BABl PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Industri perbankan memiliki peranan yang sangat penting dalam pembangunan
nasional,
salah
satunya
sebagai
pengatur
urat
nadi
perekonomian nasional. Kondisi dalam dunia perbankan nasional yang sehat dan kuat menjadi tujuan akhir dari kebijakan disektor perbankan. Sektor perbankan dalam pembangunan nasional memiliki peranan penting yang dapat dilihat pada fungsinya selain sebagai alat transmisi kebijakan moneter, dan sebagai alat yang sangat penting dalam penyelenggaraan transaksi pembayaran secara nasional bahkan intemasional. Fungsi tersebut dapat berjalan harus didukung oleh kepercayaan masyarakat terhadap dunia perbankan. Besamya peran sektor perbankan, bukan berarti membuka kesempatan yang sebebas-bebasnya bagi siapa saja untuk mendirikan, mengelola ataupun menjalankan bisnis banknya tanpa didukung atau diback-up dengan aturan perbankan yang baik dan sehat. Pemerintah melalui otoritas keuangan dan perbankan, berwenang menetapkan aturan dan tanggung jawab melakukan pengawasan terhadap jalannya usaha dan aktivitas perbankan. Kebijakan pemerintah disektor perbankan harus diarahkan pada upaya mewujudkan perbankan yang sehat, kuat dan kokoh. Hal ini penting dalam pengembangan infrastruktur keuangan dalam rangka
1
2
mengatasi kesenjangan antara tabungan dan investasi tetapi juga berperan penting dalam memelihara kestabilan ekonomi makro melalui keterkaitannya dengan efektivitas kebijakan moneter (Sabirin, 2001: 5). Pemerintah
melalui
otoritas
keuangan
dan
perbankan
memiliki
wewenang untuk menjalankan aturan dan tanggung jawabnya untuk melakukan pengawasan terhadap jalannya usaha dan aktivitas perbankan. Salah satunya dengan terns menyempumakan peraturan-peraturan hukum di bidang perbankan. Mulai dari pembuatan undang-undang hingga peraturan yang sifatnya teknis. Bahkan peraturan perbankan yang berhubungan dengan prinsip kehati-hatian pun sudah sangat memadai. Kendati demikian, kelengkapan peraturan terutama menyangkut prinsip kehati-hatian sudah tersedia, tidak berarti perbankan nasional lepas dari segala permasalahan. Pelaksanaan
prinsip
kehati-hatian
merupakan
hal
penting
guna
mewujudkan sistem perbankan yang sehat, kuat dan kokoh. Tidak hanya dijalankan oleh bank konvensional saja namun juga dijalankan oleh Bank Syariah. Perkembangan perbankan syariah yang demikian cepatnya sangat membutuhkan sumber daya insani yang memadai dan memiliki kompetensi dalam bidang perbankan syariah. Perbankan syariah mulai dikenal pertama kali di Indonesia sejak tahun 1992 berdasarkan UU No. 7 Th. 1992 tentang Perbankan
dan Peraturan Pemerintah No. 72 Th. 1992, tentang bank
beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil sedangkan sebagai landasan hukum Bank Pembiayaan Rakyat Syariah BPRS adalah UU No. 7 Th. 1992 tentang perbankan, dan PP No. 73 tentang BPR beroperasi berdasarkan prinsip bagi
3
hasil. Sesuai dengan perkembangan perbankan, maka UU No. 7 Th. 1992 disempumakan dengan UU No. 10 Th. 1998 yang telah mencakup hal-hal yang berkaitan dengan perbankan syariah. Kinerja perbankan syariah memiliki andil besar bagi perkembangan perekonomian di Indonesia. Ketika krisis ekonomi sejak tahun 1997, banyak bank swasta nasional yang kolaps, lain halnya dengan bank syariah yang menjalankan bisnisnya dengan prinsipprinsip syariah mampu bertahan dan memiliki kinerja yang lebih baik daripada bank konvensional. Bank syariah juga mempunyai potensi yang cukup besar untuk berkembang mengingat mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim dan masih banyak
kalangan umat Islam yang enggan
berhubungan dengan bank konvensional yang menggunakan sistem bunga. Munculnya bank dengan prinsip syariah, tentu saja memicu persaingan antar bank. Keadaan tersebut menuntut manajemen bank untuk ekstra keras dalam meningkatkan kinerjanya. Bahkan beberapa bank Konvensional kini mulai melebarkan sayapnya untuk beroperasi di layanan Syariah. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam hal memperoleh pembiayaan atau penyaluran dana dari suatu bank khususnya bank syariah, maka dibutuhkan kepercayaan baik dari pihak nasabah atau dari pihak bank yang bersangkutan. Prinsip kehati-hatian sangat diperhatikan Bank syariah dalam pembiayaan atau penyaluran dana kepada masyarakat. Dalam Laporan Tahunan Bank Muamalat (2006 : 33) perihal Pembiayaan Bermasalah menyebutkan bahwa meski kehati-hatian dalam mengelola pembiayaan semakin meningkat, namun masih terdapat peningkatan pembiayaan
4
bermasalah neto dari 2,00% pada tahun 2005 menjadi 4,84% di tahun 2006. Kondisi tersebut disebabkan faktor mikro dan makro ekonomi yang belum kondusif, serta diperburuk oleh bencana alam yang terjadi di beberapa daerah. Tingkat NPF (Non Performing Financing) neto yang mencapai 4,84% masih di bawah ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Dalam melakukan pembiayaan atau penyaluran dana kepada nasabah harus berdasarkan prinsip syariah. Untuk itu, penyusun Thesis ini memfokuskan pada penerapan prinsip kehati-hatian dari bank syariah dalam melakukan pembiayaan atau penyaluran dana khususnya Kredit Pemilikan Rumah KPR kepada nasabah berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, sehingga yang menjadi perhatian dalam tesis ini adalah pentingnya penerapan prinsip kehati-hatian dalam perbankan syariah untuk menganalisa pembiayaan atau penyaluran dana kepada nasabah sebelum memutuskan pemberian kredit kepada nasabahnya. Baik bank konvensional ataupun bank syariah, kegiatan utama lembaga Perbankan adalah menghimpun dana dan menyalurkan dana dalam bentuk kredit atau pembiayaan kepada masyarakat yang memerlukan dana, baik dipergunakan untuk investasi, modal kerja maupun konsumsi. Salah satu sumber pendapatan bank, baik bank konvensional ataupun bank syariah adalah dari penyaluran kredit atau pembiayaan, dimana keuntungan tersebut adalah dari penyaluran kredit atau pembiayaan, selisih antara bunga, bagi hasil atau margin dari sumber-sumber dana dengan bunga, bagi hasil atau margin yang diterima dari alokasi dana tertentu. Kredit atau pembiayaan yang
5
diberikan atau yang dicairkan oleh bank memperoleh jasa dari debitur sebagai keuntungan bank. Pihak yang menerima kredit atau pembiayaan diharapkan memperoleh nilai tambah serta dapat mengembangkan usaha agar lebih maju, dan yang paling diperhatikan oleh masyarakat ketika mau mengambil kredit atau pembiayaan adalah berupa bunga yang tinggi atau bagi hasil yang tidak berimbang atau juga margin yang terlalu tinggi. Diperlukan
suatu
standar
analisa
yang
meliputi
penilaian
atas
keseluruhan aspek yang perlu mendapatkan perhatian kelayakannya, untuk menganalisa prosedur pemberian kredit yang dijalankan bank konvensional dan pembiayaan murabahah yang diberikan bank syariah sehingga dapat diperoleh kesimpulan bahwa calon debitur layak atau tidak layak untuk dibiayai. Lembaga keuangan perbankan, baik bank konvensional maupun bank syariah menjadi salah satu alternative sumber kredit atau pembiayaan yang tepat, karena bank konvensional ataupun bank syariah adalah sebuah lembaga keuangan perbankan yang menyalurkan produk kredit atau pembiayaan berupa kredit konsumsi, modal kerja dan juga investasi. Keinginan sistem perekonomian yang berbasis nilai-nilai dan pnns1p syariah (Islamic economic system) untuk dapat diterapkan dalam segenap aspek kehidupan bisnis dan transaksi secara utuh dan total mulai didambakan masyarakat Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Dari uraian diatas, maka dalam melaksanakan perjanjian kredit pihak Bank sebagai pihak kreditur mempunyai kriteria sendiri untuk menentukan siapa yang berhak menjadi pihak debitur atas kredit yang diberikannya sesuai
6
dengan prinsip kehati-hatian yang diterapkan oleh Bank Muamalat Cabang Surabaya Sungkono. 1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka di peroleh permasalahan sebagai berikut: Bagaimana pelaksanaan prinsip kehati-hatian diaplikasikan dalam perjanjian Kredit Pemilikan Rumah KPR pada Bank Muamalat Cabang Surabaya Sungkono, terutama yang dikaitkan dengan kebijakan yang dikeluarkan Marketing Lending, Komite dan Pimpinan Kepala Cabang untuk menilai layak tidaknya seorang nasabah diberikan kredit? 1.3 Tuj uan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan penjelasan mengenai pelaksanaan prinsip kehati-hatian diaplikasikan dalam perjanjian Kredit Pemilikan Rumah KPR pada Bank Muamalat dari sisi kebijakan Marketing Lending, Komite dan Pimpinan Kepala Cabang Bank Muamalat. 1.4 Paradigma
Paradigma pada dasamya berakar pada seperangkat kepercayaan seseorang yang disebut paradigma atau aksioma. Paradigma dalam penelitian ini adalah sesuai Bisnis perbankan merupakan bisnis penuh risiko. Di satu sisi, bisnis perbankan menjanjikan keuntungan besar apabila dikelola secara baik dan hati-hati terutama dalam hal penyaluran kredit. Sebaliknya, menjadi penuh risiko (full risk business) karena aktivitasnya sebagian besar mengandalkan dana titipan masyarakat, baik dalam bentuk tabungan, giro maupun deposito.
7
1.5 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Hasil penelitian dapat menambah wawasan dan pengetahuan di bidang karya ilmiah, serta dapat mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya dalam hukum perbankan syariah yang berkaitan pelaksanaan prinsip kehati-hatian dalam perjanjian kredit bank. 2. Penelitian ini merupakan latihan dan pembelajaran dalam menerapkan teori
yang diperoleh,
selain untuk menambah
pengetahuan,
dan
pengalaman juga dokumentasi ilmiah. 3. Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi dalam pemecahan atas permasalahan yang berkaitan dengan pelaksanaan prinsip kehati-hatian dalam perjanjian kredit bank dari sudut teori. 1.6. Scope/Lingkup Penelitian Penetapan fokus penelitian, merupakan tahap yang menentukan dalam penelitian kualitatif. Hal tersebut karena penelitian kualitatif tidak dimulai dari yang kosong atau tanpa adanya masalah, baik masalah yang bersumber dari pengalaman peneliti atau melalui pengetahuan yang diperoleh melalui kepustakaan ilmiah. Jadi fokus dalam penelitian kualitatif sebenarnya masalah itu sendiri (Moleong, 2000: 62). Scope untuk marketing perbankan pada penelitian ini dibatasi pada Marketing Lending atau
Pembiayaan!Kredit pada
Sungkono.
Bank
Muamalat
Cabang
Surabaya