = 3 x 21
= 63 Kg/m2
Total
= 503 Kg/m2
IV- 27
Bab IV Study Kasus
Beban Hidup Beban Hidup : Qx
= 250 Kg/m2
= 1,2 (0.503) + 1.6(0.250) = 1.003 t/m3
Tabel 4.4 Jenis Plat Lantai dan Distribusi Beban TIPE
Ly
A B C D E F G (Lift)
Lx 8.00 5.00 2.90 8.00 5.25 4.00 2.90
4.00 4.00 2.75 1.10 2.90 0.24 2.50
Tebal Plat 15 cm Tebal Plat 10 cm DL (kg/m2) LL(kg/m2) DL (kg/m2) LL(kg/m2) 1,003.00 500.00 702.00 300.00 1,003.00 500.00 702.00 300.00 691.70 343.80 482.70 206.30 276.70 137.50 193.00 82.50 729.40 362.50 509.00 217.50 603.60 300.00 421.20 360.00 438.80 187.50
Pada Tugas Akhir ini untuk perhitungan hanya diambil untuk plat dengan dimensi terbesar yakni Plat Type A = 8,00 x 4,00 dan Type B = 5,00 x 4,00
Ly
Lx
Pelat Type A (ASUMSI JEPIT ) Ly 8 = = 2 < 2,5 ( plat dua arah ) Lx 4 Lx =2 Ly
IV- 28
Bab IV Study Kasus
Kx =
1 1 = = 0,941 4 1 + ( Lx / Ly ) 1 + (4 / 8)4
Ky =
1 1 = = 0,058 4 1 + (8 / 4)4 1 + ( Ly / Lx )
K = Ly / Lx =
8 = 2,00 4
5 22 5 K2 = 1 − * = 0,778 18 1 + K 4 18 1 + 2 2
C=1-
Mtx = -Kx.
qLx 2 8
MLx = C’
9.qLx 2 128
Mty = -Ky.
qLy 2 8
MLy = C’
9.qLy 2 128
Mtx = Mty = Mlx = Mly =
-0,941 -0,058 0,778 0,778
0,125 0,125 0,070 0,070
1,003 1,003 1,003 1,003
Tebal pelat, tpl
= 15 cm
Selimut beton, d’
= 3 cm
4 8 4 8
4 8 4 8
(1,888) (0,465) 0,878 3,512
Tm Tm Tm Tm
d = 12 cm d' = 3 cm
maka,
b = 100 cm
Mly
= Mu = 3,512 Tm
Mn =
εy =
Mu
fy Es
φ
=
=
3,512 0,80
= 4,388 Tm
4000 = 0,002 6 2.10
IV- 29
Bab IV Study Kasus
Kcb =
0,003
=
0,003 + ε y
0,003 0,003 + 0,002
= 0,6
Kc = 0,75.Kcb = 0,75 x 0,6 = 0,45 Ka = β1.Kc = 0,85 x 0,45 = 0,3825 Kz = 1 - ½.Ka = 1 - ½ x 0,454 = 0,808 Kd2 =
1
=
0,85.fc.Ka .Kz
1 0,85x0,2905x0,382x0, 808
= 13,091 cm2/T
Momen penampang pelat , Mno, Mno =
b.d 2 1x122 = = 10,999 Tm Kd 2 13,091
Mu lap = 3,512 Tm Mn =
Mu φ
=
3,512 0,80
= 4,388 Tm
Mn < Mno
Tulangan tunggal tarik
maka, As,perlu = As,min
Mn Kz.d.fy =
1,4 fy
=
4,388 0,808x0,12x4 1,4
b w .d =
400
= 11,31 cm2
x100x12 = 4,20 cm2
Digunakan As,perlu = 11,31 cm2
D13 mm,
Aφ = ¼.π.φ2 = ¼.π x 1,32 = 1,326 cm2
Jumlah tulangan, n =
11,31 1,326
= 8,53 ≅ 9 D 13 mm
Spasi maksimum ; s = 2.tpl = 2 x 150 mm = 300 mm Jarak antar tulangan, s memberikan ; IV- 30
Bab IV Study Kasus
s=
1000 9
= 111 mm < 300 mm … Ok.!
fc' fy
29,05 Mpa 4000 kg/cm 2 0.85
β1 Σy Kcb Kc Ka Kz Kd2
0,002 0,6 0,45 0,3825 0,80875 0,013091 cm2/kg
b d Mno
100 cm 12 cm 1099951 kgcm
Diameter Luas
13 mm 1,327857 cm2
Tipe Pelat
PL 2
Mu kgcm 351200
Mn kgcm 439000
350
As cm 2 11,3086
1 Mpa
As min cm2 4,2
= 10 Kg/cm2
As pakai n,tulangan cm2 11,3086 9
Jarak cm 12
Catatan : As min = (1,4xbxd)/fy , fy dalam Mpa
Jadi digunakan besi D 13 - 100
Digunakan tul. lentur pelat Lapangan Arah y – y = 9 D 13 mm – 100 mm
IV- 31
Bab IV Study Kasus
Mlx = Mu = 0,878 Tm fc' fy
29,05 Mpa 2400 kg/cm 2 0.85
β1 Σy Kcb Kc Ka Kz Kd2
0,0012 0,714286 0,535714 0,455357 0,772321 2 0,011516 cm /kg
b d Mno
100 cm 12 cm 1250483 kgcm
Diameter Luas
10 mm 2 0,785714 cm
Tipe Pelat
PL 2
Mu kgcm 87700
Mn kgcm 109625
350
As cm 2 4,928548
1 Mpa
As min cm2 7
= 10 Kg/cm2
As pakai n,tulangan cm2 7 9
Jarak cm 11
Catatan : As min = (1,4xbxd)/fy , fy dalam Mpa
Jadi digunakan besi Ø 10 - 100
Digunakan tul. lentur pelat Lapangan Arah x – x = 9 Ø 10 mm – 100 mm
IV- 32
Bab IV Study Kasus
Pelat Type B (ASUMSI JEPIT ) Ly 5 = = 1,25 < 2,5 ( plat dua arah ) Lx 4
Lx = 1,25 Ly
Kx =
1 1 = = 0,709 4 1 + (4 / 5)4 1 + ( Lx / Ly )
Ky =
1 1 = = 0,290 4 1 + ( Ly / Lx ) 1 + (5 / 4)4
K = Ly / Lx = C=1-
5 = 1,25 4
1,252 5 5 K2 1 − * = = 0,873 18 1 + 1,252 18 1 + K 4
Mtx = -Kx.
qLx 2 8
MLx = C’
9.qLx 2 128
Mty = -Ky.
qLy 2 8
MLy = C’
9.qLy 2 128
Mtx = Mty = Mlx = Mly =
-0,709 -0,29 0,873 0,873
0,125 0,125 0,070 0,070
1,003 1,003 1,003 1,003
Tebal pelat, tpl
= 15 cm
Selimut beton, d’
= 3 cm
4 5 4 5
4 5 4 5
(1,422) (0,909) 0,985 1,539
Tm Tm Tm Tm
d = 12 cm d' = 3 cm
maka,
b = 100 cm
IV- 33
Bab IV Study Kasus
Mly
= Mu = 1,539 Tm
fc' fy
β1 Σy
29,05 Mpa 4000 kg/cm2 0.85
Kcb Kc Ka Kz Kd2
0,002 0,6 0,45 0,3825 0,80875 0,013091 cm2/kg
b d Mno
100 cm 12 cm 1099951 kgcm
Diameter Luas
13 mm 1,327857 cm2
Tipe Pelat
PL 2
Mu kgcm 153900
Mn kgcm 192375
350
As cm2 4,955564
1 Mpa
As min cm2 4,2
= 10 Kg/cm2
As pakai n,tulangan cm2 4,955564 4
Jarak cm 27
Catatan : As min = (1,4xbxd)/fy , fy dalam Mpa
Jadi digunakan besi D 13 - 250
Digunakan tul. lentur pelat Lapangan Arah y – y = 4 D 13 mm – 250 mm
IV- 34
Bab IV Study Kasus
Mlx = Mu = 0,985 Tm fc' fy
29,05 Mpa 2400 kg/cm 2 0.85
β1 Σy Kcb Kc Ka Kz Kd2
0,0012 0,714286 0,535714 0,455357 0,772321 2 0,011516 cm /kg
b d Mno
100 cm 12 cm 1250483 kgcm
Diameter Luas
10 mm 2 0,785714 cm
Tipe Pelat
PL 2
Mu kgcm 98500
Mn kgcm 123125
350
As cm 2 5,535485
1 Mpa
As min cm2 7
= 10 Kg/cm2
As pakai n,tulangan cm2 7 9
Jarak cm 11
Catatan : As min = (1,4xbxd)/fy , fy dalam Mpa
Jadi digunakan besi Ø 10 - 100
Digunakan tul. lentur pelat Lapangan Arah x – x = 9 Ø 10 mm – 100 mm
IV- 35
Bab IV Study Kasus
t=15cm
Gambar 4.13 Denah Pembesian Plat (Typical)
IV- 36
Bab IV Study Kasus
4.5.2
Balok Induk
Pada perencanaan struktur gedung BPM PKUD, bentuk balok pada struktur ini adalah typikal, oleh karena itu kami mengambil balok dengan momen terbesar untuk dijadikan perhitungan penulangan balok induk. Adapun balok tersebut terletak pada lantai 3, frame 206,207,208,209.
t=15cm
Gambar 4.14 Denah Balok Lt.3
IV- 37
Bab IV Study Kasus
Gambar 4.15 Diagram Gaya-Gaya Dalam Pada SNI 03-2847-2002 Pasal 23.3 mengenai komponen struktur lentur pada Sistem Rangka Pemikul Momen (SRPMK) harus memenuhi syaratsyarat dibawah ini. 4.5.2.1 Kondisi Tulangan Tumpuan 1.
Gaya aksial tekan terfaktor Gaya aksial tekan terfaktor pada komponen struktur tidak boleh melebihi 0,1 Ag f’c. Ag = (350 mm x 700 mm ) = 245.000,00 mm2 0,1 Ag f’c = 0,1 * 245.000 * 29,05 = 711.725 Mpa = 711,72 KN
IV- 38
Bab IV Study Kasus
Gaya aksial tekan terfaktor pada balok akibat kombinasi beban gravitasi dan beban gempa = 63,10 KN 2.
Bentang bersih komponen struktur tidak boleh kurang dari 4 kali tinggi efektif elemen struktur. Lb = 8000 mm
Ln = 8000-850
de = tinggi efektif balok
= 700 – 65
4de = 4 x 635 3.
= 7150 mm
= 635 mm
= 2540 mm < Ln 7150 mm
Perbandingan lebar terhadap tinggi tidak boleh kurang dari 0,3 = 350 mm / 700 mm = 0,5 > 0,3
4.
Lebar kolom terdiri dari 2 syarat : -
Lebar tidak boleh kurang dari 250 mm (terpenuhi L=350mm)
-
Tidak boleh lebih lebar dari kolom penumpu (diukur pada bidang tegak lurus terhadap sumbu longitudinal komponen struktur lentur) ditambah jarak pada tiap sisi kolom penumpu yang tidak melebihi ¾ tinggi komponen struktur lentur.
Mu = 941,03 KN M Diasumsikan yang terjadi adalah perilaku balok persegi, dan ada 2 layer tulangan. Tulangan tekan (jika ada) diabaikan. Sni megatur selimut beton (pasal 9.7) d = de = 700 mm – (40 mm + 25 mm ) = 635 mm.
β1 = 0,85 β1 = 0,85-0,05
untuk f’c ≤ 30 Mpa ( f ' c − 30) 7
untuk 30 < f’c ≤ 58 Mpa IV- 39
Bab IV Study Kasus
β1 = 0,65
untuk f’c ≥ 58 Mpa
jd = 0,9 * d Ø
= 0,9 * 635 = 571,5
= 0,85 (pasal 11.3)
As =
941,03 *106 Nmm Mu = = 4982 mm2 0,85 * 400 N / mm2 * 571,5 φ * fy * jd
Jenis Baja Tulangan = Besi D 25 D 19
Luas/st 490,625 283,385
Jumlah
Luas As 9 4415,625 4982,395 2 566,77
Diperlukan tulangan 9 D 25 dan 2 D 19 check Mn ?
a=
4982mm2 * 400 N / mm2 As * fy = = 230mm 0,85 * fc'*bw 0,85 * 29,05 N / mm2 * 350mm
a ØMn = Ø * As * fy * d − 2 230 -6 = 0,85 * 4982 * 400 635 − * 10 = 1036,256 KN M 2
As min =
fc' 29,05 *bw*d = *350x635 = 747,31 mm2 4 * 400 4 fy
Tapi tidak boleh kurang dari : As =
1,4 * bw * d 1,4 * 350 * 635 = = 777,875 mm2 400 fy
OK (Syarat tulangan minimum terpenuhi)
IV- 40
Bab IV Study Kasus
Cek rasio tulangan ρ=
As 4982 = = 0,022 bw * d 350 * 635
ρb =
β * 0,85 * fc '
600 0,85 * 0,85 * 29,05 600 = = 0,0314 400 600 + 400 600 + fy
fy
0,75 * ρb = 0,75 * 0,0314 = 0,023 ρ < 0,75 ρb
0,022 < 0,023
Batas tulangan maksimum berdasarkan pasal 23.3.2 adalah 0,025 OK (Syarat tulangan minimum terpenuhi)
4.5.2.2 Kondisi Tulangan Lapangan Mu = 362,53 KN M Diasumsikan yang terjadi adalah perilaku balok persegi, dan ada 1 layer tulangan. Tulangan tekan (jika ada) diabaikan. Sni megatur selimut beton (pasal 9.7) d = de = 700 mm – (40 mm + 25/2 mm ) = 647,5 mm.
β1 = 0,85 β1 = 0,85-0,05
untuk f’c ≤ 30 Mpa ( f ' c − 30) 7
untuk 30 < f’c ≤ 58 Mpa
β1 = 0,65
jd = 0,9 * d Ø As =
untuk f’c ≥ 58 Mpa = 0,9 * 647,5 = 582,8
= 0,85 (pasal 11.3) 362,53 * 106 Nmm Mu = = 1830 mm2 0,85 * 400 N / mm2 * 582,8 φ * fy * jd
IV- 41
Bab IV Study Kasus
Jenis Baja Tulangan = Besi D 25 D 19
Luas/st 490,625 200,96
Jumlah
Luas As 3 1471,875 1873,795 2 401,92
Diperlukan tulangan 3 D 25 dan 2 D 19 check Mn ?
a=
1874mm2 * 400 N / mm2 As * fy = = 87 mm 0,85 * 29,05 N / mm2 * 350mm 0,85 * fc'*bw
a ØMn = Ø * As * fy * d − 2 87 = 0,85 * 1874 * 400 647,5 − * 10-6 = 452,75 KN M 2
As min =
fc' 29,05 *bw*d = *350x647,5 = 763,41mm2 4 * 400 4 fy
Tapi tidak boleh kurang dari : As =
1,4 * 350 * 647,5 1,4 * bw* d = = 793,18 m2 400 fy
OK (Syarat tulangan minimum terpenuhi)
Cek rasio tulangan ρ=
1874 As = 0,00826 = 350 * 647,5 bw * d
ρb =
β * 0,85 * fc ' fy
600 0,85 * 0,85 * 29,05 600 = = 0,0314 400 600 + 400 600 + fy
0,75 * ρb = 0,75 * 0,0314 = 0,023 ρ < 0,75 ρb
0,00826 < 0,023
Batas tulangan maksimum berdasarkan pasal 23.3.2 adalah 0,025 OK (Syarat tulangan minimum terpenuhi)
IV- 42
Bab IV Study Kasus
4.5.2.3 Gaya Geser Vc =
fc' * bw * d = 6
29,05 * 350 * 635 * 10-3 = 199,64 KN 6
catatan bw = b dan Ø = 0,65 Vu = 374,38 KN 1. Vu < 0,5 Vc = maka tidak perlu sengkang ; Vu > Vc (perlu sengkang) 2. SNI 03-2847-02 Pasal 13.5.6.9 Vsmax =
=
3. Vs =
Vu
φ
2*
fc'
3
* bw * d
2 * 29,05 * 350 * 635 * 10 -3 = 798,58 KN 3 - Vc =
374,38 - 199,64 = 376,31 KN 0,65
4. Digunakan sengkan 3 Kaki Ø 13( Av = 397 mm2 ) 5. s =
635 * 397 * 240 d * Av * fy = = 160 cm 376,31 * 1000 Vs
Digunakan sengkang 3 Kaki Ø 13 – 150 mm
SNI Pasal 23.3.3.2 Hoops yang pertama dipasang pada jarak 50 mm dari muka kolom terdekat, dan yang berikutnya dipasang dengan spasi terkecil di antara : 1.
d/4 = 635 / 4 = 158,75 mm
2.
8 kali diameter tulangan longitudinal terkecil 8 x 19 = 152 mm
3.
24 kali diameter tulangan hoop, = 24 x 13 = 312 mm
4.
300 mm
IV- 43
Bab IV Study Kasus
Berarti tulangan geser diatas (yaitu 3 kali Ø 13 di pasang dengan jarak 150 mm di daerah sepanjang 2h = 2 x 700 = (1400 m ) dari muka kolom sesuai SNI Pasal 23.3.3.1. SNI Pasal 23.3.3.4 mengatakan maximum spacing tulangan geser disepanjang balok SRPMK adalah d/2 Smax =
d 635 = = 317 mm, berarti diluar daerah 2h (1400 mm ) tulangan 2 2
geser dapat dipasang dengan spasi 250 mm. 4.5.2.4 Splicing for continues bars SNI Pasal 23.3.2.1 sedkitnya harus ada 2 layer tulangan yang dibuat kontinyu, dibagian atas dan bagian bawah penampang. Untuk kasus desain balok ini sudah terpenuhi, karena tulangan longitudinal terpasang minimum 3D25, yang dipasang baik disisi atas maupun bawah penampang. SNI pasal 23.3.2.3 baja tulangan yang disalurkan harus diikat dengan hoops yang dipasang dengan spasi maksimum tekecil yaitu yang terkecil diantara d/4 dan 100 mm. Untuk d/4 = 635 / 4 = 158,75 mm , jadi jarak hoops di daerah penyambungan tulangan = 100 mm
IV- 44
Bab IV Study Kasus
Gambar 4.16 DETAIL PENAMPANG BALOK INDUK 35/70
IV- 45
Bab IV Study Kasus
4.5.3
Kolom
Gambar 4.17 PORTAL KOLOM Kolom pada gambar diatas yang akan kami tinjau yakni frame 464 yang menyangga balok berukuran 350 mm x 700 mm dan kuat tekan beton rencana fc’ = 29,05 Mpa, dan dengan kuat leleh baja tulangan adalah fy = 400 Mpa. Adapun tinggi lantai dasar dengan lantai 1 adalah 5000 mm ( 5,0 m ) sehingga dengan tinggi balok 700 mm, maka tinggi bersih kolom , ln = 4300 mm. Adapun persyaratan untuk memenuhi standart peraturan pada SNI 03-28472002 Pasal 23.4.1 adalah : 1. Gaya aksial terfaktor maksimum yang bekerja pada kolom melebihi Ag*fc’/10. Ag * fc' (850mm * 850mm) * 29,05MPa * 10−3 = = 2099 KN 10 10 Gaya aksial terfaktor hasil analisa SAP 2000 = 6278 KN Ok, gaya aksial terfaktor maksimum > 0,1 Ag*fc’
2. Sisi terpendek kolom tidak kurang dari 300 mm. Sisi terpendek kolom d = 600
Ok, d > 300 mm
IV- 46
Bab IV Study Kasus
3. Rasio dimensi penampang tidak kurang dari 0,4 Rasio antara b dan d = 850 mm / 850 mm = 1 Ok, b/d ratio = 1 > 0,4
4. Pasal 12.9.1 ρg dibatasi tidak kurang dari 0,01 dan tidak lebih dari 0,06 Asumsi ρg 0,012 maka As = Ag * ρg : = (850*850)*0,0135 = 9753 mm2 5. Trial konfigurasi penulangan dengan menggunakan grafik CUR Mu = 256 KN M Pu = 6278 KN et =
Mu 256 = = 0,04 m = 41 mm Pu 6278
etmin = (15 + 0,03*h) = 15 + (0,03*850) = 40,5 mm < 41 mm fc’ = 29,05 Mpa ; Agr = 850 x 850 = 722.500 mm2 6278 * 1000 Pu = 0,54 > 0,1 = φ * Agr * 0,85 * fc' 0,65 * 722500 * 0,85 * 29,05
Nilai Ø tetap 0,65 et 41 = = 0,05 h 850
Pu et * = 0,54 * 0,05 = 0,027 h φ * Agr * 0,85 * fc' Ditetapkan
d' 65 = = 0,07 ≈ 0,1 h 850
Menurut grafik pada gambar 6.2.a (CUR IV) r = 0,01 Untuk f’c = 30 Mpa ; β = 1,2 ; ρ = r * β = 0,01 * 1,2 = 0,012 Maka As = ρ*Agr = 0,012 * 722500 = 8670 mm2 Digunakan Tulangan adalah 20 D 25 = 9813 mm2
IV- 47
Bab IV Study Kasus
6. Tulangan geser Asumsi sengkang dengan D16 hc = cross section dimensi inti = bw – 2(65+1/2db) = 850 – (2x(65+16/2)) = 704 mm Ach = cross section area inti kolom. Diukur dari serat terluar hoop ke serat terluar hoop di sisi lainnya. = (bw-2(65))2 = (850-2(65)2 = 7202 = 518.400 mm2 hc * fc' Ag * Ash = 0,3* − 1 fyh Agh 704 * 29,05 722.500 = 0,3 * − 1 = 6,03 mm2/mm * 400 518.400 Dan Ash =
0,09 * hc * fc' 0,09 * 704 * 29,05' = = 4,60 mm2/mm 400 fyh
Jadi ambil nilai yang terbesar 603 mm2 digunakan sengkang 3 Kaki D 16
SNI Pasal 23.4.4.2 Spasi maksimum adalah yang terkecil di antara : a. ¼ cross section dimensi kolom = 850/4 = 212,5 ≈ 200 mm b. 6 kali diameter tulangan longitudinal = 6 x 25 mm = 150 mm Digunakan sengkang 3 Kaki D 16 spasi = 150 mm
IV- 48
Bab IV Study Kasus
Gambar 4.18 DETAIL PENAMPANG KOLOM 85/85
IV- 49
Bab IV Study Kasus
Periode Natural = Ct (hn) ¾
T
= 0,0488 x (42) ¾ = 0,805 detik Kontrol pematasan sesuai SNI 03-1726-2003 Ps 5.6 Wilayah Gempa
ξ
1
0.20
2
0.19
3
0.18
4
0.17
5
0.16
6
0.15
Waktu getar alami fundamental harus memenuhi persayaratan : T1 < ξn dimana : n
: Jumlah tingkat dari gedung yang ditinjau
ξ
: Koefisien yang bergantung pada wilayah gempa tempat gedung berdiri menurut tabel IX.1
ξ = 0.18 (wilayah gempa 3)
n = 10 T = ξ * n = 0.18 x 10 = 1.8 det > T empiris = (0.805) …. OK
IV- 50
Bab IV Study Kasus
Kontrol Nilai T1 gedung, besar Nilai T yang dihitung diatas memakai cara-cara empiris harus dibandingkan dengan rumus Trayleigh : n
Trayleigh = 6.3
∑W d i =1 n
i
2 i
g ∑ Fi di i =1
dimana : T1 : Waktu getar alami fundamental struktur gedung beraturan (rumus Rayleigh) Wi : Berat lantai tingkat ke-i, termasuk beban hidup yang sesuai Fi : Beban-beban gempa nominal statik ekuivalen yang menangkap pada pusat massa lantai tingkat ke-i di : Simpangan horisontal lantai tingkat ke-i dari hasil suatu analisis satatik g
: Percepatan gravitasi
Besarnya T yang dihitung sebelumnya, sesuai SNI 03-1726-2003 Ps 6.2.2 tidak boleh melebihi 20% dari hasil Trayleigh.
IV- 51
Bab IV Study Kasus
Lantai 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1
Tinggi hx (m) 42 37 33 29 25 21 17 13 9 5
Σ
Berat Lantai wx (ton) 252.34 1,051.62 1,263.74 1,263.74 1,263.74 1,263.74 1,263.74 1,263.74 1,184.41 988.74 11,059.56
Fi (x,y) 23.54 86.43 92.63 81.40 70.18 58.95 47.72 36.49 23.68 10.98 532.00
di (mm) 91.46 73.53 78.84 65.33 66.18 50.11 40.25 29.40 18.14 7.60
Wi*di2 (T mm2) 2,110,806.84 5,685,763.55 7,855,098.78 5,393,662.10 5,534,927.61 3,173,271.45 2,047,341.02 1,092,328.04 389,741.48 57,109.51 33,340,050.38
n
Trayleigh = 6.3
∑W d i =1 n
i
2 i
g∑ Fi d i
= 6.3
33,340,050.38 = 0.12dt 9.81*32,234.09
i =1
Nilai T yang diijinkan = 0.12 – 20% = -0.08 dt Karena T1 = 0.805 > Trayleigh = -0.08 ; maka T1 hasil empiris yang dihitung di atas memenuhi ketentuan SNI 03-1726-2003 Ps 6.2..
IV- 52
Fi*di (T mm) 2,153.07 6,355.03 7,303.15 5,318.15 4,644.26 2,953.89 1,920.72 1,072.85 429.51 83.46 32,234.09
Bab IV Study Kasus
IV- 53
Bab V Simpulan dan Saran
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan Dari hasil perhitungan yang dilakukan dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut: 5.1.1
Hasil perhitungan dimensi kolom adalah 85x85, hasil perhitungan dimensi balok utama adalah 35/70 dan balok anak 25/25. Adapun untuk plat lantai dari analisa perhitungan didapat tebal plat lantai 15 cm.
5.1.2
Dari hasil perhitungan dan analisa dengan software SAP 2000 dapat diambil kesimpulan bahwa dimensi yang digunakan memenuhi syarat kokoh, kuat dan kaku.
5.1.3
Berdasarkan hasil perhtiungan analisa struktur terhadap gaya gempa statis dan ragam getar, didapat nilai deformasi dan gaya dalam untuk gempa statis dan ragam getar 1 ( satu ) relatif sama.
V- 1
Bab V Simpulan dan Saran
5.2 Saran Dari penyusunan yang penulis lakukan selama ini, ada beberapa hal saran yang dapat penulis sampaikan : 5.2.1
Untuk high rise building seperti yang penulis buat, perlu dilakukan analisa dinamis karena gedung ini mempunyai tinggi diatas 40 m’.
5.2.2
Diperlukan study lanjutan untuk dapat mengkaji masalah-masalah dari berbagai macam metode yang digunakan dalam perancangan suatu gedung.
5.2.3
Hasil perhitungan struktur menunjukkan dimensi dan penulangan yang didapat cukup besar, untuk memberikan hasil yang lebih efisien sebaiknya di gunakan core wall yang berguna untuk merespon gaya gempa sehingga energi gempa akan terserap pada dinding-dinding core wall yang mengakibatkan ukuran dan penulangan lebih efisien.
5.2.4
Untuk mendapatkan hasil yang lebih ekonomis agar ukuran kolom disesuaikan tiap lantai.
V- 2