BAB I PENDAHULUAN
I. A. Latar Belakang Masalah Pendukung utama bagi tercapainya sasaran pembangunan manusia Indonesia yang bermutu adalah pendidikan yang bermutu. Pendidikan yang bermutu dalam penyelenggaraannya tidak hanya cukup dilakukan melalui transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi harus didukung oleh peningkatan profesionalisasi dan sistem manajemen tenaga kependidikan serta pengembangan kemampuan siswa untuk menolong diri sendiri dalam memilih dan mengambil keputusan demi cita – citanya (Nurihsan dan Sudianto, 2005). Kemampuan tidak hanya menyangkut aspek akademis, tetapi juga menyangkut aspek perkembangan pribadi, sosial, kematangan intelektual, dan sistem nilai siswa. Berkaitan dengan pemikiran tersebut, tampak bahwa pendidikan yang bermutu di sekolah adalah pendidikan yang menghantarkan siswa pada pencapaian standar akademis yang diharapkan dalam kondisi perkembangan diri yang sehat dan optimal (Nurihsan dan Sudianto, 2005). Namun kenyataannya pendidikan belum mampu memerankan tugas dan fungsinya secara optimal. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya prestasi siswa secara umum serta masih banyaknya kenakalan siswa dan penyimpanganpenyimpangan yang dilakukan (Rahman, 2003). Data dari tenaga kependidikan di sekolah menengah pertama menunjukkan bahwa banyak siswa yang meninggalkan sekolah sebelum tamat masih cukup tinggi; ada siswa yang memperoleh prestasi belajar yang rendah dan ada banyak
1
Universitas Sumatera Utara
kasus siswa yang melarikan diri dari rumah karena
merasa tidak mampu
mengatasi kesulitan di rumah, sekolah, atau pergaulan dengan teman; kasus kenakalan remaja, terutama di daerah penduduk yang status sosial ekonominya rendah di kota-kota besar, yang mengakibatkan siswa terpaksa berurusan dengan petugas kepolisian dan pengadilan; kelakuan kasar di sekolah, sampai menyerang tenaga kependidikan secara fisik atau merusak milik sekolah; belum menamatkan jenjang pendidikan menengah, yang akhirnya membuat mereka merasa frustasi selama hidupnya; merasa tidak puas karena pendidikan di sekolah dinilai tidak sesuai dengan minat dan bakat mereka, sehingga belajar di sekolah meninggalkan kesan negatif. Tidak semua remaja terlibat dalam problematika yang dikemukakan di atas, namun jumlah siswa yang terlibat dalam problematika itu dianggap cukup besar, sehingga memprihatinkan dan menjadi masalah nasional (Winkel, 1997). Sudah menjadi harapan setiap guru, agar siswanya dapat mencapai hasil belajar yang sebaik – baiknya.. Namun, kenyataan yang dihadapi tidak selalu menunjukkan apa yang diharapkan itu dapat terealisir sepenuhnya. Banyak siswa yang menunjukkan tidak dapat mencapai hasil belajar sebagaimana yang diharapkan oleh para guru. Dalam proses belajar mengajar guru sering menghadapi masalah adanya siswa yang tidak dapat mengikuti pelajaran dengan lancar, ada siswa yang memperoleh prestasi belajar yang rendah, dan lain sebagainya. Dalam menghadapi siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar, pemahaman yang utuh dari guru tentang kesulitan belajar yang dialami siswanya, merupakan dasar dalam usaha memberikan bantuan dan bimbingan yang tepat (Hallen, 2005 ).
2
Universitas Sumatera Utara
Di dalam lingkungan SMP Negeri 31 Medan, masalah yang sering muncul di sekolah ini selama enam bulan terakhir ini adalah masalah ketidakhadiran siswa (absen) yang hampir mencapai 44,37 % siswa. Banyak siswa yang sering absen hampir pada tiap – tiap kelas, tanpa ada surat atau pemberitahuan dari orang tua siswa. Untuk mencari informasi mengenai siswa yang tidak hadir tanpa izin, guru bimbingan dan konseling akan menghubungi langsung orang tua (wali) pada saat hari pertama itu juga. Kemudian jika siswa melakukan hal yang sama pada hari kedua maka dengan tegas guru bimbingan dan konseling akan mengirimkan surat kepada orang tua siswa. Dan selanjutnya guru menanyakan apa masalah yang dihadapi siswanya, kenapa siswa sering tidak masuk sekolah. Dari data ketidakhadiran siswa (absen), banyak siswa yang dikeluarkan dari sekolah SMPN 31 Medan ini adalah sekitar 1,9 % siswa. Jika ditanyakan pada siswa – siswa tersebut alasan hampir sama semua, ada yang tidak ingin bersekolah di sini karena mereka merasa takut dengan guru mata pelajaran tertentu, dan ada juga mereka sendiri yang memang malas untuk bersekolah. Kemudian pada siswa yang tidak hadir karena kurang sehat (sakit), guru bimbingan dan konseling akan memberikan kebijaksanaan bagi siswa untuk tidak masuk sekolah sampai siswa benar – benar sehat. Hal ini dikarenakan petugas atau guru bimbingan dan konseling tidak ingin penyakit siswa akan menularkan siswa – siswa yang lain... ( komunikasi personal, 5 Februari 2008). Masalah – masalah cabut atau bolos ketika jam pelajaran sedang berlangsung juga sering terjadi, tidak mau mencatat pelajaran. Hal ini membuat guru menjadi kesel, padahal sudah sering siswa itu dipanggil ke ruangan guru bimbingan dan konseling. Kemudian ada juga siswa yang membawa handphone
3
Universitas Sumatera Utara
dan handphone
tersebut isinya ada video porno, tetapi guru bimbingan dan
konseling langsung mengambil handphone tersebut dan memberikan hukuman kepada siswa tersebut, dan sampai sekarang tidak ada lagi kejadian seperti itu... ( komunikasi personal, 5 Februari 2008). Di SMP Negeri 31 guru bimbingan dan konseling yang sering memeriksa tas siswa –siswa pada jam tertentu. Kemudian masalah atribut pakaian sekolah yang kurang lengkap. Masalah rambut panjang pada laki – laki. Masalah siswa dengan keluarganya, seperti orangtua siswa yang lambat dalam memberikan keperluan untuk anaknya misalnya uang sekolah ataupun uang buku. Adapun permasalahan yang lain yang sering muncul yaitu masalah keributan di kelas yang terjadi pada saat pergantian guru untuk pergantian mata pelajaran dan masalah merokok di dalam kelas ketika guru tidak ada. Sementara permasalahan yang lain seperti pemakaian obat – obat terlarang, sampai saat ini belum pernah terjadi di sekolah ini. Menurut Syahril & Ahmad (1986) masalah-masalah yang terjadi pada remaja seperti sering mendongkol terhadap orang tua bahkan melawan secara fisik, bolos dari sekolah, merokok di sekolah, minum-minuman keras, membentuk gang-gang, berfoya-foya, menyendiri (lari dari pergaulan hidup) dan sebagainya menunjukkan bahwa dalam diri para remaja sedang terjadi perubahan baik fisik maupun psikis. Hal ini menyebabkan timbulnya kegocangan-kegoncangan, kekacau-kekacauan dalam pikiran. Keadaan seperti ini dikenal dengan istilah ”storm and stress”. Masa “storm and stress” adalah suatu masa dimana ketegangan emosi meningkat sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar hormone. Kondisi ini
4
Universitas Sumatera Utara
disebabkan karena remaja di bawah tekanan sosial, juga diakibatkan dari kecenderungan remaja dalam memandang kehidupan menurut apa yang mereka inginkan. Mereka melihat dirinya dan orang lain sebagaimana yang mereka inginkan bukan sebagaimana adanya (Hurlock, 2001). Awal masa “storm and stress” merupakan ciri dari awal masa remaja yang berkisar dari usia 12 sampai 15 tahun. Masa ini mempunyai arti yang lebih luas karena remaja lebih melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya, ia cenderung menunjukkan kekuatan yang ada pada dirinya terlebih dalam hal harapan dan citi – cita (Ridwan, 2004). Tantangan pokok bagi siswa selam rentang umur ini terletak dalam menghadapi diri sendiri bila sudah mulai memasuki masa pubertas, yaitu mengalami segala gejala kematangan seksual, yang sering disertai aneka gejala sekunder seperti berkurang semangat untuk bekerja keras, kegelisahan, kepekaan perasaan, kurang percaya diri, dan penantangan terhadap kewibawaan orang dewasa. Masalah memuncak pada siswa di kelas dua dan tiga (fase negatif), yang biasanya menimbulkan kesulitan bagi guru dalam menghadapi siswa, misalnya bila mereka suka protes dan berontak, menunjukkan kekuatan dirinya dengan berkata-kata yang tajam dan kurang sopan, suka malas-malasan di kelas dan melamun ketika guru sedang menerangkan pelajaran, dan melakukan hal-hal yang serba berani. Siswa-siswi di sekolah menengah pertama biasanya menimbulkan kesan seolah-olah sudah menguasai dunia ini dan mampu melakukan apa saja (Winkel & Hastuti, 2006). Masa remaja ini mempunyai arti yang lebih luas mencakup kematangan mental, emosional,sosial dan fisik. Remaja di sini khususnya siswa – siswi
5
Universitas Sumatera Utara
cenderung mengembangkan kebiasaan yang makin mempersulit keadaannya, sementara dia sendiri tidak percaya pada bantuan orang lain. Alasan siswa tersebut karena ia merasa bisa mandiri, sehingga ia ingin mengatasi masalahnya sendiri, menolak bantuan orang lain dan guru pembimbing (Ridwan, 2004). Hal ini di dukung oleh pendapat Luthans (dalam Thoha 1993) bahwa persepsi merupakan suatu bentuk tingkah laku dalam mengartikan suatu perubahan yang lebih dari sekedar mendengar, melihat, dan merasakan. Karena siswa – siswi sebenarnya hanya ingin mendapatkan rasa perhatian dari guru pembimbing tentang perbuatan yang membuat mereka senang. Pemahaman siswa kepada guru pembimbing haruslah yang dapat mengerti dan dapat mengkomunikasikan pengertian itu kepada mereka sehingga membuat siswa merasa diterima dan siswa ingin menceritakan permasalahannya kepada guru pembimbingnya. Guru pembimbing menurut siswa adalah guru yang disenangi siswa, dengan demikian ia dapat mengembangkan hubungan konseling yang memungkinkan terjadinya saling pengertian dan keterbukaan (Badawi, 2004). Karena menurut pemahaman siswa tentang guru pembimbing adalah guru sabar, perhatian dan selektif dalam membimbing siswanya. Pada dasarnya persepsi
juga diproses yang dimulai dengan cara memberi perhatian dari
pengamatan selektif ( Chaplin, 1991 ). Oleh karena itu guru bimbingan dan konseling harus lebih dapat memberikan perhatian kepada siswa – siswi secara memadai. Menurut Nurihsan & Sudianto (2005) pada saat seperti inilah para remaja perlu mendapat bimbingan dan konseling secara memadai. Bimbingan dan konseling di SMP memberikan bantuan kepada siswa yang dilakukan secara
6
Universitas Sumatera Utara
berkesinambungan, supaya mereka dapat memahami dirinya sehingga mereka sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar sesuai dengan tuntutan dan keadaaan lingkungan SMP, keluarga dan masyarakat serta kehidupan pada umumnya. Pada dasarnya bimbingan merupakan bantuan yang dapat menyadarkan individu akan pribadinya sendiri (bakat, minat, kecakapan dan kemampuannya) sehingga dengan demikian ia sanggup memecahkan sendiri kesukaran – kesukaran yang dihadapinya. Bimbingan itu bukanlah pemberian arah yang telah ditentukan oleh pembimbing, bukan suatu paksaan pandangan kepada seseorang, dan bukan pula suatu pengambilan keputusan yang diperuntukkan bagi seseorang. Dalam rangka bimbingan yang memilih ini hendaknya individu diberi kebebasan untuk memilih. Pembimbing menentukan menetapkan suatu pilihan, tetapi tidak berarti pembimbing itu sendiri yang memilih, siswa sendirilah yang harus menetapkan dan menentukan sikapnya. Sehingga ia dapat mencapai pemahaman dan pengarahan diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara maksimal di sekolah, keluarga dan masyarakat (Ahmadi, 1991). Menurut pandangan Shertzer dan Stone (dalam Amti, 2004), bimbingan diartikan sebagai proses membantu orang-perorangan untuk memahami dirinya sendiri dan lingkungan hidupnya. Selama kurun waktu tertentu yang mencakup sejumlah tahap – tahap yang secara berangkaian membawa ke tujuan yang ingin dicapai. Di dalam memberi pertolongan dalam menghadapi dan mengatasi tantangan serta kesulitan yang timbul selama tahun – tahun pekembangan menuju kedewasaan dalam kehidupan manusia. Untuk mengenal diri sendiri secara lebih
7
Universitas Sumatera Utara
mendalam dan menetapkan tujuan yang ingin dicapai, serta membentuk nilai – nilai yang akan menjadi pegangan selama hidupnya. Riyanto (2002) menambahkan bahwa suatu bimbingan berperan ketika peserta didik meminta bantuan untuk memperoleh informasi tertentu, untuk dapat mengambil suatu keputusan tertentu,untuk dapat mengatasi masalah yang sedang dihadapi, bahkan juga kalau butuh untuk didengarkan atau untuk menumpahkan perasaan – perasaan yang sedang dialami. Penting untuk disadari bahwa tujuan dari segala bimbingan adalah demi pembimbingan itu sendiri, sehingga orang yang dibimbing akhirnya mampu membimbing dirinya sendiri. Bimbingan di sekolah menengah hanya akan efisien dan efektif bila bimbingan itu mendapat dukungan penuh dari pimpinan sekolah dan seluruh staf pengajar, serta koordinasi yang baik. Di samping itu, semua tenaga yang terlibat dalam bidang pembinaan siswa harus mengarahkan segala usahanya ketujuan yang sama (Winkel, 1997). Menurut Mapiare (1984) mengatakan bahwa bimbingan di sekolah harus dilaksanakan berdasarkan suatu program yang direncanakan secara sistematismetodis dan demokratis, supaya dapat memenuhi kebutuhan siswa berdasarkan prioritas dan merata. Bantuan yang diberikan kepada siswa meliputi; memahami diri dan lingkungannya, menemukan, memahami, dan memecahkan kesulitan, menempatkan siswa dalam kondisi yang sesuai dengan kemampuannya, melakukan tindak lanjut terhadap upaya bantuan yang telah diberikan kepada siswa sebelumnya dan melaksanakan layanan rujukan. Keseluruhan masalah yang ditangani dalam program bimbingan meliputi; penanggulangan masalah dan
8
Universitas Sumatera Utara
kesulitan belajar, perencanaan dan pengembangan karir, pemecahan masalah atau kesulitan sosial dan penanganan masalah atau kesulitan pribadi. Dalam proses belajar mengajar, guru mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing, dan memberi fasilitas belajar bagi siswa untuk mencapai tujuan (Slameto, 2003). Guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial di bidang pembangunan. Oleh karena itu guru yang merupakan salah satu unsur di bidang kependidikan harus berperan serta secara aktifdan menempatkan kedudukannya sebagai tenaga profesional sesuai dengan tuntutan masyarakat yang semakin berkembang (Sardiman, 2003). Guru pembimbing yang kompeten dan memenuhi kualifikasi guru pembimbing yang profesional diperlukan agar tugas bimbingan dan konseling efektif. Pekerjaan guru pembimbing bukanlah suatu pekerjaan yang mudah dan ringan, sebab individu-individu (siswa) yang dihadapi dan ditangani di SMP sehari-hari satu dengan yang lainnya memiliki latar belakang permasalahan yang berbeda-beda, keunikan, atau kekhasan kepribadian masing-masing (Nurihsan & Sudianto, 2005). Seorang guru pembimbing di dalam menjalankan tugasnya dituntut memiliki kemampuan untuk selalu bisa berperan sebagai fasilitator dalam membangkitkan semangat belajar, mengidentifikasi faktor-faktor penyebab kesulitan belajar, memberikan layanan konseling akademik, bekerja sama dengan guru / tenaga pengajar lainnya dalam pengejaran remedial. Dan juga membuat rekomendasi / referensi kepada pihak lain yang lebih kompeten untuk menyelesaikan masalah siswa (Nurihsan & Sudianto, 2005).
9
Universitas Sumatera Utara
Sifat-sifat pribadi atau kualifikasi pribadi yang harus dimiliki oleh seorang guru pembimbing, yaitu : memiliki bakat skolastik yang baik, memiliki minat yang mendalam untuk dapat bekerja sama dengan orang lain dan memiliki kematangan emosi, kesabaran, keramahan, keseimbangan batin, tidak lekas menarik diri dari situasi yang rawan, cepat tanggap terhadap kritik, memiliki rasa humor (Nurishan & Sudianto, 2005). Kemudian terdapat sembilan karakteristik dalam diri guru bimbingan dan konseling yang dapat menumbuhkan siswa, yaitu : empati, respek, keaslian (genuiness), kekongkretan (concreteness), konfrontasi (confrontation), membuka diri (self-disclosure), kesanggupan (potency), kesiapan (immediacy), dan aktualisasi diri (self actualization) ( Dahlan, 1992 ). Setiap manusia memiliki persepsi yang berbeda-beda dalam menanggapi setiap stimulus yang datang pada dirinya. Dalam hal ini siswa SMP juga mempunyai pandangan sendiri-sendiri tentang guru bimbingan dan konseling mereka. Hal ini didukung oleh Rahmat (1996) yang mengatakan bahwa persepsi adalah pengalaman mengenai suatu objek maupun peristiwa yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Bagi mereka yang menafsirkan negatif karakteristik guru bimbingan dan konselingnya, membuat siswa sulit untuk mengungkapkan masalahnya. Penilaian siswa – siswi
SMP Negeri 31 Medan terhadap petugas
bimbingan dan konseling sering dijauhi oleh sebahagian siswa. Hal ini disebabkan karena setiap siswa yang berhadapan dengan petugas atau guru bimbingan dan konseling adalah
siswa yang selalu terkena masalah dan siswa yang selalu
melanggar aturan yang ditetapkan di sekolah. Para siswa memandang petugas atau
10
Universitas Sumatera Utara
guru bimbingan dan konseling selama ini hanya menangani dan menghadapi siswa – siswi nakal, dan menghukum siswa yang nakal saja. Hal ini diungkapkan seorang siswa kelas VII-1 mengatakan bahwa terbukanya terhadap masalah yang dialaminya tergantung pada karakteristik guru bimbingan dan konseling. “Saya melihat selama ini guru BK kami sangat akrab dengan saya. Pak BK mempunyai waktu untuk dekat dengan anak muridnya. Bapak itu selalu dapat membantu dan mengarah siswa – siswi di sekolah ini. Tapi kadang – kadang pun ada aja yang gak suka dengan aturan atau cara – cara yang dilakukannya. Tapi dengan saya bapak itu selalu memberikan solusi terhadap apa masalah yang saya hadapi. Pernah saya cerita – cerita dengan pak BK tentang keluarga saya, dan pak BK pun memberikan solusi yang bagus kak. Jadinya sedih saya agak berkurang. Dan saya pun kembali percaya dengan keluarga saya...”(komunikasi personal, 6 Februari 2008). Kemudian pendapat lain juga dikemukakan oleh siswa kelas VIII. ” Pak BK kadang – kadang menyeramkan kalo mod nya lagi gak enak, trus marah – marah gitu. Itu biasanya kalo akhir bulan, hehehe.. Dia suka menjewer kuping pada anak muridnya, yang bajunya tidak rapi. Kayak baju yang belakangnya keluar – keluar, pake rok pendek, baju yang tipis gitu. Kami kan yang cewek – cewek malu kalo dijewer gitu...” (komunikasi personal, 6 Februari 2008).
Penerimaan hubungan (receiver relationship) adalah salah satu yang berpengaruh dalam pengungkapan seseorang (Devito, 1986). Menurut Morton (dalam Sears, dkk,. 1989) self disclosure adalah kegiatan membagi perasaan dan informasi yang akrab dengan orang lain. Bagi siswa yang tidak terbuka kepada guru bimbingan dan konseling, maka akan membuat siswa sulit untuk mengungkapkan permasalahannya. Menurut DeVito (1986) seseorang cenderung disclosure pada orang lain yang hangat, penuh pemahaman, memberi dukungan dan mampu menerima individu apa adanya. Self disclosure adalah pengungkapan reaksi atau tanggapan
11
Universitas Sumatera Utara
individu terhadap situasi yang sedang dihadapinya serta memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan atau berguna untuk memahami tanggapan individu tersebut (Johson, dalam Supratiknya, 1995). Berbagai hal yang menyebabkan seseorang melakukan self disclosure. Seperti yang dikatakan Holt (dalam Myers, 1996) bahwa setelah melakukan self disclosure, seseorang akan merasakan peningkatan positif. Sebab mengungkapkan berbagai perasaaan, seperti ketakutan ataupun masalah kepada orang lain yang kita percaya, dapat menurunkan stress. Selain itu, self disclosure juga membawa kita pada rasa kedekatan, selama lawan bicara kita mengerti dan menerima (Myers, 1996). Sehingga melalui self disclosure ini kita dapat melihat seerat apa hubungan guru bimbingan dan konseling dengan siswa – siswinya, sehingga membuat siswa tersebut mau mengungkapkan informasi ataupun hal – hal yang pribadi mengenai dirinya (Dahlan, 1992). Dimana hal ini dipandang sebagai salah satu keuntungan self disclosure. Seperti yang dikatakan oleh Devito (1986) bahwa self disclosure menyajikan kelima dimensi yang salah satunya adalah menambah nilai rasa keintiman (keeratan) dalam hubungan. Namun, juga ada faktor penting yang menjadi pemicu seseorang dalam melakukan self disclosure, yaitu ; balasan dari orang lain. Dimana hal ini akan membimbing seseorang untuk mencoba melakukan self disclosure. Situasi ini disebut sebagai reciprocity of self disclosure, yaitu ; situasi dimana individu yang menerima informasi keintiman memberikan respon terhadap informasi itu sendiri. Seseorang baru akan melakukan self disclosure ketika orang tersebut suka dan
12
Universitas Sumatera Utara
percaya pada lawan bicaranya (Myers, 1996). Hal ini terjadi karena ketika kita berbagi mengenai informasi yang bersifat pribadi yang berkaitan dengan diri kita kepada orang lain, mungkin saja orang ini akan menolak kita atau membocorkan rahasia kita kepada orang lain. Menurut Derlega & Grzelak (dalam Taylor, 2000) lima alasan utama untuk pengungkapan diri adalah: 1) expression : kadang-kadang individu membicarakan perasaannya untuk pelampiasan. Mengekspresikan perasaan adalah salah satu alasan untuk penyingkapan diri, 2) self clarification : dalam proses berbagi perasaan atau pengalaman dengan orang lain, individu mungkin mendapat selfawareness dan pemahaman yang lebih baik. Bicara kepada teman mengenai masalah dapat membantu individu untuk mengklarifikasi pikirannya tentang situasi yang ada, 3) social validation :dengan melihat bagaimana reaksi pendengar pada pengungkapan diri yang dilakukan, individu mendapat informasi tentang kebenaran dan ketepatan pandangannya, 4 ) social control : individu mungkin mengungkapkan atau menyembunyikan informasi tentang dirinya, sama seperti arti dari kontrol sosial. Individu mungkin menekan topik, kepercayaan atau ide yang akan membentuk pesan yang baik pada pendengar. Dalam kasus yang ekstrim, individu mungkin dengan sengaja berbohong untuk mengeksploitasi orang lain, 5) relationship development : berbagi informasi dan kepercayaan adalah jalan yang penting. Berbagi informasi personal dan kepercayaan adalah jalan yang penting untuk memulai hubungan dan untuk meningkatkan level dari intimasi. Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan, yaitu informasi yang diutarakan tersebut haruslah informasi baru yang belum pernah didengar orang
13
Universitas Sumatera Utara
tersebut sebelumnya. Kemudian informasi tersebut haruslah informasi yang biasanya disimpan/dirahasiakan. Hal terakhir adalah informasi tersebut harus diceritakan kepada orang lain baik secara tertulis dan lisan. Mengingat bahwa guru pembimbing dalam kehidupan perlu untuk pembentukan siswa, maka diangkat menjadi masalah dalam penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan antara persepsi siswa terhadap karakteristik guru bimbingan dan konseling dengan self disclosure pada siswa SMP Negeri 31 Medan.
I. B. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah ada hubungan antara persepsi siswa terhadap karakteristik guru bimbingan dan konseling dengan self disclosure siswa SMP Negeri 31 Medan.
I. C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan Psikologi pada khususnya serta menambah sumber keperpustakaan dalam penelitian Psikologi Pendidikan, khususnya tentang hubungan antara persepsi siswa terhadap karakteristik guru bimbingan dan konseling dengan self disclosure siswa. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengetahui bagaimana persepsi siswa terhadap guru bimbingan dan konseling sehingga para siswa-siswi
14
Universitas Sumatera Utara
dapat lebih membukakan diri dengan guru bimbingan dan konselingnya terhadap masalah yang sedang dihadapinya.
I. D. Sistematika Penulisan Bab I : Pendahuluan Memuat latar belakang masalah yang hendak dibahas, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. Bab II : Landasan teori Memuat tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan permasalahan. Teori – teori yang dimuat adalah teori tentang persepsi, teori tentang bimbingan konseling dan teori self disclosure. Memuat juga mengenai hubungan antara persepsi siswa terhadap fungsi bimbingan dan konseling dengan self disclosure siswa SMP Negeri 31 Medan. Bab III : Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian korelasional. Variabel yang digunakan adalah variabel persepsi siswa terhadap fungsi bimbingan dan konseling dan self disclosure. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah stratified random sampling. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala persepsi dan skala self disclosure. Uji coba alat ukur meliputi uji daya item dan perhitungan reliabilitas. Untuk menguji hipotesa peneliti menggunakan analisis stastistik korelasi product moment. Bab IV : Analisis dan Interpretasi Data Pada Bab ini memuat gambaran umum dari subyek penelitian, hasil analisis data dengan menggunakan analisis statistik dan interpretasi data
15
Universitas Sumatera Utara
sebagai hasil penelitian sesuai dengan landasan teori yang digunakan. Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 12.0 for windows. Bab V : Kesimpulan, Diskusi dan Saran Bab ini memuat kesimpulan dan diskusi mengenai hasil penelitian serta saran – saran berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh.
16
Universitas Sumatera Utara