BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Perkembangan dunia usaha tidak terlepas dari perkembangan sektor usaha
perbankan. Pembangunan di berbagai bidang usaha dan industri tentunya memerlukan dana pendukung yang tidak sedikit, dan untuk itu peran sektor perbankan nasional sangat menentukan. Peranan bank dalam pembangunan ekonomi suatu bangsa adalah sangat vital layaknya sebuah jantung dalam tubuh manusia. Keduanya
saling mempengaruhi
dalam
arti perbankan dapat
mengalirkan dana bagi kegiatan ekonomi sehingga bank yang sehat akan memperkuat kegiatan ekonomi suatu bangsa. Sebaliknya, kegiatan ekonomi yang tidak sehat akan sangat mempengaruhi kesehatan dunia perbankan (Jamal dkk, 2008:5). Perbankan memegang peranan penting bagi pembangunan ekonomi sebagai financial intermediary atau perantara pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana. Dimana bank memiliki beberapa fungsi, salah satunya adalah agent of trust. Agent of trust berarti dalam kegiatan usahanya bank mengandalkan kepercayaan masyarakat. Masyarakat percaya bahwa uangnya tidak akan disalah gunakan oleh bank, uangnya akan dikelola dengan baik dan bank tidak akan bangkrut (Triandaru dan Budisantoso, 2008:9).
1
2
Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Pasal 1 tentang Perbankan menyebutan bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Kegiatan pokok bank adalah menerima simpanan dari masyarakat yang kelebihan dana dalam bentuk giro, tabungan, serta deposito berjangka dan memberikan kredit kepada pihak yang memerlukan dana. Pada dasarnya aneka ragam definisi itu dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan, yaitu yang menekankan fungsi bank sebagai penerima simpanan; yang menonjolkan fungsi bank sebagai lembaga yang memberikan kredit; dan yang terakhir merupakan kombinasi yang diperluas sampai pada penciptaan tenaga beli baru (Rindjin, 2000:13). Bank dalam menjalankan usahanya menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dalam berbagai alternatif investasi. Sehubungan dengan fungsi penghimpunan dana ini, bank sering pula disebut lembaga kepercayaan. Sejalan dengan karakteristik usahanya tersebut, maka bank merupakan suatu segmen usaha yang kegiatannya banyak diatur oleh pemerintah. Pada dasarnya tujuan fundamental bisnis perbankan adalah memperoleh keuntungan optimal dengan jalan memberikan layanan jasa keuangan kepada masyarakat. Bagi pemilik saham menanamkan modalnya pada bank bertujuan untuk memperoleh penghasilan berupa deviden atau mendapatkan keuntungan dari peningkatan harga saham yang dimiliki (Kuncoro dan Suharjono, 2002:539).
3
Sebagaimana telah diketahui, sekarang ini persaingan antar bank semakin tinggi. Fenomena bermunculannya bank-bank yang semakin banyak dengan variasi kredit dan produk yang ditawarkan, mengakibatkan persaingan yang besar pula sehingga untuk mengantisipasinya pihak perbankan berlomba-lomba menyalurkan kredit sebesar mungkin dengan tetap harus menjaga kehati-hatian dalam melakukan kebijakan perkreditannya melalui analisa kredit maupun kebijakan dalam pengelolaannya, diantaranya dengan memberikan berbagai kemudahan kredit dalam pemberian kredit baik dari segi jangka waktu yang relatif bervariasi, bunga yang relatif lebih kecil, maupun fasilitas yang mudah terjangkau. Kredit adalah penyerahan barang dan jasa atau uang dari satu pihak (kreditur/atau pemberi pinjaman) atas dasar kepercayaan kepada pihak lain (nasabah atau pengutang/borrower) dengan janji membayar dari penerima kredit kepada pemberi kredit pada tanggal yang telah disepakati kedua belah pihak (Rivai dan Veithzal, 2006:4). Pada dasarnya semua bisnis tidak terlepas dari resiko kegagalan, demikian pula dengan dunia perbankan. Penempatan dana yang paling menguntungkan adalah dalam bentuk kredit, Kredit menjadi sumber pendapatan dan keuntungan bank yang terbesar. Namun setiap kredit yang diberikan bank kepada nasabah tidak selalu berjalan dengan lancar. Pemberian kredit yang dilakukan oleh bank mengandung resiko yaitu berupa tidak lancarnya pembayaran kredit atau dengan kata lain kredit bermasalah sehingga akan mempengaruhi kinerja bank. Non performing loan atau sering disebut kredit bermasalah dapat diartikan sebagai
4
pinjaman yang mengalami kesulitan pelunasan akibat adanya faktor kesenjangan dan atau karena faktor eksternal diluar kemampuan kendali debitur. Berdasarkan informasi yang dikutip dari www.tempo.com yang ditulis oleh Teresia pada 23 februari 2012 mengenai kasus kredit macet pada Bank Rakyat Indonesia. Berdasarkan informasi tersebut menyebutkan bahwa kredit macet yang dialami Bank BRI dikarenakan seorang mantan account officer Bank BRI yang menyetujui pengajuan kredit oleh PT I-One senilai Rp.33,5 miliar yang berujung macet. Kasus ituu bermula pada sekitar tahun 2007 ketika PT I-One mengajukan kredit pada Bank BRI senilai Rp.33,5 miliar . Fasilitas kredit berupa modal kerja dan investasi, namun setelah dana kredit dikucurkan dalam pembayaran kredit ternyata mengalami macet. Hal tersebut dikarenakan dana kredit tersebut yang seharusnya digunakan untuk perusahaan itu justru dipakai untuk keperluan pribadi. Terjadinya kredit macet disebabkan karena account officer Bank BRI tidak melakukan pengecekan pengajuan kredit dengan benar sesuai tugas dan fungsi yang diemban. Account officer Bank BRI tersebut tidak melakukan pengecekan dan konfirmasi atas data dokumen yang dilampirakan dalam pengejauan kredit, selain itu dia tidak memastikan kebenaran barang yang dibeli dengan uang itu. Dari fenomena kasus kredit macet yang terjadi pada Bank BRI dikarenakan kelalaian account officer Bank BRI pada saat proses pemberian kredit. Kelalaian account officer Bank BRI menyebabkan kredit macet adalah pihak Bank BRI tidak melakukan pengecekan atas dokumen atau informasi yang berkaitan dengan debitur pada saat pengajuan kredit dan tidak melakukan
5
pengecekan atas dana kredit yang telah diberikan apakah telah digunakan sesuai dengan tujuan. Selain
itu
berdasarkan
informasi
yang
dikutip
dari
www.keuangan.kontan.co.id yang ditulis oleh Baihaki pada 3 Desember 2014 mengenai kasus Bank Danamon diterpa kredit macet debitur fiktif. Berdasarkan informasi tersebut menyebutkan bahwa Bank Danamon tengah tersandung kasus pemberian kredit kepada debitur bernama O Sugandi yang ternyata sudah meninggal dunia beberapa tahun sebelumnya. Kasus ini telah dilaporkan oleh sang ahli waris kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kasus bermula pada tahun 2010 ketika PT Petro Kencana mengajukan permohonan kredit kepada Bank Danamon. Di perusahaan tersebut, Bank Danamon menganggap O Sugandi duduk menjadi salah satu Direktur bersama Andi Rusli Sajo yang menjabat sebagai Direktur Utama. Nilai pinjaman mencapai Rp.7,7 miliar yang dicairkan secara bertahap. Namun, puteri O Sugandi yaitu Henny Susanti mengungkapkan bahwa almarhum O Sugandi tidak pernah berhubungan dengan perusahaan tersebut, O Sugandi hanyalah purnawirawan TNI AD (Baihaki, 2014). Henny menjelaskan dalam dokumen yang terungkap di Pengadilan Negeri Tangerang, ternyata proses pengajuan kredit pada Bank Danamon oleh O Sugandi misterius terjadi pada tahun 2010. Padahal O Sugandi asli telah meninggal dunia pada tahun 2003 di RS Siloam Jakarta karena mengalami serangan jantung. Selain itu di dalam KTP yang dijadikan dokumen di Bank Danamon, ternyata tahun kelahiran O Sugandi tertulis 1944. Padahal O Sugandi lahir tahun 1928. Beliau sampai meninggal juga memiliki KTP Sukabumi, Jawa Barat, bukan Tangerang.
6
Kini Henny sebagai ahli waris O Sugandi, oleh Bank Danamon diharuskan membayar tunggakan kredit beserta bunganya yang seluruhnya mencapai Rp 9 miliar. Ternyata perjanjian kredit entah oleh siapa itu menggunakan rumah dan tanah warisan ayah kami seluas 4.000 m2 di Curug Wetan, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Tentu saja kami menolak. Henny tak bisa melepaskan kecurigaan adanya dugaan keterlibatan pihak-pihak tertentu terkait manipulasi data dalam proses pengajuan kredit di Bank Danamon pada tahun 2010 tersebut. Selain sedang proses perkara di Pengadilan Negeri Tangerang, ia juga telah melaporkan hal ini pada OJK sebagai otoritas pengawasan perbankan. Dari fenomena kasus kredit macet yang terjadi pada Bank Danamon dikarenakan adanya informasi yang tidak akurat dari debitur fiktif. Hal ini menunjukan bahwa masih lemahnya sistem infromasi akuntansi Bank Danamon yang menyajikan informasi kurang akurat terkait debitur fiktif dalam pemberian kredit yang menyebabkan kredit macet pada Bank Danamon. Kredit macet yang terjadi dapat menyebabkan kondisi kesulitan keuangan perbankan. Beberapa faktor yang mendorong tejadinya krisis di sektor perbankan ini antara lain terjadinya ekspansi besar-besaran dalam pemberian kredit kepada perusahaan tanpa disertai analisis risiko yang menyeluruh dimana keterkaitan antara bank dengan debitur melalui kepemilikan bank dan di perusahaanperusahaan menyebabkan lemahnya fungsi analisis risiko terhadap kredit-kredit yang diberikan oleh bank, terutama kepada pihak terkait. Selain itu disebabkan oleh manajemen bank dalam melakukan analisis kredit yang tidak akurat,
7
pengawasan kredit yang lemah, analisis laporan keuangan yang tidak cermat, dan kompetensi dari sumber daya manusia yang lemah (Suta dan Musa, 2003:28). Untuk dapat memperoleh kepercayaan dari masyarakat, suatu bank harus memiliki sistem yang baik, terutama di dalam sistem pengajuan permohonan kredit mengingat fasilitas pemberian kredit mempunyai kontribusi yang besar terhadap profit bank. Peran teknologi informasi menjadi salah satu fasilitas utama perusahaan untuk menghasilkan informasi yang berkualitas sekaligus menjadi salah satu strategi bisnis bagi perusahaan (Hendarti dan Gui, 2008). Sistem informasi adalah sebuah sistem yang memproses data dan transaksi guna
menghasilkan
informasi
yang
bermanfaat
untuk
merencanakan,
mengendalikan, dan mengoperasikan bisnis (Krismiaji, 2010:4). Salah satu faktor yang dapat menunjang efektivitas pemberian kredit adalah sistem informasi akuntansi. Penerapan sistem informasi akuntansi diharapkan dapat membantu suatu bank untuk memnimalisir adanya risiko kredit macet. Pada dasarnya sistem informasi akuntansi adalah kumpulan atau integrasi dari sub-sub sitem atau komponen baik fisik maupun non fisik yang saling berhubungan dan bekerja saru sama lain secara harmonis untuk mengolah data tranaksi yang berkaitan dengan masalah keuangan menjadi informasi keuangan (Susanto, 2008:72). Salah satu penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Rimbawa (2005) yang meneliti mengenai perananan sistem informasi akuntansi dalam menunjuang efektivitas pengendalian internal pemberian kredit. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa sistem
8
informasi akuntansi pemberian kredit telah berperan dalam menunjang efektivitas pengendalain internal pemberian kredit. Berdasarkan uraian latar belakang dan fenomena di atas, maka peneliti bermaksud meneliti lebih lanjut mengenai penerepan sistem infromasi akuntansi dalam meningkatkan efektivitas pemberian kredit sehingga dapat meminimalisir terjadinya kredit macet. Maka peneliti bermaksud mengajukan judul penelitian sebagai berikut : “Peranan Sistem Informasi Akuntansi Dalam Menunjang Efektivitas Pemberian Kredit Pada Bank Jabar Banten Tbk Kantor Pusat Naripan Kota Bandung” 1.2
Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan diatas, penulis
mengidentifikasikan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pelaksanaan penerapan sistem informasi akuntansi pada Bank Jabar Banten (Bank BJB) Tbk Kantor Pusat Naripan Kota Bandung? 2. Bagaimana efektivitas pemberian kredit pada Bank Jabar Banten (Bank BJB) Tbk Kantor Pusat Naripan Kota Bandung? 3. Bagaimana peranan sistem informasi akuntansi dalam menunjang efektivitas pemberian kredit pada Bank Jabar Banten (Bank BJB) Tbk Kantor Pusat Naripan Kota Bandung?
9
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang dilakukan penulis berkaitan dengan masalah-
masalah yang telah diidentifikasi di atas yaitu sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan penerapan sistem informasi akuntansi pada Bank Jabar Banten (Bank BJB) Tbk Kantor Pusat Naripan Kota Bandung. 2. Untuk mengetahui bagaimana efektivitas pemberian kredit pada Bank Jabar Banten (Bank BJB) Tbk Kantor Pusat Naripan Kota Bandung. 3. Untuk mengetahui bagaimana peranan sistem informasi akuntansi dalam menunjang efektivitas pemberian kredit pada Bank Jabar Banten (Bank BJB) Tbk Kantor Pusat Naripan Kota Bandung. 1.4
Kegunaan Penelitian Berdasarkan tujuan dari penelitian ini penulis berharap bahwa penelitian
ini akan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan. Ada pun penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat-manfaat sebagai berikut : 1. Bagi Penulis Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi penulis terutama mengenai sistem informasi akuntansi dalam menunjang efektivitas pemberian kredit dan untuk memperoleh pemahaman lebih dalam dari teori yang diperoleh dengan kenyataan yang terjadi pada perbankan. Selain itu adanya penelitian ini untuk memenuhi
10
salah satu syarat dalam menempuh ujian guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Program Studi Akuntansi di Universitas Widyatama Bandung. 2. Bagi Perbankan Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi informasi yang berguna sebagai bahan masukan untuk perbankan dalam mencegah kemungkinan terjadinya kredit macet dalam kaitannya dengan sistem informasi akuntansi dalam menunjuan efektivitas pemberian kredit. 3. Bagi Pihak Lain Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya, dan dapat juga dijadikan sebagai bahan referensi atau masukan bagi penelitian selanjutnya untuk menyajikan topik-topik yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam skripsi. 1.5
Lokasi dan waktu penelitian Untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan dalam penyusunan
skripsi ini, penulis melakukan penelitian pada Bank Jabar Banten (Bank BJB) Tbk Kantor Pusat Naripan Kota Bandung yang berada di Jl.Naripan No.12-14 Bandung. Adapun waktu penelitian dilaksanakan dari bulan November 2015 sampai dengan selesai.